Pembahasan
2.1 Pancasila sebagai Ideologi Nasional
2.1.1 Pengertian Ideologi
Ideologi berasal dari kata Yunani, idein yang berarti melihat, atau idea yang
berarti raut muka, perawakan, gagasan, buah pikiran dan kata logika yang berarti
ajaran. Dengan demikian, ideology adalah ajaran atau ilmu tentang gagasan, buah
pikiran ataupun science des ideas (AL Marsudi, 2001:57).
Pengertian Ideologi secara umum adalah suatu kumpulan gagasan, ide,
keyakinan serta kepercayaan yang bersifat sistematis yang mengarahkan tingkah laku
seseorang dalam berbagai bidang kehidupan seperti bidang politik, bidang sosial,
bidang kebudayaan, dan bidang keagamaan.
Menurut Poespowardojo (1992) ideology memiliki fungsi pokok sebagai
berikut:
a) Memberikan struktur konkrit, yaotu keseluruhan pengetahuan yang dapat
merupakan landasan yang memahami dan menafsirkan dunia serta kejadiankejadian dan alam sekitrnya.
b) Meberikan orientasi dasar dengan membuka wawasan yang memberikan makna
serta menunjukan tujuan dalam khidupan manusia.
c) Memberikan norma-norma yang menjadi pedoman bagi seseorang untuk
melangkah dan bertindak.
d) Memberikan bekal dan jalan bagi seseorang untuk menemukan identitasnya.
e) Kekuatan yang mampu menyemangati dan mendorong seseorang untuk
menjalankan kegiatan dan mencapai tujuan.
f) Memberikan pendidikan bagi seseorang atas masyarakat untuk memahami,
menghayati serta mengamalkan tingkah lakunya sesuai dengan orientasi dan
norma-norma yang terkandung didalamnya.
b)
c)
d)
Liberalisme
Demokrasi Liberal
Hukum untuk melindungi individu
Dalam politik mementingkan individu
Komunisme
Demokrasi rakyat
Berkuasa mutlak satu parpol
Hukum untuk melanggengkan komunis
Sosialisme
Demokrasi untuk kolektivitas
Diutamakan kebersamaan
Masyarakat sama dengan Negara
Pancasila
Demokrasi
Pancasila
Hukum ntuk menjungjung tinggi keadilan dan keberadaan individu dan
masyarakat
2.1.4.2 Ekonomi
a) Liberalisme
Peran Negara kecil
Swasta mendominasi
Kapitalisme
Monopoli
Persaingan bebas
b)Komunisme
Peran Negara dominan
Demi kolektivitas
Monopoli Negara
c) Sosialisme
Peran Negara ada untuk pemerataan
b)Komunisme
Individu tidak penting
Mayarakat tidak penting
Kolektivitas yang dibentuk Negara lebih penting
c) Sosialisme
Masyarakat lebih penting daripada individu
d)Pancasila
Individu diakui keberadaanya
Masyarakat diakui
Hubungan individu dan masyarakat dilandasi 3S (Selaras, Serasi, Seimbang)
Masyarakat ada karena individu ada
Individu mempunyai arti apabila hidup di tengah masyarakat
2.1.4.5 Ciri Khas
a) Liberalisme
Penghargaan atas HAM
Demokrasi
Negara hokum
Menolak Dogmatis
Reaksi terhadap absolutism
b)Komunisme
Demokrasi Liberal
Hukum untuk melindungi individu
Dalam politik mementingkan individu
c) Sosialisme
Kebersamaan
Jalan tengah
Akomodasi
d)Pancasila
Keselarasan, Keseimbangan, dan Keserasian dalam setiap aspek kehidupan.
2.1.5 Keunggulan Ideologi Pancasila Dibandingkan dengan Ideologi Bangsa
Lain
Ideologi suatu bangsa akan kokoh kuat dilaksanakan dan dipertahankan
apabila ideologi tersebut berakar kepada atau berasal dari tata nilai sosial kepribadian
sehari-hari yang dimiliki oleh bangsa tersebut. Apabila ideologi itu asing dan tidak
sesuai dengan nilai-nilai luhur kebenaran kepribadian yang dimiliki suatu bangsa,
maka ideologi akan ditolak dan sulit dilaksanakan walaupun dipaksakan.
