Anda di halaman 1dari 15

2.

Pembahasan
2.1 Pancasila sebagai Ideologi Nasional
2.1.1 Pengertian Ideologi
Ideologi berasal dari kata Yunani, idein yang berarti melihat, atau idea yang
berarti raut muka, perawakan, gagasan, buah pikiran dan kata logika yang berarti
ajaran. Dengan demikian, ideology adalah ajaran atau ilmu tentang gagasan, buah
pikiran ataupun science des ideas (AL Marsudi, 2001:57).
Pengertian Ideologi secara umum adalah suatu kumpulan gagasan, ide,
keyakinan serta kepercayaan yang bersifat sistematis yang mengarahkan tingkah laku
seseorang dalam berbagai bidang kehidupan seperti bidang politik, bidang sosial,
bidang kebudayaan, dan bidang keagamaan.
Menurut Poespowardojo (1992) ideology memiliki fungsi pokok sebagai
berikut:
a) Memberikan struktur konkrit, yaotu keseluruhan pengetahuan yang dapat
merupakan landasan yang memahami dan menafsirkan dunia serta kejadiankejadian dan alam sekitrnya.
b) Meberikan orientasi dasar dengan membuka wawasan yang memberikan makna
serta menunjukan tujuan dalam khidupan manusia.
c) Memberikan norma-norma yang menjadi pedoman bagi seseorang untuk
melangkah dan bertindak.
d) Memberikan bekal dan jalan bagi seseorang untuk menemukan identitasnya.
e) Kekuatan yang mampu menyemangati dan mendorong seseorang untuk
menjalankan kegiatan dan mencapai tujuan.
f) Memberikan pendidikan bagi seseorang atas masyarakat untuk memahami,
menghayati serta mengamalkan tingkah lakunya sesuai dengan orientasi dan
norma-norma yang terkandung didalamnya.

2.1.2 Makna Ideologi bagi Negara


Ideologi negara dalam arti cita-cita negara memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a) Mempunyai derjat yang tinggi sebagai nilai hidup kebangsaan dan kenegaraan.
b) Mewujudkan suatu asas kerohanian pandangan dunia, pandangan hidup yang harus
dipelihara, dikembangkan, diamalkan, dilestarikan kepada generasi penerus
bangsa, diperjuangkan dan dipertahankan.
2.1.3 Pancasila sebagai Ideologi Terbuka
Sebagai Ideologi Pancasila, menjadi pedoman dan acuan kita dalam
menjalankan aktivitas di segala bidang, sehingga sifatnya harus terbuka, luwes dan
fleksibel tidak tertutup, kaku yang akan membuatnya ketinggalan zaman. Pancasila
telah memenuhi syarat sebagai ideologi terbuka, yaitu pemenuhan persyaratan
kualitas tiga dimensi, yaitu dimensi Realita, dimensi Idealisme, dan dimensi
Fleksibilitas.
Dimensi Realita, yaitu bahwa nilai-nilai dasar yang terkanung didalam
ideology tersebut secara nyata hidup didalam serta bersumber dari budaya dan
pengalaman sejarah masyarakat atau bangsanya. Dimensi Idealisme, yaitu bahwa
nilai-nilai dasar ideologi tersebut mengandung idealisme yang memberi harapan
tenntang masa depan yang lebih baik melalui pengalaman dalam praktik kehidupan
bersama sehari-hari. Dimensi Fleksibelitas, yaitu ideologi tersebut memiliki
keluwesan yang memungkinkan dan meragsang pengembangan pemkiran-pemikiran
baru yang relevan dengan ideologi bersangkutan tanpa menghilangkan atau
mengingkari jati diri yang terkandung didalam nila-nilai dasarnya.
Sebagai Ideologi terbuka, pancasila memberikan orientasi ke depan,
mengharuskan bangsanya untuk selalu menyadari situasi yang sedang dan akan
dihadapinya, terutama menghadapi globalisasi dan era keterbukaan dunia dalam
segala bidang.

