Ps
Ps
Rhudy Marseno*
*Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
1. LATAR BELAKANG PATIENT SAFETY
Hampir setiap tindakan medic menyimpan potensi
resiko. Banyaknya jenis obat, jenis pemeriksaan dan
prosedur, serta jumlah pasien dan staf Rumah Sakit
yang cukup besar, merupakan hal yang potensial bagi
terjadinya kesalahan medis (medical errors). Menurut
Institute of Medicine (1999), medical error didefinisikan
sebagai: The failure of a planned action to be
completed as intended (i.e., error of execusion) or the
use of a wrong plan to achieve an aim (i.e., error of
planning). Artinya kesalahan medis didefinisikan
sebagai: suatu Kegagalan tindakan medis yang telah
direncanakan untuk diselesaikan tidak seperti yang
diharapkan (yaitu., kesalahan tindakan) atau
perencanaan yang salah untuk mencapai suatu tujuan
(yaitu., kesalahan perencanaan). Kesalahan yang
terjadi dalam proses asuhan medis ini akan
mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cedera
pada pasien, bisa berupa Near Miss atau Adverse Event
(Kejadian Tidak Diharapkan/KTD).
Near Miss atau Nyaris Cedera (NC) merupakan suatu
kejadian akibat melaksanakan suatu tindakan
(commission) atau tidak mengambil tindakan yang
seharusnya diambil (omission), yang dapat mencederai
pasien, tetapi cedera serius tidak terjadi, karena
keberuntungan (misalnya,pasien terima suatu obat
kontra indikasi tetapi tidak timbul reaksi obat),
2.
Meningkatnya akuntabilitas rumah sakit thdp
pasien dan masyarakat;
3.
Menurunnya KTD di RS
4.
Terlaksananya program-program pencegahan shg
tidak terjadi pengulangan KTD.
4. LANGKAH-LANGKAH PELAKSANAAN PATIENT SAFETY
Pelaksanaan Patient safety meliputi
1. Sembilan solusi keselamatan Pasien di RS (WHO
Collaborating Centre for Patient Safety, 2 May 2007),
yaitu:
1)
Perhatikan nama obat, rupa dan ucapan mirip
(look-alike, sound-alike medication names)
2)
3)
Komunikasi secara benar saat serah terima
pasien
4)
Pastikan tindakan yang benar pada sisi tubuh
yang benar
5)
6)
Pastikan akurasi pemberian obat pada pengalihan
pelayanan
7)
8)
9)
Tingkatkan kebersihan tangan untuk pencegahan
infeksi nosokomial.
2. Tujuh Standar Keselamatan Pasien (mengacu pada
Hospital Patient Safety Standards yang dikeluarkan
oleh Joint Commision on Accreditation of Health
Organizations, Illinois, USA, tahun 2002),yaitu:
1.
Hak pasien
Standarnya adalah
Pasien & keluarganya mempunyai hak untuk
mendapatkan informasi tentang rencana & hasil
pelayanan termasuk kemungkinan terjadinya KTD
(Kejadian Tidak Diharapkan).
Kriterianya adalah
1)
2)
Dokter penanggung jawab pelayanan wajib
membuat rencana pelayanan
3)
Dokter penanggung jawab pelayanan wajib
memberikan penjelasan yang jelas dan benar kepada
pasien dan keluarga tentang rencana dan hasil
pelayanan, pengobatan atau prosedur untuk pasien
termasuk kemungkinan terjadinya KTD
2.
Standarnya adalah
RS harus mendidik pasien & keluarganya tentang
kewajiban & tanggung jawab pasien dalam asuhan
pasien.
Kriterianya adalah:
Keselamatan dalam pemberian pelayanan dapat
ditingkatkan dgn keterlibatan pasien adalah partner
dalam proses pelayanan. Karena itu, di RS harus ada
system dan mekanisme mendidik pasien & keluarganya
tentang kewajiban & tanggung jawab pasien dalam
asuhan pasien.Dengan pendidikan tersebut diharapkan
pasien & keluarga dapat:
1)
Memberikan info yg benar, jelas, lengkap dan
jujur
2)
3)
Mengajukan pertanyaan untuk hal yg tdk
dimengerti
4)
5)
RS
6)
Memperlihatkan sikap menghormati dan
tenggang rasa
7)
3.
Keselamatan pasien dan kesinambungan
pelayanan
Standarnya adalah
RS menjamin kesinambungan pelayanan dan menjamin
koordinasi antar tenaga dan antar unit pelayanan.
Kriterianya adalah:
1)
2)
koordinasi pelayanan disesuaikan kebutuhan
pasien dan kelayakan sumber daya
3)
koordinasi pelayanan mencakup peningkatan
komunikasi
4)
komunikasi dan transfer informasi antar profesi
kesehatan
4.
Penggunaan metode-metode peningkatan kinerja
untuk melakukan evaluasi dan program peningkatan
keselamatan pasien
Standarnya adalah
RS harus mendesign proses baru atau memperbaiki
proses yg ada, memonitor & mengevaluasi kinerja
melalui pengumpulan data, menganalisis secara
intensif KTD, & melakukan perubahan untuk
meningkatkan kinerja serta KP.
Kriterianya adalah
1)
Setiap rumah sakit harus melakukan proses
perancangan (design) yang baik, sesuai dengan Tujuh
Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit.
2)
Setiap rumah sakit harus melakukan
pengumpulan data kinerja
3)
Setiap rumah sakit harus melakukan evaluasi
intensif
4)
Setiap rumah sakit harus menggunakan semua
data dan informasi hasil analisis
5.
Peran kepemimpinan dalam meningkatkan
keselamatan pasien
Standarnya adalah
1)
Pimpinan dorong & jamin implementasi progr KP
melalui penerapan 7 Langkah Menuju KP RS .
2)
Pimpinan menjamin berlangsungnya program
proaktif identifikasi risiko KP & program mengurangi
KTD.
3)
Pimpinan dorong & tumbuhkan komunikasi &
koordinasi antar unit & individu berkaitan dengan
pengambilan keputusan tentang KP
4)
Pimpinan mengalokasikan sumber daya yg
adekuat utk mengukur, mengkaji, & meningkatkan
kinerja RS serta tingkatkan KP.
5)
Pimpinan mengukur & mengkaji efektifitas
kontribusinyadalam meningkatkan kinerja RS & KP.
Kriterianya adalah
1)
Terdapat tim antar disiplin untuk mengelola
program keselamatan pasien.
2)
Tersedia program proaktif untuk identifikasi risiko
keselamatan dan program meminimalkan insiden,
3)
Tersedia mekanisme kerja untuk menjamin bahwa
semua komponen dari rumah sakit terintegrasi dan
berpartisipasi
4)
Tersedia prosedur cepat-tanggap terhadap
insiden, termasuk asuhan kepada pasien yang terkena
musibah, membatasi risiko pada orang lain dan
penyampaian informasi yang benar dan jelas untuk
keperluan analisis.
5)
Tersedia mekanisme pelaporan internal dan
eksternal berkaitan dengan insiden,
6)
Tersedia mekanisme untuk menangani berbagai
jenis insiden
7)
Terdapat kolaborasi dan komunikasi terbuka
secara sukarela antar unit dan antar pengelola
pelayanan
8)
Tersedia sumber daya dan sistem informasi yang
dibutuhkan
9)
Tersedia sasaran terukur, dan pengumpulan
informasi menggunakan kriteria objektif untuk
mengevaluasi efektivitas perbaikan kinerja rumah sakit
dan keselamatan pasien
6.
Standarnya adalah
1)
RS memiliki proses pendidikan, pelatihan &
orientasi untuk setiap jabatan mencakup keterkaitan
jabatan dengan KP secara jelas.
2)
RS menyelenggarakan pendidikan & pelatihan
yang berkelanjutan untuk meningkatkan & memelihara
kompetensi staf serta mendukung pendekatan
interdisiplin dalam pelayanan pasien.
Kriterianya adalah
1)
memiliki program diklat dan orientasi bagi staf
baru yang memuat topik keselamatan pasien
2)
mengintegrasikan topik keselamatan pasien
dalam setiap kegiatan inservice training dan memberi
pedoman yang jelas tentang pelaporan insiden.
3)
menyelenggarakan pelatihan tentang kerjasama
kelompok (teamwork) guna mendukung pendekatan
interdisiplin dan kolaboratif dalam rangka melayani
pasien.
7.
Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk
mencapai keselamatan pasien.
Standarnya adalah
1)
RS merencanakan & mendesain proses
manajemen informasi KP untuk memenuhi kebutuhan
informasi internal & eksternal.
2)
Transmisi data & informasi harus tepat waktu &
akurat.
Kriterianya adalah
1)
disediakan anggaran untuk merencanakan dan
mendesain proses manajemen untuk memperoleh data
dan informasi tentang hal-hal terkait dengan
keselamatan pasien.
2)
Tersedia mekanisme identifikasi masalah dan
kendala komunikasi untuk merevisi manajemen
informasi yang ada
2.
Pimpin dan dukung staf anda, bangunlah
komitmen &focus yang kuat & jelas tentang KP di RS
anda
Bagi Rumah Sakit:
Ada anggota Direksi yg bertanggung jawab atas KP
Di bagian-2 ada orang yg dpt menjadi Penggerak
(champion) KP
Prioritaskan KP dlm agenda rapat Direksi/Manajemen
Masukkan KP dlm semua program latihan staf
Bagi Tim:
Ada penggerak dlm tim utk memimpin Gerakan KP
Jelaskan relevansi & pentingnya, serta manfaat gerakan
KP
Tumbuhkan sikap ksatria yg menghargai pelaporan
insiden
3.
Integrasikan aktivitas pengelolaan risiko,
kembangkan sistem & proses pengelolaan risiko, serta
lakukan identifikasi & asesmen hal yg potensial
brmasalah
Bagi Rumah Sakit:
Struktur & proses mjmn risiko klinis & non klinis,
mencakup KP
Kembangkan indikator kinerja bagi sistem pengelolaan
risiko
Gunakan informasi dr sistem pelaporan insiden &
asesmen risiko & tingkatkan kepedulian thdp pasien
Bagi Tim:
Diskusi isu KP dlm forum2, utk umpan balik kpd mjmn
terkait
Penilaian risiko pd individu pasien
Proses asesmen risiko teratur, tentukan akseptabilitas
tiap risiko, & langkah memperkecil risiko tsb
4.
Kembangkan sistem pelaporan, pastikan staf
Anda agar dg mudah dpt melaporkan kejadian/insiden
serta RS mengatur pelaporan kpd KKP-RS
Bagi Rumah sakit:
Lengkapi rencana implementasi sistem pelaporan
insiden, ke dlm maupun ke luar yg hrs dilaporkan ke
KKPRS PERSI
Bagi Tim:
Dorong anggota utk melaporkan setiap insiden &
insiden yg telah dicegah tetapi tetap terjadi juga, sbg
bahan pelajaran yg penting
5.
Libatkan dan berkomunikasi dengan pasien,
kembangkan cara-cara komunikasi yg terbuka
pasien
dg
7.
Cegah cedera melalui implementasi system
Keselamatan pasien, Gunakan informasi yg ada ttg
kejadian/masalah utk melakukan perubahan pd sistem
pelayanan
Bagi Rumah Sakit:
Tentukan solusi dg informasi dr sistem pelaporan,
asesmen risiko, kajian insiden, audit serta analisis
Solusi mencakup penjabaran ulang sistem,
penyesuaian pelatihan staf & kegiatan klinis,
penggunaan instrumen yg menjamin KP
Asesmen risiko utk setiap perubahan
Sosialisasikan solusi yg dikembangkan oleh KKPRSPERSI
Umpan balik kpd staf ttg setiap tindakan yg diambil
atas insiden
Bagi Tim:
Kembangkan asuhan pasien menjadi lebih baik & lebih
aman
Telaah perubahan yg dibuat tim & pastikan
pelaksanaannya
Umpan balik atas setiap tindak lanjut ttg insiden yg
dilaporkan
1.
Rumah sakit agar membentuk Tim Keselamatan
Pasien Rumah Sakit, dengan susunan organisasi
sebagai berikut: Ketua: dokter, Anggota: dokter, dokter
gigi, perawat, tenaga kefarmasian dan tenaga
kesehatan lainnya.
2.
Rumah sakit agar mengembangkan sistem
informasi pencatatan dan pelaporan internal tentang
insiden
3.
Rumah sakit agar melakukan pelaporan insiden ke
Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS)
secara rahasia
4.
Rumah Sakit agar memenuhi standar
keselamatan pasien rumah sakit dan menerapkan tujuh
langkah menuju keselamatan pasien rumah sakit.
5.
Rumah sakit pendidikan mengembangkan standar
pelayanan medis berdasarkan hasil dari analisis akar
masalah dan sebagai tempat pelatihan standar-standar
yang baru dikembangkan.
b. Di Provinsi/Kabupaten/Kota
1.
Melakukan advokasi program keselamatan pasien
ke rumah sakit-rumah sakit di wilayahnya
2.
Melakukan advokasi ke pemerintah daerah agar
tersedianya dukungan anggaran terkait dengan
program keselamatan pasien rumah sakit.
3.
Melakukan pembinaan pelaksanaan program
keselamatan pasien rumah sakit
c. Di Pusat
1.
Membentuk komite keselamatan pasien Rumah
Sakit dibawah Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh
Indonesia
2.
Menyusun panduan nasional tentang
Keselamatan Pasien Rumah Sakit
3.
Melakukan sosialisasi dan advokasi program
keselamatan pasien ke Dinas Kesehatan
Propinsi/Kabupaten/Kota, PERSI Daerah dan rumah sakit
pendidikan dengan jejaring pendidikan.
4.
Mengembangkan laboratorium uji coba program
keselamatanpasien.
a.
Pasal 58 UU No.36/2009
1)
Setiap orang berhak menuntut G.R terhadap
seseorang, tenaga kesehatan, dan/atau penyelenggara
kesehatan yang menimbulkan kerugian akibat
kesalahan atau kelalaian dalam Pelkes yang
diterimanya.
2)
..tidak berlaku bagi tenaga kesehatan yang
melakukan tindakan penyelamatan nyawa atau
pencegahan kecacatan seseorang dalam keadaan
darurat.
2.
a.
Pasal 46 UU No.44/2009
3.
4.
Hak Pasien
a.
5.
Pasal 43 UU No.44/2009
1)
RS wajib menerapkan standar keselamatan
pasien
2)
Standar keselamatan pasien dilaksanakan melalui
pelaporan insiden, menganalisa, dan menetapkan
pemecahan masalah dalam rangka menurunkan angka
kejadian yang tidak diharapkan.
3)
RS melaporkan kegiatan keselamatan pasien
kepada komite yang membidangi keselamatan pasien
yang ditetapkan oleh menteri
4)
Pelaporan insiden keselamatan pasien dibuat
secara anonym dan ditujukan untuk mengoreksi system
dalam rangka meningkatkan keselamatan pasien.
Assessment risiko
b.
Identifikasi dan pengelolaan yang terkait resiko
pasien
c.
d.
e.
Tindak lanjut dan implementasi solusi
meminimalkan resiko
b. Di Propinsi
Dinas Kesehatan Propinsi dan PERSI Daerah menerima
produk-produk dari Komite Keselamatan Rumah Sakit
c. Di Pusat
1.
Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS)
merekapitulasi laporan dari rumah sakit untuk menjaga
kerahasiaannya
2.
Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS)
melakukan analisis yang telah dilakukan oleh rumah
sakit
3.
Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS)
melakukan analisis laporan insiden bekerjasama
dengan rumah sakit pendidikan dan rumah sakit yang
ditunjuk sebagai laboratorium uji coba keselamatan
pasien rumah sakit
4.
Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS)
melakukan sosialisasi hasil analisis dan solusi masalah
ke Dinas Kesehatan Propinsi dan PERSI Daerah, rumah
sakit terkait dan rumah sakit lainnya.
Pimpinan Rumah sakit melakukan monitoring dan evaluasi pada unit-unit kerja di
rumah sakit, terkait dengan pelaksanaan keselamatan pasien di unit kerja
b. Di propinsi
Dinas Kesehatan Propinsi dan PERSI Daerah melakukan monitoring dan evaluasi
pelaksanaan Program Keselamatan Pasien Rumah Sakit di wilayah kerjanya
c. Di Pusat
1.
Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit melakukan monitoring dan
evaluasi pelaksanaan Keselamatan Pasien Rumah Sakit di rumah sakit-rumah
sakit
2.
REFERENSI
1.
Komalawati, Veronica. (2010) Community&Patient Safety Dalam Perspektif
Hukum Kesehatan.
2.
Lestari, Trisasi. Knteks Mikro dalam Implementasi Patient Safety: Delapan
Langkah Untuk Mengembangkan Budaya Patient Safety. Buletin IHQN Vol
II/Nomor.04/2006 Hal.1-3
3.
Pabuti, Aumas. (2011) Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien (KP)
Rumah Sakit. Proceedings of expert lecture of medical student of Block 21st of
Andalas University, Indonesia
4.
5.
6.
Yahya, Adib A. (2006) Konsep dan Program Patient Safety. Proceedings of
National Convention VI of The Hospital Quality Hotel Permata Bidakara, Bandung
14-15 November 2006.
7.
Yahya, Adib A. (2007) Fraud & Patient Safety. Proceedings of
PAMJAKI meeting Kecurangan (Fraud) dalam Jaminan/Asuransi Kesehatan Hotel
Bumi Karsa, Jakarta 13 December 2007.
13. Dari definisi inilah, kita dapat mengetahui peran perawat dalam
mewujudkan patient safety di rumah sakit
yaitu:
1.
Sebagai pemberi pelayanan keperawatan, perawat mematuhi standar
pelayanan dan SOP yang telah ditetapkan
2.
3.
Peka, proaktif dan melakukan penyelesaian masalah terhadap kejadian
tidak diharapkan (KTD)
4.
Serta mendokumentasikan dengan benar semua asuhan keperawatan yang
diberikan kepada pasien dan keluarga
5.
6.
Memberikan pendidikan kepada pasien dan keluarga tentang asuhan yang
diberikan
7.
Menerapkan kerjasama tim kesehatan yang handal dalam pemberian
pelayanan kesehatan
Selain itu, perawat juga berperan untuk memberikan informasi kepada pasien
dan keluarga tentang kemungkinan terjadinya resiko, melaporkan terjadinya
KTD, meningkatkan komunikasi dengan pasien dan tenaga kesehatan
professional lainnya, berperan aktif dalam melakukan pengkajian terhadap
keamanan dan kualitas pelayanan dan membantu pengukuran terhadap
peningkatan patient safety (Choo, 2010).
Sebagai contoh yaitu peran perawat dalam penggunaan peralatan dan
teknologi dalam meningkatkan patient safety
Fungsional: perawat harus mengidentifikasi penggunaan alat dan desain
dari alat. Perkembangan kecanggihan alat sangat cepat sehingga diperlukan
pelatihan untuk mengoperasikan alat secara tepat dan benar.
Keamanan: alat- alat yang digunakan juga harus didesain penggunaannya
sehingga dapat meningkatkan keselamatan pasien
Idealnya peran perawat yaitu untuk menjaga keselamatan pasien.
Keselamatan pasien merupakan hak pasien. Namun, masih banyak perawat yang
melakukan kinerja tidak sesuai dengan peraturan, seperti halnya pemasangan
infus pada pasien, jarum infus yang digunakan idealnya maksimal 2x dan
memiliki standar penyuntikan atau pemasangan jarum infus dengan benar,
tetapi realitanya banyak kasus yang terjadi jarum infus digunakan berulang kali
dengan tata cara yang tidak baik atau sering melakukan kesalahan, sehingga
pasien merasa nyeri dan pada bekas suntik infus menjadi berwarna gelap.
Kejadian tersebut membuat pasien merasa takut dan trauma akan hal tersebut.
k pasien
Standarnya adalah pasien & keluarganya mempunyai hak untuk mendapatkan
informasi tentang rencana & hasil pelayanan termasuk kemungkinan terjadinya
KTD (Kejadian Tidak Diharapkan). Kriterianya adalah sebagai berikut:
a.
b.
b.
c.
f.
g.
3.
c.
d. Setiap rumah sakit harus menggunakan semua data dan informasi hasil
analisis
5.
Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien standarnya
adalah:
a. Pimpinan dorong & jamin implementasi program KP melalui penerapan 7
Langkah Menuju KP RS.
b. Pimpinan menjamin berlangsungnya program proaktif identifikasi risiko KP &
program mengurangi KTD.
c. Pimpinan dorong & tumbuhkan komunikasi & koordinasi antar unit & individu
berkaitan dengan pengambilan keputusan tentang KP
d. Pimpinan mengalokasikan sumber daya yang adekuat untuk mengukur,
mengkaji, & meningkatkan kinerja RS serta tingkatkan KP.
e. Pimpinan mengukur & mengkaji efektifitas kontribusinya dalam
meningkatkan kinerja RS & KP, dengan criteria sebagai berikut:
(1)
(2)
Tersedia program proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan dan
program meminimalkan insiden,
(3)
Tersedia mekanisme kerja untuk menjamin bahwa semua komponen dari
rumah sakit terintegrasi dan berpartisipasi
(4)
Tersedia prosedur cepat-tanggap terhadap insiden, termasuk asuhan
kepada pasien yang terkena musibah, membatasi risiko pada orang lain dan
penyampaian informasi yang benar dan jelas untuk keperluan analisis.
(5)
Tersedia mekanisme pelaporan internal dan eksternal berkaitan dengan
insiden,
(6)
(7)
Terdapat kolaborasi dan komunikasi terbuka secara sukarela antar unit dan
antar pengelola pelayanan
(8)
(9)
Tersedia sasaran terukur, dan pengumpulan informasi menggunakan
kriteria objektif untuk mengevaluasi efektivitas perbaikan kinerja rumah sakit
dan keselamatan pasien
6.
F.
Tujuh langkah menuju keselamatan pasien RS (berdasarkan KKP-RS No.001VIII-2005) sebagai panduan bagi staf Rumah Sakit
a)
Bangun kesadaran akan nilai keselamatan Pasien, ciptakan
kepemimpinan & budaya yang terbuka dan adil
Bagi Rumah sakit:
a. Kebijakan: tindakan staf segera setelah insiden, langkah kumpul fakta,
dukungan kepada staf, pasien, keluarga
b.
c.
Anggota mampu berbicara, peduli & berani lapor bila ada insiden
c)
Integrasikan aktivitas pengelolaan risiko, kembangkan sistem & proses
pengelolaan risiko, serta lakukan identifikasi & asesmen hal yang potensial
bermasalah
Bagi Rumah Sakit:
a.
b.
Strukur & proses menjamin risiko klinis & non klinis, mencakup KP
Kembangkan indikator kinerja bagi sistem pengelolaan risiko
c.
Gunakan informasi dari sistem pelaporan insiden & asesmen risiko &
tingkatkan kepedulian terhadap pasien
Bagi Tim:
a.
Diskusi isu KP dalam forum-forum, untuk umpan balik kepada manajemen
terkait
b.
c.
Proses asesmen risiko teratur, tentukan akseptabilitas tiap risiko, &
langkah memperkecil risiko tersebut.
d)
Kembangkan sistem pelaporan, pastikan staf Anda agar dengan mudah
dapat melaporkan kejadian/insiden serta RS mengatur pelaporan kepada KKPRS
Bagi Rumah Sakit:
a.
Lengkapi rencana implementasi sistem pelaporan insiden, ke dalam
maupun ke luar yang harus dilaporkan ke KKPRS PERSI
Bagi Tim:
a.
Dorong anggota untuk melaporkan setiap insiden & insiden yang telah
dicegah tetapi tetap terjadi juga, sebagai bahan pelajaran yang penting
e)
Libatkan dan berkomunikasi dengan pasien, kembangkan cara-cara
komunikasi yang terbuka dengan pasien
Bagi Rumah Sakit:
a.
b.
c.
Dukungan, pelatihan & dorongan semangat kepada staf agar selalu
terbuka kepada pasien & keluarga (dalam seluruh proses asuhan pasien)
Bagi Tim:
a.
Hargai & dukung keterlibatan pasien & keluarga bila telah terjadi insiden
b.
c.
f)
Belajar dan berbagi pengalaman tentang Keselamatan pasien, dorong staf
anda untuk melakukan analisis akar masalah untuk belajar bagaimana &
mengapa kejadian itu timbul
Bagi Rumah Sakit:
a.
b.
Kebijakan: kriteria pelaksanaan Analisis Akar Masalah (Root Cause
Analysis/RCA) atau Failure Modes & Effects Analysis (FMEA) atau metoda analisis
lain, mencakup semua insiden & minimum 1 x per tahun untuk proses risiko
tinggi
Bagi Tim:
a.
b.
Identifikasi bagian lain yang mungkin terkena dampak & bagi pengalaman
tersebut
g)
Cegah cedera melalui implementasi sistem Keselamatan pasien, Gunakan
informasi yang ada tentang kejadian/masalah untuk melakukan perubahan pada
sistem pelayanan
Bagi Rumah Sakit:
a.
Tentukan solusi dengan informasi dari sistem pelaporan, asesmen risiko,
kajian insiden, audit serta analisis
b.
Solusi mencakup penjabaran ulang sistem, penyesuaian pelatihan staf &
kegiatan klinis, penggunaan instrumen yang menjamin KP
c.
d.
e.
Umpan balik kepada staf tentang setiap tindakan yang diambil atas
insiden
Bagi Tim:
a.
b.
c.
Umpan balik atas setiap tindak lanjut tentang insiden yang dilaporkan
G.
WHO Collaborating Centre for Patient safety pada tanggal 2 Mei 2007 resmi
menerbitkan Nine Life Saving Patient safety Solutions (Sembilan Solusi LifeSavingKeselamatan Pasien Rumah Sakit). Panduan ini mulai disusun sejak tahun
2005 oleh pakar keselamatan pasien dan lebih 100 negara, dengan
mengidentifikasi dan mempelajari berbagai masalah keselamatan pasien.
Sebenarnya petugas kesehatan tidak bermaksud menyebabkan cedera pasien,
tetapi fakta tampak bahwa di bumi ini setiap hari ada pasien yang mengalami
KTD (Kejadian Tidak Diharapkan). KTD, baik yang tidak dapat dicegah (non error)
mau pun yang dapat dicegah (error), berasal dari berbagai proses asuhan
pasien.
Solusi keselamatan pasien adalah sistem atau intervensi yang dibuat, mampu
mencegah atau mengurangi cedera pasien yang berasal dari proses pelayanan
kesehatan. Sembilan Solusi ini merupakan panduan yang sangat bermanfaat
membantu RS, memperbaiki proses asuhan pasien, guna menghindari cedera
maupun kematian yang dapat dicegah.
Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) mendorong RS-RS di Indonesia
untuk menerapkan Sembilan Solusi Life-Saving Keselamatan Pasien Rumah Sakit,
atau 9 Solusi, langsung atau bertahap, sesuai dengan kemampuan dan kondisi
RS masing-masing.
a.
Perhatikan Nama Obat, Rupa dan Ucapan Mirip (Look-Alike, Sound-Alike
Medication Names).
Nama Obat Rupa dan Ucapan Mirip (NORUM), yang membingungkan staf
pelaksana adalah salah satu penyebab yang paling sering dalam kesalahan obat
(medication error) dan ini merupakan suatu keprihatinan di seluruh dunia.
Dengan puluhan ribu obat yang ada saat ini di pasar, maka sangat signifikan
potensi terjadinya kesalahan akibat bingung terhadap nama merek atau generik
serta kemasan. Solusi NORUM ditekankan pada penggunaan protokol untuk
pengurangan risiko dan memastikan terbacanya resep, label, atau penggunaan
perintah yang dicetak lebih dulu, maupun pembuatan resep secara elektronik.
b.
