Anda di halaman 1dari 23

LAKSATIF DAN ANTIDIARE

I. TUJUAN
1. Memahami dan terampil melakukan teknik evaluasi obat obat
laksatif dan antidiare
2. Memahami mekanisme kerja obat pencahar
3. Memahami dan mampu menganalisa efek samping / toksisitas
obat obat laksatif/antidiare tersebut

II. TINJAUAN PUSTAKA


Konstipasi adalah suatu keadaan dimana seseorang susah atau
jarang mengeluarkan feses. Seseorang dikatakan mengalami konstipasi
bila mengalami minimal 2 keluhan berikut ini yaitu defekasi kurang dari
3 kali per minggu, mengejan saat defekasi, feses yang keras, perasaan
tidak lampias setelah defekasi, perasaan adanya hambatan atau
obstruksi

saat

defekasi,

dan

adanya

evakuasi

manual

untuk

mengeluarkan feses misalnya dengan jari.


Meskipun

bukan

merupakan

penyakit,

konstipasi

bukan

merupakan sesuatu yang sepele karena jika tidak ditangani dengan


baik konstipasi dapat berkomplikasi menjadi hemoroid, fisura ani,
prolaps rektal, ulkus sterkoral, melanosis koli dan beberapa gangguan
lainnya yang jelas dapat mengganggu aktivitas. Sekitar 80 % manusia
pernah mengalami konstipasi dalam hidupnya. Menurut National
Interview Survey pada tahun 1991, sekitar 4,5 juta penduduk amerika
mengeluh

menderita

perempuan,dan

orang

konstipasi
yang

terutama

berusia

diatas

pada
65

anak-anak,

tahun.

Hal

ini

mengakibatkan kunjunag ke dokter sebanyak 2,5 juta kali/tahun dan


menghabiskan dana sekitar 725 juta dolar untuk obat-obat laksatif.

Secara umum penanganan konstipasi itu harus disesuaikan


dengan kondisi masing-masing pasien dengan memperhitungkan lama
dan intensitas konstipasi, faktor-faktor kontribusi yang potensial, usia
pasien, dan harapan hidup. Terapi inisial yang digunakan biasanya
berupa diet dengan penekanan pada peningkatan asupan serat
makanan (dietary fiber), fluid intake yang cukup dan regular exercise.
Jika terapi ini tidak berhasil baru diberikan terapi farmakologis berupa
laksatif, behavioral, dan operasi.
Laksatif
Laksatif adalah obat yang dapat memperlancar defekasi ( buang
air besar). Laksatif atau urus-urus atau pencahar ringan adalah obat
yang berkhasiat untuk memperlancar pengeluaran isi usus. Disebut
juga sebagai aperientsdan aperitive.
Mekanisme Kerja Laksatif
Mekanisme pencahar yang sepenuhnya masih belum jelas,
namun secara umum dapat dijelaskan sebagai berikut :
a. Sifat hidrofilik atau osmotiknya sehingga terjadi penarikan air
dengan akibat massa, konsistensi, dan transit feses bertambah.
b. Laksatif bekerja secara langsung ataupun tidak langsung pada
mukosa kolon dalam menurunkan absorbsi NaCl dan air.
c. Laksatif juga dapat meningkatkan motilitas usus dengan akibat
menurunnya absorbs garam dan air yang selanjutnya mengubah waktu
transit feses.
Klasifikasi laksatif
a. Bulk Laxatives atau Laksatif Pembentuk Massa

Bulk laxative digunakan bila diet tinggi serat tidak berhasil


menangani konstipasi. Obat golongan merupakan obat yang berasal
dari

alam

atau

metilselulosa,

dibuat

natrium

secara

semisintetik. Bulk

karboksilmetilselulosa,

laxative seperti

kalsium

polikarbofil

dan psyllium adalah polisakarida atau derivat selulosa yang menyerap


air ke dalam lumen kolon dan meningkatkan massa feses dengan
menarik

air

dan

membentuk

suatu

hidrogel

sehingga

terjadi

peregangan dinding saluran cerna dan merangsang gerak peristaltik.


Hal tersebut akan menstimulasi motilitas dan mengurangi waktu transit
feses di kolon. Rasa kembung dan frekuensi flatus mungkin meningkat.
Namun, laksatif ini cukup aman digunakan dalam jangka panjang. Pada
penggunaan

laksatif

ini,

asupan

cairan

yang

adekuat

sangat

diperlukan, jika tidak akan dapat menimbulkan dehidrasi.


Pada pasien yang tidak bereaksi terhadap terapi tunggalbulk
laxatives, pilihan selanjutnya adalah dengan menambahkan laksatif
jenis lain. Setiap jenis laksatif memiliki mekanisme tersendiri. Berikut
akan dijelaskan mengenai macam-macam laksatif pembentuk massa:
1. Metilselulosa
Obat ini diberikan secara oral, tidak diabsorbsi melalui slauran
cerna

sehingga

diekskresi

melalui

tinja.

