PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi kronik yang disebabkan oleh
Mycobacterium Tuberculosis. Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit
infeksi terbanyak di dunia. World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa
sekitar 1,9 miliar manusia (sepertiga penduduk dunia) telah terinfeksi kuman TB.
Setiap detik ada satu orang yang terinfeksi TB di dunia ini.1
Di Indonesia TB merupakan masalah utama kesehatan masyarakat. Jumlah
penderita TB di Indonesia merupakan ke-3 terbanyak di dunia setelah India dan Cina
dengan jumlah sekitar 10% dari total jumlah penderita TB di dunia. Diperkirakan
setiap tahun ada sekitar 539.000 kasus baru dengan kematian sekitar 100.000 orang.
Insiden kasus TB Basil Tahan Asam (BTA) positif sekitar 110 per 100.000
penduduk..2
Dalam penyebarannya tuberculosis dapat dibagi menjadi 2 bagian, diantaranya
adalah TB paru dan TB diluar paru. Limfadenitis TB atau TB kelenjar getah bening
termasuk salah satu penyakit di luar paru (TB-ekstraparu) Penyakit ini disebabkan
oleh M. tuberculosis.3
Sekitar 43 persen dari semua limfadenopati perifer di negara berkembang
disebabkan oleh karena TB, manifestasi ini juga tidak hanya terlihat di negara
berkembang, di negara maju juga sering terdapat manifestasi ini. Angka kejadian di
Amerika Serikat, sekitar 20 persen menimbulkan TB luar paru, dan sekitar 30 persen
dari kasus-kasus ini hadir dengan limfadenitis. Prevalensi limfadenitis tuberkulosis
pada anak-anak sampai 14 tahun di pedesaan India adalah sekitar 4,4 kasus per 1000.3
Diagnosa limfadenitis TB mudah ditegakkan apabila gambaran-gambaran khas
tersebut di atas ditemukan pada sediaan aspirasi. Tetapi apabila gambaran ini tidak
dijumpai, sulit membedakan antara limfadenitis akut supuratif atau limfadenitis TB
supuratif, dalam studi diagnostik menemukan adanya gambaran lain dari limfadenitis
TB, yaitu adanya bercak-bercak gelap (dark specks) pada latar belakang material
nekrotik granular eosinofilik dari aspirat limfadenopati. Dan ternyata apabila sediaan
ini dikultur dengan teknik Kudoh, ternyata 83% kasus memberikan kultur positif.4,5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. TB Kelenjar
2.1.1 Definisi
Limfadenitis adalah peradangan pada kelenjar getah bening yang terjadi akibat
terjadinya infeksi dari suatu bagian tubuh maka terjadi pula peradangan pada kelenjar
getah bening regioner dari lesi primer. Limfadenitis TB atau TB kelenjar getah bening
termasuk
2.1.2 Etiologi
Limfadenitis
TB
disebabkan
oleh
M.tuberculosis
complex,
yaitu
karbon
yang
sederhana.
CO
dapat
merangsang
pertumbuhan.
terlibatnya nercus laringeal rekurens, dan oklusi arteri pulmonalis yang mirip
dengan gejala emboli paru.
Isolated TB Iutroabdominal lymphhadenopathy sering mengenai nodus limfe
di regio periportal, diikuti dengan nodus limfe perpankreas dan mesentric.
Nodus limfe hepar yang terkena menyebabkan jaundis, trombosis vena portal,
dan hipertensi portal. Kompresi ektrinsik pada arteri renalis akibat
limfadenopati tuberkulosis abdominal menyebabkan hipertensi renovaskular.
Koinfeksi HIV dapat mempengaruhi manifestasui klinis limfadenitis TB.
Pasien dengan AIDS dan pada derajat yang lebih ringan, pasien yang hanya
terinfeksi HIV, cenderung memiliki manifestasi TB diseminata dengan
keterlibatan lebih dari satu lokasi nouds limfe. Gejala sistemik seperti demam,
berkeringat, dan penurunan berat badan sering ditemukan. Kebanyakan pasien
dengan keterlibatan nodus mediastinal dan hilar akan terkena TB paru dan
menyebabkan dispnea dan takipnea. Pasien HIV dengan limfadenitis TB bisa
terkena infeksi oportunistik lainnya pada saat yang bersamaan.
2.1.4 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan limfadenitis TB secara umum dibagi menjadi dua bagian,
farmakologis dan non farmakologis. Terapi non farmakologis adalah dengan
pembedahan, sedangkan terapi farmakologis memiliki prinsip dan regimen obatnya
yang sama dengan tuberkulosis paru. Pembedahan tidaklah merupakan suatu pilihan
terapi yang utama, karena pembedahan tidak memberikan keuntungan tambahan
dibandingkan
terapi
farmakologis
biasa.15,18,19
Namun
pembedahan
dapat
Biopsy
eksisional:
Limfadenitis
yang
disebabkan
oleh
atypical
Aspirasi
2.
OAT sekunder
(second
Antituberculosis
Drugs),
terdiri
dari
Para-
Tahap Intensif
Pada tahap intensif (awal) penderita mendapat obat setiap hari dan
perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya kekebalan
obat.
Tahap Lanjutan
Pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih sedikit, namun
dalam jangka waktu yang lebih lama
Kategori 1 (2HRZE/4H3R3)
Tahap intensif terdiri dari HRZE diberikan setiap hari selama 2 bulan. Kemudian
diteruskan dengan tahap lanjutan yang terdiri dari HR diberikan tiga kali dalam
seminggu selama 4 bulan.
Obat ini diberikan untuk:
Penderita baru TB Paru BTA negatif Rntgen Positif yang sakit berat
Tahap intensif terdiri dari HRZ diberikan setiap hari selama 2 bulan (2HRZ),
diteruskan dengan tahap lanjutan terdiri dari HR selama 4 bulan diberikan 3 kali
seminggu.
Health promotion
Specific protection
Disability limitation
Rehabilitation
Peran dokter keluarga dalam pemantauan pasien pneumonia adalah dengan
Specific protection:
Rehabilitation
Selain itu peran dokter keluarga dalam pemantauan pasien TB kelenjar yaitu:
Keluarga yang berada dalam satu lingkup rumah dengan pasien harus
memperhatikan kebersihan dan kondisi rumah yang ditempati oleh pasien
dengan TB.
11
BAB III
METODE
3.1 Desain penelitian
Penelitian ini merupakan studi observasional untuk mengetahui dan memantau
perkembangan kesehatan dari pasien yang mengalami penyakit dan disabilitas
tertentu. Data yang digunakan adalah data primer di mana dalam 1 minggu dilakukan
1 kali kunjungan untuk melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
3.2 Lokasi dan waktu penelitian
Penelitian dilakukan di Jl. Tebet Barat Raya Trijaya II No 39, Kelurahan Tebet
Barat, Kecamatan Tebet, Jakarta Selatan selama bulan September 2015.
3.3 Diagnosis Masalah
Diagnosis masalah ditegakkan melalui berbagai kegiatan dimulai dari observasi,
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang pada pasien.
3.4 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan dari masalah yang didapatkan dalam survey ini menekankan pada
tatalaksana secara nonmedikamentosa di mana meliputi pemberian informasi dan
edukasi kepada pasien maupun keluarga pasien dalam hal pencegahan penyakit
12
BAB IV
LAPORAN HASIL KUNJUNGAN RUMAH
:
:
:
:
:
:
:
:
:
Tn Agus
28 tahun
Laki laki
Belum menikah
Tebet Barat Raya Trijaya 2 no 39
Islam
Jawa
SMK
Casting Director
:
:
:
:
:
:
:
:
:
Ny. T
48 tahun
Perempuan
Menikah
Tebet Barat Raya Trijaya 2 no 39
Islam
Jawa
Sekolah Menengah Atas ( SMA )
Wiraswasta
: KIS
Sumber Pembiayaan
: Bantuan Pemerintah
13
Posyandu balita
: Tidak
Posyandu lansia
: Tidak
Olah raga
: Tidak
Rekreasi
: Tidak
: Tidak
: Tidak
14
No
Nama
Kedudukan
Sex
dalam
Umur
Pendidikan
Pekerjaan
Keterangan
(tahun)
Tempat
Tinggal
Keluarga
1.
