Anda di halaman 1dari 40

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi kronik yang disebabkan oleh
Mycobacterium Tuberculosis. Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit
infeksi terbanyak di dunia. World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa
sekitar 1,9 miliar manusia (sepertiga penduduk dunia) telah terinfeksi kuman TB.
Setiap detik ada satu orang yang terinfeksi TB di dunia ini.1
Di Indonesia TB merupakan masalah utama kesehatan masyarakat. Jumlah
penderita TB di Indonesia merupakan ke-3 terbanyak di dunia setelah India dan Cina
dengan jumlah sekitar 10% dari total jumlah penderita TB di dunia. Diperkirakan
setiap tahun ada sekitar 539.000 kasus baru dengan kematian sekitar 100.000 orang.
Insiden kasus TB Basil Tahan Asam (BTA) positif sekitar 110 per 100.000
penduduk..2
Dalam penyebarannya tuberculosis dapat dibagi menjadi 2 bagian, diantaranya
adalah TB paru dan TB diluar paru. Limfadenitis TB atau TB kelenjar getah bening
termasuk salah satu penyakit di luar paru (TB-ekstraparu) Penyakit ini disebabkan
oleh M. tuberculosis.3
Sekitar 43 persen dari semua limfadenopati perifer di negara berkembang
disebabkan oleh karena TB, manifestasi ini juga tidak hanya terlihat di negara
berkembang, di negara maju juga sering terdapat manifestasi ini. Angka kejadian di
Amerika Serikat, sekitar 20 persen menimbulkan TB luar paru, dan sekitar 30 persen
dari kasus-kasus ini hadir dengan limfadenitis. Prevalensi limfadenitis tuberkulosis
pada anak-anak sampai 14 tahun di pedesaan India adalah sekitar 4,4 kasus per 1000.3
Diagnosa limfadenitis TB mudah ditegakkan apabila gambaran-gambaran khas
tersebut di atas ditemukan pada sediaan aspirasi. Tetapi apabila gambaran ini tidak
dijumpai, sulit membedakan antara limfadenitis akut supuratif atau limfadenitis TB

supuratif, dalam studi diagnostik menemukan adanya gambaran lain dari limfadenitis
TB, yaitu adanya bercak-bercak gelap (dark specks) pada latar belakang material
nekrotik granular eosinofilik dari aspirat limfadenopati. Dan ternyata apabila sediaan
ini dikultur dengan teknik Kudoh, ternyata 83% kasus memberikan kultur positif.4,5

1.2 Tujuan penelitian


1.2.1 Tujuan umum
Melatih para dokter muda untuk melakukan kunjungan rumah dalam rangka
mempersiapkan diri untuk menjadi dokter keluarga
1.2.2 Tujuan khusus
1) Melakukan anamesis dan pemeriksaan fisik rutin setiap minggunya kepada
pasien
2) Memantau kondisi pasien pasca berobat ke Puskesmas
3) Memberikan arahan atau anjuran kepada keluarga mengenai pola hidup dan
kondisi lingkungan yang baik demi kesembuhan pasien
4) Mengingatkan kepada keluarga untuk memeriksakan pasien kembali ke
Puskesmas sesuai yang dianjurkan oleh dokter yang mengobati pasien
1.3 Manfaat penelitian
1.3.1 Manfaat bagi pasien
Memperoleh perhatian yang lebih mengenai kondisi kesehatan terkait penyakit yang
diderita demi mencapai kesembuhan yang optimal
1.3.2 Manfaat bagi keluarga pasien
Meningkatkan pengetahuan mengenai perawatan pasien di rumah, baik dari
segi keteraturan minum obat, pola hidup dan kondisi lingkungan yang baik.
1.3.3 Manfaat bagi peneliti

1) Menambah pengalaman dan pengetahuan para dokter muda dalam


melakukan pemeriksaan dan pemantauan di bidang kesehatan.
2) Mempersiapkan para dokter muda untuk menjadi dokter keluarga

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. TB Kelenjar
2.1.1 Definisi
Limfadenitis adalah peradangan pada kelenjar getah bening yang terjadi akibat
terjadinya infeksi dari suatu bagian tubuh maka terjadi pula peradangan pada kelenjar
getah bening regioner dari lesi primer. Limfadenitis TB atau TB kelenjar getah bening
termasuk

salah satu penyakit TB di luar paru (Tb-extraparu). Penyakit ini

disebabkan oleh M. tuberkulosis, kemudian dilaporkan ditemukan berbagai spesies


M. Atipik.6,7

2.1.2 Etiologi
Limfadenitis

TB

disebabkan

oleh

M.tuberculosis

complex,

yaitu

M.tuberculosis (pada manusia), M.bovis (pada sapi), M.africanum, M.canetti dan


M.caprae. Secara mikrobiologi, M.tuberculosis merupakan basil tahan asam yang
dapat dilihat dengan pewarnaan Ziehl-Neelsen atau Kinyoun-Gabbett. Pada
pewarnaan tahan asam akan terlihat kuman berwarna merah berbentuk batang halus
berukuran 3 x 0,5m.
M.tuberculosis dapat tumbuh dengan energi yang diperoleh dari oksidasi
senyawa

karbon

yang

sederhana.

CO

dapat

merangsang

pertumbuhan.

M.tuberculosis merupakan mikroba kecil seperti batang yang tahan terhadap


desinfektan lemah dan bertahan hidup pada kondisi yang kering hingga bermingguminggu, tetapi hanya dapat tumbuh di dalam organisme hospes. Kuman akan mati
0
0
0 0
pada suhu 60 C selama 15-20 menit, Pada suhu 30 atau 40 -45 C sukar tumbuh
atau bahkan tidak dapat tumbuh. Pengurangan oksigen dapat menurunkan
metabolisme kuman.