2.1.4 Perbandingan Ideologi Pancasila dengan Ideologi Lain


2.1.4.1 Politik Hukum dan Ham
a)

b)

c)

d)

Liberalisme
Demokrasi Liberal
Hukum untuk melindungi individu
Dalam politik mementingkan individu
Komunisme
Demokrasi rakyat
Berkuasa mutlak satu parpol
Hukum untuk melanggengkan komunis
Sosialisme
Demokrasi untuk kolektivitas
Diutamakan kebersamaan
Masyarakat sama dengan Negara
Pancasila
Demokrasi
Pancasila
Hukum ntuk menjungjung tinggi keadilan dan keberadaan individu dan
masyarakat

2.1.4.2 Ekonomi
a) Liberalisme
Peran Negara kecil
Swasta mendominasi
Kapitalisme
Monopoli
Persaingan bebas

b)Komunisme
Peran Negara dominan
Demi kolektivitas
Monopoli Negara
c) Sosialisme
Peran Negara ada untuk pemerataan

Keadilan distributif yang diutamakn


d)Pancasila
Peran Negara ada untuk tidak terjadi monopoli yng merugikan rakyat
Pelaku ekonomi
Demokrasi BUMN (Negara) KOPERASI (rakyat) SWASTA (Individu)
2.1.4.3 Agama
a) Liberalisme
Agama urusan pribadi
Bebas beragama
b)Komunisme
Agama candu masyarakat
Agama harus dijauhkan dari masyarakat
Atheis
c) Sosialisme
Agama harus mendorong berkembangnya kebersamaan
d)Pancasila
Bebas memilh salah satu agama
Agama harus menjiwai dalam kehidupn berbangsa dan bernegara
2.1.4.4 Paandanga Terhadap Individu Masyarakat
a) Liberalisme
Individu penting daripada masyarakat

b)Komunisme
Individu tidak penting
Mayarakat tidak penting
Kolektivitas yang dibentuk Negara lebih penting
c) Sosialisme
Masyarakat lebih penting daripada individu
d)Pancasila
Individu diakui keberadaanya
Masyarakat diakui
Hubungan individu dan masyarakat dilandasi 3S (Selaras, Serasi, Seimbang)
Masyarakat ada karena individu ada
Individu mempunyai arti apabila hidup di tengah masyarakat
2.1.4.5 Ciri Khas
a) Liberalisme
Penghargaan atas HAM
Demokrasi
Negara hokum

Menolak Dogmatis
Reaksi terhadap absolutism
b)Komunisme
Demokrasi Liberal
Hukum untuk melindungi individu
Dalam politik mementingkan individu
c) Sosialisme
Kebersamaan
Jalan tengah
Akomodasi

d)Pancasila
Keselarasan, Keseimbangan, dan Keserasian dalam setiap aspek kehidupan.
2.1.5 Keunggulan Ideologi Pancasila Dibandingkan dengan Ideologi Bangsa
Lain
Ideologi suatu bangsa akan kokoh kuat dilaksanakan dan dipertahankan
apabila ideologi tersebut berakar kepada atau berasal dari tata nilai sosial kepribadian
sehari-hari yang dimiliki oleh bangsa tersebut. Apabila ideologi itu asing dan tidak
sesuai dengan nilai-nilai luhur kebenaran kepribadian yang dimiliki suatu bangsa,
maka ideologi akan ditolak dan sulit dilaksanakan walaupun dipaksakan.
Adapun keunggalan pancasila dibandingkan dengan ideologi lain adalah:
2.1.5.1 Dalam Kehidupan Beragama
Walaupun negara Pancasila bukan berarti negara agama tetapi bukan berarti
kita negara sekuler apalagi atheis. Dalam negara Pancasila dihormati dan
dikembangkan kehidupan beragama dengan sebaik-bainya, bahkan memiliki lembaga
resmi yaitu DEPAG yang bertugas membina dan mengembangkan kehidupan Agma
dengan sebaik-baiknya.
2.1.5.2 Dalam Kehidupan Sosial Budaya
Berdasarkan pola hubungan sosial yang berdasarkan kemanusiaan yang adil
dan beradab, menjungjung tinggi nilai kemanusiaan, persatuan kesatuan bangsa,
menjaga keseimbangan hak dan kewajiban, kepentingan pribadi dan masyarakat serta
semangat kekeluargaan dan kegotongroyongan.
2.1.5.3 Dalam Kehidupan Politik
Politik berdasarkan demokrasi pancasila ialah demokrasi/kerakyatan yang
dijiwai oleh sila-sila pancasila yang utuh, yaitu demokrasi yang dilandasi oleh

keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi nilai-nilai
kemanusiaan yang adil dan beradab, mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa
serta berusaha untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

2.2 Pancasila sebagai Dasar Negara


2.2.1 Pengertian Pancasila sebagai Dasar Negara
Pengertian Pancasila sebagai dasar Negara diperoleh dari Alinea keempat
Pembukaan UUD 1945 dan sebagaimana tertuang dalam Memorandum DPR-GR 9
Juni 1966 yang menandaskan Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa yang
telah dimurnikan dan dipadatkan oleh PPKI atas nama rakyat Indonesia menjadi
dasar Negara Republik Indonesia. Memorandum DPR-GR itu disahkan pula oleh
MPRS dengan Ketetapan No.XX/MPRS/1966. Ketetapan MPR No.V/MPR/1973
dan Ketetapan MPR No.IX/MPR/1978 yang menegaskan kedudukan Pancasila
sebagai sumber dari segala sumber hukum atau sumber dari tertib hukum di
Indonesia.
Inilah sifat dasar Pancasila yang pertama dan utama, yakni sebagai dasar
negara (philosophische grondslaag) Republik Indonesia. Pancasila yang
terkandung dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945 tersebut ditetapkan
sebagai dasar negara pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh PPKI yang dapat
dianggap sebagai penjelmaan kehendak seluruh rakyat Indonesia yang merdeka.
Dengan syarat utama sebuah bangsa menurut Ernest Renan: kehendak
untuk bersatu (le desir detre ensemble) dan memahami Pancasila dari sejarahnya
dapat diketahui bahwa Pancasila merupakan sebuah kompromi dan konsensus
nasional karena memuat nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh semua golongan dan
lapisan masyarakat Indonesia.
Maka

Pancasila

merupakan

intelligent

choice

karena

mengatasi

keanekaragaman dalam masyarakat Indonesia dengan tetap toleran terhadap


adanya perbedaan. Penetapan Pancasila sebagai dasar negara tak hendak

menghapuskan perbedaan (indifferentism), tetapi merangkum semuanya dalam


satu semboyan empiris khas Indonesia yang dinyatakan dalam seloka Bhinneka
Tunggal Ika.
Mengenai hal itu pantaslah diingat pendapat Prof.Dr. Supomo: Jika kita
hendak mendirikan Negara Indonesia yang sesuai dengan keistimewaan sifat dan
corak masyarakat Indonesia, maka Negara kita harus berdasar atas aliran pikiran
Negara (Staatside) integralistik Negara tidak mempersatukan diri dengan
golongan yang terbesar dalam masyarakat, juga tidak mempersatukan diri dengan
golongan yang paling kuat, melainkan mengatasi segala golongan dan segala
perorangan, mempersatukan diri dengan segala lapisan rakyatnya
Penetapan Pancasila sebagai dasar negara itu memberikan pengertian
bahwa negara Indonesia adalah Negara Pancasila. Hal itu mengandung arti bahwa
negara harus tunduk kepadanya, membela dan melaksanakannya dalam seluruh
perundang-undangan. Mengenai hal itu, Kirdi Dipoyudo (1979:30) menjelaskan:
Negara Pancasila adalah suatu negara yang didirikan, dipertahankan dan
dikembangkan dengan tujuan untuk melindungi dan mengembangkan martabat
dan hak-hak azasi semua warga bangsa Indonesia (kemanusiaan yang adil dan
beradab),