Dalam

cairan

usus,

metilselulosa akan mengembang membentuk gel emolien atau larutan


kental, yang dapat melunakkan tinja. Mungkin residu yang tidak
dicerna merangsang peristaltik usus secara refleks. Efek pencahar
diperoleh setelah 12-24 jam, dan efek maksimal setelah beberapa hari
pengobatan. Obat ini tidak menimbulkan efek sistemik. Tetapi pada
beberapa pasien bisa terjadi obstruksi usus atau esofagus, oleh karena
itu metilselulosa tidak boleh diberikan pada pasien dengan kelainan
mengunyah.
Metilselulosa digunakan untuk melembekkan feses pada pasien
yang tidak boleh mengejan, misalnya pasien dengan hemoroid.
Sediaan adalam bentuk bubuk atau granula 500 mg, tablet atau kapsul

500 mg. Dosis anak 3-4 kali 500 mg / hari, sedangkan dosis dewasa 2-4
kali 1,5 g / hari.
2. Natrium karboksimetilselulosa
Obat ini memiliki sifat-sifat yang sama dengan metilselulosa,
hanya saja tidak larut dalam cairan lambung dan bisa digunakan
sebagai antasid. Sediaan dalam bentuk tablet 0,5 g dan 1 g, atau
kapsul 650 mg. Dosis dewasa adalah 3-6 g.
3. Psilium (Plantago)
Psilium sekarang telah digantikan dengan preparat yang lebih
murni dan ditambahkan musiloid, yaitu merupakan substansi hidrofilik
yang membentuk gelatin bila bercampur dengan air; dosis yang
dianjurkan 1-3 kali 3-3,6 g sehari dalam 250 ml air atau sari buah. Pada
penggunaan kronik, psilium dikatakan dapat menurunkan kadar
kolesterol darah karena mengganggu absorbsi asam empedu.
4. Agar-agar
Merupakan koloid hidrofil, kaya akan hemiselulosa yang tidak
dicerna dan tidak diabsorbsi. Dosis yang dianjurkan ialah 4-16 g. Agaragar yang biasa dibuat merupakan pencahar massa yang muda
didapat. Dosis dewasa 4-16 g.
5) Polikarbofil dan kalsium polikarbofil
Merupakan poliakrilik resin hidrofilik yang tidak diabsorbsi, lebih
banyak

mengikat

air

dari

pencahar

pembentuk

massa

lainnya.Polikarbofil dapat mengikat air 60-100 kali dari beratnya


sehingga memperbanyak massa tinja. Preparat ini mengandung
natrium dalam jumlah kecil. Dalam saluran cerna kalsium polikarbofil
dilepaskan ion Ca2+, sehingga tidak boleh diberikan pada pasien
dengan pembatasan asupan kalium. Dosis dewasa 1-2 kali 1000 mg /
hari, maksimum 6 g / hari, disertai air minum 250 ml.

b. Laksatif Emolien
Laksatif

ini

sering

digunakan

sebagai

adjuvan

dari bulkatau stimulant laxatives. Laksatif ini dapat ditolerensi tubuh


dengan baik.
Obat yang termasuk golongan ini memudahkan defekasi dengan
jalan melunakkan feses tanpa merangsang peristaltik usus, baik secara
langsung maupun tidak langsung.8Berikut adalah macam-macam
laksatif emolien:
1. Zat Penurun Tegangan Permukaan (Surface Active Agent)
Obat

yang

termasuk

golongan

ini

adalah

dioktilnatrium

sulfosuksinat dan parafin.


a. Dioktilnatrium Sulfosuksinat
Cara

kerja

dioktilnatrium

sulfosuksinat

adalah

dengan

menurunkan tegangan sehingga memepermudah peneterasi air dan


lemak ke dalam masa tinja. Tinja menjadi lunak setelah 24-48 jam.
Sediaan dalam tablet 50-300 mg, suspensi 4 mg / ml. Dosis
untuk anak 10-40 mg / hari, sedangkan dosis untuk dewasa adalah 50500 mg / hari. Penggunaan bisa mengakibatkan efek samping berupa
kolik usus, bahkan muntah dan diare. Dioktilnatrium sulfosuksinat juga
bersifat hepatotoksik.
b. Parafin Cair (Mineral Oil)
Adalah campuran hidrokarbon yang diperoleh dari minyak bumi.
Setelah minum obat ini, maka tinja akan menjadi lunak disebabkan
berkurangnya reabsorbsi air dari tinja. Parafin cair tidak dicerna di
dalam usus dan hanya sedikit yang diabsorbsi. Yang diabsorbsi
ditemukan pada limfonosi mesenterik, hati, dan limpa.