Daya tahan kuman M.tuberculosis lebih besar dibandingkan dengan kuman


lainnya karena sifat hidrofobik pada permukaan selnya. Kuman ini tahan terhadap
asam, alkali dan zat warna malakit. Pada sputum yang melekat pada debu dapat tahan
hidup selama 8-10 hari. M.tuberculosis dapat dibunuh dengan pasteurisasi.(8)
2.1.3 Manifestasi Klinis 14
Manifestasi klinis tergantung pada lokasi limfadenopati dan status imun dari
pasien. Manifestasi klinis juga bervariasi pada berbagai etnik dan geografi dari
populasi. Lebih dari sepertiga pasien akan melaporkan adanya riwayat TB
sebelumnya atau riwayat keluarga menderita TB.
Manifestasi tersering yaitu limfadenopati nontender kronik pada pasien dewasa
muda tanpa gejala sistemik. Massa tersebut dapat berkembang sampai lebih dari 12
bulan sebelum diagnosis. Dari pemeriksaan fisik ditemukan massa yang terpisahpisah atau matted nodes yang terfiksasi ke jaringan sekitarnya, kadang disertai
dengan indurasi kulit di bawahnya. Kadang-kadang , draining sinus, fluktuasi, atau
eritema nodosum dijumpai pada lokasi tersebut.
-Limfadenopati Servikal
Nodus limfe servikal biasanya terlibat pada limfadenitis TB dengan 63-77%
dari kasus. Massa unilateral biasanya sering muncul di bagian anterior atau
posterior triangular servikalis, tetapi nodus limfe submandibular dan
supraklavikular juga terlibat. Lesi bilateral jarang dijumpai, mungkin terjadi
kurang dari 10% kasus . Meskipun, kebnanyakan pasien mempunyai
manifestasi di satu lokasi, nodus-nodus yang lain di lokasi tersebut dapat
terlibat juga.
-Nodus-nodus lain yang terlibat
Meskipun regio servilkalis sering terkena, lokasi lain juga sering dilaporkan.
Tuberkulosis pada nodus limfe aksilaris, inguinalis, mesentrik, mediastinal, dan
intramammaris telah dilaporkan. Tuberkulosis limfadenopati mediastinal dapat
disertai dengan disfagia, perforasi esofagus, paralisis pita suara akibat
5

terlibatnya nercus laringeal rekurens, dan oklusi arteri pulmonalis yang mirip
dengan gejala emboli paru.
Isolated TB Iutroabdominal lymphhadenopathy sering mengenai nodus limfe
di regio periportal, diikuti dengan nodus limfe perpankreas dan mesentric.
Nodus limfe hepar yang terkena menyebabkan jaundis, trombosis vena portal,
dan hipertensi portal. Kompresi ektrinsik pada arteri renalis akibat
limfadenopati tuberkulosis abdominal menyebabkan hipertensi renovaskular.
Koinfeksi HIV dapat mempengaruhi manifestasui klinis limfadenitis TB.
Pasien dengan AIDS dan pada derajat yang lebih ringan, pasien yang hanya
terinfeksi HIV, cenderung memiliki manifestasi TB diseminata dengan
keterlibatan lebih dari satu lokasi nouds limfe. Gejala sistemik seperti demam,
berkeringat, dan penurunan berat badan sering ditemukan. Kebanyakan pasien
dengan keterlibatan nodus mediastinal dan hilar akan terkena TB paru dan
menyebabkan dispnea dan takipnea. Pasien HIV dengan limfadenitis TB bisa
terkena infeksi oportunistik lainnya pada saat yang bersamaan.

Jones dan Campbell mengklasifikasikan lymph nodes tuberculosis ke dalam


beberapa stadium:
a. Stadium 1: pembesaran, tegas, mobile, nodus yang terpisah yang
menunjukkan hyperplasia reaktif non-spesifik
b. Stadium 2: rubbery nodes yang berukuran besar yang terfiksasi ke
jaringan sekitarnya
c. Stadium 3: perlunakan sentral akibat pembentukan abses
d. Stadium 4: formasi abses collar-stud
e. Stadium 5: formasi traktus sinus
Manifestasi yang jarang ditemukan pada pasien dengan keterlibatan

mediastinal lymph node yaitu disfagia, fistula oesofagomediastinal, dan fistula


trakeo-esofageal.

2.1.4 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan limfadenitis TB secara umum dibagi menjadi dua bagian,
farmakologis dan non farmakologis. Terapi non farmakologis adalah dengan
pembedahan, sedangkan terapi farmakologis memiliki prinsip dan regimen obatnya
yang sama dengan tuberkulosis paru. Pembedahan tidaklah merupakan suatu pilihan
terapi yang utama, karena pembedahan tidak memberikan keuntungan tambahan
dibandingkan

terapi

farmakologis

biasa.15,18,19

Namun

pembedahan

dapat

dipertimbangkan seperti prosedur dibawah ini:

Biopsy

eksisional:

Limfadenitis

yang

disebabkan

oleh

atypical

mycobacteria bisa mengubah nilai kosmetik dengan bedah eksisi.

Aspirasi

Insisi dan drainase

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) mengklasifikasikan limfadenitis TB


ke dalam TB di luar paru dengan paduan obat 2RHZE/10RH. British Thoracic
Society Research Committee and Compbell (BTSRCC) merekomendasikan
pengobatan selama 9 bulan dalam regimen 2RHE/7RH.16
Ada 2 (dua) kategori Obat Anti Tuberkulosa (OAT):17
1. OAT Utama (first-line Antituberculosis Drugs), yang dibagi menjadi dua (dua)
jenis berdasarkan sifatnya yaitu:
a. Bakterisidal, termasuk dalam golongan ini adalah INH, rifampisin,
pirazinamid dan streptomisin.
b. Bakteriostatik, yaitu etambutol.
Kelima obat tersebut di atas termasuk OAT utama

2.

OAT sekunder

(second

Antituberculosis

Drugs),

terdiri

dari

Para-

aminosalicylicAcid (PAS), ethionamid, sikloserin, kanamisin dan kapreomisin.