Tn. K
Ayah
53
SMA
Pedagang
Sehat
Pisah
Rumah
2.
Ny. T
Ibu
48
SMA
Rumah
Tangga
3.
Tn. T
Anak I
31
SMA
Pedagang
Sehat
Rumah
4.
Tn. A
Anak II
30
SMA
Ibu
rumah Sehat
Rumah
tangga
5.
Tn. Agus
Anak III
28
SMK
Casting
Sakit
Rumah
Rumah
Director
6
Ny. Novi
Anak IV
23th
SMA
tangga
7
Leni
Anak V
20 th
SMA
Pelajar
Sehat
Rumah
15
Sehat
Sehat
Sakit
6. Adik Pasien
Sehat
7. Adik Pasien
Sehat
16
Alergi
(-)
Bronkitis
(+)
Tipus
(+)
: Sakit sedang
Kesadaran
: Compos Mentis
Tinggi Badan
: 170 cm
Berat Badan
: 49 kg
Kesan Gizi
: Cukup
17
Tanda Vital
RR
Suhu
= 60 x/menit
= 36,8 oC
Kepala
: Normocephali
Mata
Telinga
Hidung
Tenggorok : T1-1, hiperemis (-), faring hiperemis (-), detritus -/-, kripta -/Leher
mengeluarkan nanah ketika di pencet, berbatas tegas, tidak dapat digerakan, dan
kenyal.
Mulut
Dada
Cor
Pa
Pe
Au
Pulmo I
Au:
Ka: Suara nafas vesikuler, rhonki (+), wheezing (-)
18
Pe
:Timpani
Ekstremitas
Superior
Inferior
Oedema
-/-
-/-
Akral dingin
-/-
-/-
17/07/1
Hemoglobin
Hematokrit
Trombosit
Leukosit
5
15,1
38,0
246.000
6.000
: SPS : +/+/+
Limfadenitis TB
19
Rencana Penatalaksanaan
Pengobatan yang telah diberikan :
Terapi medikamentosa :
2 FDC 1 x 3
Terapi edukasi :
pasien adalah penyakit yang menular sehingga disarankan
untuk memakai masker untuk mencegah penularan, dan
mengharuskan pasien untuk meminum obat selama 9 bulan.
20
Faktor Pendukung :
Pasien
menyadari
bahwa
pasien
harus
21
pasien, dan menurut pengakuan ibu pasien, penghasilan dirasa cukup untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari dan makan sekeluarga. Penderita bekerja
sebagai casting director.
D. Fungsi Pendidikan
Pasien lulusan SMA dan bekerja sebagai casting director . Kedua
orang tua pasien merupakan lulusan SMA, kakak pertamadan kedua pasien
ibu rumah tangga, dan adik pertama pasien adalah seorang ibu rumah tangga
dan adik kedua pasien seorang mahasiswa.
E. Fungsi Religius
Pasien beragama Islam. Ibu pasien memgaku keluarga rutin
menjalankan ibadahnya. Kegiatan ibadah dilakukan di rumah seperti sholat
dan mengaji.
F. Fungsi Sosial Budaya
Penderita tinggal di tempat pemukiman penduduk yang padat.
Menurut pengakuan ibu pasien, hubungan keluarga dengan tetangga dalam
keadaan baik dan ibu pasien sering berpartisipasi dalam kegiatan sosial di
wilayahnya.
V. POLA KONSUMSI MAKANAN PENDERITA
FORMULIR 24 HOUR RECALL
(Catatan : asupan makanan/minuman KEMARIN mulai bangun pagi hingga tidur
malam)
Waktu
Jam
URT
22
Makan Pagi
10.30
1x
Selingan
12.30
Kacang, roti
1 mangkok
Makan Siang
14.30
Nasi,ayam , telur
1 piring
Selingan
17.30
Regal, susu
1 gelas
Makan Malam
20.30
1 piring
Selingan
23.00
1 gelas
Penjelasan :
Asupan makan dan minum pasien dalam 24 jam meliputi makan pagi jam 10.30
pasien mengkonsumsi makanan pokok seperti nasi, daging ayam, dan tempe, di
tambah susu proten dari puskesmas. Makan selingan jam 12.30 pasien mengkonsumsi
kacang, dan roti. Makan siang jam 12.30 pasien mengkonsumsi nasi, daging ayam,
dan telur dengan selingan regal dan susu. Dan makan malam jam 20.30 pasien
makan nasi, tahu, dan daging ayam, dan kadang pasien masih makan lagi malam
hari.