Dosis yang dianjurkan untuk dewasa adalah 15-30 ml / hari.


Kebiasaan menggunakan parafin cair akan mengganggu absorbsi zat
larut lemak, misalnya absorbsi karoten menurun 50%, juga absorbsi
vitamin A dan D akan menurun. Absorbsi vitamin K menurun akibat
hipoprotrombinemia; dan juga dilaporkan terjadinya pneumonia lipid.
Obat ini juga memiliki efek samping berupa pruritus ani, menyulitkan
penyembuhan

pascabedah

anorektal,

dan

bisa

menyebabkan

perdarahan. Jadi untuk penggunaan kronik, obat ini tidak aman.


c. Minyak Zaitun
Minyak zaitun yang dicerna akan menurunkan sekresi dan
motilitas lambung dan juga bisa merupakan sumber energi. Dosis yang
dianjurkan sebanyak 30 mg.
c. Laksatif Stimulan (Perangsang)
Laksatif golongan ini mengalami hidrolisis di usus oleh enzim
enterosit atau flora di kolon. Efek primer laksatif ini berpengaruh pada
perubahan transport elektrolit pada mukosa intestinal dan secara
umum bekerja selama beberapa jam. Dalam klasifikasinya, Schiller
memasukan laksatif jenis ini ke dalam kelas secretagogues dan agen
yang berefek langsung pada epitel, syaraf, atau sel otot polos.
Laksatif

perangsang

bekerja

merangsang

mukosa,

saraf

intramural atau otot polos sehingga meningkatkan peristaltis dan


sekresi lendir usus. Banyak di antara laksatif perangsang bekerja untuk
mensistesis prostaglandin dan siklik AMP, di mana hal ini akan
meningkatkan sekresi elektrolit. Penghambatan sintesis prostaglandin
dengan indometasin menurunkan efek berbagai obat ini terhadap
sekresi air. Difenilmetan dan antrakinon kerjanya terbatas hanya pada
usus besar sehingga terdapat masa laten 6 jam sebelum timbul efek
pencahar. Minyak jarak, hanya bekerja pada usus halus memiliki masa
laten

jam.

perangsang:

Berikut

akan

dijelaskan

beberapa

jenis

laksatif

1. Minyak Jarak (Castrol Oil-Oleum Ricini)


Berasal dari biji Ricinus communis, merupakan suatu trigliserida
asam risinoleat dan asam lemak tidak jenuh. Di dalam usus halus
minyak jarak dihidrolisis menjadi gliserol dan asam risinoleat oleh
enzim lipase. Asam risinoleat merupakan bahan aktif. Minyak jarak juga
bersifat emolien. Sebagai pencahar, obat ini tidak banyak lagi
digunakan karena banyak obat lain yang lebih aman.
Dosis untuk dewasa adalah 15-60 mL, sedangkan untuk anakanak adalah 5-15 mL. Efek samping dari minyak jarak antara lain kolik,
dehidrasi dengan gangguan elektrolit, confussion, denyut nadi tidak
teratur, kram otot, rash kulit, dan kelelahan. Minyak jarak dianjurkan
diberikan pagi hari waktu perut kosong. Jika dosisnya ditambah, tidak
akan menambah efek pencahar, dan efek pencahar akan terlihat
setelah 3 jam.
2. Difenilmetan
Derivat difenilmetan yang sering digunakan adalah bisakodil.
Beberapa derivat difenilmetan:
a. Fenolftalein
Diberikan per oral dan mengalami absorbsi kira-kira 15% di usus
halus. Efek fenolftalein dapat bertahan lama karena mengalami
sirkulasi enterohepatik. Sebagian besar fenolftalein diekskresi melalui
tinja, sebagian lagi diekskresikan di ginjal dalam bentuk metabolitnya.
Jika diberikan dalam dosis besar, akan ditemukan dalam bentuk utuh
dalam urin, dan pada suasana alkali akan menyebabkan urin dan tinja
berwarna merah. Ekskresi melalui ASI sangat kecil sehingga tidak akan
mempengaruhi bayi yang sedang disusui.
Sediaan dalam bentuk tablet 125 mg, dosis 60-100 mg.
Fenolftalein relatif tidak toksik untuk pengobatan jangka pendek, tetapi
dosis yang berlebihan akan meningkatkan kehilangan elektrolit. Bisa