OAT sekunderini selain kurang efektif juga lebih toksik, sehingga kurang dipakai
lagi.
Sesuai dengan sifat kuman TB, untuk memperoleh efektifitas pengobatan, maka
prinsip-prinsip yang dipakai adalah: 17

Menghindari penggunaan monoterapi. Obat Anti Tuberkulosis (OAT)


diberikan dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis obat, dalam jumlah
cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Hal ini untuk
mencegah timbulnya kekebalan terhadap OAT.

Untuk menjamin kepatuhan penderita dalam menelan obat, pengobatan


dilakukan dengan pengawasan langsung (DOT = Directly Observed
Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO).

Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.

Tahap Intensif

Pada tahap intensif (awal) penderita mendapat obat setiap hari dan
perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya kekebalan
obat.

Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat,


biasanya penderita menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu
2 minggu.

Sebagian besar penderita TB BTA positif menjadi BTA negatif


(konversi) dalam 2 bulan.

Tahap Lanjutan

Pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih sedikit, namun
dalam jangka waktu yang lebih lama

Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister (dormant)


sehingga mencegah terjadinya kekambuhan

Regimen pengobatan yang digunakan adalah: 17

Kategori 1 (2HRZE/4H3R3)

Tahap intensif terdiri dari HRZE diberikan setiap hari selama 2 bulan. Kemudian
diteruskan dengan tahap lanjutan yang terdiri dari HR diberikan tiga kali dalam
seminggu selama 4 bulan.
Obat ini diberikan untuk:

Penderita baru TB Paru BTA Positif.

Penderita baru TB Paru BTA negatif Rntgen Positif yang sakit berat

Penderita TB Ekstra Paru berat

kategori 3 (2HRZ/4H3R3).Obat ini diberikan untuk:

Penderita baru BTA negatif dan rntgen positif sakit ringan,

Penderita TB ekstra paru ringan.

Tahap intensif terdiri dari HRZ diberikan setiap hari selama 2 bulan (2HRZ),
diteruskan dengan tahap lanjutan terdiri dari HR selama 4 bulan diberikan 3 kali
seminggu.

2.2 Pendekatan Kedokteran Keluarga Terhadap TB

Dokter keluarga adalah dokter yang dapat memberikan pelayanan kesehatan


yang berorientasi komunitas dengan titik berat kepada keluarga, tidak hanya
memandang penderita sebagai individu yang sakit tetapi sebagai bagian dari unit
keluarga dan tidak hanya menanti secara pasif tetapi bila perlu aktif mengunjungi
penderita atau keluarganya.
Dalam pelayanan dengan pendekatan kedokteran keluarga dikenal dengan pendekatan
holistik, komprehensif, terpadu, dan berkesinambungan. Pelayanan komprehensif
meliputi:
-

Health promotion

Specific protection

Early diagnosis and prompt treatment

Disability limitation

Rehabilitation
Peran dokter keluarga dalam pemantauan pasien pneumonia adalah dengan

penatalaksanaan yang komprehensif, yaitu:


-

Health Promotion: melakukan edukasi dan konseling mengenai masalah


kesehatan yang dialami, penyebab, dan penatalaksanaannya.

Specific protection:

Early diagnosis and prompt treatment: melakukan deteksi dini serta


penatalaksanaan segera pasien TB kelenjar sesuai dengan standard
penatalaksanaan yang ada.

Disability limitation: Deteksi dini dari komplikasi dan penatalaksanaannya

Rehabilitation
Selain itu peran dokter keluarga dalam pemantauan pasien TB kelenjar yaitu:

Pentingnya partisipasi keluarga dalam pengobatan jalani.

Pentingnya dilakukan deteksi dini bagi anggota keluarga yang lain

Pentingnya dilakukan intervensi berupa konseling keluarga termasuk kondisi


rumah terhadap keluarga dengan pasien TB kelenjar.

2.3 Pengkajian Keluarga terhadap TB kelenjar.


10

Keluarga mempunyai peran penting terhadap kesehatan pasien. Adapun hal-hal


yang harus diperhatikan keluarga untuk mengatasi masalah yang dialami oleh
pasien TB kelenjar yaitu:
-

Keluarga yang berada dalam satu lingkup rumah dengan pasien harus
memperhatikan kebersihan dan kondisi rumah yang ditempati oleh pasien
dengan TB.

Keluarga harus mengetahui gejala-gejala TB sehingga tidak terjadi hal yang


sama pada keluarga yang lain.

Apabila dalam keluarga terdapat gejala-gejala TB segera langsung dibawakan


ke puskesmas/RS/praktik dokter terdekat.

Melakukan pemeriksaan ke puskesmas/RS/praktik dokter setelah pasien


mendapatkan tatalaksana oleh dokter.

11

BAB III
METODE
3.1 Desain penelitian
Penelitian ini merupakan studi observasional untuk mengetahui dan memantau
perkembangan kesehatan dari pasien yang mengalami penyakit dan disabilitas
tertentu. Data yang digunakan adalah data primer di mana dalam 1 minggu dilakukan
1 kali kunjungan untuk melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
3.2 Lokasi dan waktu penelitian
Penelitian dilakukan di Jl. Tebet Barat Raya Trijaya II No 39, Kelurahan Tebet
Barat, Kecamatan Tebet, Jakarta Selatan selama bulan September 2015.
3.3 Diagnosis Masalah
Diagnosis masalah ditegakkan melalui berbagai kegiatan dimulai dari observasi,
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang pada pasien.
3.4 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan dari masalah yang didapatkan dalam survey ini menekankan pada
tatalaksana secara nonmedikamentosa di mana meliputi pemberian informasi dan
edukasi kepada pasien maupun keluarga pasien dalam hal pencegahan penyakit

12

BAB IV
LAPORAN HASIL KUNJUNGAN RUMAH

I. IDENTITAS PASIEN DAN KELUARGA


A. Identitas Pasien
Nama
Umur
Jenis Kelamin
Status perkawinan
Alamat
Agama
Suku Bangsa
Pendidikan
Pekerjaan

:
:
:
:
:
:
:
:
:

Tn Agus
28 tahun
Laki laki
Belum menikah
Tebet Barat Raya Trijaya 2 no 39
Islam
Jawa
SMK
Casting Director

