Proencephalon;
terdiri
dari
diencephalon
dan
telencephalon.
- Mesencephalon : telencepalon , diencephalon
- Rhombencephalon; terdiri dari medula oblongata, pons
dan cerebellum
b. Medula spinalis terdiri dari 31 segmen
2.Sistem saraf perifer tediri dari ; 12 pasang saraf cranial dan 31
pasang saraf spinal.
pedunculus cerebri.
Pons melalui pusat dari pes pontis.
Medulla oblongata berkumpul dalam pyramid.
Decussatio pyramid.
Pada batas antara medulla oblongata dan medulla spinalis, traktus
pyramidalis mengadakan persilangan yang disebut Decussatio Pyramiden.
Sebagian besar menyilang garis tengah dan selanjutnya disebut traktus
kortiko spinalis lateralis dan sebagian kecil tidak menyilang garis tengah dan
tetap berjalan homolateral dan disebut traktus kortikos spinalis sentralis.
garis tengah ke sel motor neuron. Pada umumnya nuclei dari nervi cranialis
mendapat impuls motorik bilateral dari korteks cerebri, kecuali nervus VII
dan nervus XII mendapat impuls motorik secara kontralateral. Traktus
pyramidalis berfungsi untuk mengatur gerak otot tangkas yakni pergerakan
untuk
suatu
keterampilan.
Diensefalon, ialah bagian otak yang paling rostral, dan tertanam di antara ke-dua belahan
otak besar (haemispherium cerebri). Diantara diensefalon dan mesencephalon, batang
otak membengkok hampir sembilah puluh derajat kearah ventral. Kumpulan dari sel saraf
yang terdapat di bagian depan lobus temporalis terdapat kapsula interna dengan sudut
menghadap kesamping. Fungsi dari diensefalon:
Mesensefalon, atap dari mesensefalon terdiri dari empat bagian yang menonjol ke atas.
Dua di sebelah atas disebut korpus kuadrigeminus superior dan dua di sebelah bawah
disebut korpus kuadrigeminus inferior. Serat saraf okulomotorius berjalan ke ventral di
bagian medial. Serat nervus troklearis berjalan ke arah dorsal menyilang garis tengah ke
sisi lain. Fungsinya:
Pons varoli, brakium pontis yang menghubungkan mesensefalon dengan pons varoli
dengan serebelum, terletak di depan serebelum di antara otak tengah dan medula
oblongata. Disini terdapat premotoksid yang mengatur gerakan pernapasan dan refleks.
Fungsinya:
Penghubung antara kedua bagian serebelum dan juga antara medula oblongata
dengan serebelum atau otak besar.
Medula oblongata merupakan bagian dari batang otak yang paling bawah yang
menghubungkan pons varoli dengan medula spinalis. Bagian bawah medula oblongata
merupakan persambungan medula spinalis ke atas, bagian atas medula oblongata yang
melebar disebut kanalis sentralis di daerah tengah bagian ventral medula oblongata.
Fungsi medula oblongata:
Pusat pernapasan.
menggerakan otot-otot aksial tubuh tangan dan tungakai. Nervus spinalis hanya menerima inervasi
kontralateral dari traktus kortikospinal. Ini berarti lesi traktus piramidalis unilateral diatas titik
prsilangan pada piramid akan menyebabkan paralisis otot yang dipersarafi nervus spinalis disisi
berlawanan dari tubuh. Sebagai contoh,lesi disisi kiri tractus piramidalis diatas titik persilangan dapat
menyebabkan paralisis sisi kanan tubuh.
d. gyrus precentralis
motorik
adalah
traktus
dan
area
motor
ini
korteks
setelah
akan
meninggalkan
melewati
bagian
dan
selanjutnya
batang
otak,
turun
untuk
membentuk bagian priamid dari medulla. Sebagian besar serabut priamidal akan
menyilang pada medulla lebih rendah turun ke traktus kortikospinal lateralis medula
spinalis, akhirnya berakhir terutama pada interneuron di regio intermediate dari
substantia grisea medula; beberapa berakhir di neuron-neuron penyiar sensoris di radiks
doorsalis, dan sedikit sekali yang berkahir secara langsung di neuron-neuron motorik
anterior yang menyebabkan konstraksi otot.
Sebagian kecil serabut ini tidak menyilang ke sisi yang laun pada medula namun berjalan
secara ipsilateral ke arah medula pada traktus kortikospinal ventralis. Walau tidak semua,
banyak serabut ini yang akhirnya menyilang di sisi yang berlawanan terutama di bagian
leher atau regio toraks bagian atas. Serabut ini kemungkinan berperan dalam
pengendalian gerakan postural bilateral oleh korteks motorik suplementer.
Yang sangat mengesankan dari serabut-serabut yang ada pada traktus piramidal ini adlaah
banyaknya serabut besar bermielin dengan diameter sekitar 16 mikrometer. Serabut ini
berasal dari sel-sel piramidal raksasa, yang disebut sel-sel Bertz. Sel-sel ini hanya dapat
dijumpai pada kortek motorik primer. Diameter sel-sel Bertz kira-kira 60 mikrometer, dan
saraf-sarafnya menjalarkan impuls saraf ke medula spinalis dengan kecepatan rata-rata 70
km/detik, yang merupakan kecepatan penjalaran terbesar dari setiap sinyal yang menjalar
dari otak ke medula. Dalam setiap traktus kortikospinal terdapat sekitar 34.000 serabut selsel Bertz besar. Jumlah total serabut dalam setiap traktus kortikospinal lebih dari 1 juta,
dengan demikian serabut-serabut besar ini hanya merupakan 3 persen dari jumah
keseluruhan. Sekitar 97 persen lainnya terutama terdiri dari dengan serabut-serabut dengan
diameter lebih kecil dari 4 mikrometeryang menginduksi sinyal-sinyal tonik penyerta ke
area motorik medula.
