Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Avian Influenza (AI) merupakan penyakit yang mempunyai dampak ekonomi
yang sangat besar

pada perunggasan dan membahayakan kesehatan manusia. Pada

pertengahan tahun 2003, laporan outbreak AI terjadi di Indonesia dimana unggas yang
terinfeksi AI

menunjukkan gejala klinis seperti pial dan jengger membengkak dan

kebiruan (sianosis), muka bengkak dan keluar cairan dari hidung dan mulut, ptekhi
subkutan pada kaki dan telapak kaki, tortikolis, diare dan kematian yang sangat tinggi.
Beberapa tahun kemudian, dinamika perkembangan kasus AI yang terjadi di lapangan
menunjukkan bahwa sebagian besar kasus AI yang terjadi pada unggas dengan kematian
mendadak tanpa menunjukkan gejala klinis sebelumnya.
Migrasi unggas air - terutama bebek liar - adalah pembawa alami virus flu
burung. Ada dugaan bahwa infeksi dapat menyebar dari unggas liar ke unggas domestik .
Karena penyakit ini telah menyebar ke burung liar , babi , dan bahkan keledai , akan sulit
untuk memberantas . Pada 2011 , penyakit ini mapan di enam negara : Bangladesh ,
China , Mesir , India , Indonesia , dan Vietnam. Kejadian flu burung pada itik muncul ke
Indonesia setelah ditemukan ratusan itik yang mati mendadak di beberapa daerah di
Indonesia. Meski saat ini belum ada laporan kejadian flu itik yang menular pada
manusia, namun kasus flu itik ini perlu diwaspadai berkaitan dengan kemampuannya
yang bersifat zoonosis dan kerugian yang ditimbulkan karena ratusan bahkan ribuan itk
yang mati. Saat ini juga belum ada obat yang ampuh untuk mengatasi itik yang telah
terkena virus flu burung. Cara yang bagus untuk mengatasinya adalah dengan
mencegahnya. Anjuran pencegahan flu burung yang dapat dilakukan dengan cara
meningkatkan sanitasi baik di kandang ataupun kebersihan peternak itik.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1.

Etiologi Avian influenza


Avian Influenza atau Flu Burung merupakan penyakit pada unggas yang
disebabkan oleh virus, yaitu Orthomyxoviridae tipe A, subtipe H5N1. Materi genetik
virus AI adalah singgle stranded ribonucleic acid (ss RNA) , berpolaritas negatif,
terpisah dalam delapan segmen dan mempunyai amplop. Pembagian subtipe virus
avia influenza A berdasarkan atas antigen permukaan yang disebut hemaglutinin
(HA) dan neuramidase (NA). Dua protein permukaan yakni HA dan NA disamping
ikut mementukan patogenitas dan kekebalan virus influenza, kedua protein tersebut
juga sangat mudah bermutasi.
Awalnya virus AI hanya virulen pada unggas air liar, tetapi belakangan virus
AI yang virulen ternyata juga ditemukan pada banyak hospes baik unggas , mamalia
termasuk pula manusia. Baru baru ini ditemukan jenis virus baru yang membuat
beberapa itik meninggal secara serentak dan tiba tiba. Jenis virus ini adalah clade
A1 (2.3.2.1). Berdasarkan uji laboratorium, penyebab kematian itik di antaranya
terjadi infiltrasi limfosit dalam jumlah tinggi pada otot jantung, peradangan akut pada
otak, kornea mata yang memutih, serta perubahan fisik lainnya. Setelah uji coba
infeksi virus AI, gambaran patologis menunjukkan bahwa kematian ini akibat infeksi
virus AI.
Virus flu burung yang masuk dalam clade 2.3.2 ini bukan hasil mutasi dari
clade 2.1 yang selama ini menyerang unggas lokal. virus clade 2.3.2 tidak hanya
menginfeksi itik, tapi juga merangsek ke lingkungan pasar tradisional. Sehingga,
virus ini sudah menyebar ke sektor publik dan berisiko menjangkiti unggas lain dan

2.2

manusia.
Gejala Klinis
Gejala penyakit flu burung sangat bervariasi dan tergantung pada spesies
unggas yang terinfeksi. Masa inkubasi virus ini terhadap unggas berkisar antara
beberapa jam sampai 3 hari kadang 7 hari tergantung ada dosis virus, rute kontak dan
spesies unggas yang diserang. Sedangkan pada manusia 1-3 hari , Masa infeksi 1 hari
sebelum sampai 3-5 hari sesudah timbul gejala. Pada anak sampai 21 hari .Avian
influenza pada unggas dapat ditemukan dalam dua bentuk, yaiu bentuk ringan dan
bentuk akut (highly pathogenic avian influenza, HPAI).
Gejala itik/unggas terserang flu burung antara lain :
2

leher terputar
kejang kejang
sulit berdiri
nafsu makan kurang
mata keputihan.
Untuk itik petelur,
produksi

telurnya

tiba-tiba

menurun

(Kelemahan, cangkang telur lembek).


Pendarahan meluas atau bintik-bintik sering dijumpai pada mukosa trakea,

proventrikulus, usus, lapisan lemak, otot dada dan kaki


Tingkat Kematian yang tinggi mendekati 100% dalam 2 hari hingga 1
minggu

2.3 Cara Penularan


Penularan avian influenza dapat terjadi melalui kontak langsung antara unggas sakit dengan
unggas

yang

peka.

Ayam

yang

terinfeksi mengeluarkan virus dari


saluran pernapasan, konjungtiva dan
feses. Satu tetesan sekresi dari burung
yang terinfeksi mengandung virus
yang dapat membunuh 1 juta burung.
Penularan dapat juga terjadi secara
tidak

langsung, misalnya

udara

yang

melalui

tercemar

oleh

material/debu yang mengandung virus


influenza

(aerosol);

makanan/minuman, alat/perlengkapan peternakan, kandang, kurungan ayam, pakaian,


kendaraan, peti telur (egg trays), burung; mamalia dan insekta yang mengandung atau
tercemar virus influenza. Sehubungan dengan cara penularan tersebut, maka virus
influenza dapat disebarkan dengan mudah ke berbagai daerah oleh orang atau
alat/perlengkapan dan kendaraan yang dipakai untuk memasarkan produk ternak
unggas.
Sumber penularan virus influenza pada unggas adalah spesies unggas
peliharaan lain, burung peliharaan, burung liar, dan hewan lain. Para ahli melaporkan
adanya penularan virus tersebut dari itik ke ayam. Sumber infeksi avian invluenza
dapat berasal dari burung liar, terutama unggas air yang berpindah-pindah. Penularan
3

virus avian invluenza secara vertikal (melalui telur) masih dipertanyakan, walaupun
virus tersebut dapat diisolasi dari kerabang dan bagian dalam telur unggas yang
terinfeksi oleh virus avian influenza.
2.4. Gambaran Patologi
Kelainan PA yang paling menyolok yaitu cyanosis pada kulit pial dan jengger,
perdarahan sub-kutan pada kaki yang tidak berbulu, perdarahan difus pada lapisan
kulit tubuh bagian ventral mulai dari thoraks hingga abdomen dan perdarahan
umum pada seluruh organ ayam. Petekhi tampak pada kulit pial dan jengger,
lapisan lemak pada epikardium, myokardium dan mukosa proventrikulus.
Perdarahan yang lebih difus ditemukan pada mukosa trakhea, otot dada, paru-paru,
hati, ginjal dan ovarium. Selain itu limpa sedikit membengkak dan hati mengalami
perdarahan, nekrosis dan sangat rapuh. Perubahan Mikroskopik Gambar 2A
menunjukkan perdarahan pada kulit tubuh bagian ventral yang meliputi daerah
thoraks hingga abdomen. Pada Gambar 2B memperlihatkan perdarahan berupa
petekhi pada otot paha. Sementara itu, pada Gambar 2C terlihat perdarahan dan
nekrosis pada hati dan pada sayatan melintang tampak tekstur jaringan sangat
rapuh. Selanjutnya pada Gambar 2D menunjukkan perdarahan pada ovarium.

Fig. 1. Cerebrum;H5N1
experimentally infected duck.
Discrete focus of necrosis and
congestion
Fig. 2. Pancreas;H5N1 Focal

Gambar 2. A menunjukkan perdarahan pada lapisan necrosis


of bagian
the acinar
pancreatic
sub kutan
ventral
tubuh; B
menunjukkan petekhi pada otot paha; C

Histopatologi

cells.

Fig. 3. Cerebrum;H5N1
Intranuclear and intracytoplasmic
immunohistochemical
staining for avian influenza virus
Fig. 4. Pancreas; H5N1.
Intranuclear and intracytoplasmic
staining for avian
influenza virus nucleoprotein in
necrotic acinar cells.
Fig. 5. Cerebrum; H5N1
4
Intranuclear and intracytoplasmic
detection of viral
nucleoprotein ribonucleic acid in
cerebral neurons

Lesi yang ditimbulkan oleh


flu burung ditandai oleh
adanya edema, hyperemia,
hemoragik, dan perivascular
cuffing sel limfoid, terutama
pada

miokardium,

paru,

otak,

limpa,

balung

dan

dengan frukuensi yang lebih


rendah pada hati dan ginjal.
Lesi pada otak meliputi foki
nekrosis,

perivasculer

cuffing sel limfoid gliosis,


proliferasi pembuluh darah
dan

degenerasi

nekrosis

neuron. Beberapa virus flu


burung tipe A yang bersifat
sangat patogenik kerapkali menimbulkan nekrosis miokardium dan miokarditis.
2.5. Diagnosa Laboraturium
Dapat dilakukan dengan melihat gejala klinis secara langsung pada unggas sakit,
didukung dengan data epidemiologi tentang morbiditas dan mortalitas kasus.
Pemeriksaan laboraturium menggunakan beberapa uji serologi diantaranya ; uji
haemaglutinasi (HA) dilanjutkan dengan uji HI , Uji netralisasi (SN),ELISA dan uji RTPCR.

Pemeriksaan

dapat

dilakukan

dengan

teknik

imunoflluoresense

dan

imunoperoksidase untuk mendeteksi akan keberadaan virus AI dalam jaringan hewan


yang terinfeksi.

Diagnosa Banding
- ND ( Newcastle Disease)
- ILT (Infectious Laryngeotracheitis)
- IB ( Infectious Bronchitis)
- SHS ( Swollen Head Syndrome)

2.6. Pencegahan dan Pengendalian

Beberapa tindakan strategis yang dapat dilakukan untuk mengendalikan


penyakit AI diantaranya peningkatan biosekuriti vaksinasi, melakukan depopulasi dan
pemusnahan (stamping-out) terhadap unggas sakit di daerah tertular, pengendalian lalu
lintas ternak, serta monitoring terhadap unggas sakit. Di daerah tertular, vaksinasi
dilakukan terhadap unggas yang masi sehat maupun terhadap unggas di lingkungan
sekitarnya.
Untuk mencegah penularan virus flu burung ke manusia, masyarakat dihimbau
menghindari kontak langsung dengan itik atau produknya, terutama itik sakit. Jika
terpaksa berhubungan, seperti peternak itik, usahakan menggunakan alat pelindung,
seperti masker dan sarung tangan. Setelah menjamah itik atau produknya, cuci tangan
dan baju dengan sabun. Alat-alat yang dipergunakan dalam peternakan harus dicuci
dengan desinfektan kandang dan tinja tidak boleh dikeluarkan dari lokasi peternakan.
Selain itu dianjurkan mengkonsumsi daging ayam yang telah dimasak pada suhu 80C
selama 1 menit, sedangkan telur unggas perlu dipanaskan pada suhu 64C selama 5
menit. Upaya lainnya, menjaga kebersihan lingkungan, dan melakukan kebersihan diri.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Penyakit flu burung / Avian influenza adalah suatu penyakit menular yang
disebabkan oleh virus influenza tipe A dan ditularkan oleh unggas. Strain virus flu
burung yang sangat virulen/ganas dan menyebabkan flu burung yang mematikan pada
6

itik adalah dari subtipe clade A1 (2.3.2.1). Perubahan patologik pada unggas yang
terserang flu burung ada dalam dua bentuk yaitu perubahan makroskopik dan perubahan
mikroskopik. Perubahan makroskopik yang ditemukan pada unggas sangat bervariasi
menurut lokasi lesi dan derajat keparahannya dan tergantung pada spesies unggas dan
patogenisitas virus influenza yang terlibat. Beberapa tindakan strategis yang dapat
dilakukan untuk mengendalikan penyakit AI diantaranya peningkatan biosekuriti
vaksinasi.

DAFTAR PUSTAKA
DAMAYANTI et al.: Gambaran klinis dan patologis pada ayam yang terserang flu
burung sangat patogenik (HPAI) di beberapa peternakan di Jawa Timur dan Jawa
Barat . JITV Vol. 9 No 2 Th. 2004

Grehenson,Gusti.2012.Flu Burung Jenis Baru Sebabkan Ribuan Itik dan Unggas


Mati Mendadak. http://www.ugm.ac.id/id/post/page?id=5218 diakses pada 9 Februari

2014.
Henaux

and

Samuel.

Avian

Influenza

Shedding

Patterns

In

Waterfowl:

Implications For Surveillance, Environmental Transmission, And Disease Spread.


Journal Of Wildlife Diseases Vol. 47, No. 3, July 2011.
Vascellari et al. Pathologic Findings of Highly Pathogenic Avian Influenza Virus
A/Duck/Vietnam/12/05 (H5N1) in Experimentally Infected Pekin Ducks, Based on
Immunohistochemistry and In Situ Hybridization. Vet Pathol 44:635642 (2007)
Yamada et al. Adaptation of a Duck Influenza A Virus in Quail. J. Virol. 2012,
86(3):1411.

Anda mungkin juga menyukai