Anda di halaman 1dari 15

Laporan Praktikum Boraks

BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tingkat pengetahuan yang rendah mengenai bahan pengawet merupakan faktor utama
penyebab penggunaan boraks pada produk makanan. Beberapa survei menunjukkan, alasan
produsen menggunakan boraks sebagai bahan pengawet karena daya awet dan mutu yang
dihasilkan menjadi lebih bagus, serta murah harganya, tanpa peduli bahaya yang dapat
ditimbulkan.
Hal tersebut ditunjang oleh perilaku konsumen yang cenderung membeli makanan berharga
murah, tanpa mengindahkan kualitas. Dengan demikian, penggunaan boraks pada produk
makanan dianggap hal biasa. Sulitnya membedakan produk yang dibuat dengan penambahan
boraks juga menjadi salah satu faktor pendorong perilaku konsumen tersebut.
Maraknya kasus zat pengawet pada produk makanan seperti pada mie, tahu, dan ikan asin
sungguh memprihatinkan. Dibalik nikmatnya hidangan tersebut, zat kimia berbahaya ikut
menyelinap masuk ke tubuh kita. Namun kita sebagai konsumen sulit untuk menentukan apakah
makanan yang kita santap mengandung boraks atau tidak. Kandungan boraks hanya bisa
diketahui melalui uji laboratorium. Oleh karena itu praktikum ini perlu dilakukan untuk
mengetahui uji kandungan boraks pada beberapa produk pangan.

1.2 Tujuan
1. Mengetahui cara penentuan kandungan boraks pada makanan.
2. Mengetahui ciri-ciri makanan yanga mengandung boraks.

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Pengertian Boraks

Boraks adalah senyawa dengan nama kimia natrium tetraborat (NaB4O7). berbentuk
padat, jika terlarut dalam air akan menjadi natrium hidroksida dan asam borat (H3BO3). Dengan
demikian bahaya boraks identik dengan bahaya asam borat (Khamid, 1993).
Senyawa-senyawa asam borat ini mempunyai sifat-sifat kimia sebagai berikut : jarak
lebur sekitar 171oC. Larut dalam 18 bagian air dingin, 4 bagian air mendidih, 5 bagian gliserol
85%, dan tidak larut dalam eter. Kelarutan dalam air bertambah dengan penambahan asam
klorida, asam sitrat atau asam tartrat. Mudah menguap dengan pemanasan dan kehilangan satu
molekul airnya pada suhu 1000 C yang secara perlahan berubah menjad asam metaborat (HBO2).
Asam borat merupakan asam lemah dengan garam alkalinya bersifat basa, mempunyai bobot
molekul 61,83 berbentuk serbuk halus kristal transparan atau granul putih tak berwarna dan tak
berbau serta agak manis (Khamid, 2006).
2.2 Karakteristik Boraks
Boraks atau Natrium tetraborat memiliki berat molekul 381,37. Rumus molekul
Na2B4O7.10H2O. Pemeriannya berupa hablur transparan tidak berwarna atau serbuk hablur putih;
tidak berbau. Larutan bersifat basa terhadap fenolftalein. Pada waktu mekar di udara kering dan
hangat, hablur sering dilapisi serbuk warna putih. Kelarutan boraks yaitu larut dalam air; mudah
larut dalam air mendidih dan dalam gliserin; tidak larut dalam etanol (Ditjen POM, 1995).
Natrium tetraborat mengandung sejumlah Na2B4O7 yang setara dengan tidak kurang dari
99,0 % dan tidak lebih dari 105,0 % Na2B4O7.10H2O. Larutan boraks bersifat basa terhadap
fenolftalein, mudah larut dalan air mendidih dan dalam gliserin; tidak larut dalam etanol (Ditjen
POM 1995).

Gambar 1. Rumus Bangun Boraks-anhidrat (NaB4O7)


2.3 Fungsi Boraks
Baik boraks ataupun asam borat memiliki khasiat antiseptika (zat yang menghambat
pertumbuhan dan perkembangan mikroorganisme). Pemakaiannya dalam obat biasanya dalam
salep, bedak, larutan kompres, obat oles mulut, bahkan juga untuk pencuci mata. Boraks juga
digunakan sebagai bahan solder, bahan pembersih, pengawet kayu dan antiseptik kayu (Khamid,
2006).
Asam borat dapat dibuat dengan menambahkan asam sulfat atau klorida pada boraks.
Larutannya dalam air (3%) digunakan sebagai obat cuci mata yang dikenal sebagai boorwater.
Asam borat juga digunakan sebagai obat kumur, semprot hidung dan salep luka kecil. Tetapi
bahan ini tidak boleh diminum atau digunakan pada bekas luka luas, karena beracun bila terserap
oleh tubuh (Winarno dan Rahayu, 1994).
Meskipun bukan pengawet makanan, boraks sering pula digunakan sebagai pengawet
makanan. Boraks sering disalahgunakan untuk mengawetkan berbagai makanan seperti bakso,
mie basah, pisang molen, siomay, lontong, ketupat dan pangsit. Selain bertujuan untuk
mengawetkan, boraks juga dapat membuat tekstur makanan menjadi lebih kenyal dan
memperbaiki penampilan makanan (Vepriati, 2007).

2.4 Macam-macam Metode Uji Boraks


2.4.1 Uji Kualitatif
Beberapa uji kualitatif untuk boraks, antara lain: reaksi dengan H2SO4 dan
metanol pada abu sampel; reaksi kertas tumerik dan amonia dengan penambahan H2SO4
dan etanol; dan reaksi H2SO4 pada larutan sampel. Reaksi dengan H2SO4 (P) dan metanol
pada sampel yang telah diabukan dalam tanur akan menghasilkan nyala berwarna hijau jika
dibakar; reaksi dengan asam oksalat dan kurkumin 1% dalam metanol dengan penambahan
amonia pada larutan abu yang bersifat asam akan menghasilkan warna merah cemerlang
yang berubah menjadi hijau tua kehitaman (Balai Besar POM, 2007).

Pencelupan kertas tumerik ke dalam larutan sampel yang bersifat asam. Jika
terdapat Na2B4O7 atau H3BO3, maka kertas berwarna merah akan berubah menjadi hijau
biru terang (Cahyadi, 2006). Pencelupan kertas tumerik ke dalam larutan asam dari sampel
menghasilkan coklat merah intensif ketika kertas mengering, yang berubah menjadi hijau
kehitaman jika diberi larutan amonia; reaksi dengan penambahan H2SO4 dan etanol pada
sampel, akan menghasilkan nyala hijau jika dibakar (Clarke, 2004).
Reaksi dengan H2SO4 dan metanol pada larutan sampel dalam akuades bebas CO2
akan menghasilkan nyala hijau jika dibakar; dan penambahan phenolftalein ke dalam
larutan sampel dalam akuades bebas CO2 menghasilkan warna merah yang hilang dengan
penambahan 5ml gliserol (British Pharmacopoeia, 1988).
Reaksi dengan H2SO4 (P) dan metanol pada sampel yang telah disentrifugasi akan
menghasilkan nyala berwarna hijau jika dibakar; reaksi dengan asam oksalat dan kurkumin
1% dalam metanol dengan penambahan amonia pada larutan abu yang bersifat asam akan
menghasilkan warna merah cemerlang yang berubah menjadi hijau tua kehitaman
( Modifikasi Balai Besar POM, 2007).
2.4.2 Uji Kuantitatif
Beberapa uji kuantitatif untuk boraks, yaitu: metode titrimetri; titrasi asam basa;
titrasi dengan penambahan manitol; dan metode spektrofotometri. Penetapan kadar asam
borat dalam pangan dengan metode titrimetri, yaitu dengan titrasi menggunakan larutan
standar NaOH dengan penambahan gliserol akan menghasilkan warna merah muda yang
mantap pada titik akhir titrasi (Helrich, 1990).
Penetapan kadar boraks dalam sampel berdasarkan titrasi asam basa dengan
menggunakan larutan standar HCl (USP, 1990). Penetapan Kadar boraks dalam sampel
dengan penambahan manitol dan indikator phenolftalein dititrasi menggunakan larutan
NaOH menghasilkan larutan merah muda pada titik akhir titrasi (British Pharmacopoeia,
1988). Penetapan kadar boraks dengan spektrofotometri, dengan mengukur serapan dari
destilasi larutan sampel yang diberi larutan kurkumin dan etanol menggunakan
spektrofotometer pada panjang gelombang maksimum 542 nm (Zulharmita, 1995).
2.5 Karakteristik Sampel

2.5.1 Tahu
Tahu merupakan produk kedelai non-fermentasi yang disukai dan digemari di
Indonesia seperti halnya tempe, kecap, dan tauco. Tahu adalah salah satu produk olahan
kedelai yang berasal dari daratan Cina. Pembuatan tahu dan susu kedelai ditemukan oleh
Liu An pada zaman pemerintahan Dinasti Han, kira-kira 164 tahun sebelum Masehi
(Shurtleff dan Aoyagi 2001). Kata tahu berasal dari bahasa Cina yaitu tao-hu, teuhu/tokwa. Kata tao/teu berarti kacang untuk membuat tahu, orang menggunakan kacang
kedelai kuning (putih) yang disebut wong-teu (wong = kuning). Hu/kwa itu artinya rusak,
lumat, hancur, menjadi bubur. Kedua istilah itu digabungkan menjadi tahu. Pengertian tahu
adalah makanan yang terbuat dari kedelai yang dilumatkan atau dihancurkan menjadi
bubur (Kastyanto 1999).
Tahu adalah suatu produk makanan berupa padatan lunak yang dibuat melalui
proses pengolahan kedelai (Glycne species) dengan prinsip pengendapan protein, dengan
atau tidak ditambah bahan lain yang diizinkan (SNI 1998). Sedangkan menurut Shurtleff
dan Aoyagi (2001), tahu adalah gumpalan protein dari susu kedelai yang telah dipisahkan
dari bagian yang tidak menggumpal (whey) dengan cara pengepresan.
Tahu terdiri dari berbagai jenis, yaitu tahu putih, tahu kuning, tahu sutra, tahu cina,
tahu keras, dan tahu kori (Sarwono dan Saragih 2003). Perbedaan dari berbagai jenis tahu
tersebut ialah pada proses pengolahannya dan jenis penggumpal yang digunakan.
Komposisi zat gizi dalam tahu cukup baik. Tahu mempunyai kadar protein sebesar
8-12%, sedangkan mutu proteinnya yang dinyatakan sebagai NPU sebesar 65% (Shurtleff
dan Aoyagi 2001). Tahu juga mempunyai daya cerna yang sangat tinggi karena serat dan
karbohidrat yang bersifat larut dalam air sebagian besar terbuang pada proses
pembuatannya. Dengan daya cerna sekitar 95%, tahu dapat dikonsumsi dengan aman oleh
semua golongan umur dari bayi hingga orang dewasa, termasuk orang yang mengalami
gangguan pencernaan (Shurtleff dan Aoyagi 2001). Komposisi kimia pada tahu dapat
dilihat pada Tabel 1, sedangkan syarat mutu tahu berdasarkan Standar Nasional Indonesia
01-3142-1998.
Komposisi
Energi
Air
Protein

Satuan
Kal
g
g

Jumlah
68
84.8
7.8

Lemak
g
4.6
Karbohidrat
g
1.6
Kalsium
mg
124.0
Fosfor
mg
63.0
Besi
mg
0.8
Vitamin B1
mg
0.06
Komposisi kimia dalam 100 g tahu (Direktorat Gizi Depkes RI 1981).
2.5.2 Lontong
Lontong adalah makanan khas Indonesia yang terbuat dari beras dibungkus dalam
daun pisang dan direbus dalam air selama beberapa jam dan jika air habis dituangkan air
lagi demikian berulang samapi beberapa kali. Cara pembuatan lontong lebih mudah dari
ketupat. Karena direbus dalam daun pisang, lontong dapat berwarna hijau di luarnya,
sedangkan berwarna putih didalamnya. Lontong banyak ditemui diperbagai daerah di
Indonesia sebagai makanan alternative pengganti nasi putih. Walau juga dibuat dari
beras, lontong memiliki aroma yang khas.
2.5.3 Ikan Asin
Ikan sebagai bahan makanan yang mengandung protein tinggi dan mengandung asam
amino essensial yang diperlukan oleh tubuh, disamping itu nilai biologisnya mencapai 90 persen,
dengan jaringan pengikat sedikit sehigga mudah dicerna (Adawyah,2007). Ikan merupakan
komoditi ekspor yang mudah mengalami pembusukan dibandingkan produk daging, buah dan
sayuran. Pembusukan pada ikan terjadi karena beberapa kelemahan dari ikan yaitu tubuh ikan
mengandung kadar air tinggi (80%) dan pH tubuh mendekati netral, sehingga memudahkan
tumbuhnya bakteri pembusuk, daging ikan mengandung asam lemak tak jenuh berkadar tinggi
yang sifatnya mudah mengalami proses oksidasi sehingga seringkali menimbulkan bau tengik,
jaringan ikat pada daging ikan sangat sedikit sehingga cepat menjadi lunak dan mikroorganisme
cepat berkembang.
Oleh karena beberapa kelemahan tersebut, para produsen melakukan penghambatan
kebusukan dari ikan dengan membuat kondisi lingkungan yang tidak sesuai dengan pertumbuhan
mikroba, sehingga mikroba dapat ditekan pertumbuhannya. Salah satu cara yang dilakukan yaitu
dengan proses penggaraman dan pengeringan yang kemudian hasil produksinya disebut dengan
ikan asin. Ikan asin diproduksi dari bahan ikan segar atau ikan setengah basah yang ditambahkan
garam 15-20%. Walaupun kadar air didalam tubuh ikan masih tinggi 30-35 persen, namun ikan
asin dapat disimpan agak lama karena penambahan garam yang relatif tinggi tersebut. Untuk

mendapatkan ikan asin berkualitas bahan baku yang digunakan harus bermutu baik, garam yang
digunakan biasanya garam murni berwarna putih bersih. Garam ini mengandung kadar natrium
chlorida (NaCl) cukup tinggi, yaitu sekitar 95 %. Komponen yang biasa tercampur dalam garam
murni adalah MgCl2 (magnesium chlorida), CaCl2 (calsium chlorida), MgSO4 (magnesium
sulfat), CaSO4 ( calsium sulfat), lumpur, dll. Jika garam yang digunakan Mg (magnesium) dan
Ca (calsium) akan menghambat proses penetrasi garam ke dalam daging ikan, akibatnya daging
ikan berwarna putih, keras, rapuh dan rasanya pahit. Jika garam yang digunakan mengandung Fe
(besi) dan Cu (tembaga) dapat mengakibatkan ikan asin berwarna coklat kotor atau kuning
(Djarijah, 1995).
2.5.4 Cilok
Pentol cilok adalah makanan ringan yang menyerupai pentol dan terbuat dari
tepung kanji, berasa gurih dan kenyal. Awalnya makanan ini merupakan khas dari Jawa
Barat, namun sekarang sudah mulai merambah kedaerah lain. Cilok termasuk makanan
jajanan. Makanan jajanan menurut FAO didefisinikan sebagai makanan dan minuman
yang dipersiapkan dan dijual oleh pedagang kaki lima di jalanan dan di tempat tempat
keramaian umum lain yang langsung dimakan atau dikonsumsi tanpa pengolahan atau
persiapan lebih lanjut.
Perlu diwaspadai akan kemananpangan dari pentol cilok tersebut, karena biasanya
pentolcilok dijual dalam keadaan terbuka dan dibiarkan dalamwaktu yang lama,
sehingga memungkinkan terjadinyacemaran oleh mikroba. Cemaran oleh mikroba pada
pentol cilok juga di pengaruhi oleh sanitasi selama proses pengolahan serta higiene dari
penjamah makanan. Selain cemaran oleh mikroba, keamanan pangan pentol
cilok juga dipengaruhi oleh bahan-bahan yang digunakan, kualitas dari bahan-bahan
tersebut, penggunaan bahan tambahan makanan serta keberadaan bahan berbahaya
dalam pembuatan pentol cilok.
2.5.5 Mie Basah
Menurut Astawan (1999), mie basah adalah jenis mie yang mengalami proses
perebusan setelah tahap pemotongan dan sebelum dipasarkan. Kadar air mencapai 52 %
sehingga daya tahan simpannya relatif singkat yaitu 40 jam dalam suhu kamar.
Zat Gizi
Energy (kal)

Mie Basah
86

Zat Gizi
Besi

Mie Basah
0,8

Protein (g)
Lemak (g)
Karbohidrat

0,6
3,3
14

Vitamin A
Vitamin B1 (mg)
Vitamin C (mg)

(g)
Kalsium

13

Air (mg)

80

(mg)
Komposisi Gizi Mie Basah per 100 g Bahan.
Menurut Astawan (1999), mie basah yang baik adalah mie yang secara kimiawi
mempunyai nilai kimia yang sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan oleh Departemen
Perindustrian melalui SII 2046-90.
2.5.6 Bakso
Bakso merupakan produk dari protein daging, baik daging sapi, ayam ikan maupun
udang. Bakso dibuat dari daging giling dengan bahan tambahan utama garam dapur
(NaCl), tepung tapioka, dan bumbu berbentuk bulat seperti kelereng dengan berat 25-30
gram per butir. Setelah Bakso memiliki tekstur kenyal seperti ciri spesifiknya, kualitas
bakso sangat bervariasi karena perbedaan bahan baku dan bahan tambahan yang
digunakan, proporsi daging dan tepung dan proses pembuatannya (Widyaningsih, 2006).

BAB 3. METODOLOGI PRAKTIKUM


3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.

Beakker Glass 500 ml


Beakker Glass 50 ml
Spatula Pengaduk
Cawan Petri
Cawan Porselin dan Mortar
Gelas Ukur 10 ml
Tabung Reaksi
Rak Tabung Reaksi
Sentrifugator
Penangas Listrik
Keranjang Plastik

3.1.2 Bahan
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
l.

Tahu
Lontong
Ikan Asin
Cilok
Mie Basah
Bakso
HCl
Reagent A dan B
Kertas Uji Boraks
Air Mendidih
Tissue
Label

3.2 Skema Kerja


3.2.1 Uji Boraks

BAB 4. HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN


4.1 Hasil Pengamatan
a. Tanpa Perendaman Air Panas
Sampel
Formalin
Boraks
Hasil Uji
Warna
Hasil Uji
Warna
Tahu
Lontong
Ikan Asin
+
++++
Cilok
Mie Basah
+
++
+
++++
Bakso
+
+++
-

b. Dengan Perendaman Air Panas


Sampel
Formalin
Hasil Uji
Warna
Tahu
Lontong
Ikan Asin
+
++++
Cilok
Mie Basah
Bakso
+
++
Keterangan :
Formalin semakin + semakin ungu

Boraks semakin + semakin merah bata

Maksimal hingga 4+

Boraks
Hasil Uji
-

3.2 Hasil Perhitungan


Dalam praktikum tidak dilakukan perhitungan.
BAB 5. PEMBAHASAN
5.1 Skema Kerja dan Fungsi Perlakuan

Warna
-

Pada praktikum uji kandungan boraks, pertama disiapkan sampel sebanyak 10 gram. Sampel
yang digunakan yaitu tahu, lontong, ikan asin, cilok, mie basah dan bakso. Sampel tersebut
diberi dua perlakuan yang berbeda yaitu dilakukan perendaman dengan menggunakan air panas
dan tanpa perendaman dengan menggunakan air panas. Perbedaan perlakuan ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh perendaman terhadap kandungan boraks dalam sampel. Selanjutnya
sampel dicincang dan dihaluskan menggunakan mortar dan alu agar zat-zat yang terdapat dalam
sampel bisa cepat larut atau mempermudah pelarutan. Kemudian sampel tersebut ditambahkan
10 ml air mendidih. Hal ini bertujuan untuk mempermudah pelarutan zat-zat yang terdapat di
dalam sampel.
Selanjutnya ditambahkan asam klorida (HCl) sebanyak 5 ml. Hal ini bertujuan untuk
meningkatkan kelarutan boraks dan mempermudah identifikasi, sehingga apabila pada sampel
mengandung boraks maka akan lebih larut. Selain itu juga ditambahkan 4 tetes reagent cair.
Reagent cair ini berfungsi sebagai pereaksi. Setelah dilakukan pencampuran bahan-bahan
tersebut, maka dicelupkan kertas uji sampai terendam sebagain. Kertas uji tersebut digunakan
sebagai indikator untuk menentukan ada atau tidaknya kandungan boraks pada sampel.
Kemudian kertas uji dikering anginkan agar cepat terjadi reaksi perubahan warna. Terakhir
adalah dilakukan pengamatan perubahan warna yang terjadi pada kertas uji. Apabila kertas uji
warnanya berubah menjadi warna merah maka sampel yang diuji positif mengandung boraks.
5.2 Analisis Data
Berdasarkan data pengamatan, dapat diketahui bahwa diantara sampel yang digunakan yaitu
tahu, lontong, ikan asin, cilok, mie basah dan bakso hanya pada mie basah yang positif
mengandung boraks yaitu pada perlakuan tanpa perendaman.
Pada perlakuan tanpa perendaman, setelah dilakukan pengujian sampel mie basah
menunjukkan terjadinya perubahan warna pada kertas uji yakni menjadi merah. Hal ini
menunjukkan bahwa mie basah tersebut positif mengandung boraks. Sedangkan pada perlakuan
perendaman dengan air panas menunjukkan bahwa tidak ada sampel yang mengandung boraks.
Pada perlakuan perendaman dengan menggunakan air panas, sampel mie basah tidak
menunjukkan adanya kandungan formalinnya. Hal ini dapat disimpulkan bahwa proses
perendaman menggunakan air panas mempengaruhi kandungan boraks, yaitu dapat menurunkan
kandungan boraksnya.

BAB 6. PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Dari praktikum yang telah dilakukan dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
a.

Pada uji boraks sampel yang positif mengandung boraks setelah di uji akan berwarna merah
bata.

b. Sampel mie basah positif mengandung boraks pada perlakuan tanpa perendaman.
c.

Pada perlakuan perendaman dengan air panas menunjukkan bahwa tidak ada sampel yang
mengandung boraks.

d. Proses perendaman menggunakan air panas mempengaruhi kandungan boraks, yaitu dapat
menurunkan kandungan boraksnya.
6.2 Saran
Sebaiknya praktikan tidak gaduh pada saat meakukan praktikum.

DAFTAR PUSTAKA
Adawyah, R. 2007. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Jakarta : PT. Bumi Aksara.
Astawan, M. 1999. Membuat mie dan Bihun. Jakarta : Penebar Swadaya.
Balai Besar POM. 2007. Instruksi kerja : Identifikasi Boraks Dalam Makanan. Medan.
British Pharmacopoeia. 1988. British Pharmacopoeia, Volume I & II. London: Medicines and
Healthcare Products Regulatory Agency (MHRA). Page 4788.
BSNI. 1998. SNI 01-3142-1998 : Syarat Mutu Tahu. Jakarta : Badan Standarisasi Nasional
Indonesia.
Cahyadi, W. 2006. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. Jakarta : Penerbit
Bumi Aksara.
Clarke, E. G. C., Moffat, A. C., Osselton, M. D., Widdop, B. 2004. Clarkes Analysis of Drugs
and Poisons. London : Pharmaceutical Press.
Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI. 1981. Daftar Komposisi Bahan Makanan : Jakarta.
Djarijah, A.S. 1995. Pakan ikan alami . Yogyakarta : Kanisius.
Helrich, K.C., (ed), 1990, Official Methods of Analysis Association of Official Analytical
Chemist (AOAC) 15th Ed., 780-781, Association of Official Analytical Chemicts Inc,
USA.
Kastyanto, F.W.1999. Membuat Tahu. Jakarta : Penebaran Swadaya.
Khamid, 1993. Bahaya Boraks Bagi Kesehatan. Jakarta : Penerbit Kompas
Khamid, I.R. 2006. Bahaya Boraks Bagi Kesehatan. Jakarta. Penerbit Kompas.
Sarwono,S dan Saragih Y.P.2003. Membuat Aneka Tahu. Jakarta : Penebar Swadaya.
Shurtleff W, Aoyagi A. 2001. Tofu and Soymilk Producton, The Book of Tofu Vol II. Lafayete:
Soyinfo Center.
United State Pharmacopeia. 1990. USP 29-NF 24. Rockville.

Vepriati,N. 2007. Surveilans Bahan Berbahaya pada Makanan di Kabupaten Kulon Progo.
Kulon Progo : Dinkes Kulon Progo.
Widyaningsih, D.T., Murtini, E.S. 2006. Alternatif Pengganti Formalin Pada Produk Pangan.
Surabaya : Trubus Agriarana.
Winarno F.G, Rahayu TS. 1994. Bahan Tambahan Untuk Makanan dan Kontaminan. Jakarta:
Pustaka Sinar.
Zulharmita A. 1995. Kandungan Boraks pada Makanan Jenis Mie yang Beredar di Kotamadya
Padang : Cermin Dunia Kedokteran. Padang Universitas Andalas.

Anda mungkin juga menyukai