menyebabkan reaksi alergi. Efek pencahar akan terlihat setelah 6-8


jam.
Namun penggunaan fenilptalein sudah dilarang karena bersifat
karsinogen.
b. Bisakodil
Pada penelitian pada tikus, bisakodil mampu dihidrolisis menjadi
difenol di usus bagian atas. Difenol yang diabsorbsi mengalami
konjugasi di hati dan dinding usus. Metabolit akan diekskresi melalui
empedu, dan selanjutnya mengalami rehidrolisis menjadi difenol yang
akan merangsang motilitas usus besar.
Sediaan berupa tablet bersalut enteral 5 mg dan 10 mg. Sediaan
supositoria 10 mg. Dosis dewasa 10-15 mg, dosis anak 5-10 mg. Efek
samping berupa kolik usus dan perasaan terbakar pada penggunaan
rektal. Efek pencahar akan terlihat setelah 6-12 jam, sedangkan pada
pemberian rektal efek pencahar terlihat setelah setengah sampai satu
jam. Pada pemberian oral, bisakodil diabsorbsi kira-kira 5% dan
diekskresi bersama urin dalam bentuk glukuronid, tetapi ekskresi
utama adalah di dalam tinja.
c. Oksifenisatin asetat
Bagaimana respon tubuh terhadap oksifenisatin asetat mirip
dengan bisakodil. Efek pencaharnya tidak melebihi bisakodil. Obat ini
jarang digunakan karena dapat menimbulkan hepatitis dan ikterus.
Sediaan berupa tablet 5 mg atau sirup 5 mg / 5 ml, supositoria
10 mg. Dosis dewasa oral 4-5 mg, per rektal 10 mg. Sedangkan untuk
anak per oral 1-2 mg. Efek samping bisa berupa hepatitis, ikterus, dan
reaksi alergi. Efek pencahar setelah 6-12 jam kemudian.
3. Antrakinon

Efek pencahar golongan ini bergantung pada antrakinon yang


dilepaskan dari ikatan glikosidanya. Efek pencahar antrakinon timbul
setelah 6 jam. Setelah pemberian oral sebagian akan diabsorbsi dalam
bentuk glikosidanya. Sebagian glikosida dihidrolisis oleh enzim flora
usus menjadi antrakinon dan bekerja sebagai pencahar di kolon. Efek
antrakinon

yang

berlebihan.

Zat

tidak
aktif

diinginkan
bisa

adalah

ditemukan

efek

pada

ASI

pencahar
sehingga

yang
bisa

mempengaruhi bayi yang disusui. Melanosis kolon bisa terjadi, namun


bisa menghilang dengan penghentian pemakaian obat selama 4-12
bulan.
a. Kaskara Sagrada
Berasal dari kulit pohon Rhamnus purshiana. Sediaan dalam
bentuk sirup, eliksir, tablet 125 mg. Dosis 2-5 mL, dosis 100-300 mg.
Efek samping adalah pigmentasi mukosa kolon. Zat aktif bisa
ditemukan pada ASI. Efek pencahar bisa telihat setelah 8-12 jam.
b. Sena
Berasal dari daun atau buah Cassia acutifolia atau Cassia
angustifolia, terdapat zat aktif senosida A dan B. Sebagian antrakinon
yang diabsorbsi akan diekskresi melalui ginjal dengan warna kuning
sampai merah bila suasana urin alkali.
Sediaan berupa sirup dan eliksir, dosis 2-4 ml. Sediaan juga da
dalam bentuk tablet 280 mg, dosis 0,5-2 g. Efek samping pada
penggunaan lama akan menyebabkan kerusakan neuron mesenterik.
Efek pencahar akan terliaht setelah 6 jam.
c. Dantron (Dihidroksiantrakinon)
Dantron leboh banyak mengandung antrakinon bebas daripada
bentuk glikosidanya. Sediaan dalam tablet 75 mg, dosis 75-150 mg.
Efek pencahar akan terlihat seteah 6-8 jam.
d. Laksatif Osmotik
Laksatif yang termasuk golongan ini adalah garam-garam
anorganik (yang tersusun oleh magnesium) dan alkohol organik atau

gula seperti laktulosa dan polyethylene glycol(PEG). . Laksatif jenis ini


bekerja dengan cara mempertahankan air tetap berada dalam saluran
cerna sehingga terjadi peregangan pada dinding usus, yang kemudian
merangsang pergerakan usus (peristaltik). Laksatif jenis ini adalah
preparat yang sangat lambat diserap bahkan tidak diserap, sehingga
terjadi sekresi air ke dalam intestinum untuk mempertahankan
isotonisitas yang sama dengan plasma. Beberapa pilihan laksatif salin
adalah garam-garam seperti magnesium hidroksida, magnesium sulfat,
magnesium sitrat, sodium fosfat, dan sodium sulfat. Beberapa jenis
Laksatif Osmotik:
1. Garam Magnesium (MgSO4 atau Garam Inggris)
Diabsorbsi melalui usus kira-kira 20% dan dieksresikan melalui
ginjal. Bila fungsi ginjal terganggu, garam magnesium berefek sistemik
menyebabkan dehidrasi, kegagalan fungsi ginjal, hipotensi, dan
paralisis pernapasan. Jika terjadi hal-hal tersebut, maka harus diberian
kalsium secara intravena dan melakukan napas buatan. Garam
magnesium tidak boleh diberikan pada pasien gagal ginjal.
Sediaan yang ada misalnya adalah magnesium sulfat dalam
bubuk, dosis dewasa 15-30 g; efek pencahar terlihat setelah 3-6 jam.
Magnesium oksida dosis dewasa 2-4 g; efek pencahar terliaht seteah 6
jam.
Walaupun garam magnesium bekerja secara lokal di traktus
gastrointestinal, efek farmakologisnya pun mungkin disebabkan oleh
pelepasan
merangsang

hormon

seperti

pergerakan

kolesistokinin

usus

besar

dan

suatu

hormon

sekresi

yang

cairan.atau

pengaktifan sintesa nitrit oksida. Senyawa ini dapat diminum ataupun


diberikan secara rektal.
2. Laktulosa
Merupakan suatu disakarida semisintetik yang tidak dipecah oleh
enzim usus dan tidak diabsorbsi di usus halus. Laktulosa tersedia
dalam bentuk sirup. Obat ini diminum bersama sari buah atau air
dalam jumlah cukup banyak. Dosis pemeliharaan harian untuk

mengatasi konstipasi sangatlah bervariasi, biasanya 7-10 g dosis


tunggal maupun terbagi.
Kadang-kadang dibutuhkan dosis awal yang lebih besar, misalnya
40 g dan efek maksimum laktulosa mungkin terlihat setelah beberapa
hari. Untuk keadaan hipertensi portal kronis dan ensefalopati hepar,
dosis pemeliharaan biasanya 3-4 kali 20-30 g (30-45 ml) laktulosa
sehari; dosis ini disesuaikan dengan defekasi 2-3 kali sehari dan tinja
lunak, serta pH 5,5. Laktulosa juga dapat diberikan per rektal.
Laktulosa adalah jenis gula yang tidak banyak diserap, seperti
galaktosa-fruktosa

disakarida.

Tubuh

manusia

kekurangan

enzim

fruktosidase, karbohidrat yang tidak terserap merupakan substrat bagi


proses fermentasi bakteri kolon yang akan diubah menjadi hidrogen,
metana, karbon dioksida, air, asam dan asam lemak rantai pendek.
Selain sebagai agen osmotic, produk-produk ini juga menstimulasi
motilitas dan sekresi intestinum. Rasa kembung, tidak nyaman di
perut, dan flatus yang sering merupakan efek samping yang sering
dikeluhkan oleh pasien saat menggunaan laksatif jenis ini.
Antidiare
Diare didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana frekuensi
defekasi melebihi frekuensi normal (lebih dari tiga kali sehari) dengan
konsistensi feses yang menurun (lembek atau cenderung cair).
peningkatan frekuensi defekasi terjadi karena menurunnya waktu
transit chymus dalam saluran cerna akibat meningkatnya pergerakan
(motilitas) saluran cerna. Meningkatnya waktu transit chymus dalam
saluran cerna juga menyebabkan tidak cukupnya waktu untuk absorpsi
air. Hal ini menyebabkan feses yang dikeluarkan menjadi lebih lembek
atau cair.
Diare sebenarnya adalah proses fisiologis tubuh untuk
mempertahankan diri dari serangan mikroorganisme (virus, bakteri,
parasit dan sebagainya) atau bahan-bahan makanan yang dapat
merusak usus agar tidak menyebabkan kerusakan mukosa saluran
cerna. Diare dikatakan meningkat ketika frekuensi meningkat dengan

konsentrasi feses lebih lembek atau cair, bersifat mendadak dan


berlangsung dalam waktu 7-14 hari.
Mekanisme Diare
Diare dapat terjadi melalui beberapa mekanisme, yaitu :
1. Peningkatan osmolaritas intraluminer, disebut diare osmotik.
Diare osmotik timbul pada pasien yang saluran ususnya terpapar dan
tak mampu menahan beban hiperosmolar, yang biasanya terdiri dari
karbohidrat

atau

ion

divalen.

Contohnya

intoleransi

laktosa,

malabsorpsi asam empedu.


