Anda di halaman 1dari 4

BEHAVIORAL SHAPING

Behavioral shaping diartikan sebagai proses pembentukan perilaku baru di mana


modifikator perilaku memberikan reinforcement berkelanjutan (aproksimasi) untuk setiap
perilaku baru yang dikehendaki dan bisa dilakukan oleh sasaran. Reinforcement diberikan
segera setiap kali perilaku yang diinginkan muncul. Merupakan proses pembentukan
perilaku yang paling mudah dijumpai dalam kehidupan sehari-hari dan biasa diaplikasikan
pada banyak setting kehidupan, misalnya terapis yang sedang membantu pasiennya
berbicara, perlakuan pada lansia, mengajarkan cara menulis paragraf pada mahasiswa yang
sedang mengerjakan penelitian, mengajarkan cara membaca pada anak TK, dan
mengajarkan mencuci piring pada anak usia 5 tahun. Behavioral shaping ditandai dengan
pemberian reinforcement yang bervariasi untuk setiap capaian perilaku yang diinginkan.
Langkah-langkah sederhana behavior shaping:
1.
2.

Tentukan perilaku sasaran dan tujuannya


Susun task analysis (urut-urutan tugas yang harus dikerjakan dan masing-masing

3.
4.

capaiannya)
Tentukan kapan proses shaping dilakukan
Lakukan gladi tingkah laku (behavior rehearsal), berikan reinforcement secara

5.
6.

berkelanjutan hingga semua task analysis bisa dilakukan oleh subjek


Bantu imajinasikan apa yang akan terjadi saat terbentuknya perilaku baru
Ajarkan self instruction (instruksi diri) sehingga shaping bisa dilakukan sendiri setelah
selesai gladi tingkah laku dalam hal ini subjek berlatih untuk memberikan

7.

reinforcement internal dari dan untuk diri sendiri


Ukur keberhasilan pemberian behavioral shaping

APLIKASI TEKNIK BEHAVIORAL SHAPING


Kasus di bawah ini mencontohkan bagaimana seorang Ibu mengajarkan cara mencuci
peralatan makannya sendiri untuk anak kelas II SD menggunakan metode behavioral
shaping. Berikut rincian langkah-langkah yang harus dilakukan.
1.

Tentukan perilaku sasaran dan tujuannya


Tujuan diajarkannya tingkah laku baru, dalam hal ini mencuci peralatan makan pada
anak kelas II SD adalah :
Untuk membentuk kepribadian anak menjadi lebih mandiri sejak usia dini, sebab

akan lebih mudah terinternalisasi ke dalam diri anak.


Supaya anak tidak bergantung pada Ibu atau pembantu untuk mencuci peralatan
makannya.
5

Memberikan latihan pada anak untuk bertanggungjawab terhadap hal-hal kecil


seperti mencuci peralatan makan sehingga setiap kali selesai makan, anak tidak
langsung pergi begitu saja, tapi terbiasa untuk mencuci peralatan makan terlebih

dahulu.
Dengan mengajarkan tingkah laku ini, diharapkan pada tahap selanjutnya,
misalkan saat kelas III SD nanti, anak sudah bisa mencuci peralatan makan bukan

2.

hanya miliknya sendiri, tapi milik seluruh anggota keluarga


Susun task analysis (urut-urutan tugas yang harus dikerjakan dan masingmasing capaiannya)
Mengajarkan mencuci peralatan makannya sendiri pada siswa kelas II SD dapat
dilakukan dengan Task Analysis sebagai berikut.
Setelah selesai makan dan mencuci tangan, bawa peralatan makan ke tempat
pencucian piring. Bisa dilakukan secara berkala, mengingat ukuran tangan anak
masih cukup kecil untuk membawa peralatan makannya sekaligus. Tapi bisa juga
dibawa sekaligus jika memungkinkan. Misalnya, gelas, sendok, dan garpu
diletakkan dengan posisi rebah di atas piring, kemudian anak membawa piring

dengan dua tangannya


Siapkan sabun cuci terlebih dahulu. Tuangkan sabun cuci ke dalam wadah kecil,

basahi dengan air, kemudian campur hingga berbusa


Ambil spons untuk mencuci, basahi dengan sedikit air.
Ambil sendok, pegang di tangan kiri, basahi dengan air hingga merata
Kemudian, celupkan spons ke dalam busa sabun menggunakan tangan kanan
Cuci sendok menggunakan spons yang sudah penuh oleh busa, gosok hingga

kotoran yang menempel pada sendok hilang semua dan berbau wangi.
Letakkan sendok terlebih dahulu.
Kemudian ambil garpu, lakukan hal yang sama hingga garpu bersih dari kotoran.

Letakkan garpu
Kemudian ambil gelas, cuci gelas hingga bersih seperti langkah di atas. Letakkan

gela
Baru setelah itu ambil piring, dan cuci piring sebagaimana langkah di atas.

Letakkan piring
Langkah selanjutnya, nyalakan kran kemudian bilas satu per satu peralatan
makan, mulai dari sendok, garpu, gelas, dan piring, dengan hati-hati. Pegang
dengan dua tangan karena peralatan-peralatan itu masih licin. Gosok dengan air
kran hingga busa sabun yang menempel hilang, tidak lagi licin dan kesat

Jika semuanya sudah bersih dan diletakkan di tempat cucian piring basah, yang
seharusnya dilakukan adalah mengambil lap kering untuk mengelap peralatan

makan
Lap satu per satu dengan menggosok peralatan-peralatan itu, mulai dati sendok,

garpu, gelas, dan piring hingga semuanya kering


Setelah semuanya kering, bawa secara berkala peralatan-peralatan makan itu dan
letakkan di raknya masing-masing. Sendok sesuai dengan tempat sendok, garpu

3.

sesuai dengan tempat garpu, begitu pula dengan gelas dan piring.
Tentukan bagaimana proses shaping dilakukan
Ibu mengajarkan anak perlahan-lahan dari mencuci peralatan yang paling
sederhana, yaitu sendok, kemudian disusul dengan garpu, gelas, dan piring. Ibu juga
membiasakan anak untuk selalu mencuci sendiri peralatan makannya setiap kali
selesai makan, baik itu makan pagi, makan siang, maupun makan malam. Jika pada
awal pembentukan anak lupa, Ibu boleh mengingatkan. Supaya anak lebih giat
melakukan kegiatan ini, maka tidak ada salahnya bila Ibu sengaja membelikan sabun
cuci khusus yang aman bagi tangan anak, sehingga tidak lecet jika dipegang terus, dan
beraroma buah-buahan yang paling disukai oleh anak misalnya aroma strawberry,
jeruk nipis, anggur, dan sebagainya.

4.

Lakukan gladi tingkah laku (behavior rehearsal), berikan reinforcement secara


berkelanjutan hingga semua task analysis bisa dilakukan oleh subjek
Latihan tingkah laku dilakukan setelah Ibu memberikan contoh untuk anak,
bagaimana cara mencuci peralatan makan yang baik. Setelah Ibu memberikan contoh,
maka anak diminta untuk menirukan hal yang sama, hingga anak benar-benar berhasil
melakukan seperti apa yang Ibu inginkan. Untuk setiap task analysis pada langkah
nomor 2 yang berhasil dilakukan oleh anak, Ibu akan memberikan reinforcement
berupa pujian (good, bagus, pintar, cantiknyaa, dst), senyuman, tepukan pelan di
pundak, atau permen lolipop (setelah semua task analysis tercapai).

5.

Bantu imajinasikan apa yang akan terjadi saat terbentuknya perilaku baru
Ibu perlu mengingatkan pada anak untuk hati-hati saat akan mulai mencuci
peralatan makannya. Misalkan saja katakan,bawa peralatan makannya sedikit demi
sedikit ya Nak, biar tidak jatuh. Atau mengatakan kalau lagi nyuci piring, pegang
piringnya harus hati-hati, jangan sambil loncat-loncat, nanti piringnya bisa jatuh dan
pecah. Kan licin Dek

Dengan kata-kata

peringatan

seperti

itu,

anak

akan belajar

untuk

membayangkan apa yang akan terjadi kalau sampai dia tidak hati-hati dalam mencuci
peralatan makannya. Bisa-bisa jika sabun yang dituangkannya terlalu banyak, piring
menjadi terlalu licin sehingga akan lebih mudah untuk jatuh. Jika anak membawa
peralatan makan sekaligus, bisa-bisa jatuh di tengah jalan karena tangannya masih
terlalu kecil.
Dengan membayangkan hal-hal semacam itu, maka anak akan lebih berhatihati lagi supaya apa yang dibayangkannya itu tidak terjadi. Anak akan membawa
peralatan makan sebisanya, yang penting tidak jatuh di tengah jalan. Atau anak tidak
akan memberikan sabun terlalu banyak supaya tidak licin. Sehingga perilaku baru ini
pun bisa lebih efektif.
6.

Ajarkan self instruction (instruksi diri) sehingga shaping bisa dilakukan sendiri
setelah selesai gladi tingkah laku dalam hal ini subjek juga berlatih untuk
memberikan reinforcement internal dari dan untuk diri sendiri
Self instruction bertujuan supaya anak bisa menginstruksi dirinya sendiri.
Tatkala tidak ada Ibu di rumah, maka yang harus dilakukannya ketika selesai makan
adalah mencuci peralatan makannya sendiri, tidak langsung kabur begitu saja. Self
instruction itu sendiri bisa dilakukan dengan cara yang sama dengan bantuan untuk
berimajinasi. Misalkan saja Nah, coba lihat, kalau Adek bisa nyuci piringnya sendiri
kan Mama jadi terbantu. Adek sudah pinter begitu, cuciannya juga bersih, wangi lagi.
Dengan mengimajinasikan hal tersebut, maka sedikit demi sedikit anak akan berusaha
untuk terus membantu Ibunya mencuci peralatan makannya sendiri.

7.

Ukur keberhasilan pemberian behavioral shaping


Cara mengukur keberhasilan behavioral shaping adalah dengan melihat keterampilan
awal yang dimiliki oleh anak (misalnya tidak pernah mencuci piring sama sekali dan
tidak bisa mencuci piring), setelah mendapatkan behavioral shaping rupanya anak
menjadi semangat untuk mencuci peralatan makannya sendiri setiap kali selesai
makan.

Anda mungkin juga menyukai