Anda di halaman 1dari 20

PERHITUNGAN UNIT COST LAYANAN DAN COST ASSIGNMENT

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Akuntansi Manajemen Sektor Publik

Disusun oleh:
Ayu Rahmantari

135020301111018

Ria Ristyana

135020301111024

Rima Wahyu Pradianika

135020301111027

M. Hafid Yusuf

135020307111040

Dima Fuad. H

135020301111096

JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2016

1. Latar belakang
Globalisasi telah banyak merubah pandangan masyarakat, seperti halnya pandangan
mengenai pelayanan pemerintah. Berbagai tuntutan muncul dari masyarakat, untuk itu sistem
birokrasi lama (model tradisional) sudah tidak dapat lagi digunakan. Birokrasi dituntut untuk
melakukan perubahan atau mereformasi sistem pemerintahan. Tuntutan birokrasi ini dapat
dijawab dengan NPM (New Public Management). NPM merupakan suatu pendekatan dalam
administrasi publik yang menerapkan pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh dalam
dunia manajemen bisnis dan disiplin yang lain untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas
kinerja pelayanan publik pada birokrasi modern. Konsep New public management ini dapat
dipandang sebagai suatu konsep baru yang ingin menghilangkan monopoli pelayanan yang
tidak efisien yang dilakukan oleh instansi dan pejabat-pejabat pemerintah. Dengan konsep
seperti ini maka New Public Management akan mengubah cara dan model birokrasi publik
yang tradisional ke arah model bisnis privat dan perkembangan pasar. Hal ini dimungkinkan
dengan diberikannya asas persaingan dan berbagai prinsip-prinsip dan perangkat New Public
Management. Ketidakpuasan warga terhadap efisiensi administrasi atau penyelenggaraan
pemerintahan dan tuntutan dari pihak donator internasional serta mitra memaksa
penyelenggara pemerintah mengkaji tema Good Governance ke satu arah yang mendorong
terciptanya peningkatan dan perbaikan kinerja dari organisasi publik, yang pada gilirannya
menghalangi terjadinya penyalahgunaan dana dan mengakhiri pemborosan dana. Dengan
penerapan New Publik Management, praktik-praktik seperti korupsi dan nepotisme pasti bisa
ditemukan dan dihentikan sejak dini. Pada saat yang sama, melalui pembatasan tanggung
jawab yang jelas, mereka yang melakukan kesalahan bisa diminta pertanggungjawabannya.
Dengan demikian, New Publik Management sangat perlu diterapkan pada organisasi publik,
meski itu menuntut pekerjaan yang tak ringan. Sebelum upaya penerapan NPM ini bisa
direalisasikan, harus diciptakan dulu prakondisi, yakni batasan tanggung jawab antara unit
perencana dan unit pelaksana (politik dan administrasi) dan perangkat sumber daya yang
terlibat langsung. Inti dari New Public Management adalah bagaimana membawa paradigma
bisnis yang menguntungkan ke dalam administrasi negara atau dengan kata lain privatisasi
administrasi negara. Dengan mentransformasikan kinerja pasar seperti ini maka dengan kata
lain akan mengganti atau mereform kebiasaan kinerja sektor publik yang berlandaskan aturan
dan proses yang menggantungkan pada otoritas pejabat menjadi orientasi pasar, dan dipacu
untuk berkompetisi sehat.
Paradigma baru pengelolaan keuangan negara, sesuai dengan paket peraturan perundangundangan di bidang keuangan negara meliputi Undang-undang No. 17 Tahun 2003 tentang
Keuangan Negara, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara,
dan RUU Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara (disetujui dalam
sidang paripurna DPR tanggal 21 Juni 2004) setidaknya mengandung tiga kaidah manajemen
keuangan negara, yaitu: orientasi pada hasil, profesionalitas serta akuntabilitas dan
transparansi.

