Anda di halaman 1dari 9

Kejadian Luar Biasa Campak

di Indonesia tahun 2007


PENDAULUAN
Penyakit Campak disebabkan oleh virus campak
atau biasa disebut virus measles. Virus
campak termasuk genus Morbilivirus familia
Paramyxoviridae. Penyakit ini sangat menular
dan akut, menyerang hampir semua anak kecil.
Bila menegnai balita terutama dengan gizi
buruk maka dapat terjadi komplikasi. Komplikasi
yang sering adalah bronchopneumonia,
gastroenteritis, dan otitis media; ensefalitis jarang
terjadi tetapi dapat berakibat fatal, yaitu
kematian.1
Di negara sedang berkembang hampir semua
ibu pernah terserang campak pada
masa kecilnya sehingga bayi yang dilahirkan
mempunyai antibodi maternal terhadap penyakit
campak, tetapi kadar antibodi tersebut
berangsur-angsur menurun sehingga perlindungan
yang didapat hanya pada 6-9 bulan
pertama kelahiran. Oleh karena itu, pencegahan
penyakit campak perlu dilakukan dengan
memberi satu dosis vaksin campak yang telah

dilemahkan. Di Indonesia vaksin diberikan setelah


anak berumur 9 bulan.2
Dalam rangka tahapan reduksi campak, Pemerintah
Indonesia (Departemen Kesehatan) telah
melakukan program vaksinasi. Keberhasilan
pencegahan penyakit campak dengan cara imunisasi
sudah banyak terbukti dengan menurunnya
angka kesakitan dan angka kematian
yang disebabkan oleh penyakit ini. Cakupan
imunisasi campak pada tingkat nasional sudah
cukup tinggi, mencapai 90%. Namun, sejak tahun
1998 masih ditemukan KLB (Kejadian Luar
Biasa) campak di Indonesia.2
KLB Campak adalah adanya kasus atau kematian
campak pada suatu kecamatan, puskesmas,
desa yang pada tahun sebelumnya tidak
ditemukan/dilaporkan. KLB campak juga dapat
didefi nisikan sebagai peningkatan jumlah
kasus campak baru atau kematian campak
pada suatu wilayah (desa, puskesmas, kecamatan)
selama kurun waktu 3 minggu atau
lebih secara berturut-turut.1
Untuk itu mutlak diperlukan surveilans penyakit
campak yang merupakan bagian dari
strategi reduksi campak. Surveilans dilakukan
untuk menilai perkembangan program pemberantasan
campak dan menentukan strategi
pemberantasannya terutama di daerah. Kasus
campak klinis adalah kasus dengan gejala
bercak kemerahan di tubuh berbentuk makulopapular
selama 3 hari atau lebih disertai demam
38C.3
TUJUAN UMUM
Mengetahui jumlah kasus pada Kejadian Luar
Biasa Campak di Indonesia selama tahun
2007
TUJUAN KHUSUS
Mengetahui jumlah kasus campak per
provinsi
Mengetahui jumlah kematian yang disebabkan
oleh KLB campak
Mengetahui jumlah kasus campak menurut
umur
Mengetahui jumlah kasus campak menurut
status imunisasi
METODOLOGI
Dilakukan analisis data hasil surveilans kasus
KLB campak di Indonesia tahun 2007 yang
berasal dari Sub.Dit. Surveilans Dit.Jen. PPPM.
Dep.Kes.RI.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dilaporkan 114 KLB di 21 provinsi dengan
total jumlah kasus sebanyak 2.408 penderita.
Terdapat pola penurunan kasus di awal Januari,
kemudian meningkat pada bulan September
dan terus menurun sampai Desember
2007 (Gambar 1).
Provinsi Gorontalo merupakan provinsi terbanyak
mengalami KLB campak dengan 22
KLB, disusul dengan provinsi Sulawesi Tengah
19 KLB. Sedangkan 12 provinsi tidak melaporkan

adanya KLB (Gambar 2).

ABSTRAK
Konsumsi oksigen maksimal (VO2maks) adalah salah satu faktor yang dapat menentukan kapasitas
seseorang untuk melakukan latihan dan
dihubungkan dengan daya tahan tubuh. Konsumsi oksigen maksimal berhubungan dengan status gizi
karena kebutuhan oksigen dan energi
dipengaruhi oleh ukuran tubuh. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh status gizi
terhadap konsumsi oksigen maksimal
pada siswa pondok pesantren Darul Hijrah. Penelitian adalah penelitian analitik dengan pendekatan
cross sectional. Sampel terdiri dari 30 siswa
dengan berat badan kurang (underweight) dan 30 siswa dengan berat badan normal. Pengukuran
VO2maks menggunakan multistage fi tness
test. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata konsumsi oksigen maksimal pada siswa dengan
berat badan kurang adalah 41,25, sedangkan
siswa dengan berat badan normal adalah 45,59. Terdapat pengaruh bermakna status gizi terhadap
konsumsi oksigen maksimal (VO2maks)
pada siswa pondok pesantren Darul Hijrah (=0,05).
PENDAHULUAN
Pada saat ini diperkirakan terdapat 38,4 juta
penduduk Indonesia hidup di bawah garis
kemiskinan; 50% rumah tangga mengkonsumsi
makanan kurang dari kebutuhan sehari-hari;
lebih dari 5 juta anak di bawah usia lima tahun
menderita kurang gizi; dan sekitar 100 juta
orang berisiko masalah gizi lainnya (kurang zat
besi, kurang yodium, kurang vitamin A, kurang
kalsium, kurang zinc, dan lain-lain).1
Salah satu kategori status gizi adalah berat
badan kurang (underweight). Kekurangan berat
badan pada umumnya diakibatkan oleh
tidak seimbangnya masukan dengan kebutuhan
nutrisi; terjadi defi sit protein dan energi
yang diatasi melalui proses glukoneogenesis
yang mengarah pada turunnya berat badan.
Kekurangan berat badan dapat merupakan
salah satu ciri kurangnya nutrisi.2 Berat badan
kurang berhubungan dengan penurunan kemampuan
tubuh baik fi sik maupun mental,
penurunan kemampuan berpikir, peningkatan
risiko masuk rumah sakit, dan perlambatan
proses penyembuhan penyakit. Salah
satu bentuk penurunan kemampuan fi sik adalah
rendahnya stamina. Stamina seseorang
ditentukan oleh konsumsi oksigen maksimal
(VO2maks). Konsumsi oksigen maksimal (VO2maks) dipengaruhi oleh faktor genetik dan
lingkungan seperti gaya hidup, diet, dan latihan.
Konsumsi oksigen maksimal berhubungan
dengan berat badan karena oksigen dan
kebutuhan energi berbeda sesuai dengan
ukuran badan.2,3 Diperlukan penelitian yang
membuktikan pengaruh status gizi terhadap
konsumsi oksigen maksimal (VO2maks).
Kekurangan berat badan dapat terjadi pada
siswa yang tinggal di pondok pesantren karena
pola makan siswa pesantren umumnya tidak
sesuai dengan kegiatan dan kebutuhan energi
mereka sehari-hari. Dari survei pendahuluan,
diketahui hampir separuh siswa pondok
pesantren Darul Hijrah memiliki berat badan
kurang sehingga sampel dapat berasal dari

populasi yang sama. Tujuan penelitian ini adalah


untuk mengetahui pengaruh status gizi terhadap
konsumsi oksigen maksimal pada siswa
pondok pesantren Darul Hijrah.
METODOLOGI
Penelitian ini adalah penelitian analitik dengan
pendekatan cross sectional. Teknik pengambilan
sampel menggunakan non probability
purposive sampling. Besar sampel 30 orang individu
dengan berat badan kurang, dan 30
orang dengan berat badan normal, dengan
kriteria: jenis kelamin laki-laki, umur 14-18 tahun,
kelas satu dan dua sekolah menengah
atas, tidak merokok, olahraga minimal 1x seminggu,
sehat jasmani (artinya, saat penelitian
tidak sakit), serta tidak mempunyai riwayat
penyakit jantung dan paru.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini
adalah permukaan datar tidak licin sekurangkurangnya
sepanjang 22 meter, mesin pemutar
kaset merk Toshiba, kaset audio, pita
meteran untuk mengukur jalur sepanjang 20
meter, kerucut - kerucut penanda batas jarak,
timbangan, pengukur tinggi badan.
Cara kerja: pengukuran kapasitas maksimal O2
(VO2maks) menggunakan multistage fi tness
test, yaitu teknik pengukuran VO2maks secara
langsung dengan cara berlari bolak-balik
dengan jarak tertentu hingga batas maksimal
kemampuan seseorang. Indeks massa tubuh
dihitung dengan cara membagi berat badan
(kg) dengan kuadrat tinggi badan (m2).
Data dianalisis dengan uji t tidak berpasangan;
menggunakan program SPSS dengan tingkat
kepercayaan 95%.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil pemeriksaan pengaruh status gizi terhadap
konsumsi oksigen maksimal (VO2maks)
pada siswa pondok pesantren Darul Hijrah
dapat dilihat pada grafi k 1.
Rata-rata konsumsi oksigen maksimal pada
siswa dengan berat badan kurang (41,25)
lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata
konsumsi oksigen maksimal siswa dengan
berat badan normal (45,59). Sebaran data VO2maks pada kedua kelompok siswa normal (uji
KS 0,20 pada kelompok dengan berat badan
kurang, 0,165 pada kelompok berat badan
normal, p >0,05).
Uji t tidak berpasangan mendapatkan nilai
0,003 (<0,05); status gizi berpengaruh bermakna
terhadap konsumsi oksigen maksimal
pada siswa pondok pesantren Darul Hijrah.
Individu dengan berat badan kurang memiliki
konsumsi oksigen maksimal lebih rendah
daripada individu dengan berat badan normal.
Hal tersebut sesuai dengan penelitian
Rabinovich dkk.4
DISKUSI
Konsumsi oksigen maksimal ditentukan oleh

status gizi terutama oleh cadangan energi


dan fungsi mitokondria. Pada orang dengan
berat badan kurang, terjadi kekurangan energi
yang dipenuhi dengan proses glukoneogenesis
- lemak dan protein otot akan dihancurkan
untuk menghasilkan energi. Hal ini akan
menurunkan aktivitas fi sik sehingga kemampuan
konsumsi oksigen maksimal pun akan
turun. Sebaliknya, orang dengan berat badan
normal memiliki cadangan energi yang lebih
besar sehingga konsumsi oksigen maksimal
lebih besar.5,6
Selain penurunan kemampuan fi sik, orang
dengan berat badan kurang juga mengalami
penurunan metabolisme basal dan kecepatan
reaksi sel; selain itu juga terjadi penurunan
proses fosforilasi oksidatif7; penurunan metabolisme
basal adalah sekitar 30% di banding
metabolisme basal orang dengan berat badan
normal. Penurunan kecepatan reaksi sel
dan proses fosforilasi oksidatif akan mengakibatkan
penurunan kemampuan beradaptasi
pada keadaan hipoksia yang dapat terjadi saat
aktivitas dalam intensitas lama dan maksimal;
sehingga orang dengan berat badan kurang
cenderung memiliki konsumsi oksigen maksimal
yang lebih rendah.5,7
SIMPULAN
Terdapat pengaruh signifi kan status gizi terhadap
konsumsi oksigen maksimal (VO2maks)
pada siswa pondok pesantren Darul Hijrah.

Grafi k 1 Rata-rata konsumsi oksigen maksimal (VO 2 maks) pada siswa beratbadan kurang dan normal

41,25
45,59
0,00
10,00
20,00
30,00
40,00
50,00
VO2
maks

B erat B adan K urang B erat B adan Normal

R ata-rata VO2 Maks


B erat B adan K urang
Berat B adan Normal
DAFTAR PUSTAKA
1. Departemen Kesehatan. Laporan pelaksanaan pertemuan advokasi program perbaikan gizi menuju keluarga sadar gizi (kadarzi).
Jakarta: 2004.
2. Sergi G, Perissinotto E, Pisent C, Buja A, Maggi S, Coin A, et al. An adequate threshold for body mass index to detect underweight
condition in elderly persons: The Italian longitudinal study
on aging (ILSA). J Gerontol. 2005;60(7):866-71.
3. Gonzales NC, Kirkton SD, Howlett RA, Britton SL, Koch LG, Wagner HE, et al. Continued divergence in VO 2 max of rats artifi cally
selected for running endurance is mediated by greater
convective blood O2 delivery. J Appl Physiol. 2006;101:1288-96.
4. Holloway GP, Thrush AB, Heigenhauser GJF, Tandon NN, Dyck DJ, Bonen A, et al. Skeletal muscle mitochondrial FAT/CD36 content
and palmitate oxidation are not decreased in obese
women. Am J Physiol Endocrinol Metab. 2007;292:1782-9.
5. Guyton, Hall. Buku ajar fi siologi kedokteran (translation). Setiawan I, translator. 9th ed. Jakarta: EGC; 1997.
6. Almatsier S. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama; 2001.
7. Rabinovich RA, Bastos R, Ardite E, Llinas L, Orozco-Levi M, Gea J, et al. Mitochondrial dysfunction in COPD patients with low body
mass index. Eur Respir J. 2007;29:64350.

Anda mungkin juga menyukai