2. Tractus Spinothalamicus Lateral
Ujung saraf bebas di kulit merupakan reseptor perifer untuk stimulus nyeri dan suhu. Ujungujung saraf ini merupakan endorgan serabut grup A yang tipis dan serabut grup Cyang
hanpir tidak bermielin, yang merupakan prosesus prosesus perifer neuron peseudounipolar
di ganglion spinale. Prosesus sentralis melewati bagian lateral radiks posterior ke dalam
medula spinalis dan kemudain ternagi secara longitudinal menjadi kolateral-kolateral yang
pendek dan berakhir di dalam satu atau dua segmen substantia gelatinosa, membuat kontak
sinaptik dengan neuron funikularis (neuron kedua) yang prosesusnya membentuk traktus
spinotalamikus lateralis. Prosesus ini menyilang garis tengah di komisura spinalis anterior
sebelum berjalan naik di funikulus lateralis kontralateral menuju talamus. Seperti kolumna
posterior, traktus spinotalamikus lateralis tersusun secara somatotropik; namun pada traktus
ini, serabut ekstremitas bawah terletak di sebelah lateral sedangkan serabut yang berasal dari
tubuh dan ekstremitas atas terletak lebih medial.
Serabut yang menghantarkan sensasi nyeri dan suhu terletak sangat berdekatan satu
dengan yang lain sehingga tidak dapat dipisahkan secara anatomis. Jadi lesi pada traktus
spinotalamikus lateralis merusak kedua modalitas sensorik tersebut, meskipun tidak selalu
dengan derajat yang sama.
3. Dimanakah letak lesi lemah tangan dan tungkai ?
Jawab :
Impuls motorik untuk gerakan volunter terutama dicetuskan di girus presentalis lobus
frontalis dan area kortikal disekitarnya. Impuls tersebut berjalan di dalam jaras serabut yang
panjang (terutama traktus kortikonuklearis dan traktus kortikospinalis/jaras piramidal),
melawati batang otak dan turun ke medula spinalis ke kornu anterior.
Serabut saraf yang muncul dari area 4 dan area kortikal yang berdekatan bersama-sama
membentuk traktus piramidalis, yang merupakan hubungan yang paling langsung dan
tercepat antara area motorik primer dan neuron motorik di kornu anterior. Selain itu, area
kortikal lain (terutama korteks premotorik, area 6) dan nucleuli subkortikalis (terutama
ganglia basalis) berpartisipasi dalam kontrol neuron gerakan. Area-area tersebut membentuk
lengkung umpan balik yang kompleks satu dengan lainnya dan dengan korteks motorik
primer dan serebellum; struktur ini mempengaruhi sel-sel di kornu anterior medula spinalis.
Melalui beberapa jaras yang berbeda di medula spinalis. Fungsinya terutama untuk
memodulasi gerakan dan untuk mengatur tonus otot.
Impuls yang terbentuk di neuron motorik kedua pada nuklei nervi kranialis dna kornu
anterior medula spinalis berjalan melewati radiks anterior, pleksus saraf (di regio servikal
dan lumbosakral), serta saraf perifer dalam perjalanannya ke otot-otot rangka. Impuls
dihantarkan ke sel-sel otot melalui motor end plate.
Lesi pada neuron motorik pertama di otak atau medula spinalis biasanya menimbulkan
paresis spastik, sedangkan lesi neuron motorik orde kedua di kornu anterior, radiks anterior,
saraf perifer, atau motor end plate biasanya menyebabkan paresis flasid. Defisit motorik
akibat lesi pada sistem saraf jarang terlihat sendiri; biasanya disertai oleh berbagai defisit
sensorik, otonomik, kognitif dan /atau defisit neuropsikilogis dalam berbagai bentuk,
tergantung pada lokasi dan sifat lesi penyebabnya.
4. Patomekanisme gejalah
Hemiparese
Hemiparesis berarti kelemahan pada satu sisi tubuh. Contohnya, pasien dapat
mengeluhkan kelemahan pada satu sisi tubuh yang mengarah pada lesi hemisfer serebri
kontralateral. Dalam mendiagnosis, harus dilakukan pertanyaan lebih lanjut dan mendetil
mengenai waktu terjadinya gejala sehingga dapat mengklarifikasikan perjalanan patologis
dari lesi ini.
Yang membawa impuls untuk pengendalian voluntar otot ekstremitas dan otot tubuh adalah
traktus piramidalis (diatur secara halus), sedangkan system ekstrapiramidalis mengatur otototot voluntar secara kasar. Kerusakan pada traktus piramidalis dan kortikobulbaris pada
bagian atas medulla oblongata menyebabkan paralisis wajah, lengan, dan tungkai bawah
pada sisi kontralateral (berlawanan dari lesi). Apabila terdapat lesi pada arteri cerebri media,
wajah dan lengan lebih lumpuh, dan lesi pada arteri cerebri anterior, tungkai yang lebih
lumpuh. Bila disertai hemiplegia, lesi pada kapsula interna.
Lesi pada salah satu hemisfer akan menimbulkan efek (hemiparesis) pada sisi
kontralateralnya. Jaras piramidalis saat melewati crus posterior kapsula interna akan
berdampingan dengan saraf afferent (sensorik). Sehingga jika terjadi lesi pada daerah
tersebut, maka akan terjadi hemiparesis kontralateral.
Hubungan antara waktu dengan penyebab neuropatologis spesifik, dengan mengambil
contoh
lesi hemisfer serebri dengan gejala kelemahan tubuh kontralateral:
Onset yang cepat dan kejadian ikutan yang statis member kesan suatu kejadian vascular
(stroke), yaitu perdarahan atau infark.
Suatu kejadian dengan progresi lambat lebih mengarah ke lesi berupa massa, yaitu
tumor.
Kejadian yang berulang dengan pola remisi umumnya mengarah pada proses inflamasi
atau demielinisasi kronik, contohnya: sklerosis multiple.
