Demam Tifoid
Pembimbing :
dr. Roedi Djatmiko, Sp.A
Disusun oleh:
Prithania Nurindra 1420221107
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UPN VETERAN
JAKARTA
RST DR. SOEDJONO MAGELANG
BAB I
LAPORAN KASUS
I.
II.
Identitas Pasien
Nama
: An. A
Umur
:13 tahun
Jenis Kelamin
: Laki- laki
Agama
: Islam
Alamat
: Tegalrejo, Magelang
: 27 Januari 2016
Tanggal Keluar
: 31 Januari 2016
Anamnesa
Anamnesa dilakukan secara autoanamnesis terhadap pasien pada tanggal 27
Magelang.
a. Keluhan Utama : Demam turun naik
b. Keluhan Tambahan : Mual, pusing
III. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengeluhkan sudah demam sejak 6 hari SMRS, demam pasien naik
turun, pada pagi hari suhu tubuh turun dan saat malam hari suhu tubuh naik,
namun tidak pernah diperiksa dengan termometer. Pasien sudah meminum
parasetamol, namun tidak demam hanya turun sebentar dan naik lagi. Pasien juga
mengeluhkan nyeri kepala (+) terus menerus, pada kepala belakang, skala nyeri 2,
tubuh lemas (+), mual (+), muntah (-), batuk pilek (-), nyeri menelan (-),
epistaksis (-), sakit perut (-), nyeri sendi (-), diare (-), BAB dan BAK normal,
nafsu makan turun.
IV.
V.
VI.
Riwayat Pengobatan
Pasien mengkonsumsi obat penurun panas
: 100 x/menit
RR
: 24 x/menit
: 40 C
TD
:110/70
:4
Verbal
:5
Motorik
:6
GCS
: 15
: Normocephal
Rambut
: Edema /
Pupil
: Bulat, isokor
Sklera
Katarak
: Ikterik /
: /
Telinga
3
Bentuk
: Normal/Normal
Mukosa
: Hiperemis (-)
Liang
: Lapang
Serumen
: /
Hidung
Bentuk
: Normal
Deviasi Septum
Sekret
: /
Epistaksis
: _/_
Mulut
Bibir :normal
Tonsil
: T1T1
Leher
KGB
dinamis
Palpasi
Perkusi
Palpasi
Perkusi
: Datar, simetris
Perkusi
: Timpani
Ekstremitas
Atas
Akral
: Hangat
Perfusi
: Baik
Sianosis
: ()
Edema
: ()
Akral
: Hangat
Perfusi
: Baik
Sianosis
: (-)
Edema
: ()
Bawah
V.
Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
Tabel 1. Hasil Laboratorium Pasien
JENIS PEMERIKSAAN
HASIL
SATUAN
NILAI
REFERENSI
HEMATOLOGI
WBC
RBC
HGB
7,3
5,05
13,1
x103/L
x106/L
g/dL
4.0 10.0
3.50 5.50
11.0 15.0
MCV
75,3
fl
27.0 - 33.0
MCH
HCT
PLT
25.9
35.7
174
pg
%
x103/L
31.0 35.0
35.0 48.0
150 450
: (+) 1/320
PARATHYPI AO
: (+) 1/80
PARATHYPI BO
: (+) 1/80
PARATHYPI CO
: (+) 1/320
THYPI H
: (+) 1/320
PARATHYPI AH
: (-)NEGATIF
PARATHYPI BH
: (+) 1/320
PARATHYPI CH
: (-)NEGATIF
VI.
Diagnosis
Hari ke 1 Obs. Febris hari ke 7
Hari ke 2Demam typhoid
VII. Terapi
1. D5 NS 1700 ml/24 jam
2. Lapixim 3 x 500 mg
3. Anitid 2 x1 mg
4. Norages 500 mg kalau perlu
5. Sanmol 500 mg 3 x 1
VIII. Planning (Rencana)
Rawat di bangsal
IX.
FOLLOW UP RUANGAN
Hari/Tanggal/
Hasil Pemeriksaan
Instruksi Dokter
Jam
27 Januari 2016
Therapy:
13.30
NS 1700
ml/24 jam
2. Lapixim 3 x 500 mg
3. Anitid 2 x1 mg
4. Norages 500 mg
kalau panas
5. Sanmol 500 mg 3x1
tonsil
T1-T1,
faring
hiperemis (-)
Leher : KGB () membesar
Thorax : Simetris, statis & dinamis,
retraksi (-)
Pulmo : Suara nafas vesikuler +/+,
Rh -/- , Wh -/Cor : BJ III regular, murmur (),
gallop ()
Abdomen: BU (+) 4x/menit, supel,
timpani, turgor baik, nyeri tekan (-)
Planning:
1. Cek DL dan Widal
2. Rawat di bangsal
Hari/Tanggal/
Hasil Pemeriksaan
Instruksi Dokter
Jam
28 Januari 2016
06.45
N : 88 x/menit
RR : 24 x/menit
T : 37,6o C
TD: 110/70
Planning:
Hari/Tanggal/
Hasil Pemeriksaan
Instruksi Dokter
Jam
29 Januari 2016
Therapy:
06.50
1. D5
ml/24 jam
2. Lapixim 3 x 500 mg
3. Anitid 2 x1 mg
4. Norages 500 mg
NS 1700
kalau panas
5. Sanmol 500 mg 3x1
HR : 88 x/menit
Planning:
RR :24 x/menit
S : 39o C
Kepala : normochepal, nyeri tekan (-)
Mata : CA /, SI / ,
Hidung: sekret (-)
Mulut: bibir kering (-), lidah kotor
(-)
Tenggorokan: tonsil T1-T1, faring
hiperemis (-)
Leher : KGB () membesar
Thorax : Simetris, statis & dinamis,
retraksi (-)
Pulmo : Suara nafas vesikuler +/+,
Rh -/-, Wh -/Cor : BJ III regular, murmur (),
gallop ()
Abdomen:
supel,
BU
(+)
4x,
Hari/Tanggal/
Hasil Pemeriksaan
Instruksi Dokter
Jam
30 Januari 2016
Therapy:
07.00
1. D5 NS 1700 ml/24
jam
2. Lapixim 3 x 500 mg
3. Anitid 2 x1 mg
4. Norages 500 mg
kalau panas
5. Sanmol 500 mg 3x1
RR : 20 x/menit
T : 37.6o C
Planning:
Kepala : normochepal
Mata : CA /, SI / ,
Hidung: sekret (-)
Mulut: bibir kering (-), lidah kotor
(-)
Tenggorokan: tonsil T1-T1, faring
hiperemis (-)
Leher : KGB () membesar
Thorax : Simetris, statis & dinamis,
retraksi (-)
Pulmo : Suara nafas vesikuler +/+,
Rh -/-, Wh -/Cor : BJ III regular, murmur (),
gallop ()
Abdomen: supel, BU (+) 4x,
nyeri tekan (-), kembung
(-), turgor baik
Ekstremitas : akral hangat , kering, CRT
<2
A : Obs febris hari ke 10
Demam tifoid
Hari/Tanggal/
Hasil Pemeriksaan
Jam
31 Januari 2016 S: Demam (+), mual muntah (-), nyeri
07.05
Instruksi Dokter
Therapy:
1. Cefspan 2x 1cth
2. Sanmol 3 x 500 mg
Planning:
makan turun
DL ulang
Boleh Pulang
VS : HR : 80 x/menit
RR :20x/menit
Terapi pulang:
S : 37.5 o C
Parasetamol 3 x 500 mg
selama 3 hari
Lbio 3 x 1 sach selama 3
TD: 110/70
Kepala : normochepal, nyeri tekan (-)
hari
Mata : CA /, SI / ,
Hidung: sekret (-)
Mulut: bibir kering (-), lidah kotor
Tenggorokan:
tonsil
T1-T1,
(-)
faring
hiperemis (-)
Leher : KGB () membesar
Thorax : Simetris, statis & dinamis,
retraksi (-)
Pulmo : Suara nafas vesikuler +/+,
Rh -/- , Wh -/Cor : BJ III regular, murmur (),
gallop ()
Abdomen: supel, BU (+) 4x,
nyeri tekan (-) turgor baik
Ekstremitas : akral hangat, kering,
CRT<2
A:
febris hari ke-11
Demam tifoid
BAB II
Tinjauan Pustaka
1. Definisi Demam Tifoid
Infeksi yang disebabkan oleh Salmonella typhii atau Salmonella paratyphii yang ditandai
dengan demam yang berjalan lama, sakit kepala yang berat, badan lemah, anoreksia,
bradikardi relatif, splenomegali.
2. Etiologi
Demam tifoid merupakan penyakit yang ditularkan melalui makanan dan minuman yang
tercemar oleh bakteri Salmonella typhii, (food and water borne disease). Penyebab tersering
demam tifoid adalah Salmonella typhii yang merupakan bakteri Gram negatif. Salmonella
typhii termasuk dalam kingdom Bakteria, Phylum Proteobakteria, Classis Gamma
proteobakteria, Ordo Enterobakteriales, Familia Enterobakteriakceae, Genus Salmonella.
Salmonella typhii bergerak dengan bulu getar, tidak berspora,
mempunyai sekurang-
antigen H (flagella)
Dalam serum penderita terdapat zat anti (glutanin) terhadap ketiga macam anigen tersebut.
S. typhii di luar tubuh manusia mudah mati, tidak tahan terhadap sinar matahari tetapi dapat
bertahan pada keadaan dingin (es). Titik matinya pada media basah di air dan susu pada suhu
60 0C
Penyebab lainnya yang gejalanya cenderung lebih ringan adalah Salmonella paratyphii.
Rasio kejadian tifoid karena S. typhii dibanding S.paratyphii adalah 1:10.
Manusia merupakan reservoir (sumber penularan) bagi demam tifoid, jarang ditemukan
binatang berperan sebagai reservoir demam tifoid.
Terdapat dua jenis sumber penularan demam tifoid, yaitu:
Penderita demam tifoid: Yang menjadi sumber utama infeksi adalah manusia yang
selalu mengeluarkan mikroorganisme penyebab penyakit, baik ketika ia sedang
menderita sakit maupun yang sedang dalam penyembuhan. Pada masa penyembuhan
penderita pada umumnya masih mengandung bibit penyakit di dalam kandung
bulan masih dapat ditemukan kuman Salmonella typhi di feces atau urin. Penderita ini
disebut karier pasca penyembuhan.
3. Epidemiologi
Demam tifoid tersebar merata di seluruh dunia. Insidensi demam tifoid menurut WHO
mencapai 17 juta orang dengan jumlah kematian sebanyak 600.000 orang setahun dan 70 %
kematian terjadi di benua Asia. Angka kematian demam tifoid menurut WHO mencapai 10
20 %, sebelum ditemukan antibiotik yang tepat, tetapi setelah ditemukan antibiotik yang tepat
angka kematian berkurang sampai 1 %. Pada penderita demam tifoid yang berat, S. typhii
menyerang usus, yang selanjutnya juga akan menyerang organ lain yang menyebabkan
adanya komplikasi pada organ lain seperti hati, limpa atau kantung empedu.
Angka kejadian demam tifoid di Indonesia mencapai 350 810 kasus per 100.000 populasi.
Di Indonesia, terdapat kejadian demam tifoid sebanyak 900.000 kasus setiap tahun dengan
20.000 kematian. 91% kejadian pada pasien berusia 3-19 tahun.
4. Patofisiologi
Salmonella thypii dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang dikenal dengan 5 F yaitu
Food (makanan), Fingers (jari tangan/kuku), Fomitus (muntah), Fly (lalat), dan melalui
Feses.Selama infeksi akut, S.typhii bermultiplikasi di sel fagositik mononuclear sebelum
dilepas ke aliran darah. Setelah penelanan makanan atau air, organism tifoid melewati pylorus
dan mencapai usus kecil. Bakteri tersebut berpenetrasi ke mukosa dan mencapai lamina
propria, dimana mereka bertemu dengan makrofag yang menelan bakteri tersebutm naamun
tidak sepenuhnya membunuh mereka. Beberapa bakteri akan bertahan didalam makrofag di
jaringan limfoid usus kecil. Bakteri lainnya akan terbawa ke nodulus limfa mesenterika
dimana terjadi multiplikasi dan penelanan lebih jau oleh makrofag. Bakteri mencapai aliran
darah lewat drainase nodulus limfa mesenterika, setelah mencapai duktus torasikus dan ke
sirkulasi umum. Kemudian bakteri mencapai organ retikuloendotelial (limpa, hati, sumsum
tulang, dll) dimana bakteri akan berada disana selama periode inkubasi , biasanya 8 hingga 14
hari. Masa inkubasi pada setiap individu bergantung pada kuantitaas bakteri dan faktor
individu. Masa inkubasi yang pernah dilaporkan antara 3-60 hari. Gejala klinik disertai
keberadaan bakteri yang sedikit (1-10 bakteri/ml darah).
5. Gejala
Masa tunas demam tifoid berlangsung antara 8-14 hari. Gejala klinis demam tifoid bervariasi
dari ringan dengan demam rendah, malaise, batuk kering ringan hingga gejala klinis berat
seperti tidak nyaman pada perut, dan komplikasi lain. Banyak faktor yang mempengaruhi
keparahan dan gejala klinis infeksi, termasuk durasi penyakit sebelum terapi, pilihan obat
antimikroba, umur, riwayat pemberian vaksin, strain bakteri penyebab, kuantitas bakteri yang
tertelan, faktor host (misalnya penyakit imunosupresi) dan apakah pasien sempat meminum
obat lain seperti H2 blocker atau antasida untuk menghambat asam lambung.
Gejala akut tanpa komplikasi: Pada minggu pertama gejala klnis penyakit ini
ditemukan keluhan dan gejala serupa dengan penyakit infeksi akut pada umumnya
yaitu : demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, gangguan
fungsi usus (konstipasi atau diare), perasaan tidak enak diperut, batuk dan epistaksis.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan suhu badan meningkat, sifat demam kontinyu,
meningkat perlahan-lahan terutama sore dan malam hari, tapi kadang-kadang bersifat
intermiten atau remiten. Pada minggu kedua gejala menjadi lebih jelas berupa demam
bradikardi relatif, lidah yang berselaput (kotor di tengah, tepi dan ujung merah seperti
tremor), hepatomegali, splenomegali, meteorismus, gangguan mental berupa
somnelen, stupor, koma, delirium dan psikosis. Selama periode sakit, 25% pasien
menunjukkan eksantema di dada, perut dan punggung.
6. Diagnosis:
Diagnosis kunci untuk demam tifoid antara lain:
Delirium
Hepatosplenomegali
Pada demam tifoid berat, dapat dijumpai penurunan kesadaran, kejang, dan ikterus.
Dapat timbul dengan tanda yang tidak tipikal terutama pada bayi muda sebagai
penyakit demam akut dengan disertai syok dan hipotermi.
Pemeriksaan penunjang:
Kultur: Diagnosis pasti ditegakkan dari hasil biakan darah/sumsum tulang (pada awal
penyakit), urine dan feces pada agar, seperti agar darah (koloni putih non hemolitik),
agar MacConkey (koloni lembut, tidak memfermentasi laktosa), agar SS (koloni tidak
memfermentasi laktosa dengan bagian tengah kehitaman), agar desoksiolat (koloni
seperti agar SS), agar bismuth (koloni hitam). Metode biakan darah mempunyai
spesifisitas tinggi (95%) akan tetapi sensitivitasnya rendah ( 40%) terutama pada
anak dan pada pasien yang sudah mendapatkan terapi antibiotika sebelumnya.
Pemeriksaan biakan perlu waktu lama ( 7 hari), harganya relatif mahal dan tidak
semua laboratorium bisa melakukannya. Walaupun hasil pemeriksaan dengan biakan
kultur kuman negatif, akan tetapi hal tersebut tidak menyingkirkan adanya demam
Tifoid. Hasil pemeriksaan kultur di pengaruhi oleh beberapa hal, yaitu :
-
Saat pengambilan darah pada minggu pertama, dimana saat itu aglutinin
semakin meningkat.
Pemeriksaan SGOT dan SGPT: SGOT dan SGPT dapat meningkat, tapi akan kembali
normal setelah sembuh.
Uji Widal: Pemeriksaan uji Widal dilakukan untuk mendeteksi adanya antibodi
terhadap Salmonella typhii .Pada uji Widal terjadi suatu rekasi aglutinasi antara
antigen bakteri S. typhii dengan antibodi yang disebut aglutinin. Antigen yang
digunakan pada uji Widal adalah suspensi Salmonella yang sudah dimatikandan
diolah dilaboratorium.
Uji Widal dimaksudkan untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum pasien yang
diduga demam tifoid. Akibat adanya infeksi S. typhi maka penderita membuat
antibodi yaitu
-
Aglutinin Vi, karena rangsangan antigen Vi yang berasal dari simpai bakteri
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya O dan H yang digunakan untuk diagnosis
demam tifoid, semakin tinggi titernya semakin besar kemungkinan menderita
demam tifoid. Pembentukann aglutinin mulai terjadi pada akhir minggu pertama
demam, kemudian meningkat secara cepat dan mencapai puncak pada minggu ke
empat dan tetap tinggi selama beberapa minggu. Peningkatan antibodi menunjang
diagnosis tifoid.
Uji Widal mempunyai keterbatasan nilai diagnostik karena sulit diinterprestasikan
terutama di daerah endemis, seperti Indonesia, dan bila pemeriksaan hanya
dilakukan satu kali. Uji Widal baru mempunyai nilai diagnostik bila pada
pemeriksaan serum fase konvalesen terdapat peningkatan titer anti O dan anti H
sebanyak empat kali. Uji Widal mempunyai sensitivitas dan spesifisitas moderat (
70%), dapat negatif palsu pada 30% kasus demam tifoid dengan kultur positif.
Setelah pasien mendapat pengobatan, uji Widal tetap positif untuk waktu yang lama
(sekitar 6 bulan) sehingga uji Widal tidak dapat digunakan untuk menentukan
kesembuhan.
Penilaian uji Widal:
Biasanya angka kelipatan: 1/32. 1/64, 1/160, 1/320, 1/640
Titer 1/160: masih dilihat dulu 1 minggu ke depan, bila ada peningkatan titer
maka (+)
Jika 1x pemeriksaan langsung 1/320 atau 1/640 langsung dinyatakan (+) pada
pasien dengan gejala klinis khas.
Uji Tubex TF
Penegakan diagnosis demam tifoid dengan menggunakan uji Tubex TF
memerlukan waktu sekitar 10 menit. Uji Tubex TF adalah suatu pemeriksaan
diagnostik in vitro semi kuantitatif untuk mendeteksi demam tifoid akut yang
disebabkan oleh S. typhi, melalui deteksi spesifik adanya
perforasi mengeluh nyeri perut yang hebat terutama di daerah kuadran kanan bawah
yang kemudian meyebar ke seluruh perut. Tanda perforasi lainnya adalah nadi cepat,
tekanan darah turun dan bahkan sampai syok.
Komplikasi Ekstraintestinal
a. Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi perifer (syok, sepsis), miokarditis,
b.
c.
d.
e.
f.
g.
8. Penatalaksanaan
Dalam penatalaksanaan Demam Tifoid dikenal adanya trilogi penatalaksanaan yaitu :
a. Istirahat tirah baring dan perawatan professional dengan tujuan mencegah komplikasi
dan mempercepat penyembuhan. Dalam perawatan perlu dijaga kebersihan tempat
tidur, pakaian serta perlengkapan yang dipakai serta kebersihan perorangan
b. Diet dan terapi penunjang (sistimatik dan suportif) dengan tujuan mengembalikan
rasa nyaman dan kesehatan penderita secara optimal. Penderita diberi bubur saring,
kemudian ditingkatkan menjadi bubur kasar dan akhirnya nasi, yang perubahannya
disesuaikan denga kesembuhan penderita. Bubur saring ditujukan untuk menghindari
komplikasi perdarahan saluran cerna atau perforasi usus.
c. Pemberian antibiotik dengan tujuan untuk menghentikan dan mencegah penyebaran
bakteri.
Obati dengan kloramfenikol (50-100 mg/kgbb/hari dibagi dalam 4 dosis per oral atau
intravena) selama 10-14 hari
JIka tidak dapat diberikan kloramfenikol diberikan amoksisilin 100 mg/kgbb/hari per
oral atau ampisilin intravena selama 10 hari, atau kotrimoksazol 48 mg/kgbb/hari
(dibagi 2 dosis) peroral selama 10 hari
Bila klinis tidak ada perbaikan digunakan generasi ketiga sefalosporin seperti
seftriakson (80mg/kgbb IM atau IV, sekali sehari, selama 5-7 hari) atau sefiksim oral
(20mg/kgbb/hari dibagi 2 dosis selama 10 hari).
9. Pencegahan
Pencegahan dibagi menjadi beberapa tingkatan sesuai dengan perjalanan penyakit, yaitu
pencegahan primer, pencegahan sekunder, dan pencegahan tersier
a. Pencegahan Primer
Pencegahan primer merupakan upaya untuk mempertahankan orang yang sehat agar
tetap sehat atau mencegah orang yang sehat menjadi sakit. Pencegahan primer dapat
dilakukan dengan cara imunisasi dengan vaksin yang dibuat dari strain Salmonella
typhi yang dilemahkan. Di Indonesia telah ada 3 jenis vaksin tifoid, yaitu :
Vaksin oral Ty 21 a Vivotif Berna. Vaksin ini tersedia dalam kapsul yang diminum
selang sehari dalam 1 minggu satu jam sebelum makan. Vaksin ini kontraindikasi
pada wanita hamil, ibu menyusui, demam, sedang mengkonsumsi antibiotik . Lama
proteksi 5 tahun.
Vaksin parenteral sel utuh : Typa Bio Farma. Dikenal 2 jenis vaksin yakni, K vaccine
(Acetone in activated) dan L vaccine (Heat in activated-Phenol preserved). Dosis
untuk dewasa 0,5 ml, anak 6 12 tahun 0,25 ml dan anak 1 5 tahun 0,1 ml yang
diberikan 2 dosis dengan interval 4 minggu. Efek samping adalah demam, nyeri
kepala, lesu, bengkak dan nyeri pada tempat suntikan. Kontraindikasi demam,hamil
Indikasi vaksinasi adalah apabila hendak mengunjungi daerah endemik, orang yang
terpapar tifoid serta petugas kesehatan. Mengkonsumsi makanan sehat agar
meningkatkan daya tahan tubuh, memberikan pendidikan kesehatan untuk menerapkan
prilaku hidup bersih dan sehat dengan cara budaya cuci tangan yang benar dengan
memakai sabun, peningkatan higiene makanan dan minuman berupa menggunakan caracara yang cermat dan bersih dalam pengolahan dan penyajian makanan, sejak awal
Daftar Pustaka
WHO, 2003, Background Document: The Diagnosis, Treatment And Prevention Of
Typhoid Fever. World Health Organization: Department Vaccines And
Biologicals, CH-1211 Geneva 27, Switzerland
Kesehatan M. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 364 tahun 2006 tentang Pedoman
Pengendalian Demam Tifoid. In: Kesehatan, editor.: Departemen Kesehatan 2006.
WHO, 2009, Buku Saku Pelayanan Anak Di Rumah Sakit, World Health Organization
2009, Gedung Bina Mulya 1 lt. 9 Kuningan Jakarta.