Dalam kenyataannya, meskipun kebijakan pemerintah melalui UU Nomor 1 Tahun 2004


tentang Perbendaharaan Negara, memberikan fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan
berdasarkan prinsip ekonomi dan produktivitas, dan penerapan praktek bisnis yang sehat,
namun implikasinya sangat diharapkan berpengaruh pada peningkatan terhadap kinerja
pelayanan, profesionalisme, akuntabilitas dan tranparansi, karena dengan keluasaan
penggunaan keuangan maka lembaga dapat melakukan peningkatan SDM, sarana dan
prasarana, system, dan kesejahteraan pegawai.
Seperti ditegaskan kembali dalam PP No. 23 Tahun 2005 sebagai peraturan pelaksanaan
dari asal 69 ayat (7) UU No. 1 Tahun 2004, Pasal 2 yang menyebutkan bahwa BLU bertujuan
untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan
umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa dengan memberikan fleksibilitas dalam
pengelolaan keuangan berdasarkan prinsip ekonomi dan produktivitas, dan penerapan
praktek bisnis yang sehat.
Lalu bagaimana BLU dari sudut padang paradigma NPM? Prinsip-prinsip NPM yang
sangat jelas diadopsi adalah manajemen keuangan yang ditujukan untuk memangkas
ketidakefisienan yang selama ini memang sudah menjadi persepsi masyarakat bahwa
pemerintah selama ini adalah organisasi yang birokratis yang tidak efisien, lambat dan tidak
efektif. BLU mempunyai pendapatan yang berasal dari jasa pelayanan, sumbangan dan
hibah, ini artinya legal bagi BLU untuk memungut imbalan jasa, yang akhirnya bahwa
masyarakat dianggap customer. Walaupun BLU dibentuk tidak untuk mencari keuntungan,
akan tetapi letak enterprising-nya dapat dilihat pada pasal 69 ayat (6) UU Nomor 1 Tahun
2004, bahwa pendapatan BLU dapat digunakan langsung untuk membiayai belanja BLU
yang bersangkutan.
Dalam meninjau kasus diatas, menunjukkan bahwa BLU berparadigma NPM. Reformasi
pelayanan publik dalam bentuk BLU masih cenderung hanya berorientasi ke dalam (inside
organisation) yakni memperbaiki manajemen (Profesionalitas, akuntabilitas dan
transparansi) dan bukan pada tataran kebijakan yang lebih makro.
Kegagalan dalam negosiasi secara politis dengan pihak luar (DPR/Pemerintah Provinsi)
merupakan bukti kelemahan NPM. Semestinya BLU dalam kerangka new institusional perlu
dibekali dengan struktur yang mampu menghadapi lingkungannya. Hubungan antar lembaga
secara eksternal mengalami kegagalan karena terlalu berorientasi kedalam.
Sebagai institusi baru yang diharapkan mampu menunjukkan eksistensinya ternyata
belum sepenuhnya sesuai dengan harapan publik. Kemampuan manajerial hanya berpengaruh
secara internal, tidak secara ekternal atas aktivitas BLU. Harapan masyarakat terhadap
reformasi pelayanan dengan BLU harus dijawab dengan perbedaan yang signifikan sesuai
harapan masyarakat.

Dalam kerangka principal agen theory secara jelas terlihat bahwa BLU tidak
memposisikan masyarakat sebagai bagian dari pengakuan atas keberadaan warga negara,
yang sebenarnya sangat penting untuk pengembangan partisipasi dan demokratisasi terhadap
kepemerintahan termasuk pelayanan publik oleh pemerintah. Menempatkan menteri dan atau
pimpinan lembaga sebagai agen, menunjukkan bahwa perubahan struktur yang dilakukan
masih setengah hati. Kembali bahwa paradigma NPM masih terlalu menghalangi jalan bagi
keterlibatan warganegara dalam kepemerintahan.
Selain itu konsep NPM juga digunaan dalam penentuan Standar Pelayanan Minimum
yaitu dengan mengedepankan konsep Partisipatif, Transparan dan Akuntabel. Yang mana
konsep tersebut merupakan salah satu pilar dari NPM. Keberhasilan dalam penerapan
konsep standar dan kualitas pelayanan publik yang minimal memerlukan dimensi yang
mampu mempertimbangkan realitas. Ada sepuluh dimensi untuk mengukur keberhasilan
tersebut. Sepuluh konsep itu mempertegas bagaimana model manajemen penyediaan
standarisasi pelayanan publik dalam mengelola sektor-sektor publik yang lebih partisipatif,
transparan, dan akuntabel.
Selain penerapan NPM dalam pengelolaan institusi pemerintahan di atas, prinsip NPM
juga digunakan dalam penentuan tarif, anggaran berbasis kinerja, subsidi pemerintah,
pelaporan keuangan. Yang jelas konsep NPM sudah mulai digunakan di Indonesia walaupun
penerapannya belum maksimal.
Dalam pengelolaan keuangan instansi pemerintah jelas berkaitan dengan yang namanya
penentuan Unit Cost. Penentuan Unit Cost ini diatur dalam Undang-Undang nomor 1 tahun
2004 tentang Perbendaharaan Negara.
Salah satu masalah pengelolaan keuangan daerah yang tidak kalah pentingnya dengan
maslah-masalah manajemen keuangan lainnya adalah pembuatan keputusan untuk
menentukan harga jual atau tarif pelayanan publik. Masalah ini sering kali sangat rumit dan
perlu mempertimbangkan banyak faktor, baik faktor internal maupun eksternal. Faktor
internal yang harus dipertimbangkan misalnya adalah biaya yang dikeluarkan untuk
menghasilkan pelayanan, pendapatan yang ingin diperoleh dari penyediaan layanan, dan
sebagainya. Sementara itu, faktor-faktor eksternal yang juga harus dipertimbangkan dalam
penentuan harga pelayanan antara lain faktor ekonomi, sosial, dal politik. Faktor ekonomi
terkait dengan kemampuan masyarakat untuk membayar dan dampaknya terhadap
perekonomian. Faktor sosial yang perlu dipertimbangkan misalnya apakah harga pelayanan
yang ditetapkan dapat menimbulkan akses sosial yang negatif, misalnya menimbulkan
keresahan dan gejolak masyarakat, sedangkan faktor politik terkait dengan keberterimaan
secara politik atas kebijakan harga pelayanan tersebut. Lalu peran unit cost dalam penentuan
tarif pelayanan ini sendiri sangat krusial. Hal ini dikarenakan dalam perhitungan tarif
pelayanan harus berdasarkan total biaya per unit pelayanan. Jadi sebelum menentukan tarif