VI. IDENTIFIKASI FAKTOR FAKTOR YANG MEMENGARUHI KESEHATAN
A. Faktor Perilaku
Pasien merupakan seorang dewasa muda berusia 28 tahun. Pasien belum
mempraktekkan pola hidup bersih dan sehat. Pasien cukup mengerti tentang
perilaku hidup bersih dan sehat, tetapi belum terlalu mempraktekkannya di
rumah dan di kegiatan sehari-hari, contohnya pasien menggunakan handuk
secara bersamaan.
B. Faktor Non Perilaku
Sarana pelayanan kesehatan terdekat dengan rumah pasien adalah puskesmas.
Hal ini sangat memudahkan keluarga untuk mendapatkan pelayanan kesehatan
standar dan apabila ada keluhan keluarga yang sakit. Jarak dari rumah ke
puskesmas 1 km.
23
A. Fungsi Psikologis
A. Fungsi Sosial
A.
Faktor Perilaku
24
terdiri dari satu ruang keluarga sekaligus ruang tamu, dapur, dua kamar tidur,
dua kamar mandi. Lantai terbuat dari keramik, dinding terbuat dari tembok
beton, atap rumah dari genteng. Jendela ada di setiap kamar, dan ruang
keluarga, pada ruang keluarga bagian depan. Penerangan didalam ruangan pada
siang hari dan malam hari dinilai kurang. Pertukaran udara cukup baik namun di
rasa sesak karena rumah pasien berada pada lingkungan padat penduduk.
Kebersihan dalam dan luar rumah dinilai kurang bersih, tata letak barang barang kurang rapi, listrik 1300 watt, sumber air dari PAM. Kamar mandi dibagi
2 yaitu untuk mandi berukuran 1,5 x 2 m2 dan untuk BAB berbentuk kloset
jongkok. Air limbah rumahan dialirkan ke selokan. Sampah rumah dibuang ke
tempat pembuang an sampah yang terletak di halaman depan rumah.
B. DENAH RUMAH
: 1 lantai
3. Kepemilikan rumah
4. Luas rumah
: 125 m2
25
: Keramik
: Tembok beton
7. Atap rumah
: Genteng
Ruang tamu
: Ada
Ukuran 4 x 6 m2
Kamar mandi
: Ada
Ukuran 1,5 x 2 m2
Ruang keluarga
Ruang tidur
: Ada,
Ruang tidur
70%
30%
80%
20%
Ruang keluarga
:-
Ruang tidur
: ada
Ruang tamu
:-
: terasa lembab
: cukup
: kurang
3. Kamar mandi
: ada
: kurang baik
27
Genetik
Yan Kes
Pelayanan
kesehatan
berupa
puskesmas
yang
terjangkau
Lingkungan
Status
kesehatan
Perilaku
Lingkungan rumah
sangat padat penduduk
dan kurang bersih
Sirkulasi udara kurang
baik
28
Resiko
1.
Kesehatan
Kurangnya
dan
Indikator Keberhasilan
Penilaian
penjelasan Datang ke puskesmas untuk
pengetahuan Memberikan
tentang gejala penyakit tentang penyakit yang diderita kontrol saat obat habis dan
sehingga
tidak
segera dan
diobati
rencana
2.
terapi
agar
teratur
minum obat
Kurang nya pengetahuan Menyarankan keluarga pasien Keluarga memeriksakan diri
keluarga
penyakit
yang BTA
diderita pasien
3.
Kurangnya
tentang
kesadaran Menjelaskan
pentingnya cahaya
yang
pentingnya Pasien
cukup
mulai
membuka
yang
tinggal
di
dalam rumah
4.
Kurangnya
tentang
5.
Handuk dipakai bersama Menyarankan untuk membeli Pasien membeli handuk baru.