B. Identitas Kepala Keluarga


Nama
Umur
Jenis Kelamin
Status perkawinan
Alamat
Agama
Suku Bangsa
Pendidikan
Pekerjaan

:
:
:
:
:
:
:
:
:

Ny. T
48 tahun
Perempuan
Menikah
Tebet Barat Raya Trijaya 2 no 39
Islam
Jawa
Sekolah Menengah Atas ( SMA )
Wiraswasta

C. Sumber Pembiayaan Kesehatan


Jaminan

: KIS

Sumber Pembiayaan

: Bantuan Pemerintah

13

D. Perilaku Kesehatan Keluarga


1. Bila ada anggota keluarga yang sakit, yang pertama dilakukan :
-

Membawa anggota keluarga yang sakit pergi berobat ke


Puskesmas terdekat dari rumah tinggal pasien. Kecuali kondisi
dirasa gawat maka akan dibawa ke UGD Rumah Sakit.

2. Keikut sertaan pada program Kesehatan di lingkungan rumah :


-

Posyandu balita

: Tidak

Posyandu lansia

: Tidak

Perkumpulan kesehatan lainnya : Jemantik

3. Pemanfaatan waktu luang :


-

Olah raga

: Tidak

Rekreasi

: Ya, 1 bulan 1 kali.

Melakukan hobi : Tidak

Aktifitas Sosial di Lingkungan pemukiman :


- Arisan
- Pertemuan RT
- Organisasi

: Tidak
: Tidak
: Tidak

II. PROFIL KELUARGA


Tabel 1. Daftar Anggota Keluarga Kandung

14

No

Nama

Kedudukan

Sex

dalam

Umur

Pendidikan

Pekerjaan

Keterangan

(tahun)

Tempat
Tinggal

Keluarga
1.

Tn. K

Ayah

53

SMA

Pedagang

Sehat

Pisah
Rumah

2.

Ny. T

Ibu

48

SMA

Ibu Rumah Sehat

Rumah

Tangga
3.

Tn. T

Anak I

31

SMA

Pedagang

Sehat

Rumah

4.

Tn. A

Anak II

30

SMA

Ibu

rumah Sehat

Rumah

tangga
5.

Tn. Agus

Anak III

28

SMK

Casting

Sakit

Rumah

Ibu Rumah Sehat

Rumah

Director
6

Ny. Novi

Anak IV

23th

SMA

tangga
7

Leni

Anak V

20 th

SMA

Pelajar

Sehat

Rumah

15

Diagram 1. Genogram Keluarga Kandung Pasien


Keterangan :1. Ayah pasien
2. Ibu pasien

Sehat
Sehat

3. Kakak I pasien Sehat


4. Kakak II pasien Sehat
5. Pasien

Sakit

6. Adik Pasien

Sehat

7. Adik Pasien

Sehat

III. RESUME PENYAKIT DAN PENATALAKSANAAN YANG SUDAH


DILAKUKAN
Dilakukan dengan autoanamnesis pada Rabu, 9 September 2015
Keluhan Utama
Kontrol benjolan di Leher sejak 3 bulan yang lalu

16

Riwayat Penyakit Saat Datang ke Klinik Kedokteran Keluarga


Seorang laki laki berusia 28 tahun datang dengan keluhan benjolan di
leher sejak 3 bulan sebelumnya. Bejolan awal nya kecil lama kelamaan
membesar sehingga mengganggu aktivitas pasien, benjolan mengeluarkan
nanah yang bersifat kental, warna kuning, tidak dapat digerakan, nyeri,
berbatas tegas, diameter 3 cm, sehingga pasien sering terlihat sulit saat
menengok kearah benjolan. Keluhan juga disertai penurunan berat badan,
namun napsu makan tetap. Keluhan lain adalah demam, pasien mengaku
menjadi demam terutama malam hari, tetapi tidak diukur suhunya dengan
termometer, hanya dengan perabaan tangan saja, keluhan batuk batuk lama
dan keringat malam disangkal oleh pasien.
Riwayat Penyakit Dahulu.

Alergi

(-)

Bronkitis

(+)

Tipus

(+)

Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat TB pada anggota keluarga (-), ibu pasien memiliki riwayat HT(+).
Hasil Pemeriksaan Fisik
Hari Rabu, 9 Sepeteber 2015 di rumah pasien
Keadaan Umum

: Sakit sedang

Kesadaran

: Compos Mentis

Tinggi Badan

: 170 cm

Berat Badan

: 49 kg

Kesan Gizi

: Cukup

17

Tanda Vital

: Tensi = 118/78 mmHg


Nadi = 89 x/menit

RR
Suhu

= 60 x/menit
= 36,8 oC

Kepala

: Normocephali

Mata

: Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil bulat isokor

Telinga

: Normotia, serumen -/-, sekret -/-

Hidung

: Bentuk normal, sekret -/-, septum deviasi -

Tenggorok : T1-1, hiperemis (-), faring hiperemis (-), detritus -/-, kripta -/Leher

: Terlihat benjolan sebesar bola pingpong pada leher kiri yang

mengeluarkan nanah ketika di pencet, berbatas tegas, tidak dapat digerakan, dan
kenyal.
Mulut

: Bibir kering (-), sianosis (-)

Dada

Cor

: Iktus kordis tak tampak

Pa

: Iktus kordis teraba di SIC IV 2 jari medial dari LMCS

Pe

: Konfigurasi jantung dalam batas normal

Au
Pulmo I

: BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-)


: Simetris saat statis dan dinamis
Pa : Tidak dapat dilakukan
Pe : Sonor pada kedua hemisfer paru

Au:
Ka: Suara nafas vesikuler, rhonki (+), wheezing (-)

18

Ki: Suara nafas vesikuler, rhonki (+), wheezing (-)


Abdomen I : Datar
Pa

: Supel, hepar dan lien tak teraba, nyeri tekan (-)

Pe

:Timpani

Au : Bising usus (+) normal

Ekstremitas

Superior

Inferior

Oedema

-/-

-/-

Akral dingin

-/-

-/-

Hasil Laboratorium dan Pemeriksaan Penunjang ( 17 September 2015 )

17/07/1
Hemoglobin
Hematokrit
Trombosit
Leukosit

5
15,1
38,0
246.000
6.000

Pemeriksaan sputum BTA pada tanggal


2 Juli 2015

: SPS : +/+/+

6 September 2015: SPS -/-/Diagnosis :


-

Limfadenitis TB
19

Rencana Penatalaksanaan
Pengobatan yang telah diberikan :
Terapi medikamentosa :

2 FDC 1 x 3

Penjelasan mengenai keadaan penyakit yang sedang dialami

Terapi edukasi :
pasien adalah penyakit yang menular sehingga disarankan
untuk memakai masker untuk mencegah penularan, dan
mengharuskan pasien untuk meminum obat selama 9 bulan.