2. Adanya peningkatan sekresi cairan usus. Organisme yang
menimbulkan diare sekresi melepaskan toksin atau senyawa lain yang
menyebabkan usus halus aktif mensekresikan cairan dalam jumlah
besar. Hal ini menyebabkan terjadinya diare sekretorik.
3. Malabsorpsi asam empedu dan malabsorpsi lemak akibat
gangguan pembentukan micelle empedu.
4. Defek sistem pertukaran anion atau transport elektrolit aktif di
enterosit menyebabkan gangguan absorpsi Na+ dan air.
5. Motilitas dan waktu transit usus abdonimal. Terjadi motilitas
yang lebih cepat dan tidak teratur sehingga isi usus tidak sempat
diabsorpsi. Mekanismenya ditandai dengan disfungsi motilitas yang
berbeda tetapi dengan kapasitas pencernaan yang normal. Diare
hasilnya bersifat multifaktor dan lazim melibatkan unsur salah cerna
dengan diikuti komponen osmotik dan sekresi.
6. Gangguan permeabilitas usus. Terjadi kelainan morfologi usus
pada membran epitel spesifik sehingga permeabilitas mukosa usus
halus dan usus besar terhadap air dan garam atau elektrolit terganggu.
7. Eksudasi cairan, elektrolit, dan mukus berlebihan. Sehingga
terjadi peradangan dan kerusakan mukosa usus.

Klasifikasi Diare
Beberapa klasifikasi diare antara lain adalah:

1. Klasifikasi berdasarkan pada jenis infeksi gastroenteritis (diare


danmuntah), diklasifikasikan menurut dua golongan:
a. Diare infeksi spesifik : titis abdomen dan poratitus, disentri
bani (Shigella).
b. Diare non spesifik.
2. Klasifikasi lain diadakan berdasarkan organ yang terkena
infeksi :
a. Diare infeksi enternal atau diare karena infeksi di usus
(bakteri, virus, parasit).
b. Diare infeksi parenteral atau diare karena infeksi di luar usus
(otitis,media, infeksi saluran pernafasan, infeksi saluran urin,
dan lainnya).
3. Klasifikasi diare berdasarkan lamanya diare :
a. Diare akut atau diare karena infeksi usus yang bersifat
mendadak, dan bisa berlangsung terus selama beberapa hari.
Diare ini disebabkan oleh karena infeksi usus sehingga dapat
terjadi pada setiap umur dan bila menyerang umumnya
disebut gastroenteritis infantile.
b. Diare kronik merupakan diare yang berlangsung lebih dari
dua minggu, sedangkan diare yang sifatnya menahun diantara
diare akutdan diare kronik disebut diare sub akut.
Patogenesis terjadinya proses diare kronik sangat kompleks dan
multipel. Patogenesis utama pada diare kronik adalah kerusakan mukosa
usus yang menyebabkan gangguan digesti dan transportasi nutrien melalui
mukosa. Faktor penting lainnya adalah faktor intraluminal yang menyebabkan
gangguan proses digesti saja misalnya akibatgangguan pankreas, hati, dan
membran brushborder. enterosit. Biasanya kedua faktor tersebut terjadi
bersamaan sebagai penyebab diare kronik.
Contoh antidiare :
o

Racecordil, memenuhi semua syarat ideal, cara kerjanya


mengembalikan keseimbangan sistem tubuh dalam mengatur
penyebaran air dan elektrolit ke usus.

Loperamide, golongan opioid yang bekerja dengan cara


memperlambat motilitas saluran cerna

Nifuroxazide

bakterisidal

terhadap

coli,

Shigella

dysenteriae, Streptococcus, Staphylococcus dan P aeruginosa.


Nifuroxazide bekerja lokal pada saluran pencernaan.
o

Dioctahedral smectite, melindungi barrier mukosa usus &


menyerap toksin, bakteri, serta rotavirus
Loperamid
Loperamid

merupakan

derivat

difenoksilat

dengan

khasiat

obstipasi yang dua sampai tiga kali lebih kuat tetapi tanpa khasiat
terhadap

susunan

saraf

pusat

sehingga

tidak

menimbulkan

ketergantungan. Zat ini mampu menormalkan keseimbangan resorpsisekresi dari sel-sel mukosa, yaitu memulihkan sel-sel yang berada
dalam keadaan hipersekresi ke keadaan resorpsi normal kembali.
Loperamid tidak diserap dengan baik melalui pemberian oral dan
penetrasinya ke dalam otak tidak baik, sifat-sifat ini menunjang
selektifitas kerjanya. Kadar puncak dalam plasma dicapai dalam waktu
4 jam sesudah minum obat. Masa laten yang lama ini disebabkan oleh
penghambatan motilitas saluran cerna dan karena obat mengalami
sirkulasi enterohepatik. Loperamid memperlambat motilitas saluran
cerna dengan mempengaruhi otot sirkuler dan longitudinalis usus. Obat
ini

berikatan

dengan

reseptor

opioid

sehingga

diduga

efek

konstipasinya diakibatkan oleh ikatan loperamid dengan reseptor


tersebut. Waktu paruh 7-14 jam. Kurang dari 2% dieliminasi renal tanpa
diubah, 30% dieliminasi fekal tanpa diubah dan sisanya dieliminasi
setelah mengalami metabolisme dalam hati sebagai glukoroid ke
dalam empedu.
Pada praktikum ini selain menggunakan bisacodyl dan loperamid,
juga digunakan Na cmc sebagai pencahar.
NA CMC

