Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOTERAPI INFEKSI

PEWARNAAN SPORA DAN PEWARNAAN KAPSUL


Selasa, 27 September 2016
Kelompok 1
Selasa, 13.00 16.00 WIB

Nama Kelompok:
Paraswati

2601101500043

Ruth Michelle P

2601101500065

Dina Sofa Istifada

2601101500045

Mufidah Mawaddah 2601101500069

Amelia Herlambang 2601101500047

Nadia Gitta P

2601101500071

Clara Gracia

2601101500049

Iis Nuraeni

2601101500073

Diana Alifah

2601101500051

Asri Putri Maidi

2601101500075

Wenni H. Pakpahan

2601101500053

Pramesthi Indah W

2601101500077

Anggita Putri U

2601101500057

Lestia Anggraeni

2601101500079

Naomy Octavinna

2601101500059

Alyanada Nurafifah

2601101500081

Destyalitha Sethya N 2601101500063

LABORATORIUM MIKROBIOLOGI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2016
Pewarnaan Spora dan Pewarnaan Kapsul
I.

Tujuan
I.1. Mengamati

endospora

bakteri

dengan

menggunakan

prosedur

pewarnaan spora (pewarnaan klein).


I.2. Mengamati kapsul bakteri dengan menggunakan prosedur pewarnaan
kapsul (Pewarnaan Burri-Gins).
I.3. Memahami setiap langkah dan reaksi-reaksi kimia yang terjadi dalam
proses tersebut.
II.

Prinsip
1. Pewarnaan spora (metode klein)
Pewarnaan khusus digunakan

untuk

mewarnai

dan

mengisolasi bagian spesifik dari mikroorganisme, misalnya


endospora, kapsul dan flagela (Pratiwi, 2008).
2. Pewarnaan negatif (metode burri-gins)
Pewarnaan ini tidak akan menembus atau berikatan dengan
dinding sel bakteri karena daya tolak menolak antara muatan
negatif pewarna dan muatan negatif dinding sel bakteri. Pewarna
akan membentuk deposit di sekitar bakteri atau menghasilkan latar
belakang hitam sehingga bakteri tampak tidak berwarna, sementara
latar belakangnya berwanaa gelap (Harley, 2002).
3. Pewarnaan kapsul
Pewarnaan ini bisa dilakukan dengan menggunakan
nigrosin, merah kongo atau tinta cina. Setelah ditambahkan
pewarna yang tidak menembus kapsul, maka kapsul dapat tampak
dengan

menggunakan

mikroskop

cahaya.

Ini

merupakan

penampilan negatif kapsul yang terlihat jernih dengan latar


belakang gelap (Schlegel, 1994).

4. Suspensi bakteri
Bakteri yang bekelompok yang tedapat pada media yang
telah digores oleh suatu sampel (Volk dan Wheeler, 1988).

III.

Teori Dasar
Teknik pewarnaan warna pada bakteri dapat dibedakan menjadi
empat macam yaitu pengecatan sederhana, pengecatan negatif,
pengecatan diferensial dan pengecatan struktural. Pemberian warna
pada bakteri atau jasad- jasad renik lain dengan menggunakan larutan
tunggal suatu pewarna pada lapisan tipis, atau olesan, yang sudah
difiksasi, dinamakan pewarnaan sederhana. Prosedur pewarnaan yang
menampilkan perbedaan di antara sel-sel microbe atau bagian-bagian
sel microbe disebut teknik pewarnaan diferensial. Sedangkan
pengecatan struktural hanya mewarnai satu bagian dari sel sehingga
dapat

membedakan

bagian-bagian

dari

sel.

Termasuk

dalam

pengecatan ini adalah pengecatan endospora, flagella dan pengecatan


kapsul (Dwidjoseputro, 2005).
Bakteri mengeluarkan lendir pada permukaan selnya, kemudian
melapisi dinding sel. Apabila lapisan lapisan lendir tersebut cukup
tebal dan kompak maka disebut kapsula (Hadioetomo, 1990).
Kapsul merupakan substansia yang bersifat viskous sehingga
membentuk suatu selubung yang mengelilingi dinding sel, memiliki
fungsi lain yakni melindungi tubuh bakteri dari kekeringan sementara
dengan mengikat molekul-molekul air serta memudahkan melekatkan
bakteri pada permukaan atau substrat, misalnya Streptokokus mutans,
sejenis bakteri yang berhubungan dengan karies gigi yang dapat
melekat pada permukaan gigi yang lain akibat sekret yang dihasilkan.
(Pelczar, 1986)
Virulensi patogen sering berhubungan dengan produksi kapsula.
Hilangnya kemampuan untuk membentuk kapsul melalui mutasi
berhubungan dengan kehilangan virulensi dan kerusakan oleh fagosit

namun tidak mempengaruhi kelangsungan hidup bakteri sehingga


tidak semua bakteri memiliki kapsula, ada juga yang tidak memiliki
kapsula (Kusnadi, 2003).
Jika bakteri tersebut kehilangan kapsulnya sama sekali maka ia
akan dapat kehilangan virulensinya dan dengan demikian akan
kehilangan kemampuannya untuk menyebabkan infeksi. Bakteribakteri berkapsula juga menyebabkan adanya gangguan seperti lendir
dalam beberapa proses industri (Pelczar, 1986).
Beberapa spesies bakteri tertentu dapat membentuk spora. Spora
dihasilkan di dalam tubuh vegetatif bakteri tersebut, dapat berada di
bagian tengah (central), ujung (terminal) ataupun tepian sel. Pelczar,
menyatakan bahwa spora merupakan tubuh bakteri yang secara
metabolik mengalami dormansi, dihasilkan pada fase lanjut dalam
pertumbuhan sel bakteri yang sama seperti asalnya, yaitu sel vegetatif.
Spora bersifat tahan terhadap tekanan fisik maupun kimiawi. (Pelczar,
1986).
Santoso menyebutkan bahwa ada dua genus bakteri yang dapat
membentuk

endospora,

yaitu

genus

Bacillus

dan

genus

Clostridium.Strukturspora yang terbentuk di dalamtubuh vegetative


bakteri disebut sebagai endospora (endo=dalam, spora=spora) yaitu
spora yang terbentuk di dalam tubuh. Secara sederhana, dapat
dikatakan bahwa endospora merupakan sel yang mengalami dehidrasi
dengan dinding yang mengalami penebalan serta memiliki beberapa
lapisan tambahan. (Santosa, 2010).
Dengan adanya kemampuan untuk membentuk spora ini, bakteri
tersebut dapat bertahan pada kondisi yang ekstrim.Menurut Pelczar
bakteri yang dapat membentuk endospore ini dapat hidup dan
mengalami tahapan-tahapan pertumbuhan sampai beberapa generasi,
dan spora terbentuk melalui sintesis protoplasma baru di dalam
sitoplasma sel vegetatifnya. (Pelczar, 1986).
Menurut Volk & Wheeler, dalam pengamatan spora bakteri
diperlukan pewarnaan tertentu yang dapat menembus dinding tebal
spora. Contoh dari pewarnaan yang dimaksudkan oleh Volk & Wheeler

tersebut adalah dengan penggunaan larutan hijau malakit 5%, dan


untuk memperjelas pengamatan, sel vegetative juga diwarnai dengan
larutan safranin 0,5% sehingga sel vegetative ini berwarna merah.
Dengan demikian ada atau tidaknya spora dapat teramati, bahkan
posisi

spora

di

dalam

tubuh

sel

vegetative

juga

dapat

diidentifikasi.Namun ada juga zat warna khusus untuk mewarnai spora


dan di dalam proses pewarnaannya melibatkan treatment pemanasan,
yaitu; spora dipanaskan bersamaan dengan zat warna tersebut sehingga
memudahkan zat warna tersebut untuk meresap ke dalam dinding
pelindung spora bakteri. Beberapa zat warna yang telah disebutkan di
atas, dapat mewarnai spora bakteri, tidak lepas dari sifat kimiawi
dinding spora itu sendiri. Semua spora bakteri mengandung asam
dupikolinat, yang mana subtansi ini tidak dapat ditemui pada sel
vegetatif bakteri, atau dapat dikatakan, senyawa ini khas dimiliki oleh
spora. Dalam proses pewarnaan, sifat senyawa inilah yang kemudian
dimanfaatkan untuk di warnai menggunakan pewarna tertentu, dalam
hal ini larutan hijau malakit. Sedangkan menurut pelczar, selain
subtansi di atas, dalam spora bakteri juga terdapat kompleks Ca 2+ dan
asam dipikolinan peptidoglikan. Proses pembentukan spora disebut
sprorulasi, pada umumnya proses ini mudah terjadi saat kondisi
medium biakan bakteri telah memburuk, hal ini sesuai dengan
kenyataan bahwa, sampel yang diambil dalam praktikum ini berasal
dari biakan bakteri yang dibuat beberapa minggu yang lalu, sehingga
diasumsikan, nutrisi di dalam medium telah hampir habis, sehingga
diharapkan bakteri melakukan proses sporulasi ini. Harapan ini
terbukti benar dengan kenyataan bahwa dari kedua sampel yaitu koloni
1 dan koloni 2, keduanya sama-sama menghasilkan spora. (Volk &
Wheeler, 1988)
Namun menurut Dwijoseputro beberapa bakteri mampu
membentuk spora meskipun tidak dalam keadaan ekstrem ataupun
medium yang kurang nutrisi. Hal ini dimungkinkan karena bakteri

tersebut

secara

genetis,

dalam

tahapan

pertumbuhan

dan

perkembangannya memang memiliki satu fase sporulasi. Masih


menurut Dwijoseputro (1979) jka medium selalu diadakan pembaruan
dan kondisi lingkungan disekitar bakteri selalu dijaga kondusif,
beberapa jenis bakteri dapat kehilangan kemampuannya dalam
membentuk spora. Hal ini dimungkinkan karena struktur bakteri yang
sangat sederhana dan sifatnya yang sangat mudah bermutasi, sehingga
perlakuan pada lingkungan yang terus menerus dapat mengakibatkan
bakteri mengalami mutasi dan kehilangan kemampuannya dalam
membentuk spora. (Dwijoseputro, 1979)
Cara pewarnaan negatif ini dikemukakan oleh Burri-Gins
(Irianto, 2006). Menurut Tarigan (1988), pengecatan negatif bertujuan
untuk mewarnai latar belakang atau bidang pandang di bawah
mikroskop dan bukan untuk mewarnai sel-sel mikroba yang diperiksa.
Pengecatan negatif dapat digunakan untuk melihat kapsul yang
menyelubungi tubuh bakteri dengan hanya menggunakan satu macam
cat saja. Sedangkan pewarnaan kapsul (pewarnaan positif) pertama
dikemukakan oleh Tyler. Dalam pewarnaan positif ini digunakan
senyawa kristal violet 0,18 gram. Hasil dari pewarnaan kapsula ini
adalah kapsul tampak berwarna biru-ungu yang terletak disekitar tubuh
bakteri. Sedangkan bakterinya sendiri berwarna biru kelam (Irianto,
2006).
Suspensi bakteri merupakan suatu bentuk biakan bakteri yang
dimana media yang dipaka untuk pembiakan berupa zat cair. Cara
pembuatan suspensi bakteri yaitu kultur murni E. Coli / Staph. Aureus
dalam MHA miring yang telah diremajakan selama 3 hari berturutturut, diinokulasi 1 oose, dimasukkan ke dalam 2 ml MHB steril, lalu
diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37oC. Kultur cair E.coli / Staph.
Aureus dalam MHB steril disetarakan dengan larutan standar
Mc.Farland I (populasi 1,5 x 108 cf u/ml), lalu diencerkan 1000x,
dengan cara dipipet 1 ml ke MBH 1, MHB 2, dan MHB 3 (Sujono,
2010).

IV.

Alat Bahan, gambar alat


IV.1.

Alat

1. Bak pewarna
2. Botol semprot
3. Cawan petri
4. Kaca obyek dan kaca obyek cekung
5. Kapas
6. Kertas saring
7. Korek api
8. Lup inokulasi (ose) dan jarum inokulasi
9. Mikroskop majemuk medan terang
10. Pembakar spirtus
11. Spidol
IV.2.

Bahan

1. Alkohol 70%
2. Aquades dalam botol semprot
3. Desinfektan
4. Metylen blue
5. Minyak emersi
6. Pewarna Klein
7. Suspense bakteri Bacillus subtilis
8. Suspensi bakteri Klebsiella sp.
9. Zat warna karbol fuschin

IV.3.

Gambar Alat

V.

Prosedur
V.1.

Pewarnaan spora
Disediakan 2 kaca objek yang bersih. Diletakkan satu ose
suspense bakteri dan satu tetes cina (1:1) pada dekat ujung kanan
kaca objek pertama. Dicampurkan dengan menggunakan sudut kaca
objek kedua sampai homogeny.
Diletakkan kaca objek kedua pada kaca objek pertama dengan
membentuk sudut 450. Ditarik kaca objek kedua sepanjang kaca
objek pertama dengan diseret kearah kiri.
Difiksasi preparat tersebut dengan dilakukan sebanyak 3 kali
diatas api. Di genangi dengan pewarna air fuksin selama 5 menit,
dibuang zat warna yang berlebih, lalu di keringkan dengan kertas
saring.

V.2.

Pewarnaan kapsul
Dibuat suspensi bakteri yang terdiri dari biakan bakteri dan
NaCl fisiologis di tabung reaksi, ditambahkan korbol fuksin
sebanyak 1:1 ke dalam suspensi tersebut.
Dipanaskan campuran tersebut dalam pemanas air bersuhu
800C selama 10 menit, dijaga jangan sampai mendidih atau kering.
Diseediakan kaca obyek yang bersih dan buat olesan dari
campuran tersebut. Digenangi olesan dengan H2S04 1% selama 2
detik, lalu cuci dengan air suling.
Digenangi olesan dengan pewarna tandingan biru metilen
selama 5 menit, buang zat warna yang berlebih, bilas dengan air
suling, lalu keringkan dengan kertas saring.
Diteteskan sedikit minyak imersi pada preparat, lalu diperiksa di
bawah mikroskop. Mulailah dengan obyektif berkekuatan terendah

10X, lalu ganti dengan lensa obyektif berkekuatan 100X. Diamati


dan gambarkan hasilnya.

VI.

Hasil

VII.
Jenis Bakteri
Perbesaraan Mikroskop
Pewarnaan
Prosedur Pewarnaan

Bakteri Spora
10X
Pewarnaan Klein
Suspensi bakteri dioleskan pada kaca
objek yang bersih. Lalu, H2SO4 1%
ditambahkan, diamkan 2 detik dan
dibilas dengan aquades. Kemudian,
metilen ble ditambahkan, didiamkan
5 menit, dibilas dengan aquades dan
dikeringkan dengan kertas saring.
Minyak imersi ditambahkan ke
preparat dan diamati dibawah
mikroskop mulai perbesaran 10 X

Keterangan

sampai 100 X
Ditemukan bakteri Bacillus subtilis

Jenis Bakteri
Perbesaraan Mikroskop
Pewarnaan

Bakteri berkapsul
10x
Negatif ditambahkan dengan

Prosedur Pewarnaan

pewarna air fuschin


Negatif (kapsul)

VIII. Pembahasan
Pada umumnya bakteri bersifat tembus cahaya, hal ini disebabkan
karena banyak bakteri yang tidak mempunyai zat warna. Salah satu cara
untuk mengamati bentuk sel bakteri sehingga mudah untuk diidentifikasi
ialah dengan metode pengecatan atau pewarnaan. Hal tersebut juga
berfungsi untuk mengetahui sifat fisiologisnya yaitu mengetahui reaksi
dinding sel bakteri melalui serangkaian pengecatan. (Waluyo, 2007) .
Pewarnaan atau pengecatan terhadap mikroba banyak dilakukan
baik secara langsung (bersama bahan yang ada) ataupun secara tidak
langsung (melalui biakan murni). Tujuan dari pewarnaan tersebut ialah
untuk mempermudah melihat bentuk jasad, baik bakteri, ragi, ataupun
fungi, memperjelas ukuran dan bentuk jasad dan melihat struktur luar dan
kalau memungkinkan juga struktur dalam jasad. Melihat reaksi jasad
terhadap pewarna yang diberikan sehingga sifat-sifat fisik dan kimia yang
ada akan dapat diketahui. (Suriawiria, 1999)

Ada tiga macam prosedur pewarnaan, yaitu pewarnaan sederhana


(simple stain), pewarnaan diferensial (differential strain), dan pewarnaan
khusus (special strain). (Pratiwi, 2008)
Pada pewarnaan sederhana hanya digunakan satu macam zat warna
untuk meningkatkan kontras antara mikroorganisme dan sekelilingnya.
Prosedur Pewarnaan sederhana mudah dan cepat, sehingga pewarnaan ini
sering digunakan untuk melihat bentuk ukuran dan penataan pada
mikoorganisme bakteri pada bakteri dikenal bentu yang bulat (coccus),
batang (basil), dan spiral. (Lay, 1994)
Pewarnaan bakteri yang menggunakan lebih dari satu zat warna
seperti pewarnaan gram dan pewarnaan tahan asam. Pewarnaan gram
adalah salah satu teknik pewarnaan diferensial yang paling penting dan
paling luas digunakan untuk bakteri. Bakteri yang diwarnai dengan metode
gram ini dibagi menjadi dua kelompok, salah satu diantaranya bakteri
gram positif dan bakteri gram negative. (Pelczar & Chan, 1986)
Perbedaan warna antara bakteri Gram Negatif dan bakteri Gram
Positif disebabkan oleh adanya perbedaan struktur pada dinding sel nya.
Dinding Gram Positif mengandung banyak peptidoglikan, sedangkan
dinding bakteri Gram Negatif banyak mengandung lipopolisakarida.
(Suriawiria, 1999)
Pada praktikum farkoter kali ini dilakukan pewarnaan tunggal atau
sederhana dan pewarnaan majemuk atau gram, sampel yang digunakan
yaitu sampel air keran, dan sampel air mineral. Pada dasarnya cara
pewarnaan terhadap mikroorganisme memiliki langkah-langkah yang
sama, yang membedakan terdapat pada senyawa pewarna yang digunakan,
karna bakteri mampu terlihat pada senyawa pewarna yang cocok karena
karakteristik dari bakteri pun berbeda-beda sehingga pewarna yang
digunakan pun akan berbeda, bakteri pun ada yang bisa terlihat dengan
hanya dilakukan pewarnaan tunggal dan ada juga yang harus dilakukan
pewarnaan majemuk terlebih dahulu sehingga bakteri mampu terlihat.

Pada langkah-langkah awal pemeriksaan sampel, sampel yang


sudah tersedia di tabung reaksi diambil sedikit dengan menggunakan oose
yang sebelumnya telah difiksasi, cara memfiksasi oose yaitu dipanaskan
diatas bunsen hingga kawatnya menjadi merah membara, fiksasi oose dari
ujung yang berbentuk bulat hingga pangkal oose yang dekat dengan
pegangannya, jika suda diamkan dulu beberapa detik hingga oose dingin,
dan perlu diperhatikan oose yang telah difiksasi jangan disimpan diatas
meja, jadi pada saat mendinginkan, oose harus tetap dipegang dan masih
berada didekat api, cara mendinginkannya bisa dengan didiamkan, atau
dikibas-kibaskan, atau ditempelkan ke mulut tabung reaksi, tabung reaksi
terbuat dari kaca yang tidak terlalu baik bagi penghantar panas, sehingga
mampu mendinginkan kawat oosenya. Proses pendinginan oose ini sangat
penting sebelum dilakukan pengambilan sedikit sampe, karena jika
praktikan ingin mengambil sabagian sampel menggunakan oose yang
masih panas maka akan menyebabkan bakteri yang terkandung didalam
sampel akan mati, sehingga akan dulit untuk mengidentifikasi bakteri apa
saja yang terdapat pada sampel. Jika kira-kira oose sudah dingin, oose bisa
dimasukkan kedalam sampel, lalu sampel yang terambil diletakkan diatas
kaca preparat, sebelumnya kaca preparat ini harus bersih terlebih dahulu,
cara membersihkannya dengan merendam kaca preparat kedalam etanol
70% dimana etanol 70% ini memiliki fungsi sebagai antiseptik yang
mampu membunuh atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme, lalu
dilap menggunakan kapas hingga kering, kaca preparat ini harus dilap
hingga kering apalagi pada proses pemeriksaan bakteri seperti ini kita
dituntut untuk kerja secara aseptis, hampir segala alat-alat yang digunakan
harus disterilisasi dengan cara difiksasi atau dilewatikan ke api jika pada
kaca masih basah oleh etanol 70% bisa terjadi kebakaran karna etanol itu
sendiri bersifat mudah terbakar. Jika kaca preparat telah siap, sampel yang
tadi terambil oleh oose diusapkan keatas kaca preparat secara perlahan,
bagian yang terusap oleh sampel ditandai oleh spidol di kaca preparat
bagian bawah, lalu kaca difiksasi diatas bunsen agar bakterinya menempel

pada kaca preparat. Setelah itu dilakukan lah tahapan pewarnaan dengan
senyawa yang berbeda-beda.
Setelah oose yang sudah dimasukkan ke dalam cawan petri yang
berisi sampel, oose di swap kan ke kaca preparat. Pertama kali kita
melakukan reaksi pewarnaan tunggal, dengan menggunakan pewarna
Metilen Blue. Metilen blue digunakan karena kebanyakan bakteri udah
bereaksi dengan zat-zat pewarna yang bersifat alkalin atau komponen dari
kromoforiknya bermuatan positif. Hal itu disebabkan oleh sifat dari
sitoplasma bakteri yang bersifat basofilik atau menyukai basa. Setelah
diberi metilen blue, preparat dibiarkan selama 5 menit. 5 menit adalah
batas minimal bagi bakteri menyerap seluruh zat pewarna. Setelah
menunggu lima menit, dibilas dengan aquades dan di bersihkan dengan air
suling. Setelah itu ditetesi minyak emersi. Minyak emersi biasa digunakan
untuk penggunaan mikroskop dengan perbesaraan 100x namun untuk
memperbesar indeks bias dan memperjelas resolusi dari benda yang akan
diamati. Setelah itu diamati di mikroskop dengan perbesaran terkecil yaitu
10x lalu meningkat hingga 100x. Setelah diamati, didapatkan jenis bakteri
basil pada sampel 2. Basil adalah bakteri yang memiliki bentuk batang
atau silinder.
Dilakukan pewarnaan majemuk setelah mendapatkan hasil dari
pewarnaan tunggal. Setelah melakukan swap, tetesi dengan karbol gentian
hingga menggenang selama satu menit. Apabila terdapat bakteri gram
positif, maka bakteri tersebut akan mengikat zat warna dari karbol gentian
tersebut. Setelah itu kaca preparat di bilas dyngan aquadest. Kemudian
ditetesi dengan lugol dan ditunggu selama 2 menit. Lugol disini berfungsi
untuk meningkatkan aktifitas peningkatan zat warna oleh bakteri,
memperjelas zat warna juga. Setelah 2 menit, larutan di bilas lagi dengan
aquadest dan dibersihkan lagi dengan kertas saring. Setelah itu ditetesi
dengan alkohol 95% selama 30 detik setetes demi setetes. Alkohol
digunakan sebagai solven organic yang mampu melunturkan zat warna.
Selain itu pemberian alkohol juga berguna until melisiskan dinding sel dari

bakteri. Untuk mewarnai sel-sel yang sudah hilang warna utamanya karna
pemberian alkohol, maka diberikan air fuksin dan dibiarkan selama 30
detik juga. Bacteria gram negatif nantinya akan mengikat warna dari air
fuksin ini. Setelah itu dibilas lagi dengan aquadest. Dan setelah ditetesi
minyak emersi, diamati di mikroskop. Didapatkan bakteri dengan gram
positif
IX.

Kesimpulan
Pada praktikum kali ini, dapat diketahui bentuk, ukuran, dan
struktur-struktur dari sampel 1 dengan menggunakan pewarnaan tunggal
yaitu CGV dengan sampel berbentuk basil. Dapat pula menganuti bakteri
yaitu gram positif dan gram negatif dengan menggunakan proseduur
pewarnaan gram dan dapat memahami setiap langkah dan reaksi-reaksi
kimia yang terjadi di dalam prosedur. Pada sampel 1 yaitu terdapat bakteri
gram negatif dengan bentuk basil dan terdapat bakteri gram positif dengan
bentuk kokus dengan menggunakan pewarna air fuchsin.

Daftar Pustaka
CV. Yrama Widya. Bandung.
Dwidjoseputro. 2005. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Djambatan: Jakarta
Dwidjoseputro.1978. Pengantar Mikologi. Penerbit Alumni. Bogor
Hadioetomo, Ratna S. 1990. Mikrobiologi Dasar dalam Praktek Teknik dan
prosedur laboratorium. Jakarta: Gramedia
Harley.

2002.

Laboratory

Excercise

in

Microbiology.

USA:

HillPublisher.
Irianto, K. 2006, Mikrobiologi: Menguak Dunia Mikroorganisme Jilid 2,
Kusnadi. 2003. Mikrobiologi. Bandung: JICA IMSTEP.
Pelczar, Michael J. 1986. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta: UI Press.
Pratiwi, T. 2008. Mikrobiologi Farmasi. Jakarta: Erlangga.

McGraw

Santoso. 2010. Enzimologi. Seri Buku Kuliah Biokimia Kedokteran I. Semarang.


Schlegel Hans G,. 1994. Mikrobiologi Umum. Penterjemah Tedjo Baskoro. Edisi
keenam. Gajah Mada University Press. Yogyakarta
Sujono, E. 2010. Lampiran Skema Kerja Pembuatan Suspensi Bakteri. Available
at http://repository.wima.ac.id/1324/7/LAMPIRAN.pdf [diakses pada
tanggal 9 Oktober 2016].
Tarigan, J., 1988, Pengantar Mikrobiologi Umum. Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Jakarta.
Volk dan Wheeler. 1988. Mikrobiologi Dasar Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga.
Volk dan Wheeler. 1988. Mikrobiologi Dasar. Edisi Kelima. Jilid I. Penerbit
Erlangga. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai