Anda di halaman 1dari 34

BAB I

Pendahuluan
Indonesia merupakan Negara dengan angka kematian ibu dan perinatal
tertinggi. Berdasarkan data yang dipublikasikan oleh WHO, diketahui kasus
kematian ibu sebanyak 240 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2008. Menurut
Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI), dikeahui bahwa angka
kematian ibu (AKI) di Indonesia berada pada peringkat ke 12 dari 18 negara
anggota ASEAN dan SEARO (South East Asian Nation Regional
Organization) dan dilaporkan angka kematian ibu mengalami penurunan
dari 390 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 1994 menjadi 225 per
100.000 pada tahun 1999, dan menurun lagi menjadi 125 per 100.000 pada
tahun 2010. Menurut WHO (2005), penyebab kematian maternal termasuk
perdarahan, infeksi, eklampsia, persalinan macet dan aborsi tidak aman.
Penyebab kematian ibu di Indonesia dikenal dengan trias klasik yakni
perdarahan, preeclampsia/eklampsia, dan infeksi. Dimana dari 536.000
kematian maternal di dunia, 25 % oleh karena perdarahan 15% infeksi dan
12% preklampsia
Preeklampsia merupakan suatu gangguan kehamilan spesifik yang
berkomplikasi sekitar 5% dari seluruh kehamilan dan merupakan penyakit
glomerulus yang paling umum di dunia, dimana penyebab awalnya masih
tidak diketahui, namun perkembangan terbaru menjelaskan mekanisme
molekuler melatarbelakangi manifestasinya terutama perkembangan
abnormal, hipoksia plasenta, disfungsi endotel.
Pada ibu dapat
berkomplikasi sebagai hemolysis, elevated liver enzymes, dan
thrombocytopenia (HELLP Syndrome), gagal ginjal, kejang, gangguan hati,
stroke, penyakit jantung hipertensi, dan kematian sedangkan pada fetus
dapat mengakibatkan persalinan preterm, hipoksia neurogenik, dan
kematian.

Mustika Zeinia Malinda 1102009185

Page 1

Hemolisis, Peningkatan enzim hati, dan trombositopenia (HELLP)


adalah salah satu komplikasi dari pre-eklampsia. Kasus ini terjadi pada 10%20% pasien dengan preeclampsia berat (Haram 2009).Diagnosis untuk
terjadinya sindrom HELLP harus meliputi terjadinya hemolisis,
trombositopenia, dan kelaianan fungsi hati. Akan tetapi , belum ada
konsensus pasti mengenai batasan nilai diagnosis hematologi dan biokimia
untuk menidagnosis sindrom HELLP
Menurut Sibai kriteria diagnosis untuk sindrom HELLP adalah sebagai
berikut : hemolisis yang dapat dilihat dari peningkatan laktat dehidrogenase
(LDH) lebih besar dari 600 IU / L, atau peningkatan bilirubin total lebih dari
20,52
umol
/
L;
Peningkatan
enzim
hati
yang dapat dilihat dari peningkatan kadar aspartat serum transaminase
(AST) lebih besar dari 70 IU / L dan jumlah trombosit yang kurang dari
100.000 sel / mm .
Menurut Martin, sindrom HELLP ditandai dengan terdapatnya
hemolisis yang dapat dibuktikan dengan kadar LDH dan terdapatnya anemia
yang progresif. Kerusakan fungsi hati dapat dinilai dari peningkatan kadar
AST lebih tinggi dari 40 IU / L, Peningkatan alanin transaminase (ALT) lebih
besar dari 40 IU / L, atau keduanya; dan trombositopenia dibuktikan oleh
jumlah trombosit yang kurang dari 150.000 sel / mm .
Menurut martin sindrom HELLP dapat diklasifikasikan menjadi
beberapa tingkatan (dikenal sebagai Mississippi HELLP Classification
System) berdasarkan pada angka trombosit ibu pada masa kehamilan:
sindrom HELLP kelas 1 bila jumlah trombosit kurang dari atau sama
dengan 50.000 sel / , mm. Sindrom HELLP kelas 2 bila jumlah trombosit
kurang dari atau sama dengan 100.000 sel / kelas, mm , sindrom HELLP
kelas 3 bila jumlah trombosit kurang dari atau sama dengan 150.000 sel / mm
(Martin 1991; Martin 1999). Kriteria diagnosis sindrom HELLP yang
digunakan pada jurnal ini adalah criteria diagonosis yang telah berlaku
secara umum meliputi
hemolisis, peningkatan enzim hati dan
trombositopenia.
Mustika Zeinia Malinda 1102009185

Page 2

Sindrom HELLP berhubungan signifikan dengan meningkatnya angka


kematian ibu dan angka morbiditas termasuk gagal ginjal akut dan gagal
hati, koagulopati intravaskuler diseminata (DIC), Edem pulmo, kerusakan
serebrovaskular, dan sepsis (Sibai 1993).

Mustika Zeinia Malinda 1102009185

Page 3

BAB II
Definisi
HELLP syndrome merupakan suatu kerusakan multisistem dengan
tanda-tanda : hemolisis, peningkatan enzim hati, dan trombositopenia yang
diakibatkan disfungsi endotel sistemik. Keadaan ini merupakan salah satu
komplikasi dari preeklamsia dengan faktor risiko partus preterm, hambatan
pertumbuhan janin
H : Hemolysis
EL : Elevated Liver Enzyme
LP : Low Platelet Count
Preeklampsia merupakan suatu gangguan multisistem idiopatik yang
spesifik pada kehamilan dan nifas. Pada keadaan khusus, preeklampsia juga
didapati pada kelainan perkembangan plasenta (kehamilan mola komplit).
Meskipun patofisiologi preeklampsia kurang dimengerti, jelas bahwa tanda
perkembangan ini tampak pada awal kehamilan. Pada 10 % pasien dengan
preeklampsia berat dan eklampsia menunjukan terjadinya HELLP syndrome
yang ditandai dengan adanya anemia hemolitik, peningkatan enzim hati dan
jumlah platelet rendah. Sindrom biasanya terjadi tidak jauh dengan waktu
kelahiran (sekitar 31 minggu kehamilan) dan tanpa terjadi peningkatan
tekanan darah. Kebanyakan abnormalitas hematologik kembali ke normal
dalam dua hingga tiga hari setelah kelahiran tetapi trombositopenia bisa
menetap selama seminggu

Mustika Zeinia Malinda 1102009185

Page 4

Epidemiologi
Insidens Sindrom HELLP pada kehamilan berkisar antara 0,2-0,6 %, 412% pada preeklampsia berat, dan menyebabkan mortalitas maternal yang
cukup tinggi (24 %), serta mortalitas perinatal antara 7,7%-60%. Sindroma
HELLP dapat timbul pada pertengahan kehamilan trimester dua sampai
beberapa hari setelah melahirkan
Preeklampsi terjadi pada 5-7% kehamilan. Superimposed sindrom
HELLP berkembang dari 4-12% wanita preeklampsi atau eklampsi. Tanpa
preeklampsi, diagnosis sindrom ini sering terlambat. Faktor risiko sindrom
HELLP berbeda dengan preeklampsi
Dalam laporan Sibai dkk (1986), pasien sindrom HELLP secara
bermakna lebih tua (rata-rata umur 25 tahun) dibandingkan pasien
preeklampsi-eklampsi tanpa sindrom HELLP (rata-rata umur 19 tahun).
lnsiden sindrom ini juga lebih tinggi pada populasi kulit putih dan multipara.
Penulis lain juga mempunyai observasi serupa. Sindrom ini biasanya muncul
pada trimester ketiga, walaupun pada 11% pasien muncul pada umur
kehamilan <27 minggu; di masa antepartum pada sekitar 69% pasien dan di
masa postpartum pada sekitar 31%. Pada masa post partum, saat terjadinya
dalam waktu 48 jam pertama post partum

Faktor Risiko
Mustika Zeinia Malinda 1102009185

Page 5

Preeklampsia sering mengenai perempuan muda dan nulipara,


sedangkan perempuan lebih tua lebih beresiko mengalami hipertensi kronis
yang bertumpang tindih dengan preeclampsia. Faktor risiko sindrom HELLP
berbeda dengan preeklampsi. Pasien sindrom HELLP secara bermakna lebih
tua (rata-rata umur 25 tahun) dibandingkan pasien preeklampsi-eklampsi
tanpa sindrom HELLP (rata-rata umur 19 tahun). lnsiden sindrom ini juga
lebih tinggi pada populasi kulit putih dan multipara lain juga mempunyai
observasi serupa
Sindrom ini biasanya muncul pada trimester ke tiga, walaupun pada
11% pasien muncul pada umur kehamilan <27 minggu; di masa antepartum
pada sekitar 69% pasien dan di masa post partum pada sekitar 31%. Pada
masa post partum saat terjadinya khas, dalam waktu 48 jam pertama post
partum. Faktor risiko preeklamsia meliputi kondisi medis yang berpotensi
menyebabkan kelainan mikrovaskular, seperti diabetes melitus, hipertensi
kronis dan kelainan vaskular serta jaringan ikat, sindrom antibodi fosfolipid
dan nefropati
Faktor risiko preeklamsia meliputi kondisi medis yang berpotensi
menyebabkan kelainan mikrovaskular, seperti diabetes melitus, hipertensi
kronis dan kelainan vaskular serta jaringan ikat, sindrom antibodi fosfolipid
dan nefropati

Berbagai faktor risiko antara lain :


Mustika Zeinia Malinda 1102009185

Page 6

1. Faktor yang berhubungan dengan kehamilan


2. Faktor spesifik maternal
3. Faktor spesifik paternal

Faktor risiko preeklamsia yang berhubungan dengan kehamilan :


1. Kelainan kromosom
2. Mola hydatidosa
3. Hydrops fetalis
4. Kehamilan multifetus
5. Inseminasi donor atau donor oosit
6. Kelainan struktur kongenital

Faktor risiko preeklamsia yang khusus berhubungan dengan maternal:

Mustika Zeinia Malinda 1102009185

Page 7

1. Insidens tinggi pada primigravida muda, meningkat pada primigravida


tua. Primigravida
2. tua risiko lebih tinggi untuk pre-eklampsia berat.
3. Ibu hamil berusia diatas 35 tahun atau diatas 40 tahun. Ibu hamil
berusia diatas 35 tahun
4. dapat terjadi hipertensi laten.
5. Ibu hamil usia remaja, yaitu usia dibawah 20 tahun. Ibu hamil berusia
dibawah 25 tahun insidens > 3 kali lipat.
6. Ibu hamil dengan kehamilan kembar.
7. Ibu hamil yang sebelum kehamilannya memiliki penyakit darah tinggi
atau penyakit ginjal.
8. Riwayat preeklamsia pada keluarga, yaitu ibunya atau saudara
perempuannya pernah mengalami preeklamsia. Jika ada riwayat
preeklamsia pada ibu/nenek penderita, factor risiko meningkat sampai
25%.
9. Preeklamsia pada kehamilan sebelumnya.

Etiologi

Mustika Zeinia Malinda 1102009185

Page 8

Sampai saat ini etiologinya yang pasti belum diketahui. Penyebab


sindrom HELLP sampai sekarang belum jelas. Yang ditemukan pada
penyakit multisistem ini adalah kelainan tonus vaskuler, vasospasme, dan
kelainan koagulasi. Sampai sekarang tidak ditemukan faktor pencetusnya.
Sindrom ini kelihatannya merupakan akhir dari kelainan yang menyebabkan
kerusakan endotel mikrovaskuler dan aktivasi trombosit intravaskuler;
akibatnya terjadi vasospasme, aglutinasi dan agregasi trombosit dan
selanjutnya terjadi kerusakan endotel. Terdapat beberapa hipotesis mengenai
etiologi preeclampsia
Terdapat 4 hipotesa patogenesis dari preeklampsia, sebagai berikut :
1. Iskemia Plasenta.
Peningkatan deportasi sel tropoblast yang menyebabkan kegagalan
invasi ke arteri spiralis dan akan mengakibatkan iskemia pada
plasenta.
2. Mal Adaptasi Imun.
Terjadinya mal adaptasi imun dapat menyebabkan dangkalnya invasi
sel tropoblast pada arteri spiralis, dan terjadinya disfungsi endotel di
picu oleh pembentukkan sitokin, enzim proteolitik, dan radikal bebas.
3. Genetik Inpreting.
Terjadinya preeklampsia dan eklampsia mungkin didasarkan pada gen
resesif tunggal atau gen dominan dengan penetrasi yang tidak
sempurna. Penetrasi mungkin tergantung pada genotip janin.

Mustika Zeinia Malinda 1102009185

Page 9

4. Perbandingan VLDL (Very Low Density Lipoprotein) dan TxPA


(Toxicity Preventing Activity).
Sebagai kompensasi untuk peningkatan energi selama kehamilan, asam
lemak non-esterifikasi akan dimobilisasi. Pada wanita hamil dengan
kadar albumin yang rendah, pengangkatan kelebihan asam lemak nonesterifikasi dari jaringan lemak kedalam hepar akan menurunkan
aktifitas antitoksin albumin sampai pada titik dimana VLDL
terekspresikan. Jika kadar VLDL melebihi TxPA maka efek toksik dari
VLDL akan muncul.
Klasifikasi
Dua sistem klasifikasi digunakan pada sindrom HELLP. Klasifikasi
pertama berdasarkan jumlah kelainan yang ada. Dalam sistem ini, pasien
diklasifikasikan sebagai sindrom HELLP parsial (mempunyai satu atau dua
kelainan) atau sindrom HELLP total (ketiga kelainan ada). Wanita dengan
ketiga kelainan lebih berisiko menderita komplikasi seperti DIC,
dibandingkan dengan wanita dengan sindrom HELLP parsial.
Konsekuensinya pasien sindrom HELLP total seharusnya dipertimbangkan
untuk bersalin dalam 48 jam, sebaliknya yang parsial dapat diterapi
konservatif

Mustika Zeinia Malinda 1102009185

Page 10

Berdasarkan ketidak abnormalan


1. Sindroma Hellp murni
2. Sindroma Hellp parsial

Jumlah dari trombosit

Klasifikasi Sindroma Hellp menurut Mississippi


Kelas

Trombosit

LDH

AST dan/atau ALT

<50rb

>600

AST dan/atau ALT >40 UI/l

50rb 100rb

>600

AST dan/atau ALT >40 UI/l

100 rb 150rb

>600

AST dan/atau ALT>40 UI/l

Mustika Zeinia Malinda 1102009185

Page 11

Klasifikasi ini telah digunakan dalam memprediksi kecepatan


pemulihan penyakit pada post partum, keluaran maternal dan perinatal, dan
perlu tidaknya plasmaferesis. Sindrom HELLP kelas I berisiko morbiditas
dan mortalitas ibu lebih tinggi dibandingkan pasien kelas II dan kelas III.
Patogenesis
Patogenesis sindrom HELLP sampai sekarang belum jelas. Yang
ditemukan pada penyakit multisistem ini adalah kelainan tonus vaskuler,
vasospasme, dan kelainan koagulasi. Sampai sekarang tidak ditemukan
faktor pencetusnya. Sindrom ini kelihatannya merupakan akhir dari kelainan
yang menyebabkan kerusakan endotel mikrovaskuler dan aktivasi trombosit
intravaskuler; akibatnya terjadi vasospasme, aglutinasi dan agregasi
trombosit dan selanjutnya terjadi kerusakan endotel.

Mustika Zeinia Malinda 1102009185

Page 12

Hemolisis yang didefinisikan sebagai anemi hemolitik mikroangiopati


merupakan tanda khas. Sel darah merah terfragmentasi saat melewati
pembuluh darah kecil yang endotelnya rusak dengan deposit fibrin. Pada
sediaan hapusan darah tepi ditemukan spherocytes, schistocytes, triangular
cells dan burr cells. Peningkatan kadar enzim hati diperkirakan sekunder
akibat obstruksi aliran darah hati oleh deposit fibrin di sinusoid. Obstruksi
ini menyebabkan nekrosis periportal dan pada kasus yang berat dapat terjadi
perdarahan intrahepatik, hematom subkapsular atau ruptur hati. Nekrosis
periportal dan perdarahan merupakan gambaran histopatologik yang paling
sering ditemukan.
Trombositopeni ditandai dengan peningkatan pemakaian dan/atau
destruksi trombosit. Banyak penulis tidak menganggap sindrom HELLP
sebagai suatu variasi dari disseminated intravascular coagulopathy (DIC),
karena nilai parameter koagulasi seperti waktu prothrombin (PT), waktu
parsial thromboplastin (PTT), dan serum fibrinogen normal.
Pada 10 % pasien dengan preeklampsia berat dan eklampsia
menunjukan terjadinya HELLP syndrome yang ditandai dengan adanya
anemia hemolitik, peningkatan enzim hati dan jumlah platelet rendah.
Sindrom biasanya terjadi tidak jauh dengan waktu kelahiran (sekitar 31
minggu kehamilan) dan tanpa terjadi peningkatan tekanan darah.
Kebanyakan abnormalitas hematologik kembali ke normal dalam dua hingga
tiga hari setelah kelahiran tetapi trombositopenia bisa menetap selama
seminggu

Mustika Zeinia Malinda 1102009185

Page 13

Manifestasi Klinis
Pasien sindrom HELLP dapat mempunyai gejala dan tanda yang sangat
bervariasi, dari yang bernilai diagnostik sampai semua gejala dan tanda pada
1
pasien preeklampsi-eklampsi yang tidak menderita sindrom HELLP .

Sibai (1990) menyatakan bahwa pasien biasanya muncul dengan


keluhan nyeri epigastrium atau nyeri perut kanan atas (90%), beberapa
mengeluh mual dan muntah (50%), yang lain bergejala seperti infeksi virus.
Sebagian besar pasien (90%) mempunyai riwayat malaise selama beberapa
hari sebelum timbul tanda lain
Dalam laporan Weinstein, mual dan/atau muntah dan nyeri epigastrium
diperkirakan akibat obstruksi aliran darah di sinusoid hati, yang dihambat
oleh deposit fibrin intravaskuler. Pasien sindrom HELLP biasanya
menunjukkan peningkatan berat badan yang bermakna dengan oedem
menyeluruh. Hal yang penting adalah bahwa hipertensi berat (sistolik 160
mmHg, diastolik 110 mmHg) tidak selalu ditemukan. Walaupun 66% dari 112
pasien pada penelitian Sibai dkk (1986) mempunyai tekanan darah diastolik
110 mmHg, 14,5% bertekanan darah diastolik 90 mmHg

Mustika Zeinia Malinda 1102009185

Page 14

Perlemakan hati akut (AFLP) jarang terjadi tapi potensial menjadi


komplikasi yang fatal pada kehamilan trimester ke tiga. Pada awalnya,
perlemakan hati akut dalam kehamilan sukar dibedakan dari sindrom
HELLP. Pasien AFLP mempunyai gejala khas berupa : mual, muntah, nyeri
abdomen, dan ikterus. Sindrom HELLP dan AFLP keduanya ditandai dengan
peningkatan tes fungsi hati, tapi pada sindrom HELLP peningkatannya
cenderung lebih besar. PT dan PTT biasanva memanjang pada AFLP tapi
normal pada sindrom HELLP. Pemeriksaan mikroskopik hati merupakan tes
diagnosis untuk menentukan AFLP. Panlobular microvesicular fatty change
(steatosis) difus derajat rendah merupakan gambaran patognomonik AFLP.
Penanganan AFLP meliputi pengakhiran kehamilan segera, atasi
hiperglikemi atau koagulopati bila timbul.
Diagnosis
Diagnosis Sindroma HELLP secara obyektif lebih berdasarkan hasil
laboratorium, sedangkan manifestasi klinis bersifat subyektif, kecuali jika
keadaan sindroma HELLP semakin berat. Berdasarkan hasil laboratorium
dapat ditemukan anemia hemolisis, disfungsi hepar, dan trombositopeni
Didahului tanda dan gejala yang tidak khas malaise, lemah, nyeri
kepala, mual, muntah (semuanya ini mirip tanda dan gejala infeksi virus).
Ada tanda dan gejala preeklampsia. Sampai saat ini diagnosis Sindroma hellp
lebih berdasarkan parameter laboratorium, dan parameter yang digunakan
selama ini lebih mengarah pada keadaan sindroma hellp lanjut, dimana
morbiditas dan mortalitas ibu mau pun janin cukup tinggi.

Sindrom HELLP ditandai:

Mustika Zeinia Malinda 1102009185

Page 15

Hemolisis
Tanda hemolisis dapat dilihat dari ptekie, ekimosis, hematuria dan secara
laboratorik adanya Burr cells pada apusan darah tepi
Elevated liver enzymes
Dengan meningkatnya SGOT, SGPT (> 70 iu) dan LDH (> 600 iu) maka
merupakan tanda degenerasi hati akibat vasospasme luas. LDH > 1400 iu,
merupakan tanda spesifik akan kelainan klinik
Low platelets
Jumlah trombosit < 100.000/mm3 merupakan tanda koagulasi intravaskuler.
Tiga kelainan utama pada sindrorn HELLP berupa hemolisis, peningkatan
kadar enzim hati dan jumlah trombosit yang rendah. Banyak penulis
mendukung nilai laktat dehidrogenase (LDH) dan bilirubin agar
diperhitungkan dalam mendiagnosis hemolisis
Tabel 1. Kriteria diagnosis sindrom HELLP (University of Tennessee,
Memphis)

Mustika Zeinia Malinda 1102009185

Page 16

Hemolisis
-kelainan hapusan darah tepi
-total bilirubin >1,2 mg/dl
-laktat dehidrogenase (LDH) > 600 U/L
Peningkatan fungsi hati
-serum aspartate aminotransferase (AST) > 70 U/L
-laktat dehidrogenase (LDH) > 600 U/L

Jumlah trombosit yang rendah


-hitung trombosit < 100.000/mm

Mustika Zeinia Malinda 1102009185

Page 17

Temuan pathologis
1. Erythrocyte : Terjadi kerusakan erythrocyte, mengalami fragmentasi
dapat dilihat pada darah tepi.
2. Thrombosit :Umur thrombosit normal : 8 10 hari. Pada
preeclmpasia umur thrombosit menjadi : 5 8 hari.
3. Pada sindroma HELLP, umur thrombosit makin memendek, disertai
peningkatan kerusakan thrombosit dan agregasi thrombosit pada
lapisan sel endothel.
4. Kerusakan thrombosit akan, menghasilkan thromboxane,
vasokonstriktor kuat.

Mustika Zeinia Malinda 1102009185

Page 18

5. Gangguan ginjal :
Sindroma HELLP dapat menimbulkan gangguan ginjal Kerusakan
ginjal bervariasi dari sekedar kenaikan kreatinine serum sampai terjadi
gagal ginjal akut yang reversible (acute tubular necrosis) maupun yang
ireversibel (cortical necrosis) .
Perubahan ginjal pada HELLP Syndrome adalah pembesaran
glomerulus, adanya butir2 fibrin pada lapisan epithel, dan
pembengkakan sel endothel, sehingga terjadi penyempitan
kapiler.glomenrulus

Mustika Zeinia Malinda 1102009185

Page 19

Diagnosis Banding
Pasien sindrom HELLP dapat menunjukkan tanda dan gejala yang sangat
bervariasi, yang tidak bernilai diagnostik pada preeklampsi berat. Akibatnya
sering terjadi salah diagnosis, diikuti dengan kesalahan pemberian obat dan
pembedahan
Diagnosis banding pasien sindrom HELLP meliputi:
1. Trombotik angiopathy
Kelainan konsumtif fibrinogen : Acute Fatty Liver of pregnancy,
hipovolemia berat / perdarahan hebat, sepsis.
2. Kelainan jaringan ikat : SLE.
3. Penyakit ginjal primer
Tatalaksana Kerja
Prinsip penatalaksanaan untuk setiap kehamilan dengan penyulit pre
eklampsia penatalaksanaan pre eklampsia antara lain:
1. Melindungi ibu dari efek peningkatan tekanan darah
2. Mencegah progresifitas penyakit menjadi eklampsia

Mustika Zeinia Malinda 1102009185

Page 20

3. Mengatasi atau menurunkan risiko janin (solusio plasenta,


pertumbuhan janin terhambat, hipoksia sampai kematian janin)
melahirkan janin dengan cara yang paling aman dan cepat sesegera
mungkin setelah matur, atau imatur jika diketahui bahwa risiko janin
atau ibu akan lebih berat jika persalinan ditunda lebih lama.
Sindroma HELLP merupakan salah satu keadaan preeklampsia yang
memburuk yang dapat didiagnosis dengan parameter laboratorium,
sementara proses kerusakan endotel juga terjadi diseluruh sistem tubuh,
karenanya diperlukan suatu parameter yang lebih dini dimana preeklampsia
belum sampai menjadi perburukan, dan dapat ditatalaksana lebih awal yang
akan menurunkan terutama morbiditas dan mortalitas ibu, dan mendapatkan
janin se-viable mungkin.
Pasien sindrom HELLP harus dirujuk ke pusat pelayanan kesehatan
tersier dan pada penanganan awal harus diterapi sama seperti pasien
preeklampsi. Prioritas pertama adalah menilai dan menstabilkan kondisi ibu,
khususnya kelainan pembekuan darah.
Pada pemeriksaan darah tepi terdapat bukti-bukti hemolisis dengan
adanya kerusakan sel eritrosit, antara lain burr cells, helmet cells. Hemolisis
ini mengakibatkan peningkatan kadar bilirubin dan lactate dehydrogenase
(LDH). Disfungsi hepar direfleksikan dari peningkatan enzim hepar yaitu
Aspartate transaminase (AST/GOT), Alanin Transaminase (ALT/GPT), dan
juga peningkatan LDH. Semakin lanjut proses kerusakan yang terjadi,
terdapat gangguan koagulasi dan hemostasis darah dengan ketidak normalan
protrombin time, partial tromboplastin time, fibrinogen, bila keadaan
semakin parah dimana trombosit sampai dibawah 50.000 /ml biasanya akan
didapatkan hasil-hasil degradasi fibrin dan aktivasi antitrombin III yang
mengarah terjadinya Disseminated Intravascular Coagulopathy (DIC).
Insidens DIC pada sindroma hellp 4-38%.
Terapi Medikamentosa
Mustika Zeinia Malinda 1102009185

Page 21

Mengikuti terapi medikamentosa preeklampsia-eklampsia dengan


melakukan monitoring kadar trombosit tiap 12 jam. Bila trombosit
<50.000/ml atau adanya tanda koagulopati konsumtif, maka harus diperiksa
waktu protrombin, waktu tromboplastin parsial, dan fibrinogen. Pemberian
dexamethasone rescue, pada antepartum diberikan dalam bentuk double
strength dexamethasone (double dose)
Jika didapatkan kadar trombosit <100.000/ml atau trombosit 100.000150.000/ml dengan disertai tanda-tanda, eklampsia, hipertensi berat, nyeri
epigastrium, maka diberikan dexamethasone 10 mg IV tiap 12 jam. Pada post
partum dexamethasone diberikan 10 mg IV tiap 12 jam 2 kali, kemudian
diikuti 5 mg IV tiap 12 jam 2 kali. Terapi dexamethasone dihentikan, bila
terjadi perbaikan laboratorium, yaitu trombosit >100.000/ml dan penurunan
LDH serta perbaikan tanda dan gejala-gejala klinik preeklampsia-eklampsia.
Dapat dipertimbangkan pemberian transfusi trombosit, bila kada trombosit
7
<50.000/ml dan antioksidan .

Mustika Zeinia Malinda 1102009185

Page 22

Tabel 2. Penatalaksanaan sindrom HELLP pada umur kehamilan < 35


minggu (stabilisasi kondisi ibu) (Akhiri persalinan pada pasien sindrorn
HELLP dengan umur kehamilan 35 minggu).
1)

Menilai dan menstabilkan kondisi ibu

Jika ada DIC, atasi koagulopati


Profilaksis anti kejang dengan MgSO
Terapi hipertensi berat
Rujuk ke pusat ksehatan tersier
Computerized tomography (CT scan) atau ultrasonografi (USG) abdomen bila
diduga hematoma subkapsular hati
2)

Evaluasi kesejahteraan janin

Non stress test/tes tanpa kontraksi (NST)


Profil biofisik
USG
3)

Evaluasi kematangan paru janin jika umur kehamilan <35 minggu

Jika matur, segera akhiri kehamilan


Jika immatur, beri kortikosteroid, lalu akhiri kehamilan

Mustika Zeinia Malinda 1102009185

Page 23

Pemberian obat antikejang


MgSO4
Magnesium sulfat menghambat atau menurunkan kadar asetilkolin pada
rangsangan serat saraf dengan menghambat transmisi neuromuskular.
Transmisi neuromuskular membutuhkan kalsium pada sinaps. Pada
pemberian magnesium sulfat, magnesium akan menggeser kalsium, sehingga
aliran rangsangan tidak terjadi (terjadi kompetitif inhibition antara ion
kalsium dan ion magnesium). Kadar kalsium yang tinggi dalam darah dapat
menghambat kerja magnesium sulfat. Magnesium sulfat sampai saat ini tetap
menjadi pilihan pertama untuk antikejang pada preeklampsia atau eklampsia
Cara pemberian MgSO4
1. Loading dose : initial dose 4 gram MgSO4: intravena, (40 % dalam 10
cc) selama 15 menit.
2. Maintenance dose : Diberikan infuse 6 gram dalam larutan ringer/6
jam; atau diberikan 4 atau 5 gram i.m. Selanjutnya maintenance dose
diberikan 4 gram im tiap 4-6 jam.
Syarat-syarat pemberian MgSO4:
1. Harus tersedia antidotum MgSO4, bila terjadi intoksikasi yaitu kalsium
glukonas 10% = 1 gram (10% dalam 10 cc) diberikan iv 3 menit.
2. Refleks patella (+) kuat.
3. Frekuensi pernafasan > 16x/menit, tidak ada tanda tanda distress nafas

Mustika Zeinia Malinda 1102009185

Page 24

Dosis terapeutik dan toksis MgSO4


Dosis terapeutik : 4-7 mEq/liter atau 4,8-8,4 mg/dl
Hilangnya reflex tendon 10 mEq/liter atau 12 mg/dl
Terhentinya pernafasan 15 mEq/liter atau 18 mg/dl
Terhentinya jantung >30 mEq/liter atau > 36 mg/dl
Magnesium sulfat dihentikan bila ada tanda tanda intoksikasi atau setelah 24
jam pascapersalinan atau 24 jam setelah kejang terakhir. Pemberian
magnesium sulfat dapat menurunkan resiko kematian ibu dan didapatkan 50
% dari pemberiannya menimbulkan efek flushes (rasa panas)
Diuretikum
Diuretikum tidak diberikan secara rutin, kecuali bila ada edema paru-paru,
payah jantung kongestif atau anasarka. Diuretikum yang dipakai ialah
furosemida. Pemberian diuretikum dapat merugikan, yaitu memperberat
hipovolemia, memperburuk perfusi uteroplasenta, meningkatkan
hemokonsentrasi, memnimbulkan dehidrasi pada janin, dan menurunkan
7
berat janin .

Antihipertensi
Masih banyak pendapat dari beberapa negara tentang penentuan batas (cut
off) tekanan darah, untuk pemberian antihipertensi. Misalnya Belfort
mengusulkan cut off yang dipakai adalah 160/110 mmhg dan MAP 126
7
mmHg .

Mustika Zeinia Malinda 1102009185

Page 25

Di RSU Dr. Soetomo Surabaya batas tekanan darah pemberian


antihipertensi ialah apabila tekanan sistolik 180 mmHg dan/atau tekanan
diastolik 110 mmHg. Tekanan darah diturunkan secara bertahap, yaitu
penurunan awal 25% dari tekanan sistolik dan tekanan darah diturunkan
mencapai < 160/105 atau MAP < 125. Jenis antihipertensi yang diberikan
sangat bervariasi. Obat antihipertensi yang harus dihindari secara mutlak
yakni pemberian diazokside, ketanserin dan nimodipin.
Jenis obat antihipertensi yang diberikan di Amerika adalah hidralazin
(apresoline) injeksi (di Indonesia tidak ada), suatu vasodilator langsung pada
arteriole yang menimbulkan reflex takikardia, peningkatan cardiac output,
sehingga memperbaiki perfusi uteroplasenta. Obat antihipertensi lain adalah
labetalol injeksi, suatu alfa 1 bocker, non selektif beta bloker. Obat-obat
antihipertensi yang tersedia dalam bentuk suntikan di Indonesia ialah
clonidin (catapres). Satu ampul mengandung 0,15 mg/cc. Klonidin 1 ampul
dilarutkan dalam 10 cc larutan garam faal atau larutan air untuk suntikan.
Antihipertensi lini pertama :
1. Nifedipin. Dosis 10-20 mg/oral, diulangi setelah 30 menit, maksimum
120 mg dalam 24 jam
Antihipertensi lini kedua
1. Sodium nitroprussida : 0,25g iv/kg/menit, infuse ditingkatkan 0,25g
iv/kg/5 menit.
2. Diazokside : 30-60 mg iv/5 menit; atau iv infuse 10 mg/menit/dititrasi
Kortikosteroid

Mustika Zeinia Malinda 1102009185

Page 26

Pada preeklampsia berat dapat terjadi edema paru akibat kardiogenik


(payah jantung ventrikel kiri akibat peningkatan afterload) atau non
kardiogenik (akibat kerusakan sel endotel pembuluh darah paru). Prognosis
preeclampsia berat menjadi buruk bila edema paru disertai oligouria
Pemberian glukokortikoid untuk pematangan paru janin tidak
merugikan ibu. Diberikan pada kehamilan 32-34 minggu, 2x 24 jam. Obat ini
juga diberikan pada sindrom HELLP.
Langkah selanjutnya ialah mengevaluasi kesejahteraan bayi dengan
menggunakan tes tanpa tekanan, atau profil biofisik, biometri USG untuk
menilai pertumbuhan janin terhambat. Terakhir, harus diputuskan apakah
perlu segera mengakhiri kehamilan. Beberapa penulis menganggap sindrom
ini merupakan indikasi untuk segera mengakhiri kehamilan dengan seksio
sesarea, namun yang lain merekomendasikan pendekatan lebih konservatif
untuk memperpanjang kehamilan pada kasus janin masih immatur.
Perpanjangan kehamilan akan memperpendek masa perawatan bayi di NICU
(Neonatal Intensive Care Unit), menurunkan insiden nekrosis enterokolitis,
sindrom gangguan pernafasan. Beberapa bentuk terapi sindrom HELLP yang
diuraikan dalam literatur sebagian besar mirip dengan penanganan
preeklampsi berat
Sikap terhadap kehamilannya
Berdasar William obstetrics, ditinjau dari umur kehamilan dan
perkembangan gejala-gejala preeclampsia berat selama perawatan, maka
sikap terhadap kehamilannya dibagi menjadi:
Aktif : berarti kehamilan segera diakhiri/diterminasi bersamaan dengan
pemberian medikamentosa.

Mustika Zeinia Malinda 1102009185

Page 27

Konservatif (ekspektatif): berarti kehamilan tetap dipertahankan bersamaan


7
dengan pemberian medikamentosa .

Komplikasi
Angka kematian ibu dengan sindrom HELLP mencapai 1,1%; 1-25%
berkomplikasi serius seperti DIC, solusio plasenta, adult respiratory distress
syndrome, kegagalan hepatorenal, oedem paru, hematom subkapsular, dan
rupture hati.Terhadap janin komplikasi yang dapat terjadi yaitu kematian
janin dalam rahim, kematian neonatus, lahir prematur dan nilai apgar yang
rendah. Risiko untuk terjadinya sindroam HELLP pada kehamilan
berikutnya 14-27 % sedangkan risiko untuk penderita PEB pada kehamilan
berikutnya 43%.
Angka kematian bayi berkisar 10-60%, disebabkan oleh solusio
plasenta, hipoksi intrauterin, dan prematur. Pengaruh sindrom HELLP pada
janin berupa pertumbuhan janin terhambat (IUGR) sebanyak 30% dan
sindrom gangguan pernapasan (RDS). Kematian ibu bersalin cukup tinggi
yaitu 24 %. Penyebab kematian dapat berupa : kegagalan kardiopulmuner ,
gangguan pembuluh darah, perdarahan otak, rupture hepar, kegagalan
organ multiple. Kematian perinatal cukup tinggi, terutama disebabkan oleh
persalinan preterm.
Angka kejadian DIC pada sindroma HELLP sekitar 15%. Hellegren dkk
menggunakan sistem skoring untuk mendiagnosis DIC sbb :
Mustika Zeinia Malinda 1102009185

Page 28

1. jumlah trombosit < 100 000


2. pemanjangan waktu protrombin ( 14 det) dan tromboplastin parsial (
40 det)
3. kadar fibrinogen 300 mg/dl
4. fibrin split product + (>40 mg/L) atau D-Dimer ( 40 mg/L)
5. aktivitas anti-trombin III < 80 %
Bila didapat 3 kelainan tersebut adalah merupakan diagnosis DIC
manifest dan jika ditemukan 2 kelainan dicurigai suatu dugaan DIC.
Menurut Sibai diagnosis DIC jika didapatkan trombositopeni, fibrinogen <
10
300, FDP > 40 ug/dl. (Peningkatan trhombin time) . .

Kematian ibu dan janin.


Kematian cukup tinggi 24% dapat disebabkan kegagalan kardiopulmonal,
gangguan pembekuan darah, perdarahan otak, ruptur hepar, kegagalan
organ multiple.
Kematian perinatal pada sindroma hellp cukup tinggi, terutama pada
persalinan preterm.
Pengelolaan
Mustika Zeinia Malinda 1102009185

Page 29

Diagnosis dini sangat penting mengingat banyakpenyakit yang mirip


dengan sindroma hellp, pemberian cairan IV harus sangat hati-hati karena
sudah terjadi vasospasme dan kerusakan sel endothel. Cairan yang diberikan
adalah RD 5%, diganti RL 5% dengan kecepatan 100ml/jam dan produksi
urin sekurang-kurangnya 20 ml/jam.
Bila hendak dilakukan sectio saserea dengan trombosit <50rb maka
perlu diperikan transfusi trombosit, bila trombosit <40rb dan akan dilakukan
operasi sectio sesarea maka harus transfusi darah segar, dapat juga diberikan
plasma exchange dengan fresh frozen plasma dengan tujuan menghilangkan
sisa-sisa hemolisis mikroangiopati.
Prognosis
Kematian ibu bersalin pada sindrom HELLP cukup tinggi yaitu 24%.
Penyebab kematian dapat berupa kegagalan kardiopulmonar, gangguan
pembekuan darah, perdarahan otak, rupture hepar, dan kegagalan organ
multiple
Nyaris tidak diragukan lagi bahwa perempuan yang mengalami
preeclampsia dengan komplikasi sindrom HELLP memiliki prognosis yang
lebih buruk dibandingkan mereka yang tidak mengalami komplikasi ini.
Dalam ulasan mereka terhadap 693 perempuan dengan sindrom HELLP,
Keisser dkk (2009), melaporkan 10 persen diantaranya mengalami eklampsia.
Sep dkk,(2009) juga mengambarkan risiko komplikasi yang meningkat secara
bermakna pada perempuan dengan sindrom HELLP dibandingkan dengan
perempuan yang mengalami preeclampsia saja. Komplikasi-komplikasi yang
mereka laporkan melliputi eklampsia 15 persen, persalinan kurang bulan 93
7
vs 78 persen, dan angka kematian perinatal 9-4% .

Sindroma hellp memiliki risiko berulang 19-27% pada kehamilan


selanjutnya, risiko 43% untuk pre-eklamsia pada kehamilan selanjutnya.
Mustika Zeinia Malinda 1102009185

Page 30

KESIMPULAN
Preeklampsia merupakan penyulit kehamilan yang ditandai dengan
hipertensi, edema dan proteinuria. Pada penderita preeklampsia, Sindroma
HELLP merupakan suatu gambaran adanya Hemolisis (H), Peningkatan
enzim hati (Elevated Liver Enzym-EL), dan trombositopeni (Low PlateletsLP). Sindroma HELLP dapat timbul pada pertengahan kehamilan trimester
dua sampai beberapa hari setelah melahirkan. Keadaan ini merupakan salah
satu komplikasi dari preeklamsia dengan faktor risiko partus preterm,
hambatan pertumbuhan janin, serta partus perabdominam.
Faktor resiko terjadinya pre eklampsia antara lain: Usia, Paritas, Ras
atau golongan etnik, faktor keturunan, faktor gen, diet atau gizi, iklim atau
musim, tingkah laku, sosioekonomi, dan hiperplasentosis.
Diagnosis Sindroma hellp lebih berdasarkan parameter laboratorium,
dan parameter yang digunakan selama ini lebih mengarah pada keadaan
sindroma hellp lanjut, dimana morbiditas dan mortalitas ibu mau pun janin
cukup tinggi.
Prioritas pertama penangan sindrom adalah menilai dan menstabilkan
kondisi ibu, khususnya kelainan pembekuan darah. Pasien sindrom HELLP
harus diterapi profilaksis MgSO untuk mencegah kejang, baik dengan atau
tanpa hipertensi. Langkah selanjutnya ialah mengevaluasi kesejahteraan bayi
dengan menggunakan tes tanpa tekanan, atau profil biofisik, biometri USG
untuk menilai pertumbuhan janin terhambat. Terakhir, harus diputuskan
apakah perlu segera mengakhir i kehamilan.

Mustika Zeinia Malinda 1102009185

Page 31

Mustika Zeinia Malinda 1102009185

Page 32

DAFTAR PUSTAKA
Cunningham, Leveno,Bloom, Hauth, Hipertensi dalam kehamilan. Dalam
Obstetri Williams. Volume 2. Penerbit Buku Kedokteran.2013 : 754-756.
1. Habli, M., Sibai, B.M. 2008. Hypertensive Disorders of Pregnancy. In:
Danforths obstetrics and gynecology. 10th ed. Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkins, 2008: 258-266
2. Hemant S , Chabi S, Frey D. Hellp syndrome. J Obstet Gynecol India
Vol. 59, No. 1 : Januari 2009 pg 30-40.
3. Norwitz, Errol ; John Schorge . At a Glance Obstetri & Ginekologi. 2nd
edition. EMS : Jakarta. 2007.
4. Prawirohardjo, Sarwono. Ilmu Kebidanan. Edisi 4. Jakarta ; PT Bina
Pustaka; 2009. Hal. 530-50.
5. Prawirohardjo, Sarwono. ILMU KEBIDANAN. Ed 4th .Jakarta. BP
SP : 2010.
6. Pre-eclampsie en het HELLP-syndroom Engels Pre-eclampsia and
HELLP-syndrome. www.isala.nl
7. Roberts, J.M., Hubel, C.A. 2004. Oxidative Stress in Preeclampsia.
American Journal of Obstetrics and Gynecology, 190:1177 8.
8. Robert, James M; Listie Myatt; Catherine et all. Vitamins C and E to
prevent complications of pregnancy associated hypertention. The New
England Journal of Medicine. 2010. Downloaded from
http://www.nejm.org
Mustika Zeinia Malinda 1102009185

Page 33

9. Saifuddin, A.B., Rachimhadhi, T., Winknjosastro, G.H., editors. Ilmu


Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Edisi ke-4. Jakarta : PT Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Hal. 532-535.
10.Sastrawinata, Prof. R. Sulaeman. Obstetri Patologi. FK-UNPAD :
Bandung. 1984
11.Sibai, Baha. A practical plan to detect and manage HELLP syndrome.
Journal Obg Management.
12.Sibai. Diagnosis, Controversies, and Management of the Syndrome of
Hemolysis, Elevated Liver Enzymes, and Low Platelet Count. The
American College of Obstetricians and Gynecologists. Journal. Vol. 103,
No. 5, Part 1, May 2004
13.T. Gupta, Gupta N, dkk. 2013.Maternal And Perinatal Outcome In
Patients With Severe Preeclampsia/ Eclampsia With And Without
Hellp Syndrome. Journal of Universal College of Medical Sciences
Vol.1 No.04

Mustika Zeinia Malinda 1102009185

Page 34

Anda mungkin juga menyukai