pelayanan terlebih dahulu harus mentotal seluruh biaya yang dibutuhkan untuk satu layanan
sehingga baru dapat di tentukan tarif pelayanannya.
2. Pengertian dan Tujuan Penentuan Unit Cost
a. Pengertian Unit Cost
Biaya satuan ( unit cost ) adalah biaya yang dihitung untuk satu satuan produk pelayanan
yang dihitung dengan cara membagi total cost dengan jumlah/kualitas output ( UC ( unit
cost ) = TC ( total cost ) T/O ( total output ) ). Secara sederhana, biaya satuan sering kali
disebut dengan rata-rata. Yang merupakan hasil perhitungan dengan membagi biaya
total dengan jumlah produksi. Hasil perhitungan biaya satuan terdapat dua macam biaya
satuan yaitu biaya satuan normative dan biaya satuan aktual.
Menurut Hansen&Mowen (2005) unit cost didefinisikan sebagai hasil pembagian antara
total cost yang dibutuhkan dengan jumlah unit produk yang dihasilkan. Produk yang
dimaksud dapat berupa barang ataupun jasa.
Istilah perhitungan unit cost yang dikenal selama ini sebenarnya merupakan salah satu
bagian dari teori akuntansi biaya. Akuntansi biaya merupakan proses pencatatan,
penggolongan, peringkasan dan penyajian atas informasi biaya yang dikeluarkan dalam
menghasilkan produk atau pemberian jasa dengan cara tertentu serta penafsiran
terhadapnya. Proses ini berlaku bagi setiap organisasi yang menerapkan akuntansi biaya.
Penentuan unit cost dalam analisis biaya, atau yang dikenal secara umum dengan harga
pokok, diperlukan untuk menentukan tarif yang sesuai dengan biaya yang benar-benar
terjadi (the real costs), disamping tujuan lainnya seperti mengidentifikasi sistem
akuntansi biaya, menilai efisiensi, dan anggaran.
b. Unit Cost dalam Pemerintahan
Dalam Pasal 1 ayat (23) UU Nomor 1 Tahun 2004 disebutkan bahwa BLU adalah instansi
di lingkungan pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada
masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan
mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatan didasarkan pada prinsip efisiensi dan
produktivitas. Definisi tersebut memberikan penekanan bahwa BLU harus dapat
beroperasi / dikelola secara efisien dan memiliki produktivitas tinggi hingga dapat efektif
mencapai tujuannya dalam memberikan pelayanan kepada publik.
Untuk menunjang kelancaran operasional organisasi, BLU dapat memungut biaya kepada
masyarakat sebagai imbalan atas barang/jasa layanan yang diberikan oleh BLU tersebut.
Pasal 9 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 74 Tahun 2012 tentang Perubahan atas PP
Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan BLU mengatur bahwa imbalan
atas barang/jasa layanan yang diberikan ditetapkan dalam bentuk tarif yang disusun atas

dasar perhitungan biaya per unit (unit cost) layanan. Tarif layanan yang ditetapkan oleh
BLU harus mempertimbangkan aspek-aspek antara lain:
1. Kontinuitas dan pengembangan layanan,
2. Daya beli masyarakat,
3. Asas keadilan dan kepatutan, dan
4. Kompetisi yang sehat.
Untuk dapat menghitung biaya per unit layanan dan menentukan tarif, maka BLU perlu
menjalankan sistem akuntansi berbasis akrual sebagai kerangka pelaksanaan sistem
akuntansi biaya. Dalam Pasal 5 Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor
76/PMK.05/2008 tentang Pedoman Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Badan Layanan
Umum, disebutkan bahwa sistem akuntansi BLU terdiri dari Sistem Akuntansi Keuangan,
Sistem Akuntansi Aset Tetap dan Sistem Akuntansi Biaya. Selanjutnya Pasal 9 PMK
Nomor 76/PMK.05/2008 tersebut menjelaskan bahwa sistem akuntansi biaya di BLU
paling sedikit mampu menghasilkan informasi tentang harga pokok produksi, biaya
satuan (unit cost) per unit layanan dan informasi tentang analisis varian (perbedaan antara
biaya standar dan biaya sesungguhnya). Berdasarkan data per 27 Mei 2013 yang
disajikan dalam laman elektronis Direktorat Pembinaan Pengelolaan Keuangan Badan
Layanan Umum, Direktorat Jenderal Perbendaharaan, Kementerian Keuangan
(www.ppkblu.depkeu.go.id) diketahui bahwa terdapat 141 entitas pemerintahan yang
telah diberikan status sebagai BLU
c. Tujuan Penentuan Unit Cost
1. Sebagai dasar pengajuan pola tarif baru
2. Analisa biaya pelayanan berbasis unit cost dapat dipakai mengukur kinerja dan
tingkat efisiensi serta mutu pelayanan.
3. Sebagai dasar penyusunan anggaran / subsidi pemerintah
4. Sebagai alat advocacy kepada stakeholder
d. Syarat Penentuan Unit Cost
1.
2.
3.
4.
5.

sistem informasi akuntansi biaya yang memadai


Pemahaman terhadap proses bisnis
Pemahaman terhadap konsep biaya
Memahami penyebab terjadinya biaya
Memahami konsep pendistribusian dan pembebanan biaya

e. Prosedur Penentuan Unit Cost


1. Membangun struktur organisasi yang mencerminkan pertanggungjawaban termasuk
pertanggungjawaban biaya
2. Penentuan biaya langsung departemen
3. Distribusi biaya antar departemen :

a. step down method


b. reciprocal method
c. simultaneous method
4. Penentuan Unit Cost:
a. Traditional
b. Activity-based Costing
Contoh :
STANDAR PELAYANAN MINIMAL
RUMAH SAKIT UMUM Dr. WAHIDIN SUDIRO HUSODO KOTA MOJOKERTO
A. Jenis-jenis pelayanan di Bapelkes RSU Dr. Wahidin Sudiro Husodo Kota Mojokerto
1. Pelayanan Gawat Darurat
2. Pelayanan Rawat Jalan
3. Pelayanan Rawat Inap
4. Pelayanan Operasi
5. Pelayanan Persalinan
6. Pelayanan Radiologi
7. Pelayanan Laboratorium dan Patologi Klinik
8. Pelayanan Rehabilitasi Medik
9. Pelayanan Farmasi
10. Pelayanan Gizi
11. Pelayanan Keluarga Miskin
12. Pelayanan Rekam Medis
13. Pelayanan IPSRS dan Pengelolaan Limbah
14. Pelayanan Administrasi Manajemen
15. Pelayanan Ambulan
16. Pelayanan Pemulasaraan Jenazah
17. Pelayanan Keamanan dan Kebersihan
18. Loundry
B. SPM setiap jenis pelayanan, Indikator Kinerja dan Standar

3. Manfaat Informasi Unit Cost


a. Bagi Instansi Pemerintah
1. Dasar dalam proses perencanaan dan penganggaran
Agar pemerintah dapat melaksanakan pelayanan yang optimal bagi masyarakat
perlu dipersiapkan segala sesuatunya mulai dari awal, salah satunya pada tahap
penganggaran dan perencanaan kinerja yang akan dilakukan. Dengan adanya
penghitungan unit cost pemerintah menjadi lebih mudah dalam melakukan proses
penganggaran, karena telah diketahuinya biaya per unit aktivitas sehingga tinggal
disesuaikan dengan jumlah yang dibutuhkan. Pada akhirnya akan membuat anggaran
yang dibuat oleh pemerintah menjadi lebih akurat sehingga terhindar dari pemborosan
anggaran.