Memberi motivasi pada keluarga pasien untuk kembali kontrol


saat obat sudah hampir habis ke puskesmas

Memberi motivasi serta edukasi untuk senantiasa rutin


meminum obat setiap hari sesuai anjuran dokter

Memberi motivasi serta edukasi terhadap keluarga pasien


memeriksakan diri ke puskesmas untuk cek BTA.

Memberi edukasi untuk menjemur pasien di cahaya matahari


pagi

Menganjurkan pasien agar berhenti merokok.

Menganjurkan ibu pasien untuk membuka jendela tiap pagi


hari agar udara segar dapat masuk ke dalam rumah

Hasil Penatalaksanaan Medis


Keluhan yang dirasakan oleh pasien sudah mulai berkurang setelah minum obat
secara rutin dan teratur sesuai anjuran dokter.

20

Faktor Pendukung :

Pasien

menyadari

bahwa

pasien

harus

mengkonsumsi obat secara teratur selama 9 bulan


untuk menuntaskan pengobatan pasien dan teratur
memberi obat.
Faktor Penghambat :

Lingkungan tempat tinggal dengan sirkulasi udara


yang kurang baik, perilaku hidup keseharian yang
kurang bersih.
Faktor ekonomi yang kurang mendukung

Indikator Keberhasilan : Pasien kontrol kembali saat obat sudah habis.


Benjolan sudah mengecil dari sebelum berobat.
IV. IDENTIFIKASI FUNGSI FUNGSI KELUARGA
A. Fungsi Biologis
Dari hasil wawancara dengan pasien, didapatkan informasi bahwa bejolan di
leher pasien mulai membesar sejak 3 bulan yang lalu, disertai demam dan
pilek. Karena menurut pasien benjolan semakin membesar dan terasa nyeri,
bejolan tersebut di pecahkan oleh pasien, tetapi beberapa hari setelah benjolan
tersebut pecah benjolan mulai timbul kembali, sehingga pasien memutuskan
untuk pergi ke Puskesmas, dan setelah ditegakkan diagnosis TB kelenjar
maka pasien memimnum obat secara teratur setiap hari dan kontrol saat obat
habis.
B. Fungsi Psikologis
Penderita tinggal di rumah milik orangtua pasien bersama ibu, nenek,
kakak, dan kedua adik pasien. Orangtua pasien mengaku hubungan keluarga
dalam keadaan baik.
C. Fungsi Ekonomi
Ayah pasien adalah seorang pedagang, ibu pasien merupakan ibu
rumah tangga. Penghasilan keluarga seluruhnya ditanggung oleh ibu dan

21

pasien, dan menurut pengakuan ibu pasien, penghasilan dirasa cukup untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari dan makan sekeluarga. Penderita bekerja
sebagai casting director.

D. Fungsi Pendidikan
Pasien lulusan SMA dan bekerja sebagai casting director . Kedua
orang tua pasien merupakan lulusan SMA, kakak pertamadan kedua pasien
ibu rumah tangga, dan adik pertama pasien adalah seorang ibu rumah tangga
dan adik kedua pasien seorang mahasiswa.
E. Fungsi Religius
Pasien beragama Islam. Ibu pasien memgaku keluarga rutin
menjalankan ibadahnya. Kegiatan ibadah dilakukan di rumah seperti sholat
dan mengaji.
F. Fungsi Sosial Budaya
Penderita tinggal di tempat pemukiman penduduk yang padat.
Menurut pengakuan ibu pasien, hubungan keluarga dengan tetangga dalam
keadaan baik dan ibu pasien sering berpartisipasi dalam kegiatan sosial di
wilayahnya.
V. POLA KONSUMSI MAKANAN PENDERITA
FORMULIR 24 HOUR RECALL
(Catatan : asupan makanan/minuman KEMARIN mulai bangun pagi hingga tidur
malam)

Waktu

Jam

Nama makanan atau Jumlah


minuman

URT

22

Makan Pagi

10.30

Nasi, ayam tempe

1x

Selingan

12.30

Kacang, roti

1 mangkok

Makan Siang

14.30

Nasi,ayam , telur

1 piring

Selingan

17.30

Regal, susu

1 gelas

Makan Malam

20.30

Nasi, tahu, ayam

1 piring

Selingan

23.00

Susu proten, kacang

1 gelas

Penjelasan :
Asupan makan dan minum pasien dalam 24 jam meliputi makan pagi jam 10.30
pasien mengkonsumsi makanan pokok seperti nasi, daging ayam, dan tempe, di
tambah susu proten dari puskesmas. Makan selingan jam 12.30 pasien mengkonsumsi
kacang, dan roti. Makan siang jam 12.30 pasien mengkonsumsi nasi, daging ayam,
dan telur dengan selingan regal dan susu. Dan makan malam jam 20.30 pasien
makan nasi, tahu, dan daging ayam, dan kadang pasien masih makan lagi malam
hari.
VI. IDENTIFIKASI FAKTOR FAKTOR YANG MEMENGARUHI KESEHATAN
A. Faktor Perilaku
Pasien merupakan seorang dewasa muda berusia 28 tahun. Pasien belum
mempraktekkan pola hidup bersih dan sehat. Pasien cukup mengerti tentang
perilaku hidup bersih dan sehat, tetapi belum terlalu mempraktekkannya di
rumah dan di kegiatan sehari-hari, contohnya pasien menggunakan handuk
secara bersamaan.
B. Faktor Non Perilaku
Sarana pelayanan kesehatan terdekat dengan rumah pasien adalah puskesmas.
Hal ini sangat memudahkan keluarga untuk mendapatkan pelayanan kesehatan
standar dan apabila ada keluhan keluarga yang sakit. Jarak dari rumah ke
puskesmas 1 km.
23

VII. DIAGNOSIS FUNGSI KELUARGA


A. Fungsi Biologis

Tidak ada yang mengalami penyakit yang sama seperti pasien di


dalam keluarga pasien

A. Fungsi Psikologis

Hubungan antar anggota keluarga tergolong cukup baik.