Adapun keunggalan pancasila dibandingkan dengan ideologi lain adalah:
2.1.5.1 Dalam Kehidupan Beragama
Walaupun negara Pancasila bukan berarti negara agama tetapi bukan berarti
kita negara sekuler apalagi atheis. Dalam negara Pancasila dihormati dan
dikembangkan kehidupan beragama dengan sebaik-bainya, bahkan memiliki lembaga
resmi yaitu DEPAG yang bertugas membina dan mengembangkan kehidupan Agma
dengan sebaik-baiknya.
2.1.5.2 Dalam Kehidupan Sosial Budaya
Berdasarkan pola hubungan sosial yang berdasarkan kemanusiaan yang adil
dan beradab, menjungjung tinggi nilai kemanusiaan, persatuan kesatuan bangsa,
menjaga keseimbangan hak dan kewajiban, kepentingan pribadi dan masyarakat serta
semangat kekeluargaan dan kegotongroyongan.
2.1.5.3 Dalam Kehidupan Politik
Politik berdasarkan demokrasi pancasila ialah demokrasi/kerakyatan yang
dijiwai oleh sila-sila pancasila yang utuh, yaitu demokrasi yang dilandasi oleh
keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi nilai-nilai
kemanusiaan yang adil dan beradab, mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa
serta berusaha untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Pancasila
merupakan
intelligent
choice
karena
mengatasi
agar
masing-masing
dapat
hidup
layak
sebagai
manusia,
1968 itu tersusun secara hirarkis-piramidal. Setiap sila (dasar/ azas) memiliki
hubungan yang saling mengikat dan menjiwai satu sama lain sedemikian rupa
hingga tidak dapat dipisah-pisahkan. Melanggar satu sila dan mencari
pembenarannya pada sila lainnya adalah tindakan sia-sia. Oleh karena itu,
Pancasila pun harus dipandang sebagai satu kesatuan yang bulat dan utuh, yang
tidak dapat dipisah-pisahkan. Usaha memisahkan sila-sila dalam kesatuan yang
utuh dan bulat dari Pancasila akan menyebabkan Pancasila kehilangan esensinya
sebagai dasar negara.
Sebagai alasan mengapa Pancasila harus dipandang sebagai satu kesatuan yang
bulat dan utuh ialah karena setiap sila dalam Pancasila tidak dapat diantitesiskan
satu sama lain. Secara tepat dalam Seminar Pancasila tahun 1959, Prof.
Notonagoro melukiskan sifat hirarkis-piramidal Pancasila dengan menempatkan
sila Ketuhanan Yang Mahaesa sebagai basis bentuk piramid Pancasila. Dengan
demikian keempat sila yang lain haruslah dijiwai oleh sila Ketuhanan Yang
Mahaesa. Secara tegas, Dr. Hamka mengatakan: Tiap-tiap orang beragama atau
percaya pada Tuhan Yang Maha Esa, Pancasila bukanlah sesuatu yang perlu
dibicarakan lagi, karena sila yang 4 dari Pancasila sebenarnya hanyalah akibat saja
dari sila pertama yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa.
Dengan demikian dapatlah disimpulkan bahwa Pancasila sebagai dasar negara
sesungguhnya berisi:
2.2.1.1 Ketuhanan yang mahaesa, yang ber-Kemanusiaan yang adil dan beradab,
yang ber-Persatuan Indonesia, yang ber-Kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, serta berKeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
2.2.1.2 Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang ber-Ketuhanan yang mahaesa,
yang ber-Persatuan Indonesia, yang ber-Kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, dan berKeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
2.2.1.3 Persatuan Indonesia, yang ber-Ketuhanan yang mahaesa, yang berKemanusiaan yang adil dan beradab, ber-Kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, dan berKeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
2.2.1.4
Kerakyatan
yang
dipimpin
oleh
hikmat
kebijaksanaan
dalam
Orde Baru telah mengoreksi demikian banyak kelemahan Orde Lama, gerakan
Reformasi Nasional telah mengoreksi demikian banyak kelemahan Orde Baru,
terutama dalam penghormatan dan perlindungan terhadap hak sipil dan politik.