2. Mengetahui efisiensi dan efektifitas pengelolaan belanja

Dalam proses pelaksanaan kinerja, pemerintah dituntut untuk memenuhi syarat 3E


(efektif, efisien, dan ekonomis). Berdasarkan penghitungan unit cost, pemerintah
telah memiliki patokan yang jelas dalam melaksanakan belanja. Sudah jelas berapa
biaya yang dibutuhkan untuk setiap belanja yang akan dilaksanakan. Jadi belanja
yang dilakukan tidak sampai terlalu tinggi atau terlalu rendah.
3. Dasar penentuan tarif layanan dan argumentasinya kepada masyarakat
Pemerintah dalam melaksanakan pelayanan kepada masyarakat pasti melakukan
cost transfer sebagai timbal balik atas layanan yang telah diberikan. Dengan adanya
perhitungan unit cost, pemerintah memiliki dasar yang jelas dan kuat atas harga
layanan yang ditetapkan. Jadi pemerintah dapat mempertanggungjawabkan cost
transfer yang dilakukan secara logis kepada masyarakat luas.
4. Dasar dalam menentukan subsidi
Subsidi yang diberikan oleh pemerintah jangan sampai tidak diperhitungkan
terlebih dahulu, karena akan membuat subsidi tersebut menjadi terlalu tinggi sehingga
akan memberikan beban yang berat kepada pemerintah. Untuk menetapkan subsidi
yang efektif bisa dengan memanfaatkan perhitungan unit cost. Pemerintah dapat
menghitung subsidi yang pas dengan mempertimbangkan jumlah biaya dengan
jumlah masyarakat yang akan menerima subsidi, sehingga menghindari terjadinya
pemberian subsidi yang melebihi kemampuan pemerintah.
b. Bagi masyarakat
1. Mengetahui dasar pengenaan tarif yang dikenakan kepada masyarakat
Dengan diketahuinya setiap unit cost yang dipergunakan dalam pelaksanaan
kinerja, masyarakat dapat ikut mengawasi terkait pungutan yang dilakukan oleh
pemerintah. Masyarakat sendiri apabila merasa terlalu tinggi terkait harga layanan
yang ditetapkan, dapat menghitung sendiri total biaya atas layanan tersebut. Sehingga
masyarakat bisa berfikir secara lebih bijaksana sebelum melakukan kritik pada
pemerintah.
2. Dapat mengevaluasi efisiensi dan efektivitas pelayanan dari segi biaya yang
dikenakan
Masyarakat dapat melakukan evaluasi atas kinerja pemerintah dengan cara
membandingkan total cost dengan layanan yang diterima. Untuk mengetahui total
cost atas layanan maka harus diketahui terlebih dahulu masing-masing unit costnya.
Setelah diketahui total cost nya maka masyarakat dapat menilai, apakah biaya yang
ditetapkan oleh pemerintah memang layak atau terlalu mahal. Masyarakat pada
akhirnya akan lebih bijak dalam menyikapi semua langkah yang diambil oleh
pemerintah.

3. Dapat mengetahui peran anggaran pemerintah dalam pelaksanaan program-program


yang diberikan kepada masyarakat
Masyarakat dapat memahami manfaat atau tujuan dilaksanakannya penganggaran
oleh pemerintah. Penganggaran dibuat agar segala pengeluaran dan pendapatan dapat
dikelola dan dilaksanakan dengan baik oleh pemerintah. Masyarakat dapat
mengetahui bahwa semua pengeluaran pemerintah telah diperhitungkan dan
direncanakan sebelumnya, dan diharapkan ikut mengawasi perencanaan yang dibuat
oleh pemerintah apakah telah dilaksanakan dengan baik atau tidak.
4. Pembebanan Biaya (cost assignment)
a. Pengertian Cost Assignment
Pembebanan biaya adalah alokasi sumber daya yang dikonsumsi untuk kegiatan
konsumen atau objek biaya. Ada setidaknya dua persoalan dalam pembebanan biaya,
yakni :
1. Keakuratan Pembebanan
Pembebanan biaya secara akurat pada obyek biaya adalah hal yang sangat penting.
Pentingnya keakuratan pembebanan tidaklah didadasarkan pada berapa biaya yang
terjadi. Namun lebih didasarkan pada konsep relatif yang menyangkut kelogisan
metode pembebanan biaya. Tujuannya adalah untuk mengukur dan membebankan
seakurat mungkin biaya sumber daya kepada obyek biaya. Artinya bahwa apa yang
dibebankan sesuai dengan apa yang dikonsumsi.
2. Ketertelusuran Biaya
Hubungan antara biaya dan obyek biaya dapat digunakan untuk membantu
meningkatkan keakuratan pembebanan biaya, baik biaya yang secara langsung
maupun yang tidak langsung berhubungan dengan obyek biaya. Berdasarkan
ketertelusurannya, biaya dikelompokkan menjadi dua yaitu, pertama, biaya langsung
adalah biaya yang dapat dengan mudah dan akurat ditelusuri ke obyek biaya. Mudah
ditelusuri berarti biaya-biaya tersebut dapat dibebankan dengan cara seekonomis
mungkin. Secara akurat ditelusuri berarti bahwa biaya dibebankan dengan
menggunakan hubungan penyebab. Oleh karena itu arti dapat ditelusuri adalah
kemampuan untuk membebankan biaya secara langsung pada obyek biaya dengan
cara ekonomis yang memungkinkan dengan sarana hubungan penyebab. Semakin
banyak biaya yang dapat ditelusuri, semakin akurat pembebanan biaya yang
dilakukan. Kedua, biaya tidak langsung adalah biaya-biaya yang tidak dapat dengan
mudah dan akurat ditelusuri ke obyek biaya.
b. Hubungan Unit Cost dan Cost Assignment
Pembebanan biaya akan mempengaruhi besar kecilnya biaya per unit suatu produk,
karena besar kecilnya biaya per unit tersebut bergantung dari metode pembebanan biaya