agar

masing-masing

dapat

hidup

layak

sebagai

manusia,

mengembangkan dirinya dan mewujudkan kesejahteraannya lahir batin selengkap


mungkin, memajukan kesejahteraan umum, yaitu kesejahteraan lahir batin seluruh
rakyat, dan mencerdaskan kehidupan bangsa (keadilan sosial).
Pandangan tersebut melukiskan Pancasila secara integral (utuh dan
menyeluruh) sehingga merupakan penopang yang kokoh terhadap negara yang
didirikan di atasnya, dipertahankan dan dikembangkan dengan tujuan untuk
melindungi dan mengembangkan martabat dan hak-hak azasi semua warga bangsa
Indonesia. Perlindungan dan pengembangan martabat kemanusiaan itu merupakan
kewajiban negara, yakni dengan memandang manusia qua talis, manusia adalah
manusia sesuai dengan principium identatis-nya.
Pancasila seperti yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 dan
ditegaskan keseragaman sistematikanya melalui Instruksi Presiden No.12 Tahun

1968 itu tersusun secara hirarkis-piramidal. Setiap sila (dasar/ azas) memiliki
hubungan yang saling mengikat dan menjiwai satu sama lain sedemikian rupa
hingga tidak dapat dipisah-pisahkan. Melanggar satu sila dan mencari
pembenarannya pada sila lainnya adalah tindakan sia-sia. Oleh karena itu,
Pancasila pun harus dipandang sebagai satu kesatuan yang bulat dan utuh, yang
tidak dapat dipisah-pisahkan. Usaha memisahkan sila-sila dalam kesatuan yang
utuh dan bulat dari Pancasila akan menyebabkan Pancasila kehilangan esensinya
sebagai dasar negara.
Sebagai alasan mengapa Pancasila harus dipandang sebagai satu kesatuan yang
bulat dan utuh ialah karena setiap sila dalam Pancasila tidak dapat diantitesiskan
satu sama lain. Secara tepat dalam Seminar Pancasila tahun 1959, Prof.
Notonagoro melukiskan sifat hirarkis-piramidal Pancasila dengan menempatkan
sila Ketuhanan Yang Mahaesa sebagai basis bentuk piramid Pancasila. Dengan
demikian keempat sila yang lain haruslah dijiwai oleh sila Ketuhanan Yang
Mahaesa. Secara tegas, Dr. Hamka mengatakan: Tiap-tiap orang beragama atau
percaya pada Tuhan Yang Maha Esa, Pancasila bukanlah sesuatu yang perlu
dibicarakan lagi, karena sila yang 4 dari Pancasila sebenarnya hanyalah akibat saja
dari sila pertama yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa.
Dengan demikian dapatlah disimpulkan bahwa Pancasila sebagai dasar negara
sesungguhnya berisi:
2.2.1.1 Ketuhanan yang mahaesa, yang ber-Kemanusiaan yang adil dan beradab,
yang ber-Persatuan Indonesia, yang ber-Kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, serta berKeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
2.2.1.2 Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang ber-Ketuhanan yang mahaesa,
yang ber-Persatuan Indonesia, yang ber-Kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, dan berKeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

2.2.1.3 Persatuan Indonesia, yang ber-Ketuhanan yang mahaesa, yang berKemanusiaan yang adil dan beradab, ber-Kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, dan berKeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
2.2.1.4

Kerakyatan

yang

dipimpin

oleh

hikmat

kebijaksanaan

dalam

permusyawaratan/ perwakilan, yang ber-Ketuhanan yang mahaesa, yang


ber-Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang ber-Persatuan Indonesia, dan
ber-Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
2.2.1.5 Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, yang ber-Ketuhanan yang
mahaesa, yang ber-Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang ber-Persatuan
Indonesia, dan ber-Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan/ perwakilan.
2.2.2 Memaknai Pancasila sebagai Dasar Negara
Sejak Sebelum merdeka Pancasila dirumuskan dan kemudian sehari
setelah merdeka ditetapkan sebagai dasar negara. Keputusan itu diterima oleh
semupihak karena Pancasila memang merupakan rumusan kompromi antara
berbagai elemen yang berada di negeri ini. Namun demikian Perjalanan pancasila
dalam sejarah negeri ini tidaklah mulus. Masuknya Indonesia ke dalam demokrasi
liberal produk dari maklumat X yang kemudian disusul dengan penetapan UUDS
1950 menempatkan politik Indonesia sebagai sistem liberal dengan multi partai
dengan sistem pemerintahan Parlementer telah menyimpang dari UUD 1945.
Sidang konstituante yang menempatkan semua UUD yang ada baik UUD 1945
maupun UUD 1950 sebagai UUD sementara yang harus diubah, maka persoaalan
dasar negara kemudian juga muncul kembali partai-partai Nasional dan komunis
mendukung dasar pancasila sementara Masyumi, NU, Perti PSII dan partai islam
lainnya mendukung Islam sebagai dasar negara. Ini antara lain salah satu fase
sejarah perjalanan Pancasila yang mesti dirunut.

KH Muchid Muzadi (Mustasyar PBNU) mencoba menjelaskan kenapa NU


yanaga sejak awal telah mensepakati Pancasila sebagai dasar negara sampai bias
mengikuti Masyumi menghendaki dasar Islam. Ada beberapa alasan, pertama
musuh bebuyutan NU yaitu PKI ikut mendukung Pancasila, maka NU khawatir
Pancasila tidak murni lagi dijadikan sarana manipulasi oleh komunis, saat itu Bung
Karno juga mulai akan memeras-meras Pancasila menjadi Trisila samapi Eka sila.
Ini juga mengkhawatirkan NU dengan nasib Pancasila yang seutuhnya, makanya
NU kemudian memilih dasar Islam. Ketika konstituante mengalami jalan buntu
setelah dilakukan voting tentang dasar negara yang kekuatannya berimbang, pihak
NU mulai realistis, karena itu mencoba melalui pendekatan dengan Bung Karno,
kalau Kembali Ke UUD 1945 dan menjadikan Pancasila sebagai dasar negara
hendaklah Piagam Jakarta tetap dijadikan sumber inspirasi dan sumber hukum dan
tetap menjiwai UUD 1945. Tuntutan NU itu dipenuhi karena itu NU kemudian
bersedia menjadi pendorong kembali Ke UUD 1945 dan Penempatan pancasila
sebagai dasar negara. Kembalinya NU ke dasar pancasila itu sebenarnya telah
dirumuskan oleh KH Achmad Siddiq pada tahun 1957 saat sidang Konstituante
berlangsung, tetapi usulan itu tidak memperoleh tanggapan serius. Usulan NU
yang disampaikan oleh KH Saifuddin Zuhri dalam sidang Konstituante untuk
penempatan Piagam Jakarta sebagai jiwa dari UUD 1945 dan Pancasila sebagai
dasar negara tanpa mengabaikan nilai-nilai agama itu dianggap mampu mengurai
persoalan pelik hubungan agama dengan negara, yang dihadapi oleh semua partai
agama saat itu. Jalan keluar yang ditawarkan oleh NU itu dianggap langkah sangat
cerdik, akhirnya partai-partai Islam yang selama ini menghendaki dasar Islam
bersedia menerima Pancasila dan UUD 1945.
Ketika hubungan agama dengan negara kembali mencuat setelah
munculnya berbagai peristiwa komando jhad dan gerakan teror lainnya di
Indonesia yang terisnpirasi oleh Revolusi Islam Iran, tidak sedikit kelompok yang
memiliki aspirasi negara Islam muncul kembali. Gerakan Islam radikal juga
amulai marak hingga awal tahun 1980. Karena itu dalam Musyawarah Alim Ulama

NU di Situbondo tahun 1982 NU menetapkan Pancasila sebagai Asas


organisasinya dengan beberapa alasan antara lain :
2.2.2.1 Pancasila sebagai dasar dan falsafah negara republik Indonesia bukanlah
agama, tidak dapat menggantikan agama dan tidak dapat dipergunakan untuk
menggantikan kedudukan agama.
2.2.2.2 Penerimaan dan pengamalan Pancasila merupakan perwujudan dari upaya
umat Islam Indonesia untuk menjalankan syariat agamanya. Selanjutnya
dikatakan bahwa NU berkewajiban mengamankan pengertian Pancasila
secara murni dan konsekwen. Kata mengamankan pengertian pancasila
menjadi komitmen NU hal itu tidak lain karena selama ini Pancasila
cenderung disalahartikan, selama ini misalnya orde baru menggunakan
Pancasila untuk menstigma kelompok lain sehingga dijadikan alasan untuk
menyingkirkan seseorang, padahal Pancasila merupakan wadah kompromi
bagi aneka macam bangsa Indonesia. Belum lagi kalau selama ini kita
mengaku Pancasila sebagai dasar bagi kehidupan berbangsa dan bernegara,
tetapi dalam kenyatannya kita telah banyak mengingkari ketetapan itu.
Karena itu pengertian arah dan tujuan Pancasila perlu diamankan, perlu
diluruskan, dan kini kewajiban kita, apakah sistem politik kita, demokrasi
kita sistem ekonomi kita dan sistem relasi sosial kita masih berpijak pada
Pancasila ini perlu kita periksa satu persatu, kalau kita masih mengakui
Pancasila sebagai dasar negara.
2.2.3 Melaksanakan Pancasila sebagai Dasar Negara Melalui Paradigma
Fungsional
Baik disadari atau tidak, dan baik diakui atau tidak, bersamaan dengan
demikian banyak perbaikan yang dibawa oleh gerakan Reformasi Nasional sejak
tahun 1998, juga muncul berbagai kemunduran dalam berbagai bidang, yang dapat
menyebabkan kita bertanya-tanya kepada diri kita sendiri, hendak kemanakah
Republik ini hendak dibawa? Beberapa contoh kemajuan dan kemunduran dapat
disebutkan sebagai berikut. Mari kita mulai dengan kemajuan bahkan kemajuan
besar yang telah dibawa oleh gerakan Reformasi Nasional. Seperti juga halnya

Orde Baru telah mengoreksi demikian banyak kelemahan Orde Lama, gerakan
Reformasi Nasional telah mengoreksi demikian banyak kelemahan Orde Baru,
terutama dalam penghormatan dan perlindungan terhadap hak sipil dan politik.
Secara umum Republik Indonesia pasca 1998 terkesan memang lebih terbuka dan
lebih demokratis. Hak untuk mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan telah
terwujud hampir secara penuh. Pers dan media massa Indonesia termasuk pers dan
media massa yang paling bebas di Asia Tenggara. Partai politik boleh didirikan
kapan saja dan seberapa pun banyaknya. Pemberontakan bersenjata di daerah Aceh
telah diakhiri dan suatu pemerintahan daerah yang dipilih langsung oleh rakyat
Aceh terbentuk, walaupun dengan bantuan mediasi oleh seorang mantan Presiden
Finlandia. Rangkaian pemilihan umum telah berlangsung secara langsung, umum,
bersih, jujur, dan adil seperti sudah lama didambakan. TNI dan Polri telah
dikembalikan pada missi dan fungsi pokoknya, dan seiring dengan itu tidak ada
lagi fraksi TNI dan Polri di lembaga-lembaga legislatif. Namun, di luar atau di
samping kemajuan besar dalam penghormatan, perlindungan, serta pemenuhan hak
sipil dan politik tersebut juga terlihat stagnasi, bahkan kemerdekaan terutama
dalam penghormatan, perlindungan, serta pemenuhan hak ekonomi, sosial, serta
budaya rakyat Indonesia.
Secara umum, Indonesia terasa masih belum mampu keluar dari suasana
krisis ekonomi yang bermula pada tahun 1997, satu dasawarsa yang lalu. Jumlah
mereka yang hidup dalam kemiskinan masih tetap tinggi. Fasilitas pendidikan
serta pelayanan kesehatan yang pernah demikian baik dan murah dilakukan
melalui rangkaian sekolah-sekolah SD inpres dan puskesmas terkesan amat
merosot. Lumayan banyak pengusaha asing yang sudah menanam modalnya di
Indonesia kemudian memindahkan lokasi investasinya ke negara-negara tetangga
yang dipandang kondisinya lebih kondusif. Korupsi, yang bersama dengan kolusi
dan nepotisme dipandang merupakan salah satu dosa yang diwariskan Orde Baru,
bukannya berkurang, tapi malah meningkat, terutama di tingkat daerah.
Berbondong-bondong gubernur, bupati, walikota, dan para anggota dewan
perwakilan daerah yang dihadapkan ke meja hijau dan dijatuhi hukuman, yang

hebatnya, tidak jarang selain mencoba mengelak dengan dalih sakit juga mampu
tampil di depan publik dengan wajah bagaikan tak bersalah, yang kadang kala
bahkan dengan penuh senyum.
Dalam kehidupan politik, terlihat kesan kuat bahwa telah timbul apa yang
pernah disebut dan dikhawatirkan oleh Dr Mohammad Hatta sebagai suatu ultra
demokrasi. Walaupun lembaga legislatif serta lembaga eksekutif telah dipilih
secara demokratis, namun demonstrasi ke jalan-jalan bukan saja tidak berhenti,
tetapi sudah menjadi suatu hal yang terjadi secara rutin. Tiada hari tanpa
demonstrasi. Partai-partai politik yang seyogyanya berfungsi sebagai lembaga
demokrasi yang mengagregasi serta mengartikulasikan aspirasi dan kepentingan
rakyat serta sebagai wahana untuk seleksi kepemimpinan ditengarai hanya asyik
dengan dirinya sendiri dan telah mulai kehilangan kepercayaan dari rakyat.
Pemekaran daerah-daerah otonom yang berlanjut secara terus-menerus serta
penyerahan tugas dan wewenang otonomi yang luas ke daerah tingkat dua terkesan
hanya menimbulkan pembengkakan lembaga, penambahan jumlah pejabat serta
dukungan fasilitasnya, serta peningkatan anggaran pengeluaran tanpa makna yang
signifikan bagi peningkatan taraf hidup rakyat. Di antara para pejabat negara yang
baru ini tidak terhitung banyaknya yang berusaha menduduki jabatannya dengan
cara memalsu ijazah dan membeli suara dengan satu dan lain cara.Kekuatan TNI
terutama di laut dan di udara sedemikian lemahnya, sehingga bukan saja
dilecehkan oleh pesawat-pesawat tempur US Navy yang pernah terbang tanpa izin
melintasi wilayah teritorial Republik Indonesia, tetapi juga oleh kapalkapalperang
kecil kerajaan Malaysia di perairan Ambalat yang dipersengketakan. Selain itu,
jajaran Polri bagaikan tanpa daya menghadapi maraknya illegal logging dan illegal
fishing yang terjadi hampir di seluruh pelosok Indonesia.
Bersamaan dengan itu, pemberian izin hak pengusahaan hutan dan hak
guna usaha yang bagaikan tanpa batas nota juga tanpa pengawasan yang efektif
bukan saja secara praktis telah mencaplok demikian luas hak l masyarakat adat
tanpa ganti rugi satu senpun, tetapi juga telah mengakibatkan penggundulan hutan,
yang berakibat terjadinya bencana alam secara beruntun berupa banjir dan tanah