Secara umum Republik Indonesia pasca 1998 terkesan memang lebih terbuka dan
lebih demokratis. Hak untuk mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan telah
terwujud hampir secara penuh. Pers dan media massa Indonesia termasuk pers dan
media massa yang paling bebas di Asia Tenggara. Partai politik boleh didirikan
kapan saja dan seberapa pun banyaknya. Pemberontakan bersenjata di daerah Aceh
telah diakhiri dan suatu pemerintahan daerah yang dipilih langsung oleh rakyat
Aceh terbentuk, walaupun dengan bantuan mediasi oleh seorang mantan Presiden
Finlandia. Rangkaian pemilihan umum telah berlangsung secara langsung, umum,
bersih, jujur, dan adil seperti sudah lama didambakan. TNI dan Polri telah
dikembalikan pada missi dan fungsi pokoknya, dan seiring dengan itu tidak ada
lagi fraksi TNI dan Polri di lembaga-lembaga legislatif. Namun, di luar atau di
samping kemajuan besar dalam penghormatan, perlindungan, serta pemenuhan hak
sipil dan politik tersebut juga terlihat stagnasi, bahkan kemerdekaan terutama
dalam penghormatan, perlindungan, serta pemenuhan hak ekonomi, sosial, serta
budaya rakyat Indonesia.
Secara umum, Indonesia terasa masih belum mampu keluar dari suasana
krisis ekonomi yang bermula pada tahun 1997, satu dasawarsa yang lalu. Jumlah
mereka yang hidup dalam kemiskinan masih tetap tinggi. Fasilitas pendidikan
serta pelayanan kesehatan yang pernah demikian baik dan murah dilakukan
melalui rangkaian sekolah-sekolah SD inpres dan puskesmas terkesan amat
merosot. Lumayan banyak pengusaha asing yang sudah menanam modalnya di
Indonesia kemudian memindahkan lokasi investasinya ke negara-negara tetangga
yang dipandang kondisinya lebih kondusif. Korupsi, yang bersama dengan kolusi
dan nepotisme dipandang merupakan salah satu dosa yang diwariskan Orde Baru,
bukannya berkurang, tapi malah meningkat, terutama di tingkat daerah.
Berbondong-bondong gubernur, bupati, walikota, dan para anggota dewan
perwakilan daerah yang dihadapkan ke meja hijau dan dijatuhi hukuman, yang
hebatnya, tidak jarang selain mencoba mengelak dengan dalih sakit juga mampu
tampil di depan publik dengan wajah bagaikan tak bersalah, yang kadang kala
bahkan dengan penuh senyum.
Dalam kehidupan politik, terlihat kesan kuat bahwa telah timbul apa yang
pernah disebut dan dikhawatirkan oleh Dr Mohammad Hatta sebagai suatu ultra
demokrasi. Walaupun lembaga legislatif serta lembaga eksekutif telah dipilih
secara demokratis, namun demonstrasi ke jalan-jalan bukan saja tidak berhenti,
tetapi sudah menjadi suatu hal yang terjadi secara rutin. Tiada hari tanpa
demonstrasi. Partai-partai politik yang seyogyanya berfungsi sebagai lembaga
demokrasi yang mengagregasi serta mengartikulasikan aspirasi dan kepentingan
rakyat serta sebagai wahana untuk seleksi kepemimpinan ditengarai hanya asyik
dengan dirinya sendiri dan telah mulai kehilangan kepercayaan dari rakyat.
Pemekaran daerah-daerah otonom yang berlanjut secara terus-menerus serta
penyerahan tugas dan wewenang otonomi yang luas ke daerah tingkat dua terkesan
hanya menimbulkan pembengkakan lembaga, penambahan jumlah pejabat serta
dukungan fasilitasnya, serta peningkatan anggaran pengeluaran tanpa makna yang
signifikan bagi peningkatan taraf hidup rakyat. Di antara para pejabat negara yang
baru ini tidak terhitung banyaknya yang berusaha menduduki jabatannya dengan
cara memalsu ijazah dan membeli suara dengan satu dan lain cara.Kekuatan TNI
terutama di laut dan di udara sedemikian lemahnya, sehingga bukan saja
dilecehkan oleh pesawat-pesawat tempur US Navy yang pernah terbang tanpa izin
melintasi wilayah teritorial Republik Indonesia, tetapi juga oleh kapalkapalperang
kecil kerajaan Malaysia di perairan Ambalat yang dipersengketakan. Selain itu,
jajaran Polri bagaikan tanpa daya menghadapi maraknya illegal logging dan illegal
fishing yang terjadi hampir di seluruh pelosok Indonesia.
Bersamaan dengan itu, pemberian izin hak pengusahaan hutan dan hak
guna usaha yang bagaikan tanpa batas nota juga tanpa pengawasan yang efektif
bukan saja secara praktis telah mencaplok demikian luas hak l masyarakat adat
tanpa ganti rugi satu senpun, tetapi juga telah mengakibatkan penggundulan hutan,
yang berakibat terjadinya bencana alam secara beruntun berupa banjir dan tanah
longsor. Dalam menangani rangkaian bencana alam ini, dengan tetap menghargai
kerja keras pemerintah selama ini, namun sukar dihindari kesan bahwa
penanggulangannya lebih banyak dilakukan secara ad hoc. Syukur bahwa akhirnya
DPR RI mengesahkan suatu Undang-undang tentang Penanggulangan Bencana
yang mengatur masalah ini secara lebih komprehensif. Sekedar untuk memenuhi
kebutuhan anggaran pendapatan dan belanja tahunan, tanpa berpikir panjang
Pemerintah telah menjual kepada pihak asing badan-badan usaha milik negara
yang sangat menguntungkan, seperti Indosat dan PT Semen Gresik, Kemunduran
yang terasa paling mendasar selama era Reformasi Nasional adalah merosotnya
peran Pancasila sebagai Dasar Negara, dalam arti bahwa secara substantif hampir
tidak ada kaitan lagi antara sistem nilai yang terkandung dalam Pancasila dengan
norma-norma hukum nasional serta kebijakan pemerintahan yang seyogyanya
menindaklanjutinya. Sudah barang tentu, frasa Pancasila secara formal hampir
selalu disebut sebagai rujukan dalam dokumen-dokumen negara. Namun terlihat
jelas bahwa Pancasila yang secara formal dijadikan rujukan tersebut sekarang
terasa bagaikan tanpa jiwa, tanpa makna, tanpa substansi, dan praktis tanpa
manfaat bagi Rakyat Indonesia. Pancasila telah diredusir dari posisi semula
sebagai Dasar Negara yang disepakati sebagai suatu kontrak politik di antara para
Pendiri Negara menjadi sekedar semacam mantra sekuler dalam ritual kehidupan
berbangsa dan bernegara. Dalam posisi yang telah diredusir ini, hampir
keseluruhan kebijakan nasional baik yang dituangkan dalam peraturan perundangundangan maupun dalam demikian banyak keputusan pemerintahan yang diambil
sejak tahun 1998 terasa demikian dipengaruhi oleh pertimbangan-pertimbangan
pragmatis berjangka pendek, tanpa idealisme, tanpa filsafat, tanpa ideologi, dan
tidak jarang juga tanpa moral. Tidak ayal lagi, kemerosotan peran Pancasila
sebagai Dasar Negara ini secara historis dan secara yuridis konstitusional dapat
dipandang sebagai ancaman paling besar terhadap keseluruhan eksistensi Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Jangan kita lupakan, bahwa Pancasila sebagai Dasar
Negara seperti tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang
juga
harus
diakui
bahwa
tidaklah
mudah
menjabarkan
serta
menindaklanjuti Pancasila sebagai Dasar Negara tersebut. Ada tiga hal yang
menyebabkan kesukaran penjabaran Pancasila itu. Pertama, oleh karena selama ini
elaborasi tentang Pancasila itu bukan saja cenderung dibawa ke hulu yaitu ke
tataran filsafat, bahkan ke tataran metafisika dan agama yang lumayan abstrak dan
sukar dicarikan titik temunya. Kedua, oleh karena terdapat kesimpangsiuran serta
kebingungan tentang apa sesungguhnya core value dari lima sila Pancasila itu.
Ketiga, justru oleh karena memang tidak demikian banyak perhatian diberikan
kepada bagaimana cara melaksanakan Pancasilasebagai Dasar Negara tersebut
secara fungsional ke arah yaitu ke dalam tatanan kehidupan berbangsa dan
bernegara. Makalah ini merupakan suatu upaya awal yang sederhana ke arah
pengembangan suatu paradigma yang lebih fungsional terhadap Pancasila sebagai
Dasar Negara, dengan harapan agar Pancasila tidak lagi menjadi sekedar mantra
sekuler dalam ritual kehidupan bernegara, tetapi benar-benar dapat ditindaklanjuti
ke dalam kebijaka nasional oleh dan dalam sistem nasional Indonesia