apa yang digunakan. Pembebanan biaya dapat ditelusuri secara langsung maupun tidak
langsung. Ada beberapa metode yang digunakan untuk pembebanan biaya.
c. Metode dalam Cost Assignment dalam Bisnis
Actual Costing
Perhitungan biaya aktual membebankan biaya aktual bahan baku langsung, tenaga
kerja langsung dan overhead pada produk. Tetapi pada praktiknya, system
perhitungan biaya aktual murni jarang digunakan karea tidak dapat menyediakan
informasi biaya per unit yang akurat secara tepat waktu.
Normal Costing
Perhitungan biaya normal membebankan biaya aktual bahan baku langsung dan
tenaga kerja langsung pada produk. Sedangkan biaya overhead dibebankan pada
produk dengan menggunakan tarif perkiraan.
Standard Costing
Perhitungan biaya standar membebankan biaya yang sudah ditentukan dimuka, yang
merupakan jumlah biaya yang seharusnya dikeluarkan untuk membuat produk atau
untuk membiayai kegiatan tertentu, dibawah asumsi kondisi ekonomi, efisiensi dan
faktor-faktor lain tertentu.
d. Metode dalam Cost Assignment dalam Institusi Pemerintahan
Metode dalam pembebanan biaya pada instutusi pemerintah sama dengan metode yang
digunakan pada entitas bisnis. Metode yang digunakan antara lain biaya aktual, biaya
normal, dan biaya standar. Yang membedakan yaitu pembebanan biaya nya tergantung
pada jenis pelayanan yang diberikan bukan pada produk yang dibuat, misalnya taris rawat
inap di rumah sakit.
e. Pendekatan Perhitungan
Konvensional (tradisional)
Metode konvensional adalah metode yang digunakan untuk menentukan harga pokok
penjualan dengan cara mengalokasikan biaya overhead berdasarkan perubahan
volume, berbasiskan jam mesin dan jam kerja langsung. Metode perhitungan
konvensional dalam perusahaan yang menghasilkan lebih dari satu jenis produk akan
menimbulkan kesulitan dalam menyajikan biaya produksi yang akurat. Hal ini terjadi
karena pembebanan biaya overhead dilakukan berdasarkan unit produksi, dari tiap
jenis produk, sedangkan proporsi sumber daya yang diserap oleh tiap jenis produk
berbeda. Karena itu, metode konvensional dapat mendistorsi biaya produksi per unit,
dimana produk dengan tingkat pengerjaan yang lebih rumit dikenai biaya yang sama
atau bahkan lebih rendah dari produk dengan tingkat pengerjaan yang tidak terlalu
rumit. Sehingga metode ini kurang mampu memberikan informasi yang akurat dalam
pembuatan keputusan. Biaya overhead pabrik dalam biaya produk menjadi lebih
tinggi dari biaya utama dan perhitungan biaya secara konvensional dianggap tidak
dapat mengalokasikan biaya overhead ke biaya produk secara adil.

Activity Based-Costing
Activity Based Costing dikembangkan untuk menjawab keterbatasan metode
konvensional dari kebutuhan manajemen akan informasi harga pokok penjualan yang
mampu mencerminkan konsumsi sumber daya dalam berbagai aktivitas untuk
menghasilkan harga pokok penjualan secara akurat. Penerapan Activity Based
Costing akan relevan bila biaya overhead pabrik merupakan biaya yang paling
dominan dan multiproduk. Activity Based Costing dapat menelusuri aktivitas yang
memberi nilai tambah dan aktivitas yang tidak memberi nilai tambah yang ditakutkan
dalam menghasilkan suatu produk. Sehingga perusahaan dapat meminimalisasi
aktivitas yang tidak memberikan nilai tambah bagi produk, yang akhirnya akan
menghasilkan produk bernilai tinggi dengan biaya seminimal mungkin. Hal ini
dikarenakan perhitungan metode ABC benar-benar mencerminkan konsumsi sumber
daya yang digunakan dalam proses produksi.
Contoh ( Jurnal Penerapan Metode Activity Based Costing Dalam Menentukan
Besarnya Tarif Jasa Rawat Inap Pada Rs Hikmah oleh Dani Saputri
Selama ini pihak Rumah Sakit Hikmah dalam menentukan harga pokoknya (tarif
rawat inap) hanya menggunakan sistem biaya tradisional yang penentuan harga
pokoknya tidak lagi mencerminkan aktivitas yang spesifik karena banyaknya kategori
biaya yang bersifat tidak langsung dan cenderung fixed. Di samping itu, biaya produk
yang dihasilkan memberikan informasi biaya produksi yang terdistorsi yaitu under
costing atau over costing. Distorsi tersebut mengakibatkan kesalahan pengambilan
keputusan dalam hal harga produk dan kelangsungan organisasi. Sehingga perlu
diterapkannya sistem penentuan harga pokok produk berdasarkan aktivitasnya
(activity based) atau lebih dikenal dengan nama Activity Based Costing System. Dari
beberapa tahap metode yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa 1). Perhitungan
biaya produk yang telah digunakan oleh manajemen rumah sakit telah banyak
menimbulkan distorsi biaya, hal ini dikarenakan konsumsi sumber daya pada masingmasing aktivitas tidaklah sama. Sedangkan pada metode Activity Based Costing,
biaya-biaya yang terjadi dibebankan pada produk aktivitas dan sumber daya yang
dikonsumsikan oleh produk dan juga menggunakan dasar lebih dari satu cost driver.
2). Perhitungan tarif jasa rawat inap dengan menggunakan pendekatan Activity Based
Costing dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu pertama biaya ditelusur ke aktivitas
yang menimbulkan biaya dan tahap selanjutnya membebankan biaya aktivitas ke
produk. Sedangkan tarif diperoleh dengan menambah biaya (cost) rawat inap dengan
laba yang diharapkan pihak rumah sakit. 3). Hasil dari penentuan tarif jasa rawat inap
jenis perawatan umum pada rumah sakit menggunakan pendekatan Activity Based
Costing yaitu terdapat selisih harga yang lebih rendah dan lebih tinggi dari penetapan
manajemen rumah sakit.

5. Perhitungan Biaya per Unit Layanan


Menurut Hansen & Mowen (2005), biaya per unit merupakan hasil dari pembagian seluruh
total biaya produksi dan jumlah unit yang telah diproduksi. Definisi dari Hansen & Mowen
merupakan definisi yang cocok untuk digunakan dalam entitas bisnis. Dalam pembahasan
ini, akan lebih ditekankan pada pembahasan biaya per unit pada entitas pemerintahan. Oleh
kerana itu, istilah biaya diganti dengan istilah layanan yang lebih merepresentasikan core
activity dari entitas pemerintahan. Pada pembahasan kali ini, pembahasan biaya per layanan
lebih ditekankan pada instansi rumah sakit pemerintah, instansi pendidikan, dan biaya per
unit untuk penentuan persediaan barang (satuan kerja non-BLU).
1. Instansi Rumah Sakit
Penentuan perhitungan biaya pelayanan dalam rumah sakit menggunakan metode activity
based costing (ABC). Penggunaan metode ABC bertujuan untuk meningkatkan efisiensi
dan efektivitas dalam penentuan biaya yang akan dikeluarkan untuk melakukan
pelayanan pada masyarakat. Komponen biaya yang digunakan sebagai dasar dalam
menentukan biaya pelayanan per unit meliputi seluruh biaya yang dikeluarkan dalam
melakukan satu aktivitas pelayanan. Lebih rincinya, untuk mempermudah pemahaman
mengenai komponen biaya pelayanan di rumah sakit, maka dalam pembahasan ini kami
berikan contoh biaya pelayanan pada RSUD Sunan Kalijaga Yogyakarta pada tahun
2012.

BerdasarkanSumber:
perhitungan
Cost2013
pool diatas, sehingga diperoleh biaya per aktivitas pelayanan
Inri P.M.,
rawat inap kelas VIP A adalah sebagai berikut :

Sumber: Inri P.M., 2013

Berdasarkan perhitungan biaya diatas, dapat diperoleh hasil biaya pelayanan perhari
untuk rawat inap kelas VIP A adalah sebesar 105.234.20.
2. Instansi Pendidikan
Berikut komponen dalam penghitungan biaya pendidikan pada penyelenggara
pendidikan:

3.

(Sumber: Vita O.N., et. al :2014)

4. Persediaan barang (satuan kerja non-BLU)


Nilai persediaan meliputi seluruh belanja yang dikeluarkan sampai suatu barang
persediaan tersebut dapat dipergunakan. Dalam PSAP 5 dalam paragraf 18 dikatakan
bahwa persediaan disajikan sebesar:
a.
Biaya perolehan apabila diperoleh dengan pembelian;
b.
Biaya standar apabila diperoleh dengan memproduksi sendiri;
c.
Nilai wajar, apabila diperoleh dengan cara lainnya seperti donasi;
Dari uraian diatas, pengukuran persediaan dapat dilihat pada gambar berikut ini :
Biaya
perolehan

Persediaan
diperoleh dengan
pembelian

Biaya standar

Persediaan
diperoleh dengan
memproduksi
sendiri

Nilai wajar

Persediaan
diperoleh dengan
cara lain,
misalnya donasi

Harga pembelian + biaya


pengangkutan + biaya
penanganan potongan harga
rabat

Biaya Langsung + biaya tidak


langsung

Nilai aset secara wajar

Persediaan disajikan sebesar:


1. Biaya Perolehan, apabila diperoleh dengan pembelian :
Biaya perolehan persediaan meliputi harga pembelian, biaya pengangkutan, biaya
penanganan dan biaya lainnya yang secara langsung dapat dibebankan pada perolehan
persediaan. Potongan harga, rabat, dan sejenis lainnya akan mengurangi biaya
perolehan. Nilai pembelian yang digunakan adalah biaya perolehan persediaan yang
terakhir diperoleh. Untuk persediaan yang memiliki nilai nominal yang dimaksudkan
untuk dijual, seperti pita cukai, dinilai dengan biaya perolehan terakhir.
Contoh:
Dibeli suatu persediaan kertas HVS sebanyak 100 rim dengan harga Rp. 10.000 /rim,
dimana untuk pembeliannya dikenakan biaya angkut sebesar Rp. 10.000 dan
diberikan potongan harga sebesar Rp. 500/rim. Maka nilai persediaan yang akan
dimasukkan kedalam buku persediaan adalah sebesar:

