TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Konsep Cedera
2.1.1 Definisi Cedera
Pengertian cedera secara umum adalah luka atau jejas baik fisik
maupun psikis. Cedera dengan kata lain disebutinjury atau wound, dapat
diartikan sebagai kerusakan atau luka yang biasanya disebabkan oleh
tindakan-tindakan fisik dengan terputusnya kontinuitas normal suatu struktur.
Cedera juga diartikan sebagai suatu kejadian tidak terduga atau suatu
penyebab sakit, karena kontak yang keras dengan suatu benda (wahyuni,
2012).Cedera adalah merupakan kerusakan fisik pada tubuh manusia yang
diakibatkan oleh kekuatan yang tidak dapat ditoleransi dan tidak dapat diduga
sebelumnya (Rikesdas, 2013)
Berdasarkan pengertian diatas penulis dapat menyimpulkan trauma
merupakan suatu kerusakan fisik baik yang akut maupun kronis yang dapat
menyebabkan kerusakan pada seluruh anggota tubuh
2.1.2 Penyebab Cedera
Secara umum, kondisi trauma yang dialami individu (anak) disebabkan
oleh berbagai situasi dan kondisianatara lain (Sudiharto Yuniarti, 2013):
1. Peristiwa atau kejadian alamiah (bencana alam), seperti gempa bumi,
tsunami, banjir, tanah longsor, angin topan.
2. Pengalaman dikehidupan sosial (psiko-sosial), seperti pola asuh yang
salah, ketidak adilan, penyiksaan (secara fisik atau psikis), teror,
kekerasan, perang.
3. Pengalaman langsung atau tidak langsung, seperti melihat sendiri,
mengalami sendiri (langsung) dan pengalaman orang lain (tidak langsung).
4. Faktor pejalan kaki. Pejalan kaki sangat mudah mengalami cidera serius
atau kematian jika ditabrak oleh kendaraan bermotor
5. Faktor lingkungan. Berbagai faktor lingkungan jalan yang kurang baik
berpengaruh dalam kegiatan lalu lintas diantaranya adalah keadaan cuaca
seperti kabut, hujan, jalan, jalan licin, serta kondisi geografis seperti
daerah pegunungan sehingga menyebabkan cedera. Hal ini mempengaruhi
pengemudi
dalam
mengatur
kecepatan
(mempercepat,konstan,
memperlambat atau berhenti).
6. Faktor pengemudi. Tingkah laku pribadi pengemudi di dalam arus lalu
lintas yang kurang baik adalah faktor yang menentukan karakteristik lalu
lintas yang terjadi yang bisa menyebabkan seseorang terkena cedera.
2.1.3
1. Tipe kejadian cedera, misalnya : tabrakan kendaraan bermotor, jatuh atau luka
tembus.
2. Perkiraan intensitas energi yang terjadi, misalnya : kecepatan kendaraan,
ketinggian dari tempat jatuh, kaliber atau ukuran senjata.
3. Jenis tabrakan atau benturan yang terjadi pada korban, misalnya : tabrakan
dengan mobil atau pohon, tertusuk pisau dan sebagainya (Sudiharto, 2013).
Mekanisme cedera dapat diklasifikasikan sebagai berikut: tumpul,
tembus, termal dan ledakan (Blast Injury). Pada semua kasus diatas terjadi
pemindahan energi (Transfer energy) kejaringan, atau dalam kasus cedera
thermal terjadi perpindahan energi (panas/dingin) kejaringan (Sudiarto, 2011).
2.1.4
Jenis-jenis Cedera
1. Cedera Kepala
Trauma kepala adalah trauma mekanik terhadap kepala, baik secara
langsung ataupun tidak langsung yang menyebabkan gangguan fungsi
neurologis yaitu gangguan fisik, kognitif, fungsi psikososial baik temporer
maupun permanen (Sartono, 2013).
Penyebab dari trauma kepala yaitu obstruksi jalan nafas karena
tersumbat oleh lidah, penumpukan sekret atau darah dan edema fasial
(Mclain, 2012).
2. Cedera Dada
Trauma dada adalah semua hal yang berkontak fisik pada thorax dan
dinding thorax yang disebabkan oleh benda tajam atau tumpul. di dalam
thorax terdapat 2 organ yang sangat vital bagi kehidupan manusia yaitu
paru-paru dan jantung. apabila terjadi benturan pada dada, kedua organ
tersebut dapat mengalami gangguan. trauma dada dapat menyebabkan
tamponade jantung, perdarahan, pneumothorax, hematothorax dan
hematopneumothorax (Scheetz, 2012).
3. Cedera Abdomen
Trauma yang terjadi pada abdomen dapat berupa trauma tumpul atau
tembus serta trauma yang disengaja maupun tidak (Hasbi, 2014).
4. Cedera ekstremitas
Trauma yang mengakibatkan cedera pada ekstremitas, disfungsi
struktur disekitarnya seperti kerusakan pada otot, pembuluh darah dan saraf
(Yusuf, 2014).
4. Cedera tembak
Cedera yang disebabkan oleh trauma mekanik seperti pukulan, tusukan
atau tendangan. hal ini terjadi akibat transfer energi dari luar menuju
jaringan. kerusakan yang terjadi pada jaringan tergantung pada absorbsi
kinetiknya (Kuniadi, 2012).
2.2 Konsep Kualitas Hidup Dan Penilaian Kualitas Hidup Dengan teori EQ-5D
2.2.1 Definisi
Kualitas hidup adalah tingkatan yang menggambarkan keunggulan
seorang individu yang dapat dinilai dari kehidupan mereka. Kualitas hidup
individu tersebut biasanya dapat dinilai dari kondisi fisiknya, psikologis,
hubungan sosial dan lingkungannya.kualitas hidup sebagai persepsi individu
terhadap keadaannya dalam kehidupan dengan tujuan, harapan, standar dan
kepedulian mereka (Larasati, 2012).
Kualitas hidup terkait kesehatan yang dahulu ,memiliki konsep untuk
mengetahui situasi individu secara aktual yang dihubungkan dengan harapan
individu tersebut mengenai kesehatannya. Persamaan konsep terdahulu,
memiliki veriasi hasil jawaban yang tinggi, dan bersifat reaktif terhadap
pengaruh eksternal terhadap lama menderita penyakit dan dukungan sekitar
( Nursalam, 2013)
Dengan knsep yang saat ini di gunakan secara umum, merupakan
analisis dari hasil quersioner yang dilakukan pada pasien, yang bersifat multi
dimensi dan mencakup keadaan secara fisik, sosial, emosional, kognitif,
hubungan dengan peran atau pekerjaan yang peran dijalani, dan aspek spritual
yang berkaitan dengan variasi gejala penyakit,terapi yang didapatkan beserta
dengan dampak serta kondisi medis, dan dampak secara finansial (jhon et
al,2004 dalam Nursalam, 2013)
2.2.2
2.2.3
DEFINISI MOBILISASI
Mobilisasi adalah suatu kondisi dimana tubuh dapat melakukan
keegiatan dengan bebas (Kosier, 2010)
Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas,
mudah dan teratur yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehat.
Mobilisasi diperlukan untuk meninngkatkan kesehatan, memperlambat
proses penyakit khususnya penyakit degeneratif dan untuk
aktualisasi. Mobilisasi menyebabkan perbaikan sirkulasi, membuat napas
dalam dan menstimulasi kembali fungsi gastrointestinal normal, dorong
untuk menggerakkan kaki dan tungkai bawah sesegera mungkin, biasanya
dalam waktu 12 jam (Asmadi, 2010)
Tujuan Mobilisasi
Tujuan mobilisasi yaitu :
a. Memenuhi kebutuhan dasar manusia
b. Mencegah terjadinya trauma
c. Mempertahankan derajat kesehatan
d. Mempertahankan interaksi sosial dan peran sehari - hari
e. Mencegah hilangnya kemampuan fungsi tubuh
Jenis Mobilisasi
Ada beberapa jenis mobilisasi menurut Potter, 2010 yaitu:
1. Mobilitas penuh, merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak secara
penuh dan bebas sehingga dapat melakukan interaksi sosial dan
menjalankan peran sehari-hari.
2. Mobilitas sebagian, merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak
dengan batasan jelas dan tidak mam.pu bergerak secara bebas karena
dipengaruhi oleh gangguan saraf motorik dan sesnsorik pada area
tubuhnya
2.2.5 Penilaian EQ-5D (European Quality of Lite 5 Dimension)
EQ-5D adalah instrumen standart untuk di gunakan sebagai ukuran
hasil kesehatan. EQ -5D terutama di rancang untuk diri selesai oleh responden
dan sangat ideal untuk survai tempat, diklinik dan tatap muka dalam
wawancara.Hal ini merupakan kognitif sederhana, mengambil hanya beberapa
menit untuk meyelesaikan.instruksi untuk responden termasuk dalam kuesioner.
( euroqol, 2015)
Formulir EQ-5D adalah suatu alat pengkur kualitas hidup terkait
kesehatan berupa quesioner yang terdiri dari 2 bagian. Bagian pertama terdiri
dari 5 dimensi, yaitu mobilisasi, perawatan diri sendiri, aktifitas sehari-hari, ras
nyeri atau rasa tidak nyaman dan rasa cemas atau depresi. Bagian kedua EQ-5D
3) Apabilah korban masih bernafas spontan, untuk menjaga jalan nafas tetap
terbuka posisikan kepala pada kedudukanyang tepat
4) Pada keadaan yang meragukan untuk mempertahankan jalan nafas
pasanglah oral atau nasal airway
b. Tahap dasar membuka jalan nafas dengan alat
Apabila manipulasi posisi kepala tidak dapat membebaskan jalan
nafas akibat sumbatan oleh pangkal lidah atau epiglotis maka lakukan
pemasangan alat bantu jalan nafas oral atau nasal.
c. Tahap dasar alat bantu jalan nafas tanpa orofaring (oropharyngeal
airway)
Alat bantu jalan nafas orofaring digunakan untuk menahan
pangkal lidah dari dinding belakang faring. Cara pemasangan :
1. Bersihkan mulut dan faring dari segala kotoran
2. Masukan alat dengan ujung mengarah ke chefala/megarah
kedepanfaring
3. Saat didorong masuk mendekati dinding belakang faring, alat
diputar 180
4. Ukuran alat dan penempatan yang tepat menghasilkan bunyi nafas
yang nyaring pada auskultasi paru saat ventilasi
5. Pertahankan posisi kepala yang tepat setelah terpasang. Jika
pemasangan tidak sesuai maka dapat menimbulkan
6. Lidah jatuh kebelakang menyumbat jalan nafas
7. Terjepitnya lidah dan bibir antara gigi dan alat
d. Alat bantu nafas nasofaring (nasopharyngeal airway)
Alat ini berbentuk pipa polos terbuat dari karet atau plastik.
Biasanya digunakan pada korban yang menolak menggunakan alat
bantu jalan nafas orofaring . Cara pemasangan :
1. Pilih alat dengan ukuran yang tepat, lumasi dan masukkan
menyusuri bagian tengan dan dasar rongga hidung hingga mencapai
daerah belakang lidah
2. Apabilah ada tahanan dengan dorongan ringan alat diputar sedikit.
Jika pemasangan tidak sesuai maka dapat menimbulkan bahaya :
a) Alat yang terlalu panjang dapat masuk oesophagus
b) Dapat merangsang muntah dan spasme laring
c) Dapat menyebabkan perdarahan akibat kerusakan mukosa
akibat pemasangan.
e. Pernafasan buatan (pernafasan mulut ke mulut dan mulut
kehidung)
Cara ini merupakan teknik dasar bantuan nafas. Upayakan
memakai pelindung (barrier) antara mulut penolong dengan korban
berupa lembar plastik (silikonberlubang)di tengah atau memakai
sungkup, sungkup khusus ini di kenal dengan nama pocket facemask.
f. Pernafasan mulut ke sungkup muka (pocket facemask)
Alat ni merupakan alat alat bantu efektif untuk nafas buatan.
Sungkup muka ini memiliki beberapa ukuran, bening untuk
memudahkan melihat adanya regurgitas dan memiliki lubang masuk
oksigen tambahan.
g. Cara pemberian nafas dari mulut ke mask
bawah dapat dilakukan fiksasi dengan menggunakan rigid splint, air splint atau
bantal.
6. Klavikula
Fraktur klavikula sering terjadi pada fraktur tulang tetapi tidak banyak
menyebabkan problem. imobilisasi terbaik dapat dilakukakan dengan
menggunakan sling, juga jarang terjadi kerusakan pada vena subklavia atau arteri
dan saraf dari tangan.
7. Bahu
Kejadian dari kerusakan bahu kebanyakan tidak mengancam jiwa tetapi
dapat disertai kerusakan yang parah dari dada dan leher, selain itu juga dapat
disertai dengan dislokasi dari persendian bahu. dislokasi bahu sering
menyebabkan rasa nyeri karena itu di antara lengan dan badan dipakaikan bantal
untuk mempertahankan tangan atas dalam posisi yang nyaman untuk korban.
selain itu juga dapat terjadi patah tulang humerus bagian atas yang dapat
menyebabkan kerusakan dari nadi radialis. gejala yang timbul yaitu
ketidakmampuan korban untuk mengangkat tangannya (wirst drop).
8. Siku
Sulit untuk mengenali adanya fraktur atau dislokasi pada siku padahal
keduanya sangat berbahaya karena dapat menyebabkan kerusakan pembuluh
darah dan syaraf yang berjalan sepanjang permukaan fleksor dari siku. kerusakan
pada siku harus difiksasi dalam posisi yang nyaman bagi korban gawat darurat
dan bagian distalnya harus dievaluasi dengan benar, dilarang untuk meluruskan
atau melakukan traksi pada kerusakan siku.
9. Tangan dan pergelangan tangan
Fraktur yang terjadi biasanya akibat terjatuh atau penarikan yang terlalu
kuat. biasanya untuk imobilisasi dilakukan dengan menggunakan atau melakukan
regid splint atau air splint.
10.Kaki dan tangan
Kecelakaan kerja dapat mengakibatkan fraktur multipel yang terbuka.
trauma ini tampak berat tapi jarang mengakibatkan perdarahan yang mengancam
jiwa. untuk mempertahankan kaki dan tangan dalam posisi yang normal sering
digunakan bantal. metode alternatif untuk membalut tangan yaitu membalut
tangan dengan bola digenggam korban dengan balutan yang tebal (sudiharto,
2013).
2.5 Pengkajian/ Anamnesa
2.5.1 Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dimana mengkaji secara menyeluruh
kondisi seseorang meliputi identitas pasien, keluhan utama, riwayat masalah
kesehatan sekarang, riwayat medis, riwayat keluarga dan sosial.Dalam
melakukan pengkajian, data yang diperoleh berasal dari hasil wawancara,
observasi langsung dan bekerjasama dengan keluarga klien. pengkajian mulai
dari pengkajian primer, pemeriksaan fisik (head to toe), serta data yang
menunjang lainnya. Informasi yang digali adalah mekanisme trauma, apakah
pasien mengalami trauma sebelumnya. Selain anamnesis, pemeriksaan fisik juga
tidak kalah pentingnya. Pemeriksaan fisik yang dibutuhkan dapat dikelompokan
menjadi tiga yaitu : look, feel, move.
1. Look (inspeksi)
Pemeriksaan GOSE
Glasgow Outcome Scale (GOS) merupakan instrumen standar yang dapat digunakan
untuk mengukur tingkat kesadaran yang pada awal penggunaanya ditujukan pada
pasien trauma kepala. Glasgow coma scalemerupakan salahsatu komponen yang
digunakan sebagai acuan pengobatan,dan dasar pembuatan keputusan klinis umum
untuk pasien.Selain mudah dilakukan, GCS juga memiliki peranan pentingdalam
memprediksi risiko kematian di awal trauma.Skala ini diciptakan oleh Jennet dkk pada
tahun 1975 dan dipakai untuk mengalokasikan orang-orang yang menderita cedera
otak akut pada cedera otak traumatik maupun non-traumatik ke dalam kategori
outcome. Skala ini menggambarkan disabilitas dan kecacatan dibandingkan gangguan,
yang difokuskan pada bagaimana trauma mempengaruhi fungsi kehidupan (Irawan,
Setiawan, dkk, 2010)
Tabel 2.1Kategori GOSEpada Pasien cedera (Sartono, 2013)
Skor
e
1.
Kategori
Death (meninggal)
Keterangan
Merupakan akibat langsung dari cedera kepala. Penderita menjadi
sadar kembali dan meninggal setelah itu karena komplikasi skunder
2.9
2.
Vegetative state
3.
Severe disability
Membutuhkan bantuan orang lain dalam melakukan aktifitas seharihari disebabkan karena kecacatan mental atau fisik, biasanya
kombinasi antara keduanya. Kecacatan mental yang berat kadangkadang juga dapat dimasukkan dalam klasifikasi ini pada penderita
dengan kecacatan fisik sedikit atau tidak ada.
4.
Moderate disability
5.
Good recovery
2) Analgesik
Asetaminofen, aspirin: merupakan analgesik utama, meskipun
kurang efektif untuk sakit kepala post-trauma, tetapi lebih dapat
ditoleransi oleh tubuh. Tetapi penggunaannya harus dibatasi, untuk
mencegah efek samping.