B. Fungsi Ekonomi dan Pemenuhan Kebutuhan

Kebutuhan sehari-hari pasien didapatkan dari pekerjaan pasien


sehari hari sebagai casting director.

A. Fungsi Sosial

Para anggota keluarga dapat bersosialisasi dengan masyarakat sekitar


dengan baik.

A.

Faktor Perilaku

Jarang mencuci tangan

Menggunakan handuk bersama- sama

Jarang membersihkan rumah

Tidak mengkonsumsi makanan dengan gizi seimbang

Jarang melakukan aktivitas fisik atau olahraga

A. Faktor Non Perilaku

Tidak ada masalah

VIII. IDENTIFIKASI LINGKUNGAN RUMAH


A. Gambaran Lingkungan Rumah

24

Rumah pasien terletak di pemukiman penduduk yang cukup padat dengan


ukuran 125

m2, bentuk bangunan 1 lantai. Secara umum gambaran rumah

terdiri dari satu ruang keluarga sekaligus ruang tamu, dapur, dua kamar tidur,
dua kamar mandi. Lantai terbuat dari keramik, dinding terbuat dari tembok
beton, atap rumah dari genteng. Jendela ada di setiap kamar, dan ruang
keluarga, pada ruang keluarga bagian depan. Penerangan didalam ruangan pada
siang hari dan malam hari dinilai kurang. Pertukaran udara cukup baik namun di
rasa sesak karena rumah pasien berada pada lingkungan padat penduduk.
Kebersihan dalam dan luar rumah dinilai kurang bersih, tata letak barang barang kurang rapi, listrik 1300 watt, sumber air dari PAM. Kamar mandi dibagi
2 yaitu untuk mandi berukuran 1,5 x 2 m2 dan untuk BAB berbentuk kloset
jongkok. Air limbah rumahan dialirkan ke selokan. Sampah rumah dibuang ke
tempat pembuang an sampah yang terletak di halaman depan rumah.
B. DENAH RUMAH

Analisis Keadaan Rumah :


1. Letak rumah di daerah

: Pemukiman padat penduduk

2. Bentuk bangunan rumah

: 1 lantai

3. Kepemilikan rumah

: Milik orang tua

4. Luas rumah

: 125 m2
25

Jumlah orang dalam satu rumah


Luas halaman rumah

: 8 orang / Rata-rata 15 m2 per-orang


: 2 m2

5. Lantai rumah dari

: Keramik

6. Dinding rumah dari

: Tembok beton

7. Atap rumah

: Genteng

8. Pembagian ruangan rumah

Ruang tamu

: Ada

Ukuran 4 x 6 m2

Kamar mandi

: Ada

Ukuran 1,5 x 2 m2

Ruang keluarga

: Digabung dengan ruang tamu

Ruang tidur

: Ada,

Ukuran 2,5 x 4 m2; jumlah 1

9. Jendela rumah : Ada 5 buah


Perbandingan luas lantai dan jendela di :
-

Ruang tidur

70%

30%

Ruang tamu dan keluarga

80%

20%

Penerangan didalam rumah (dinilai setelah membandingkan luas jendela


dengan lantai dan kesan subjektif saat membaca tulisan di dalam rumah) :
kurang di seluruh ruangan di rumah.
1. Listrik di rumah : Ada 1200 watt
2. Lubang ventilasi :
-

Ruang keluarga

:-

Ruang tidur

: ada

Ruang tamu

:-

Kelembaban dalam rumah

: terasa lembab

Kesan ventilasi di dalam rumah

: cukup

1. Kebersihan dalam rumah

: kurang

2. Sumber air minum dari

: air minum kemasan

3. Kamar mandi

: ada

4. Limbah rumah tangga di alirkan ke : selokan


26

5. Tempat sampah diluar rumah

: ada, tidak tertutup

6. Jalan di depan rumah lebarnya

: 1 meter, dari aspal

Kesan kebersihan lingkungan pemukiman

: kurang baik

27

IX. DIAGRAM REALITA YANG ADA PADA KELUARGA

Genetik

Yan Kes

Pelayanan
kesehatan
berupa
puskesmas
yang
terjangkau

Lingkungan

Status
kesehatan

Perilaku

Lingkungan rumah
sangat padat penduduk
dan kurang bersih
Sirkulasi udara kurang
baik

Jendela rumah jarang


dibuka tiap hari
Tidak ada pembagian ruangan yang
jelas pada rumah pasien
Rumah jarang dibersihkan
Handuk dipakai barengan
Kurangnya pengetahuan pasien
mengenai penyakit yang diderita

28

X. TABEL PERMASALAHAN PADA KELUARGA


No

Resiko

1.

Kesehatan
Kurangnya

dan

Masalah Rencana Pembinaan

Indikator Keberhasilan

Penilaian
penjelasan Datang ke puskesmas untuk

pengetahuan Memberikan

tentang gejala penyakit tentang penyakit yang diderita kontrol saat obat habis dan
sehingga

tidak

segera dan

diobati

rencana

yang melakukan kontrol sampai

diberikan pada pasien dan sembuh


menjelaskan

2.

terapi
agar

teratur

minum obat
Kurang nya pengetahuan Menyarankan keluarga pasien Keluarga memeriksakan diri
keluarga
penyakit

mengenai ke Puskesmas untuk periksa ke Puskesmas terdekat


menular

yang BTA

diderita pasien
3.

