Anda di halaman 1dari 14

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Diabetes melitus adalah kelainan heterogen disebabkan oleh defisiensi


insulin dan menghasilkan keadaan hiperglikemi. Keadaan hiperglikemi ini apabila
dibiarkan akan menimbulkan efek yang berbahaya.1,2
Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2010, Diabetes
melitus

(DM)

merupakan suatu

kelompok

penyakit

metabolik dengan

karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja


insulin, atau kedua-duanya. Diabetes mellitus adalah masalah yang mengancam
hidup atau kasus darurat yang disebabkan oleh defisiensi insulin relatif atau
absolute.3,8

I.

Etiologi
Etiologi dari diabetes mellitus tergantung pada tipenya, tipe I yaitu

Diabetes mellitus yang tergantung insulin (IDDM) Insulin dan Tipe II yaitu
diabetes mellitus yang tidak tergantung oleh insulin (non IDDM), tipe lain dan
diabetes gestasional (Tabel 1).3,8

Tabel 1. Klasifikasi etiologis DM


Tipe I

Tipe II

Tipe lain

Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi


insulin absolut
- Autoimun
- Idiopatik
Bervariasi, mulai dari yang dominan resistensi insulin
disertai dfisiensi insulin relatif sampai yang dominan
defek sekresi insulin disertai resistensi insulin
- Defek genetik fungsi sel beta
- Defek genetik kerja insulin
- Penyakit eksokrin pankreas
- Endokrinopati
- Karena obat atau zat kimia
- Infeksi
- Sebab imunologi yang jarang
- Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM

Diabetes melitus
gestasional
21

II.

Diagnosis DM
Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah.

Pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara


enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Penggunaan bahan darah utuh (whole
blood), vena, ataupun kapiler tetap dapat dipergunakan dengan memperhatikan
angkaangka kriteria diagnostik yang berbeda sesuai pembakuan oleh WHO.
Sedangkan untuk tujuan pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan dengan
menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler dengan glukometer. Kriteria
diagnosis DM tercantum pada Tabel 2. 3,8

Tabel 2. Kriteria Diagnosis DM


1. Gejala klasik DM + glukosa plasma sewaktu 200 mg/dL (11,1 mmol/L)
Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat
pada suatu hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir
Atau
2. Gejala klasik DM
+
Kadar glukosa plasma puasa 126 mg/dL (7.0 mmol/L)
Puasa diartikan pasien tak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam
Atau
3. Kadar gula plasma 2 jam pada TTGO 200 mg/dL (11,1 mmol/L)
TTGO yang dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban glukosa
yang setara dengan 75 g glukosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam air.

III.

Pengelolaan DM
Pengelolaan DM dimulai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani

selama beberapa waktu (2-4 minggu). Apabila kadar glukosa darah belum
mencapai sasaran, dilakukan intervensi farmakologis dengan obat hipoglikemik
oral (OHO) dan atau suntikan insulin. Pada keadaan tertentu, OHO dapat segera
diberikan secara tunggal atau langsung kombinasi, sesuai indikasi. Dalam keadaan
dekompensasi metabolik berat, misalnya ketoasidosis, stres berat, berat badan
yang menurun dengan cepat, dan adanya ketonuria, insulin dapat segera
diberikan.3,8,9
Pilar penatalaksanaan DM terdiri atas edukasi, terapi gizi medis, latihan
jasmani dan intervensi farmakologis (Tabel 3).3,8

22

Tabel 3. Pilar penatalaksanaan DM


Edukasi

Terapi Gizi
Medis

Latihan Jasmani Farmakologis

Pengetahuan tentang pemantauan glukosa darah mandiri


Tanda dan gejala hipoglikemia serta cara mengatasinya
Pemantauan kadar glukosa darah mandiri
Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes yaitu
makanan yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan
kalori dan zat gizi masing-masing individu.
Komposisi makanan sesuai dengan anjuran.
Pada penyandang diabetes perlu ditekankan pentingnya
keteraturan makan dalam hal jadwal makan, jenis, dan
jumlah makanan, terutama pada mereka yang menggunakan
obat penurun glukosa darah atau insulin.
Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara
teratur (3-4 kali seminggu selama kurang lebih 30 menit)
OHO
Insulin

Intervensi farmakologis diberikan bersamaan dengan pengaturan makan


dan latihan jasmani. Intervensi farmakologis terdiri dari Obat Hipoglikemik Oral
(OHO) dan suntikan insulin. 3,8
OHO dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan secara bertahap sesuai
respon kadar glukosa darah. OHO dapat diberikan hingga dosis optimal. Jenisjenis OHO dapat dilihat pada Tabel 4. 3,8,9
Tabel 4. Cara kerja dan Jenis OHO8
Cara kerja
Pemicu sekresi
insulin

Peningkat
sensitivitas insulin
Penghambat
glukoneogenesis

Jenis
Sulfonilurea

Keterangan
- Meningkatkan sekresi insulin oleh sel B
pankreas.
- Pilihan utama : pasien dengan berat
badan normal dan kurang.
- Konsumsi 15-30 menit sebelum makan
Glinid
- Meningkatkan sekresi insulin fase
pertama.
- Mengatasi hiperglikemi post-prandial.
- Konsumsi sesaat sebelum makan.
Tiazolidindion - Meningkatkan ambilan glukosa perifer
- Kontraindikasi : gagal jantung
Metformin
- Mengurangi produksi glukosa hati
- Memperbaiki ambilan glukosa perifer
- Pilihan utama : pasien gemuk
- Kontaindikasi : pasien gangguan fungsi
ginjal dan hati
- Konsumsi sesudah makan

23

Akarbose

Penghambat
glukosidase alfa

DPP-IV inhibitor

- Mengurangi absorpsi glukosa di usus


halus
- Mengatasi hiperglikemi post-prandial.
- Konsumsi bersama makanan suapan
pertama
- Menghambat
perubahan
hormon
peptida perangsang insulin (GLP-1)
menjadi metabolit inaktif.

Selain OHO digunakan pula suntikan insulin. Terapi insulin diupayakan


mampu meniru pola sekresi insulin yang fisiologis. Sekresi insulin fisiologis
terdiri dari sekresi basal dan sekresi prandial. Defisiensi insulin mungkin berupa
defisiensi insulin basal, insulin prandial atau keduanya. Defisiensi insulin basal
menyebabkan timbulnya hiperglikemia pada keadaan puasa, sedangkan defisiensi
insulin prandial akan menimbulkan hiperglikemia setelah makan8,9. Berdasarkan
lama kerja, insulin terbagi menjadi empat jenis (Tabel 5).

Tabel 5. Jenis dan lama kerja insulin


Insulin Prandial
Insulin Basal

Insulin kerja cepat (rapid acting insulin)


Insulin kerja pendek (short acting insulin)
Insulin kerja menengah (intermediate acting insulin)
Insulin kerja panjang (long acting insulin)

Sasaran pertama terapi hiperglikemia adalah mengendalikan glukosa darah


basal (puasa, sebelum makan). Hal ini dapat dicapai dengan terapi oral maupun
insulin. Insulin yang dipergunakan untuk mencapai sasaran glukosa darah basal
adalah insulin basal. Penyesuaian dosis insulin basal untuk pasien rawat jalan
dapat dilakukan dengan menambah 2-4 unit setiap 3-4 hari bila sasaran terapi
belum tercapai. Apabila sasaran glukosa darah basal (puasa) telah tercapai,
sedangkan A1C belum mencapai target, maka dilakukan pengendalian glukosa
darah prandial (meal-related) menggunakan insulin prandial yaitu insulin kerja
cepat (rapid acting) atau insulin kerja pendek (short acting). 8,9
Pemberian terapi insulin sesuai dengan acuan konsensus ADA-EASD
tahun 2006 adalah memulai dan menyesuaikan dosis insulin per individu terlihat
pada Gambar 1.8,9

24

Gambar 1. Cara memulai terapi harian injeksi harian multipel insulin8,9

Kombinasi insulin basal dengan insulin prandial dapat diberikan subkutan


dalam bentuk 1 kali insulin basal + 1 kali insulin prandial (basal plus), atau 1 kali
basal + 2 kali prandial (basal 2 plus), atau 1 kali basal + 3 kali prandial (basal
bolus). 8,9
Insulin basal juga dapat dikombinasikan dengan OHO untuk menurunkan
glukosa darah prandial seperti golongan obat peningkat sekresi insulin kerja
pendek (golongan glinid), atau penghambat penyerapan karbohidrat dari lumen
usus (acarbose). 8,9
Terapi insulin tunggal atau kombinasi disesuaikan dengan kebutuhan
pasien dan respons individu, yang dinilai dari hasil pemeriksaan kadar glukosa
darah harian.
Pemberian insulin wajib diperlukan pada keadaan8,9 berikut:
1.

Penurunan berat badan yang cepat

2.

Hiperglikemia berat yang disertai ketosis

3.

Ketoasidosis diabetik

4.

Hiperglikemia hiperosmolar nonketotik

5.

Hiperglikemia dengan asidosis laktat

6.

Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal

7.

Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke)


25

8.

Kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasional yang tidak

9.

terkendali dengan perencanaan makan

10. Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat


11. Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO

IV.

Komplikasi

Komplikasi diabetes mellitus dibagi menjadi dua kategori3,8 yaitu :


1.

Komplikasi akut
Komplikasi akut antara lain hipoglikemia (kadar glukosa darah yang
abnormal rendah), ketoasidosis diabetik, dan sindrom HHS (Hiperosmolar
Hiperglikemi Sindrom)
a. Hipoglikemia terjadi jika kadar glukosa darah turun di bawah 50 hingga 60
mg/dl (2,7 hingga 3,3 mmol/1) akibatnya karena pemberian insulin atau
preparat oral yang berlebihan, konsumsi makanan yang terlalu sedikit atau
karena aktivitas fisik yang berlebihan.
b. Ketoasidosis diabetik terjadi oleh tidak adanya insulin atau tidak cukupnya
jumlah insulin yang nyata, mengakibatkan gangguan pada metabolisme
karbohidrat, protein dan lemak.
c. Sindrom hiperglikemia hiperosmolar sindrom (HHS) yaitu keadaan yang
dideminasi oleh hiperosmolaritas dan hiperglikemia dan disertai perubahan
tingkat kesadaran.

2.

Komplikasi jangka panjang


a. Komplikasi makrovaskuler seperti penyakit arteri koroner / jantung
koroner yang disebabkan perubahan arterosklrerotik dalam pembuluh
arteri koroner, pembuluh darah serebral atau pembentukan embolus
ditempat lain dalam sistem pembuluh darah dan penyakit vaskuler perifer
disebabkan perubahan aterosklerotik dalam pembuluh darah besar pada
ekstremitas bawah.
b. Komplikasi mikrovaskuler seperti retingpati diabetic disebabkan oleh
perubahan pembuluh-pembuluh darah pada retina mata, dan juga terdapat
3 stadium utama neuropati yaitu Retinopati non proliferatif dan retinopati
praproliferatif dan retinopati proliferatif.

26

c. Komplikasi oftalmologi antara lain : katarak dikarenakan opasitas lensa


mata, perubahan lensa dikarenakan kadar glukosa darah meningkat
sehingga meningkat, hipoglikemia dikarenakan kadar glukosa darah yang
abnormal rendah dibawah 50 60 mg/dl (2,7 3,3 mmol/L). Glukoma
terjadi dengan frekuensi yang agak lebih tinggi pada populer diabetik.
Kelumpuhan ekstra okuler jadi akibat neuropati diabetik, neuropati
dikarenakan kadar glukosa darah meninggi, maka mekanisme filtrasi
ginjal akan mengalami stres terjadi kebocoran protein darah ke dalam
urine dan neropati dabetik menyerang semua tipe saraf termasuk saraf
perifer (sensori motor) otonom dan spinal.

KETOASIDOSIS DIABETIKUM
I.

Definisi
Ketoasidosis diabetik adalah komplikasi yang potensial yang dapat mengancam

nyawa pada pasien yang menderita diabetes melitus.ini terjadi terutama pada mereka
dengan DM tipe 1, tetapi bisa juga mereka yang menderita DM tipe dalam keadaan
tertentu. Kejadian KAD (Ketoasidosis Diabetik) ini sering terjadi pada usia dewasa

dan lansia dengan DM tipe 1.1,2,3,8


Diabetik ketoasidosis adalah suatu keadaan dekompensasi atau kekacauan
metabolik yang ditandai oleh trias hiperglikemi, asidosis dan ketosis yang
terutama disebabkan oleh defisiensi insulin absolute atau relatif dan adanya
peningkatan hormon kontra regulator seperti glukagon, katekolamin, kortisol dan
hormon pertumbuhan.1,2
Trias hiperglikemi merupakan gangguan metabolisme glukosa dengan
tanda-tanda sebagai berikut:
Hiperglikemia (GDS sewaktu > 250 mg/dL),
Hiperketonemia/ ketonuria dan
asidosis metabolik (pH darah < 7,3 dan bikarbonat darah < 15 mEq/ L)

II.

Klasifikasi KAD
Berat ringannya KAD dibagi berdasarkan tingkat asidosisnya dan keadaan

status mental (Tabel 6).1,2

27

Tabel 6. Klasifikasi KAD

III. Patogenesis KAD


Gangguan metabolic pada KAD terjadi karena insulin tidak memungkin
glukosa untuk masuk kedalam sel sehingga sel memecah lemak dan protein yang
digunakan sebagai bahan bakar. Proses ini menyebabkan pembentukan keton.
Keton

menurunkan pH darah dan

konsentrasi

bikarbonat

dikarenakan

ketoasidosis. Selain itu terjadi pula proses hiperosmolaritas sehingga terjadi


perpindahan cairan dari dalam sel ke serum, hal ini menyebabkan hilangnya
cairan dalam urin sehingga terjadi perubahan elektrolit dan dehidrasi total pada
tubuh (Gambar 2). 1,2,3
Faktor faktor pemicu yang paling umum dalam perkembangan KAD
adalah infeksi, infark miokardial, trauma, ataupun kehilangan insulin. Semua
gangguan gangguan metabolik yang ditemukan pada KAD adalah tergolong
konsekuensi langsung atau tidak langsung dari kekurangan insulin.1,2,3

28

Gambar 2. Patofisiologi KAD1,2,3

IV.

Etiologi KAD
KAD biasanya dicetuskan oleh suatu faktor yang mempengaruhi fungsi

insulin. Mengatasi pengaruh faktor ini penting dalam pengobatan dan pencegahan
KAD selanjutnya. Berikut ini merupakan faktor-faktor pencetus yang penting1,2,3:
1. Infeksi
Infeksi merupakan faktor pencetus yang paling sering. Pada keadaan infeksi
kebutuhan tubuh akan insulin tiba-tiba meningkat. Infeksi yang biasa dijumpai
adalah infeksi saluran kemih dan pneumonia. Jika ada keluhan nyeri abdomen,
perlu

dipikirkan

kemungkinan

kolesistitis,

iskemia

usus,

apendisitis,

divertikulitis, atau perforasi usus. Bila pasien tidak menunjukkan respon yang
baik terhadap pengobatan KAD, maka perlu dicari infeksi yang tersembunyi
(misalnya sinusitis, abses gigi, dan abses perirektal).

29

2. Infark Miokard Akut (IMA)


Pada IMA terjadi peningkatan kadar hormon epinefrin yang cukup untuk
menstimulasi lipolisis, hiperglikemia, ketogenesis dan glikogenolisis.
3. Pengobatan insulin dihentikan
Akibatnya insulin berkurang sehingga terjadi hiperglikemia dan diuresis
osmotik yang mengakibatkan dehidrasi dan gangguan elektrolit.
4. Stres
Stres jasmani, kadang-kadang stres kejiwaan dapat menyebabkan KAD,
kemungkinan karena kenaikan kadar kortisol dan adrenalin.
5. Hipokalemia.
Akibat hipokalemia adalah penghambatan sekresi insulin dan turunnya
kepekaan insulin. Ini dapat terjadi pada penggunaan diuretik.
6. Obat
Obat-obatan yang sering digunakan dan harus dipertimbangkan perlu tidaknya
pada pasien diabetes antara lain: hidroklortiazid, -blocker, Ca-channel
blocker, dilantin, dan kortisol. Alkohol mungkin menghambat sekresi insulin
karena dapat menyebabkan pankreatitis subklinis dan mempengaruhi sel .

V.

Kriteria Diagnosis
Penderita dapat didiagnosis sebagai KAD bila terdapat tanda dan gejala

seperti pada kriteria berikut ini1,2,3,8:


1. Klinis : riwayat diabetes melitus sebelumnya, kesadaran menurun, napas cepat
dan dalam (kussmaul), dan tanda-tanda dehidrasi dan demam apabila disertai
infeksi.
2. Faktor pencetus yang biasa menyertai, misalnya : infeksi akut, infark miokard
akut, stroke, penghntian pengobatan dengan insulin, stress dan hipokalemia.
3. Laboratorium :
- Peningkatan leukosit (with left shift)
- hiperglikemia (glukosa darah > 250 mg/dl).
- asidosis (pH < 7,3, bikarbonat < 15 mEq/l).
- ketosis (ketonuria dan ketonemia).

30

VI.

Penanganan KAD
Prinsip-prinsip pengelolaan KAD adalah mengganti cairan tubuh dan

garam yang hilang, menekan lipolisis sel lemak dan glukoneogenesis sel hati
dengan pemberian insulin, mengatasi stres sebagai pencetus KAD serta
mengembalikan keadaan fisiologi normal dan menyadari pentingnya pemantauan
serta penyesuaian pengobatan.
1.

Resusitasi Cairan
Resusitasi cairan merupakan hal pertama yang mesti dilakukan terhadap
pasien dengan krisis hiperglikemi, terutama pada pasien dengan keadaan
hipotensi. Rehidrasi sebelum pemberian insulin mencegah terjadinya
penurunan kalium, hipotensi dan penurunan osmolalitas serum. Pemberian
resusitasi cairan berdasarkan pada keadaan hemodinamik, penemuan klinis,
nilai elektrolit dan urin output1,2,3.
Rehidrasi pada pasien krisis hiperglikemi dimulai dengan pemberian
cairan normosalin 15-20 ml/kgBB/jam atau 1-1,5 liter dalam satu jam
pertama. Selanjutnya menyesuaikan dengan status dehidrasi pasien. Target
hidrasi adalah mengganti setengah total kehilangan cairan tubuh dalam waktu
12-24 jam1,2. Penanganan rehidrasi cairan pada krisis hiperglikemi mengikuti
alur maintenance per jam seperti pada Tabel 73.

Tabel 7. Standar terapi cairan pada krisis hiperglikemi


Loading cairan NaCl 0,9%
15-20 ml/kgBB/jam atau 1-2 L/jam
Maintenance :
Mengikuti alur rehidrasi maintenance per jam
Jam ke II : infus NaCl 0,9% 1 liter
Jam ke III : infus NaCl 0,9% 0,5 liter
Jam ke IV : infus NaCl 0,9% 0,5 liter
Jam ke V : infus NaCl 0,9% 0,25 liter
Jam ke VI: infus NaCl 0,9% 0,25 liter
2.

Terapi Insulin
Pemberian resusitasi cairan dapat menurunkan glukosa darah, BUN dan
nilai kalium, namun tidak terhadap perubahan pH atau HCO3. Insulin
merupakan penatalaksaan kedua terhadap pasien krisis hiperglikemia.

31

Kolaborasi terapi antara rehidrasi dan insulin sangat diperlukan dalam


penatalaksanaan krisis hiperglikemi.1,2,3
Pemberian insulin akan menyebabkan glukosa masuk ke dalam sel,
sehingga cairan akan berpindah ke dalam sel. Oleh karena itu, pemberian
insulin sebelum melakukan resusitasi cairan dapat menyebabkan keadaan
hipotensi. Sehingga pemberian insulin direkomendasikan setelah melakukan
inisial rehidrasi.1,2,3
Pemberian insulin diawali dengan bolus intravena sebanyak 10 unit
insulin, diikuti dengan regular insulin drip dosis 0,1 UI/kg/jam atau 5 UI/jam.
Selanjutnya menggunakan syringe pump berisi 50 UI insulin dan 50 cc NaCl
0,9% dilakukan sliding scale sesuai nilai glukosa darah (Tabel 8).1,2,3,9

Tabel 8. Standar Sliding Scale Insulin pada krisis hiperglikemi


Loading
Bolus IV 10 UI insulin atau 0,15 UI/kgBB
Maintenance
Cek GDS per jam, jika:
GDS < 200
1,5 UI insulin regular
GDS 200-300 3 UI insulin regular
GDS > 300
6 UI insulin regular

Pemberian insulin harus memperhatikan kadar gula darah pasien,


sehingga diperlukan monitoring setiap 1 jam. Target kadar gula darah adalah
140-180 mg/dl. Apabila kadar gula darah < 250 mg/dl maka ganti infus
dengan dekstrosa 5% dalam 0,45% normosalin. Apabila kadar gula darah <
100 mg/dl maka ganti cairan infus dengan dekstrosa 10%. Apabila kadar gula
darah < 80 mg/dl, hentikan drip insulin dalam 1 jam kemudian lanjutkan
kembali9.
Insulin subcutan dapat diberikan jika pasien mendapatka asupan
makanan peroral. Insulin subcutan diberikan dengan dosis 0,6 UI/kg/24 jam.
Insulin drip tetap dilanjutkan dalam 2 jam pemberian insulin subcutan, lalu
dihentikan3.

32

3.

Kalium (Potassium)
Pada keadaan KAD ion K bergerak ke luar sel dan selanjutnya
dikeluarkan melalui urin. Total defisit kaslium yang terjadi selama KAD
diperkirakan mencapai 3-5 mEq/kgBB. Selama terapi KAD ion K kembali ke
dalam sel dan untuk mengantisipasi masuknya ion K ke dalam sel serta
mempertahankan kadar K serum dalam batas normal, perlu pemberian
kalium.1,2,3
Kadar kalium dipertahankan pada krisis hiperglikemi dipertahankan
antara 4,0 - 5,0 mEq/L. Standar terapi kalium seperti terlihat pada tabel 9.1,2

Tabel 9. Standar terapi kalium pada krisis hiperglikemi


Standar Terapi Kalium
Cek kadar K+ per 2 jam, jika:
<3,3 mEq/L
tunda insulin, berikan K+ 20-30 mEq/jam
hingga kadar K+ >3,3 mEq/L
3,3-5,2 mEq/L 20-30 mEq/L K+ dalam cairan infus
>5,2 mEq/L
hentikan drip K+ selama 2 jam

4.

Bikarbonat
Pemberian bikarbonat hanya dianjurkan pada KAD yang berat.
Pemberian bikarbonat harus hati-hati dengan alasan: menurunkan pH
intraseluler akibat difusi CO2 yang dilepas bikarbonat, efek negatif pada
disosiasi oksigen jaringan, hipertonis dan kelebihan natrium, meningkatkan
insidens hipokalemia dan gangguan fungsi serebral. 1,2,3
Bikarbonat diberikan pada pH < 7.0 dengan dosis 100 mmol sodium
bicarbonat (NaCO3-) dalam 400 mL normosalin dengan 20 mEq kalium (KCl)
dalam infus selama 2 jam dengan rate 200 ml/jam hingga pH > 7.0.
Monitoring pH darah setiap 2 jam.1,2
Alur penanganan Ketoasidosis diabetikum dapat dilihat pada Gambar 3.

33

Gambar 3. Algoritma penanganan ketoasidosis diabetikum1,2,3,9

VII.

Resolusi KAD
Penanganan KAD dikatakan berhasil apabila kadar glukosa darah < 200
mg/dL, dan diikuti oleh 2 dari 3 kriteria berikut:
1. Serum bikarbonat 15 mEq/L
2. pH vena > 7,3
3. nilai anion gap < 12 meq/L

34

Anda mungkin juga menyukai