Pada gangguan aliran darah otak (stroke), gejala ditentukan oleh tempat perfusi yang
terganggu, yakni daerah yang disuplai oleh pembuluh darah tersebut.
Penyumbatan total arteri basilaris menyebabkan paralisis semua ekstremitas (tetraplegia)
dan otot-otot mata serta koma. Penyumbatan pada cabang arteri basilaris dapat
menyebabkan infark pada serebelum, mesensefalon, pons, dan medula oblongata. Efek yang
ditimbulkan tergantung dari lokasi kerusakan:
Pusing, nistagmus, hemiataksima (serebelum dan jaras aferennya, saraf vestibular)
Penyakit Parkinson (subtansia nigra), hemiplegia kontralateral dan tetraplegia (traktus
pyramidal).
Hilangnya sensai nyeri dan suhu (hipestesia atau anesthesia) dibagian wajah ipsilateral
dan ektremitas kontralateral (saraf trigeminus [V] dan traktus spinotalamikus).
Hipakusis (hipestesia auditorik; saraf koklearis, ageusis (sasraf traktus salivarus),
singulatus ( formasio retikularis).
Ptosis, miosis, dan anhidrosis fasial ipsilateral (sindrom horner, pada kehilangan
persarafan simpatis).
Paralisis palatum molle dan takikardia (saraf vagus [X]. paralisis otot lidah ( saraf
hipoglosus [XII], mulut yang jatuh (saraf fasial [VII]), strabismus (saraf okulomotorik
[III], saraf abdusens [VII]).
Paralisis pseudobulbar dengan paralisis otot secara menyeluruh ( namun kesadaran tetap
di pertahankan).
Nyeri
Nyeri merupakan pengalaman tidak menyenangkan baik sensori maupunemosional
yang berkaitan dengan kerusakan jaringan yang sudah atau berpotensiterjadi, atau dijelaskan
berdasarkan kerusakan tersebut.Secara kualitatif nyeri dibagimenjadi dua jenis yaitu nyeri
fisiologis dan nyeri patologis, pada nyeri fisiologissensor normal berfungsi sebagai alat
disebut
sebagai
maladaptif
pain
atau
neuropathy
pain
terjadi
mendadak
dan
berkaitan
dengan
masalah
spesifik
yang
suatu
saraf
perifer
kulit
tipikal
yaitu
aferen
primer
yang
,memiliki
kecepatan
hantaran
tertinggi,
serta
membawa
impuls
sebagaiperantara sentuhan, tekanan, dan propriosepsi, serat A-d yang kecil bermielin
danserat C yang tidak bermielin, yang membawa impuls nyeri. Aferen-Aferen primer
inimenyatu di sel-sel kornu dorsalis medulla spinalis, masuk ke zona Lissauersedangkan
serat pasca ganglion simpatis adalah serat eferen, dan terdiri dari serat-serat C yang tidak
bermielin dan berfungsi membawa impuls dari medulla spinalis kejaringan dan organ efektor
.
Aferen primer C dan A-d dapat dibedakan oleh dua tipe nyeri yangditimbulkan, yang
disebut nyeri lambat dan nyeri cepat. Signal nyeri cepat disalurkanke medulla spinalis oleh
serat A-d dirasakan dalam waktu 0,1 detik dengan kualitasmenusuk, tajam atau elektris.
sedangkan nyeri lambat disalurkan oleh serat C dandirasakan 1 detik setelah rangsangan
mekanis, suhu, atau kimiawi,. karena sistempersyarafan nyeri yang ganda ini, maka cedera
jaringan sering menimbulkan duasensasi nyeri yang tersendiri , diawali nyeri tajam oleh A-d
diikuti nyeri tumpulseperti terbakar yang disalurkan oleh serat nyeri C.
Serabut aferen juga mempunyai diversitas reseptor-reseptor ionotropik danmetabotropik.
Beberapa reseptor ini terdapat di terminal sentral pada serabut aferenprimer dan aktivasi
reseptor ini meregulasi pelepasan neurotransmitter, yangtermasuk reseptor tersebut adalah aamino-3-hydroxy-5-methyl-4-isoxazole propionicacid (AMPA) dan N-methyl-Daspartic acid
(NMDA) sebagai ionotropik, glutamat(metabotropik), GABA, reseptor opioid, nikotinik,
muskarinik, dan reseptor a-adrenergik.
Nyeri nosiseptif adalah nyeri yang disebabkan oleh aktivasi jaras nosiseptif,dan sesuai dengan
derajat aktivasi jaras itu, mekanisme nosiseptif itu sendirimerupakan suatu rangkaian yang
kompleks. Proses ini melewati beberapa tahapan,yang diawali dengan adanya stimulasi,
transduksi, transmisi, modulasi, dan persepsi,proses transduksi adalah suatu proses
rangsangan yang mengganggu, menyebabkandepolarisasi nosiseptor, dan mengubah stimulus
nyeri (noxius stimuli) menjadi suatuaktivitas listrik. Stimuli ini dapat berupa stimuli fisik
(tekanan), suhu (panas), ataukimia (substansi nyeri). Terjadi perubahan patofisiologis karena
mediator-mediatorkimia seperti prostaglandin dari sel rusak, bradikinin dari plasma, histamin
dari selmast, serotonin dari trombosit dan substansi P dari ujung syaraf nyeri
jugamempengaruhi nosiseptor di luar daerah trauma sehingga daerah nyeri bertambahluas.