Harga beli (100 rim x Rp. 10.000)

Rp. 1.000.000,-

Biaya angkut
Total harga
Dikurangi potongan harga (Rp. 500 x 100)
Nilai persediaan sebesar

Rp.
10.000,Rp. 1.010.000,Rp.
50.000,Rp. 960.000,-

2. Biaya Standar, apabila diperoleh dengan memproduksi sendiri ;


Biaya standar persediaan meliputi biaya langsung yang terkait dengan persediaan
yang diproduksi dan biaya tidak langsung yang dialokasikan secara sistematis
berdasarkan ukuran-ukuran yang digunakan pada saat penyusunan rencana kerja dan
anggaran.
3. Nilai Wajar, apabila diperoleh dengan cara lainnya seperti donasi ;
Persediaan hewan dan tanaman yang dikembangbiakkan dinilai dengan menggunakan
nilai wajar. Harga/nilai wajar persediaan meliputi nilai tukar aset atau penyelesaian
kewajiban antar pihak yang memahami dan berkeinginan melakukan transaksi wajar.
4. Persediaan dapat dinilai dengan menggunakan:
a) Metode sistematis seperti FIFO atau rata-rata tertimbang
b) Harga pembelian terakhir apabila setiap unit persediaan nilainya tidak material
dan bermacam-macam jenis.
c) Barang persediaan yang memiliki nilai nominal yang dimaksudkan untuk dijual,
seperti pita cukai, dinilai dengan biaya perolehan terakhir.
d) Harga pokok produksi persediaan meliputi biaya langsung yang terkait dengan
persediaan yang diproduksi dan biaya tidak langsung yang dialokasikan secara
sistematis.
e) Persediaan hewan dan tanaman yang dikembangbiakkan dinilai dengan
menggunakan nilai wajar.
f) Harga/nilai wajar persediaan meliputi nilai tukar aset atau penyelesaian kewajiban
antar pihak yang memahami dan berkeinginan melakukan transaksi wajar (arm
length transaction).
6. Evaluasi Biaya per Unit Layanan
a. Biaya per Unit dan Standar Pelayanan Umum
Pelayanan umum tentunya menimbulkan biaya yang harus ditanggung oleh pemerintah.
Biaya pelayanan termasuk rinciannya harus ditentukan secara konsisten dan tidak boleh
ada diskriminasi, sebab akan menimbulkan ketidakpercayaan penerima pelayanan kepada
pemberi pelayanan. Biaya pelayanan ini harus jelas pada setiap jasa pelayanan yang akan
diberikan kepada masyarakat, sehingga tidak menimbulkan kecemasan, khususnya
kepada pihak atau masyarakat yang kurang mampu. Hal ini sedikit bertentangan dengan
penghitungan biaya per pelayanan yang cenderung berfluktuasi yang tentunya
mengakibatkan biaya pelayanan selalu berfluktuasi juga, sehingga konsistensi biaya
pelayanan tidak dapat terealisasi.

b. Biaya per Unit dan Manfaat pada Masyarakat


Penghitungan biaya per pelayanan dengan menggunakan ABC hanyalah sebuah cara
untuk menentukan pembebanan biaya atas pelayanan yang telah dilakukan. Penghitungan
ABC sangatlah rumit dan membutuhkan spesialis akuntansi manajemen untuk
mengerjakanya, sehingga jika dalam entitas pemerintah tidak mempunyai tenaga akuntan,
maka penerapan metode ABC dalam penghitungan biaya per pelayanan justru akan
menghambat core activity pada entitas pemerintahanpelayan masyarakat.
c. Biaya per Unit dan Kinerja
Penggunaan metode ABC menuntut pemerintah untuk menentukan aktivitas
pelayanan yang bersifat konstan agar tetap dapat menjalankan core activity secara
optimal. Kinerja pemerintah menjadi dasar dalam penentuan biaya per pelayanan.
Jika pemerintah tidak memiliki banyak kegiatan pelayanan, maka biaya pelayanan
akan semakin meningkat karena biaya konstan tidak dapat tertutupi dengan biaya
variabel. Oleh karena itu, untuk menekan biaya pelayanan pemerintah harus
memperbanyak aktivitas pelayanan kepada masyarakat.
d. Biaya per Unit dan Subsidi Pemerintah
Subsidi pemerintah pada umumnya diberikan ketika terjadi kekurangan anggaran atau
biaya yang sudah tidak bisa ditanggung oleh entitas pemerintah yang bersangkutan.
Penggunaan metode ABC memberikan kesulitan bagi entitas penerima subsidi untuk
mengalokasikan dana tersebut dalam komponen biaya per pelayanan karena
semuanya sudah didasarkan pada komponen yang konstan.

Anda mungkin juga menyukai