29
sama
kunjungan
9
September -Perkenalkan
2015
Hasil
Indikator
yang
Kegiatan
evaluasi
Terlibat
dan Pasien dan Terbinanya
diri
menjelaskan
Keluarga
maksud keluarga
kegiatan
Keluarga
suatu
rapor pasien
kedatangan
awal
serta memahami
hubungan
-Identifikasi
keluarga
dan
masalah
yang
anggota
kondisi
keluarga
kesehatannya.
pasien.
fisik
pada
penderita
-Anamnesis
keluhan
pemeriksaan fisik
Keluarga
-Memberi
penjelasan
mengenai
penyakit,
penyebab,
faktor
risiko,
Keluarga
Keluarga
memahami
pasien
penjelasan
memahami
tentang
penyakitnya
lebih
penyakitnya.
penatalaksanaan
-Menginformasikan
untuk
30
17 September -Evaluasi
2015
keadaan
keluhan
umum
Keluarga
pasien
memahami
mengatakan
pentingnya
pemeriksaan
keluhannya
meminum obat
sudah
secara
teratur
berkurang,
karena
dapat
obat
membantu
selalu
diminum
mengatasi
teratur.
keluhannya
fisik
pada
pasien.
rutin
kontrol
ke
puskesmas
-Mengevaluasi
tentang
Keluarga
pasien
memahami
recall 1 x 24hours
pentingnya
asupan
makanan yang
sehat
untuk
kondisi pasien.
22 September Evaluasi
2015
keluhan
Pasien
rutin
ke
kondisi
kontrol
serta
terkini pasien
puskesmas
Keluarga
Dapat
mengerti
menerapkan
pemeriksaan
melakukan pasien
fisik,
serta
Memberikan
penjelasan
31
mengenai
ventilasi
pentingnya
udara
dan
kebersihan rumah
tentang
pola
pentingnya
bersih
kebersihan
sehat
hidup
dan
rumah
30 September Evaluasi
2015
keluhan
Benjolan sudah
kondisi
mulai mengecil
melakukan
terkini
pasien.
benjolan
pemeriksaan
fisik.
dirasakan
berkurang
Memberi
penjelasan
Keluarga
Keluarga dapat
mengenai
pentingnya
memahami
menerapkan
perilaku
perilaku hidup
sehat
dan
sehat.
Tingkat pemahaman
Faktor pendukung
32
3.
Faktor penyulit
Indikator keberhasilan
Keluarga dapat memahami penyakit yang dideritanya dan hal - hal yang
bersangkutan seperti penyebab, faktor risiko, pencegahan, penatalaksanaan,
dan komplikasi yang dapat terjadi.
Pasien datang kembali ke puskesmas secara rutin untuk kontrol dan
mengambil obat dan keluarga pasien mengingatkan untuk meminum obat..
Serta mampu menerapkan pola hidup sehat dan bersih dikesehariannya.
BAB V
PENUTUP
5.1
Kesimpulan
33
Pada kasus TB kelenjar pada dewasa muda yang diangkat dalam laporan kedokteran
keluarga ini, didapatkan pasien berusia 28 datang berobat ke Puskesmas Kelurahan
Tebet Barat untuk kontrol keluhan benjolan di leher kiri yang diraskan sejak 3 bulan
yang lalu , benjolan mengeluarkan nanah yang bersifat kental, warna kuning, tidak
dapat digerakan, nyeri, berbatas tegas, diameter 3 cm, sehingga pasien sering terlihat
sulit saat menengok kearah benjolan. Keluhan juga disertai penurunan berat badan,
namun napsu makan tetap. Keluhan lain adalah demam, pasien mengaku menjadi
demam terutama malam hari, tetapi tidak diukur suhunya dengan termometer, hanya
dengan perabaan tangan saja, keluhan batuk batuk lama dan keringat malam
disangkal oleh pasien. pilek, demam, dan disertai sesak napas sejak kurang lebih satu
hari yang lalu. Setelah dilakukan anamnesis lengkap dan pemeriksaan fisik,
ditegakkan diagnosis klinis TB kelenjar. Penderita diberikan terapi yang adekuat
untuk mengatasi TB kelenjar, serta dilakukan pula analisis pada pola hidup keluarga
untuk membantu mengatasi TB kelenjar secara menyeluruh. Didapatkan kesimpulan
bahwa keluarga pasien belum begitu mengerti tentang pola hidup bersih dan sehat,
disertai juga tata letak rumah dan ventilasi serta sirkulasi udara yang kurang baik
sehingga menghambat kesembuhan pasien. Telah dilakukan edukasi dan motivasi
pada keluarga, terutama kedua orangtua pasien agar merubah kebiasaan dan sebisa
mungkin menciptakan lingkungan tempat tinggal yang sehat sehingga derajat
kesehatan keluarga tersebut dapat semakin membaik.
5.2
Saran
Diharapkan lewat adanya laporan keluarga ini, keluarga pasien dapat termotivasi
untuk melakukan perilaku hidup bersih dan sehat, menjaga pola makan dan
membawa pasien ke puskesmas secara rutin. Saran yang dapat diberikan untuk
laporan kedokteran keluarga selanjutnya adalah agar peneliti selanjutnya dapat
memberikan motivasi dan penyuluhan yang lebih bersifat menyeluruh dan mendetail
34
DAFTAR PUSTAKA
1. Pharmaceutical Care untuk Penyakit Tuberculosis, 2005. Direktorat Bina
Farmasi Komunitas dan Klinik Direktorat Jendral Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan Departemen Kesehatan RI.
35
T.,
E.,
2011.
Tuberculosis.
Available
from:
http://emedicine.medscape.com/article/230802-overview .
[ accessed in 18 August 2011].
5. Nardell,
E.,
A.,
2008.
Tuberculosis.
Available
from:
http://www.merckmanuals.com/home/au/sec17/ch190/ch190a.
html. [accessed in 18 August 2011.
6. Spelman, D., 2009. Tuberculous Lymphadenitis. www.Uptodate.com
7. Clevenbergh, P., et.al., 2010. Lymph Node Tuberculosis in Patients from
Regions with Varying Burdens of Tuberculosis and Human Immunodeficiency
Virus (HIV) Infection. Original Article Presse Med. 2010; 39 : e223-e230.
8. Utji, R., dan Harun, H., 1994. Kuman Tahan Asam. Dalam: Staf Pengajar
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, ed.Buku Ajar Mikrobiologi
Kedokteran. Jakarta : Binarupa Aksara, 191-192.
9. Reyn, Ford Von, Elizabeth Talbot, Dr. J F Fontanilla, Dr. J Parsonnet.
Tuberculous Lymphadenitis and the role of M.bovis. Available from :
http://newenglandtb.pbworks.com/f/TB+Intensive+Tuberculou
s+Lymphadenitis+and+M+bovis+Arti+Barnes.pdf
(Accessed
36
American
Academy
of
Pediatrics.
Available
from
http://pediatrics.aappublications.org/content/121/Supplement
_2/S130.2.full.pdf+html (Accessed September 4th 2011)
12. Legesse, Mengistu, dkk. 2011. Knowledge of cervical tuberculosis
lymphadenitis and its treatment in pastoral communities of the Afar region,
Ethiopia.
Available
from
http://www.biomedcentral.com/1471-
15. Nanda BP, Padhi NC, Dandapat MC. Peripheral Lymph Node Tuberculosis
A Comparison of Various Methods of Management. Ind. J. Tub 1986; 33: 2024.http://openmed.nic.in/2992/ (Accessed 31 Agustus 2011).
16. PDPI. Tuberkulosis Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia
2006. Indah Offset Citra Grafika, 2006.
17. Amin Z & Bahar A. Pengobatan Tuberkulosis Mutakhir. In: Sudoyo, et al.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi IV, Jilid II. Pusat Penerbitan
Departemen IPD FK UI, 2006; 1007-1010.
18. Gupta P.R. Difficulties in Managing Lymph Node Tuberculosis. Lung India
2004; 21: 50-53. http://www.lungindia.com/temp/LungIndia214508399459_231954.pdf (Accessed 31 Agustus 2011).
19. Shaikh U & Blumberg DE. Lymphadenitis Treatment & Management.
Medscape, 2010. http://emedicine.medscape.com/article/960858treatment#a1128 (Accessed 31 Agustus 2011).
37
Lampiran
38
39
40