Anda di halaman 1dari 26

http://thalasemia.

org

Hitung Leukosit
Hitung leukosit adalah menghitung jumlah leukosit per milimeterkubik atau mikroliter darah.
Leukosit merupakan bagian penting dari sistem pertahanan tubuh, terhadap benda asing,
mikroorganisme atau jaringan asing, sehingga hitung julah leukosit merupakan indikator yang
baik untuk mengetahui respon tubuh terhadap infeksi.
Jumlah leukosit dipengaruhi oleh umur, penyimpangan dari keadaan basal dan lain-lain. Pada
bayi baru lahir jumlah leukosit tinggi, sekitar 10.000-30.000/l. Jumlah leukosit tertinggi pada
bayi umur 12 jam yaitu antara 13.000-38.000 /l. Setelah itu jumlah leukosit turun secara
bertahap dan pada umur 21 tahun jumlah leukosit berkisar antara 4500- 11.000/l. Pada
keadaan basal jumlah leukosit pada orang dewasa berkisar antara 5000 10.000/l. Jumlah
leukosit meningkat setelah melakukan aktifitas fisik yang sedang, tetapi jarang lebih dari
11.000/l. Peningkatan jumlah leukosit di atas normal disebut leukositosis, sedangkan
penurunan jumlah leukosit di bawah normal disebut lekopenia.
Terdapat dua metode yang digunakan dalam pemeriksaan hitung leukosit, yaitu cara automatik
menggunakan mesin penghitung sel darah (hematology analyzer) dan cara manual dengan
menggunakan pipet leukosit, kamar hitung dan mikroskop.
Cara automatik lebih unggul dari cara pertama karena tekniknya lebih mudah, waktu yang
diperlukan lebih singkat dan kesalahannya lebih kecil yaitu 2%, sedang pada cara manual
kesalahannya sampai 10%. Keburukan cara automatik adalah harga alat mahal dan sulit untuk
memperoleh reagen karena belum banyak laboratorium di Indonesia yang memakai alat ini.
Nilai normal leukosit:
Dewasa

: 4000-10.000/ L

Bayi / anak

: 9000-12.000/ L

Bayi baru lahir

: 9000-30.000/ L

Bila jumlah leukosit lebih dari nilai rujukan, maka keadaan tersebut disebutleukositosis.
Leukositosis dapat terjadi secara fisiologik maupun patologik. Leukositosis yang fisiologik
dijumpai pada kerja fisik yang berat, gangguan emosi, kejang, takhikardi paroksismal, partus
dan haid.
Peningkatan leukosit juga dapat menunjukan adanya proses infeksi atau radang akut, misalnya
pneumonia, meningitis, apendisitis, tuberkolosis, tonsilitis, dll. Dapat juga terjadi miokard infark,
sirosis hepatis, luka bakar, kanker, leukemia, penyakit kolagen, anemia hemolitik, anemia sel
sabit , penyakit parasit, dan stress karena pembedahan ataupun gangguan emosi. Peningkatan
leukosit juga bisa disebabkan oleh obat-obatan, misalnya: aspirin, prokainmid, alopurinol, kalium
yodida, sulfonamide, haparin, digitalis, epinefrin, litium, dan antibiotika terutama ampicillin,
eritromisin, kanamisin, metisilin, tetracycline, vankomisin, dan streptomycin.
Leukopenia adalah keadaan dimana jumlah leukosit kurang dari 5000/L darah. Karena pada
hitung jenis leukosit, netrofil adalah sel yang paling tinggi persentasinya hampir selalu
leukopenia disebabkan netropenia.
Penurunan jumlah leukosit dapat terjadi pada penderita infeksi tertentu, terutama virus, malaria,
alkoholik, SLE, reumaotid artritis, dan penyakit hemopoetik(anemia aplastik, anemia perisiosa).
Leokopenia dapat juga disebabkan penggunaan obat terutama saetaminofen, sulfonamide, PTU,
barbiturate, kemoterapi kanker, diazepam, diuretika, antidiabetika oral, indometasin, metildopa,
rimpamfin, fenotiazin, dan antibiotika.(penicilin, cefalosporin, dan kloramfenikol
Referensi
Dharma R, Immanuel S, Wirawan R. Penilaian hasil pemeriksaan hematologi rutin. Cermin Dunia
Kedokteran. 1983; 30: 28-31.
Gandasoebrata R. Penuntun laboratorium klinik. Jakarta: Dian Rakyat; 2009. hal. 11-42.
Ronald AS, Richard AMcP, alih bahasa : Brahm U. Pendit dan Dewi Wulandari, editor : Huriawati
Hartanto, Tinjauan klinis hasil pemeriksaan laboratorium, edisi 11. Jakarta: EGC; 2004.
Sutedjo AY. Mengenal penyakit melalui hasil pemeriksaan laboratorium. Yogyakarta: Amara
Books; 2008. hal. 17-35.

Theml H, Diem H, Haferlach T. Color atlas of hematology; principal microscopic and clinical
diagnosis. 2nd ed. Stuttgart: Thieme; 2004.
Vajpayee N, Graham SS, Bem S. Basic examination of blood and bone marrow. In: Henrys
clinical diagnosis and management by laboratory methods. 21st ed. Editor: McPherson RA, Pincus
MR. China: Saunders Elsevier; 2006. hal. 9-20.

BAB I
PENDAHULUAN
I.

Latar Belakang
Thalassemia adalah penyakit hemolitik bawaan yang disebabkan oleh defisiensi
pembentukan rantai globin alpha atau beta yang menyusun hemoglobin, sehingga
dibedakan menjadi thalassemia alpha dan thalassemia beta. Secara klinis,
thalassemia dibedakan menjadi thalassemia mayor, intermediate dan thalassemia
minor. Thalassemia mayor memperlihatkan gejala klinis sedangkan thalassemia
minor tidak memperlihatkan gejala klinis.1

Berdasarkan laporan World Health Organization (WHO) tahun 2006, sekitar 7 %


penduduk dunia diduga carrier thalassemia dan sekitar 300.000-500.000 bayi lahir
dengan kelainan ini setiap tahunnya. Thalassemia merupakan salah satu kelainan
genetik dengan proporsi 1,67 % penduduk dunia sebagai penderita. Prevalensi gen
thalassemia tetinggi di negara-negara tropis, namun dengan tingginya angka
migrasi, penyakit ini telah ditemukan di seluruh dunia. 2
Selain thalassemia, terdapat pula penyakit keganasan yang dapat menyerang
anak-anak yakni leukimia. Leukemia adalah kanker anak yang paling sering,
mencapai
keganasan

lebih
yang

kurang

33%

berasal

dari

dari

kegasanasan

sel-sel

induk

pediatrik. Leukemia

sistem

hematopoietik

adalah
yang

mengakibatkan ploriferasi sel-sel darah putih tidak terkontrol dan pada sel-sel darah
merah namun sangat jarang.3
Leukemia limfoblastik akut (LLA) berjumlah kira-kira 75% dari semua kasus,
dengan insidensi tertinggi pada umur 4 tahun. Leukemia mieloblastik akut (LMA)
berjumlah kira-kira 20% dari leukemia, dengan insidensi yang tetap dari lahir

sampai usia 10 tahun, meningkat sedikit pada masa remaja. Leukemia sisanya ialah
bentuk kronis yaitu leukemia limfositik kronis (LLK) yang jarang ditemukan pada
anak. Insidensi tahunan dari keseluruhan leukemia adalah 42,1 tiap juta anak kulit
putih dan 24,3 tiap juta anak kulit hitam. Perbedaan itu terutama disebabkan oleh
rendahnya kejadian kejadian LLA pada orang kulit hitam. Gambaran klinis yang
umum dari leukemia adalah serupa karena semuanya melibatkan kerusakan hebat
fungsi sumsum tulang. Tetapi, gambaran klinis dan laboratorium spesifik berbeda
dan ada perbedaan dalam respon terhadap terapi dan perbedaan dalam prognosis.
Fisioterapi memainkan peran yang penting dalam penanganan kasus ini.
Fisioterapi

dapat

(misalnya

infeksi

menangani

dan

pernafasan),

meminimalisir efek pada sistem saraf.

II.

mengontrol
pengembalian

gejala,

mencegah

aktivitas

komplikasi

fungsional,

dan

Tujuan Penulisan
Penulisan laporan ini bertujuan untuk :

A. Memberikan penjelasan mengenai intervensi fisioterapi pada penderitathalassemia


dan Leukimia Limfoblastik akut.
B.

Memberikan gambaran klinis terkait kondisi thalassemia dan Leukimia Limfoblastik


akut

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I.

Tinjauan Umum Thalassemia

A. Definisi
Thalassemia berasal dari kata Yunani, yaitu thalassa yang berarti laut. Yang
dimaksud laut tersebut adalah Laut Tengah, oleh karena penyakit ini mula-mula
ditemukan di sekitar Laut Tengah. Thalassemia merupakan kelainan genetik yang
ditandai oleh penurunan atau tidak adanya sintesis satu atau beberapa rantai
polipeptida globin.5
Thalassemia adalah kelainan kongenital, anomali pada eritropeisis yang
diturunkan, dimana hemoglobin dalam eritrosit sangat kurang. Oleh karena itu,
akan terbentuk eritrosi yang relatif mempunyai fungsi yang sedikit berkurang.
Thalassemia merupakan kelompok kelainan genetik heterogen yang timbul akibat
berkurangnya kecepatan sintesis rantai alpha atau beta. 6,7
Penderita thalassemia tidak mampu memproduksi salah satu dari protein
tersebut dalam jumlah yang cukup sehingga sel darah merahnya tidak terbentuk
dengan sempurna. Akibatnya, hemoglobin tidak dapat mengangkut oksigen dalam
jumlah yang cukup. Hal ini mengakibatkan anemia yang dimulai sejak usia anakanak hingga sepanjang hidup penderita. Thalassemia diturunkan oleh orang tua
yang carrier kepada anaknya.8
B.

Klasifikasi Thalassemia
Secara garis besar, thalassemia dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu
thalassemia alpha dan thalassemia beta sesuai dengan kelainan berkurangnya
produksi rantai polipeptida.9
i.

Thalassemia Alpha

Thalassemia alpha biasanya disebabkan oleh delesi gen. Secara normal,


terdapat empat buah gen globin alpha. Oleh sebab itu, beratnya penyakit secara
klinis dapat digolongkan menurut jumlah gen yang tidak ada atau tidak aktif. 7
Thalassemia alpha dibagi menjadi :

10

a.

Silent Carrier State (gangguan pada 1 rantai globin alpha)


Kelainan yang disebabkan oleh kurangnya protein alpha. Tetapi, kekurangannya
hanya dalam tingkat rendah. Akibatnya, fungsi hemoglobin dalam eritrosit tampak
normal dan tidak terjadi gejala klinis yang signifikan. Silent carrier sulit dideteksi
karena penderitanya masih dapat hidup normal. Umumnya, baru dapat terdeteksi
ketika memiliki keturunan yang mengalami kelainan hemoglobin atau telah timbul
thalassemia alpha.

b.

Thalassemia Alpha Tait (gangguan pada 2 rantai globin alpha)


Thalassemia alpha trait sering tidak bersamaan dengan anemia, tetapi volume
eritrosit rata-rata (MCV), hemoglobineritrosit rata-rata (MCH), dan konsentrasi
hemoglobin eritrosit rata-rata (MCHC) semuanya rendah dan hitung sel darah
merah di atas 5,5 x 1012/L. Penderita hanya mengalami anemia kronis yang ringan
dengan sel darah merah yang tampak pucat (hipokrom) dan lebih kecil dai normal
(mikrositik).

c.

Hemoglobin H Disease (gangguan pada 3 rantai globin alpha)


Delesi tiga gen alpha menyebabkan anemia mikrositik hipokrom yang cukup
berat (HGB 7-11 g/dl) disertai pembesaran limpa (splenomegali). Keadaan ini
dikenal sebagai penyalit hemoglobn H karena hemoglobin H dapat dideteksi dalam
eritrosit pasien

melalui

pemeriksaan

elektroforesis atau

sediaan

retikulosit.

Gambaran klinis penderita dapat bervariasi dari tidak ada gejala sama sekali hingga
anemia yang berat yang disertai splenomegali.
d.

Thalassemia Alpha Major (gangguan pada 4 antai globin alpha)


Thalassemia

tipe

ini

merupakan

kondisi

yang

paling

berbahaya

pada

thalassemia tipe alpha. Pada kondisi ini tidak ada rantai globin yang dibentuk
sehingga tidak ada hemoglobin A tau hemoglobin F yang diproduksi. Pada awal
kehamilan, biasanya janin yang menderita thalassemia alpha mayor mengalami
anemia, membengkak karena kelebihan cairan, pembesaran limpa. Janin yang
mengamai kelainan ini biasanya mengalami keguguran atau meninggal tidak lama
setelah dilahirkan.

ii.

Thalassemia Beta

Thalassemia beta merupakan kelainan yang disebabkan oleh kurangnya


produksi protein beta.

Thalassemia beta dibagi menjadi :


a.

10

Thalassemia Beta Trait (Minor)


Thalassemia

beta

trait

(minor)

merupakan

kelainan

yang

diakibatkan

kekurangan protein beta. Namun, kekurangannya tidak terlalu signifikann sehingga


fungsi tubuh dapat tetap normal. Gejala terparahnya hanya berupa anemia ringan
sehingga dokter seringkali salah mendiagnosis. Penderita thalassemia minor sering
didiagnosis mengalami kekuranganzat besi. Individu yang memiliki gejala seperti ini
akan

membawa

keturunannya

kelainan

kelak.

genetiknya

Penderita

tersebut

thalassemia

minor

untuk

diturunkan

merupakan

kepana

carrier

pada

thalassemia beta.
b.

Thalassemia Intermedia
Pada kondisi ini, kedua gen mengalami mutasi tetapi masih bisa memproduksi
sedikit rantai beta globin. Penderita biasanya mengalami anemia yang derajatnya
tergantung dari mutasi gen yang terjadi.
Anemia, pengapuran dan pembesaran pembuluh darah merupakan gejala yang
ditimbulkan oleh kekurangan protein beta dalam jumlah yang cukup signifikan.
Rentang gejala thalassemia intermedia dengan thalassemia mayor hampir mirip
sehingga penderita sering memperoleh kerancuan diagnosis. Indikator yang sering
menjadi acuan adala jumla transfusi darah yang diberikan pada penderita. Semakin
sering penderita menerima darah tansfusi, maka dapat dikategorikan sebagai
thalassemia mayor.

c.

Thalassemia Major (Cooleys Anemia)


Kelainan serius yang disebabkan karena tubuh sangat sedikit memproduksi
protein beta sehingga hemoglobin yang terbentuk akan cacat atau abnormal.
Penderitanya akan measakan gejala anemia akut sehinnga selalu membutuhkan
transfusi darah dan perawatan kesehatan secara rutin dan terus menerus. Pada

kondisi ini, kedua gen mengalami mutasi sehingga tidak dapat memproduksi rantai
beta globin. Biasanya gejala muncul pada bayi ketika berumur 3 bulan berupa
anemia yang berat.10
C.

Gambaran Klinis
Berdasarkan gejala klinis thalassemia dapat dibagi dalam beberapa tingkatan,
yaitu mayor, intermedia dan minor (pembawa sifat). Batas di antara tingkatan
tesebut sering tidak jelas.
Pada thalassemia mayor, gejala klinis berupa muka mongoloid, pertumbuhan
badan kurang sempurna, pembesaran hati dan limpa, perubahan pada tulang
karena hiperaktivitas sumsum merah berupa deformitas dan fraktur spontan
pertumbuhan gigi biasanya buruk, sering disertai rarefaksi tulang rahang. Biasanya
mengalami anemia berat dan mulai muncul gejalanya pada usia beberapa bulan
serta menjadi jelas pada usia 2 tahun. Ikterus jarang terjadi dan bila ada biasanya
ringan.11
Pada thalassemia intermedia umumnya tidak ada splenomegali, dan bila terjadi
anemia ringan, maka disebabkan oleh masa hidup eitrosit yang memendek.
Sedangkan pada thalassemia minor umumnya tidak dijumpai gejala klinis yang
khas.11

D. Diagnosis
i.

12

Anamnesis

Keluhan timbul karena anemia, pucat, gangguan nafsu makan, gangguan


tumbuh kembang dan perut membesar karena pembesaran limpa dan hati. Pada
umumnya keluahn ini mulai muncul pada usia 6 bulan.
ii.

Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik pada penderita thalassemia berupa pucat, bentuk muka


mongoloid, dapat ditemukan ikterus, gangguan pertumbuhan, splenomegali dan
hepatomegali.
iii.

Pemeriksaan Laboratorium

Pada pasien denga thalassemia beta minor, akan mengalami anemia ringan
dengan hematokrit berkisar anatar 28 % sampa 40 %. Kadar MCV adalah antara 5575 fL dan angka eritrosit bisa normal atau meningkat. Apusan darah tepi

menunjukkan abnormalitas ringan, dengan hipokromi, mikrositosis, dan sel target.


Selain itu, bisa dijumpai basofil stippling. Angka retikulosit bisa normal atau sedikit
meningkat. Elektroforesis hemoglobim menunjukkan peningkatan hemoglobin
A2 samapai 4-8% dan kadang didapatkan peningkatan hemoglobin F 1-5 %.
II.

Tinjauan Umum Leukimia Limfoblastik Akut (LLA)

A. Definisi
Leukimia akut merupakan suatu penyakit serius, berkembang dengan cepat dan
apabila tidak diterapi dapat menyebabkan kematian dalam beberapa minggu atau
bulan. Leukimia akut dapat mempengaruhi jalan perkembangan sel limfoid akut
atau jalur perkembangan sel mieloid akut. 13
Leukemia limfoblastik akut (LLA) adalah penyakit yang berkaitan dengan sel
jaringan tubuh yang tumbuhnya melebihi dan berubah menjadi tidak normal serta
bersifat ganas, yaitu sel-sel sangat muda yang serharusnyamembentuk limfosit
berubah menjadi ganas.
LLA merupakan kanker yang paling banyak dijumpai pada anak, yaitu 25-30 %
dari seluruh jenis kanker pada anak. Angka kejadian tertinggi dilaporkan
antara usia 3-6 tahun, dan laki-laki lebih banyak daripada perempuan.
Gejala lain yang perlu diwaspadai adalah tubuh lemah dan sesak nafas akibat
anemia, infeksi dan demam akibat kekurangan sel darah putih normal, serta
pendarahan akibat kurangnya trombosit.
Di Amerika Serikat, kira-kira 2400 anak dan remaja menderita LLAsetiap
tahun. Insiden LLA terjadi jauh lebih tinggi pada anak- anak kulit putih
daripada kulit hitam. Perbedaan juga tampak pada jenis kelamin, dimana kejadian
LLA lebih tinggi pada anak laki-laki kurang dari 15 tahun. Insiden kejadian 3,5 per
100.000 anak berusia kurang dari 15 tahun.P u n c a k insiden pada umur 2-5 tahun
dan menurun pada dewasa.
Pengobatan pada LLA memiliki efek jangka pendek dan jangka panjang pada
sistem musculoskeletal dan neuromuskular, meskipun hanya sedikit yang meneliti
tentang pengaruhnya terhadap mobilitas fungsional. Marchese et all (2004),
mencatat beberapa efek jangka panjang dari penggunaan kemoterapi vincristine
pada anak dengan diagnosis LLA menjadi mengalami keterlambatan motorik kasar
dan halus, hipoesktensibilitas dari otot gastrocnemius dan soleus, penurunan
energi, disabilitas pengetahuan, nekrosis avascular, osteopenia dan osteoporosis.

Marchese et all (2004) dalam penelitiannya menunjukkan penguluran dan


penguatan otot secara signifikan meningkatkan kekuatan dorsofleksi plantaris dan
ekstensi knee joint.

Fisioterapi harus melihat secara komprehensif gangguan musculoskeletal dan


neuromuscular yang terjadi pada anak akibat LLA. Myopathy proksimal umum
terjadi pada anak akibat penggunaan kortikosteroid dosis tinggi untuk pengobatan
kanker.4
B.

Klasifikasi
i.

14

Leukemia Lymphoblastic Akut (LLA)

LLA dianggap sebagai proliferasi ganas limfoblast. Sering terjadi pada anakanak, laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan. Puncak insiden usia 4 tahun,
setelah usia 15 tahun LLA jarang terjadi. Limfosit immatur berproliferasi dalam
sumsum tulang dan jaringan perifer sehingga mengganggu perkembangan sel
normal.
Secara morfologik menurut FAB LLA dibagi menjadi tiga yaitu:
a.

L1: LLA dengan sel limfoblas kecil-kecil dan merupakan 84% dari LLA.

b.

L2: sel lebih besar, inti regular, kromatin bergumpal, nucleoli prominen dan
sitoplasma agak banyak. Merupakan 14% dari LLA

c.

L3: LLA mirip dengan limfoma Burkitt, yaitu sitoplasma basofil dengan banyak
vakuola, hanya merupakan 1% dari LLA
ii.

Leukemia Nonlymphoblastik Akut (ANLL)

Secara morfologik yang umum dipakai adalah klasifikasi dari FAB:


a.

M0- myeloblastic without differentiation

b.

M1- myeloblastic without maturation

c.

M2- myeloblastic with maturation

d.

M3- acute promyelocytic

e.

M4-acute myelomonocytic

f.

M5-monocytic. Sub tipe

1)

M5a: tanpa maturasi

2)

Subtipe M5b: dengan maturasi

g.

M6-erythroleukemia

h.

M7-acute megakaryocytic leukemia

C.

Etiologi14
i.

a.

Faktor Predisposisi

Penyakit

defisiensi

imun

tertentu,

misalnya

agannaglobulinemia;

kelainan

kromosom, misalnya sindrom Down (risikonya 20 kali lipat populasi umumnya);


sindrom Bloom.
b.

Virus. Virus sebagai penyebab sampai sekarang masih terus diteliti. Sel leukemia
mempunyai enzim trankriptase (suatu enzim yang diperkirakan berasal dari virus).
Limfoma Burkitt, yang diduga disebabkan oleh virus EB, dapat berakhir dengan
leukemia.

c.

Radiasi ionisasi. Terdapat bukti yang menyongkong dugaan bahwa radiasi pada
ibu selama kehamilan dapat meningkatkan risiko pada janinnya. Baik dilingkungan
kerja, maupun pengobatan kanker sebelumnya. Terpapar zat-zat kimiawi seperti
benzene, arsen, kloramfenikol, fenilbutazon, dan agen anti neoplastik.

d.

Herediter. Faktor herediter lebih sering pada saudara sekandung terutama pada
kembar monozigot.

e.

Obat-obatan. Obat-obat imunosupresif, obat karsinogenik seperti diethylstilbestrol

ii.
a.

Faktor Lain

Faktor eksogen seperti sinar X, sinar radioaktif, dan bahan kimia (benzol, arsen,
preparat sulfat), infeksi (virus dan bakteri).

b.

Faktor endogen seperti ras

c.

Faktor konstitusi seperti kelainan kromosom, herediter (kadang-kadang dijumpai


kasus leukemia pada kakak-adik atau kembar satu telur).

D. Manifestasi Klinis

14

Gejala klinik leukemia akut sangat bervariasi, tetapi pada umumnya timbul
cepat,

dalam

beberapa

hari

sampai

minggu.

Gejala

leukemia

akut

dapat

digolongkan menjadi tiga yaitu;


i.
a.

Gejala kegagalan sumsum tulang:

Anemia menimbulkan gejala pucat dan lemah. Disebabkan karena produksi sel
darah merah kurang akibat dari kegagalan sumsum tulang memproduksi sel darah
merah.

Ditandai

dengan

berkurangnya

konsentrasi

hemoglobin,

turunnya

hematokrit, jumlah sel darah merah kurang. Anak yang menderita leukemia
mengalami pucat, mudah lelah, kadang-kadang sesak nafas.
b.

Netropenia menimbulkan infeksi yang ditandai demam, malaise, infeksi rongga


mulut, tenggorokan, kulit, saluran napas, dan sepsis sampai syok septic.

c.

Trombositopenia menimbulkan easy bruising, memar, purpura perdarahan kulit,


perdarahan

mukosa,

seperti

perdarahan

gusi

dan

epistaksis.

Tanda-tanda

perdarahan dapat dilihat dan dikaji dari adanya perdarahan mukosa seperti gusi,
hidung (epistaxis) atau perdarahan bawah kulit yang sering disebut petekia.
Perdarahan ini dapat terjadi secara spontan atau karena trauma. Apabila kadar
trombosit sangat rendah, perdarahan dapat terjadi secara spontan.
ii.

Keadaan hiperkatabolik yang ditandai oleh:

a.

Kaheksia

b.

Keringat malam

c.

Hiperurikemia yang dapat menimbulkan gout dan gagal ginjal


iii.

Infiltrasi ke dalam organ menimbulkan organomegali dan gejala lain

seperti:
a.

Nyeri tulang dan nyeri sternum

b.

Limfadenopati superficial

c.

Splenomegali atau hepatomegali biasanya ringan

d.

Hipertrofi gusi dan infiltrasi kulit

e.

Sindrom meningeal: sakit kepala, mual muntah, mata kabur, kaku kuduk.

f.

Ulserasi rectum, kelainan kulit.

g.

Manifestasi

ilfiltrasi

organ

lain

yang

kadang-kadang

terjadi

termasuk

pembengkakan testis pada ALL atau tanda penekanan mediastinum (khusus pada
Thy-LLA atau pada penyakit limfoma T-limfoblastik yang mempunyai hubungan
dekat.
iv.
a.

Gejala lain yang dijumpai adalah:

Leukostasis terjadi jika leukosit melebihi 50.000/L. penderita dengan leukositosis


serebral ditandai oleh sakit kepala, confusion, dan gangguan visual. Leukostasis
pulmoner ditandai oleh sesak napas, takhipnea, ronchi, dan adanya infiltrasi pada
foto rontgen.

b.

Koagulapati dapat berupa DIC atau fibrinolisis primer. DIC lebih sering dijumpai
pada leukemia promielositik akut (M3). DIC timbul pada saat pemberian kemoterapi
yaitu pada fase regimen induksi remisi.

c.

Hiperurikemia yang dapat bermanifestasi sebagai arthritis gout dan batu ginjal.

d.

Sindrom lisis tumor dapat dijumpai sebelum terapi, terutama pada LLA. Tetapi
sindrom lisis tumor lebih sering dijumpai akibat kemoterapi.

E.

Komplikasi15
i.

Infeksi

Komplikasi ini yang sering ditemukan dalam terapi kanker masa anak-anak
adalah infeksi berat sebagai akibat sekunder karena neutropenia. Anak paling
rentan terhadap infeksi berat selama tiga fase penyakit berikut:
a.

Pada saat diagnosis ditegakkan dan saat relaps (kambuh) ketika proses leukemia
telah menggantikan leukosit normal

b.

Selama terapi imunosupresi

c.

Sesudah pelaksanaan terapi antibiotic yang lama sehingga mempredisposisi


pertumbuhan mikroorganisme yang resisten
Walau demikian , penggunaan faktor yang menstimulasi-koloni granulosit telah
mengurangi insidensi dan durasi infeksi pada anak-anak yang mendapat terapi
kanker. Pertahanan pertama melawan infeksi adalah pencegahan.

ii.

Perdarahan

Sebelum penggunaan terapi transfuse trombosit, perdarahan merupakan


penyebab kematian yang utama pada pasien leukemia. Kini sebagaian besar
episode perdarahan dapat dicegah atau dikendalikan dengan pemberian konsentrat
trombosit atau plasma kaya trombosit.Karena infeksi meningkat kecenderungan
perdarahan dan karena lokasi perdarahan lebih mudah terinfeksi, maka tindakan
pungsi kulit sedapat mungkin harus dihindari. Jika harus dilakukan penusukan jari
tangan, pungsi vena dan penyuntikan IM dan aspirasi sumsum tulang, prosedur
pelaksanaannya harus menggunakan teknik aseptic, dan lakukan pemantauan
kontinu untuk mendeteksi perdarahan.
Perawatan mulut yang saksama merupakan tindakan esensial, karena sering
terjadi perdarahan gusi yang menyebabkan mukositis. Anak-anak dianjurkan untuk
menghindari aktivitas yang dapat menimbulkan cedera atau perdarahan seperti
bersepeda atau bermain skateboard, memanjat pohon atau bermain dengan
ayunan.
Umumnya transfuse trombosit hanya dilakukan pada episode perdarahan aktif
yang tidak bereaksi terhadap terapi lokal dan yang terjadi selama terapi induksi
atau relaps. Epistaksis dan perdarahan gusi merupakan kejadian yang paling sering
ditemukan.
iii.

Anemia

Pada awalnya, anemia dapat menjadi berat akibat penggantian total sumsum
tulang oleh sel-sel leukemia. Selama terapi induksi, transfusi darah mungkin
diperlukan. Tindakan kewaspadaan yang biasa dilakukan dalam perawatan anak
yang menderita anemia harus dilaksanakan.
F.

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
i.

a.

Hitung darah lengkap (Complete Blood Count) dan Apus Darah Tepi.

Jumlah leukosit dapat normal, meningkat, atau rendah pada saat diagnosis. Jumlah
leukosit biasanya berbanding langsung dengan jumlah blas. Jumlah leukosit
neutrofil seringkali rendah.

b.

Hiperleukositosis (> 100.000/mm3) terjadi pada kira-kira 15% pasien dan dapat
melebih 200.000/mm3.

c.

Pada umumnya terjadi anemia dan trombositopenia

d.

Prporsi sel blast pada hitung leukosit bervariasi dari 0-100%

e.

Hitung trombosit kurang dari 25.000/mm 3

f.

Kadar hemoglobin rendah


ii.

Aspirasi dan Biopsi sumsum tulang

Apus sumsum tulang tampak hiperselular dengan limpoblast yang sangat banyak
lebih dari 90% sel berinti pada LLA dewasa. Jika sumsum tulang seluruhnya
digantikan oleh sel-sel leukemia, maka aspirasi sumsum tulang dapat tidak berhasil,
sehingga touch imprint dari jaringan biopsy penting untuk evaluasi gambaran
sitologi.
Dari pemeriksaan sumsum tulang akan ditemukan gambaran monoton, yaitu hanya
terdiri dari sel limfopoetik patologis sedangkan sistem lain terdesak (aplasia
sekunder).
iii.

Sitokimia

Pada LLA, pewarnaan Sudan Black dan mieloperoksidase akan memberikan hasil
yang negative. Mieloperoksidase adalah enzim sitoplasmik yang ditemukan pada
granula primer dari precursor granulositik yang dapat dideteksi pada sel blast
AML.Sitokimia berguna untuk membedakan precursor B dan B-LLA dari T-LLA.
Pewarnaan fosfatase asam akan positif pada limfosit T yang gans, sedangkan sel B
dapat memberikan hasil yang positif pada pewarnaan periodic acid Schif (PAS). TdT
yang

diekspresikan

oleh

limpoblast

dapat

dideteksi

dengan

pewarnaanimunoperoksidase atau flow cytometry


iv.

Imunofenotif (dengan sitometri arus/ Flow cytometry)

Reagen yang dipakai untuk diagnosis dan identifikasi subtype imunologi adalah
antibody terhadap:
a.

Untuk

sel

precursor

B:

CD

10

(common

ALL

CD19,CD79A,CD22, cytoplasnic m-heavy chain, dan TdT


b.

Untuk sel T: CD1a,CD2,CD3,CD4,CD5 ,CD7,CD8 dan TdT

c.

Untuk sel B: kappa atau lambda CD19,CD20, dan CD22Sitogenetik

antigen),

v.

Analisis sitogenetik sangat berguna karena beberapa kelainan sitogenetik

berhubungan dengan subtype LLA tertentu, dan dapat memberikan informasi


prognostik. Translokasi t(8;14), t(2;8), dan t (8;22) hanya ditemukan pada LLA sel B,
dan kelainan kromosom ini menyebabkan disregulasi dan ekspresi yang berlebihan
dari gen c-myc pada kromosom
vi.

Biopsi limpa

pemeriksaan ini memeperlihatkan poriferasi sel leukemia dan sel yang berasal dari
jaringan limpa yang terdesak, seperti limposit normal, RES, granulosit, dan pulp cell.
G. Pemeriksaan Diagnostik16
Hitung darah lengkap dan diferensiasinya adalah indikasi utama bahwa
leukemia tersebut mungkin timbul. Semua jenis leukemia tersebut didiagnosis
dengan aspirasi dan biopsi sumsum tulang. Contoh ini biasanya didapat dari tulang
iliaka dengan pemberian anestesi lokal dan dapat juga diambil dari tulang sternum.
Pada leukemia akut sering dijumpai kelainan laboratorik seperti:
1.

Darah tepi

a.

Dijumpai anemia normokromik-normositer, anemia sering berat dan timbul cepat.

b.

Trombositopenia, sering sangat berat di bawah 10 x 10 6/l

c.

Leukosit meningkat, tetapi dapat juga normal atau menurun (aleukemic leukemia).
Sekitar 25% menunjukan leukosit normal atau menurun, sekitar 50% menunjukan
leukosit meningkat 10.000-100.000/mm3 dan 25% meningkat 100.000/mm3

d.

Apusan darah tepi: khas menunjukan adanya sel muda (mieloblast, promielosit,
limfoblast, monoblast, erythroblast atau megakariosit ) yang melebih 5% dari sel
berinti pada darah tepi. Sering dijumpai pseudo Pelger-Huet Anomaly yaitu netrofil
dengan lobus sedikit (dua atau satu) yang disertai dengan hipo atau agranular.

2.

Sumsum tulang
Merupakan pemeriksaan yang sifatnya diagnostik. Ditemukan banyak sekali sel
primitif. Sumsum tulang kadang-kadang mengaloblastik; dapat sukar untuk
membedakannya dengan anemia aplastik. Harus diambil sampel dari tempat ini.
(Rendle.Ikhtisar Penyakit Anak.1994;184). Hiperseluler, hampir semua sel sumsum
tulang diganti sel leukemia (blast), tampak monoton oleh sel blast, dengan adanya
leukomic gap (terdapat perubahan tiba-tiba dari sel muda (blast) ke sel yang

matang, tanpa sel antara). System hemopoesis normal mengalami depresi. Jumlah
blast minimal 30% dari sel berinti dalam sumsum tulang (dalam hitung 500 sel pada
apusan sumsum tulang).
3.

Pemeriksaan immunophenotyping
Pemeriksaan

ini

menjadi

sangat

penting

untuk

menentukan

klasifikasi

imunologik leukemia akut. Pemeriksaan inni dikerjakan untuk pemeriksaan surface


marker guna membedakan jenis leukemia.
4.

Pemeriksaan sitogenetik
Pemeriksaan kromosom merupakan pemeriksaan yang sangat diperlukan dalam
diagnosis

leukemia

karena

kelainan

kromosom

dapat

dihubungkan

dengan

prognosis.
H. Pengobatan4
Penanganan pada kanker spesifik sesuai diagnosis dan usia anak. Terdapat 3
kunci modalitas yang dikembangkan untuk menangani kanker : kemoterapi,
radioterapi, dan bedah. Transplantasi sumsum tulang juga biasa dimasukkan dalam
daftar pengobatan kanker.
1.

Kemoterapi
Kemoterapi merujuk pada penggunaan agen sitotoksik untuk menghancurkan
sel-sel kanker dengan menghentikan siklus hidupnya. Tujuan utama kemoterapi :

a.

Mengobati kanker

b.

Mencegah penyebaran sel kanker

c.

Menghentikan metastasis

d.

Mengurangi gejala yang timbul

e.

Memperlambat pertumbuhan sel kanker


Kemoterapi dapat diberikan melalui 3 rute : oral, intravena, dan intrathecal. Efek
samping jangka pendek dari kemoterapi yang dapat mempengaruhi penanganan
fisioterapi berupa :

a.

Anorexia, nausea, vomitus

Terdapat hubungan antara ketiganya. Mucositis pada mulut dan tractus


gastrointestinal dapat menyebabkan nyeri, akibatnya anak susah makan dan
minum dan juga mengalami kram pada perut. Beberapa agen kemoterapi
menyebabkan vomituss karena efek langsung pada pusat vomitus di medula
oblongata..
Penurunan berat badan, depresi dan energi yang kurang membuat penanganan
fisioterapi sulit dilakukan. Namun, penanganan sebaiknya diberikan dalam waktu
yang singkat.
b.

Myelosupresi
Salah satu efek samping kemoterapi adalah myelosupresi, penurunan produksi
sel darah merah, sel darah putih dan platelet oleh sumsum tulang, dan hal ini
memberikan efek yang besa dalam penanganan fisioterapi.
Anemia dapat menyebabkan cepat leah, platelet yang rendah dapat membatasi
aktifitas fisik karena risiko perdarahan. Nilai platelet yang rendah (biasanya dibawah
20x109/l)

juga

membatasi

penggunaan manual

chest

physiotherapy karena

berkaitan dengan risiko perdarahan. Penurunan sel darah putih, mempengaruhi


kemampuan anak untuk memulai atau melanjutkan program terapi. Antibiotik
intravena dan pengobatan antifungal untuk infeksi membuat aktivitas fisik lebih
sulit dilakukan.
c.

Neurotoxic
Nyeri sensori neuropati atau gabungan sensorimotor/autonom neuropati dapat
terjadi bergantung pada obat yang diberikan. Efek yang ditimbulkan bergantung
pada dosis kumulatif, meskipuan masalahnya dapat terjadi pada awal pemberiaan
obat. Penyembuhan tergantung pada kemampuan dari sistem saraf tepi untuk
memperbaiki

dirinya

dengan

kehadiran

substansi

toxic

dan

hal

ini

dapat

berlangsung dalam waktu yang lama. Terdapat dua obat yang khususnya
digunakan dalam penangan kanker dan memiliki efek neurotoxic :
1)

Vincristine utamanya mempengaruhi saraf sensoris tangan dan kaki, nyeri,


parastesi muncul dan refleks tendon menurun atau hilang. Vincristine biasanya
digunakan untuk pengobatan leukimia limfoblastik akut, tumor Wilms dan beberapa
tumor CNS. Perkembangan toxic, dapat menyebabkan kram pada otot, kelemahan
otot tangan dan kako.

2)

Cisplatin dan carboplatin adalah dua obat yang juga memberikan efek neurotoxic.
Cisplatin lebh toxic daripada carboplatin. Keduanya lebih mempengaruhi saraf
sensori daripada saraf motorik. Efeknya berupa parastesi pada tangan dan kaki,
hilangnya refleks tendon, hilangnya propriosensor sendi dan pada beberapa kasus
menyebabkan ataxia.

d.

Steroid-induced myopathy
Steroid digunakan dalam pengobatan beberapa kanker. Dalam penggunaan yang
lama, pola kelemahan otot dapat terjadi. Kelemahan cenderung di proksimal
daripada distal dan simetris daripada asimetris. Ektremitas bawah cenderung lebih
terpengaruh daripada ektremitas atas. Masalah fungsional berupa naik tangga dan
bangun dari kursi atau lantai biasanya muncul dan juga ketidakmampuan berjalan
dalam jarak dekat atau menengah.

Tabel. 1 Ringkasan efek kemoterapi pada fisioterapi


1.

Anak mengalami penurunan toleransi latihan dan


mudah lelah. Oleh karena itu, penanganan fisioterapi
dilakukan

dalam

membutuhkan

tempo

modifikasi

yang
sesuai

singkat

dan

perkembangan

kondisi pasien.
2.

Nilai platelet harus dicek, jika dibawah 20x10 9/l,


tidak boleh dilakukan teknik manual chest.

3.

Perhatikan tanda neuropathy perifer dan proksimal


myopathy dan harus ditangani ketika ada indikasi.

4.

Monitoring perkembangan anak

5.

Penggunaan

kateter

menyebabkan

nyeri

vena
leher,

sentral
kekakuan,

dapat
dan

mempengaruhi postur. Hal ini dapat ditangani dengan


melakukan latihan gerak sendi.

2.

Radioterapi

Radioterapi adalah penggunaan sinar X energi tinggi untuk menghancurkan sel


kanker. Hal ini normalnya dilakukan untuk mengobati satu area dimana tumor
ditemukan. Radioterapi biasanya dikombinasikan dengan kemoterai atau bedah.
3.

Transplantasi sumsum tulang


Transplantasi sumsum tulang adalah proses yang mengambil sumsum tulang
donor dan sel tersebut ditransfusikan ke resipien. Hal ini dilakukan untuk
pengobatan kanker pada anak dengan prognosis yang buruk. Tujuan transplantasi
sumsum tulang yaitu untuk menghancurkan semua sel kanker.

DAFTAR PUSTAKA
1.

Ganie, A. 2005. Thalassemia : Permasalahan dan Penanganannya. Universitas


Sumatera Utara : Medan.

2.

TIF.

2008. Guidelines

for

The

Clinical

Management

of

Thalassemia. www.

Thalassaemia.org.cy
3.

Gale, Danielle dan Jane

Charette.2000. Rencana

Asuhan

Keperawatan

Onkologi.Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta.


4.

Mitchinson, Victoria dan Jan Davies. 2007.

Physiotherapi for Children. Elsevier

Health : Philadelphia.
5.

Dewi, Syarifurnama. 2009. Karakteristik Penderita Thalassemia yang Rawat Inap di


Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan Tahun 2006-2008 (skripsi).Fakultas
Kesehatan Masyarakat USU : Medan.

6.

Supandiman, I. 1997. Hematologi Klinik. Penerbit Alumni : Bandung.

7.

Hoffbrand, A dkk. 2005. Kapita Selekta Hematologi. Penerbit Buku Kedokteran


EGC : Jakarta.

8.

Mambo. 2009. Warisan yang Tidak Diharapkan. www.dkk-bpp.com. Sysinfokes Kota


Balikpapan.

9.

Jones, H. 1995. Catatan Kuliah Hematologi. Penerbit Buku Kedokteran EGC :


Jakarta.

10. PMI Jatim. 2007. Thalassemia, Penyakit Kelainan Darah yang Membutuhkan
Transfusi. www.pmijatim.org.
11. Suyono, S. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Balai Penerbit FKUI :
Jakarta.
12. Permono,B. 2006. Thalassemia. www.pediatrik.com
13. Rahmatia, A dan Novianty R. 2006. At Glance Medicine. Erlangga : Jakarta.
14. Ariany, Arin. 2012. Leukimia Limfoblasti Akut (ALL). Asuhan Keperawatan.
15. Wong, Donna L.2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatriks,Vol 2.Penerbit Buku
Kedokteran EGC : Jakarta.
16. Gale dkk. 2000. Rencana

Asuhan

Keperawatan

Onkologi. Penerbit

Buku

KedokteranEGC : Jakarta
17. Howard W. Makofsky. 2003. Spinal Manual Therapy. New York.
18. Ck.Giam.Kc, Teh. 2004. The FITT Formula. Sport Medicine and Fitness a Guide For
Every One. Singapore Council.
19. Prentice, William E. 2002. Therapeutic Modalities For Physical Therapist. McGrawHills Companies.
20. Neil, F.Gordon. 1989. The Cooper Clinic And Research Institute Fittness Series.
Dallas America
http://monaziters.blogspot.co.id/2013/01/thalassemia-dan-leukimia-limfoblastik.html

BILA LEUKOSIT SUSUT ATAU MELEJIT...


Sel darah putih atau Leukosit merupakan " bala tentara" kita. Tugasnya melindungi
tubuh agar tahan menghadapi serangan kuman, entah itu virus, bakteri, atau
sejenisnya.Pendek kata leukosit berperan penting dalam sistem kekebalan tubuh.
Dalam melakukan aktivitas sehari-hari manusia tidak luput dari serangan berbagai macam

kuman pembawa bibit penyakit. Beruntung, tidak setiap serangan tersebut bisa
merobohkan tubuh, berkat pasukan tempur yang selalu siap melawan kuman. Pasukan
tempur itu adalah sel darah putih yang dikenal dengan sebutan leukosit.
Sebagai gambaran, luka akibat goresan merupakan pintu masuk bagi kuman. Nah, di
daerah luka itulah sel darah putih akan berkumpul dan berperang melawan kuman hingga
tuntas. Bagian tubuh yang luka seringkali tampak merah dan membengkak serta seringkali
mengeluarkan nanah. Itu merupakan efek dari peperangan kuman melawan sel darah
putih.
Jika sel darah putih menang, kuman akan hilang dan tubuh kembali normal. Sebaliknya,
jika sel darah putih kalah, diperlukan obat-obatan dari luar untuk membantu sel darah putih
melawan kuman. Bisa dibayangkan betapa pentingnya sel darah putih dalam tubuh kita.

GANGGUAN SUMSUM TULANG


Sebagian orang pernah mengalami kekurangan sel darah putih atau disebutLeukopenia.
Kondisi ini terjadi bila jumlah sel darah putih kurang dari 5.000 dalam setiap tetes darah.
Manusia normalnya memiliki sel darah putih berjumlah 5.000 hingga 10.000 dalam setiap
tetes darahnya.
Leukopenia bisa disebabkan sumsum tulang mengalami gangguam. Sum-sum tulang
merupakan produsen sel darah putih. Jika sum-sum tulang bermasalah, otomatis jumlah sel
darah putih akan mengalami gangguan juga.
Leukopenia bisa juga disebabkan oleh infeksi. Infeksi dari kuman atau bakteri bisa
menyebabkan penurunan jumlah sel darah putih. Kurangnya sel darah putih juga bisa
terjadi karena adanya penyakit autoimun seperti HIV/AIDS atau lupus.
Pengaruh obat-obatan seperti efek dari kemoterapi pun bisa menyebabkan terjadinya
leukopenia.
Beberapa jenis obat yang digunakan pada kemoterapi bisa merusak sum-sum tulang,
sehingga produksi sel darah merah menurun. Meski demikian, kondisi ini tidak selalu terjadi
pada setiap orang, bergantung kondisi masing-masing pasien.
Namun, keadaan ini tidak berlangsung lama pada pasien yang menjalani kemoterapi.
Biasanya jumlah sel darah putih akan menurun selama beberapa hari. Ini disebabkan oleh
efek obat kemoterapi, tetapi kemudian leukosit akan kembali pada jumlah normal lagi.
KANKER DARAH
Penyebab lain dari leukopenia adalah kanker, terutama kanker darah. Banyak orang
beranggapan bahwa kanker akan memicu jumlah leukosit. Padahal kanker juga bisa
menurunkan kadar leukosit. Apalagi jika kanker tersebut sudah menyerang sumsum tulang
dan menyebar ke seluruh tubuh. Penyebab ini yang seringkali luput atau menipu perhatian
dokter.

Kekurangan sel darah putih bisa menyebabkan seseorang rentan terserang penyakit
ataupun infeksi. Bahkan penyakit ringan seperti flu saja bisa membuat pasien leukopenia
menderita hebat.
Ini diakibatkan kurangnya pasukan tempur dalam tubuh. Penyakit yang seharusnya bisa
dengan mudah ditangani oleh tubuh menjadi sulit sembuh.
ATASI PENYEBABNYA
Leukopenia seringkali diketahui ketika pasien memeriksakan diri ke dokter karena keluhan
penyakit. Penyakit yang dialami itu kerap kali merupakan gejala dari leukopenia.
Cara tercepat untuk mengetahuinya adalah dengan melakukan tes jumlah darah putih.
Kemudian dokter akan memeriksa penyebab terjadinya penurunan jumlah sel darah putih.
Jika sudah diketahui, barulah bisa ditentukan cara pengobatannya.
Untuk saat ini cara paling efektif untuk menangani leukopenia adalah dengan mengatasi
penyebabnya. Jika leukopenia disebabkan oleh infeksi, obati saja infeksinya. Jika
disebabkan oleh kanker, obatilah kankernya.
Belu ada pola makan atau diet yang berhubungan untuk menambah jumlah sel darah putih.
Kalau leukopenia dikarenakan kanker, pola makan tidak bisa menaikkan jumlah leukosit.
Karena itu mengonsumsi makanan sehat dan bergizi seimbang lebih untuk membantu
proses pemulihan.
PENYEBAB LEUKOSIT TURUN NAIK
Kadar sel darah putih atau leukosit yang terlalu tinggi atau leukositosis, bisa
mengindikasikan:
* Naiknya produksi leukosit guna melawan infeksi.
* Reaksi obat-obatan.
* Penyakit pada sumsum tulang, sehingga produksi leukosit menjadi abnormal.
* Gangguan sistem imun.
Pemicu spesifik yang meningkatkan kadar sel darah putih, yaitu:
* Leukemia limfositik akut/ kronis.
* Leukemia myelogenous akut/ kronis.
* Alergi parah.
* Obat kortikosteroid dan epinefrin.
* Campak.
* Infeksi bakteri.
* Infeksi virus
* Rematoid artritis.
* Penyakit TBC.
* Batuk rejan.

* Kerusakan jaringan, misalnya akibat luka bakar.


* Stress psikis dan fisik.
* Merokok.
Sementara kadar sel darah putih bisa juga turun di bawah normal ( kurang dari 3.500 sel
per mikroliter darah) karena :
* Infeksi virus.
* Kelainan kongenital yang terkait dengan fungsi sumsum tulang.
* Kanker.
* Gangguan autoimun.
* Obat-obatan yang merusak sel darah putih.
Pemicu spesifik yang menurunkan leukosit :
* Alergi berat.
* Anemia aplastis.
* Kemoterapi.
* Obat-obatan antibiotik, diuretik, dan prednison.
* HIV/AIDS.
* Hipertiroid.
* Penyakit infeksi.
* Penyakit lupus
* Terapi radiasi.
* Rematoid artritis.
* Kekurangan vitamin.
BELUM TENTU LEUKEMIA
Sel darah putih atau leukosit bertugas melindungi tubuh dari serangan bakteri dan virus.
Jumlah sel darah putih akan meningkat jika tubuh diserang kuman. Ini dilakukan untuk
mengimbangi jumlah kuman yang masuk. Kondisi jumlah leukosit di atas batas normal
disebut leukemia atau leukositosis.
Sel darah putih juga bisa berkembang biak melebihi batas normal, meski tubuh tidak
diserang infeksi. Sumsum tulang belakang memproduksi sel-sel darah putih dalam jumlah
yang sangat banyak.
Sayangnya tidak semua sel darah putih tersebut layak disebut sel normal.
Kebanyakan dari mereka tidak normal atau tidak berfungsi selayaknya.
Jika berlangsung terus jumlah sel darah putih abnormal ini akan menumpuk dan berbalik
menyerang fungsi organ tubuh kita sendiri. Hal ini bisa disebabkan banyak hal. Yang paling
umum ditemui adalah karena kanker darah atau kanker leukemia.
Kanker ini memiliki banyak variasi dan bisa menyerang orang dewasa maupun anak-anak.
GEJALA LEUKEMIA

Gejala leukemia antara lain: demam, mudah lelah, kehilangan berat secara drastis, atau
mudah berdarah. Bisa juga sering tersengal-sengal, rasa sakit pada tulang, dan berkeringat
sangat banyak terutama di malam hari.
Gejala ini tentu tidak semua sama pada setiap orang. Pada orang-orang tertentu bisa saja
muncul sebagai gejala flu atau demam biasa, sehingga terabaikan. Bahkan ada yang tidak
menggejala sama sekali.
Namun, gejala tadi tidak bisa menjadi acuan pasti adanya leukemia. Bisa saja karena tubuh
sebenarnya sedang melawan kuman, jadi memproduksi leukosit lebih banyak.
Untuk memastikan perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium. Terutama pemeriksaan
jumlah sel darah putih.
FAKTOR LEUKEMIA
Beberapa faktor leukemia antara lain: sering menjalani kemoterapi dan bekerja dengan
bahan kimia. Meski demikian, tidak setiap orang yang memiliki faktor risiko akan mengalami
leukemia.
Ada orang yang tidak memiliki faktor risiko, tetapi terkena leukemia. Itu bisa saja karena
faktor genetik.
MACAM_MACAM TERAPI LEUKEMIA
Leukemia bukan kanker berbentuk padat yang dapat diangkat lewat operasi. Pengobatan
leukemia terbilang rumit, tergantung dari usia, kondisi tubuh pasien, dan tipe leukemianya.
Belum lagi jika kanker tersebut sudah menyebar ke banyak bagian tubuh.
Pilihan terapi untuk leukemia antara lain:
1. KEMOTERAPI
Kemoterapi adalah: pengobatan yang umum dilakukan untuk menangani leukemia. Terapi
ini menggunakan cairan kimia untuk membunuh sel leukemia.
Pasien bisa hanya menerima satu jenis obat atau berbagai macam obat, bergantung dari
jenis leukemianya. Cara pengobatannya bisa dalam bentuk pil atau disuntikkan ke dalam
saluran darah.
2. TERAPI BIOLOGIS
Dikenal juga sebagai terapi imuno.Terapi biologis menggunakan berbagai macam substansi
untuk meningkatkan kekebalan tubuh pasien agar kuat melawan sel kanker.
3. TERAPI KINASE INHIBITOR
Obat yang mengandung zat imatinib mesilat ini merupakan pilihan pertama bagi
kebanyakan penderita leukemia jenis myelogen kronis.

4. TERAPI OBAT LAIN


Arsenik trioksida dan semua jenis asam trans retinoik merupakan obat antikanker. Cara
kerjanya membuat sel leukemia menjadi tua dan mati.
5. TERAPI RADIASI
Terapi yang menggunakan sinar x ini bertujuan untuk menghancurkan sel leukemia dan
menghentikan pertumbuhannya. Pasien bisa disinari hanya pada bagian tertentu tubuhnya,
lokasi sel leukemia berada. Jika sel leukemia sudah menyebar, tentu seluruh tubuh harus
disinar.
6. TRANSPLANTASI SUMSUM TULANG BELAKANG
Proses ini bertujuan mengganti sumsum tulang belakang yang sudah terkontaminasi
leukemia dengan sumsum tulang belakang yang masih bersih dan sehat.
7. TERAPI SEL PUNCA
Serupa dengan transplantasi sumsum tulang belakang. Bedanya, terapi ini menggunakan
sel induk yang berada dalam aliran darah. Sel punca bisa diambil dari dalam tubuh pasien
sendiri atau dari donor yang cocok dengan tubuh pasien.
Para dokter lebih sering menggunakan terapi ini karena masa pemulihan lebih cepat dan
tingkat risiko terkena infeksi lebih rendah

Anda mungkin juga menyukai