CMC / Carboxymethyl Cellulose, adalah zat kimia turunan


Selulosa pada kelompok Karboksimetil. CMC ini mempunyai banyak
fungsi dalam berbagai macam bidang, baik dalam industri pangan
(berfungsi sebagai pengental & menstabilkan emulsi dalam berbagai
produk) dan non-pangan.
Sifat fungsional CMC tergantung pada derajat substitusi dari
struktur selulosa serta panjang rantai struktur polymer selulosa dan
tingkat pengelompokan yang karboksimetil substituen. Secara luas,
CMC juga digunakan untuk mengkarakterisasi aktivitas enzim dari
Endoglucanases.

Ciri ciri dan bentuk CMC


Secara fisik CMC mempunyai ciri dan sifat sebagai berikut :

Berbentuk cair

Kental

Dan mengembang bila dilarutkan dalam air


Fungsi Carboxymethyl Sellulose
Berikut ini adalah beberapa kegunaan dan fungsi CMC dalam
berbagai bidang :

CMC berfungsi sebagai bahan untuk membuat sabun krim / cream.

Pasta gigi

Obat pencahar

Cat berbasis air

Produk kertas

CMC

berfungsi

membentuk

campuran

eutektik

yang

mengakibatkan titik beku pada es lebih rendah hal ini biasa


digunakan dalam paket es.

CMC juga bermanfaat dalam bidang obat obatan sebagai agen


penebalan.

CMC juga digunakan dalam bidang pengeboran minyak


sebagai bahan lumpur pengeboran, dimana ini bertindak
sebagai viskositas dan agen retensi air.

CMC juga bisa digunakan untuk menjaga stabilitas dingin dalam


anggur.

III. ALAT DAN BAHAN


ALAT

Timbangan mencit
Stoples pengamat
Alat suntik
Jarum oral
Stopwatch

Alat bedah
Papan operasi
Mistar
Jarum pentul

BAHAN
Larutan Na CMC 1 % BB
Larutan Bisacodyl 10 mg/kg BB dan 30 mg/kg BB
Larutan Loperamid 10 mg/kg BB dan 30 mg/kg BB
Suspensi Norit 10 %
Hewan percobaan : mencit

IV. CARA KERJA


1. Timbang berat badan mencit
2. Hitung VAO mencit
3. Suntikkan obat ( Na CMC ) secara oral. Diamkan selama 5 menit
4. Berikan larutan suspensi norit secara oral 10 %. Diamkan selama
15 menit
5. Mencit dibunuh, dan buka rongga perutnya, keluarkan ususnya
dengan hati hati

6. Rentangkan usus pada papan operasi. Ukur panjang usus yang


dilalui oleh norit
( mulai dari lambung sampai kebatas terbentuknya warna hitam di
usus) dan

bandingkan dengan panjang usus seluruhnya.

7. Bandingkan laju transit norit itu pada hewan yang tidak diberi
obat laksatif
8. Bandingkan hasil dengan kelompok lain

V. HASIL

KEL
OBAT

PANJANG

PANJANG

LAJU

USUS

USUS YANG

TRANSIT

SELURUHNYA

DI LEWATI

( %)

1
2
3
4

Na CMC 10 %
Bisacodyl 10 mg/kg BB
Bisacodyl 30 mg/kg BB
Loperamid 10 mg/kg

BB
Loperamid 30 mg/kg

cm
cm
cm
cm

NORIT
7,5 cm
15 cm
20 cm
9 cm

15,625 %
35,71 %
43,47 %
23,6 %

38 cm

7,5 cm

19,73 %

48
42
46
38

BB

Perhitungan
Berat badan mencit : 24 g
Na CMC 1 %
VAO = 1% X BB
1

X 24 g

100
= 0,24 mL
Suspensi norit 10 %
1 mL

X BB

100 g
1 mL

X 24 g

100 g
= 0,24 mL

Panjang usus seluruhnya : 48 cm


Panjang usus yang dilalui norit : 7,5 cm
Laju transit :

Panjang usus yang dilewati norit

X 100 %
Panjang usus seluruhnya
: 7,5 cm

X 100%

48 cm
: 15, 625 %

VI. PEMBAHASAN
Konstipasi adalah suatu keadaan dimana seseorang susah atau
jarang mengeluarkan feses. Seseorang dikatakan mengalami konstipasi

bila mengalami minimal 2 keluhan berikut ini yaitu defekasi kurang dari
3 kali per minggu, mengejan saat defekasi, feses yang keras, perasaan
tidak lampias setelah defekasi, perasaan adanya hambatan atau
obstruksi

saat

defekasi,

dan

adanya

evakuasi

manual

untuk

mengeluarkan feses misalnya dengan jari.


Laksatif adalah obat yang dapat memperlancar defekasi ( buang
air besar). Laksatif atau urus-urus atau pencahar ringan adalah obat
yang berkhasiat untuk memperlancar pengeluaran isi usus. Disebut
juga sebagai aperientsdan aperitive.
Diare didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana frekuensi
defekasi melebihi frekuensi normal (lebih dari tiga kali sehari) dengan
konsistensi feses yang menurun (lembek atau cenderung cair).
peningkatan frekuensi defekasi terjadi karena menurunnya waktu
transit chymus dalam saluran cerna akibat meningkatnya pergerakan
(motilitas) saluran cerna. Meningkatnya waktu transit chymus dalam
saluran cerna juga menyebabkan tidak cukupnya waktu untuk absorpsi
air. Hal ini menyebabkan feses yang dikeluarkan menjadi lebih lembek
atau cair.
Pada praktikum ini, diamati obat-obatan yang mempengaruhi
saluran cerna. Pada percobaan ini digunakan mencit sebagai hewan
percobaan, mencit tersebut di bagi menjadi 5 kelompok. Kelompok
pertama merupakan mencit kontrol dimana mencit diberikan CMC
kemudian diberikan norit, sedangkan kelompok kedua adalah dimana
mencit diberikan Bisacodyl dosis 10 mg/kg BB kemudian diberikan
norit, pada kelompok ketiga mencit diberikan Bisacodyl dosis 30 mg/kg
BB kemudian diberi norit, kelompok ke empat mencit diberikan
Loperamid dosis 10 mg/kg BB kemudian diberi norit.
Pada mencit kontrol, mencit diberi CMC kemudian diberi norit.
Kontrol ini bertujuan untuk melihat proses defekasi pada mencit yang
diinduksi dengan pencahar. CMC ini digunakan sebagai laksatif. Di
dalam usus halus, cmc ini mengalami hidrolisis dan menghasilkan
asam

risinoleat

yang

merangsang

mukosa

usus,

sehingga

mempercepat gerak peristaltiknya dan mengakibatkan proses defekasi

berlangsung

dengan

cepat

sehingga

frekuensi

defekasi

akan

meningkat. Karena proses defekasi yang berlangsung cepat, maka


waktu absorbsi air juga akan berkurang, sehingga air yang seharusnya
diabsorbsi tubuh akan ikut terbuang dalam feses, yang mengakibatkan
konsistensi feses yang lembek.
Dari percobaan yang telah dilakukan diketahui bahwa Na CMC yang
digunakan juga berkhasiat sebagai pencahar, namun frekuensi defekasi
tidak secepat bisacodyl .
Menurut literatur pada obat antidiare, panjang usus yang dilewati norit
lebih pendek daripada panjang usus yang dilewati norit pada obat
laksatif/pencahar.
Pada praktikum kali ini di dapatkan hasil yang sesuai menurut literatur
dimana panjang usus yang dilewati norit pada obat antidiare lebih
panjang daripada panjang usus yang dilewati

norit pada obat laksatif.

Laju transit pada obat antidiare adalah 23,6 % dengan dosis 10 mg/kg BB
dan 19,73 % dengan dosis 30 mg/kg BB sedangkan pada obat laksatif
adalah 35,71 % dengan dosis 10 mg/kg BB dan 43,47 % dengan dosis 30
mg/kg BB.

VII. KESIMPULAN
1. Laksatif adalah obat yang dapat memperlancar defekasi ( buang air
besar )
2. Antidiare adalah obat yang dapat mengurangi frekuensi defekasi
3. Panjang usus yang dilewati norit pada obat antidiare lebih panjang
daripada panjang usus yang dilewati norit pada obat laksatif.
4. Laju transit pada obat antidiare adalah 23,6 % dengan dosis 10
mg/kg BB dan 19,73 % dengan dosis 30 mg/kg BB sedangkan pada
obat laksatif adalah 35,71 % dengan dosis 10 mg/kg BB dan 43,47
% dengan dosis 30 mg/kg BB.
5.

VIII. DAFTAR PUSTAKA

Suraatmaja, S. 2005.GastroenterologiAnak. Lab/SMF Ilmu Kesehatan

Anak FK UNUD/RS Sanglah : Denpasar.


Andrianto, P. 1995. Penataaksanaan dan PencegahanDiare Akut.
Penerbit Buku EGC : Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai