Anda di halaman 1dari 48

LAPORAN TUTORIAL

SKENARIO C BLOK 21

DISUSUN OLEH

: KELOMPOK 5

TUTOR

: dr. Moretta Pamayanti, SpA

Anusha G Perkas

04011381320081

Citta Ananggadipa Putri

04011381320027

Eko Roharto Harahap

04011181320063

Elisabeth Gerda Sitompul

04011181320011

Fenrizal

04011181320077

Ha Sakinah Se

04011181320027

Indah Meita Said

04011381320031

Muhammad Firroy Friztanda

04011381320007

Naurah Nazhifah

04011381320011

Revana Pramudita Khairunisa

04011381320001

Shafira Amalia

04011381320049

Ummi Rahmah

04011181320107

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
TAHUN 2015
KATA PENGANTAR
1

Puji syukur penulis haturkan kepada Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya penulis
dapat menyelesaikan laporan tutorial yang berjudul Laporan Tutorial Skenario C Blok 21 sebagai
tugas kompetensi kelompok. Shalawat beriring salam selalu tercurah kepada junjungan kita, nabi
besar Muhammad SAW, beserta para keluarga, sahabat, dan pengikutnya hingga akhir zaman.
Laporan tutorial ini bertujuan untuk memenuhi tugas Blok 21 yang merupakan bagian dari
sistem pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya. Penulis menyadari bahwa
laporan tutorial ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun guna kesempurnaan materi dan perbaikan di masa yang akan datang.
Dalam penyelesaian laporan tutorial ini, penulis banyak mendapat bantuan, bimbingan dan
saran.Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala amal yang diberikan kepada
semua orang yang telah mendukung penulis dan semoga bermanfaat dalam perkembangan ilmu
pengetahuan.Semoga kita selalu dalam lindungan Allah SWT.Amin.

Palembang, 19 November 2015

Penulis

DAFTAR ISI
2

Kata Pengantar
Daftar Isi...
Bab I Pendahuluan

2
3

1.1 Latar Belakang.


1.2 Maksud dan Tujuan

4
4

Bab II Pembahasan
2.1 Skenario Kasus..
5

2.2 Paparan
I. Klarifikasi Istilah
II. Identifikasi Masalah.
III. Analisis Masalah
IV. Hipotesis....
V. Kerangka Konsep.
VI. Kesimpulan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

6
7
8
16
27
28

Bab III Learning issues


3.1 Gangguan Bipolar......
3.2 Neurotransmitter dan hormone..
3.3 Psikofarmaka dan Psikoterapi

28
41
47

Daftar Pustaka . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

49

BAB I
3

PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Blok Jiwa dan Fungsi Luhur adalah Blok 21 pada Semester 5 dari Kurikulum Berbasis
Kompetensi (KBK) Pendidikan Dokter Umum Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya
Palembang. Pada kesempatan ini dilaksanakan tutorial studi kasus sebagai bahan
pembelajaran untuk menghadapi tutorial yang sebenarnya pada waktu yang akan datang.
1.2 MAKSUD DAN TUJUAN
Adapun maksud dan tujuan dari materi tutorial ini, yaitu :
1. Sebagai laporan tugas kelompok tutorial yang merupakan bagian dari sistem
pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang.
2. Dapat menyelesaikan kasus yang diberikan pada skenario dengan metode analisis dan
pembelajaran diskusi kelompok.
3. Tercapainya tujuan dari metode pembelajaran tutorial dan memahami konsep dari
skenario ini.

BAB II
4

PEMBAHASAN
2.1 SKENARIO C
NY. SST umur 32 tahun seorang ibu rumah tangga masuk ke UGD RSJ Ernaldi Bahar Palembang karena
sering keluyuran dan tidak mau tidur. Dua tahun yang lalu, terdapat perubahan perilaku yang sedih,
mengisolasi diri, tidak bisa mengurus diri, dan bicara terbatas. 1,5 tahun yang lalu, pasien cenderung normal.
Satu tahun yang lalu, keluarga mengeluh pasien mulai banyak bicara, selalu gembira, frekuensi tidur
berkurang, banyak bergerak dan mudah tersinggung. Pasien mengatakan ada suara-suara yang memuji
dirinya, serta berkeyakinan bahwa dirinya adalah yang penting di negeri ini. Kemudian kemunduran makin
hebat, pasien tidak bisa mengurus diri, tidak mau makan dan minum, serta tidak tidak tidur dan sering
keluyuran.
Menurut keluarga ada masalah yang menjadi pemicu perubahan perilaku ini yaitu pasien bertengkar
dengan adik kandung.
Pada autoanamnesis pasien tidak bisa duduk diam, banyak bergerak, banyak bicara, dan susah
dihentikan. Jika ditanya, jawaban pasien sangat panjang bahkan banyak tidak berhubungan dengan
pertanyaan.
Riwayat perkawinan baik. Ada riwayat gangguan afektif dalam keluarga, dan kepribadian premorbid
terdapat gangguan kepribadian emosional tidak stabil.
Pemeriksaan fisik normal.
GAF Scale 40-31 saat pemeriksaan.
Kesimpulan pemeriksaan psikiatrik:
Psikopatologi discriminative insight terganggu, terdapat gangguan asosiasi flight of ideas, halusinasi
auditrorik (+), waham grandiose (+), logore.
RTA terganggu.

2.2 Paparan
I. Klarifikasi Istilah
No

Istilah

Pengertian

.
1

Keluyuran

pergi kemana-mana tampa tujuan tertentu

Mengisolasi diri

perilaku menarik diri dari lingkungan dan masyarakat

Gangguan afektif

gangguan pada afeksi atau emosi dan mood atau suasana hati pada

Kepribadian

seseorang
kepribadian yang terjadi sebelum berkembangnya penyakit

premorbid
GAF Scale

global assessment of functioning merupakan skala penetuan dalam menilai


derajat kemampuan seseorang berupa fungsi sosial, pekerjaan, dan

Psikopatologi

psikologi.
kemampuan individu memahami perbedaan dirinya sendiri baik mengenai

discriminative

kemampuannya, keterbatasannya, cita-citanya, dll

insight
Gangguan

kelainan arus pikiran dimana penderita berbicara dengan sangat cepat dari

asosiasi flight of

satu topik ke topik lainnya.

ideas
Halusinasi

sikap pasien yang dapat mendengar suara membicarakan, mengejek,

auditorik
Waham

menertawakan, atau mengancam padahal tidak ada suara.


memiliki keyakinan mempunyai kekuasaan dan kekuatan luar biasa.

10

grandiose
Logore

banyak berbicara

11

RTA

Reality Testing Ability. Pemeriksaan yang digunakan untuk mengetahui

gangguan jiwa psikotik dan non psikotik.

II. Identifikasi masalah


6

Identifikasi
Keluhan utama

NY. SST umur 32 tahun seorang ibu rumah tangga


masuk ke UGD RSJ Ernaldi Bahar Palembang

Keluhan tambahan

karena sering keluyuran dan tidak mau tidur


Pasien mengatakan ada suara-suara yang
memuji dirinya, serta berkeyakinan bahwa dirinya
adalah yang penting di negeri ini. Kemudian
kemunduran

makin

hebat,

pasien

tidak

bisa

mengurus diri, tidak mau makan dan minum, serta


tidak tidak tidur dan sering keluyuran.
Pada autoanamnesis pasien tidak bisa duduk
diam, banyak bergerak, banyak bicara, dan susah
dihentikan. Jika ditanya, jawaban pasien sangat
panjang bahkan banyak tidak berhubungan dengan
pertanyaan.

Riwayat perjalanan penyakit

Dua tahun yang lalu, terdapat perubahan perilaku


yang sedih, mengisolasi diri, tidak bisa mengurus
diri, dan bicara terbatas. 1,5 tahun yang lalu, pasien
cenderung normal. Satu tahun yang lalu, keluarga
mengeluh pasien mulai banyak bicara, selalu
gembira, frekuensi tidur berkurang, banyak bergerak

Riwayat sosial

dan mudah tersinggung


Menurut keluarga ada masalah yang menjadi

Riwayat keluarga

pemicu

Riwayat perkawinan

bertengkar dengan adik kandung.

perubahan

perilaku

ini

Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik normal.

Pemeriksaan Psikiatrik

Psikopatologi

yaitu

discriminative

pasien

insight

terganggu, terdapat gangguan asosiasi flight of ideas,


halusinasi auditrorik (+), waham grandiose (+),
logore.
RTA terganggu.

Pemeriksaan Tambahan

GAF Scale 40-31 saat pemeriksaan

III. Analisis Masalah

1.

NY. SST umur 32 tahun seorang ibu rumah tangga masuk ke UGD RSJ Ernaldi
Bahar Palembang karena sering keluyuran dan tidak mau tidur
7

a) Bagaimana hubungan usia, jenis kelamin, dan pekerjaan pada kasus?


Jawaban
:
Biasanya gangguan bipolar terjadi pada usia 5 atau 6 tahun 50 tahun, tidak ada hubungan
jenis kelamin karena mempunyai kemungkinan yang sama. Berdasarkan faktor psikososial,
pengangguran 3 kali lipat lebih mungkin mengalami episode depresi, namun tidak menutup
kemungkinan terjadi episode mania.

b) Bagaimana interpretasi, penyebab dan mekanisme abnormal dari keluhan sering


keluyuran dan tidak mau tidur?
Jawaban
:
Pada kasus ini, pasien mengalami gangguan/ fungsi otak tidak terlalu baik dalam
pemrosesan rasa cemas dan takut. Akibat perasaan yang terlalu bahagia atau bersemangat
maka, orang tersebut akan lebih memilih terjaga/bekerja dibandingkan istirahat. Pada saat
depresi orang juga akan susah tidur akibat perasaan cemas yng berlebihan atau banyak tidur
karena tidak bersemangat melalukan apapun.
Gejala sering keluyuran terjadi menandakan adanya gejala psokosis berupa
halusinasi. Dimana orang tersebut mengalami halusinasi yang membuat dia keluyuran. Pada
keadaan halusinasi neurotansmitter yang berperan adalah dopamin.

2.

Pasien mengatakan ada suara-suara yang memuji dirinya, serta berkeyakinan


bahwa dirinya adalah yang penting di negeri ini. Kemudian kemunduran makin
hebat, pasien tidak bisa mengurus diri, tidak mau makan dan minum, serta tidak
tidak tidur dan sering keluyuran. Pada autoanamnesis pasien tidak bisa duduk
diam, banyak bergerak, banyak bicara, dan susah dihentikan. Jika ditanya,
jawaban pasien sangat panjang bahkan banyak tidak berhubungan dengan
pertanyaan.
a) Bagaimana interpretasi dan mekanisme dari :
i.
Ada suara-suara yang memuji dirinya
Jawaban :
Hal ini terjadi karena gangguan psikotik dari pasien. Gejala psikotik meliputi
halusinasi, delusi (waham), catatonia, dan gangguan berpikir. Dalam kasus ini, gejala
psikotik terjadi akibat gangguan psikiatrik pada pasien sendiri yaitu bipolar nya. Persepsi
mendengar orang mengobrol dan menyalahkan dirinya adalah akibat dari halusinasi
pendengaran. Sementara itu perasaan berdosa merupakan delusi atau disebut juga waham
paranoid.
Bipolar mengakibatkan psikotik
Salah satu gangguan psikis yang dapat menimbulkan gejala psikotik adalah bipolar.
Jika terjadi pada saat fase depresi, seseorang memang cenderung mengalami halusinasi dan

waham berdosa atau self-blaming, sementara jika terjadi saat fase manic, maka akan
didapati waham grandiosa.
Mekanisme gejala-gejala psikotik
Halusinasi pendengaran terjadi karena adanya aktivitas spontan pada primary
sensory areas, sehingga menyebabkan misinterpretasi oleh secondary sensory areas. Karena
halusinasi berupa pendengaran, maka aktivitas spontan terjadi pada primary auditory cortex.
Setelah itu, semua informasi akan dikirim ke tertiary brain cortex barulah seseorang dapat
menilai apa yang terjadi pada dunianya.
Pada orang dengan gangguan psikotik, terdapat penipisan subtansi gray matter pada
medial temporal kanan, temporal lateral, dan gyrus inferior frontal juga kortex cyngulate.
Gejala psikotik dipercaya berhubungan dengan 5-HT2A receptor yang jika teraktivasi akan
menyebabkan gejala halusinasi. Psikotik juga amat berhubungan dengan neurotransmitter
dopamine. Menurut beberapa penelitian terdahulu, peningkatan dopamine di mesolimbic
pathway menyebabkan aktivitas spontan pada primary korteks yang tidak korelatif dengan
korteks-korteks lainnya.
Halusinasi suara yang terjadi pada kasus sebenarnya adalah generally internal
speech atau pembicaraan yang dikarang-karang oleh pikiran penderita yang dianggap
berasal dari dunia luar oleh otak (mislabeled). Halusinasi yang berkelanjutan ini
menyebabkan otak penderita pada akhirnya memunculkan ide /thought

yang menjadi

keyakinan. Hal inilah yang menjadi delusi atau waham merasa bersalah dan berdosa pada
pasien hingga mempengaruhi kognitif dan kepribadiannya.
ii.

Berkeyakinan dirinya orang penting di negeri ini


Jawaban :
Gangguan bipolar merupakan penyakit yang mempengaruhi otak. Pada otak terjadi
proses penyampaian pesan secara kimiawi(neurotransmitter) yang akan meneruskan
pesan sekitar otak. Pada penderita gangguan bipolar, produksi neurotransmitter-dopamin
berlebihan, sedangkan kadar dopamin tersebut berperan penting pada perasan senang
dan pengalaman mood yang berbeda. Bila kadar dopamine tidak seimbang atau
berlebihan atau kurang penderita mengalami gejala positif yaitu berkeyakinan dirinya
orang penting di negeri ini.

iii.

Tidak bisa mengurus diri, tidak mau makan minum


Jawaban :
Apabila sudah masuk tahap ini, maka bisa dikatakan pasien sedang masuk ke dalam
episode depresi. Pasien menjadi tidak bersemangat dalam hidpnya dan terdapat
perubahan nafsu makan.

iv.

Tidak bisa duduk diam, banyak bicara, banyak bergerak, dan susah dihentikan
Jawaban :
Keluhan diatas menunjukan bahwa episode yang sedang dialami adalah episode
mania. Episode mania dipengaruhi oleh peningkatan 5-HT, dopamine, dan NE. Menurut
teori kation dan membrane, perubahan kalsium ekstrasel dan intrasel dapat
memengaruhi pelepasan dopamine, norepinephrine, dan 5-HT yang mengganggu
9

eksitabilitas saraf kemudian akan memengaruhi variasi perasaan dan switch dari depresi
ke mania, begitupun sebaliknya.
v.

Jika ditanya jawaban pasien sangat panjang bahkan tidak berhubungan dengan
pertanyaan
Jawaban :

Dopamine meningkat episode manic Jika ditanya jawaban pasien sangat


panjang bahkan tidak berhubungan dengan pertanyaan

3.

Dua tahun yang lalu, terdapat perubahan perilaku yang sedih, mengisolasi diri,
tidak bisa mengurus diri, dan bicara terbatas. 1,5 tahun yang lalu, pasien
cenderung normal. Satu tahun yang lalu, keluarga mengeluh pasien mulai banyak
bicara, selalu gembira, frekuensi tidur berkurang, banyak bergerak dan mudah
tersinggung
a) Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal dari:
Sedih, mengisolasi diri, tidak bisa mengurus diri, dan bicara terbatas
Jawaban

Pada kasus ini, pasien tidak bisa mengurus diri dan bicara terbatas menandakan adanya
ketidak-minatan/ hilangnya minat pasien melakukan hal-hal yang biasa dia lakukan.
Pada keadaan ini, pasien berada pada episode depresi.
b) Bagaimana interpretasi dari mulai banyak bicara, selalu gembira, frekuensi tidur
berkurang, banyak bergerak, dan mudah tersinggung?
Jawaban
:
Pada gangguan bipolar terdapat episode berupa mania. Hal ini disebabkan karena
adanya peningkatan dari neurotransmitter berupa dopamine sehingga terjadi gangguan pada
BAS dimana tampak dari banyak bicara, banyak bergerak, selalu gembira, frekuensi tidur
kurang, dan mudah tersinggung.
Gangguan bipolar merefleksikan adanya gangguan pada sistem motivasional yang
disebut dengan behavioral activation system atau BAS. BAS memfasilitasi kemampuan
manusia unuk mendekati atau memperoleh reward dari lingkungannya dan ini telah
dikaitkan dengan positive emotional states, karakteristik kepribadian seperti ekstrovert,
peningkatan energi, dan berkurangnya kebutuhan untuk tidur. Secara biologis, BAS diyakini
terkait dengan jalur syaraf dalam otak yang melibatkan dopamine neurotransmitter dan juga
terkait dengan perilaku untuk memperoleh reward. Peristiwa kehidupan yang melibatkan
pencapaian tujuan atau reward diprediksi meningkatkan simtom mania. Sedangkan peristiwa
positif lainnya tidak terkait dengan perubahan pada simtom mania, dan pencapaian tujuan
tidak terkait dengan perubahan dalam simtom depresi. Dengan demikian, BAS dan
manifestasi perilakunya, yaitu pencapaian tujuan diasosiasikan dengan simtom mania dari
gangguan bipolar.
c) Bagaimana mekanisme dari episode penyakit yang fluktuatif pada kasus ini?
Jawaban
:
10

Terdapat pengamatan klinis yang bertahan lama bahwa peristiwa hidup yang penuh
tekanan lebih sering timbul mendahului episode gangguan mood yang mengikuti. Hubungan
ini telah dilaporkan untuk pasien gangguan depresi berat dan gangguan bipolar I. Sebuah
teori yang diajukan untuk menerangkan pengamatan ini adalah bahwa stress yang menyertai
episode pertama mengakibatkan perubahan yang bertahan lama di dalam biologi otak.
Faktor stress pada kasus ini kemungkinan disebabkan pasien bertengkar dengan adik
kandung. Perubahan yang bertahan lama ini dapat menghasilkan perubahan keadaan
fungsional berbagai neurotransmitter dan sistem pemberian sinyal intraneuron, perubahan
yang bahkan dapat mencakup hilangnya neuron dan berkurangnya kontak sinaps yang
berlebihan. Akibatnya seseorang memiliki resiko tinggi mengalami gangguan episode mood
berikutnya bahkan tanpa stresor eksternal.

4.

Menurut keluarga ada masalah yang menjadi pemicu perubahan perilaku ini yaitu
pasien bertengkar dengan adik kandung.
Pemeriksaan fisik normal.
a) Bagaimana hubungan riwayat pasien bertengkar dengan adik kandung dengan kasus?
Jawaban
:
Salah satu etiologi psikologis pada kasus ganggua mood adalah stress. Situasi
yang penuh tekanan amat mungkin menjadi pemicu gangguan mood untuk pertama
kalinya. Stressor ini menyebabkan perubahan biologis otak jangka panjang, antara lain
meliputi perubahan neurotransmiter, sistem sinyal otak, yang mungkin disebabkan oleh
penurunan jumlah neuron dan jumlah sinaps. Volume hipokampus menyusut pada orang
depresi, terutama mereka yang mengalami trauma yang berat. Stress yang kronis dan
berat bersifat merusak hipokampus. Rusaknya hipokampus terutama terlihat pada gejala
gangguan memori pada pasien depresi.
Ketersediaan serotonin diduga berkaitan dengan gejala depresi. Obat Selectif
serotonin reuptake inhibitor (SSRI), misalnya fluoxetine (prozac) meningkatkan kadar
serotonin pada celah sinaps berhubungan dengan meredanya gejala depresi. Sedangkan
perubahan kadar serotonin diduga mengacaukan menyebabkan instabilitas sistem
katekolamin, memicu episode depresi dan mania pada gangguan bipolar . Dikatakan
bahwa defisit asetil kholin menyebabkan munculnya mania, demikian halnya dengan
penekanan sistem gamma amino butyric acid (GABA).
GABA mempunyai efek menghambat monoamine pathway, sebagian di
mesocortical dan mesolimbic sistem . Reduksi GABA tampak pada plasma, CSF, dan
otak pada pasien depresi. Percobaan pada binatang juga menemukan bahwa stress yang
kronis dapat mereduksi dan akhirnya dapat menurunkan tingkatan GABA. Receptor

11

GABA meningkat regulasinya dengan antidepresan, tapi beberapa medikasi GABAergik


mempunyai efek yang lemah sebagai antidepresan

b) Bagaimana hubungan riwayat gangguan afektif dalam keluarga, dan kepribadian


premorbid terdapat gangguan kepribadian emosional tidak stabil dengan kasus?
Jawaban
:
Menandakan adanya faktor genetik yang meningkatkan resiko 50% anaknya akan
mengalami gangguan afektif juga seperti pada kasus. lalu kepribadian premorbidnya
menunjukan kalau sebelumnya pasien memang sudah mempunyai gangguan afektif yang
sekarang masuk ke kategori bipolar
c) Apa saja jenis-jenis gangguan kepribadian?
Jawaban
:
Menurut buku Pedoman Penggolongan Diagnosa Gangguan Jiwa Indonesia (PPDGJ, 1983)
danDiasnogtic Statistical Manual of Mental Disorder(DSM-IV-TR, 2004), gambaran klinis
Gangguan Kepribadian (Personality Disorder) dibagi dalam 13 kategori yaitu sebagai
berikut:
1.

Gangguan

Kepribadian

Psikopatik(Psychopathic/Antisosial

Personality

Disorders)adalah pola gangguan kepribadian yang didominasi oleh ketidakpedulian dan


pelanggaran terhadap tata tertib, norma, etika dan hukum yang berlaku.
2.

Gangguan

Kepribadian

Paranoid (Paranoid

Personality

Disorders) adalah

pola

kepribadian yang didominasi oleh ketidak-percayaan dan kecurigaan terhadap orang


lain disertai rasa dengki.
3.

Gangguan

Kepribadian

Skizoid (Schizoid

Personality

Disorders) adalah

pola

kepribadian yang didominasi oleh pemisahan diri dari pergaulan sosial dan
menyempitnya ekspresi emosional (dingin).
4.

Gangguan Kepribadian Skizotipal (Schizotipal Personality Disorders) adalah pola


kepribadian yang didominasi oleh rasa tidak nyaman dalam hubungan dengan orang
lain, penyimpangan pola pikir (cognitive) atau persepsi dan perilaku yang eksentrik
(aneh).

5.

Gangguan Kepribadian Ambang (Borderline Personality Disorders) adalah pola


kepribadian yang didominasi oleh ketidak-stabilan dalam hubungan pergaulan sosial,
citra diri(self-image), alam perasaan (affects) dan tindakan yang tiada terduga serta
menyolok (marked impulsitivy).

6.

Gangguan

Kepribadian

Histerik (Histrionic

Personality Disorders) adalah

pola

kepribadian yang didominasi oleh emosi yang berlebihan dan mencari perhatian.
7.

Gangguan Kepribadian Narsistik (Narcissistic Personality Disorders) adalah pola


kepribadian yang didominasi oleh perasaan dirinya hebat, senang dipuji dan dikagumi
serta tidak ada rasa empati (tidak punya perasaan).

8.

Gangguan Kepribadian Menghindar (Avoidant Personality Disorders) adalah pola


kepribadian yang didominasi oleh hambatan sosial, perasaan tidak percaya diri dan
12

sangat sensitif terhadap hal-hal yang negatif.


9.

Gangguan Kepribadian Astenik (Dependent Personality Disorders) adalah pola


kepribadian

yang

didominasi

oleh

ketidak-mampuan

untuk

berdiri

sendiri,

ketergantungan terhadap orang lain dan keinginan untuk selalu dilayani.


10. Gangguan

Kepribadian

Disorders)adalah

pola

Anankastik (Obsessive-Compulsive

kepribadian

yang

didominasi

oleh

Personality
pikiran

yang

terpaku (preoccupation) terhadap kebiasaan sehari-hari, kontrol diri yang kuat dan
serba ingin sempurna (perfectionism).
11. Gangguan Kepribadian Siklotimik (Affective Personality Disorders) adalah pola
kepribadian yang didominasi gangguan alam perasaan (affective) yang ditandai oleh
gejala gembira berlebihan dan sedih berlebihan.
12. Gangguan Kepribadian Eksplosif (Explossive Personality Disorders) adalah pola
kepribadian yang didominasi oleh hilangnya pengendalian emosi (agresif) yang
mengakibatkan tindakan kekerasan dan kerusakan harta benda.
13. Gangguan Kepribadian Pasif-Agresif (Passive-Agressive Personality Disorders)adalah
pola kepribadian yang didominasi oleh perilaku yang tidak wajar terhadap pekerjaan
maupun pergaulan sosial, msialnya berlambat-lambat, mengulur waktu dengan alasan
lupa.

5.

Psikopatologi discriminative insight terganggu, terdapat gangguan asosiasi flight of


ideas, halusinasi auditrorik (+), waham grandiose (+), logore.
RTA terganggu.
a) Bagaimana cara pemeriksaan RTA?
Jawaban
:
Kemampuan seseorang untuk menilai realitas. Kemampuan ini akan menentukan
persepsi, respons emosi dan dalam berelasi dengan realitas kehidupan. Kekacauan perilaku,
waham, dan halusinasi adalah salah satu contoh penggambaran gangguan berat dalam
kemampuan menilai realitas (Reality Testing of Ability).
Bagian status mental ini menyimpulkan kesan psikiater tentang sejauh mana pasien
dapat dipercaya dan kemampuan ntuk melaporkan keadaannya secara akurat. Hal ini
mencakup perkiraan kesan psikiater terhadap kejujuran atau keterusterangan pasien. Contoh:
jika pasien terbuka mengenai penyalahgunaan obat tertentu secara aktif atau mengenai
keadaan yang menurut pasien dapat berpengaruh buruk. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
releabilitas pasien tersebut masih baik/bagus.
b) Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal pada kasus?
Jawaban
:
Faktor seperti faktor genetika, psikososial serta terganggunya fungsi kognitif ,
fungsi emosional / affektif , fungsi konatif ( motorik ) menyebabkan munculnya

psikopatologi seperti :
flight of ideas: pembicaraan yang melompat dari satu topic ke topic lainnya

13

halusinasi auditorik: persepi pendengaran yang salah paling sering dijumpai dapat berupa

bunyi mendenging atau suara bisng yang tidak mempunyai arti, tetapi lebih sering terdengar seperti
sebuah kata atau kalimat yang bermakna.

waham grandiose : keyakinan pada diri sendiri yang berlebihan yang menganggap dirinya
mempunayi kekuasaan/ orang penting.

logore: bicara terus-menerus tanpa ada arti

6.

GAF Scale 40-31 saat pemeriksaan


a)

Bagaimana cara pemeriksaan GAF Scale?


Jawaban
:
Global of Functioning (GAF) Scale. Skala GAF dikenal sebagai skala yang dipakai untuk
mengisi aksis V (DSM-IV) dalam mendiagnosa gangguan jiwa. Skala GAF merupakan suatu
cara untuk menilai drajat tertinggi dari kemampuan, dalam waktu tertentu (tahun lalu dan
sekarang). Alat ini memiliki reabilitas dan validitas yang tertinggi,
Penilaian skala GAF berdasarkan tiga aspek. Dua aspek diantaranya adalah fungsi social,
pekerjaan, dan psikiatri.
Secara klinis penelaahan mengaarah kepada:
Sikap dan prilaku (aktif, hipoaktif, hiperaktif, dsb)
Afek dan emosi (afek yang appropriate, pendataran afek, dsb)
Fungsi kognitif (daya ingat, kemampuan menyusun idea yang koheren serata
penelaahan tentang pengendalian impuls, dsb)
91 100 berfungsi Unggul dalam berbagai kegiatan, masalah hidup sepertinya tidak pernah
keluar dari tangan, dicari oleh orang lain karena-nya atau banyak kualitas nya positif. Tidak
ada gejala.

81 90 gejala Absen atau minimal (misalnya, kecemasan ringan sebelum ujian), berfungsi
baik di semua bidang, tertarik dan terlibat dalam berbagai kegiatan, sosial yang efektif,
umumnya puas dengan kehidupan, tidak lebih dari masalah sehari-hari atau masalah
(misalnya , argumen sesekali dengan anggota keluarga).
71 80 Jika gejala yang hadir, mereka bersifat sementara dan diharapkan juga reaksi
terhadap stresor psikososial (misalnya, sulit berkonsentrasi setelah pertengkaran keluarga);
tidak lebih dari penurunan sedikit dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau sekolah (misalnya,
sementara tertinggal dalam sekolah).
61 70 Beberapa gejala ringan (misalnya, perasaan depresi dan insomnia ringan) ATAU
beberapa kesulitan dalam sosial, fungsi kerja, atau sekolah (misalnya, bolos sesekali, atau
pencurian dalam rumah tangga), tetapi umumnya berfungsi cukup baik, memiliki beberapa
hubungan interpersonal yang bermakna .

14

51 60 gejala Sedang (misalnya, mempengaruhi datar dan berbicara langsung, serangan


panik sesekali) ATAU kesulitan moderat dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau sekolah
(misalnya, beberapa teman, konflik dengan teman sebaya atau rekan kerja).
41 50 gejala Berat (misalnya, keinginan bunuh diri, ritual obsesional parah, mengutil
sering) ATAU setiap gangguan yang serius dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau sekolah
(misalnya, tidak ada teman, tidak mampu mempertahankan pekerjaan).
31 40 kerusakan Beberapa dalam pengujian realitas atau komunikasi (misalnya, bicara
pada waktu yang tidak logis, jelas, atau tidak relevan) ATAU penurunan besar di beberapa
daerah, seperti pekerjaan atau sekolah, hubungan keluarga, penilaian, berpikir, atau suasana
hati (misalnya, depresi menghindari teman pria, mengabaikan keluarga, dan tidak mampu
bekerja; anak sering memukuli anak-anak muda, adalah pemberontak di rumah, dan gagal di
sekolah).

21 30 Perilaku sangat dipengaruhi oleh delusi atau halusinasi ATAU gangguan yang serius,
dalam komunikasi atau penilaian (misalnya, kadang-kadang membingungkan, bertindak
terlalu tidak tepat, keasyikan bunuh diri) ATAU ketidakmampuan untuk berfungsi dalam
hampir semua bidang (misalnya, tetap di tempat tidur sepanjang hari, tidak ada pekerjaan,
rumah, atau teman)
11 20 Beberapa bahaya menyakiti diri sendiri atau orang lain (misalnya, bunuh diri
mencoba tanpa harapan yang jelas kematian; seringkali kekerasan; kegembiraan manik)
ATAU sesekali gagal untuk menjaga kebersihan pribadi minimal (misalnya, kotorannya)
ATAU penurunan kotor dalam komunikasi (misalnya, sebagian besar tidak koheren atau
bisu).
1 10 bahaya Persistent sangat menyakiti diri sendiri atau orang lain (misalnya, kekerasan
berulang) ATAU ketidakmampuan gigih untuk menjaga kebersihan pribadi minim tindakan
bunuh diri ATAU serius dengan harapan yang jelas tentang kematian.
0 Informasi yang inadekuat
b)

Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal dari GAF Scale 40-31?


Jawaban
:
31 40 kerusakan Beberapa dalam pengujian realitas atau komunikasi (misalnya, bicara
pada waktu yang tidak logis, jelas, atau tidak relevan) ATAU penurunan besar di beberapa
daerah, seperti pekerjaan atau sekolah, hubungan keluarga, penilaian, berpikir, atau suasana
hati (misalnya, depresi menghindari teman pria, mengabaikan keluarga, dan tidak mampu
15

bekerja; anak sering memukuli anak-anak muda, adalah pemberontak di rumah, dan gagal di
sekolah).

IV. Hipotesis
Ny. SST, umur 32 tahun, seorang ibu rumah tangga menderita gangguan bipolar.
a. Bagaimana cara mendiagnosis kasus?
Jawaban
:
Anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan tambahan. Berdasarkan DSM-IV-TR
klasifikasi gangguan bipolar adalah sebagai berikut:
1. Gangguan bipolar I
Ditandai oleh satu atau lebih episode manik atau campuran yang biasanya disertai oleh
episode-episode depresi mayor;
2. Gangguan bipolar II
Gambaran utama ditandai oleh terjadinya satu atau lebih episode depresi mayor yang disertai
oleh paling sedikit satu episode hipomanik;
3. Gangguan siklotimik
Ditandai paling sedikit dua tahun dari sejumlah periode waktu gejala hipomanik yang tidak
memenuhi kriteria episode manik dan sejumlah periode gejala depresif yang tidak memenuhi
kriteria depresif mayor;
4.

Gangguan bipolar yang tidak terinci


Gangguan ini mencakup gambaran bipolar yang tidak memenuhi kriteria di atas.

b. Apa diagnosis banding pada kasus?


Jawaban
:
Bipolar
Depresi
Skizofrenia.
Diagnosis skizofrenia membutuhkan dua atau lebih hal-hal berikut :
waham, halusinasi, inkoherensi, katatonik, gejala negative. Menurut kriteria
diagnosis Skizofrenia DSM-IV TR poin ke-4 atau D, diagnosis skizofrenia
hanya

dapat

ditegakkan

jika

gangguan

mood

telah

disingkirkan

kemungkinannya dengan tidak adanya gejala mood (manic atau depresif) atau
gejala mood jauh lebih singkat.

Skizoafektif.
skizoafektif (perpaduan gejala skizo dan afek/mood). Namun sayangnya, pada
kriteria diagnostic skizoafektif, pada pasien harus ditemukan suatu periode (minimal
16

2 minggu) di mana hanya waham dan halusinasi yang ditemukan, tanpa gejala
mood yang menonjol.

Siklotimia.
Namun, menurut kriteria diagnosis siklotimia, mood yang mengalami swining
haruslah depresi dan hipomania, bukan mania, malah gejala mania dan depresif
berat tidak boleh ada. perbedaan hipomania dan mania? Perbedaan utamanya
adalah pada hipomania tidak ada hendaya fungsi sosial yang ditimbulkan
seperti yang ditemukan pada gangguan mania.

Major depressive episode. Tidak didahului atau diikuti episode mania.


Bipolar II. Pada bipolar II, periode elasi (mood yang senang, menggebu-gebu) yang
ditemukan bukanlah episode manic, namun hipomanik. Hipomanik
memiliki gejala yang sama dengan manic, namun dalam taraf yang lebih ringan, dan
tidak menimbulkan hendaya fungsi sosial dan pekerjaan.
c. Apa diagnosis kasus?
Jawaban
:
Aksis I Gangguan afektif bipolar episode manik dengan gejala psikotik
Aksis II emosional tidak stabil
Aksis III tidak ada diagnosis
Aksis IV hubungan dengan saudara kurang baik
Aksis V GAF scale 40-31
d. Apa definisi diagnosis pada kasus?
Jawaban
:
Berdasarkan Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ) III,
gangguan ini bersifat episode berulang yang menunjukkan suasana perasaan pasien dan
tingkat aktivitasnya jelas terganggu, dan gangguan ini pada waktu tertentu terdiri dari
peninggian suasana perasaan serta peningkatan energi dan aktivitas (mania atau
hipomania), dan pada waktu lain berupa penurunan suasana perasaan serta pengurangan
energi dan aktivitas (depresi). Yang khas adalah terdapat penyembuhan sempurna antar
episode. Episode manik biasanya mulai dengan tiba-tiba dan berlangsung antara 2 minggu
sampai 4-5 bulan, sedangkan depresi cenderung berlangsung lebih lama.
Episode pertama bisa timbul pada setiap usia dari masa kanak-kanak sampai tua.
Kebanyakan kasus terjadi pada dewasa muda berusia 20-30 tahun. Semakin dini seseorang
menderita bipolar maka risiko penyakit akan lebih berat, kronik bahkan refrakter.
Tabel 1. Pembagian Gangguan Afektif Bipolar Berdasarkan PPDGJ III (F31)
F31.0 Gangguan afektif bipolar, episode kini hipomanik
F31.1 Gangguan afektif bipolar, episode kini manik tanpa gejala psikotik
F31.2 Gangguan afektif bipolar, episode kini manik dengan gejala psikotik
F31.3 Gangguan afektif bipolar, episode kini depresif ringan atau sedang

17

F31.4 Gangguan afektif bipolar, episode kini depresif berat tanpa gejala psikotik
F31.5 Gangguan afektif bipolar, episode kini depresif berat dengan gejala psikotik
F31.6 Gangguan afektif bipolar, episode kini campuran
F31.7 Gangguan afektif bipolar, kini dalam remisi
F31.8 Gangguan afektif bipolar lainnya
F31.9 Gangguan afektif bipolar yang tidak tergolongkan
e. Bagaimana epidemiologi pada kasus?
Jawaban
:
Dapat dikatakan insiden gangguan bipolar tidak tinggi, berkisar antara 0,3-1,5%.
Namun, angka itu belum termasuk yang misdiagnosis. Risiko kematian terus membayangi
penderita bipolar. Biasanya kematian itu dikarenakan mereka mengambil jalan pintas yaitu
bunuh diri. Risiko bunuh diri meningkat pada penderita bipolar yang tidak diterapi yaitu 5,5
per 1000 pasien. Sementara yang diterapi hanya 1,3 per 1000 pasien.
Gangguan pada lelaki dan perempuan sama, umumnya timbul di usia remaja atau dewasa.
Hal ini paling sering dimulai sewaktu seseorang baru menginjak dewasa, tetapi kasus-kasus
gangguan bipolar telah didiagnosis pada remaja dan bahkan anak- anak.

f.

Bagaimana etiologi pada kasus?


Jawaban
:
Penyebab dan faktor resiko dari gangguan bipolar belum dimengerti secara
keseluruhan.

Tetapi

kondisi

ini

tampaknya

untuk

berhubungan

erat dengan

genetik, karena penyakit ini dapat turun dalam keluarga. Ketidak- seimbangan
dari

unsur

neurotransmitter

otak

juga

tampaknya

memegang peranan

penting.

Menurut hasil penelitian NIMH (National Institute of Mental Health), tidak ada
penyebab tunggal dari gangguan bipolar, sebaliknya, banyak faktor yang bekerja secara
bersama-sama untuk menghasilkan gangguan tersebut
Dalam usaha memahami etiologi gangguan bipolar, para peneliti terus melakukan
penelitian untuk mencari hubungan antara manifestasi penyakit yang sangat kompleks
dengan dasar biologinya. Gangguan bipolar dihubungkan dengan berbagai gangguan otak
seperti gangguan struktur, fungsi, kimia, neurokimia, neuroendokrin, dan transduksi sinyal
otak.9Stres yang terjadi dalam peristiwa kehidupan sering mengawali terjadinya episode
pertama gangguan mood. Peristiwa-peristiwa seperti itu dapat menyebabkan perubahan
neuronal permanen yang menjadi predisposisi pada seseorang bagi terjadinya rentetan
episode gangguan mood.
g. Bagaimana faktor resiko pada kasus?
Jawaban
:
18

1.

Herediter

Jika seorang orang tua mengidap gangguan bipolar maka 27% anaknya memiliki resiko
mengidap gangguan alam perasaan. Bila kedua orangtua mengidap gangguan bipolar maka
75% anaknya memiliki resiko mengidap gangguan alam perasaan. Keturunan pertama dari
seseorang yang menderita gangguan bipolar berisiko menderita gangguan serupa sebesar 7
kali. Bahkan risiko pada anak kembar sangat tinggi terutama pada kembar monozigot (4080%), sedangkan kembar dizigot lebih rendah, yakni 10-20%2. (kaplan, 2010)
2.

Peristiwa kehidupan dan stress lingkungan

Satu pengamatan klinis yang telah lama yang telah direplikasi adalah bahwa peristiwa
kehidupan yang menyebabkan stress lebih sering mendahului episode pertama gangguan
suasana perasaan daripada episode selanjutnya. Hubungan tersebut telah dilaporkan untuk
pasien gangguan depresif berat dan gangguan bipolar I. (Kaplan, 2010)
3. Ras
4. Perempuan dan laki-laki sama
5. Usia berkisar dari 5 tahun sampai 50 tahun atau lebih dengan usia rentan 30 tahun
h. Bagaimana psikopatologi pada kasus?
Jawaban
:
Dahulu virus sempat dianggap sebagai penyebab penyakit ini. Serangan virus pada
otak berlangsung pada masa janin dalam kandungan atau tahun pertama sesudah kelahiran.
Namun, gangguan bipolar bermanifestasi 15-20 tahun kemudian. Telatnya manifestasi itu
timbul karena diduga pada usia 15 tahun kelenjar timus dan pineal yang memproduksi
hormon yang mampu mencegah gangguan psikiatrik sudah berkurang 50%. 2
Penyebab gangguan Bipolar multifaktor. Mencakup aspek bio-psikososial. Secara
biologis dikaitkan dengan faktor genetik dan gangguan neurotransmitter di otak. Secara
psikososial dikaitkan dengan pola asuh masa kana-kanak, stres yang menyakitkan, stres
kehidupan yang berat dan berkepanjangan, dan banyak lagi faktor lainnya. 4
Didapatkan fakta bahwa gangguan alam perasaan (mood) tipe bipolar (adanya
episode manik dan depresi) memiliki kecenderungan menurun kepada generasinya, berdasar
etiologi biologik. 50% pasien bipolar mimiliki satu orangtua dengan gangguan alam
perasaan/gangguan afektif, yang tersering unipolar (depresi saja). Jika seorang orang tua
mengidap gangguan bipolar maka 27% anaknya memiliki resiko mengidap gangguan alam
perasaan. Bila kedua orangtua mengidap gangguan bipolar maka 75% anaknya memiliki
resiko mengidap gangguan alam perasaan. Keturunan pertama dari seseorang yang
menderita gangguan bipolar berisiko menderita gangguan serupa sebesar 7 kali. Bahkan
risiko pada anak kembar sangat tinggi terutama pada kembar monozigot (40-80%),
sedangkan kembar dizigot lebih rendah, yakni 10-20%. 2

19

Beberapa studi berhasil membuktikan keterkaitan antara gangguan bipolar dengan


kromosom 18 dan 22, namun masih belum dapat diselidiki lokus mana dari kromosom
tersebut yang benar-benar terlibat. Beberapa diantaranya yang telah diselidiki adalah 4p16,
12q23-q24, 18 sentromer, 18q22, 18q22-q23, dan 21q22. Yang menarik dari studi kromosom
ini, ternyata penderita sindrom Down (trisomi 21) berisiko rendah menderita gangguan
bipolar.2
Sejak ditemukannya beberapa obat yang berhasil meringankan gejala bipolar,
peneliti mulai menduga adanya hubungan neurotransmiter dengan gangguan bipolar.
Neurotransmiter tersebut adalah dopamine, serotonin, dan noradrenalin. Gen-gen yang
berhubungan dengan neurotransmiter tersebut pun mulai diteliti seperti gen yang mengkode
monoamine oksidase A (MAOA), tirosin hidrokilase, dan serotonin transforter (5HTT). 2
Penelitian terbaru menemukan gen lain yang berhubungan dengan penyakit ini yaitu
gen yang mengekspresi brain derived neurotrophic factor (BDNF). BDNF adalah
neurotropin yang berperan dalam regulasi plastisitas sinaps, neurogenesis dan perlindungan
neuron otak. BDNF diduga ikut terlibat dalam mood. Gen yang mengatur BDNF terletak
pada kromosom 11p13. Terdapat 3 penelitian yang mencari tahu hubungan antara BDNF
dengan gangguan bipolar dan hasilnya positif.2
Kelainan pada otak juga dianggap dapat menjadi penyebab penyakit ini. Terdapat
perbedaan gambaran otak antara kelompok sehat dengan penderita bipolar. Melalui
pencitraan magnetic resonance imaging (MRI) dan positron-emission tomography (PET),
didapatkan jumlah substansia nigra dan aliran darah yang berkurang pada korteks prefrontal
subgenual. Tak hanya itu, Blumberg dkk dalam Arch Gen Psychiatry 2003 pun menemukan
volume yang kecil pada amygdala dan hipokampus. Korteks prefrontal, amygdala dan
hipokampus merupakan bagian dari otak yang terlibat dalam respon emosi (mood dan afek). 2
Penelitian lain menunjukkan ekspresi oligodendrosit-myelin berkurang pada otak
penderita bipolar. Seperti diketahui, oligodendrosit menghasilkan membran myelin yang
membungkus akson sehingga mampu mempercepat hantaran konduksi antar saraf. Bila
jumlah oligodendrosit berkurang, maka dapat dipastikan komunikasi antar saraf tidak
berjalan lancar.2
i.

Bagaimana gejala klinis pada kasus?


Jawaban
:
a.
Gejala-gejala dari mania atau episode manic:
Perubahan-Perubahan Suasana Hati
- Periode yang panjang dari perasaan "puncak", atau suasana hati yang sangat gembira

atau ramah
Suasana hati yang sangat teriritasi, agitasi, merasakan "jumpy (gelisah)" atau "wired".
Perubahan-Perubahan Kelakuan

20

Berbicara sangat cepat, melompat dari satu idea ke yang lainnya, mempunyai pemikiran-

pemikiran yang bergegas-gegas


Sangat mudah dikacaukan
Aktivitas-aktivitas yang menuju tujuan yang meningkat, seperti menerima proyek-

proyek baru
Menjadi gelisah
Tidur yang sedikit
Mempunyai kepercayaan yang tidak realistik pada kemampuan-kemampuan seseorang
Berkelakuan secara impulsif dan mengambil bagian pada banyak kelakuan-kelakuan
yang menyenangkan dan berisiko tinggi, seperti membelanjakan sprees, seks yang

impulsif, dan investasi-investasi bisnis yang impulsif.


b. Gejala-gejala dari episode depresi:
Perubahan-Perubahan Suasana Hati
- Periode yang panjang dari perasaan khawatir atau kosong
- Kehilangan minat pada aktivitas-aktivitas yang pernah dinikmati, termasuk seks.
Perubahan-Perubahan Kelakuan

Merasa lelah atau "slowed down"


Mempunyai persoalan-persoalan berkonsentrasi, mengingat, dan membuat keputusan-

keputusan
Menjadi gelisah atau teriritasi
Merubah kebiasaan-kebiasaan makan, tidur, atau yang lain-lain
Memikirkan kematian atau bunuh diri, atau mencoba bunuh diri.
c. Gejala-gejala dari episode hipomania :
Tahap hipomania mirip dengan mania. Perbedaannya adalah penderita yang berada

pada tahap ini merasa lebih tenang seakan-akan telah kembali normal serta tidak
mengalami hallucination dan delusion. Hipomania sulit untuk didiagnosis karena terlihat
seperti kebahagiaan biasa, tapi membawa resiko yang sama dengan mania. Gejala-gejala
dari tahap hipomania bipolar disorder adalah sebagai berikut.
1. Bersemangat dan penuh energi, muncul kreativitas.
2. Bersikap optimis, selalu tampak gembira, lebih aktif, dan cepat marah.
3. Penurunan kebutuhan untuk tidur.
d. Gejala-gejala episode campuran (Mixed state episode) :
Dalam konteks bipolar disorder, mixed state adalah suatu kondisi dimana tahap
mania dan depresi terjadi bersamaan. Pada saat tertentu, penderita mungkin bisa
merasakan energi yang berlebihan, tidak bisa tidur, muncul ide-ide yang berlal-lalang di
kepala, agresif, dan panik (mania). Akan tetapi, beberapa jam kemudian, keadaan itu
berubah menjadi sebaliknya. Penderita merasa kelelahan, putus asa, dan berpikiran
negatif terhadap lingkungan sekitarnya. Hal itu terjadi bergantin dan berulang-ulang
dalam waktu yang relatif cepat. Mixed state bisa menjadi episode yang paling
membahayakan penderita bipolar disorder. Pada episode ini, penderita paling banyak
memiliki keinginan untuk bunuh diri karena kelelahan, putus asa, delusion, dan
hallucination.

21

j.

Bagaimana penatalaksanaan pada kasus?


Jawaban
:
Farmakoterapi
a.
-

Penatalaksanaan

Kedaruratan

Agitasi

Akut

Pada

Gangguan

Bipolar

LiniI:
Injkesi IM Aripiprazol efektif untuk pengobatan agitasi pada pasien dengan episode

mania atau campuran akut. Dosis adalah 9,75mg/injeksi. Dosis maksimum adalah
29,25mg/hari (tiga kali injeksi per hari dengan interval dua jam). Berespons dalam 45-60
menit.
-

Injeksi IM Olanzapin efektif untuk agitasi pada pasien dengan episode mania atau

campuran akut. Dosis 10mg/ injeksi. Dosis maksimum adalah 30mg/hari. Berespons dalam
15-30 menit. Interval pengulangan injeksi adalah dua jam. Sebanyak 90% pasien menerima
hanya satu kali injeksi dalam 24 jam pertama. Injeksi lorazepam 2 mg/injeksi. Dosis
maksimum lorazepam 4mg/hari. Dapat diberikan bersamaan dengan injeksi IM Aripiprazol
atau Olanzapin. Jangan dicampur dalam satu jarum suntik karena mengganggu stabilitas
antipsikotika.
Lini II:
- Injeksi IM Haloperidol yaitu 5 mg/kali injeksi. Dapat diulang setelah 30 menit. Dosis
maksimum adalah 15 mg/hari.
- Injeksi IM Diazepam yaitu 10 mg/kali injeksi. Dapat diberikan bersamaan dengan injeksi
haloperidol IM. Jangan dicampur dalam satu jarum suntik.
b. Penatalaksanaan Gangguan Bipolar
Sudah lebih dari 50 tahun Lithium digunakan sebagai terapi gangguan
Bipolar. Keefektifitasananya telah terbukti dalam mengobati 60-80 % psie. Pamornya
semakin berkibar kaeran dapat menekan ongkos perawtan dan angka kematian akibat bunuh
diri. Tapi bukan tanpa cela. Teradapat segelintir orang yang kurang memberi respon terhadap
Lithium di antaranya penderita dengan riwayat cidera kepala, mania derajat berat (dengan
gejala psikotik), dan yang disertai dengan komorbid. Bila penggunaannya dientikan tibatiba, penderita cepat mengalami relaps. Selain itu indeks terapinya sempit dan perlu monitor
ketat kadar Lithium dalam darah. Gangguan ginjal menjadi kontraindikasi pengguanaan
lithium karena akan menghambat proses eliminasi sehingga menghasilkan kadar toksik.
Disamping itu, pernah juga dilaporkan lithium dapat merusak ginjal bila digunakan dalam
jangka

lama.

Karena

itulah,penggunaan

Lithium

mulai

ditinggalkkn.

Antipsikotik mulai digunakan sebagai anti manik sejak tahun 1950-an. Antipsikotik lebih
baik daripada lithium pada penderita Bipolar dengan agitasi psikomotor. Perhatian ekstra
harus dilakukan bila hendak merencanakan pemberian antipsikotik jangka panjang terutama
generasi pertama (golonga tipikal) sebab dpat menimbulkan beberapa efek samping seperti
ekstrapiramidal, sindrom neurotik malingna, dan tardive dyskinesia.
Valproat menjadi pilihan ketika pasien Bipolar tidak member respon terhadap
Lithium. Bahkan Valproat mulai menggeser domniasi Lithium sebagai regimen lini pertama.
22

Salah satu kelebihan Valproat adalah memberikan respon yang baik pada kelompok rapid
cycler. Penderita Bipolar digolongkan rapid cycler bila dalam 1 tahun mengalami 4 atau
lebih episode manik atau depresi. Efek terapeutik tercapai pada kadar optimal dalam darah
yaitu 60-90 mg/L. Efek samping dapat timbul ketika kadar melebihi 125 mg/L, diantaranay
mual, berat badan meningkat, gangguan fungsi hati, tremor, sedasi, dan rambut rontok. Dosis
akselerasi Valproat yang dianjurkan adalah loading dose 30 mg/kg pada 2 hari pertama
dilanjutkan dengan 20 mg/kg pada 7 hari selanjutnya. Pencarian obat alternative terus
diupayakan. Salah satunya adalah Lamotrigine. Lamotrigine merupakan antikonvulsan yang
digunakan

untuk

mengobati

epilepsy.

Beberapa

studi

acak

double-blind

telah

menyimpulkan, Lamotrigine efektif sebagai terapi akut pada gangguan Bipolar episode kini
depresi dan kelompik dapid cycler. Sayangnya Laotrigine kurang baik pada episode manik.
Panduan Obat-Obatan Bipolar berdasarkan British Association of Psychopharmacology
(Journal of Psychopharmacology 2003):

Lithium

Dosis : dosis tunggal 800 mg, malam hari. Dosis direndahkan pada pasien diatas 65 tahun
dan yang mempunyai gangguan ginjal.
Valproat (Divalproate Semisoodium)
Dosis : - rawat inap : dosis inisial 20-30 mg/kg/hari.
- rawat jalan dosis inisial 500 mg, titrasi 250 mg/hari.
- dosis maksimum 60 mg/kg/hari.

Karbamazepin

Dosis : - Dosis inisial 400 mg.


-

Dosis maintenance 200-1600 mg/hari

Lamotrigine

Dosis : dosis inisial 25 mg/hari pada 2 minggu pertama, lalu 50 mg pada minggu kedua dan
ketiga. Dosis juga diturunkan setengahnya bila pasien juga mendapat Valproate.
Gangguan Bipolar harus diobati secara kontinyu, tidak boleh putus. Bila putus, fase normal
akan memendek sehingga kekambuhan akan semakin sering. Adanya fase normal pada
gangguan Bipolar sering menngakibatkan buruknya compliance untuk berobat karena dikira
sudah sembuh. Oleh karena itu edukasi sangat penting agar penderita dapat ditangani lebih
dini.(6)

Non Farmakoterapi
1. Konsultasi
23

Konsultasi dengan seorang psikiater atau psikoffarmakologi selalu sesuai bila penderita tidak
menunjukkan respon terhadap terapi konvensional dan medikasi.
2. Aktivitas
Pendeita dengan fase depresi harus didukung untuk melakukan olahraga/aktivitas fisik.
Jadwal aktivitas fisik yang regular harus dibuat. Baik aktivitas fisik dan jadwal yang regular
merupakan kunci untuk bertahan dari penyakit ini.(1,10)
k. Bagaimana komplikasi pada kasus?
Jawaban
:

Karena perubahan suasana hati yang berhubungan dengan gangguan bipolar,


individu dengan kondisi tersebut dapat memiliki masalah dengan tugas sehari-hari
yang normal dan rutinitas. Orang dengan gangguan bipolar dapat mengalami
komplikasi fisik, sosial, dan interpersonal.
Banyak penyakit cenderung hidup berdampingan dengan gangguan bipolar
dan dapat membuat diagnosis atau pengobatan sulit. Kondisi ini termasuk :
- anoreksia
- bulimia
- attention deficit hyperactivity disorder (ADHD)
- gangguan kecemasan, seperti gangguan stres pasca-trauma (PTSD), fobia sosial,
dan gangguan kecemasan umum.
Peningkatan Risiko orang dengan gangguan bipolar juga berisiko lebih tinggi
untuk penyakit atau kondisi berikut :
- migren
- alergi serbuk bunga
- psorias
- eksim
- hipotiroidisme
- asma
- diabetes
- penyakit jantung
- kegemukan
- epilepsy
Komplikasi sosial atau interpersonal
Masalah-masalah berikut ini biasanya terkait dengan atau akibat dari
gangguan bipolar
- pembolosan
- kesulitan atau kegagalan tampil di sekolah atau di tempat kerja
- masalah hubungan
- sering ada masalah dengan hokum
- kesulitan keuangan
Penyalahgunaan alkohol dan zat lainnya juga umum dan berhubungan
dengan peningkatan jumlah rawat inap, memburuknya jalannya gangguan bipolar,
dan keberhasilan pengobatan yang lebih rendah.
Meskipun gejala menghilang secara signifikan antara episode, sebanyak 60
persen orang dengan gangguan bipolar tidak kembali ke tingkat yang berfungsi
24

penuh dan mengalami kesulitan interpersonal, sekolah, atau bekerja bahkan ketika
mereka tidak manik atau depresi. Sebagian besar orang dengan bipolar disorder II
kembali ke tingkat yang berfungsi penuh antara episode.
l.

Bagaimana prognosis pada kasus?


Jawaban
:
Qua ad vitam bonam
Qua ad fungsionam bonam
Qua ad sanasionam dubia et bonam

m. Bagaimana SKDI pada kasus?


Jawaban
:

3A

25

5.

Kerangka konsep
Ny. SST, 32 tahun, ibu rumah tangga

Faktor Pencetus : Genetik dan Stres


lingkungan (bertengkar dengan adik
kandung)

Episode Depresi

Episode Mania

1. Gangguan mood (Menyendiri,


tidak mau makan, emosi)
2. Tidak ada tenaga tidak
banyak bergerak
3. Ide-ide menurun tidak mau
berbicara

1. Mood meningkat (selalu


bergembira )
2. Tenaga meningkat ( banyak
gerak dan tidur berkurang )
3. Ide-ide meningkat ( lagore dan
flight of ideas )
4. Halusinasi auditorik
5. Waham grandiose

Gangguan afektif Bipolar I episode


manik dengan gangguan psikotik

1. Pemeriksaan Fisik
2. GAF Scale 40-31
3. Pemeriksaan psikiatrik
Psikopatologi
insight

1. Farmakologi
Anti-konvulsan
Anti-psikotik tipikal

discriminative

terganggu,

terdapat

2. Non-Farmakologi
Edukasi

gangguan asosiasi flight of


ideas,

halusinasi

auditrorik

(+), waham grandiose (+),


logore.
RTA terganggu.

26

6.

Kesimpulan
Ny. SST, usia 32 tahun, seorang ibu rumah tangga menderita gangguan afektif bipolar I episode
kini manik dengan gangguan psikotik (F31.2)

BAB III
LEARNING ISSUE

LEARNING ISSUE
3.1

Gangguan bipolar
DEFINISI
Gangguan bipolar menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders-Text
Revision edisi ke-4 (DSM-IV-TR) adalah gangguan mood yang terdiri dari paling sedikit
satu episode manik, hipomanik atau campuran yang biasanya disertai dengan adanya riwayat
episode depresi mayor. Epidemiologi Gangguan bipolar merupakan gangguan jiwa berat
yang prevalensinya cukup tinggi. Studi di berbagai negara menunjukkan bahwa risiko untuk
terjadinya gangguan bipolar sepanjang kehidupan adalah sekitar 1-2%.Studi Epidemiologic
Catchment Area (ECA) menemukan bahwa prevalensi sekali seumur hidup gangguan
bipolar adalah antara 0,6%-1,1% (antara 0,8%-1,1% pada pria dan 0,5%-1,3% pada wanita).
ETIOLOGI
Dalam usaha memahami etiologi gangguan bipolar, para peneliti terus melakukan penelitian
untuk mencari hubungan antara manifestasi penyakit yang sangat kompleks dengan dasar
biologinya. Gangguan bipolar dihubungkan dengan berbagai gangguan otak seperti
gangguan struktur, fungsi, kimia, neurokimia, neuroendokrin, dan transduksi sinyal otak.
Stres yang terjadi dalam peristiwa kehidupan sering mengawali terjadinya episode pertama
gangguan mood. Peristiwa-peristiwa seperti itu dapat menyebabkan perubahan neuronal
permanen yang menjadi predisposisi pada seseorang bagi terjadinya rentetan episode
gangguan mood.
Klasifikasi Berdasarkan DSM-IV-TR klasifikasi gangguan bipolar adalah sebagai berikut:
a. Gangguan bipolar I. Ditandai oleh satu atau lebih episode manik atau campuran yang
biasanya disertai oleh episode-episode depresi mayor;
b. Gangguan bipolar II Gambaran utama ditandai oleh terjadinya satu atau lebih episode
depresi mayor yang disertai oleh paling sedikit satu episode hipomanik;
27

c. Gangguan siklotimik Ditandai paling sedikit dua tahun dari sejumlah periode waktu gejala
hipomanik yang tidak memenuhi kriteria episode manik dan sejumlah periode gejala
depresif yang tidak memenuhi kriteria depresif mayor;
d. Gangguan bipolar yang tidak terinci Gangguan ini mencakup gambaran bipolar yang
tidak memenuhi kriteria di atas.
Diagnosis Banding Gangguan bipolar didiagnosis banding dengan cara sebagai berikut:
1. Menyingkirkan kondisi medis umum
Beberapa kondisi medis dapat menginduksi terjadinya mania, termasuk penyakit Cushing
(di mana tubuh menghasilkan kortikosteroid yang berlebih), hipertiroidisme, stroke, epilepsi
lobus temporal, tumor otak (khususnya mempengaruhi ventrikel ketiga), trauma kepala,
infeksi HIV, gangguan jaringan ikat seperti systemic lupus erythematosus atau multiple
sclerosis.
2. Menyingkirkan obat yang dapat menginduksi terjadinya mania Penggunaan obat stimulan
seperti metamfetamin atau kokain dapat menyebabkan terjadinya agitasi, berpikir yang
cepat, flight of ideas atau gejala psikotik yang dengan mudah dapat menjadi episode manik.
Saat pasien sedang menggunakan obat ini crash dan pengalaman mood swing akan
muncul mengikuti perjalanan mood swing yang tampak pada bipolar. Obat antidepresan
dapat menginduksi episode manik pada individu yang rentan terhadap perkembangan
gangguan bipolar. Suatu episode dari mania yang berespons terhadap obat antidepresan
dipertimbangkan sebagai diagnosis dari gangguan bipolar primer. Perbedaannya,
perkembangan mania yang berespon pada obat-obatan lain tidak ditempatkan pada pasien
yang berisiko tinggi pada perkembangan gangguan bipolar. Satu contoh yang paling sering
dari obat-obatan yang terlibat pada mania sekunder adalah prednison, suatu kortikosteroid
yang dapat menyebabkan mania pada beberapa pasien. Simetidin dapat juga menyebabkan
terjadinya mania, psikosis atau depresi. Obat-obatan lain yang terlibat menghasilkan mania
termasuk levodopa (L-Dopa) dan bromocriptine (kemungkinan aksi dasarnya dalam
meningkatkan aktivitas dopaminergik pada otak), obat relaksasi otot seperti baclofen dan
3.

obat antituberkulosis seperti isoniazid.


Menyingkirkan gangguan psikiatri Mood swing merupakan gejala yang sering terdapat
pada beberapa kondisi psikiatri, seperti:
a. Gangguan skizoafektif Pasien yang mengalami gangguan skizoafektif sering mempunyai
riwayat depresi dan episode manik. Bagaimanapun juga, pasien ini mempunyai gejala
psikotik yang kronis dari skizofrenia, seperti delusi dan halusinasi, meskipun selama periode
mood yang normal.
b. Gangguan kepribadian Pasien yang mempunyai gangguan kepribadian kemungkinan
mempunyai mood yang tidak stabil. Hal ini khususnya terjadi pada gangguan kepribadian
kelompok B, yaitu: histrionik, borderline, narsistik dan antisosial. Perubahan mood ini dapat
28

dihubungkan dengan siklotimia, tetapi lebih sering berhubungan dengan faktor lingkungan.
Pasien yang mempunyai gangguan kepribadian sering salah didiagnosis sebagai gangguan
bipolar.
Masalah Psikososial dan Lingkungan Stresor psikososial, yang di dalam DSM-IV-TR
disebut sebagai Masalah Psikososial dan Lingkungan, adalah faktor nonorganik
(predisposisi atau pencetus) yang dapat mempengaruhi timbulnya penyakit. Masalah
psikososial dan lingkungan dicatat pada aksis IV pada diagnosis multiaksial dalam DSM-IVTR. Sistem multiaksial mencakup penilaian pada beberapa aksis, tiaptiap aksis merujuk
kepada bidang informasi yang berbeda yang dapat membantu klinisi merencanakan
penatalaksanaan dan memperkirakan hasilnya. Terdapat 5 aksis pada klasifikasi multiaksial
menurut DSM-IV:
Aksis I : Gangguan Klinis Gangguan Lain yang Menjadi Fokus Perhatian Klinis
Aksis II : Gangguan kepribadian Retardasi Mental
Aksis III : Kondisi Medik Umum
Aksis IV : Masalah Psikososial dan Lingkungan
Aksis V : Penilaian Fungsi Secara Global
Dalam praktik, kebanyakan masalah psikososial dan lingkungan akan ditunjukkan pada
aksis IV, namun apabila masalah psikososial dan lingkungan tersebut menjadi fokus
perhatian utama klinis, maka ia dicatat sebagai aksis I dengan kode yang diambil dari
"Gangguan Lain yang Menjadi Fokus Perhatian Klinis". Untuk mempermudah, masalah
psikososial dan lingkungan tersebut dikelompokkan bersama sesuai kategori:
1. Masalah dengan primary support group, misalnya: kematian anggota keluarga; masalah
kesehatan dalam keluarga; kekacauan keluarga disebabkan oleh perpisahan, perceraian, atau
kerenggangan; pengusiran dari rumah; orang tua menikah lagi; kekerasan secara fisik dan
seksual; proteksi yang berlebihan dari orang tua; menyia-nyiakan anak; disiplin yang lemah;
perselisihan dengan saudara kandung; kelahiran saudara kandung
2. Masalah berkaitan dengan lingkungan sosial, misalnya: kehilangan atau kematian teman;
dukungan sosial yang lemah; hidup sendiri; kesulitan dalam akulturasi; diskriminasi;
penyesuaian pada transisi siklus kehidupan (misalnya masa pensiun)
3. Masalah pendidikan, misalnya: buta huruf, masalah akademis, perselisihan dengan guru
atau teman sekelas; lingkungan sekolah yang tidak memadai
4. Masalah pekerjaan, misalnya: pengangguran, ancaman kehilangan pekerjaan, jadwal kerja
yang membuat stres, kondisi kerja yang sulit; ketidakpuasan pada pekerjaan; perubahan
pekerjaan; perselisihan dengan atasan atau rekan sekerja
5. Masalah perumahan, misalnya: tidak memiliki rumah, perumahan yang tidak layak,
hubungan dengan tetangga yang tidak nyaman, perselisihan dengan tetangga atau pemilik
tanah
6. Masalah ekonomi, misalnya: kemiskinan yang ekstrem; keuangan yang tidak memadai;
dukungan kesejahteraan yang buruk

29

7. Masalah akses ke pelayanan kesehatan, misalnya: pelayanan kesehatan yang tidak


memadai; tidak tersedia alat transportasi ke fasilitas pelayanan kesehatan; asuransi
kesehatan yang tidak cukup
8. Masalah berkaitan interaksi dengan hukum/kriminal, misalnya: penahanan; penuntutan
hukum; korban tindakan kriminal
9. Masalah psikososial dan lingkungan lain, misalnya: terkena bencana alam, perang,
kekerasan lain; perselisihan dengan pengasuh yang bukan anggota keluarga seperti konselor,
pekerja sosial atau dokter; tidak tersedia lembaga pelayanan social
Aksis IV mencakup stresor psikososial yang dapat memicu episode ke tingkat yang lebih
tinggi di awal terjadinya gangguan bipolar dan menjadi menjadi lebih rendah tingkatannya
pada perjalanan penyakit di kemudian hari. Stres yang terjadi dalam peristiwa kehidupan
sering mengawali terjadinya episode pertama gangguan mood. Peristiwa-peristiwa tersebut
dapat menyebabkan perubahan neuronal permanen yang menjadi predisposisi pada
seseorang bagi terjadinya rentetan episode gangguan mood. Stresor yang terdapat pada
manusia bisa disebabkan oleh banyak hal, mulai dari kehilangan orang yang dicintai,
bencana yang tidak terduga (angin topan, tornado, banjir, perang, kecelakaan), dan masalah
keuangan atau bisa juga berupa rangkaian dari pengalaman yang mengganggu dari hari ke
hari.
ETIOPATOFISIOLOGI
Dahulu virus sempat dianggap sebagai penyebab penyakit ini. Serangan virus pada otak
berlangsung pada masa janin dalam kandungan atau tahun pertama sesudah kelahiran.
Namun, gangguan bipolar bermanifestasi 15-20 tahun kemudian. Telatnya manifestasi itu
timbul karena diduga pada usia 15 tahun kelenjar timus dan pineal yang memproduksi
hormon yang mampu mencegah gangguan psikiatrik sudah berkurang 50%.
Penyebab gangguan Bipolar multifaktor. Mencakup aspek bio-psikososial. Secara biologis
dikaitkan dengan faktor genetik dan gangguan neurotransmitter di otak. Secara psikososial
dikaitkan dengan pola asuh masa kana-kanak, stres yang menyakitkan, stres kehidupan yang
berat dan berkepanjangan, dan banyak lagi faktor lainnya.
Didapatkan fakta bahwa gangguan alam perasaan (mood) tipe bipolar (adanya episode
manik dan depresi) memiliki kecenderungan menurun kepada generasinya, berdasar etiologi
biologik.

50%

pasien

bipolar

mimiliki

satu

orangtua

dengan

gangguan

alam

perasaan/gangguan afektif, yang tersering unipolar (depresi saja). Jika seorang orang tua
mengidap gangguan bipolar maka 27% anaknya memiliki resiko mengidap gangguan alam
perasaan. Bila kedua orangtua mengidap gangguan bipolar maka 75% anaknya memiliki
resiko mengidap gangguan alam perasaan. Keturunan pertama dari seseorang yang
menderita gangguan bipolar berisiko menderita gangguan serupa sebesar 7 kali. Bahkan
30

risiko pada anak kembar sangat tinggi terutama pada kembar monozigot (40-80%),
sedangkan kembar dizigot lebih rendah, yakni 10-20%.
Beberapa studi berhasil membuktikan keterkaitan antara gangguan bipolar dengan
kromosom 18 dan 22, namun masih belum dapat diselidiki lokus mana dari kromosom
tersebut yang benar-benar terlibat. Beberapa diantaranya yang telah diselidiki adalah 4p16,
12q23-q24, 18 sentromer, 18q22, 18q22-q23, dan 21q22. Yang menarik dari studi kromosom
ini, ternyata penderita sindrom Down (trisomi 21) berisiko rendah menderita gangguan
bipolar.
Sejak ditemukannya beberapa obat yang berhasil meringankan gejala bipolar, peneliti mulai
menduga adanya hubungan neurotransmiter dengan gangguan bipolar. Neurotransmiter
tersebut adalah dopamine, serotonin, dan noradrenalin. Gen-gen yang berhubungan dengan
neurotransmiter tersebut pun mulai diteliti seperti gen yang mengkode monoamine oksidase
A (MAOA), tirosin hidroksilase, catechol-O- metiltransferase (COMT), dan serotonin
transporter (5HTT).
Penelitian terbaru menemukan gen lain yang berhubungan dengan penyakit ini yaitu gen
yang mengekspresi brain derived neurotrophic factor (BDNF). BDNF adalah neurotropin
yang berperan dalam regulasi plastisitas sinaps, neurogenesis dan perlindungan neuron otak.
BDNF diduga ikut terlibat dalam mood. Gen yang mengatur BDNF terletak pada kromosom
11p13. Terdapat 3 penelitian yang mencari tahu hubungan antara BDNF dengan gangguan
bipolar dan hasilnya positif.
Kelainan pada otak juga dianggap dapat menjadi penyebab penyakit ini. Terdapat perbedaan
gambaran otak antara kelompok sehat dengan penderita bipolar. Melalui pencitraan
magnetic resonance imaging (MRI) dan positron-emission tomography (PET), didapatkan
jumlah substansia nigra dan aliran darah yang berkurang pada korteks prefrontal subgenual.
Tak hanya itu, Blumberg dkk dalam Arch Gen Psychiatry 2003 pun menemukan volume
yang kecil pada amygdala dan hipokampus. Korteks prefrontal, amygdala dan hipokampus
merupakan bagian dari otak yang terlibat dalam respon emosi (mood dan afek).
Penelitian lain menunjukkan ekspresi oligodendrosit-myelin berkurang pada otak penderita
bipolar. Seperti diketahui, oligodendrosit menghasilkan membran myelin yang membungkus
akson sehingga mampu mempercepat hantaran konduksi antar saraf. Bila jumlah
oligodendrosit berkurang, maka dapat dipastikan komunikasi antar saraf tidak berjalan
lancar.
EPIDEMIOLOGI

31

Dapat dikatakan insiden gangguan bipolar tidak tinggi, berkisar antara 0,3-1,5%. Namun,
angka itu belum termasuk yang misdiagnosis. Risiko kematian terus membayangi penderita
bipolar. Biasanya kematian itu dikarenakan mereka mengambil jalan pintas yaitu bunuh diri.
Risiko bunuh diri meningkat pada penderita bipolar yang tidak diterapi yaitu 5,5 per 1000
pasien. Sementara yang diterapi hanya 1,3 per 1000 pasien.
Gangguan pada lelaki dan perempuan sama, umumnya timbul di usia remaja atau dewasa.
Hal ini paling sering dimulai sewaktu seseorang baru menginjak dewasa, tetapi kasus-kasus
gangguan bipolar telah didiagnosis pada remaja dan bahkan anak- anak.
GAMBARAN KLINIS
Berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual (DSM) IV, gangguan bipolar dibedakan
menjadi 2 yaitu gangguan bipolar I dan II. Perbedaannya adalah pada gangguan bipolar I
memiliki episode manik sedangkan pada gangguan bipolar II mempunyai episode
hipomanik. Beberapa ahli menambahkan adanya bipolar III dan bipolar IV namun sementara
ini yang 2 terakhir belum dijelaskan.
Gangguan bipolar I dibagi lagi menjadi beberapa bagian menurut perjalanan longitudinal
gangguannya. Namun hal yang pokok adalah paling tidak terdapat 1 episode manik di sana.
Walaupun hanya terdapat 1 episode manik tanpa episode depresi lengkap maka tetap
dikatakan gangguan bipolar I. Adapun episode-episode yang lain dapat berupa episode
depresi lengkap maupun episode campuran, dan episode tersebut bisa mendahului ataupun
didahului oleh episode manik.
Gangguan bipolar II mempunyai ciri adanya episode hipomanik. Gangguan bipolar II dibagi
menjadi 2 yaitu tipe hipomanik, bila sebelumnya didahului oleh episode depresi mayor dan
disebut tipe depresi bila sebelum episode depresi tersebut didahului oleh episode hipomanik.
Berdasarkan Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ) III, gangguan
ini bersifat episode berulang yang menunjukkan suasana perasaan pasien dan tingkat
aktivitasnya jelas terganggu, dan gangguan ini pada waktu tertentu terdiri dari peninggian
suasana perasaan serta peningkatan energi dan aktivitas (mania atau hipomania), dan pada
waktu lain berupa penurunan suasana perasaan serta pengurangan energi dan aktivitas
(depresi). Yang khas adalah terdapat penyembuhan sempurna antar episode. Episode manik
biasanya mulai dengan tiba-tiba dan berlangsung antara 2 minggu sampai 4-5 bulan,
sedangkan depresi cenderung berlangsung lebih lama.
Episode pertama bisa timbul pada setiap usia dari masa kanak-kanak sampai tua.
Kebanyakan kasus terjadi pada dewasa muda berusia 20-30 tahun. Semakin dini seseorang
menderita bipolar maka risiko penyakit akan lebih berat, kronik bahkan refrakter.
32

Episode manik dibagi menjadi 3 menurut derajat keparahannya yaitu hipomanik, manik
tanpa gejala psikotik, dan manik dengan gejala psikotik. Hipomanik dapat diidentikkan
dengan seorang perempuan yang sedang dalam masa ovulasi (estrus) atau seorang laki-laki
yang dimabuk cinta. Perasaan senang, sangat bersemangat untuk beraktivitas, dan dorongan
seksual yang meningkat adalah beberapa contoh gejala hipomanik. Derajat hipomanik lebih
ringan daripada manik karena gejala- gejala tersebut tidak mengakibatkan disfungsi sosial.
Pada manik, gejala-gejalanya sudah cukup berat hingga mengacaukan hampir seluruh
pekerjaan dan aktivitas sosial. Harga diri membumbung tinggi dan terlalu optimis. Perasaan
mudah tersinggung dan curiga lebih banyak daripada elasi.
Tanda manik lainnya dapat berupa hiperaktifitas motorik berupa kerja yang tak kenal lelah
melebihi batas wajar dan cenderung non-produktif, euphoria hingga logorrhea (banyak
berbicara, dari yang isi bicara wajar hingga menceracau dengan 'word salad'), dan biasanya
disertai dengan waham kebesaran, waham kebesaran ini bisa sistematik dalam artian
berperilaku sesuai wahamnya, atau tidak sistematik, berperilaku tidak sesuai dengan
wahamnya. Bila gejala tersebut sudah berkembang menjadi waham maka diagnosis mania
dengan gejala psikotik perlu ditegakkan.
DIAGNOSIS DAN KLASIFIKASI
Berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual (DSM) IV, gangguan bipolar dibedakan
menjadi 2 yaitu gangguan bipolar I dan II. Gangguan bipolar I atau tipe klasik ditandai
dengan adanya 2 episode yaitu manik dan depresi, sedangkan gangguan bipolar II ditandai
dengan hipomanik dan depresi. PPDGJ III membaginya dalam klasifikasi yang berbeda
yaitu menurut episode kini yang dialami penderita.
Pembagian Gangguan Afektif Bipolar Berdasarkan PPDGJ III (F31)
F31.0 Gangguan afektif bipolar, episode kini hipomanik
F31.1 Gangguan afektif bipolar, episode kini manik tanpa gejala psikotik
F31.2 Gangguan afektif bipolar, episode kini manik dengan gejala psikotik
F31.3 Gangguan afektif bipolar, episode kini depresif ringan atau sedang
F31.4 Gangguan afektif bipolar, episode kini depresif berat tanpa gejala psikotik
F31.5 Gangguan afektif bipolar, episode kini depresif berat dengan gejala psikotik
F31.6 Gangguan afektif bipolar, episode kini campuran
F31.7 Gangguan afektif bipolar, kini dalam remisi
33

F31.8 Gangguan afektif bipolar lainnya


F31.9 Gangguan afektif bipolar yang tidak tergolongkan
F31 Gangguan Afektif Bipolar
Gangguan ini tersifat oleh episode berulang (yaitu sekurang-kurangnya dua) yang
menunjukkan suasana perasaan (mood) pasien dan tingkat aktivitasnya jelas terganggu, dan
gangguan ini pada waktu tertentu terdiri dari peninggian suasana perasaan (mood) serta
peningkatan enersi dan aktivitas (mania atau hipomania), dan pada waktu lain berupa
penurunan suasana perasaan (mood) serta pengurangan enersi dan aktivitas depresi). Yang
khas adalah bahwa biasanya ada penyembuhan sempurna antar episode, dan insidensi pada
kedua jenis kelamin kurang lebih sama dibanding dengan gangguan suasana perasaan
(mood) lainnya. Dalam perbandingan, jarang ditemukan pasien yang menderita hanya
episode mania yang berulang-ulang, dan karena pasien-pasien tersebut menyerupai (dalam
riwayat keluarga, kepribadian pramorbid, usia onset, dan prognosis jangka panjang) pasien
yang mempunyai juga episode depresi sekali-sekali, maka pasien itu digolongkan sebagai
bipolar.
F31.0 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini hipomanik
Pedoman diagnostik
a. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk hipomania (F30.0) dan,
b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik atau campuran di
masa lampau.
F31.1 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Manik tanpa Gejala Psikotik
Pedoman diagnostik
a. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk mania tanpa gejala psikotik
(F30.1) dan,
b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik atau campuran di
masa lampau.
F31.2 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Manik dengan Gejala Psikotik
Pedoman diagnostik
a. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk mania dengan gejala psikotik
(F30.2) dan,
34

b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik atau campuran di
masa lampau.
F31.3 Gangguan Afektif Bipolar, episode kini Depresif Ringan atau Sedang
Pedoman diagnostik
Untuk mendiagnosis pasti :
a. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif ringan (F32.0)
ataupun sedang (F32.1), dan
b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik atau campuran di
masa lampau.
Karakter kelima dapat digunakan untuk menentukan ada atau tidaknya gejala somatic dalam
episode depresif yang sedang berlangsung.
F31.30 Tanpa gejala somatik
F31.31 Dengan gejala somatik
F31.4 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Depresif Berat tanpa Gejala Psikotik
Pedoman diagnostik Untuk mendiagnosis pasti :
a. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif berat tanpa gejala
psikotik (F32.2), dan
b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik atau campuran di
masa lampau.
F31.5 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Depresif Berat dengan Gejala Psikotik
Pedoman diagnostik Untuk mendiagnosis pasti :
a. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif berat dengan
gejala psikotik (F32.3), dan
b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik atau campuran di
masa lampau.
Jika dikehendaki, waham atau halusinasi dapat ditentukan sebagai serasi atau tidak serasi
dengan afeknya.
F31.6 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Campuran
35

Pedoman diagnostic
a. Episode yang sekarang menunjukkan gejala-gejala manik, hipomanikdan depresif yang
tercampur atau bergantian dengan cepat (gejala mania/hipomania dan depresi sama-sama
mencolok selama masa terbesar dari episode penyakit yang sekarang, dan telah berlangsung
sekurang-kurangnya 2 minggu) dan
b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik atau campuran di
masa lampau.
F31.7 Gangguan Afektif Bipolar, Kini dalam Remisi
Sekarang tidak menderita gangguan afektif yang nyata selama beberapa bulan
terakhir ini, tetapi pernah mengalami sekurang-kurangnya satu episode afektif
hipomanik, manik atau campuran di masa lampau dan ditambah sekurang- kurangnya satu
episode afektif lain (hipomanik, manik, depresif atau campuran).
F31.8 Gangguan Afektif Bipolar Lainnya
F31.9 Gangguan Afektif Bipolar YTT
KRITERIA EPISODE DEPRESI
F32 Episode Depresif
Pada semua tiga variasi dari episode depresif khas yang tercantum di bawah ini, ringan
(F32.0), sedang (F32.1), dan berat (F32.2 dan F32.3), individu biasanya menderita suasana
perasaan (mood) yang depresif, kehilangan minat dan kegembiraan, dan berkurangnya
enersi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah dan berkurangnya aktivitas.
Biasanya ada rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja. Gejala lazim lainnya adalah :
a. Konsentrasi dan perhatian berkurang
b. Harga diri dan kepercayaan diri berkurang
c. Gagasan tentang perasaan bersalah dan tidak berguna (bahkan pada episode
tipe ringan sekali pun)
d. Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis
e. Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri
f. Tidur terganggu
36

g. Nafsu makan berkurang


F32.0 Episode Depresif Ringan
Pedoman diagnosis
Suasana perasaan (mood) yang depresif, kehilangan minat dan kesenangan, dan mudah
menjadi lelah biasanya dipandang sebagai gejala dari depresi yang paling khas, dan
sekurang-kurangnya dua gejala dari ini, ditambah sekurang-kurangnya dua gejala lain
(untuk F32.-) harus ada untuk menegakkan diagnosis pasti. Tidak boleh ada gejala yang
berat diantaranya. Lamanya episode berlangsung ialah sekurang- kurangnya sekitar 2
minggu.
Individu yang mengalami episode depresif ringan biasanya resah tentang gejalanya dan agak
sukar baginya untuk meneruskan pekerjaan biasa dan kegiatan sosial, namun mungkin ia
tidak akan berhenti berfungsi sama sekali.7 Karakter kelima dapat digunakan untuk
menentukan adanya sindrom somatik :
F32.00 Tanpa gejala somatik
Kriteria untuk episode depresif ringan telah dipenuhi, dan tidak ada atau hanya sedikit sekali
gejala somatik
F32.01 Dengan gejala somatik
Kriteria untuk episode depresif ringan telah dipenuhi, dan empat atau lebih gejala somatik
juga ditemukan. (jika hanya dua atau tiga gejala somatik ditemukan tetapi luar biasa
beratnya, maka penggunaan kategori ini mungkin dapat dibenarkan)

F32.1 Episode Depresif Sedang


Pedoman diagnosis
Sekurang-kurangnya harus ada dua dari tiga gejala paling khas yang ditentukan untuk
episode depresif ringan (F32.0), ditambah sekurang-kurangnya tiga (dan sebaiknya empat)
gejala lainnya. Beberapa gejala mungkin amat menyolok, namun tidak esensial apabila
secara keseluruhan ada cukup banyak variasi gejalanya. Lamanya keseluruhan episode
berlangsung ialah sekurang-kurangnya sekitar 2 minggu.
Individu yang mengalami episode depresif taraf sedang biasanya menghadapi kesulitan
nyata untuk meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan, dan urusan rumah tangga. Karakter
kelima dapat digunakan untuk menentukan adanya sindrom somatik :
37

F32.10 Tanpa gejala somatik


Kriteria untuk episode depresif sedang telah dipenuhi, dan tidak ada atau hanya sedikit
sekali gejala somatik F32.11 Dengan gejala somatik Kriteria untuk episode depresif sedang
telah dipenuhi, dan ada empat atau lebih gejala somatik juga ditemukan. (jika hanya dua
atau tiga gejala somatik ditemukan tetapi luar biasa beratnya, maka penggunaan kategori ini
mungkin dapat dibenarkan)
F32.2 Episode Depresif Berat tanpa Gejala Psikotik
Pada episode depresif berat, penderita biasanya menunjukkan ketegangan atau kegelisahan
yang amat nyata, kecuali apabila retardasi mental merupakan ciri terkemuka. Kehilangan
harga diri dan perasaan dirinya tak berguna mungkin mencolok, dan bunuh diri merupakan
bahaya nyata terutama pada beberapa kasus berat. Anggapan disini ialah bahwa sindrom
somatik hampir selalu ada pada episode depresif berat.
Pedoman diagnosis
Semua ketiga gejala khas yang ditentukan untuk episode depresof ringan dan sedang harus
ada, ditambah sekurang-kurangnya empat gejala lainnya, dan beberapa di antaranya harus
berintensitas berat. Namun, apabila gejala penting (misalnya agitasi atau retardasi)
menyolok, maka pasien mungkin tidak mau atau tidak mampu untuk melaporkan banyak
gejalanya secara terinci. Dalam hal demikian, penentuan menyeluruh dalam subkategori
episode berat masih dapat dibenarkan. Episode depresif biasanya seharusnya berlangsung
sekurang-kurangnya 2 minggu, akan tetapi jika gejala amat berat dan beronset sangat cepat,
maka mungkin dibenarkan untuk menegakkan diagnosis dalam waktu kurang dari 2 minggu.
Selama episode depresif berat, sangat tidak mungkinpenderita akan mampu meneruskan
kegiatan sosial, pekerjaan atau urusan rumah tangga, kecuali pada taraf yang sangat
terbatas.Kategori ini hendaknya digunakan untuk episode depresif berat tunggal tanpa gejala
psikotik, untuk episode selanjutnya harus digunakan subkategori dari gangguan depresif
berulang.
F32.3 Episode Depresif Berat dengan Gejala Psikotik
Pedoman diagnosis
Episode depresif berat yang memenuhi kriteria menurut F32.2 tersebut diatas, disertai
waham, halusinasi atau stupor depresif. Wahamnya biasanya melibatkan ide tentang dosa,
kemiskinan atau malapetaka yang mengancam, dan pasien dapat merasa bertanggung jawab
atas hal itu. Halusinasi auditorik atau olfaktorik biasanya berupa suara yang menghina atau
bau kotoran atau daging membusuk. Retardasi psikomotor yang berat dapat menuju pada
38

stupor. Jika diperlukan, waham atau halusinasi dapat ditentukan sebagai serasi atau tidak
serasi dengan suasana perasaan (mood).

KOMORBID
Sebagian besar penderita bipolar tidak hanya menderita bipolar saja tetapi juga menderita
gangguan jiwa yang lain (komorbid). Penelitian oleh Goldstein BI dkk, seperti dilansir dari
Am J Psychiatry 2006, menyebutkan bahwa dari 84 penderita bipolar berusia diatas 65
tahun ternyata sebanyak 38,1% terlibat dalam panik.
Sementara itu, attention deficit hyperactivity disorder (ADHD) menjadi komorbid yang
paling sering didapatkan pada 90% anak-anak dan 30% remaja yang bipolar.
PROGNOSIS
Pasien dengan gangguan bipolar I mempunyai prognosis lebih buruk. Di dalam 2 tahun
pertama setelah peristiwa awal, 40-50% tentang pasien mengalami serangan manik lain.
Hanya 50-60% pasien dengan gangguan bipolar I yang dapat diatasi gejalanya dengan
lithium. 7% pasien ini, gejala tidak terulang. 45% Persen pasien mengalami lebih dari sekali
kekambuhan dan lebih dari 40% mempunyai suatu gejala yang menetap.
Faktor yang memperburuk prognosis :
- Riwayat pekerjaan yang buruk/kemiskinan
- Disertai dengan penyalahgunaan alkohol
- Disertai dengan gejala psikotik
- Gejala depresi lebih menonjol
- Jenis kelamin laki-laki
Prognosis lebih baik bila :
- Masih dalam episode manik
- Usia lanjut
- Sedikit pemikiran bunuh diri
- Tanpa atau minimal gejala psikotik
- Sedikit masalah kesehatan medis
39

3.2 Neurotransmitter dan hormon


Teori neurobiologik
Teori biologik memfokuskan pada abnormalitas norepinefrin (NE) dan serotonin (5HT). Hipotesis katekolamin menyatakan bahwa depresi disebabkan oleh rendahnya kadar
NE otak, dan peningkatan NE menyebabkan mania. Pada beberapa pasien kadar MHPG
(metabolit utama NE rendah). Hipotesis indolamin menyatakan bahwa rendahnya
neurotransmiter serotonin (5-HT) otak menyebabkan depresi dan peningkatan serotonin (5HT) dapat menyebabkan mania. Hipotesis lain menyatakan bahwa penurunan NE
menimbulkan depresi dan peningkatan NE menyebabkan mania, hanya bila kadar serotonin
5-HT rendah.
Mekanisme kerja obat antidepresan mendukung teori ini antidepresan klasik
trisiklik memblok ambilan kembali (reuptake) NE dan 5-HT dan menghambat momoamin
oksidase inhibitor mengoksidasi NE. Penelitian terbaru menyatakan bahwa mungkin
terdapat hipometabolisme otak di lobus frontalis menyeluruh pada depresi atau beberapa
abnormalitas fundamental ritmik sirkadian pada pasien-pasien depresi.

Neurotransmiter dan sinapsis


Jaringan otak terdiri atas berjuta-juta sel otak yang disebut neuron. Sel ini terdiri atas
badan sel, ujung axon dan dendrit. Antara ujung sel neuron satu dengan yang lain terdapat
celah yang disebut celah sinaptik atau sinapsis. Satu neuron menerima berbagai macam
informasi yang datang, mengolah atau mengintegrasikan informasi tersebut, lalu
mengeluarkan responsnya yang dibawa suatu senyawa neurokimiawi yang disebut
neurotransmiter. Terjadi potensial aksi dalam membran sel neuron yang memungkinkan
dilepaskannya molekul neurotransmiter dari axon terminalnya (prasinaptik) ke celah
sinaptik lalu ditangkap reseptor di membran sel dendrit dari neuron berikutnya. Terjadilah
loncatan listrik dan komunikasi neurokimiawi antar dua neuron. Pada reseptor bisa terjadi
supersensitivitas dan subsensitivitas. Supersensitivitas berarti respon reseptor lebih
tinggi dari biasanya, yang menyebabkan neurotransmiter yang ditarik ke celah sinaptik lebih
banyak jumlahnya yang berakibat naiknya kadar neurotransmiter di celah sinaptik tersebut.
Subsensitivitas reseptor adalah bila terjadi sebaliknya. Bila reseptor di blok oleh obat
tertentu maka kemampuannya menerima neurotransmiter akan hilang dan neurotransmiter
yang ditarik ke celah sinaptik akan berkurang yang menyebabkan menurunnya kadar
(jumlah) neurotransmiter tertentu di celah sinaptik.
40

Suatu kelompok neurotransmiter adalah amin biogenik, yang terdiri atas enam
neurotransmiter yaitu dopamin, norepinefrin, epinefrin, serotonin, asetilkholin dan histamin.
Dopamin, norepinefrin, dan epinefrin disintesis dari asam amino yang sama, tirosin, dan
diklasifikasikan dalam satu kelompok sebagai katekolamin. Serotonin disintesis dari asam
amino triptofan dan merupakan satu-satunya indolamin dalam kelompok itu. Serotonin juga
dikenal sebagai 5-hidroksitriptamin (5-HT).
Selain kelompok amin biogenik, ada neurotransmiter lain dari asam amino. Asam
amino dikenal sebagai pembangun blok protein. Dua neurotransmiter utama dari asam
amino ini adalah gamma-aminobutyric acid (GABA) dan glutamate. GABA adalah asam
amino inhibitor (penghambat), sedang glutamate adalah asam amino eksitator. Kadang cara
sederhana untuk melihat kerja otak adalah dengan melihat keseimbangan dari kedua
neurotransmiter tersebut.
Bila oleh karena suatu hal, misalnya subsensitivitas reseptor-reseptor pada membran
sel paskasinaptik, neurotransmiter epinefrin, norepinefrin, serotonin, dopamin menurun
kadarnya pada celah sinaptik, terjadilah sindrom depresi. Demikian pula bila terjadi
disregulasi asetilkholin yang menyebabkan menurunnya kadar neurotransmiter asetilkolin di
celah sinaptik, terjadilah gejala depresi.

Monoamin dan Depresi


Penelitian-penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa zat-zat yang menyebabkan
berkurangnya monoamin, seperti reserpin, dapat menyebabkan depresi.Akibatnya timbul
teori yang menyatakan bahwa berkurangnya ketersediaan neurotransmiter monoamin,
terutama NE dan serotonin, dapat menyebabkan depresi. Teori ini diperkuat dengan
ditemukannya obat antidepresan trisiklik dan monoamin oksidase inhibitor yang bekerja
meningkatkan monoamin di sinap. Peningkatan monoamin dapat memperbaiki depresi.

Serotonin
Neuron serotonergik berproyeksi dari nukleus rafe dorsalis batang otak ke korteks
serebri, hipotalamus, talamus, ganglia basalis, septum, dan hipokampus. Proyeksi ke tempattempat ini mendasari keterlibatannya dalam gangguan-gangguan psikiatrik. Ada sekitar 14
reseptor serotonin, 5-HT1A dst yang terletak di lokasi yang berbeda di susunan syaraf pusat.
Serotonin berfungsi sebagai pengatur tidur, selera makan, dan libido. Sistem
serotonin yang berproyeksi ke nukleus suprakiasma hipotalamus berfungsi mengatur ritmik
41

sirkadian (siklus tidur-bangun, temperatur tubuh, dan fungsi axis HPA). Serotonin bersamasama dengan norepinefrin dan dopamin memfasilitasi gerak motorik yang terarah dan
bertujuan. Serotonin menghambat perilaku agresif pada mamalia dan reptilia.
Neurotransmiter serotonin terganggu pada depresi. Dari penelitian dengan alat
pencitraan otak terdapat penurunan jumlah reseptor pos-sinap 5-HT1A dan 5-HT2A pada
pasien dengan depresi berat. Adanya gangguan serotonin dapat menjadi tanda kerentanan
terhadap kekambuhan depresi.
Dari penelitian lain dilaporkan bahwa respon serotonin menurun di daerah prefrontal
dan temporoparietal pada penderita depresi yang tidak mendapat pengobatan. Kadar
serotonin rendah pada penderita depresi yang agresif dan bunuh diri.
Triptofan merupakan prekursor serotonin. Triptofan juga menurun pada pasien
depresi. Penurunan kadar triptofan juga dapat menurunkan mood pada pasien depresi yang
remisi dan individu yang mempunyai riwayat keluarga menderita depresi. Memori, atensi,
dan fungsi eksekutif juga dipengaruhi oleh kekurangan triptofan. Neurotisisme dikaitkan
dengan gangguan mood, tapi tidak melalui serotonin. Ia dikaitkan dengan fungsi kognitif
yang terjadi sekunder akibat berkurangnya triptofan.
Hasil metabolisme serotonin adalah 5-HIAA (hidroxyindolaceticacid). Terdapat
penurunan 5-HIAA di cairan serebrospinal pada penderita depresi. Penurunan ini sering
terjadi pada penderita depresi dengan usaha-usaha bunuh diri.
Penurunan serotonin pada depresi juga dilihat dari penelitian EEG tidur dan HPA
aksis. Hipofontalitas aliran darah otak dan penurunan metabolisme glukosa otak sesuai
dengan penurunan serotonin. Pada penderita depresi mayor didapatkan penumpulan respon
serotonin prefrontal dan temporoparietal. Ini menunjukkan bahw adanya gangguan serotonin
pada depresi.

Noradrenergik
Badan sel neuron adrenergik yang menghasilkan norepinefrin terletak di locus
ceruleus(LC) batang otak dan berproyeksi ke korteks serebri, sistem limbik, basal ganglia,
hipotalamus dan talamus. Ia berperan dalam mulai dan mempertahankan keterjagaan
(proyeksi ke limbiks dan korteks). Proyeksi noradrenergik ke hipokampus terlibat dalam
sensitisasi perilaku terhadap stressor dan pemanjangan aktivasi locus ceruleus dan juga
berkontribusi terhadap rasa ketidakberdayaan yang dipelajari. Locus ceruleus juga tempat

42

neuron-neuron yang berproyeksi ke medula adrenal dan sumber utama sekresi norepinefrin
ke dalam sirkulasi darah perifer.
Stresor akut dapat meningkatkan aktivitas LC. Selama terjadi aktivasi fungsi LC,
fungsi vegetatif seperti makan dan tidur menurun. Persepsi terhadap stressor ditangkap oleh
korteks yang sesuai dan melalui talamus diteruskan ke LC, selanjutnya ke komponen
simpatoadrenalsebagai respon terhadap stressor akut tsb. Porses kognitif dapat memperbesar
atau memperkecil respon simpatoadrenal terhadap stressor akut tersebut.
Rangsangan terhadap bundel forebrain (jaras norepinefrin penting di otak)
meningkat pada perilaku yang mencari rasa senang dan perilaku yang bertujuan. Stressor
yang menetap dapat menurunkan kadar norepinefrin di forbrain medial. Penurunan ini dapat
menyebabkan anergia, anhedonia, dan penurunan libido pada depresi.
Hasil metabolisme norepinefrin adalah 3-methoxy-4-hydroxyphenilglycol(MHPG).
Penurunan aktivitas norepinefrin sentral dapat dilihat berdasarkan penurunan ekskresi
MHPG. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa MHPG mengalami defisiensi pada
penderita depresi. Kadar MHPG yang keluar di urin meningkat kadarnya pada penderita
depresi yang di ECT (terapi kejang listrik).

