DEFINISI
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan
suhu tubuh (suhu rektal >38C) yang disebabkan oleh suatu proses
ekstrakranium (Pusponegoro et al, 2006). Kejang demam terjadi pada 2-4%
anak berumur 6 bulan-5 tahun. Anak yang pernah mengalami kejang tanpa
demam, kemudian kejang demam kembali tidak termasuk dalam kejang
demam. Bila anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun
mengalami kejang didahului demam, pikirkan kemungkinan lain misalnya
infeksi SSP, atau epilepsi yang kebetulan terjadi bersama demam
(Pusponegoro et al, 2006).
Kejang demam adalah kejadian pada bayi atau anak yang berhubungan
dengan demam tetapi tidak pernah terbukti adanya infeksi intrakranial atau
penyebab tertentu. Anak yang pernah kejang tanpa demam dan bayi
berumur kurang dari 1 bulan tidak termasuk dalam kejang demam. Kejang
demam harus dibedakan dengan epilepsi, yaitu yang ditandai dengan kejang
berulang tanpa demam (Tumbelaka et al, 2005; Lumbantobing, 2007;
aminulah dan Mudiyono, 2002).
Definisi ini menyingkirkan kejang yang disebabkan penyakit saraf
seperti meningitis, ensefalitis atau ensefalopati. Kejang pada keadaan ini
mempunyai prognosis berbeda dengan kejang demam karena keadaan yang
mendasarinya mengenai sistem susunan saraf pusat. Dahulu Livingston
membagi kejang demam menjadi 2 golongan, yaitu kejang demam
sederhana (simple febrile convulsion) dan epilepsi yang diprovokasi oleh
demam (epilepsi triggered of by fever) (Lumbantobing, 2007).
EPIDEMIOLOGI
Kejang demam terjadi pada 2 % - 4 % dari populasi anak 6 bulan - 5
tahun. 80 % merupakan kejang demam sederhana, sedangkan 20% kasus adalah
kejang demam
kompleks. 8%
berlangsung
lama (lebih
dari
15
menit). 16% berulang dalam waktu 24 jam. Kejang pertama terbanyak di antara
umur 17 - 23 bulan. Anak laki-laki
lebih
demam
sering
mengalami
sederhana yang
pertama terjadi pada umur kurang dari 12 bulan, maka risiko kejang demam ke
dua 50 %, dan bila kejang demam sederhana pertama terjadi setelah umur 12 bulan,
risiko kejang demam ke dua turun menjadi 30%. Setelah kejang demam pertama, 24 % anak akan berkembang menjadi epilepsi dan
ini
4 kali
risikonya
Kejang fokal adalah kejang parsial satu sisi, atau kejang umum yang didahului kejang
parsial.
Kejang berulang adalah kejang 2 kali atau lebih dalam 1 hari , diantara 2 bangkitan
kejang anak sadar (Pusponegoro et al, 2006).
2.
KD sederhana
2.
Ciri-ciri KD sederhana:
Kejang bersifat umum
Lamanya kejang berlangsung singkat (kurang dari 15 menit)
Usia waktu KD pertama muncul kurang dari 6 tahun
Frekuensi serangan 1-4 kali dalam satu tahun
EEG normal
KD
yang
tidak
sesuai
dengan
ciri
tersebut
diatas
KD sederhana
KD kompleks
digolongkan
FAKTOR RISIKO
Faktor risiko pertama yang penting pada kejang demam adalah demam.
Selain itu juga terdapat faktor riwayat kejang demam pada orang tua atau
saudara kandung, perkembangan terlambat, problem pada masa neonatus,
anak dalam pengawasan khusus, dan kadar natrium rendah.
Faktor risiko berulangnya kejang demam
Kejang demam akan terjadi kembali pada sebagian kasus. Faktor risiko berulangnya
kejang demam adalah :
1. Riwayat kejang demam dalam keluarga
2. Usia kurang dari 12 bulan
3. Temperatur yang rendah saat kejang
4. Cepatnya kejang setelah demam.
Bila seluruh faktor di atas ada, kemungkinan berulang 80 %, sedangkan
bila tidak terdapat faktor tersebut hanya 10 % - 15 % kemungkinan
berulang. Kemungkinan berulang paling besar pada tahun pertama
(Pusponegoro et al, 2006).
Faktor risiko terjadinya epilepsi
Faktor risiko lain adalah terjadinya epilepsi di kemudian hari. Faktor risiko
menjadi epilepsi adalah :
ETIOLOGI
Penyebab kejang demam hingga kini masih belum diketahui dengan pasti.
Ada beberapa faktor yang mungkin berperan dalam menyebabkan kejang
demam,yaitu:
kejang
demam, 66 (22,2%)
penderita
tidak
PATOFISIOLOGI
Terdapat interaksi 3 faktor sebagai penyebab kejang demam, yaitu (1)
imaturitas otak dan termoregulator, (2) demam, dimana kebutuhan oksigen
meningkat, dan (3) predisposisi genetic > 7 lokus kromosom (poligenik,
autosomal dominan) (Pudjiadi et al, 2009).
Hippocampus dan termoregulator di hipotalamus imatur sehingga
rentan kejang (agespecificity of the brains sensitivity to fever). Percobaan
otak tikus in vitro, peningkatan temperatur pada hipocampus menginduksi
aktivitas epileptiform.
Meskipun mekanisme pasti terjadinya kejang tidak diketahui, beberapa
faktor fisiologis dianggap bertanggung jawab atas berkembangnya suatu
kejang (Tumbelaka et al, 2005). Untuk mempertahankan hidup sel atau
organ otak, diperlukan suatu energi yang didapat dari metabolisme.
Bahan baku untuk memetabolisme otak yang terpenting adalah glukosa.
Sifat proses itu adalah oksidasi dimana oksigen disediakan dengan
perantaraan fungsi paru-paru dan diteruskan ke otak melalui sistem
kardiovaskuler. Jadi sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses
oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air.
Sel dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari permukaan dalam
adalah lipid dan permukaan luar adalah ionik. Dalam keadaan normal
membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan
sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion
klorida (Cl-). Akibatnya kosentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan
konsentrasi Na+ menjadi rendah sedangkan di luar sel neuron terjadi
keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam
dan di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial yang disebut potensial
membran dari sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan petensial membran
ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K-ATPase yang terdapat pada
permukaan sel.
DIAGNOSIS
Anamnesis
-
Pemeriksaan fisik
-
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium rutin tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam, tetapi
dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi atau mencari penyebab demam,
seperti darah perifer, elektrolit, gula darah, urinalisis, biakan darah, urin atau
feses (level II-2 dan level III, rekomendasi D).
Pungsi lumbal
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau menyingkirkan
kemungkinan meningitis. Risiko terjadinya meningitis bakterialis adalah 0,6 % - 6,7
%. Pada bayi kecil sering manifestasi meningitis tidak jelas secara klinis,
oleh karena itu pungsi lumbal dianjurkan pada:
1. Bayi kurang dari 12 bulan : sangat dianjurkan dilakukan
2. Bayi antara 12-18 bulan : dianjurkan
3. Bayi > 18 bulan : tidak rutin Bila yakin bukan meningitis secara klinis
tidak perlu dilakukan pungsi lumbal.
Elektroensefalografi
Pemeriksaan
elektroensefalografi
(EEG)
tidak
dapat
memprediksi
Foto
neuropencitraan
Atau diazepam rektal dengan dosis 5 mg untuk anak dibawah usia 3 tahun atau dosis 7,5
mg untuk anak di atas usia 3 tahun (lihat bagan penatalaksanaan kejang demam).
Kejang yang belum berhenti dengan diazepam rektal dapat diulang lagi
dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit. Bila 2 kali
dengan diazepam rektal masih kejang, dianjurkan ke rumah sakit. Dan disini dapat
diberikan diazepam intravena dengan dosis 0,3 - 0,5 mg/kg. Bila kejang
tetap belum berhenti diberikan fenitoin secara intravena dengan dosis awal
10 - 20 mg/kg/kali dengan kecepatan 1 mg /kg/menit atau kurang dari 50 mg/menit.
Bila kejang berhenti dosis selanjutnya adalah 4 - 8 mg/kg/hari, yaitu12 jam
setelah dosis awal. Bila dengan fenitoin kejang belum berhenti maka pasien
harus dirawat di ruang rawat intensif.
Bila kejang telah berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung dari jenis
kejang demam dan faktor risikonya, apakah kejang demam sederhana atau kompleks
Pemberian obat pada saat demam
Antipiretik
Antipiretik pada saat demam dianjurkan, walaupun tidak ditemukan
bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi risiko terjadinya kejang
demam (level I,rekomendasi E). Dosis asetaminofen yang digunakan
berkisar 10-15 mg/kg/kalidiberikan 4 kali sehari dan tidak lebih dari 5 kali.
Dosis ibuprofen 5-10mg/kg/kali ,3 - 4 kali sehari.
Asetaminofen dapat menyebabkan sindrom Reye terutama pada anak
kurang dari 18 bulan, meskipun jarang. Antipiretik pilihan adalah
parasetamol 10 mg/kg yang sama efektifnya dengan ibuprofen 5 mg/kg
dalam menurunkan suhu tubuh.
Antikonvulsan
Pemakaian diazepam oral dosis 0,3 mg/kg setiap 8 jam pada saat demam
menurunkan risiko berulangnya kejang (1/3 - 2/3 kasus), begitu pula dengandiazepam
rektal dosis 0,5 mg/kg setiap 8 jam pada suhu > 38,5 0C (level I,rekomendasi
E).Dosis tersebut cukup tinggi dan menyebabkan ataksia, iritabel dan sedasi
yang cukup berat pada 25-39 % kasus.
Fenobarbital, karbamazepin, dan fenitoin pada saat demam tidak berguna
untuk mencegah kejang demam.
Pemberian obat rumat
Indikasi pemberian obat rumat
Pengobatan rumat hanya diberikan bila kejang demam menunjukkan ciri
sebagai berikut (salah satu):
1. Kejang lama > 15 menit
2. Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang,
misalnyahemiparesis, paresis Todd, palsi serebral, retardasi mental,
hidrosefalus.
3. Kejang fokal4. Perngobatan rumat dipertimbangkan bila:. Kejang berulang dua
kali atau lebih dalam 24 jam. Kejang demam terjadi pada bayi kurang dari
12 bulan. kejang demam > 4 kali per tahun
Penjelasan:
dalam
jangka
pendek,
dan
pada
kasus
yang
sangat
Hiperpireksia
Penjelasan:
1. Bila kejang berhenti, terapi profilaksis intermiten atau rumatan diberikan
2. Pemberian
PROGNOSIS
Dengan penanggulangan yang tepat dan cepat, prognosis kejang
demam baik dan tidak perlu menyebabkan kematian. Dari penelitian yang
ada, frekuensi terulangnya kejang berkisar antara 25% - 50%, yang
umumnya terjadi pada 6 bulan pertama. Apabila melihat pada umur, jenis
kelamin, dan riwayat keluarga, Lennox-Buchthal (1973) mendapatkan:
Pada anak berumur antara 14 bulan dan 3 tahun dengan riwayat keluarga
adanya kejang, terulangnya kejang adalah 50%, sedang pada tanpa
riwayat kejang 25%.
Risiko yang akan dihadapi oleh seorang anak sesudah menderita kejang
demam tergantung dari faktor:
DAFTAR PUSTAKA
HD,
Widodo
DP,
Ismael
(2006).
Konsensus
Demam
Pada
Anak
Secara
Profesional: