Anda di halaman 1dari 26

KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CILACAP

NOMOR : .................................Tahun 2016


TENTANG
PANDUAN PELAYANAN PASIEN SERAGAM
DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CILACAP
DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CILACAP,

Menimbang :

a.

b.

c.

Mengingat :

1.

2.

3.

bahwa dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan Rumah Sakit


Umum Daerah Cilacap, maka diperlukan penyelenggaraan pelayanan
yang bermutu tinggi;
bahwa agar pelayanan di Rumah Sakit Umum Daerah Cilacap dapat
terlaksana dengan baik, perlu adanya Peraturan Direktur tentang
Kebijakan Pelayanan Rumah Sakit Umum Daerah Cilacap sebagai
landasan bagi penyelenggaraan seluruh pelayanan di Rumah Sakit
Umum Daerah Cilacap
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam a
dan b, perlu ditetapkan dengan Peraturan Direktur Rumah Sakit
Umum Daerah Cilacap.
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
(Lembaran Negara RI Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran
Negara RI Nomor 5063);
Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
(Lembaran Negara RI Tahun 2009 Nomor 153, Tambahan Lembaran
Negara RI Nomor 5072);
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah
(Lembaran Negara RI Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9
Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor
23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara RI
Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik
1

4.

5.
6.

Indonesia Nomor 5679);


Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan
(Lembaran Negara RI tahun 2014 Nomor 298, Tambahan Lembaran
Negara RI Nomor 5607);
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129 Tahun 2008 tentang
Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit;
Peraturan Daerah Kabupaten Cilacap Nomor 1 Tahun 2008 tentang
Pembentukan dan Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum
Daerah (BLUD) (Lembaran Daerah Kabupaten Cilacap Tahun 2008
Nomor 1, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Cilacap Nomor
11);
MEMUTUSKAN :

Menetapkan

KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH


CILACAP TENTANG PANDUAN PELAYANAN PASIEN
SERAGAM TERMINAL RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
CILACAP.

KESATU

KEDUA

KETIGA

KEEMPAT

Buku Panduan Pelayanan Pasien Seragam Rumah Sakit Umum


Daerah Cilacap sebagaimana dimaksud Diktum Kesatu dipergunakan
untuk mendukung rumah sakit agar dapat memberikan pelayanan
yang bermutu sesuai dengan standar Akreditasi yang ditetapkan
pemerintah.
Buku Panduan Pelayanan Pasien Seragam Rumah Sakit Umum
Daerah Cilacap ini menjadi acuan bagi Rumah Sakit untuk
melaksanakan pelayanan diseluruh Rumah Sakit Umum Daerah
Cilacap.
Buku Panduan Pelayanan Pasien Seragam Rumah Sakit Umum
Daerah Cilacap ini perlu di evaluasi minimal 2-3 tahun sekali atau
bila memang ada perubahan dalam panduan tersebut.
Keputusan ini berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Cilacap
Pada tanggal : Oktober 2016
DIrektur RSUD CIlacap
2

Pramesti Griana Dewi, M.Kes, M.Si


NIP. 196411281991032003

DAFTAR ISI

KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CILACAP...............................i


DAFTAR ISI...................................................................................................................................iv
3

BAB I PENDAHULUAN................................................................................................................1
BAB II RUANG LINGKUP............................................................................................................2
Pemberian Pelayanan Untuk Semua Pasien................................................................................2
Pelayanan Pasien Risiko Tinggi Dan Penyediaan Pelayanan Risiko Tinggi...............................4
Makanan Dan Terapi Nutrisi........................................................................................................5
Pengelolaan Pelayanan Rasa Nyeri.............................................................................................6
Pelayanan Pada Tahap Terminal (Akhir Hidup)..........................................................................9
Pelayanan Yang Seragam bagi Semua Pasien............................................................................11
Catatan Perkembangan Terintegrasi (Integrated Progress Note)...............................................11
Pemberian Informasi dan Edukasi pada Pasien dan Keluarga...................................................12
Tindakan Sedasi, Anestesi dan Pembedahan pada Pasien.........................................................13
Tindakan Pembedahan...............................................................................................................15
Pelayanan Obat untuk Pasien di RS..........................................................................................16
BAB III TATA LAKSANA............................................................................................................20
Aspek keperawatan....................................................................................................................20
Aspek medis...............................................................................................................................21
BAB IV DOKUMENTASI............................................................................................................23

BAB I
PENDAHULUAN
Pelayanan Pasien adalah hal penting yang terdapat di rumah sakit , pasien dengan masalah
kesehatan dan kebutuhan pelayanan yang sama berhak mendapat kualitas asuhan yang sama di
rumah sakit. Untuk melaksanakan prinsip kualitas asuhan yang setingkat, Rumah sakit adalah
organisasi yang berkiprah dalam bidang jasa pelayanan kesehatan perorangan. Dalam
penyelenggaraan upaya pelayanan pada pasien rumah sakit didukung oleh banyak jenis
keterampilan SDM baik yang berbentuk profesi maupun non profesi. Dalam menjalankan
kegiatannya rumah sakit menyadari bahwa pelayanan yang diberikan kepada pasien dalam
bentuk bermacam macam asuhan yang merupakan bagian dari suatu sistem pelayanan yang
terintegrasi dengan para profesional di bidang pelayanan kesehatan.
Dengan adanya pedoman ini diharapkan rumah sakit dapat menerapkan model pelayanan
yang akan membangun suatu kontinuitas pelayanan, menyelaraskan kebutuhan asuhan pasien
dengan pelayanan yang tersedia di rumah sakit, mengkoordinasikan pelayanan, kemudian
merencanakan pemulangan dan tindakan selanjutnya. Hasilnya adalah meningkatnya mutu
asuhan pasien dan efisiensi penggunaan sumber daya yang tersedia di rumah sakit. Setiap pasien
yang datang kerumah sakit harus dijamin aksesnya untuk mendapatkan pelayanan yang
dibutuhkan, terjamin pula kontinuitas pelayanan yang didapat, serta mendapatkan pelayanan
yang terkoordinasi dan terintegrasi dari berbagai asuhan dari para profesional pemberi asuhan
pasien. Sehingga dapatlah diharapkan hasil pelayanan yang efektif, efisien dan menjamin
keselamatan pasien, yang akhirnya bermuara pada kepuasan pasien dan pemenuhan hak pasien.
Beberapa hal penting yang harus dikelola oleh rumah sakit adalah mengenali dengan baik
kebutuhan pasien yang mana yang dapat dilayani oleh rumah sakit, mengatur pemberian
pelayanan yang efisien kepada pasien, dan melakukan rujukan ke pelayanan yang tepat baik di
dalam maupun keluar rumah sakit serta mengatur pemulangan pasien yang tepat ke rumah.

BAB II
RUANG LINGKUP
A. Pemberian Pelayanan Untuk Semua Pasien
Pelayanan berfokus pasien Adalah asuhan yang menghormati dan responsif terhadap
pilihan, kebutuhan dan nilai-nilai pribadi pasien, serta memastikan bahwa nilai-nilai pasien
menjadi panduan bagi semua keputusan klinis.
Penyediaan pelayanan yang paling sesuai di suatu rumah sakit untuk mendukung dan
merespon setiap kebutuhan pasien yang unik, memerlukan perencanaan dan koordinasi tingkat
tinggi. Ada beberapa aktivitas tertentu yang bersifat dasar bagi pelayanan pasien. Untuk semua
disiplin yang memberikan pelayanan pasien, aktivitas ini termasuk :
a) Perencanaan dan pemberian asuhan kepada setiap/masing-masing pasien;
b)Pemantauan pasien untuk mengetahui hasil asuhan pasien;
c) Modifikasi asuhan pasien bila perlu;
d)Penuntasan asuhan pasien; dan
e) Perencanaan tindak lanjut.
Banyak praktisi kesehatan yaitu ; dokter, perawat, apoteker, nutrisionis, terapis
rehabilitasi, dan praktisi pelayanan kesehatan lain melaksanakan aktivitas tersebut. Masingmasing praktisi pelayanan kesehatan mempunyai peran yang jelas dalam asuhan pasien. Peran
tersebut ditentukan oleh lisensi; kredensial; sertifikat; undang-undang dan peraturan;
ketrampilan (skill) khusus individu, pengetahuan, pengalaman, juga kebijakan rumah sakit atau
uraian tugas. Sebagian pelayanan bisa dilaksanakan oleh pasien, keluarganya, atau pembantu
pelaksana asuhan lainnya yang terlatih.
Konsep dasar Pelayanan berfokus Pasien :
a) Martabat dan rasa hormat.
1) Pemberi pelayanan kesehatan mendengarkan & menghormati pandangan dan pilihan
pasien & keluarga.
2) Pengetahuan, nilai-nilai, kepercayaan, latar belakang kultural pasien & keluarga
dimasukkan dlm perencanaan dan pemberian pelayanan kesehatan
b) Berbagi informasi.
1) Pemberi pelayanan kesehatan mengkomunikasikan dan berbagi informasi secara
lengkap pasien & keluarga.
2) Pasien & keluarga menerima informasi tepat waktu, lengkap, dan akurat
2

c) Partisipasi.
Pasien & keluarga didorong dan didukung utk berpartisipasi dlm asuhan dan pengambilan
keputusan / pilihan mereka
d) Kolaborasi / kerjasama.
Pimpinan pelayanan kesehatan bekerjasama dgn pasien & keluarga dalam pengembangan,
implementasi dan evaluasi kebijakan dan program;
Pasien dengan masalah kesehatan dan kebutuhan pelayanan yang sama berhak mendapat
kualitas asuhan yang sama di rumah sakit. Untuk melaksanakan prinsip kualitas asuhan
yang setingkat, mengharuskan pimpinan merencanakan dan mengkoordinasi pelayanan
pasien. Secara khusus, pelayanan yang diberikan kepada populasi pasien yang sama pada
berbagai unit kerja, dipandu oleh kebijakan dan prosedur yang menghasilkan pelayanan
yang seragam. Sebagai tambahan, pimpinan harus menjamin bahwa rumah sakit
menyediakan tingkat kualitas asuhan yang sama setiap hari dalam seminggu dan pada
setiap shift. Kebijakan dan prosedur tersebut harus sesuai dengan undang-undang dan
peraturan yang berlaku yang membentuk proses pelayanan pasien dan dikembangkan
secara kolaboratif. Asuhan pasien yang seragam terefleksi sebagai berikut dalam:
a. Akses untuk asuhan dan pengobatan, yang memadai, tidak tergantung atas
kemampuan pasien untuk membayar atau sumber pembiayaan.
b. Akses untuk asuhan dan pengobatan, serta yang memadai, yang diberikan oleh
praktisi yang kompeten tidak tergantung atas hari-hari tertentu atau waktu
tertentu.
c. Ketepatan (acuity) mengenali kondisi pasien menentukan alokasi sumber daya
untuk memenuhi kebutuhan pasien.
d. Tingkat asuhan yang diberikan kepada pasien (misalnya pelayanan anestesia)
sama di seluruh rumah sakit.
e. Pasien dengan kebutuhan asuhan keperawatan yang sama menerima asuhan
keperawatan yang setingkat diseluruh rumah sakit.
f. Asuhan pasien yang seragam menghasilkan penggunaan sumber daya yang efisien
dan sehingga mendapatkan evaluasi hasil (outcome) yang sama untuk asuhan di
seluruh rumah sakit.
Semua proses asuhan pasien oleh Profesional Pemberi Asuhan (PPA) harus dicatat
dalam berkas rekam medis pasien secara runtut sesuai dengan perjalanan asuhan yang
dialami pasien di RS, mulai dari Assesmen Awal sampai pada Resume Pulang. Pencatatan
dalam berkas rekam medis mengikuti kaidah Problem Oriented Medical record (POMR)
yaitu dengan pola S (subyektif, keterangan/keluhan pasien), O (objektif, fakta yang
ditemukan pada pasien melalui pemeriksaan fisik dan penunjang), A (analisis, merupakan
kesimpulan/diagnose yang dibuat berdasarkan S dan O) dan P (plan, rencana asuhan yang
akan diterapkan pada pasien).
3

B. Pelayanan Pasien Risiko Tinggi Dan Penyediaan Pelayanan Risiko Tinggi


Pengertian Pelayanan pasien dengan risiko tinggi merupakan pelayanan pasien dengan
peralatan bhd, penyakit menular atau imunosuppressed, peralatan dialysis, peralatan
pengikat atau restraint, dan ketergantungan bantuan.
Kebijakan Rumah sakit memberi pelayanan bagi berbagai variasi pasien dengan
berbagai variasi kebutuhan pelayanan kesehatan. Beberapa pasien yang digolongkan
risiko-tinggi karena umur, kondisi, atau kebutuhan yang bersifat kritis. Anak dan lanjut
usia umumnya dimasukkan dalam kelompok ini karena mereka sering tidak dapat
menyampaikan pendapatnya, tidak mengerti proses asuhan dan tidak dapat ikut memberi
keputusan tentang asuhannya. Demikian pula, pasien yang ketakutan, bingung atau koma
tidak mampu memahami proses asuhan bila asuhan harus diberikan secara cepat dan
efisien
Rumah sakit juga menyediakan berbagai variasi pelayanan, sebagian termasuk yang
berisiko tinggi karena memerlukan peralatan yang kompleks, yang diperlukan untuk
pengobatan penyakit yang mengancam jiwa (pasien dialisis), sifat pengobatan (penggunaan
darah atau produk darah).
Kebijakan dan prosedur merupakan alat yang sangat penting bagi staf untuk
memahami pasien tersebut dan pelayanannya dan memberi respon yang cermat, kompeten
dan dengan cara yang seragam. Pimpinan bertanggung jawab untuk :
1) Mengidentifikasi pasien dan pelayanan yang dianggap berisiko tinggi di rumah
sakit;
2) Menggunakan proses kerjasama (kolaborasi) untuk mengembangkan kebijakan dan
prosedur yang sesuai;
3) Melaksanakan pelatihan staf dalam mengimplementasikan kebijakan dan prosedur.
Pasien dan pelayanan yang diidentifikasikan sebagai kelompok pasien risiko tinggi
dan pelayanan risiko tinggi, apabila ada di dalam rumah sakit maka dimasukkan
dalam daftar prosedur. Rumah sakit dapat pula melakukan identifikasi risiko
sampingan sebagai akibat dari suatu prosedur atau rencana asuhan (contoh,
perlunya pencegahan trombosis vena dalam, ulkus dekubitus dan jatuh). Bila ada
risiko tersebut, maka dapat dicegah dengan cara melakukan pelatihan staf dan
mengembangkan kebijakan dan prosedur yang sesuai.
Yang termasuk pasien risiko tinggi dan pelayanan risiko tinggi:
1)
2)
3)
4)
5)

Pasien gawat darurat


Pelayanan resusitasi di seluruh unit rumah sakit
Pemberian darah dan produk darah.
Pasien yang menggunakan peralatan bantu hidup dasar atau yang koma.
Pasien dengan penyakit menular.
4

6) Pasien dialisis (cuci darah)


7) Penggunaan alat pengekang (restraint) dan pasien yang diberi pengekang /
penghalang.
8) Pasien lanjut usia, mereka yang cacat, anak-anak dan populasi yang berisiko
diperlakukan kasar/ kejam.
9) Pasien yang terapi lain yang berisiko tinggi.
C. Makanan Dan Terapi Nutrisi
Pengertian Nutrisi adalah makanan yang dikonsumsi untuk bertahan hidup, tumbuh,
berkembang dan sebagai sumber energi untuk beraktivitas. Seluruh nutrisi yang
dibutuhkan tubuh terdapat dalam makanan. Terapi nutrisi itu sendiri diperlukan untuk
mengembalikan keseimbangan fungsi tubuh yang terganggu akibat kekurangan nutrisi.
Kebijakan Makanan dan nutrisi yang memadai penting bagi kondisi kesehatan dan
proses pemulihan pasien. Makanan yang sesuai dengan umur pasien, budaya pasien dan
preferensi diet, rencana pelayanan, harus tersedia secara rutin.
Pasien berpartisipasi dalam perencanaan dan seleksi makanan, dan keluarga pasien
dapat, bila sesuai, berpartisipasi dalam menyediakan makanan, konsisten dengan budaya,
agama, dan tradisi dan praktik lain. Berdasarkan asesmen kebutuhan pasien dan rencana
asuhan, DPJP atau pemberi pelayanan lainnya yang kompeten memesan makanan atau
nutrien lain yang sesuai bagi pasien. Bila keluarga pasien atau pihak lain menyediakan
makanan pasien, mereka diberikan edukasi tentang makanan yang dilarang atau kontra
indikasi dengan kebutuhan dan rencana pelayanan, termasuk informasi tentang interaksi
obat dengan makanan. Bila mungkin, pasien ditawarkan berbagai macam makanan yang
konsisten dengan status gizinya. Pada asesmen awal, pasien diperiksa untuk
mengidentifikasi adanya risiko nutrisional. Pasien ini akan dikonsulkan ke nutrisionis
untuk asesmen lebih lanjut. Bila ternyata ada risiko nutrisional, dibuat rencana terapi gizi.
Tingkat kemajuan pasien dimonitor dan dicatat dalam rekam medisnya.
Dokter, perawat dan ahli diet dan kalau perlu keluarga pasien, bekerjasama
merencanakan dan memberikan terapi gizi. Hal yang harus dipenuhi oleh rumah sakit
terkait nutrisi pasien adalah :
1) Makanan atau nutrisi yang sesuai untuk pasien, tersedia secara reguler
2) Sebelum memberi makan pasien, semua pasien rawat inap telah memesan makanan
dan dicatat.
3) Pesanan didasarkan atas status gizi, latar belakang agama dan budaya serta
kebutuhan pasien
4) Ada bermacam variasi pilihan makanan bagi pasien konsisten dengan kondisi dan
pelayanannya
5) Bila keluarga menyediakan makanan, mereka diberikan edukasi tentang
pembatasan diet pasien
5

6)
7)
8)
9)

Makanan disiapkan dengan cara mengurangi risiko kontaminasi dan pembusukan


Makanan disimpan dengan cara mengurangi risiko kontaminasi dan pembusukan
Produk nutrisi enteral disimpan sesuai rekomendasi pabrik
Distribusi makanan dilakukan tepat waktu, dan memenuhi sesuai permintaan
khusus pasien terkait waktu.
10) Praktik penanganan memenuhi peraturan dan perundangan yang berlaku K. Pasien,
termasuk pasien anak dan balita yang pada asesmen berada pada risiko nutrisional,
mendapat terapi gizi.
11) Suatu proses kerjasama dipakai untuk merencanakan, memberikan dan memonitor
terapi gizi.
12) Respon pasien terhadap terapi gizi dimonitor.
13) Respon pasien terhadap terapi gizi dicatat dalam rekam medisnya.
C. Pengelolaan Pelayanan Rasa Nyeri
Pengertian Menurut International Association for the Study of Pain (IASP) ,nyeri
adalah suatu pengalaman sensori, emosional serta kognitif yang tidak menyenangkan
akibat dari kerusakan jaringan aktual maupun potensial yang dapat timbul tanpa adanya
injuri (Ardinata, 2007).
Nyeri post operasi adalah nyeri yang dirasakan akibat dari hasil pembedahan.
Kejadian, intensitas, dan durasi nyeri post operasi berbeda beda.Lokasi pembedahan
mempunyai efek yang sangat penting yang hanya dapat dirasakan oleh pasien. Nyeri
pasca operasi tidak hanya terjadi setelah operasi besar, tetapi juga setelah operasi kecil.
Selain faktor fisiologis, nyeri juga dipengaruhi oleh rasa takut atau kecemasan
mengenai operasi (dimensi afektif), yang dapat meningkatkan persepsi individu
terhadap intensitas nyeri (dimensi sensorik). Meskipun semua pasien post operasi
mengalami sensasi rasa nyeri, ada perbedaan dalam ekspresi atau reaksi nyeri (dimensi
perilaku), latar belakang budaya (dimensi sosiokultural) (Suza, 2007). Individu yang
merasakan nyeri merasa tertekan atau menderita dan mencari upaya untuk
menghilangkan nyeri.
Perawat menggunakan berbagai intervensi untuk menghilangkan nyeri atau
mengembalikan kenyamanan. Perawat tidak dapat melihat atau merasakan nyeri yang
klien rasakan. Nyeri bersifat subjektif, tidak ada dua individu yang mengalami nyeri
yang sama menghasilkan respons atau perasaan yang identik pada seorang individu
(Potter & Perry, 2006).
1) Kebijakan
Klasifikasi Nyeri Nyeri dapat diklasifikasikan berdasarkan tempat, sifat, berat
ringannya nyeri, dan waktu lamanya serangan (Asmadi, 2008).
1. Nyeri berdasarkan tempatnya:
a. Pheriperal pain, yaitu nyeri yang terasa pada permukaan tubuh misalnya
pada kulit, mukosa.
6

b. Deep pain, yaitu nyeri yang terasa pada permukaan tubuh yang lebih
dalam atau pada organ-organ tubuh visceral.
c. Refered pain, yaitu nyeri dalam yang disebabkan karena penyakit
organ/struktur dalam tubuh yang ditransmisikan ke bagian tubuh didaerah
yang berbeda, bukan daerah asal nyeri.
d. Central pain, yaitu nyeri yang terjadi karena perangsangan pada sistem
saraf pusat, spinal cord, batang otak, talamus.
2. Nyeri berdasarkan sifatnya:
a. Incidental pain, yaitu nyeri yang timbul sewaktu-waktu lalu menghilang.
b. Steady pain, yaitu nyeri yang timbul dan menetap serta dirasakan dalam
waktu yang lama.
c. Paroxymal pain, yaitu nyeri yang dirasakan berintensitas tinggi dan kuat
sekali. Nyeri tersebut biasanya menetap 10-15 menit, lalu menghilang,
kemudian timbul lagi. \
3. Nyeri berdasarkan berat ringannya
a. Nyeri ringan, yaitu nyeri dengan intensitas yang rendah
b. Nyeri sedang, yaitu nyeri yang menimbulkan reaksi
c. Nyeri berat, yaitu nyeri dengan intensitas yang tinggi.
4. Nyeri berdasarkan waktu lamanya serangan
a. Nyeri akut, yaitu nyeri yang dirasakan dalam waktu yang singkat dan
berakhir kurang dari enam bulan, sumber dan daerah nyeri diketahui
dengan jelas. B
b. Nyeri kronis, yaitu nyeri yang dirasakan lebih dari enam bulan. Pola nyeri
ada yang nyeri timbul dengan periode yang diselingi interval bebas dari
nyeri lalu nyeri timbul kembali. Adapula pola nyeri kronis yang terusmenerus terasa makin lama semakin meningkat intensitasnya walaupun
telah diberikan pengobatan.
2) Strategi Penatalaksanaan Nyeri Strategi penatalaksanaan nyeri mencakup baik
secara farmakologis maupun secara nonfarmakologis.
Penatalaksanaan nyeri secara farmakologis. Penatalaksanaan nyeri secara
farmakologis yaitu kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgesik dan
anestesi. Analgesik merupakan metode yang umum untuk mengatasi nyeri.
Anestesi lokal dan regional, anestesi lokal adalah suatu keadaan hilangnya
sensasi pada lokalisasi bagian tubuh. Analgesia Epidural adalah suatu anestesia
lokal dan terapi yang efektif untuk menangani nyeri pascaoperasi akut, nyeri
persalian dan melahirkan, dan nyeri kronik, khususnya yang berhubungan
dengan kanker (Potter & Perry, 2006).
Penatalaksanaan nyeri secara nonfarmakologis Metode pereda nyeri
nonfarmakologi biasanya mempunyai resiko yang sangat rendah. Metode ini
diperlukan untuk mempersingkat episode nyeri yang berlangsung hanya beberapa
detik atau menit (Smeltzer & Bare, 2002). Penatalaksanaan nyeri secara
nonfarmakologis untuk mengurangi nyeri terdiri dari beberapa teknik diantaranya
adalah:
7

1. Distraksi.
Distraksi adalah mengalihkan perhatian klien ke hal yang lain dan
dengan demikian menurunkan kewaspadaan terhadap nyeri bahkan
meningkatkan toleransi terhadap nyeri (Potter & Perry, 2006).
2. Relaksasi
Teknik relaksasi adalah tindakan relaksasi otot rangka yang
dipercaya dapat menurunkan nyeri dengan merelaksasikan ketegangan otot
yang mendukung rasa nyeri (Tamsuri, 2007). Teknik relaksasi dapat
dilakukan dengan cara melakukan teknik relaksasi napas. Teknik relaksasi
adalah suatu bentuk tindakan keperawatan yang mana perawat mengajarkan
kepada pasien bagaimana cara melakukan napas dalam untuk mengurangi
nyeri. Pasien dapat memejamkan matanya dan bernapas dengan perlahan
dan nyaman. Irama yang konstan dapat dipertahankan dengan menghitung
dalam hati dan lambat bersama setiap inhalasi (hirup, dua, tiga) dan
ekshalasi (hembuskan, dua, tiga). Pada saat perawat mengajarkan teknik ini,
akan sangat membantu bila menghitung dengan keras bersama pasien pada
awalnya. Ada tiga hal yang utama yang diperlukan dalam relaksasi yaitu
posisi yang tepat, pikiran beristirahat, lingkungan yang tenang. Posisi pasien
diatur senyaman mungkin dengan semua bagian tubuh disokong (misal
bantal menyokong leher), persendian fleksi, dan otot-otot tidak tertarik
(misal tangan dan kaki tidak disilangkan). Untuk menenangkan pikiran
pasien dianjurkan pelan-pelan memandang sekeliling ruangan.Untuk
melestarikan muka, pasien dianjurkan sedikit tersenyum atau membiarkan
geraham bawah kendor (Priharjo, 2002). Menurut Potter & Perry (2006)
efek relaksasi antara lain: Penurunan nadi, tekanan darah, dan pernapasan,
penurunan konsumsi oksigen, penurunan ketegangan otot, peningkatan
kesadaran global, kurang perhatian terhadap stimulus lingkungan, tidak ada
perubahan posisi yang volunteer, perasaan damai dan sejahtera, periode
kewaspadaan yang santai, terjaga, dan dalam
3. Imajinasi terbimbing
Imajinasi terbimbing adalah menggunakan imajinasi seseorang
dalam suatu cara yang dirancang secara khusus untuk mencapai efek positif
tertentu (Smeltzer & Bare, 2002)
4. Hipnosis
Hipnosis efektif dalam meredakan nyeri atau menurunkan jumlah
analgesik yang dibutuhkan pada nyeri akut dan kronis (Smeltzer & Bare,
2002).
D. Pelayanan Pada Tahap Terminal (Akhir Hidup)
Pasien yang menuju akhir hidupnya, dan keluarganya, memerlukan asuhan yang
terfokus akan kebutuhan mereka yang unik. Pasien dalam tahap terminal dapat
8

mengalami gejala yang berhubungan dengan proses penyakit atau terapi kuratif atau
memerlukan bantuan yang berhubungan dengan masalah-masalah psikososial, spiritual
dan budaya yang berkaitan dengan kematian dan proses kematian. Keluarga dan
pemberi pelayanan dapat diberikan kelonggaran dalam melayani anggota keluarga
pasien yang sakit terminal atau membantu meringankan rasa sedih dan kehilangan.
1) Kondisi Terminal adalah suatu kondisi yang disebabkan oleh cedera atau penyakit
dimana terjadi kerusakan organ multiple yang dengan pengetahuan dan teknologi
kesehatan terkini tak mungkin lagi dapat dilakukan perbaikan sehingga akan
menyebabkan kematian dalam rentang waktu yang singkat. Pengaplikasian terapi
untuk memperpanjang/mempertahankan hidup hanya akan berefek dan memperlama
proses penderitaan/sekarat pasien.
2) Pasien Tahap Terminal adalah pasien dengan kondisi terminal yang makin lama
makin memburuk
3) Pasien adalah penerima jasa pelayanan kesehatan di rumah sakit baik dalam keadaan
sehat maupun sakit.
4) Mati Klinis adalah henti nafas (tidak ada gerak nafas spontan) ditambah henti
sirkulasi (jantung) total dengan semua aktivitas otak terhenti, tetapi tidak ireversibel.
5) Mati Biologis adalah proses mati/ rusaknya semua jaringan, dimulai dengan neuron
otak yang menjadi nekrotik setelah kira-kira 1 jam tanpa sirkulasi, diikuti oleh
jantung, ginjal, paru dan hati yang menjadi nekrotik selama beberapa jam atau hari.
6) Mati Batang Otak adalah keadaan dimana terjadi kerusakan seluruh
isisaraf/neuronal intrakranial yang tidak dapat pulih termasuk batang otak dan
serebelum.
7) Alat Bantu Napas (Ventilator )adalah alat yang digunakan untuk membantu sebagian
atau seluruh proses ventilasi untuk mempertahankan oksigenasi.
8) Witholding life support adalah penundaan bantuan hidup
9) Withdrowing life support adalah penghentian bantuan hidup
10) Mengelola Akhir Kehidupan (End of Life) adalah pelayanan tindakan penghentian
bantuan hidup (Withdrowinglife support) atau penundaan bantuan hidup
(Witholding life support).
11) Informed Consent dalam profesi kedokteran adalah pernyataan setuju(consent) atau
ijin dari seseorang (pasien) yang diberikan secara bebas,rasional, tanpa paksaan
(voluntary) terhadap tindakan kedokteran yang akan dilakukan terhadapnya sesudah
mendapatkan informasi yang cukup(informed) tentang kedokteran yang dimaksud.
12) Donasi Organ adalah tindakan memberikan organ tubuh dari donor kepada resipien
13) Perawatan Paliatif adalah upaya medik untuk meningkatkan atau mepertahankan
kualitas hidup pasien dalam kondisi terminal
Pasien yang dalam proses kematian mempunyai kebutuhan khusus untuk dilayani
dengan penuh hormat dan kasih. Untuk mencapai ini semua staf harus sadar akan
uniknya kebutuhan pasien dalam keadaan akhir kehidupannya. Perhatian terhadap
kenyamanan dan martabat pasien mengarahkan semua aspek asuhan slama stadium
akhir hidup. Asuhan akhir kehidupan yang diberikan rumah sakit termasuk :
9

1) Pemberian pengobatan yang sesuai dengan gejala dan keinginan pasien dan
keluarga
2) Menyampaikan isu yang sensitive seperti autopsy dan donasi organ
3) Menghormati nilai yang dianut pasien, agama dan preferensi budaya
4) Mengikutsertakan pasien dan keluarganya dalam semua aspek pelayanan
5) Memberikan respon pada masalah - masalah psikologis, emosional, spiritual dan
budaya dari asien dan keluarganya. Untuk mencapai tujuan ini semua staf harus
menyadari akan kebutuhan pasien yang unik pada akhir hidupnya

E. Rencana Pemulangan (discharge planning)


Asesmen awal termasuk menentukan kebutuhan rencana pemulangan pasien
(discharge) Kontinuitas pelayanan mempersyaratkan persiapan dan pertimbangan
khusus untuk beberapa pasien tertentu seperti rencana pemulangan pasien. Rumah sakit
mengembangkan mekanisme seperti daftar kriteria untuk mengidentifikasi pasien, yang
rencana pemulangannya kritis, antara lain karena umur, kesulitan mobilitas /gerak,
kebutuhan pelayanan medis dan keperawatan berkelanjutan atau bantuan dalam aktivitas
hidup sehari-hari. Karena perencanaan proses pemulangan pasien dapat membutuhkan
waktu agak lama, maka proses asesmen dan perencanaan dapat dimulai segera setelah
pasien diterima sebagai pasien rawat inap.

F. Pelayanan Yang Seragam bagi Semua Pasien


Pasien dengan masalah kesehatan dan kebutuhan pelayanan yang sama berhak
mendapat kualitas asuhan yang sama di rumah sakit. Untuk melaksanakan prinsip
kualitas asuhan yang setingkat mengharuskan pimpinan merencanakan dan
mengkoordinasi pelayanan pasien. Secara khusus, pelayanan yang diberikan kepada
populasi pasien yang sama pada berbagai unit kerja, dipandu oleh kebijakan dan
prosedur yang menghasilkan pelayanan yang seragam. Sebagai tambahan, pimpinan
harus menjamin bahwa rumah sakit menyediakan tingkat kualitas asuhan yang sama
setiap hari dalam seminggu dan pada setiap shift. Kebijakan dan prosedur tersebut harus
sesuai dengan undang-undang dan peraturan yang berlaku yang membentuk proses
pelayanan pasien dan dikembangkan secara kolaboratif. Asuhan pasien yang seragam
terefleksi sebagai berikut dalam :
a) Akses untuk asuhan dan pengobatan, yang memadai, tidak tergantung atas
kemampuan pasien untuk membayar atau sumber pembiayaan.
b) Akses untuk asuhan dan pengobatan, serta yang memadai, yang diberikan oleh
praktisi yang kompeten tidak tergantung atas hari-hari tertentu atau waktu
tertentu.
c) Ketepatan (acuity) mengenali kondisi pasien menentukan alokasi sumber daya
untuk memenuhi kebutuhan pasien.
d) Tingkat asuhan yang diberikan kepada pasien (misalnya pelayanan anestesia)
sama di seluruh rumah sakit.
e) Pasien dengan kebutuhan asuhan keperawatan yang sama menerima asuhan
keperawatan yang setingkat diseluruh rumah sakit.
10

f) Asuhan pasien yang seragam menghasilkan penggunaan sumber daya yang


efisien dan sehingga mendapatkan evaluasi hasil (outcome) yang sama untuk
asuhan di seluruh rumah sakit.
G. Catatan Perkembangan Terintegrasi (Integrated Progress Note)
Adalah lembar pada berkas rekam medis pasien dimana semua kondisi dan
perkembangan penyakit pasien serta tindakan yang dialami pasien dicatat. Rumah sakit
menetapkan bahwa mereka yang diizinkan memberikan perintah / order menuliskan
perintah ini dalam rekam medis pasien di lokasi yang seragam, dan lokasi itu adalah
pada lembat Catatan Perkembangan Pasien Terintegrasi (CPPT).
Aktivitas asuhan pasien termasuk pemberian perintah, (misalnya, untuk pemeriksaan
laboratorium, pemberian obat, pelayanan keperawatan dan terapi nutrisi). Prosedur
diagnostik, operasi dan prosedur lain diperintahkan oleh mereka yang kompeten untuk
hal tersebut. Perintah ini harus mudah diakses untuk dapat dilaksanakan tepat waktu.
Penempatan perintah pada suatu lembar umum atau lokasi yang seragam di rekam medis
pasien membantu terlaksananya perintah. Perintah tertulis membantu staf untuk mengerti
kekhususan perintah, kapan harus dilaksanakan dan siapa yang harus melaksanakan.
Perintah dapat ditulis pada suatu lembar perintah yang kemudian dimasukkan ke rekam
medis pasien secara periodik atau pada waktu pemulangan pasien.
Setiap rumah sakit memutuskan :
a) Perintah mana yang harus tertulis daripada lisan;
b) Permintaan pemeriksaan diagnostik imajing dan pemeriksaan laboratorium
klinik termasuk indikasi klinis/ rasional;
c) Tiap pengecualian di pelayanan khusus seperti IGD dan Unit Pelayanan
Intesif;
d) Siapa yang diizinkan menuliskan perintah;
e) Dilokasi mana perintah tersebut dicatat dalam rekam medis pasien.
Jadi semua para PPA (dokter,perawat,nutrisionis, farmasis, fisioterapis dll) akan
mencatatkan semua perkembangan pasien yang dievaluasinya pada lembar yang sama
yaitu CPPT, dengan ciri penulisan dan identitas masing masing.

H. Pemberian Informasi dan Edukasi pada Pasien dan Keluarga


Peraturan mengharuskan bahwa pasien dan keluarga diberi tahu tentang hasil asuhan
termasuk kejadian tidak diharapkan. Serta rumah sakit menyediakan pendidikan/edukasi
untuk menunjang partisipasi pasien dan keluarga dalam pengambilan keputusan dan
proses pelayanan.
Asuhan dan proses pengobatan merupakan siklus berkelanjutan dari asesmen dan
asesmen ulang, perencanaan dan pemberian asuhan, dan asesmen hasil. Pasien dan
keluarga diberitahukan tentang hasil dari proses asesmen, tentang perencanaan asuhan
dan pengobatan dan diikutsertakan dalam pengambilan keputusan. Jadi untuk
melengkapi siklus informasi dengan pasien, mereka perlu diberitahu tentang hasil asuhan
dan pengobatan, termasuk informasi tentang hasil asuhan yang tidak diharapkan.

11

Rumah sakit mendidik pasien dan keluarganya, sehingga mereka mendapat pengetahuan
dan ketrampilan untuk berpartisipasi dalam proses dan pengambilan keputusan asuhan
pasien. Setiap rumah sakit mengembangkan/memasukkan pendidikan ke dalam proses
asuhan berbasis misi, jenis pelayanan yang diberikan dan populasi pasien. Pendidikan
direncanakan untuk menjamin bahwa setiap pasien diberikan pendidikan sesuai
kebutuhannya. Rumah sakit menetapkan bagaimana mengorganisasikan sumber daya
pendidikan secara efektif dan efisien. Oleh karena itu, rumah sakit perlu menetapkan
koordinator pendidikan atau komite pendidikan, menciptakan pelayanan pendidikan,
mengatur penugasan seluruh staf yang memberikan pendidikan secara terkoordinasi.
Semua kegiatan pemberian informasi dan edukasi kepada pasien dan keluarganya,
haruslah tercatat dalam berkas medis pasien. Oleh karenanya rumah sakit akan
menyediakn lembar khusus dalam berkas rekam medis untuk mencatat kegiatan ini.
Asuhan pasien di akhir kehidupan yang diberikan rumah sakit :
a) pemberian pengobatan yang sesuai dengan gejala dan keinginan pasien
dan keluarga;
b) menyampaikan isu yang sensitif seperti autopsi dan donasi organ;
c) menghormati nilai yang dianut pasien, agama dan preferensi budaya;
d) mengikutsertakan pasien dan keluarganya dalam semua aspek pelayanan;
e) memberi respon pada masalah-masalah psikologis, emosional, spiritual
dan budaya dari pasien dan keluarganya.
Untuk mencapai tujuan ini semua staf harus menyadari akan kebutuhan pasien yang unik
pada akhir hidupny. Rumah sakit mengevaluasi mutu asuhan akhir-kehidupan,
berdasarkan evaluasi (serta persepsi) keluarga dan staf, terhadap asuhan yang diberikan.
Rumah sakit perlu mengupayakan :
1. Semua staf harus diupayakan memahami kebutuhan pasien yang unik menjelang akhir
kehidupan.
2. Asuhan akhir kehidupan oleh rumah sakit mengutamakan kebutuhan pasien
menjelang akhir kehidupan dengan memperhatikan, sedikitnya termasuk elemen a)
s/d e) tersebut diatas.
3. Kualitas asuhan akhir kehidupan dievaluasi oleh staf dan keluarga pasien.
I. Tindakan Sedasi, Anestesi dan Pembedahan pada Pasien
Sedasi :
Sedasi baik sedasi yang moderat maupun dalam, menghadapkan risiko kepada pasien,
karenanya perlu dilengkapi dengan definisi, kebijakan serta prosedur yang jelas.
Derajat sedasi terjadi dalam suatu kontinuum, seorang pasien dapat bergerak dari satu
derajat tertentu menuju derajat yang lain, berdasarkan medikasi yang diberikan, rute dan
dosisnya. Pertimbangan penting mencakup kemampuan pasien untuk mempertahankan
refleks protektif; saluran pernafasan yang paten-independen-berkesinambungan; dan
mampu berespon terhadap stimulasi fisik atau instruksi lisan.
Kebijakan dan prosedur sedasi adalah sebagai berikut :
a) penyusunan rencana termasuk identifikasi perbedaan antara populasi dewasa dan anak
atau pertimbangan khusus lainnya;
12

b) dokumentasi yang diperlukan tim pelayanan untuk dapat bekerja dan berkomunikasi
secara efektif;
c) persyaratan persetujuan (consent) khusus, bila diperlukan;
d) frekuensi dan jenis monitoring pasien yang diperlukan;
e) kualifikasi atau ketrampilan khusus para staf yang terlibat dalam proses sedasi; dan
f) ketersediaan dan penggunaan peralatan spesialistik.
Hal yang juga penting adalah kualifikasi petugas yang terlibat dengan kegiatan sedasi
(para dokter, dokter gigi dan perawat anestesi) yang bertanggung jawab atas pasien yang
menerima sedasi moderat maupun dalam harus kompeten dalam :
g)
h)
i)
j)
k)

teknik berbagai modus sedasi;


monitoring yang tepat;
respons terhadap komplikasi;
penggunaan zat-zat reversal; dan
sekurang-kurangnya bantuan hidup dasar.

Petugas yang kompeten bertanggung jawab melakukan asesmen prasedasi terhadap


pasien untuk memastikan bahwa perencanaan sedasi dan tingkatannya adalah tepat dan
aman bagi pasien. Sebagai tambahan, seorang petugas yang kompeten lain dibutuhkan
untuk bertanggung jawab atas pelaksanaan monitoring berkesinambungan atas parameter
fisiologis pasien, dan membantu tindakan suportif atau resusitasi. Kualifikasi petugas
yang melaksanakan monitoring, dan monitoring peralatan serta suplai nya adalah sama
seperti pada pemberian sedasi di unit/tempat yang lain di rumah sakit, misalnya dalam
kamar operasi dan dalam klinik rawat jalan (perawat anestesi). Sehingga terpelihara
tingkatan mutu pelayanan yang sama.
Anestesi :
Seluruh pelayanan anestesi di rumah sakit dikelola oleh dokter spesialis anestesi.
Pelayanan anestesi direncanakan secara seksama dan didokumentasikan dalam catatan
anestesi. Perencanaan mempertimbangkan informasi dari asesmen pasien dan
mengidentifikasi anestesi yang akan digunakan, termasuk metode pemberiannya,
pemberian medikasi dan cairan lain, serta prosedur monitoring dalam mengantisipasi
pelayanan pasca anestesi.
Berhubung anestesi membawa risiko tinggi, maka pemberiannya harus direncanakan
dengan seksama. Asesmen pra anestesi pasien merupakan basis untuk perencanaan
tersebut dan untuk penggunaan analgesia pasca operatif. Asesmen pra anestesi
memberikan informasi yang diperlukan bagi :
a) Pemilihan pelayanan anestesi dan merencanakan anestesi;
b) Pemberian layanan anestesi yang aman dan tepat; dan
c) Penafsiran temuan pada monitoring pasien.
Seorang dokter spesialis anestesi atau petugas lain yang kompeten (perawat anestesi)
menjalankan asesmen pra anestesi.
13

Proses perencanaan anestesi mencakup mengedukasi pasien, keluarganya, atau pembuat


keputusan atas risiko, manfaat dan alternatif yang berhubungan dengan perencanaan
anestesia dan analgesia pasca operatif. Diskusi ini terjadi sebagai bagian dari proses
untuk memperoleh persetujuan anestesi (termasuk sedasi moderat dan dalam)
sebagaimana disyaratkan dalam hak hak pasien (informed consent). Seorang
anestesiolog atau petugas yang kompeten (perawat anestesi) memberikan edukasi ini .
Proses asesmen pra anestesi dijalankan beberapa waktu sebelum rawat inap atau sebelum
tindakan pembedahan atau sesaat sebelum operasi (khusus pada pasien emergensi atau
obstetri)
Sedangkan asesmen pra induksi terpisah dari asesmen pra anestesi, karena fokusnya
pada stabilitas fisiologis dan kesiapan pasien untuk anestesi dan terjadi sesaat sebelum
induksi anestesi.
Bila tindakan anestesi harus dilakukan secara darurat, asesmen pra anestesi dan asesmen
pra induksi dapat segera dilaksanakan secara berurutan atau secara serempak, tetapi
masing-masing didokumentasikan sendiri.
Jadi pada pasien yang akan dilakukan tindakan anestesi harus dilakukan :
a) Asesmen pra anestesi dikerjakan pada setiap pasien.
b) Asesmen pra induksi dilaksanakan untuk re-evaluasi pasien segera sebelum
induksi anestesi, sesaat sebelum diberikan induksi anestesi
c) Kedua asesmen dikerjakan oleh staf yang kompeten untuk melakukannya
d) Kedua asesmen didokumentasikan dalam rekam medis
Monitoring selama tindakan Anestesi
Selama pemberian anestesi, status fisiologis setiap pasien terus menerus dimonitor dan
dituliskan dalam rekam medis pasien
Monitoring fisiologis memberikan informasi yang dapat diandalkan tentang status pasien
selama pemberian anestesi (umum, spinal dan regional) dan periode pemulihan. Metode
monitoring tergantung pada status pra anestesi pasien, anestesi yang dipilih dan
kompleksitas dari pembedahan atau prosedur lain yang dikerjakan selama anestesi.
Namun demikian, dalam semua kasus, proses monitoring dilakukan terus menerus dan
hasilnya dituliskan ke dalam rekam medis pasien.
Masa Pemulihan pasca Anestesi
Setiap pasien pasca anestesi dimonitor dan didokumentasikan dan pasien dipindahkan
dari ruang pemulihan oleh staf yang kompeten atau dengan menggunakan kriteria baku.
Monitoring selama anestesi adalah dasar dari monitoring selama periode pemulihan
pasca anestesi. Pengumpulan data secara sistematik dan analisis data yang berlangsung
terhadap kondisi pasien yang dalam pemulihan, mendukung keputusan untuk
memindahkan pasien ke setting pelayanan lain dengan pelayanan yang kurang intensif.
Pencatatan data monitoring merupakan dokumentasi untuk mendukung keputusan dokter
spesialis anestesi untuk memindahkan pasien.

14

J. Tindakan Pembedahan
Karena pembedahan membawa risiko dengan tingkatan yang tinggi, maka
penggunaannya haruslah direncanakan secara seksama. Asesmen pasien adalah dasar
untuk memilih prosedur pembedahan yang tepat. Asesmen memberikan informasi
penting terhadap :
a) Pemilihan prosedur yang tepat dan waktu yang optimal;
b) Melaksanakan prosedur secara aman;
c) Menginterpretasi temuan dalam monitoring pasien
Pemilihan prosedur tergantung pada riwayat pasien, status fisik, dan data diagnostik
termasuk risiko dan manfaat prosedur bagi pasien. Pemilihan prosedur
mempertimbangkan informasi dari asesmen saat masuk rawat inap, tes diagnostik, dan
sumber lain yang tersedia. Proses asesmen dijalankan dalam kerangka waktu
dipersingkat bilamana pasien secara darurat membutuhkan pembedahan.
Asuhan bedah yang direncanakan bagi pasien didokumentasikan dalam status pasien,
termasuk diagnosis pra operatif. Nama dari prosedur bedah saja tidak bisa untuk
menegakkan suatu diagnosis.
Persetujuan Tindakan (Informed Consent)
Manfaat, risiko, dan alternatif didiskusikan dengan pasien dan keluarganya atau orang
yang berwenang membuat keputusan bagi pasien.
Pasien dan keluarganya atau para pembuat keputusan menerima informasi yang adekuat
untuk berpartisipasi dalam keputusan pemberian asuhan dan memberikan persetujuan
(informed consent) yang diperlukan dalam pemenuhan hak pasien. Informasi
termasuk :
a)
b)
c)
d)

Risiko dari prosedur yang direncanakan;


Manfaat prosedur yang direncanakan;
Komplikasi yang potensial terjadi; dan
Alternatif tindakan bedah dan nonbedah yang tersedia untuk mengobati
pasien.
Sebagai tambahan, bila darah atau produk darah mungkin dibutuhkan, informasi tentang
risiko dan alternatif didiskusikan. Dokter bedah yang bersangkutan atau petugas yang
kompeten lain memberikan informasi ini.
Laporan Operasi
Pada setiap pasien yang dioperasi ada laporan operasi yang berisi catatan operasi dalam
rekam medis pasien untuk keperluan pelayanan berkesinambungan.
Pelayanan pasca bedah tergantung pada kejadian dan temuan dalam tindakan bedah.
Jadi, status pasien termasuk diagnosis pasca bedah, deskripsi dari prosedur bedah dan
temuan-temuan (termasuk spesimen bedah yang dikirim untuk pemeriksaan) dan nama
ahli bedah dan asisten bedah. Guna mendukung suatu kontinuum dari pelayanan
suportif pasca bedah, catatan laporan operasi tersedia sebelum pasien meninggalkan
ruang pulih pasca anestesi.

15

Sebelum pasien meninggalkan lokasi pemulihan pasca anestesi, suatu catatan singkat
tindakan bedah bisa digunakan sebagai pengganti laporan tertulis tindakan bedah.
Laporan tertulis tindakan bedah atau catatan singkat operasi tersebut minimum
memuat :
a)
b)
c)
d)
e)

diagnosa pasca operasi;


nama dokter bedah dan asisten-asisten;
nama prosedur;
spesimen bedah untuk pemeriksaan;
catatan spesifik komplikasi atau tidak adanya komplikasi selama operasi,
termasuk jumlah kehilangan darah; dan
f) tanggal, waktu, dan tandatangan dokter yang bertanggung jawab.
Penatalaksanaan Pasca bedah
Pada setiap pasien yang dilakukan pembedahan, asuhan pasien pasca pembedahan
direncanakan dan didokumentasikan
Asuhan medis dan perawatan pasca bedah setiap pasien perlu dibedakan. Oleh
karenanya, penting untuk merencanakan asuhan tersebut, termasuk tingkatan asuhan,
serta tempat (setting) asuhan, pemantauan tindak lanjut atau pengobatan dan kebutuhan
obat. Perencanaan asuhan pasca bedah dapat dimulai sebelum pembedahan berdasarkan
asesmen kondisi dan kebutuhan pasien. Asuhan yang direncanakan didokumentasikan
dalam status pasien untuk memastikan kelanjutan pelayanan selama periode pemulihan
atau rehabilitasi.

K. Pelayanan Obat untuk Pasien di RS


Rumah sakit mengidentifikasi petugas yang kompeten yang diijinkan untuk menuliskan
resep atau memesan obat-obatan.
Seleksi obat untuk mengobati pasien membutuhkan pengetahuan dan pengalaman yang
spesifik. Setiap rumah sakit bertanggung jawab untuk mengidentifikasi petugas yang
berpengetahuan dan berpengalaman yang disyaratkan dan yang juga diijinkan dengan
lisensi, sertifikasi, hukum, atau peraturan untuk menuliskan resep atau memesan obatobatan. Suatu rumah sakit dapat menentukan batas-batas untuk penulisan resep maupun
pemesanan oleh perseorangan, misalnya untuk bahan yang dikendalikan, bahan-bahan
kemoterapi, atau radioaktif serta obat investigatif. Petugas-petugas yang diperkenankan
untuk penulisan resep dan pemesanan obat dikenal oleh bagian pelayanan farmasi atau
orang-orang lain yang mengeluarkan obat. Dalam situasi emergensi, rumah sakit
mengidentifikasi setiap petugas tambahan yang diijinkan untuk penulisan resep atau
pemesanan obat.
Hal yang harus dipatuhi terkait obat :
1. Hanya orang yang diijinkan oleh rumah sakit dan peraturan perundangan yang dapat
menuliskan resep atau memesan obat

16

2. Ada proses untuk menetapkan batas bagi petugas, bila perlu, untuk praktek penulisan
resep atau pemesanan obat.
3. Petugas-petugas yang diijinkan untuk menuliskan resep dan memesan obat dikenal
oleh unit pelayanan farmasi atau orang lain yang mengeluarkan obat-obat
Pendokumentasian obat
Obat-obatan yang diresepkan dan diberikan dicatat dalam rekam medis pasien
Pencatatan setiap pasien yang menerima obat, rekam medisnya berisi daftar obat yang
diresepkan atau dipesan untuk pasien beserta dosis dan berapa kali obat diberikan.
Termasuk pula obat yang diberikan bila perlu. Bila informasi ini dicatat pada lembaran
obat yang terpisah, maka lembaran tersebut diselipkan dalam rekam medis pasien saat
dipulangkan atau dipindahkan.
Rumah sakit menyalurkan obat melalui pengisian formulir yang paling sederhana untuk
memperkecil kemungkinan terjadinya kesalahan dalam pendistribusian dan pemberian.
Ketika suatu obat dikeluarkan dari kemasannya yang asli atau disiapkan dan disalurkan
dalam bentuk / wadah (container) yang berbeda dan tidak segera diberikan obat
harus diberi label dengan nama obat, dosis/konsentrasi obat, tanggal penyiapan dan
tanggal kadaluwarsa. Farmasi sentral dan titik distribusi obat yang lain di seluruh rumah
sakit menggunakan sistem yang sama. Sistem menunjang pengeluaran obat secara akurat
dan tepat waktu.
Dalam kaitan ini maka rumah sakit harus menetapkan sistem yang baku berupa :

a) Ada sistem yang seragam di rumah sakit dalam penyaluran dan pendistribusian
obat
b) Setelah disiapkan, obat diberi label secara tepat, dengan nama obat, dosis/
konsentrasi, tanggal penyiapan, tanggal kadaluwarsa, dan nama pasien
c) Obat disalurkan dengan bentuk yang-paling-siap-diberikan
d) Sistem mendukung penyaluran obat secara akurat
e) Sistem mendukung penyaluran obat tepat waktu
Siapa yang berhak memberikan obat
Pemberian obat untuk mengobati seorang pasien membutuhkan pengetahuan dan
pengalaman yang spesifik.
Setiap rumah sakit bertanggung jawab untuk
mengidentifikasi petugas dengan pengetahuan dan pengalaman sesuai persyaratan dan
yang juga diijinkan berdasarkan lisensi, sertifikasi, undang-undang atau peraturan untuk
pemberian obat. Suatu rumah sakit bisa membuat batasan bagi petugas dalam pemberian
obat, seperti bahan yang diawasi atau radioaktif dan obat investigatif. Dalam situasi
emergensi, rumah sakit mengidentifikasi setiap petugas tambahan yang diijinkan untuk
memberikan obat.
Apa yang harus dilakukan rumah sakit adalah :
17

a) Rumah sakit mengidentifikasi petugas, melalui uraian jabatannya atau proses


pemberian kewenangan, mendapatkan otorisasi untuk memberikan obat
b) Hanya mereka yang mempunyai ijin dari rumah sakit dan pemberi lisensi yang
terkait, undang-undang dan peraturan bisa memberikan obat
c) Ada proses untuk menetapkan batasan, bila perlu, terhadap pemberian obat oleh
petugas
Obat yang dibawa pasien dari rumah
Kebijakan dan prosedur mengatur obat yang dibawa ke dalam rumah sakit oleh pasien
yang menggunakan obat sendiri (self-administration).
Mengawasi penggunaan obat di rumah sakit memerlukan suatu pemahaman terhadap
sumber dan penggunaan obat yang tidak diresepkan atau dipesan di rumah sakit. Obat
yang dibawa ke dalam rumah sakit oleh pasien atau keluarganya harus diketahui oleh
DPJP dan dicatat di rekam medis pasien. Penggunaan obat tersebut dikendalikan oleh
staf rumah sakit.
Monitoring efek obat dan efek samping obat
Pasien, dokter, perawat dan praktisi pelayanan kesehatan lainnya bekerja bersama untuk
memantau pasien yang mendapat obat. Tujuan monitoring adalah untuk mengevaluasi
efek pengobatan terhadap gejala pasien atau penyakitnya, demikian juga hitung leukosit,
erytrosit, fungsi ginjal, fungsi hati dan monitoring lain untuk obat yang selektif, dan
untuk mengevaluasi pasien terhadap KTD. Berdasarkan monitoring, dosis atau jenis
obat dapat disesuaikan, bila perlu. Monitoring demikian dimaksudkan untuk
mengidentifikasi respons terapetik yang diantisipasi maupun reaksi alergik, interaksi
obat yang tidak diantisipasi, adanya perubahan dalam keseimbangan pasien yang akan
meningkatkan risiko jatuh dan lain-lain.
Memonitor efek obat termasuk mengobservasi dan mendokumentasikan setiap KTD.
Rumah sakit mempunyai kebijakan yang mengidentifikasi semua KTD yang harus
dicatat dan yang harus dilaporkan. Rumah sakit membangun suatu mekanisme pelaporan
dari KTD bila perlu dan kerangka waktu untuk pelaporan.
Hal yang perlu diperhatikan :
a) Efek pengobatan terhadap pasien dimonitor, termasuk efek yang tidak diharapkan
(adverse effect).
b) Proses monitoring dilakukan secara kolaboratif
c) Rumah sakit mempunyai kebijakan yang mengidentifikasi efek yang tidak
diharapkan yang harus dicatat dalam status pasien dan yang harus dilaporkan ke
rumah sakit.

18

BAB III
TATA LAKSANA
A. Aspek keperawatan
a. Assesmen Keperawatan
Perawat dapat berbagi penderitaan pasien menjelang ajal dan mengintervensi dengan
melakukan assesmen yang tepat sebagai berikut :
i. Asesmen tingkat pemahaman pasien dan keluarga a) Closed awareness : pasien dan
atau keluarga percaya bahwa pasien akan segera sembuh. b) Mutual pretense :
keluarga mengetahui kondisi terminal pasien dan tidak membicarakannya lagi, kadang
- kadang keluarga menghindari percakapan tentang kematian demi menghindarkan
dari tekanan. c) Open awareness : keluarga telah mengetahui tentang proses kematian
dan tidak merasa keberatan untuk mempebincangkannya walaupun terasa sulit dan
sakit. Kesadaran ini membuat keluarga mendapatkan kesempatan untuk
menyelesaikan masalah - masalah, bahkan dapat berpartisipasi dalam merencanakan
19

pemakaman. Pada tahapan ini, perawat atau dokter dapat menyampaikan isu yang
sensitive bagi keluarga seperti autopsi atau donasi organ.
ii. Assesmen factor fisik pasien Pada kondisi terminal atau menjelang ajal pasien
dihadapkan pada berbagai masalah menurunya fisik, perawat harus mampu mengenali
perubahan fisik yang terjadi pada pasien terminal meliputi :
1. Pernafasan (breath)
a. Apakah teratur atau tidak teratur.
b. Apakah ada suara napas tambahan seperti ronki, wheezing, stridor, crackles,
dll.
c. Apakah terjadi sesak nafas.
d. Apakah ada batuk , bila ada apakah produktif atau tidak.
e. Apakah ada sputum, bila ada bagaimana jumlah warna, bau, dan jenisnya.
f. Apakah memakai ventilasi mekanik (ventilator) atau tidak
2. Kardio varkuler (blood)
Bagaimana irama jantung, apakah regular atau ireguler. Bagaimana akral,
apakah hangat, kering, merah, dingin, basah dan pucat. Bagaimana pulsasi, apakah
sangat kuat, kuat teraba, lemah teraba, hilang timbul atau tidak teraba. Apakah ada
perdarahan atau tidak, bila ada dimana lokasinya. Apakah ada CVC atau tidak, bila
ada berapa ukurannya dalam Cm H2O. Berapa tensi dan MAP dalam ukuran
mmHg.
3. Persyarafan (brain)
a. Bagaimana ukuran GCS dan total untuk mata, verbal, motoric dan kesadaran
pasien.
b. Berapa ukuran ICP dalam Cm H2O.
c. Apakah ada tanda TIK seperti nyeri kepala atau muntah proyektil.
d. Bagaimana konjungtiva, apakah anemia atau kemerahan.
e. Perkemihan (blader)
f. Musculoskeletal / Intergumen
Bagaimana kemampuan pergerakan sendi, bebas, atau terbatas. Bagaimana
warna kulit, apakah ikterus, sianotik, kemerahan pucat atau hiperpigmentasi .
Apakah ada odema atau tidak, bila ada dimana lokasinya. Apakah ada
dekubitus atau tidak, bila ada dimana lokasinya. Apakah ada luka atau tidak
bila ada dimana lokasinya dan apajenis lukanya. Apakah ada kontraktur atau
tidak, bila ada dimana lokasinya.
iii. Assesmen tingkat nyeri
Pasien Lakukan asesmen rasa nyeri pasien.Bila nyeri sangat mengganggu,
makasegera lakukan menajemen nyeri yang memadai.
iv. Assesmen faktor kulturpsikososial
1. Tahap Denial: Asesmen pengetahuan pasien, kecemasan pasien danpenerimaan
pasien terhadap penyakit, pengobatan dan hasilnya.
2. Tahap Anger: pasien menyalahkan semua orang, emosi tidakterkendali, komunikasi
ada dan tiada, orientasi pada diri sendiri.
3. Tahapan Bargaining: pasien mulai menerima keadaan dan berusahauntuk mengulur
waktu, rasa marah sudah berkurang.
20

4. Tahapan Depresi: Asesmen potensial bunuh diri, gunakan kalimatterbuka untuk


mendapatkan data dari pasien.
5. Tahapan Acceptance:Asesmen keinginan pasien untuk istirahat/menyendiri.
v. Assessment faktor spiritual
Asesmen kebutuhan pasien akan bimbingan rohani atau seseorang yang dapat
membantu kebutuhan spiritualnya, biasanya pada saat pasien sedang berada di tahapan
bargaining.
B. Aspek medis
a. Intervensi Medis Ketika pasien mengalami cedera berat atau sakit yang serius,maka
beberapa intervensi medis dapat memperpanjang hidup pasien, sebagai berikut:
i. Tindakan Resusitasi Jantung Paru Otak (RJPO) Pemberian bantuan hidup dasar dan
lanjut kepada pasien yang mengalami henti napas atau henti jantung. RJPO
diindikasikan untuk pasien yang tidak bernapas dan tidak menunjukan tanda - tanda
sirkulasi, dan tanpa instruksi DNR di rekam medisnya.
ii. Pemakaian Alat Ventilasi Mekanik (Ventilator) Pemakaian ventilator,ditujukan untuk
keadaan tertentu karena penyakityang berpotensi atau menyebabkan gagal napas.
iii. Pemberian Nutrisi a) Feeding Tube, Seringkali pasien sakit terminal tidak bisa
mendapatkan makanan lewat mulut langsung, sehingga perlu dilakuan pemasangan
feeding tube untuk memenuhi nutrisi pasien tersebut. b) Parenteral Nutrition, adalah
sebuah upaya untuk mengirim nutrisi secara langsung ke dalam pembuluh darah, yang
berguna untuk menjaga kebutuhan nutrisi pasien
iv. Tindakan Dialisis indakan dialysis diberikan pada pasien terminal yang mengalami
penurunan fungsi ginjal, baik yang akut maupun yang Kronik dengan LFG < 15
mL/menit. Pada keadaan ini fungsi ginjal sudah sangat menurun sehingga terjadi
akumulasi toksin dalam tubuh yang disebut sebagai uremia.
v. Pemberian Antibiotik Pasien terminal, memiliki risiko infeksi berat 5-10 kali lebih
tinggi dibandingkan pasien lainnya. Infeksi berat ini paling sering ditemukan pada
saluran pernapasan, salurankemih,peredaran darah, atau daerah trauma/operasi.
Infeksi tersebut menyebabkan peningkatan morbiditas dan mortalitas, pemanjangan
masa perawatan, dan pembengkakan biaya perawatan. Penyebab meningkatnya risiko
infeksi ini bersifat multifaktorial,meliputi penurunan fungsi imun, gangguan fungsi
barrier usus,penggunaan antibiotik spektrum luas, katekolamin, penggunaan preparat
darah, atau dari alat kesehatan yang digunakan (seperti ventilator).

21

BAB IV
DOKUMENTASI

1
2

Kebijakan yang mendasari pelayanan seragam:


a Kebijakan pelayanan umum RSUD Cilacap
Form-form yang digunakan di dalam proses kerja ini :
a Pengkajian medis
b Asesmen keperawatan
c Catatan perkembangan terintegrasi

Cilacap, Oktober 2016


Direktur RSUD Cilacap

dr. Pramesti Griana Dewi, M.Kes, M.Si


NIP. 196411281991032003
22

Anda mungkin juga menyukai