Kurangnya
tentang

kesadaran Menjelaskan
pentingnya cahaya

ventilasi rumah yang baik

yang

pentingnya Pasien
cukup

mulai

membuka

dan jendela rumah tiap hari

ventilasi yang baik untuk


sirkulasi udara bagi anggota
keluarga

yang

tinggal

di

dalam rumah
4.

Kurangnya
tentang

kesadaran Menjelaskan kepada keluarga Pasien sudah membersihkan


pentingnya tentang

ventilasi rumah yang baik

pentingnya rumah serta debu tiap hari

membersihkan rumah untuk


menjaga kesehatan pasien dan
keluarganya.

5.

Handuk dipakai bersama Menyarankan untuk membeli Pasien membeli handuk baru.
29

sama

handuk untuk pasien saja

XI. PEMBINAAN DAN HASIL KEGIATAN


Tanggal

Kegiatan yang Dilakukan

kunjungan
9

September -Perkenalkan

2015

Hasil

Indikator

yang

Kegiatan

evaluasi

Terlibat
dan Pasien dan Terbinanya

diri

menjelaskan

Keluarga

maksud keluarga

kegiatan
Keluarga

suatu

rapor pasien

kedatangan

awal

serta memahami

- Bina rapor awal.

hubungan

-Identifikasi
keluarga

dan

masalah

yang

anggota

baik dengan sedang dialami.

kondisi

keluarga

kesehatannya.

pasien.

-Melakukan anamnesis dan


pemeriksaan

fisik

pada

penderita
-Anamnesis

keluhan

dan Pasien dan

pemeriksaan fisik

Keluarga

-Memberi

penjelasan

mengenai

penyakit,

penyebab,

faktor

risiko,

Keluarga

Keluarga

memahami

pasien

penjelasan

memahami

tentang

penyakitnya

lebih

penyakitnya.

penatalaksanaan
-Menginformasikan

untuk

minum obat dengan rutin

30

17 September -Evaluasi
2015

keadaan

keluhan
umum

dan Pasien dan Keluarga


pasien. keluarga

Keluarga

pasien

memahami

Melakukan anamnesis serta

mengatakan

pentingnya

pemeriksaan

keluhannya

meminum obat

sudah

secara

teratur

berkurang,

karena

dapat

-Memberi motivasi untuk

obat

membantu

selalu

diminum

mengatasi

teratur.

keluhannya

fisik

pada

pasien.

rutin

kontrol

ke

puskesmas
-Mengevaluasi

tentang

Keluarga

makanan yang dikonsumsi

pasien

oleh pasien dengan food

memahami

recall 1 x 24hours

pentingnya
asupan
makanan yang
sehat

untuk

kondisi pasien.

22 September Evaluasi
2015

keluhan

dan Pasien dan Diketahuinya

Pasien

rutin
ke

keadaan umum penderita keluarga

kondisi

kontrol

serta

terkini pasien

puskesmas

Keluarga

Dapat

mengerti

menerapkan

pemeriksaan

melakukan pasien
fisik,

serta

mengevaluasi pasien apakah


telah kontrol kembali ke
puskesmas

Memberikan

penjelasan

31

mengenai
ventilasi

pentingnya
udara

dan

kebersihan rumah

tentang

pola

pentingnya

bersih

kebersihan

sehat

hidup
dan

rumah

30 September Evaluasi
2015

keluhan

dan Pasien dan Diketahuinya

Benjolan sudah

keadaan umum pasien serta keluarga

kondisi

mulai mengecil

melakukan

terkini

dan nyeri pada

pasien.

benjolan

pemeriksaan

fisik.

dirasakan
berkurang
Memberi

penjelasan

Keluarga

Keluarga dapat

mengenai

pentingnya

memahami

menerapkan

prinsip hidup bersih dan

perilaku

perilaku hidup

sehat

hidup bersih bersih


dan sehat

dan

sehat.

XII. KESIMPULAN PEMBINAAN KELUARGA


1.

Tingkat pemahaman

: Pembinaan terhadap pasien dan keluarganya

telah dilakukan cukup baik


2.

Faktor pendukung

32

Keluarga dapat memahami penjelasan yang diberikan


Sikap pasien yang kooperatif dan dapat menerapkan penjelasan yang
diberikan.

3.

Faktor penyulit

Kondisi lingkungan rumah pasien yang padat penduduk dan kumuh


Kondisi sirkulasi rumah yang kurang baik dan tata ruang rumah yang kurang
baik
Kondisi ekonomi yang kurang
4.

Indikator keberhasilan

Keluarga dapat memahami penyakit yang dideritanya dan hal - hal yang
bersangkutan seperti penyebab, faktor risiko, pencegahan, penatalaksanaan,
dan komplikasi yang dapat terjadi.
Pasien datang kembali ke puskesmas secara rutin untuk kontrol dan
mengambil obat dan keluarga pasien mengingatkan untuk meminum obat..
Serta mampu menerapkan pola hidup sehat dan bersih dikesehariannya.

BAB V
PENUTUP

5.1

Kesimpulan

33

Pada kasus TB kelenjar pada dewasa muda yang diangkat dalam laporan kedokteran
keluarga ini, didapatkan pasien berusia 28 datang berobat ke Puskesmas Kelurahan
Tebet Barat untuk kontrol keluhan benjolan di leher kiri yang diraskan sejak 3 bulan
yang lalu , benjolan mengeluarkan nanah yang bersifat kental, warna kuning, tidak
dapat digerakan, nyeri, berbatas tegas, diameter 3 cm, sehingga pasien sering terlihat
sulit saat menengok kearah benjolan. Keluhan juga disertai penurunan berat badan,
namun napsu makan tetap. Keluhan lain adalah demam, pasien mengaku menjadi
demam terutama malam hari, tetapi tidak diukur suhunya dengan termometer, hanya
dengan perabaan tangan saja, keluhan batuk batuk lama dan keringat malam
disangkal oleh pasien. pilek, demam, dan disertai sesak napas sejak kurang lebih satu
hari yang lalu. Setelah dilakukan anamnesis lengkap dan pemeriksaan fisik,
ditegakkan diagnosis klinis TB kelenjar. Penderita diberikan terapi yang adekuat
untuk mengatasi TB kelenjar, serta dilakukan pula analisis pada pola hidup keluarga
untuk membantu mengatasi TB kelenjar secara menyeluruh. Didapatkan kesimpulan
bahwa keluarga pasien belum begitu mengerti tentang pola hidup bersih dan sehat,
disertai juga tata letak rumah dan ventilasi serta sirkulasi udara yang kurang baik
sehingga menghambat kesembuhan pasien. Telah dilakukan edukasi dan motivasi
pada keluarga, terutama kedua orangtua pasien agar merubah kebiasaan dan sebisa
mungkin menciptakan lingkungan tempat tinggal yang sehat sehingga derajat
kesehatan keluarga tersebut dapat semakin membaik.

5.2

Saran

Diharapkan lewat adanya laporan keluarga ini, keluarga pasien dapat termotivasi
untuk melakukan perilaku hidup bersih dan sehat, menjaga pola makan dan
membawa pasien ke puskesmas secara rutin. Saran yang dapat diberikan untuk
laporan kedokteran keluarga selanjutnya adalah agar peneliti selanjutnya dapat
memberikan motivasi dan penyuluhan yang lebih bersifat menyeluruh dan mendetail

34

tentang TB kelenjar, pentingnya kesehatan lingkungan tempat tinggal, dan


pencegahan TB kelenjar agar tingkat pengetahuan masyarakat tentang TB kelenjar
meningkat sehingga dapat mencegah adanya kasus TB pada daerah Tebet Barat

DAFTAR PUSTAKA
1. Pharmaceutical Care untuk Penyakit Tuberculosis, 2005. Direktorat Bina
Farmasi Komunitas dan Klinik Direktorat Jendral Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan Departemen Kesehatan RI.

35

2. Amin Z., Bahar A.2006.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam:Tuberkulosis Paru.


Ed. 4. Jakarta : Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
3. Sharma, S., K., Mohan, A., 2004, Extrapulmonary Tuberculosis.

Department of Medicine, All India Institute of Medical Sciences, New Delhi


& Department of Emergency Medicine, Sri Venkateswara Institute of Medical
Sciences, Tirupati, India. Indian J Med Res 120: 316-353
4. Herchline,

T.,

E.,

2011.

Tuberculosis.

Available

from:

http://emedicine.medscape.com/article/230802-overview .
[ accessed in 18 August 2011].

5. Nardell,

E.,

A.,

2008.

Tuberculosis.

Available

from:

http://www.merckmanuals.com/home/au/sec17/ch190/ch190a.
html. [accessed in 18 August 2011.
6. Spelman, D., 2009. Tuberculous Lymphadenitis. www.Uptodate.com
7. Clevenbergh, P., et.al., 2010. Lymph Node Tuberculosis in Patients from
Regions with Varying Burdens of Tuberculosis and Human Immunodeficiency
Virus (HIV) Infection. Original Article Presse Med. 2010; 39 : e223-e230.
8. Utji, R., dan Harun, H., 1994. Kuman Tahan Asam. Dalam: Staf Pengajar
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, ed.Buku Ajar Mikrobiologi
Kedokteran. Jakarta : Binarupa Aksara, 191-192.
9. Reyn, Ford Von, Elizabeth Talbot, Dr. J F Fontanilla, Dr. J Parsonnet.
Tuberculous Lymphadenitis and the role of M.bovis. Available from :
http://newenglandtb.pbworks.com/f/TB+Intensive+Tuberculou
s+Lymphadenitis+and+M+bovis+Arti+Barnes.pdf

(Accessed

September 4th 2011)


10. Sharma, Sangeeta, dkk. 2009. Clinical Profile And Treatment Outcome Of
Tuberculous Lymphadenitis In Children Using Dots Strategy. Available from :

36

http://medind.nic.in/ibr/t10/i1/ibrt10i1p4.pdf (Accessed September


4th 2011)
11. Puiu, Ileana, dkk. 2008. Diagnosis Of Tuberculosis Lymphadenitis In
Children.

American

Academy

of

Pediatrics.

Available

from

http://pediatrics.aappublications.org/content/121/Supplement
_2/S130.2.full.pdf+html (Accessed September 4th 2011)
12. Legesse, Mengistu, dkk. 2011. Knowledge of cervical tuberculosis
lymphadenitis and its treatment in pastoral communities of the Afar region,
Ethiopia.

Available

from

http://www.biomedcentral.com/1471-

2458/11/157 (Accessed September 4th 2011)

13. Spelman D. 2008. Tuberculous Lymphadenitis. UpToDate Journal


14. Available from: http://www.japi.org/august_2009/article_06.pdf

15. Nanda BP, Padhi NC, Dandapat MC. Peripheral Lymph Node Tuberculosis
A Comparison of Various Methods of Management. Ind. J. Tub 1986; 33: 2024.http://openmed.nic.in/2992/ (Accessed 31 Agustus 2011).
16. PDPI. Tuberkulosis Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia
2006. Indah Offset Citra Grafika, 2006.
17. Amin Z & Bahar A. Pengobatan Tuberkulosis Mutakhir. In: Sudoyo, et al.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi IV, Jilid II. Pusat Penerbitan
Departemen IPD FK UI, 2006; 1007-1010.
18. Gupta P.R. Difficulties in Managing Lymph Node Tuberculosis. Lung India
2004; 21: 50-53. http://www.lungindia.com/temp/LungIndia214508399459_231954.pdf (Accessed 31 Agustus 2011).
19. Shaikh U & Blumberg DE. Lymphadenitis Treatment & Management.
Medscape, 2010. http://emedicine.medscape.com/article/960858treatment#a1128 (Accessed 31 Agustus 2011).

37

Lampiran

38

39

40

Anda mungkin juga menyukai