DI SUSUN OLEH :
MOCHAMMAD AKHIYANTO RISMAWAN
NIM. 16143149011030
LAPORAN PENDAHULUAN
CVA (CEREBRO VASKULAR ACCIDENT) TROMBOSIS
A.Definisi
Stroke (CVA) atau penyakit serebrovaskular mengacu kepada setiap gangguan neurologi
mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah melalui sistem suplai
arteri otak sehingga terjadi gangguan peredaran darah otak yang menyebabkan terjadinya
kematian otak sehingga mengakibatkan seseorang menderita kelumpuhan atau kematian
(Fransisca, 2011). Stroke trombotik yaitu stroke yang disebabkan karena adanya penyumbatan
lumen pembuluh darah otak karena trombus yang makin lama makin menebal, sehingga aliran
darah menjadi tidak lancar. Penurunan aliran darah ini menyebabkan iskemik.
Stroke thrombosis dapat mengenai pembuluh darah besar termasuk sistem arteri carotis
atau pembuluh darah kecil termasuk percabangan sirkulus wilis dan sirkulasi posterior. Tempat
yang umum terjadi thrombosis adalah titik percabangan arteri serebral khususnya distribusi arteri
carotis interna.
Pada stroke trombotik didapati oklusi ditempat arteri serebral yang bertrombus.
Trombosis merupakan bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher dan penyebab
stroke yang paling sering. Arteriosclerosis serebral dan perlambatan sirkulasi serebral adalah
penyebab utama trombosis serebral. Tanda-tanda trombosis serebral bervariasi, sakit kepala
adalah awitan yang tidak umum. Beberapa pasien mengalami pusing, perubahan kognitif atau
kejang dan beberapa awitan umum lainnya. Secara umum trombosis serebral tidak terjadi secara
tiba-tiba, dan kehilangan bicara sementara, hemiplegia atau parestesia pada setengah tubuh dapat
mendahului awitan paralysis berat pada beberapa jam atau hari. Proses aterosklerosis ditandai
oleh plak berlemak pada pada lapisan intima arteria besar. Bagian intima arteria sereberal
menjadi tipis dan berserabut, sedangkan sel-sel ototnya menghilang. Lamina elastika interna
robek dan berjumbai, sehingga lumen pembuluh sebagian terisi oleh materi sklerotik tersebut.
Plak cenderung terbentuk pada percabangan atau tempat-tempat yang melengkung. Trombi juga
dikaitkan dengan tempat-tempat khusus tersebut. Pembuluh-pembuluh darah yang mempunyai
resiko dalam urutan yang makin jarang adalah sebagai berikut : arteria karotis interna, vertebralis
bagian atas dan basilaris bawah. Hilangnya intima akan membuat jaringan ikat terpapar.
Trombosit menempel pada permukaan yang terbuka sehingga permukaan dinding pembuluh
darah menjadi kasar. Trombosit akan melepasakan enzim, adenosin difosfat yang mengawali
mekanisme koagulasi. Sumbatan fibrinotrombosit dapat terlepas dan membentuk emboli, atau
dapat tetap tinggal di tempat dan akhirnya seluruh arteria itu akan tersumbat dengan sempurna.
Trombus adalah pembentukan bekuan platelet atau fibrin di dalam darah yang dapat
menyumbat pembuluh vena atau arteri dan menyebabkan iskemia dan nekrosis jaringan lokal.
Trombus ini bisa terlepas dari dinding pembuluh darah dan disebut romboemboli. Trombosis dan
tromboemboli memegang peranan penting dalam patogenesis stroke iskemik. Lokasi trombosis
sangat menentukan jenis ganguan yang ditmbulkanya, misalnya trombosis arteri dapat
mengakibatkan infark jantung, stroke, maupun claudicatio intermiten, sedangkan trombosis vena
dapat menyebabkan emboli paru. Trombosis merupakan hasil perubahan dari satu atau lebih
komponen utama hemostasis yang meliputi faktor koagulasi, protein plasma, aliran darah,
permukan vaskuler, dan konstiuen seluler, terutama platelet dan sel endotel. Trombosis arteri
merupakan komplikasi dari aterosklerosis yang terjadi karena adanya plak aterosklerosis yang
pecah.
Trombosis diawali dengan adanya kerusakan endotel, sehinga tampak jaringan kolagen
dibawahnya. Proses trombosis terjadi akibat adanya interaksi antara trombosit dan dinding
pembuluh darah, akibat adanya kerusakan endotel pembuluh darah. Endotel pembuluh darah
yang normal bersifat antirombosis, hal ini disebabkan karena adanya glikoprotein dan
proteoglikan yang melapisi sel endotel dan adanya prostasiklin (PGI2) pada endotel yang bersifat
vasodilator dan inhibisi platelet agregasi. Pada endotel yang mengalami kerusakan, darah akan
berhubungan dengan serat-serat kolagen pembuluh darah, kemudian akan merangsang trombosit
dan agregasi trombosit dan merangsang trombosit mengeluarkan zat-zat yang terdapat di dalam
granula-granula di dalam trombosit dan zat-zat yang berasal dari makrofag yang mengandung
lemak. Akibat adanya reseptor pada trombosit menyebabkan perlekatan trombosit dengan
jaringan kolagen pembuluh darah.
Penyebab lain terjadinya trombosis adalah polisetemia, anemia sickle sel, defisiensi
protein C, displasia fibromuskular dari arteri serebral, dan vasokonstriksi yang berkepanjangan
akibat serangan migrain. Setiap proses yang menyebabkan diseksi arteri serebral juga dapat
menyebabkan terjadinya stroke trombotik.
B. Etiologi
Thrombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur. Hal ini dapat
terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah yang dapat
menyebabkan iskemi serebral.Tanda dan gejala neurologis seringkali memburuk pada 48 jam
setetah thrombosis. Beberapa keadaan yang menyebabkan trombosis otak :
1. Atherosklerosis
Atherosklerosis adalah mengerasnya pembuluh darah serta berkurangnya kelenturan atau
elastisitas dinding pembuluh darah. Manifestasi klinis atherosklerosis bermacam-macam.
Kerusakan dapat terjadi melalui mekanisme berikut :
- Lumen arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya aliran darah.
- Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadi thrombosis.
- Merupakan tempat terbentuknya thrombus, kemudian melepaskan kepingan thrombus
-
(embolus).
Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian robek dan terjadi
perdarahan.
2. Hypercoagulasi pada polysitemia
Darah bertambah kental , peningkatan viskositas /hematokrit meningkat dapat melambatkan
aliran darah serebral.
3. Arteritis( radang pada arteri )
Faktor Resiko
Stroke dapat dicegah dengan memanipulasi faktor-faktor risikonya. Faktor risiko stroke ada
yang tidak dapat diubah, tetapi ada yang dapat dimodifikasi dengan perubahan gaya hidup atau
secara medik. Faktor-faktor risiko pada stroke adalah :
1. Hipertensi
Merupakan faktor yang penting pada pathogenesa terjadinya stroke iskemia dan perdarahan.
Biasanya berhubungan dengan tingginya tekanan diastolik. Mekanismenya belum diketahui
secara pasti, tetapi pada percobaan binatang (anjing) didapatkan bahwa adanya tekanan
darah yang tinggi menyebabkan kerusakan endotel pembuluh darah dan meningkatkan
permeabilitas dinding pembuluh darah terhadap lipoprotein. Di Framingham, resiko relatif
terjadinya stroke pada setiap peningkatan 10 mmHg tekanan darah sistolik adalah 1,9 pada
pria dan 1,7 pada wanita dimana faktor-faktor lain telah diatasi.
2. Diabetes mellitus
Diabetes mellitus sindroma klinis heterogen yang ditandai oleh peninggian kadar glukosa
darah kronis. Salah satu penyulit vaskuler pada penderita ini adalah penyakit pembuluh
darah serbral. Penderita ini mempunyai resiko terjadinya stroke 1,5-3 kali lebih sering jika
dibandingkan dengan populasi normal. Pada penelitian di Surabaya tahun 1993 ditemukan
4,2% penderita DM mendapat penyulit gangguan pembuluh darah serbral (stroke).
Hipertensi yang terjadi pada penderita DM, merupakan salah satu faktor terjadinya stroke.
Hiperlikemi kronis akan menimbulkan glikolisasi protein-protein dalam tubuh. Bila hal ini
berlangsung hingga berminggu-mingu, akan terjadi AGES (advanced glycosylate end
products) yang toksik untuk semua protein. AGE protein yang terjadi diantaranya terdapat
pada receptor makrofag dan reseptor endotel. AGE reseptor dimakrofag akan meningkatkan
produksi TNF (tumor necrosis factors), ILI (interleukine-I), IGF-I (Insuline like growth
factors-I_. Produk ini akan memudahkan prolipelisasi sel dan matriks pembuluh darah. AGE
Reseptor yang terjadi di endotel menaikkan produksi faktor jaringan endotelin-I yang dapat
menyebabkan kontriksi pembuluh darah dan kerusakan pembuluh darah.
3. Kolesterol tinggi
Kolesterol tubuh yang tinggi dapat menyebabkan aterosklerosis dan terbentuknya embolus
dari lemak. Produk kolesterol didalan darah yang terbanyak adalah Low Density Lipoprotein
(LDL), LDL ini meningkat dengan adanya proses aterosklerosis. Sedangkan High Density
Lipoprotein (HDL) merupakan proteksi terhadap terbentuknya aterosklerosis akibat fasilitas
pembuangan (disposal) partikel kolestrol.
4. Obesitas
Pada obesitas dapat terjadi hipertensi dan peningkatan kadar kolesterol sehingga dapat
mengakibatkan gangguan pada pembuluh darah, salah satunya pembuluh drah otak.
5. Kurang aktivitas
Kurang aktivitas fisik dapat juga mengurangi kelenturan fisik termasuk kelenturan pembuluh
darah (embuluh darah menjadi kaku), salah satunya pembuluh darah otak.
6. Perokok
Merokok merupakan faktor resiko yang independen. Mekanisme terjadinya ateroma tersebut
belum diketahui secara pasti, tetapi kemungkinan akibat:
- Stimulasi sistim saraf simpatis oleh nikoton dan ikatan O2 dengan hemoglobin akan
-
C. Patofisiologi
Stoke terjadi karena adanya tekanan darah yang meningkat sehingga pembuluh darah
tidak bisa menahannya. Aktivitas berat yang dilakukan seseorang juga bisa memicu tekanan
darah meningkat, dan lama-kelamaan akhirnya darah yang mengisi otak ini semakin banyak.
Sebagai akibat dengan adanya cairan baru di dalam kepala, maka volume cairan di dalam darah
secara langsung akan meningkat begitu pula tekanan di dalam otak menjadikan pembuluh darah
pecah dan terjadinya pembekuan darah. Pada tahap ini, pasien bisa saja merasakan sakit kepala
hebat, disertai muntah terus menerus dan kepala serasa berputar. Pada tahap ini biasanya pasien
dan keluarga akan segera mencari pertolongan.
Pada stroke iskemik, aliran darah ke otak terhenti karena aterosklerosis (penumpukan
kolesterol pada dinding pembuluh darah) atau bekuan darah yang telah menyumbat suatu
pembuluh darah ke otak. Hampir sebagian besar pasien mengalami stroke jenis ini. Sedangkan
pada stroke hemorargik, pembuluh darah pecah sehingga menghambat aliran darah yang normal
dan darah merembes ke dalam suatu daerah di otak dan merusaknya. Hampir sebagian besar
kasus stroke hemorargik terjadi pada penderita hipertensi.
Akhirnya darah yang masih saja mengalir itu mulai menekan bagian-bagian otak, dan
gejala yang ditimbulkan tergantung dari tempat perdarahan tersebut. Jika yang tertekan oleh otak
adalah area motorik otak kanan, maka pasien akan menderita kelumpuhan tangan dan kaki
sebelah kiri, begitu pula sebaliknya, jika bagian otak yang tertekan adalah area motorik otak kiri,
maka pasien akan menderita kelumpuhan tangan dan kaki sebelah kanan. Jika perdarahan
tersebut terjadi di dekat pusat kesadaran maka pasien tersebut dapat mengalami penurunan
kesadaran.
Adapun lima gejala utama pada penyakit stroke yaitu pusing atau sakit kepala tiba-tiba
tanpa tahu sebabnya, tiba-tiba kehilangan keseimbangan, koordinasi dan kontrol tubuh,
kehilangan penglihatan pada salah satu atau kedua mata, kehilangan kesadaran dan bicara tidak
jelas, serta kelemahan dan kelumpuhan pada wajah, lengan, tangan, terutama pada salah satu sisi
tubuh.
Tahap yang paling akhir jika perdarahan tidak atau gagal ditangani, maka darah akan
semakin banyak dan akibatnya bisa menekan pusat kesadaran dan pusat pernafasan sehingga
pasien mengalami henti nafas, dan jika ini terjadi, maka kemungkinan terburuk adalah kematian
bagi pasien tersebut.
D. Manifestasi Klinis
Menurut Suzzane C. Smelzzer, dkk, (2010, hlm. 2133-2134) menjelaskan ada enam tanda dan
gejala dari stroke non hemoragik yang mana tergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah mana
yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat dan jumlah aliran darah kolateral.
Adapun gejala stroke non hemoragik adalah:
a. Kehilangan motorik: stroke adalah penyakit neuron atas dan mengakibatkan kehilangan
kontrol volunter. Gangguan kontrol volunter pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukan
kerusakan pada neuron atas pada sisi yang belawanan dari otak. Disfungsi neuron paling
umum adalah hemiplegi (paralisis pada salah satu sisi tubuh) karena lesi pada sisi otak yang
berlawanan dan hemiparises (kelemahan salah satu sisi tubuh).
b. Kehilangan komunikasi: fungsi otak lain yang yang dipengaruhi oleh stroke adalah bahasa
dan komunikasi. Stroke adalah penyebab afasia paling umum. Disfungsi bahasa dan
komunikasi dapat dimanifestasikan oleh hal berikut:
1. Disatria (kesulitan berbicara), ditunjukan dengan bicara yang sulit dimengerti yang
disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung jawab menghasilkan bicara.
2. Disfasia atau afasia (kehilangan bicara), yang terutama ekspresif atau reseptif.
3. Apraksia, ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang dipelajari sebelumnya.
4. Defisit lapang pandang, sisi visual yang terkena berkaitan dengan sisi tubuh yang
paralisis yaitu kesulitan menilai jarak, tidak menyadari orang atau objek ditempat
kehilangan penglihatan.
5. Defisit sensori, terjadi pada sisi berlawanan dari lesi yaitu kehilangan kemampuan untuk
merasakan posisi dan gerakan bagian tubuh.
6. Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologik, bila kerusakan pada lobus frontal,
mempelajari kapasitas, memori atau fungsi intelektual mungkin terganggu. Disfungsi ini
dapat ditunjukan dalam lapang perhatian terbatas, kesulitan dalam pemahaman, lupa dan
kurang motivasi.
7. Disfungsi kandung kemih, setelah stroke pasien mungkin mengalami inkontenensia
urinarius karena kerusakan kontrol motorik.
No.
Etiologi
1.
Stroke hemoragik
Manifestasi klinis
a. Nyeri kepala hebat karena hipertensi.
b. Perdarahan
(SAH)
f. Kesadaran hilang
a. Peningkatan TIK mendadak.
b. Sering dijumpai kaku kuduk.
c. Sakit kepala
2.
Stroke ischemic
a.
Thrombosis
d. Penurunan kesadaran.
a. Sering muncul tidur atau pada saat 1
jam setelah serangan
b. Manifestasi kliniknya lebih lambat di
bandingkan perdarahan dan emboli.
b.
Emboli
c. Hipertensi.
a. Tensi normal.
b. Tidak ada discernible waktu.
c. Tidak ada relasi aktivitas.
d. Manifestasi klinis muncul dengan cepat
10 30 detik dan sering tanpa ada
peringatan.
d. Iskemik
berulang hingga 25%. Tidak ada bukti bahwa dosis yang lebih tinggi memberikan hasil
yang lebih baik.
Penatalaksanaan medis pada klien dengan stroke menurut Mansjoer, 2000 meliputi :
1.
Non pembedahan
- Terapi koagulan. Kontraindikasi pemberian terapi antikoagulan pada klien
dengan riwayat ulkus, uremia dan kegagalan hepar.sodium heparin diberikan
-
3. Pungsi Lumbal
Menunjukan adanya tekanan normal, tekanan meningkat dan cairan yang mengandung
darah menunjukan adanya perdarahan.
4. Magnatik Resonan Imaging (MRI): Menunjukan daerah yang mengalami infark,
hemoragik.
5. Ultrasonografi Dopler : Mengidentifikasi penyakit arteriovena.
6. Sinar X Tengkorak: Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal.
7. Elektro Encephalografi (EEG)
Mengidentifikasi masalah didasarkan pada gelombang otak dan
mungkin
resiko).
Sensori Neural
Data Subyektif:
Pusing, nyeri kepala : pada perdarahan intra serebral atau perdarahan sub arachnoid,
kelemahan, kesemutan, sisi yang terkena terlihat seperti lumpuh/mati, penglihatan
Nyeri / kenyamanan
Data Subyektif:
Sakit kepala yang bervariasi intensitasnya.
Data obyektif:
Tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan otot / fasial.
Respirasi
Data Subyektif:
Perokok (factor resiko).
Data obyektif:
Motorik/sensorik : masalah dengan penglihatan.
Perubahan persepsi terhadap tubuh, kesulitan untuk melihat objek, hilang
kewasadaan terhadap bagian tubuh yang sakit.
Tidak mampu mengenali objek, warna, kata, dan wajah yang pernah dikenali.
Gangguan berespon terhadap panas, dan dingin/gangguan regulasi suhu tubuh.
Gangguan dalam memutuskan, perhatian sedikit terhadap keamanan, berkurang
kesadaran diri.
B. Diagnosa Keperawatan
- Perubahan perfusi jaringan serebral b.d terputusnya aliran darah : penyakit oklusi,
-
C. Intervensi Keperawatan
- Diagnosa Keperawatan 1. :
Perubahan perfusi jaringan serebral b.d terputusnya aliran darah : penyakit oklusi,
perdarahan, spasme pembuluh darah serebral, edema serebral.
Kriteria Hasil :
Terpelihara dan meningkatnya tingkat kesadaran, kognisi dan fungsi sensori / motorik.
Menampakan stabilisasi tanda vital.
Peran pasien menampakan tidak adanya kemunduran / kekambuhan.
Intervensi :
Independen
Tentukan factor factor yang berhubungan dengan situasi individu/ penyebab koma.
Monitor dan catat status neurologist secara teratur.
Monitor tanda tanda vital.
Evaluasi pupil (ukuran bentuk kesamaan dan reaksi terhadap cahaya).
Bantu untuk mengubah pandangan , misalnaya pandangan kabur, perubahan lapang
pandang / persepsi lapang pandang.
Bantu meningkatakan fungsi, termasuk bicara jika pasien mengalami gangguan fungsi.
Kepala dielevasikan perlahan lahan pada posisi netral.
Pertahankan tirah baring , sediakan lingkungan yang tenang , atur kunjungan sesuai
indikasi.
Berikan suplemen oksigen sesuai indikasi.
Berikan medikasi sesuai indikasi :
Antifibrolitik, misal aminocaproic acid (amicar).
Antihipertensi.
Vasodilator perifer, missal cyclandelate, isoxsuprine.
-
Diagnosa Keperawatan 2. :
Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d kerusakan batuk, ketidakmampuan mengatasi
lendir.
Kriteria Hasil:
Pasien memperlihatkan kepatenan jalan napas.
Ekspansi dada simetris.
Bunyi napas bersih saat auskultasi.
Tidak terdapat tanda distress pernapasan.
GDA dan tanda vital dalam batas normal.
Intervensi:
Kaji dan pantau pernapasan, reflek batuk dan sekresi.
Posisikan tubuh dan kepala untuk menghindari obstruksi jalan napas dan memberikan
pengeluaran sekresi yang optimal.
Penghisapan sekresi.
Auskultasi dada untuk mendengarkan bunyi jalan napas setiap 4 jam.
Berikan oksigenasi sesuai advis.
Pantau BGA dan Hb sesuai indikasi.
Diagnosa Keperawatan 3. :
Pola nafas tak efektif berhubungan dengan adanya depresan pusat pernapasan
Tujuan :
Pola nafas pasien efektif
Kriteria Hasil:
RR 18-20 x permenit
Ekspansi dada normal.
Intervensi :
Kaji frekuensi, irama, kedalaman pernafasan. Auskultasi bunyi nafas.
Pantau penurunan bunyi nafas.
Pastikan kepatenan O2 binasal.
Berikan posisi yang nyaman : semi fowler.
Berikan instruksi untuk latihan nafas dalam.
Catat kemajuan yang ada pada klien tentang pernafasan
DAFTAR PUSTAKA
B.Batticca, Fransiska, (2011), Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan,
Jakarta : Salemba Medika.
http://asuhankeperawatanstrokenonhemoragik.blogspot.com/2012/12/askep-stroke-nonhemoragiksnh.html (diakses pada tanggal 16 Juni 2015).
Muttaqin, Arif (2008). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persyarafan.
salemba medika: jakarta.
Smeltzer C. Suzanne, Brunner & Suddarth. (2010). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah,
Jakarta, EGC.