Kegagalan yang meluas dan terus menerus untuk mengidentifikasi pasien secara
benar sering mengarah kepada kesalahan pengobatan, transfusi maupun
pemeriksaan; pelaksanaan prosedur yang keliru orang; penyerahan bayi kepada
bukan keluarganya, dsb. Rekomendasi ditekankan pada metode untuk verifikasi
terhadap identitas pasien, termasuk keterlibatan pasien dalam proses ini;
standardisasi dalam metode identifikasi di semua rumah sakit dalam suatu
sistem layanan kesehatan; dan partisipasi pasien dalam konfirmasi ini; serta
penggunaan protokol untuk membedakan identifikasi pasien dengan nama yang
sama.
c.
Slang, kateter, dan spuit (syringe) yang digunakan harus didesain sedemikian
rupa agar mencegah kemungkinan terjadinya KTD (Kejadian Tidak Diharapkan)
yang bisa menyebabkan cedera atas pasien melalui penyambungan spuit dan
slang yang salah, serta memberikan medikasi atau cairan melalui jalur yang
keliru. Rekomendasinya adalah menganjurkan perlunya perhatian atas medikasi
secara detail/rinci bila sedang mengenjakan pemberian medikasi serta
pemberian makan (misalnya slang yang benar), dan bilamana menyambung
alat-alat kepada pasien (misalnya menggunakan sambungan & slang yang
benar).
h.
Salah satu keprihatinan global terbesar adalah penyebaran dan HIV, HBV, dan
HCV yang diakibatkan oleh pakai ulang (reuse) dari jarum suntik.
Rekomendasinya adalah penlunya melarang pakai ulang jarum di fasilitas
layanan kesehatan; pelatihan periodik para petugas di lembaga-lembaga
H.
a.
Pasal 29b UU No.44/2009; Memberi pelayanan kesehatan yang aman,
bermutu, antidiskriminasi, dan efektif dengan mengutamakan kepentingan
pasien sesuai dengan standar pelayanan Rumah Sakit.
b.
Pasal 46 UU No.44/2009; Rumah sakit bertanggung jawab secara hukum
terhadap semua kerugian yang ditimbulkan atas kelalaian yang dilakukan tenaga
kesehatan di RS.
c.
Pasal 45 (2) UU No.44/2009; Rumah sakit tidak dapat dituntut dalam
melaksanakan tugas dalam rangka menyelamatkan nyawa manusia.
3.
a.
Pasal 45 (1) UU No.44/2009 Tentang Rumah sakit; Rumah Sakit Tidak
bertanggung jawab secara hukum apabila pasien dan/atau keluarganya menolak
atau menghentikan pengobatan yang dapat berakibat kematian pasien setelah
adanya penjelasan medis yang kompresehensif.
4.
Hak Pasien
a.
Pasal 32d UU No.44/2009; Setiap pasien mempunyai hak memperoleh
layanan kesehatan yang bermutu sesuai dengan standar profesi dan standar
prosedur operasional
b.
Pasal 32e UU No.44/2009; Setiap pasien mempunyai hak memperoleh
layanan yang efektif dan efisien sehingga pasien terhindar dari kerugian fisik dan
materi
c.
Pasal 32j UU No.44/2009; Setiap pasien mempunyai hak tujuan tindakan
medis, alternatif tindakan, risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, dan
prognosis terhadap tindakan yang dilakukan serta perkiraan biaya pengobatan
d.
Pasal 32q UU No.44/2009; Setiap pasien mempunyai hak menggugat
dan/atau menuntut Rumah Sakit apabila Rumah Sakit diduga memberikan
pelayanan yang tidak sesuai dengan standar baik secara perdata ataupun
pidana
5.
a.
1.
2.
Standar keselamatan pasien dilaksanakan melalui pelaporan insiden,
menganalisa, dan menetapkan pemecahan masalah dalam rangka menurunkan
angka kejadian yang tidak diharapkan.
3.
RS melaporkan kegiatan keselamatan pasien kepada komite yang
membidangi keselamatan pasien yang ditetapkan oleh menteri
4.
Pelaporan insiden keselamatan pasien dibuat secara anonym dan ditujukan
untuk mengoreksi sistem dalam rangka meningkatkan keselamatan pasien.
H.