Selanjutnya, terjadi proses sensitisasi perifer , yaitu menurunnya nilai ambangrangsang
nosiseptor karena pengaruh mediator-mediator tersebut diatas, danpenurunan pH jaringan,
sehingga dapat menimbulkan nyeri. Aktivitas nosiseptormenimbulkan beberapa efek melalui
serangkaian proses kompleks, termasukpemanjangan nyeri lama setelah stimulus berhenti
serta penyebaran bertahaphiperalgesia dan nyeri tekan
Setelah terjadi proses transduksi, serat C dan A-d aferen yang menyalurkanimpuls nyeri
masuk ke medulla spinalis di akar saraf dorsal. Serat-serat berpisahsewaktu masuk ke korda
dan kemudian kembali menyatu di kornu dorsalis (posterior)medulla spinalis.Pada daerah
tersebut dibagi menjadi lapisan-lapisan sel yang disebut
lamina.Dua dari lapisan ini yaitu lamina II dan III disebut sebagai substansiagelatinosa, sangat
penting dalam transmisi dan modulasi nyeri. Impuls nyerikemudian diteruskan ke neuronneuron yang menyalurkan informasi ke sisiberlawanan medulla spinalis di komisura anterior
dan kemudian menyatu di traktusspinotalamikus anterolateralis kemudian naik ke thalamus
dan struktur otak lainnya,dengan demikian, transmisi impuls nyeri pada perjalanan impuls ke
otak
terdapat
duajalur
spinothalamikus
yaitu
traktus
neospinothalamikus
dan
traktuspaleospinothalamikus.
Mekanisme dalam modulasi nyeri memerlukan jalur descenden yangmencakup tiga
komponen berikut, bermula dari impuls di area PAG atau substansiagrisea periaquaductus dan
PVG
mengelilingi aquaductus Sylvius. Neuron neuron daridaerah PAG dan PVG mengirim
impuls ke nucleus rafe magnus (NRM) yang terletakdi pons bagian bawah dan medulla
bagian atas serta nucleus retikularisparagigantoselularis (PGL) di medulla lateralis,
kemudian impuls di transmisikandari nucleus tersebut ke kolumna dorsalis medulla spinalis
ke suatu kompleksinhibitorik nyeri yang terletak di kornu dorsalis medulla spinalis.
Inhibisi nyeri dapat terjadi melalui jalur desenden dan penghambatan input
nyeri oleh sistem analgesi endogen. Hilangnya sensasi nyeri dihasilkan oleh sistemanalgesi
endogen seperti neurotransmitter opioid alami yaitu endorphin, dinorfin, danenkefalin , sistem
inhibisi sentral yaitu serotonin (5-hidroksi-triptamin [5-HT]) dannoradrenergik. Jalur
descendens yang memodulasi nyeri dapat menghambat sinyalnyeri yang datang di tingkat
medulla spinalis selain itu neuron-neuron yangmengandung endorphin di substansia grisea
periakuaduktus dan substansia gelatinosaberperan aktif dalam modulasi nyeri.
Persepsi merupakan hasil akhir dari proses mekanisme nyeri. Impuls nyeriyang
ditransmisikan menimbulkan perasaan subjektif dari nyeri itu sendiri. Secarakeseluruhan,
kualitas pengalaman nyeri yang berbeda-beda merupakan aktivitas dariproyeksi jalur
ascenden parallel multiple dari medulla spinalis ke midbrain,forebrain, dan korteks serebri.
5. Jelaskan berbagai penyebab kelemahan separuh badan (farmako, infeksi, trauma,
dsb.)
Hemiparesis bisa timbul pada berbagai lokasi, diantaranya:
Hemisfer serebri kontralateral, yang bisa berhubungan dengan gejala fisik lain
(misalnya disfungsi bahasa pada hemisfer dominan, pengabaian pada hemisfer
nondominan).
Batang otak: di otak tengah kelemahan akan disertai oleh kelumpuhan saraf III
kontralateral (sindrom Weber); pada pons kelemahan berhubungan dengan deviasi
lirikan mata konjugat ke sisi lesi dan bisa disertai kelemahan fasialis LMN
kontralateral. Pada lesi di medula terdapat kehilangan sensasi nyeri dan suhu
ipsilateral dan sindrom Horner kontralateral
Medula spinalis. Untuk diagnosis patologis biasanya diduga dari kecepatan onset
gejala:
o Akut: kompresi medula spinalis, trombosis arteri spinalis anterior, mielitis
transversal akut
o Subakut: tumor intrinsik medula spinalis, malformasi vaskular pada
6. Bagaimana hubungan antara sakit gigi dengan keluhan yang dirasakan pasien ?
1) Fokal Infeksi
Fokal infeksi adalah suatu infeksi lokal yang biasanya dalam jangka waktu cukup lama
(kronis), dimana hanya melibatkan bagian kecil dari tubuh, yang kemudian dapat
menyebabkan suatu infeksi atau kumpulan gejala klinis pada bagian tubuh yang lain.
Menurut W.D Miller (1890), seluruh bagian dari sistem tubuh yang utama telah menjadi
target utama dari infeksi yang berasal dari mulut, terutama bagian pulpa dan periodontal.
Organisme yang berasal dari mulut tersebut dapat menyebar ke daerah sinus (termasuk sinus
darah kranial), saraf pusat dan perifer, sistem kardiovaskuler, mediastinum, paru-paru dan
mata.
2) Fokus Infeksi
Fokus infeksi yaitu pusat atau suatu daerah di dalam tubuh darimana kuman dapat
menyebar jauh ke tempat lain dalam tubuh dan bisa menyebabkan penyakit. Jadi, apabila
dikatakan gigi sebagai fokus infeksi berarti pusat infeksi dari salah satu organ tubuh berasal
dari gigi.
Penyebaran infeksi dari fokus primer ke tempat lain dapat berlangsung melalui beberapa
cara, yaitu transmisi melalui sirkulasi darah (hematogen), transmisi melalui aliran limfatik
(limfogen), perluasan infeksi dalam jaringan, dan penyebaran dari traktus gastrointestinal
dan pernapasan akibat tertelannya atau teraspirasinya materi infektif.
a) Transmisi melalui sirkulasi darah (hematogen)
Gingiva, gigi, tulang penyangga, dan stroma jaringan lunak di sekitarnya merupakan area
yang kaya dengan suplai darah. Hal ini meningkatkan kemungkinan masuknya organisme
dan toksin dari daerah yang terinfeksi ke dalam sirkulasi darah. Di lain pihak, infeksi dan
inflamasi juga akan semakin meningkatkan aliran darah yang selanjutnya menyebabkan
semakin banyaknya organisme dan toksin masuk ke dalam pembuluh darah. Vena-vena yang
berasal dari rongga mulut dan sekitarnya mengalir ke pleksus vena pterigoid yang
menghubungkan sinus kavernosus dengan pleksus vena faringeal dan vena maksilaris
interna melalui vena emisaria. Karena perubahan tekanan dan edema menyebabkan
penyempitan pembuluh vena dan karena vena pada daerah ini tidak berkatup, maka aliran
darah di dalamnya dapat berlangsung dua arah, memungkinkan penyebaran infeksi langsung
dari fokus di dalam mulut ke kepala atau faring sebelum tubuh mampu membentuk respon
perlawanan terhadap infeksi tersebut. Material septik (infektif) yang mengalir melalui vena
jugularis internal dan eksternal dan kemudian ke jantung dapat membuat sedikit kerusakan.
Namun, saat berada di dalam darah, organisme yang mampu bertahan dapat menyerang
organ manapun yang kurang resisten akibat faktor-faktor predisposisi tertentu.
b) Transmisi melalui aliran limfatik (limfogen)
Seperti halnya suplai darah, gingiva dan jaringan lunak pada mulut kaya dengan aliran
limfatik, sehingga infeksi pada rongga mulut dapat dengan mudah menjalar ke kelenjar
limfe regional. Pada rahang bawah, terdapat anastomosis pembuluh darah dari kedua sisi
melalui pembuluh limfe bibir. Akan tetapi anastomosis tersebut tidak ditemukan pada rahang
bawah.
Herediter
-Riwayat tumor otak dalam satu anggota keluarga jarang ditemukan kecuali pada
meningioma, astrositoma dan neurofibroma dapat dijumpai pada anggota-anggota sekeluarga.
Sklerosis tuberose atau penyakit Sturge-Weber yang dapat dianggap sebagai manifestasi
pertumbuhan baru, memperlihatkan faktor familial yang jelas. Selain jenis-jenis neoplasma
tersebut tidak ada bukti-buakti yang kuat untuk memikirkan adanya faktor-faktor hereditas
yang kuat pada neoplasma.
-Bangunan-bangunan
embrional
berkembang
menjadi
bangunan-bangunan
yang
mempunyai morfologi dan fungsi yang terintegrasi dalam tubuh. Tetapi ada kalanya sebagian
dari bangunan embrional tertinggal dalam tubuh, menjadi ganas dan merusak bangunan di
sekitarnya. Perkembangan abnormal itu dapat terjadi pada kraniofaringioma, teratoma
intrakranial dan kordoma.
Radiasi
Jaringan dalam sistem saraf pusat peka terhadap radiasi dan dapat mengalami perubahan
degenerasi, namun belum ada bukti radiasi dapat memicu terjadinya suatu glioma. Pernah
dilaporkan bahwa meningioma terjadi setelah timbulnya suatu radiasi.
Virus
Banyak penelitian tentang inokulasi virus pada binatang kecil dan besar yang dilakukan
dengan maksud untuk mengetahui peran infeksi virus dalam proses terjadinya neoplasma,
tetapi hingga saat ini belum ditemukan hubungan antara infeksi virus dengan perkembangan
tumor pada sistem saraf pusat.
Substansi-substansi Karsinogenik
Penyelidikan tentang substansi karsinogen sudah lama dan luas dilakukan. Kini telah diakui
bahwa ada substansi yang karsinogenik seperti methylcholanthrone, nitroso-ethyl-urea. Ini
berdasarkan percobaan yang dilakukan pada hewan (3,4)
Gambaran klinis
1. Nyeri Kepala
Diperkirakan 1% penyebab nyeri kepala adalah tumor otak dan 30% gejala awal tumor
otak adalah nyeri kepala. Sedangkan gejala lanjut diketemukan 70% kasus. Sifat nyeri kepala
bervariasi dari ringan dan episodik sampai berat dan berdenyut, umumnya bertambah berat pada
malam hari dan pada saat bangun tidur pagi serta pada keadaan dimana terjadi peninggian
tekanan tinggi intrakranial. Adanya nyeri kepala dengan psikomotor asthenia perlu dicurigai
tumor otak.
2. Muntah
-Terdapat pada 30% kasus dan umumnya meyertai nyeri kepala. Lebih sering dijumpai pada
tumor di fossa posterior, umumnya muntah bersifat proyektif dan tak disertai dengan mual.
3. Kejang
-Bangkitan kejang dapat merupakan gejala awal dari tumor otak pada 25% kasus, dan lebih
dari 35% kasus pada stadium lanjut. Diperkirakan 2% penyebab bangkitan kejang adalah tumor
otak. Perlu dicurigai penyebab bangkitan kejang adalah tumor otak bila:
Bangkitan kejang ditemui pada 70% tumor otak dikorteks, 50% pasen dengan
astrositoma, 40% pada pasen meningioma, dan 25% pada glioblastoma.
spendimoma
craniopharingioma.
dari
ventrikel
III,
haemangioblastoma
serebelum
dan
Pemeriksaan penunjang
-Setelah diagnosa klinik ditentukan, harus dilakukan pemeriksaan yang spesifik untuk
memperkuat diagnosa dan mengetahui letak tumor.
Elektroensefalografi (EEG)
Arteriografi
Terapi
-Pemilihan jenis terapi pada tumor otak tergantung pada beberapa faktor, antara lain :kondisi
umum penderita
-Adapun terapi yang dilakukan, meliputi Terapi Steroid, pembedahan, radioterapi dan
kemoterapi.
Terapi Steroid
-Steroid secara dramatis mengurangi edema sekeliling tumor intrakranial, namun tidak berefek
langsung terhadap tumor.
Pembedahan
-Pembedahan dilaksanakan untuk menegakkan diagnosis histologik dan untuk mengurangi
efek akibat massa tumor. Kecuali pada tipe-tipe tumor tertentu yang tidak dapat direseksi. (12)
-Banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan suatu pembedahan tumor otak yakni:
diagnosis yang tepat, rinci dan seksama, perencanaan dan persiapan pra bedah yang lengkap,
teknik neuroanastesi yang baik, kecermatan dan keterampilan dalam pengangkatan tumor, serta
perawatan pasca bedah yang baik, Berbagai cara dan teknik operasi dengan menggunakan
kemajuan teknologi seperti mikroskop, sinar laser, ultrasound aspirator, bipolar coagulator,
realtime ultrasound yang membantu ahli bedah saraf mengeluarkan massa tumor otak dengan
aman.
Radioterapi
-Tumor diterapi melalui radioterapi konvensional dengan radiasi total sebesar 5000-6000 cGy
tiap fraksi dalam beberapa arah. Kegunaan dari radioterapi hiperfraksi ini didasarkan pada alasan
bahwa sel-sel normal lebih mampu memperbaiki kerusakan subletal dibandingkan sel-sel tumor
dengan dosis tersebut. Radioterapi akan lebih efisien jika dikombinasikan dengan kemoterapi
intensif. (12)
Kemoterapi
-Jika tumor tersebut tidak dapat disembuhkan dengan pembedahan, kemoterapi tetap
diperlukan sebagai terapi tambahan dengan metode yang beragam. Pada tumor-tumor tertentu
seperti meduloblastoma dan astrositoma stadium tinggi yang meluas ke batang otak, terapi
tambahan berupa kemoterapi dan regimen radioterapi dapat membantu sebagai terapi paliatif. (12)
-
Prognosis
-Prognosisnya tergantung jenis tumor spesifik. Berdasarkan data di Negara-negara maju,
dengan diagnosis dini dan juga penanganan yang tepat melalui pembedahan dilanjutkan dengan
radioterapi, angka ketahanan hidup 5 tahun (5 years survival) berkisar 50-60% dan angka
ketahanan hidup 10 tahaun (10 years survival) berkisar 30-40%. Terapi tumor otak di Indonesia
secara umum prognosisnya masih buruk, berdasarkan tindakan operatif yang dilakukan pada
beberapa rumah sakit di Jakarta.
KELUHAN
Nyeri kepala
Vomitus-pireksia
Mengantuk/stupor/apatis
Tanda meningitis/kaku kuduk
Kejang
Penurunan BB
Papiledemia
Bradikardi
kelumpuhan saraf kranialis
Disfagiaga
Gangguan lapangan pandang
Aphasia
Paresis/hemiparesis
Nistagmus
Gangguan keseimbangan
ataksia
JUMLAH
14
14
6
0
2
2
4
4
2
2
0
2
2
2
10
2
%
100
100
42,8
0
14,3
14,3
28,6
28,6
14,3
14,3
0
14,3
14,3
14,3
71,4
14,3
presentase
73,4
28,6
85,7
14,7
Status lokalis
Perforasi
Jumlah
membran 14
tympani
Discharge
Fistel retroaurikuler
Granuloma
cholesteatoma
jumlah
10
4
12
2
14
2
2
12
persentase
100
100
14,3
14,3
85,7
simpulan
Abses otak otogenik terjadi banyak pada laki-laki, usia dekade kedua, dengan primer OMC
maligna yang ditandai nyeri kepala vomituspireksia, vertigo,AL dan LED meningkat.
Cholesteatom dan Ps. Aeruginosia merupakan penyebab terbanyak semua pasien membaik
dengan kraniotomi dan mastoidektomi radikal disertai antibiotik (seftriakson dan metronidazol).
c) NEURALGIA TRIGEMINAL
I.
DEFINISI
et
al.,
1979)
adalah"Suatupengalamanemosionalatausensorik
yang
yaitunyeri
nociceptive
dannyeri
non-
receptor
somatic
nociceptor
dannyeri
di
perifer.Nyeri
viscera,
yang
nociceptive
mana
mampudibedakanmelaluikualitisuatunyeridanmanifestasinya.(12)
Nyeri
idiopathic
ataunyeri
psychogenic
adalahlebihluaspenggunaannyadalammendiagnoasasuatunyeri.(12)
Neuralgia trigeminal adalah kelainan yang ditandai oleh serangan nyeri berat paroksismal dan
singkat dalam cakupan persarafan satu atau lebih cabang nervus trigeminus, biasanya tanpa bukti
penyakit saraf organik. Penyakit ini menyebabkan nyeri wajah yang berat. Penyakit ini juga
dikenal sebagai tic doulourex atau sindrom.(2)
Neuralgia pada penyakit ini disertai dengan nyeri yang berat dan menusuk pada rahang dan
wajah, biasanya pada satu sisi dari rahang atau pipi, yang biasanya terjadi dalam beberapa detik.
Dan nyerinya selalunya unilateral dan mengikuti distribusi sensoris dari nervus kranial V, khas
mengenai daerah maksila (V.2) atau mandibula (V.3). Pemeriksaan fisis biasanya dapat
mengeliminasi diagnosa alternatif. Tanda dari disfungsi nervus kranialis atau abnormalitas
neurologis yang lain menyingkirkan diagnosis dari neuralgia trigeminal idiopatik. dan mungkin
menandakan nyeri sekunder yang dirasakan akibat lesi struktural.(2, 3)
IV.
ETIOLOGI
Etiologi trigeminal neuralgia (TN) dapatberupapusat, perifer, atau keduanya. Saraf trigeminal
(saraf kranial V) bisa menyebabkan nyeri, karena fungsi utama adalah sensorik. Biasanya, tidak
ada lesi struktural hadir (85%), meskipun banyak peneliti setuju bahwa kompresi pembuluh
darah, biasanya vena atau loop arteri di pintu masuk ke saraf trigeminal pons, sangat penting
untuk patogenesis berbagai idiopatik. Ini hasil kompresi dalam demielinasi saraf trigeminal
fokus. Etiologi idiopatik diberi label secara default dan kemudian dikategorikan sebagai
trigeminal neuralgia klasik. (10)
Kondisi idiopatik ini tidaklah diketahui sepenuhnya. Namun, kasus-kasus simtomatik akibat
lesi organic yang dapat diidentifikasi lebih umum ditemui daripada yang sebelumnya disadari.(1)
Beberapa kasus mencerminkan gangguan serabut eferen nervus V oleh berbagai struktur
abnormal sehingga disebut sebagai kasus-kasus neuralgia trigeminal simtomatik.Pada beberapa
kasus seperti ini, nervus trigeminus tertekan oleh pembuluh darah vertebrobasiler yang ektasis
atau`akibat tumor-tumor seperti neuroma trigeminal atau akustik, meningioma dan epidermoid
pada sudut serebellopontin. Selain itu, traksi juga dapat diakibatkan oleh hidrosefalus akibat
stenozis aquaductus.(1, 4, 5)
Beberapa kasus walaupun jarang merupakan manifestasi dari sklerosis multipel yang
menyerang radiks desendens nervus trigeminus dan merupakan penyebab terbanyak kasus pada
penderita muda. Selain itu, kausa lain yang dipostulatkan adalah inflamasi ganglion nonspesifik,
maloklusi gigi, iskemia serta proses degeneratif sistem saraf.(1, 5)
VI.
DIAGNOSIS
Serangannyeriparoksismal
yang
bertahanselamabeberapadetiksampai
mengenaisatuataulebihdaerahpersarafancabangsaraf trigeminal.
2.
I.
Nyeriharusmemenuhisatudariduakriteriaberikut:
Intensitastinggi, tajam, terasa di permukaan, atausepertiditusuk-tusuk.
II.
Polaserangansamaterus.
menit,
4.
Tidakadadefisitneurologis.
5.
VII.
GAMBARAN KLINIS
Ciri khas neuralgia trigeminal adalah nyeri seperti tertusuk-tusuk singkat dan paroksismal,
yang untuk waktu yang lama biasanya terbatas pada salah satu daerah persarafan cabang nervus
V. Jika terbatas pada daerah yang dipersarafi oleh salah satu cabang, kondisi yang ada dapat
disebut neuralgia supraorbital, infraorbital atau mandibular tergantung saraf yang terlibat.
Cabang I jauh lebih jarang terserang dan kadang-kadang setelah cabang II sudah terserang. Jika
nyeri berawal pada daerah yang dipersarafi cabang II atau III, biasanya akan menyebar ke kedua
cabang lainnya. Pada beberapa kasus dapat terjadi nyeri bilateral walaupun sangat jarang terjadi
bersamaan pada kedua sisi. Menurut definisi yang ada, pasien akan bebas dari rasa nyeri di
antara dua serangan paroksismal beruruan , walaupun nyeri sisahan kadang kadang ada. Nyeri
biasanya terbatas pada disteribusi kutaseus cabang nV, tidak melintasi linea mediana dan dapat
dipicu oleh lebih dari satu titik pemicu. Nyeri dapat sangat dirasakan pada kening, pipi, rahang
atas atau bawah, atau lidah. Nyeri cenderung menyebar ke daerah persarafan cabang lain.
Penampakan klinis yang khas adalah nyeri dapat dipresipitasi oleh sentuhan pada wajah , seperti
saat cuci muka atau bercukur, berbicara, mengunyah dan menelan. Nyeri yang timbul biasanya
sangat berat sehingga pasien sangat menderita. Nyeri seringkali menimbulkan spasme reflex otot
wajah yang terlibat sehingga disebut tic douloreaux, kemerahan pada wajah, lakrimasi dan
salivasi.(1)
Tabel 1. Rumusan ciri-ciri khas neuralgia trigeminal (6)
A.
B.
C.
D.
sebelumnya)
G. Perjalanan penyakit: intermitten; cenderung memburuk; jarang hilang
spontan
H. Insidensi familial: jarang (2%)
Pada neuralgia trigeminal seringkali tidak ditemukan berkurangnya sensibilitas tetapi dapat
ditemukan penumpulan rangsang raba atau hilangnya refleks kornea walaupun jarang. Serangan
yang timbul dapat mengurangi nafsu makan, rekurensi dalam jangka lama dapat menyebabkan
kehilangan berat badan, depresi hingga bunuh diri. Untungnya, serangan biasa berhenti pada
malam hari, walaupun pasien dapat juga terbangun dari tidur akibat serangan. Remisi dari rasa
sakit selamam berminggu-minggu hingga berbulan-bulan merupakan tanda dari penyakit tahap
awal.(1)
Gambar 2: Zona innervasibaginervus trigeminus, di mana lokasinyeribolehterjadipada
neuralgia trigeminal.
Tabel 2: Perbedaan gejala klinis neuralgia trigeminal idiopatik dengan simptomatik adalah
sebagai berikut(4)
Idiopatik
Neyri bersifat paroksimal di daerah
Simptomatik
Nyeri terasa
dan/atau
mandibularis
Timbulnya
timbul,
nyeri
serangan
secara
pertama
terus
cabang
menerus
oftalmikus,
di
atau
antara
beberapa
detik
sampai 1 menit
Nyeri merupakan gejala tunggal dan
utama
Penderitra berusia 45 tahun. lebih
sering wanita dari pada laki-laki
Disamping
nyeri
terdapat
juga
tertentu
VIII.PENATALAKSANAAN
A. Medikamentosa
Table (13)
Drugs
carbamaze
First line
eficie
ncy
+++
pin
oxcarbazep
Si
de
effect
++
+
+++*
line
increment
dose
100
s
mg
2x1 perhari
++
in
Second
Dose
Initial
++*
++
300
baclofen
++*
++
+
10
mg setiap mg
setiap
setiap
hari
mg
10
3x1 perhari
600-2400
1 mg
minggu
mg
300 mg
1x1 perhari
daily dose
400-1000
2-4 hari
600 mg
300mg
2x1 perhari
Gabapenti
50-100
Target
900-2400
3 mg
mg
50-60 mg
setiap hari
Obat yang paling efektif adalah karbamazepin (tegretol) 100-200 mg 3-4X sehari tergantung
toleransi. Dan jika nyeri masih ada maka diberika penambahan dosis 50-100 mg setiap hari ke
2-4, dan dosis maksimal 1 gr perhari, suatu antikonvulsan, efektif pada kebanyakan kasus tetapi
menyebabkan rasa pusing dan mual pada beberapa pasien sedangkan pada pasien lain timbul
ruam pada kulit dan leucopenia sehingga terpaksa dihentikan. Setelah beberapa minggu atau
bulan pemberian, obat dapat dihentikan tetapi harus diberikan lagi jika nyeri berulang, jika
setelah penggunaan jangka panjang (6 bulan) dan keberhasilan obat turun 50 % maka dosis harus
di turunkan secara perlahan jika memungkinkan dapat langsung di hentikan.(1,13)
Setelahpenggunaancarbamazepintidakefektiflgmakadigunakan obat-obatan anti konvulsan
selain karbamazepin dapat memperpendek durasi dan beratnya serangan (second line).Obat-obat
seperti ini contohnya phenitoin (300-400 mg/hari), asam falproat (800-1200 mg/hari),
klonazepam (2-6 mg/hari), dan gabapentin (300-900 mg/hari). Baclofen dapat digunakan pada
pasien yang tidak mentoleransi karbamazepin atau gabapentin, tetapi sebenarnya paling efektif
digunakan sebagai adjuvan terhadap salah satu antikonvulsan. Capsaisin yang diberikan lokal
pada titik pemicu atau diberikan sebagai tetes mata topikal pada mata (proparakain 0,5%) cukup
membantu pada beberapa pasien.(7)
Sekitar 80% pasien berespon pada pengobatan karbamazepin atau gabapentin dengan dosis
yang tepat. Pengobatan harus dilakukan setiap hari dan dosisnya dinaikkan secara bermakna
hingga nyeri yang dirasakan berkurang.(8)
B. Non-medikamentosa
Diberikan
jikapasiensudahtidakdapatberesponsdenganobat-obatanataupunpasien
yang
perlahan-lahanmulaimemperlihatkangejalaresistansidenganterapiobat.(11)
I.
Injeksi
Jika nyeri terbatas pada daerah persebaran saraf supraorbital dan infraorbital, injeksi alkohol
atau fenol seringkali dapat memberikan kelegaan yang bertahan berbulan-bulan hingga menahun.
Setelah itu, injeksi harus diulang jika nyeri rekuren. Sayangnya, injeksi berikutnya lebih sulit
dilakukan akibat sikatriks yang timbul akibat injeksi sebelumnya. Walaupun begitu, terapi injeksi
cukup berguna untuk menghindari operasi selama beberapa waktu dan pada waktu bersamaan
membiasakan pasien dengan efek samping yang tidak terhindarkan yang dapat ditimbulkan oleh
operasi, utamanya hilang rasa.(1,6)
II.
Operatif
Operasi klasik untuk penyakit ini bertujuan membagi ganglion sensorik nervus trigeminus
yang terletak proksimal dari ganglion Gasseri pada fossa crania medialis. Ganglion motorik tetap
tidak mendapat intervensi dan dengan menyisakan serabut saraf bagian atas, pasien tetap dapat
merasa pada daerah yang dipersarafi cabang I. sehingga serabut saraf sensorik kornea dan reflex
kornea tetap normal. Rasa nyeri dan raba akan hilang selamanya pada daerah yang dipersarafi
serabut saraf yang diinsisi. Jika saraf perifer diinsisi di distal ganglion Gasseri, dapat terjadi
regenerasi sehingga nyeri muncul lagi. Cabang sensorik juga dapat dibagi di dalam fossa kranial
posterior di mana serabut tersebut bergabung dengan pons. Dengan pendekatan yang serupa,
tractus medulla desendens nervus trigeminus dapat dipotong pada medulla. Karena traktus ini
hany mengandung serabut saraf nyeri, sensasi sentuh tetap dipertahankan. Tractotomi jauh lebih
berbahaya dengan hasil tidak pasti disbanding pembelahan cabang sensorik sehingga biasanya
dilakukan hanya pada kondisi-kondisi tertentu seperti jika nyeri terbatas pada nervus
supraorbitalis dan reflex kornea ingin dipertahankan, atau terdapat keterlibatan bilateral dan
cabang motorik ingin dipastikan bertahan.(6)
Gambar 3: Gambaroperasidekompresimikrovascular
IX.
PROGNOSIS
Neuralgia trigeminal bukan merupakan penyakit yang mengancam nyawa. Namun, neuralgia
trigeminal cenderung memburuk bersama dengan perjalanan penyakit dan banyak pasien yang
sebelumnya diobati dengan tatalaksana medikamentosa harus dioperasi pada akhirnya. Banyak
dokter menyarankan operasi seperti dekompresi mikrovaskular pada awal penyakit untuk
menghindari jejas demyelinasi. Namun, masih ada perdebatan dan ketidakpastian mengenai
penyebab neuralgia trigeminal, serta mekanisme dan faedah dari pengobatan yang memberikan
kelegaan pada banyak pasien.(2)