longsor. Dalam menangani rangkaian bencana alam ini, dengan tetap menghargai
kerja keras pemerintah selama ini, namun sukar dihindari kesan bahwa
penanggulangannya lebih banyak dilakukan secara ad hoc. Syukur bahwa akhirnya
DPR RI mengesahkan suatu Undang-undang tentang Penanggulangan Bencana
yang mengatur masalah ini secara lebih komprehensif. Sekedar untuk memenuhi
kebutuhan anggaran pendapatan dan belanja tahunan, tanpa berpikir panjang
Pemerintah telah menjual kepada pihak asing badan-badan usaha milik negara
yang sangat menguntungkan, seperti Indosat dan PT Semen Gresik, Kemunduran
yang terasa paling mendasar selama era Reformasi Nasional adalah merosotnya
peran Pancasila sebagai Dasar Negara, dalam arti bahwa secara substantif hampir
tidak ada kaitan lagi antara sistem nilai yang terkandung dalam Pancasila dengan
norma-norma hukum nasional serta kebijakan pemerintahan yang seyogyanya
menindaklanjutinya. Sudah barang tentu, frasa Pancasila secara formal hampir
selalu disebut sebagai rujukan dalam dokumen-dokumen negara. Namun terlihat
jelas bahwa Pancasila yang secara formal dijadikan rujukan tersebut sekarang
terasa bagaikan tanpa jiwa, tanpa makna, tanpa substansi, dan praktis tanpa
manfaat bagi Rakyat Indonesia. Pancasila telah diredusir dari posisi semula
sebagai Dasar Negara yang disepakati sebagai suatu kontrak politik di antara para
Pendiri Negara menjadi sekedar semacam mantra sekuler dalam ritual kehidupan
berbangsa dan bernegara. Dalam posisi yang telah diredusir ini, hampir
keseluruhan kebijakan nasional baik yang dituangkan dalam peraturan perundangundangan maupun dalam demikian banyak keputusan pemerintahan yang diambil
sejak tahun 1998 terasa demikian dipengaruhi oleh pertimbangan-pertimbangan
pragmatis berjangka pendek, tanpa idealisme, tanpa filsafat, tanpa ideologi, dan
tidak jarang juga tanpa moral. Tidak ayal lagi, kemerosotan peran Pancasila
sebagai Dasar Negara ini secara historis dan secara yuridis konstitusional dapat
dipandang sebagai ancaman paling besar terhadap keseluruhan eksistensi Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Jangan kita lupakan, bahwa Pancasila sebagai Dasar
Negara seperti tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang

Dasar 1945 merupakan alasan pembentukan (raison) dan landasan legitimasi


dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ringkasnya, tanpa Pancasila tidak akan
ada Republik Indonesia.
Namun,

juga

harus

diakui

bahwa

tidaklah

mudah

menjabarkan

serta

menindaklanjuti Pancasila sebagai Dasar Negara tersebut. Ada tiga hal yang
menyebabkan kesukaran penjabaran Pancasila itu. Pertama, oleh karena selama ini
elaborasi tentang Pancasila itu bukan saja cenderung dibawa ke hulu yaitu ke
tataran filsafat, bahkan ke tataran metafisika dan agama yang lumayan abstrak dan
sukar dicarikan titik temunya. Kedua, oleh karena terdapat kesimpangsiuran serta
kebingungan tentang apa sesungguhnya core value dari lima sila Pancasila itu.
Ketiga, justru oleh karena memang tidak demikian banyak perhatian diberikan
kepada bagaimana cara melaksanakan Pancasilasebagai Dasar Negara tersebut
secara fungsional ke arah yaitu ke dalam tatanan kehidupan berbangsa dan
bernegara. Makalah ini merupakan suatu upaya awal yang sederhana ke arah
pengembangan suatu paradigma yang lebih fungsional terhadap Pancasila sebagai
Dasar Negara, dengan harapan agar Pancasila tidak lagi menjadi sekedar mantra
sekuler dalam ritual kehidupan bernegara, tetapi benar-benar dapat ditindaklanjuti
ke dalam kebijaka nasional oleh dan dalam sistem nasional Indonesia

Anda mungkin juga menyukai