Dopamin
Ada empat jaras dopamin di otak, yaitu tuberoinfundobulair, nigrostriatal,
mesolimbik, mesokorteks-mesolimbik. Sistem ini berfungsi untuk mengatur motivasi,
konsentrasi, memulai aktivitas yang bertujuan, terarah dan kompleks, serta tugas-tugas
fungsi eksekutif. Penurunan aktivitas dopamin pada sistem ini dikaitkan dengan gangguan
kognitif, motorik, dan anhedonia yang merupakan manifestasi simptom depresi.

Neurotransmiter lain
Neuron kolinergik mengandung setilkolin yang terdistribusi difus di korteks serebri
dan mempunyai hubungan timbal balik dengan sistem monoamin. Abnormal kadar kolin
(prekursor asetilkolin) terdapat di otak pasien depresi. Obat yang bersifat agonis kolinergik
dapat menyebabkan letargi, anergi, dan retardasi psikomotor pada orang normal. Selain itu,
ia juga dapat mengeksaserbasi simptom-simptom depresi dan mengurangi simptom mania.
GABA (gamma-aminobutyric acid) memiliki efek inhibisi terhadap monoamin,
terutama pada sistem mesokorteks dan mesolimbik. Pada penderita depresi terdapat
43

penurunan GABA. Stressor khronik dapat mengurangi kadar GABA dan antidepresor dapat
meningkatkan regulasi reseptor GABA.
Asam amino glutamat dan glisisn merupakan neurotransmiter utama di SSP, yang
terdistribusi hampir di seluruh otak. Ada 5 reseptor glutamat, yaitu NMDA, kainat, L-AP4,
dan ACPD. Bila berlebihan, glutamat bisa menyebabkan neurotoksik. Obat-obat yang
antagonis terhadap NMDA mempunyai efek antidepresan.

HPA aksis (Hypothalamic-Pituitary-Adrenal)


Bila pengalaman yang berbentuk stressor dalam kehidupan sehari-hari kita tercatat
dalam korteks serebri dan sistem limbik sebagai stresor atau emosi yang mengganggu,
bagian dari otak ini akan mengirim pesan ke tubuh. Tubuh meningkatkan kewaspadaan
untuk mengatasi stressor tersebut. Target adalah kelenjar adrenal. Adrenal akan
mengeluarkan hormon kortisol untuk mempertahankan kehidupan. Kortisol memegang
peranan penting dalam mengatur tidur, nafsu makan, fungsi ginjal, sistem imun, dan semua
faktor penting kehidupan. Peningkatan aktivitas glukokortikoid (kortizol) merupakan respon
utama terhadap stressor. Kadar kortisol yang meningkat menyebabkan umpan balik, yaitu
hipotalamus

menekan

mengirimkan

pesan

sekresi cortikotropik-releasing
ini

ke

hipofisis

sehingga

hormone (CRH) ,
hipofisi

juga

kemudian
menurunkan

produksiadrenocortictropin hormon (ACTH). Akhirnya pesan ini juga diteruskan kembali ke


adrenal untuk mengurangi produksi kortisol.
Pengalaman buruk seperti penganiayaan pada masa anak atau penelantaran pada
awal

perkembangan

merupakan

faktor

yang

bermakna

untuk

terjadinya

gangguan mood pada masa dewasa.


Sistem CRH merupakan sistem yang paling terpengaruh oleh stressor yang dialami
seseorang pada awal kehidupannya. Stressor yang berulang menyebabkan peningkatan
sekresi CRH, dan penurunan sensitivitas reseptor CRH adenohipofisis. Stressor pada awal
masa perkembangan ini dapat menyebabkan perubahan yang menetap pada sistem
neurobiologik atau dapat membuat jejak pada sistem syaraf yang berfungsi merespon respon
tersebut. Akibatnya, seseorang menjadi rentan terhadap stressor dan resiko terhadap
penyakit-penyakit yang berkaitan dengan stressor meningkat, seperti terjadinya depresi
setelah dewasa.
Stressor pada awal kehidupan seperti perpisahan dengan ibu, pola pengasuhan buruk,
menyebabkan hiperaktivitas sistem neuron CRH sepanjang kehidupannya. Selain itu ,
setelah dewasa, reaktivitas aksis HPA sangat berlebihan terhadap stressor.
44

Adanya faktor genetik yang disertai dengan stressor di awal kehidupan,


mengakibatkan hiperaktivitas dan sensitivitas yang menetap pada sistem syaraf. Keadaan ini
menjadi dasar kerentanan seseorang terhadap depresi setelah dewasa. Depresi dapat
dicetuskan hanya oleh stressor yang derajatnya sangat ringan.
Peneliti lain melaporkan bahwa respons sistem otonom dan hipofisis-adrenal
terhadap stressor psikososial pada wanita dengan depresi yang mempunyai riwayat
penyiksaan fisik dan seksual ketika masa anak lebih tinggi dibanding kontrol.
Stressor berat di awal kehidupan menyebabkan kerentanan biologik seseorang
terhadap stressor. Kerentanan ini menyebabkan sekresi CRH sangat tinngi bila orang
tersebut menghadapi stressor. Sekresi tinggi CRH ini akan berpengaruh pula pada tempat di
luar hipotalamus, misalnya di hipokampus. Akibatnya, mekanisme umpan balik semakin
terganggu. Ini menyebabkan ketidakmampuan kortisol menekan sekresi CRH sehingga
pelepasan CRH semakin tinggi. Hal ini mempermudah seseorang mengalami depresi mayor,
bila berhadapan dengan stressor.
Peningkatan aktivitas aksis HPA meningkatkan kadar kortisol. Bila peningkatan
kadar kortisol berlangsung lama, kerusakan hipokampus dapat terjadi. Kerusakan ini
menjadi prediposisi depresi. Simptom gangguan kognitif pada depresi dikaitkan dengan
gangguan hipokampus.
Hiperaktivitas aksis HPA merupakan penemuan yang hampir selalu konsisten pada
gangguan depresi mayor. Gangguan aksis HPA pada depresi dapat ditunjukkan dengan
adanya hiperkolesterolemia, resistennya sekresi kortisol terhadap supresi deksametason,
tidak adanya respon ACTH terhadap pemberian CRH, dan peningkatan konsentrasi CRH di
cairan serebrospinal. Gangguan aksis HPA, pada keadaan depresi, terjadi akibat tidak
berfungsinya sistem otoregulasi atau fungsi inhibisi umpan balik. Hal ini dapat diketahui
dengan test DST (dexamethasone supression test).

Neurotransmiter pada Mania (Gangguan Bipolar)


Otak menggunakan sejumlah senyawa neurokimiawi sebagai pembawa pesan untuk
komunikasi berbagai beagian di otak dan sistem syaraf. Senyawa neurokimiawi ini, dikenal
sebagai neurotransmiter, sangat esensial bagi semua fungsi otak. Sebagai pembawa pesan,
mereka datang dari satu tempat dan pergi ke tempat lain untuk menyampaikan pesanpesannya. Bila satu sel syaraf (neuron) berakhir, di dekatnya ada neuron lainnya. Satu
neuron mengirimkan pesan dengan mengeluarkan neurotrasmiter menuju ke dendrit neuron
di dekatnya melalui celah sinaptik, ditangkap reseptor-reseptor pada celah sinaptik tersebut.
45

Neurotransmiter

yang

berpengaruh

pada

terjadinya

gangguan

bipolar

adalahdopamin, norepinefrin, serotonin, GABA, glutamat dan asetilkolin. Selain itu,


penelitian-penelitian juga menunjukksan adanya kelompok neurotransmiter lain yang
berperan penting pada timbulnya mania, yaitu golongan neuropeptida, termasuk endorfin,
somatostatin, vasopresin dan oksitosin. Diketahui bahwa neurotransmiter-neurotransmiter
ini, dalam beberapa cara, tidak seimbang (unbalanced) pada otak individu mania dibanding
otak individu normal.
Misalnya, GABA diketahui menurun kadarnya dalam darah dan cairan spinal pada
pasien mania. Norepinefrin meningkat kadarnya pada celah sinaptik, tapi dengan serotonin
normal. Dopamin juga meningkat kadarnya pada celah sinaptik, menimbulkan hiperaktivitas
dan nsgresivitas mania, seperti juga pada skizofrenia. Antidepresan trisiklik dan MAO
inhibitor yang meningkatkan epinefrin bisa merangsang timbulnya mania, dan antipsikotik
yang mem-blok reseptor dopamin yang menurunkan kadar dopamin bisa memperbaiki
mania, seperti juga pada skizofrenia.

3.3 Psikofarmaka dan Psikoterapi


A. Farmakoterapi
Fluoxetin (prozac) telah digunakan dengan suatu keberhasilan pada remaja dengan
gangguan depresif barat.
Gangguan bipolar pada masa anak-anak dan remaja adalah diobati dengan lithium (Eskalith)
dengan hasil yang baik.
Garam Lithium (carbonate) merupakan antidepresan yang dianjurkan untuk gangguan
depresi bipolar (terdapatnya episode depresi dan mania) dan penderita gangguan depresi.
Lithium tidak bersifat sedative, depresan ataupun eforian, inilah yang membedakannya dari
antidepresan lain.
Antipsikotik mulai digunakan sebagai antimanik sejak tahun 1950-an. Antipsikotik lebih
baik daripada lithium pada penderita bipolar dengan agitasi psikomotor. Perhatian ekstra
harus dilakukan bila hendak merencanakan pemberian antipsikotik jangka panjang terutama
generasi pertama (golongan tipikal) sebab dapat menimbulkan beberapa efek samping
seperti ekstrapiramidal, neuroleptic malignant syndrome, dan tardive dyskinesia.
Valproat menjadi pilihan ketika penderita bipolar tidak memberi respon terhadap lithium.
Bahkan valproat mulai menggeser dominasi lithium sebagai regimen lini pertama. Salah satu
kelebihan valproat adalah memberikan respon yang baik pada kelompok rapid cycler.
46

Penderita bipolar digolongkan rapid cycler bila dalam 1 tahun mengalami 4 atau lebih
episode manik atau depresi.
Lamotrigine merupakan antikonvulsan yang digunakan untuk mengobati epilepsi. Beberapa
studi acak, buta ganda telah menyimpulkan, lamotrigine efektif sebagai terapi akut pada
gangguan bipolar episode kini depresi dan kelompok rapid cycler. Sayangnya, lamotrigine
kurang baik pada episode manik.
Pengobatan dengan antidepresan, terutama yang mengandung agen serotonergik seperti
sertraline (zoloft 50 mg/hari). Beberapa pasien memberikan respon yang cukup bagus
dengan pemberian obat psikostimulan dalam dosis kecil seperti amfetamin 5-15 mg/ hari.
Dalam semua kasus harus ada kombinasi kedua hal tadi.
Gangguan bipolar harus diobati secara kontinu, tidak boleh putus. Bila putus, fase normal
akan memendek sehingga kekambuhan semakin sering. Adanya fase normal pada gangguan
bipolar sering mengakibatkan buruknya compliance untuk berobat karena dikira sudah
sembuh. Oleh karena itu, edukasi sangat penting agar penderita dapat ditangani lebih dini.

B. Psikoterapi
Sedikit data yang menguatkan keunggulan salah satu pendekatan psikoterapi dibandingkan
yang lain dalam terapi gangguan mood masa anak-anak dan remaja. Tetapi, terapi keluarga
adalah diperlukan untuk mengajarkan keluarga tentang gangguan mood serius yang dapat
terjadi pada anak-anak saat terjadinya stres keluarga yang berat. Pendekatan psikoterapetik
bagi anak terdepresi adalah pendekatan kognitif dan pendekatan yang lebih terarah dan lebih
terstruktur dibandingkan yang biasanya digunakan pada orang dewasa. Karena fungsi
psikososial anak yang terdepresi mungkin tetap terganggu untuk periode yang lama,
walaupun setelah episode depresif telah menghilang, intervensi keterampilan sosial jangka
panjang adalah diperlukan. Pada beberapa program terapi, modeling dan permainan peran
dapat membantu menegakkan keterampilan memecahkan masalah yang baik. Psikoterapi
adalah pilihan utama dalam pengobatan depresi.
Daftar Pustaka

Andreasen,NC. Mood disorders.2001. Dalam : Brave new brain. Conquering mental illness

in t6he era of the genome. Oxford University Press 215-240.


Davison, C, Gerald; Neale, M, Jhon; Kring, M, Ann. Abnormal Psychology. 9th. Edition.

New York. Psychopathology Development.


Depkes RI Direktorat Jenderal Pelayanan Medik. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis
Gangguan Jiwa di Indonesia III. Jakarta. Departemen Kesehatan. 1993. 145-156.
47

Higgin E.S., George M.S. (2007). The Neuroscience of Clinical Psychiatry. The
Pathophysiology of Behavior and Mental Illness. Phiadelphia. Wolters kluwer/ Lippincott
Williams & Wilkins. 2007.

Judy J.T., Zandi P.P. (2013). A review of potassium channels in bipolar disorder. Frontier in
Genetik. June2013 | Volume4 | Article 105 |. www.frontiersin.org

KannerA.M. (2008). Mood disorder and epilepsy: a neurobiologic perspective of their


relationship. Dialogues Clin Neurosci. 2008;10:39-45. www.dialogues-cns.org

Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA. Sinopsis Psikiatri Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri
Klinis Edisi Ketujuh Jilid Dua. Jakarta. Binarupa Aksara. 1997.809-816

Koponen S, Taiminen T, Portin R, Himanen L, Isoniemi H, Heinonen H, Hinkka S,Tenovuo


O. (2002). Axis I and II Psychiatric Disorders After Traumatic Brain Injury: A 30-Year
Follow-Up Study. Am J Psychiatry. 2002; 159:13151321

Lobo A., M. Pe rez-Echeverra J, Campayo A. (2007). Endocrin Disorder In : Lloyd G,


Guthrie E (EDS) Handbook of Liaison Psychiatry . New York . Cambridge University Press.
2007.

Maslim R. (2001). Sibling Rivalry. Dalam : Buku saku Diagnosis Gangguan jiwa Rujukan
Ringkas dari PPDGJ III. Bagian Kedokteran Unika Atmajaya Jakarta 2001. Hh 141-142.

48

Anda mungkin juga menyukai