Anda di halaman 1dari 82

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH

KOTA
KOTAMOBAGU 2013 - 2018

BAB II
GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH
2.1.
Aspek Geografi dan Demografi
2.1.1. Karakteristik Lokasi dan Wilayah
2.1.1.1. Luas dan Batas Wilayah Administrasi
Letak geografis Kota Kotamobagu terletak pada posisi 124 015 9,56 1240 21
1,93 Bujur Timur dan 00 41 16,29 - 00 46 14,8 Lintang Utara, dengan batas-batas
sebagai berikut:
-Sebelah Utara dengan Kecamatan Passi Timur dan Kecamatan Barat
-Sebelah Timur dengan Kecamatan Modayag
-Sebelah Selatan dengan Kecamatan Lolayan
-Sebelah Barat dengan Kecamatan Passi Barat
Terletak pada jarak 180 km di selatan Ibu Kota Provinsi (Kota Manado). Kota
Kotamobagu secara Administratif terbagi dalam 4 Kecamatan dan 33
Desa/Kelurahan yang memiliki luas wilayah keseluruhan 68,06 km2 (Berdasarkan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2007 Tentang Pembentukan
Kota Kotamobagu Di Provinsi Sulawesi Utara).
Secara geografis letak Kota Kotamobagu dikelilingi oleh kabupaten-kabupaten hasil
pemekaran yaitu; Kabupaten Bolaang Mongondow Timur, Kabupaten Bolaang
Mongondow (induk), Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan dan Kabupaten
Bolaang Mongondow Utara. Awalnya Kota Kotamobagu sebelum dimekarkan sudah
menjadi pusat pemerintahan Kabupaten Bolaang Mongondow Induk. Dalam konteks
regional, Kota Kotamobagu merupakan pusat pertumbuhan ekonomi yang
didukung oleh produk jasa khususnya diwilayah Bolaang Mongondow Raya dan
umumnya pada kawasan propinsi Sulawesi Utara. Dengan demikian Kota
Kotamobagu harus menyiapkan dirinya menjadi kota jasa dan pusat pertumbuhan
ekonomi yang siap melayani kebutuhan - kebutuhan, event-event nasional/
Internasional yang akan dan bisa diselenggarakan di Kota Kotamobagu. Pelayanan
yang ekstra bagi pemenuhan kebutuhan warga juga menjadi tuntutan utama karena
semakin berkembang dan beragamnya kebutuhan seluruh warga terhadap barang
dan jasa. Implikasi dari semua ini adalah meningkatnya kebutuhan pengadaan
sarana transportasi masyarakat Kota, timbulnya kemacetan, meningkatnya jumlah
pedagang kaki lima, rusaknya tata kota, semakin menurunnya kualitas kebersihan
kota sebagai akibat dari kelebihan penduduk dan segala aktivitasnya yang melebihi
daya dukung lingkungan.
Kota Kotamobagu berbatasan langsung dengan Kabupaten Bolaang Mongondow
(Bolmong) dan Kabupaten Bolaang Mongondow Timur (Boltim), serta berdekatan
dengan Kabupaten Minahasa Selatan. Jarak antara Kotamobagu dengan Manado
183,72 Km (melalui Inobonto) dan 207,26 Km (melalui Modoinding). Kota
Kotamobagu merupakan pusat kegiatan ekonomi terkemuka di bagian barat dan
selatan Sulawesi Utara.

BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

12

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH

KOTA
KOTAMOBAGU 2013 - 2018

Gambar 2.1.
Geostrategis Kota Kotamobagu di Provinsi Sulawesi Utara

Kota Kotamobagu

Kota Kotamobagu
Kab. Bolaang Mongondow Utara

Kab. Bolaang Mongondow

Kab. Bolaang Mongondow Timur


Kab. Bolaang Mongondow Selatan

2.1.1.2. Topografi
Topografi bergunung-gunung dan berbukit-bukit. Bukit Tudu in bakid yang terletak di
desa pontodon serta bukit disekitar Gogagoman yang menjadi lokasi kuburan
bogani, merupakan dua bukit yang sangat di kenal memiliki nilai sejarah yang
berhubungan dengan kultur Bolaang Mongondow.
Kota Kotamobagu memiliki ketinggian yang bervariasi, Desa yang tertinggi adalah
Desa Moyag Todulan dengan ketinggian 650 M diatas permukaan laut (dpl), diikuti
Desa Moyag Tampoan dengan Ketinggian 635 M diatas permukaan laut (dpl).

Gambar 2.2.
Tinggi Wilayah di Atas Permukaan Laut (DPL)
Menurut Kecamatan di Kota Kotamobagu.

BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

13

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH

KOTA
KOTAMOBAGU 2013 - 2018

Sumber : Kota Kotamobagu Dalam Angka 2013

2.1.1.3. Geologi
Secara geologi regional daerah kajian merupakan bagian dari kawasan Indonesia
Timur, yang secara geologi memiliki karakteristik yang lebih kompleks dan rumit bila
dibandingkankan dengan kawasan Indonesia Barat. Kondisi Ini dikarenakan
kawasan timur Indonesia merupakan tempat pertemuan dari lempeng-lempeng
litosfera.
Sulawesi terletak pada pertemuan Lempeng besar Eurasia, Lempeng Pasik, serta
sejumlah lempeng lebih kecil (Lempeng Filipina) yang menyebabkan kondisi
tektoniknya sangat kompleks. Kumpulan batuan dari busur kepulauan, batuan
bancuh, oolit, dan bongkah dari mikrokontinen terbawa bersama proses
penunjaman, tubrukan, serta proses tektonik lainnya (Van Leeuwen, 1994).
Berdasarkan keadaan litotektonik, Sulawesi dibagi tiga mandala, yaitu: Mandala
barat sebagai jalur magmatik yang merupakan bagian ujung timur Paparan Sunda;
Mandala tengah berupa batuan malihan yang ditumpangi batuan bancuh sebagai
bagian dari blok Australia; dan Mandala timur berupa oolit yang merupakan
segmen dari kerak samudera berimbrikasi dan batuan sedimen berumur TriasMiosen (Gambar 2.2.).
Van Leeuwen (1994) menyebutkan bahwa mandala barat sebagai busur magmatik
dapat dibedakan menjadi dua, yaitu bagian utara dan barat. Bagian utara
memanjang dari Buol sampai sekitar Manado, dan bagian barat dari Buol sampai
sekitar Makassar. Batuan bagian utara bersifat riodasitik sampai andesitik, terbentuk
pada Miosen-Resen dengan batuan dasar basaltik yang terbentuk pada EosenOligosen. Busur magmatik bagian barat mempunyai batuan penyusun lebih bersifat
kontinen yang terdiri atas batuan gunung api hingga sedimen berumur MesozoikumKuarter dan batuan malihan berumur Kapur. Batuan tersebut diterobos granitoid
bersusunan terutama granodioritik sampai granitik yang berupa batolit, stok, dan
retas.
Dilihat dari kondisi geologisnya maka formasi batuan yang terdapat di Kota
Kotamobagu dan sekitarnya terdiri atas batuan vulkanik dengan komposisi terdiri
dari breksi, tuff dan lava bersusunan andesit, dasit dan rhyolit. Tuff umumnya
bersifat dasitan, agak kompak dan berlapis buruk pada beberapa tempat. Tebal
satuan formasi ini diperkirakan lebih dari 1.000 m sedangkan umurnya berdasarkan
kandungan fosil dalam sisipan batu gamping adalah Miosen bawah-Miosen akhir. Di
bagian atas dari batuan volkanik Bilungala terdapat Batuan Volkanik Pinogu (TQpv)
yang lebih muda umurnya, yang terdiri dari tuff, tuff lapili, breksi dan lava. Satuan ini
umumnya termampatkan lemah sampai sedang. Umur formasi batuan ini
diperkirakan Pliosen-Plistosen (John dan Bird, 1973).
Secara geologis pula, di Kota Kotamobagu terdapat tiga (3) busur utama yang telah
dapat dipetakan, yaitu sebagai berikut: i) Early EoceneMiddleEocene;
dikarakterisktikan oleh lapisan tebal yang didominasi oleh vulkanik basalt dengan
komposisi tholeiitic dan berasosiasi dengan sedimen laut dalam (Trail et al.,1972;
van Leeuwen and Muharjo, 2005); ii) Miocene; diwakili oleh calk alkaline vulkanic
yang diterobos oleh batuan intrusi comagmaticgranitoid. Batuan intrusive tersebut
menjari dengan batuan sedimen laut dangkal. iii) Pliocene recent, terdiri dari sub
aerial vulkanik dengan komposisi andesit dan dasit and high level intrusive (Carlile
at al.,1996; Kavalieris et al., 1992; Person and Caira, 1999). Peristiwa geologi yang
terjadi meliputi dua (2) peristiwa magmatic: i) miocene dikarakteristikan dengan
intrusive diorite di dalam lava andesit dan batuan sedimen ii) Plio Pleistocene

BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

14

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH

KOTA
KOTAMOBAGU 2013 - 2018

volcanic yang bertanggung jawab terhadap pembentukan dasitik piroklastik dan


berasosiasi dengan alterasi asam sulfat.
Gambar 2.3.
Peta Satuan Litotektonik Sulawesi (Van Leeuwen, 1994).

Berdasarkan formasinya, maka wilayah pusat Kota Kotamobagu sebagian besar


merupakan formasi Qpl atau dikenal sebagai formasi Endapan Danau yang memiliki
ciri: tersusun atas batulempung, batupasir dan kerikil. endapan ini pada umumnya
didominasi oleh batulempung yang berwarna abu-abu kecoklatan; setempat
mengandung sisa tumbuhan dan lignit. Di beberapa tempat terdapat batupasir
berbutir halus hingga kasar, serta kerikil. Pada batupasirnya setempat terdapat
struktur silang siur berskala kecil. Umumnya satuan ini masih belum padu. Umurnya
diperkirakan plistosen sampai holosen. Sebaran batuan ini terutama menempati
daerah lembah Paguyaman dan di sekitar danau Limboto. Ketebalannya mencapai
94 m, dialasi oleh batuan diorit (Trail, 1974).
Berdasarkan kondisi geologi-nya, daerah pengamatan dipisahkan menjadi 3 (tiga)
sistem akuifer, yaitu sistem akuifer dengan aliran air tanah melalui ruang antar butir,
sistem akuifer dengan aliran air tanah melalui celahan dan ruang antar butir, serta
sistem akuifer bercelah atau sarang. Berdasarkan kualitas dan kuantitasnya, potensi
air tanah di Cekungan Kotamobagu dibagi menjadi 4 (empat) wilayah potensi air
tanah, yaitu :
BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

15

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH

KOTA
KOTAMOBAGU 2013 - 2018

1.

Wilayah Potensi Air Tanah Tinggi, dijumpai pada sistem akuifer dengan aliran air
tanahnya melalui ruang antar butir, yang terdiri dari pasir, lumpur, dan kerikil.
Kedudukan muka air tanah dangkal berkisar antara 0,20 - 1,30 m bmt setempat;

2.

Wilayah Potensi Air Tanah Sedang, dijumpai pada sistem akuifer dengan aliran
air tanahnya melalui ruang antar butir, celahan, rekahan, dan saluran yang terdapat
pada lapisan pasir, lumpur, kerikil, batu pasir, tufa, aglomerat, lahar, lava, dan batu
gamping;

3.

Wilayah Potensi Air Tanah Rendah, dijumpai pada sistem akuifer dengan aliran
air tanah melalui celahan, rekahan, dan ruang antar butir yang terdapat pada batuan
hasil gunungapi berupa batu pasir, tufa, aglomerat, lahar, lava, dan breksi. Terdapat
pula pada batu pasir, greuwake, serpih, dan rijang. Banyak dijumpai pula mata air
dengan debit 0,1-4 l/dtk, kedudukan muka air tanah dangkal lebih dari 5 m bmt
setempat;

4.

Wilayah Potensi Air Tanah Langka atau Tidak Berarti, menempati daerah
punggungan dan puncak bukit/gunung. Setempat-setempat dijumpai mata air
dengan debit kecil, kurang dari 1 l/dtk dan rembesan-rembesan. Kedudukan muka
air tanahnya bervariasi dengan kedalaman 9 m bmt setempat.
Berdasarkan kenampakan geologi, sistem akuifer, kuantitas, dan kualitas air
tanahnya serta kemudahan dalam cara pengambilan air tanah, di Cekungan
Kotamobagu dapat dikelompokkan menjadi 4 (empat) zona prospek pengembangan
air tanah, yaitu: Zona pengembangan air tanah yang diprioritaskan dari sumur gali,
mata air yang berdebit besar, dan sumur bor.
2.1.1.4. Hidrologi
Terdapat sejumlah aliran sungai yang melintasi Kota Kotamobagu diantaranya yang
terbesar adalah Ongkag Mongondow yang bermuara di Inobonto yang bergabung
dengan Ongkag Dumoga. Sungai-sungai lain adalah Sungai Kotobangon,sungai
Gogagoman,sungai Moayat (Irigasi Moayat di Desa Poyowa Besar) dan beberapa
sungai kecil lainnya. Oleh karena itu memiliki sumber daya air yang melimpah,untuk
kebutuhan air baku,kolam dan berbagai usaha lainnya. Pada umumnya aliran
sungai tersebut dimanfaatkan oleh sebagian masyarakat Kota Kotamobagu sebagai
sarana MCK dan usaha perikanan serta sumber air baku bagi PDAM. Keberadaan
air tanah di Kota Kotamobagu kualitasnya terbilang cukup baik. Namun demikian
tingkat pelapukan batuan yang ada di wilayah Kota Kotamobagu terjadi cukup tinggi
yang diikuti dengan laju perubahan penutupan lahan oleh pembangunan
menyebabkan kapasitas infiltrasi air hujan menjadi sangat rendah yang berakibat
pada tingginya run off, hal ini merupakan salah satu penyebab menurunnya muka
air tanah di musim kemarau. Berikut daftar nama sungai dirinci menurut kecamatan
yang ada di wilayah Kota Kotamobagu.
Iklim di Kota Kotamobagu memilik curah hujan yang cukup tinggi sepanjang tahun.
Curah hujan tertinggi terjadi pada Desember-Januari, dan terendah pada bulan
Agustus-September. Suhu udara berada di kisaran 18 C 28C. Sebagian besar
wilayah digunakan untuk kegiatan pertanian, diikuti pemukiman, perkantoran, dan
perdagangan. Suhu udara rata-rata adalah 25,2C. Suhu udara maksimal rata-rata
tercatat 30,4C dan suhu udara minimum rata-rata 22,C. Kelembaban udara
tercatat 73,4%. Kendati demikian suhu atau temperatur Kota Kotamobagu juga
dipengaruhi oleh ketinggian tempat di atas permukaan laut.

BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

16

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH

KOTA
KOTAMOBAGU 2013 - 2018

Tabel 2.1.
Sungai yang Melintas Menurut Kecamatan di Kota Kotamobagu
Kecamatan

Nama Sungai

Panjang Sungai (M)

Kotamobagu Utara

Bilalang
Toko/Dayanan
Kotobangon
Yantaton
Kopek
Bonodon
Yoyak
Motoboy Besar
Mongkonai

13.200
10.300
10.500
13.000
15.000
13.000
13.000
13.500
20.000

Kotamobagu Selatan
Kotamobagu Timur
Kotamobagu Barat

Sumber : Kantor Lingkungan Hidup Kota Kotamobagu.

Iklim merupakan salah satu faktor determinan yang sangat menentukan tingkat
kesesuaian lahan, produktivitas, jenis, dan mutu produk. Setiap jenis tanaman
memerlukan unsur iklim dengan kisaran tertentu dalam setiap fase
pertumbuhannya. Pada keadaan tertentu fluktuasi unsur iklim yang ekstrim menjadi
faktor pembatas terutama pada fase kritis yang pengaruhnya sangat besar terhadap
penurunan hasil tanaman. Namun di sisi lain keragaman dan dinamika iklim dapat
bermanfaat bagi pengembangan sistem dan usaha agribisnis, terutama dalam
kaitannya dengan jenis dan mutu hasil serta periode panen. Kota Kotamobagu
memiliki dua musim yaitu musim penghujan dan musim kemarau. Sebagai bagian
dari wilayah Provinsi Sulawesi Utara maka secara umum Kota Kotamobagu juga
beriklim tropis yang dipengaruhi oleh angin muson. Pada bulan November samapai
bulan April bertiup angin barat yang menurunkan hujan. Sebaliknya angin tenggara
yang bertiup dari bulan Mei sampai Oktober mendatangkan mendatangkan musim
kemarau. Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Januari (165,0 mm) dan terendah
jatuh pada bulan Mei. Rata-rata curah hujan yang terjadi antara 2.000-2.400 mm per
tahun dengan jumlah hari hujan 90 - 120 hari.
Wilayah hasil pemekaran baru, Kota Kotamobagu belum memiliki catatan curah
hujan pada setiap wilayah kecamatannya. Dalam buku Kota Kotamobagu dalam
angka, data curah hujan tidak tercantum dan belum tersajikan karena ketidak adaan
data akibat tidak adanya stasiun pencatat hujan. Kondisi ini perlu diperbaiki dengan
membangun stasiun pencatat hujan di setiap wilayah kecamatan yang ada di Kota
Kotamobagu. Mengingat pentingnya data curah hujan dalam pengembangan
berbagai sektor pembangunan maka disarankan untuk dapat segera merealisasikan
pembangunan stasiun pencatat hujan tersebut.
2.1.1.5. Penggunaan Lahan.
Tutupan lahan saat ini (present landuse) merupakan cerminan tingkat penggunaan
lahan dan penerapan teknologi masyarakat setempat saat ini. Berdasarkan analisis
cita World view komposit warna sesungguhnya liputan bulan Oktober 2010, daerah
penelitian dapat dikelompokan menjadi 7 (tujuh) satuan tutupan lahan, yaitu: sawah
(sw), tegalan (tg), ruang terbuka hijau (rth), permukiman (pm), hutan (ht), badan air
(ba), dan kebun/perkebunan (kb).

BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

17

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH

KOTA
KOTAMOBAGU 2013 - 2018

Tabel 2.2.
Klasifikasi Tutupan Lahan Kota Kotamobagu
Jenis Penutup Lahan
Luas (Ha)
Fungsi Lindung
1136.56
Industri
10
Kebun/Perkebunan
1201.62
Permukiman
1216.02
Ruang Terbuka Hijau
1744
Sawah
1322.01
Jasa, Perdagangan dan Perkantoran
176.25
Jumlah
6806.06
Sumber: Ranperda RTRW Kota Kotamobagu 2014

Persen Luas
16.70
0.15
17.66
17.66
25.62
19.42
2.595
100 %

a. Sawah (sw)
Satuan tutupan lahan ini meliputi sawah irigasi. Persawahan di daerah kajian berada
pada dataran aluvial, pada musim kemarau lahan sawah di wilayah ini masih dapat
ditanami padi sawah karena masih mendapat pasokan air yang memadai. Sawah
irigasi ini, dapat ditanam padi dua kali setahun dan bahkan dapat tiga kali setahun.
Melihat perkembangan Kota
Kotamobagu, perlu dipikirkan upaya untuk
mempertahankan areal persawahan di wilayah ini untuk tetap menjaga
kemampuannya berswasembada pangan. Jika melihat laju pertumbuhan
permukiman bukan tidak mungkin akan terjadi konversi lahan yang cukup besar dari
pemanfaatan lahan sebagai sawah menjadi lahan terbangun.
b. Tegalan (tg)
Satuan tutupan lahan ini termasuk di dalamnya ladang yang terdapat pada lerenglereng perbukitan dan daerah dataran. Di beberapa tempat, penduduk membuka
perladangan pada lereng-lereng bukit tanpa usaha konservasi, sehingga
mempercepat kerusakan lahan. Secara umum tutupan lahan berupa tegalan
merupakan pemanfaatan lahan peralihan yang digunakan untuk pertanian lahan
kering dengan komoditas pertanian berupa tanaman semusim. Berdasarkan citra
satelit, sebagian satuan tutupan lahan berupa tegalan merupakan areal semak atau
lahan yang belum dimanfaatkan atau merupakan lahan yang telah selesai
dimanfaatkan/panen.
c. Ruang Terbuka Hijau (rth)
Ruang terbuka hijau merupakan satuan tutupan lahan yang pemanfaatannya
diarahkan untuk keseimbangan ekosistem kota, umumnya bentuk
dari
pemanfaatan ruang terbuka hijau yang ada di Kota Kotamobagu adalah berupa
lapangan terbuka, jalur hijau dan taman kota. Pemanfaatan ruang lainnya yang
dapat digolongkan sebagai ruang terbuka hijau adalah hutan kota.
d. Permukiman (pm)
Satuan tutupan lahan permukiman merupakan wilayah terbangun yang ada di Kota
Kotamobagu. Satuan tutupan lahan ini umumnya mengikuti pola jalan yang ada di
Kota Kotamobagu. Pola pemanfaatan ruang permukiman umumnya berselang
seling atau bercampur dengan areal pertanian yang ada. Kepadatan areal
permukiman umumnya berfariasi dengan tingkat kepadatan sedang hingga jarang.
Kepadatan permukiman paling tinggi berada pada jalur-jalur jalan utama. Pesatnya

BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

18

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH

KOTA
KOTAMOBAGU 2013 - 2018

perkembangan permukiman di Kota Kotamobagu selanjutnya harus direncanakan


lebih rinci untuk menjaga kesinambungan pembangunan dan daya dukung
lingkungan setempat.
e. Hutan (ht)
Tutupan lahan berupa hutan di wilayah Kota Kotamobagu masih tersedia cukup
memadai, terutama di bagian barat, tenggara dan timur laut. Namun melalui citra
satelit dan pengamatan lapangan keberadaan hutan ini mulai dirambah dan
dimanfaatkan sebagai areal perkebunan oleh masyarakat. Jika areal tutupan lahan
berupa hutan ini dikelola sebagai bagian dari ruang terbuka hijau maka saat ini,
Kota Kotamobagu memiliki lebih dari 30% luas wilayahnya yang berupa Ruang
Terbuka Hijau. Namun kondisi ini bukan tidak mungkin akan berbalik jika tidak ada
perencanaan dan pengendalian dalam pemanfaatan ruang yang mengamankan
keberadaan RTH di Kota Kotamobagu. Keberadaan hutan ini sangat penting dan
diperlukan untuk menjaga kelestarian lingkungan, terutama air.
f.

Badan Air (ba)

Tutupan lahan berupa badan air umumnya merupakan areal rendah yang terisi oleh
air dan bersifat permanen sepanjang waktu. Sebagai contoh bentu-bentuk tutupan
lahan berupa badan air adalah; sungai, embung, situ, danau, rawa, kolam dan
tambak yang keberadaan dan suplai airnya relatif selalu tetap.
g. Kebun/Perkebunan (kb)
Keberadaan kebun ataupun perkebunan di wilayah Kota Kotamobagu dipahami
karena kota ini memiliki potensi di sektor pertanian. Keberadaan kebun campuran
maupun perkebunan yang membudidayakan satu atau lebih jenis tanaman produktif
sangat banyak terdapat disini. Jenis tanaman yang umumnya dapat dijumpai di
wilayah Kota Kotamobagu diantaranya adalah: tanaman kelapa, tanaman buah
seperti rambutan, nanas dan komoditas tanaman tahunan lainnya.
Kebun atau perkebunan di wilayah ini diusahakan secara perorangan dan
tradisional. Laju pertumbuhan perkebunan nampaknya cukup pesat jika melihat
banyaknya areal kebun atau perkebunan yang dapat diamati pada citra satelit yang
digunakan dalam pelaksanaan kegiatan ini. Perlu perencanaan yang matang terkait
dengan pengembangan sektor perkebunan pada waktu mendatang.

BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

19

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH

KOTA
KOTAMOBAGU 2013 - 2018

Tabel 2.3.
Distribusi Tutupan Lahan Kota Kotamobagu
Kecamatan

Jenis Penutup Lahan

Luas (Ha)

Kotamobagu Utara

Fungsi Lindung
Industri
Kebun/Perkebunan
Permukiman
Ruang Terbuka Hijau
Sawah
Jasa,
Perdagangan
Perkantoran
Fungsi Lindung
Industri
Kebun/Perkebunan
Permukiman
Ruang Terbuka Hijau

229.33
0.00
214.04
235.68
422.00
28.70

Kotamobagu Selatan

dan
12.58
339.50
10.00
215.98
70.91
411.10

Tabel 2.3. ( lanjutan )


DistribusiTutupan Lahan Kota Kotamobagu
Kecamatan

Jenis Penutup Lahan

Sawah
Jasa,
Perdagangan
dan
Perkantoran
Kotamobagu Barat
Fungsi Lindung
Industri
Kebun/Perkebunan
Permukiman
Ruang Terbuka Hijau
Sawah
Jasa,
Perdagangan
dan
Perkantoran
Kotamobagu Timur
Fungsi Lindung
Industri
Kebun/Perkebunan
Permukiman
Ruang Terbuka Hijau
Sawah
Jasa,
Perdagangan
dan
Perkantoran
Sumber: Ranperda RTRW Kota Kotamobagu 2014

2.1.2.

Luas (Ha)
707.16
3.11
44.65
0.00
78.44
295.07
498.25
58.03
131.61
522.90
0.00
693.16
616.26
412.13
527.12
29.21

Potensi Pengembangan Wilayah

Pertumbuhan kawasan andalan diharapkan dapat memberikan imbas positif bagi


pertumbuhan ekonomi daerah sekitar atau daerah dibelakangnya (hinterland),
melalui pembudayaan sektor atau subsektor basis sebagai penggerak

BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

20

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH

perekonomian daerah dan keterkaitan ekonomi antar daerah.


kawasan andalan adalah mempercepat pembangunan.

KOTA
KOTAMOBAGU 2013 - 2018

Tujuan utama dari

Kota Kotamobagu yang berdasarkan letaknya memiliki lokasi yang strategis. Kota
Kotamobagu terletak pada simpul jalur perdagangan, jasa dan transportasi
regional Bolaang Mongondow Raya, dimana daerah Kawasan Bolaang Mongondow
Raya tersebut sedang berkembang, terutama Kota Kotamobagu yang menjadi
kawasan andalan bagi daerah sekitarnya. Kondisi ini memungkinkan Kota
Kotamobagu memiliki keuntungan sebagai berilan

Kota Kotamobagu akan berperan sebagai kota transit bagi para pelaku perjalanan
antara Kotabunan, Molibagu, Lolak dan Boroko. Dengan demikian akan mendorong
perkembangan sektor perdagangan dan jasa terutama dalam distribusi produk dan
potensi lokal.

Kota Kotamobagu berperan sebagai terminal (pusat) perdagangan hasil pertanian


bagi daerah sekitarnya, penyedia alat-alat dan input bagi kegiatan pertanian, serta
sebagai pusat industri pengolahan pertanian. Peran ini didukung oleh keberadaan
wilayah sekitar yang sangat potensial bagi pengembangan pertanian, baik tanaman
pangan, buah, sayuran, dan hasil kebun lainnya. Keberhasilan peran ini akan
membentuk suatu hubungan timbal balik yang saling menguntungkan antara Kota
Kotamobagu dan Kabupaten di Kawasan Bolaang Mongondow Raya.
Kota Kotamobagu telah di tetapkan sebagai calon ibu Kota Provinsi Bolaang
Mongondow Raya dengan melalui analisa dan kajian indikator penilaian calon
ibukota suatu provinsi dan sesuai ketersediaan sarana dan prasarana pendukung
aktifitas ekonomi, maka Kota Kotamobagu dinilai memenuhi persyaratan sebagai
calon ibukota Provinsi Bolaang Mongondow Raya. Selain itu pula dari sisi kajian
administrasi, Kota Kotamobagu sebagai calon ibukota Provinsi Bolaang Mongondow
Raya, telah mendapat Surat Keputusan dari Bupati dan DPRD se Bolaang
Mongondow Raya tentang persetujuan penetapan Kota Kotamobagu sebagai
Ibukota Provinsi Bolaang Mongondow Raya.
Sebagai Ibu Kota Provinsi Bolaang Mongondow Raya maka di pandang perlu
adanya pengembangan wilayah Kota Kotamobagu, meliputi PASSI dan LOLAYAN ,
merupakan wilayah yang ideal sebagai Ibu Kota Provinsi Bolaang Mongondow
Raya, guna peningkatkan Pelayanan dan Kesejahteran Kepada Masyarakat serta
Memperkokoh Basis Ekonomi Rakyat. Secara historis,kultur dan budaya, Kerajaan
Bolaang Mongondow mempunyai 4 (empat) wilayah adat masing-masing : Passi,
Lolayan, Kotabunan dan Bolaang.
Passi dan Lolayan merupakan satu wilayah mongondow, yang disatukan dengan
bahasa mongondow, serta secara historis,kultur dan budaya menyatu dengan
masyarakat Kota Kotamobagu.
Salah satu tujuan pemekaran wilayah yaitu pendekatan pelayanan kepada
masyarakat guna meningkatkan kesejahteran masyarakat ; Passi dan Lolayan ,
ditinjau dari geoposisi strategis menyatu dengan wilayah Kota Kotamobagu.
Kota Kotamobagu dalam rangka peningkatan pelayanan kependudukan,
merencanakan dalam kurun lima tahun pelaksanaan RPJMD Kota Kotamobagu
2013-2018 , akan merencanakan pengembangan wilayah dengan Pemekaran
Kecamatan dan Desa/Kelurahan yang bertujuan untuk dapat memberikan
pelayanan kepada masyarakat secara lebih optimal dan lebih mendekatkan kantor
kecamatan lebih dekat dengan masyarakat.

BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

21

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH

2.1.3.

KOTA
KOTAMOBAGU 2013 - 2018

Wilayah Rawan Bencana

Kawasan rawan bencana alam di wilayah Kota Kotamobagu meliputi:


a. Kawasan rawan gempa bumi meliputi seluruh wilayah Kota Kotamobagu
b. Kawasan rawan gerakan tanah dan patahan di wilayah Kota Kotamobagu
adalah kawasan yang melintasi Kelurahan Molinow, Kelurahan Mogolaing,
Kelurahan Sinindian, Kelurahan Tumobui, Kelurahan Kobo Besar dan
Kelurahan Motoboi Besar, seluas + 628 ha
c. Kawasan rawan longsor di wilayah
Kelurahan Moyag seluas + 273 ha

Kota

Kotamobagu

terletak

di

d. Kawasan rawan bencana letusan gunung berapi Gunung Ambang di wilayah


Kota Kotamobagu meliputi kawasan di Kelurahan Moyag dan Kelurahan Moyag
Todula di Kecamatan Kotamobagu Timur seluas + 322 Hektar.
2.1.4. Demografi
Sebagai daerah otonomi baru setelah terjadi pemekaran tahun 2007, Kota
Kotamobagu yang memiliki luas wilayah keseluruhan 68,06 km2 (Berdasarkan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2007 Tentang Pembentukan
Kota Kotamobagu Di Provinsi Sulawesi Utara) berupaya untuk menyediakan suatu
bentuk pelayanan kepada masyarakat. Kota Kotamobagu memiliki 4 kecamatan, 18
kelurahan dan 15 desa.
Gambar 2.4.
Piramida Penduduk Kota Kotamobagu 2013

Sumber : BPS Kota Kotamobagu

Penduduk Kota Kotamobagu pada tahun 2013 sebanyak 115.933 orang,sebagian


besar penduduk Kota Kotamobagu tergolong usia muda (<35 tahun). Hal ini dapat
dilihat pada piramida penduduk yang disajikan pada gambar diatas. Selama periode
2000-2010, Laju Pertumbuhan Penduduk per Tahun sebesar 2,14 persen. Angka ini
lebih tinggi jika dibandingkan dengan Laju Pertumbuhan Penduduk per Tahun pada
periode 1990-2000 (1,19 persen). Hal ini diindikasikan terjadi karena banyaknya

BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

22

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH

KOTA
KOTAMOBAGU 2013 - 2018

orang yang kini tinggal di Kota Kotamobagu akibat dibentuknya wilayah


Kotamobagu menjadi salah satu kota di Provinsi Sulawesi dan juga karena kegiatan
perekonomian di Kota Kotamobagu.
Tabel 2.4.
Penduduk Menurut Kecamatan dan Jenis Kelamin
di Kota Kotamobagu 2013
Kecamatan

Laki-Laki

Perempuan

Jumlah

1. Kotamobagu Selatan

15.775

14.902

30.677

2. Kotamobagu Timur

14.339

13.732

28.071

3. Kotamobagu Barat

20.639

20.077

40.716

4. Kotamobagu Utara
Kota Kotamobagu

8.299
59.052

8.170
56.881

16.469
115.933

Sumber data : www.kotamobagukota.bps.go.id 2014

Berdasarkan kecamatan tampak bahwa jumlah penduduk terbanyak terdapat di


Kecamatan Kotamobagu Barat sebaliknya terendah di Kecamatan Kotamobagu
Utara dengan komposisi penduduk laki-laki lebih besar dibandingkan dengan
perempuan.
2.2 Aspek Kesejahteraan
2.2.1. Fokus Kesejahteraan dan Pemerataan Ekonomi
2.2.1.1. Pertumbuhan PDRB
Salah satu alat yang digunakan untuk mengetahui keberhasilan pembangunan
ekonomi adalah melalui pengukuran pencapaian indikator makro ekonomi yang
masing-masing indikatornya terdiri dari beberapa komponen. Komponen-komponen
indikator makro tersebut diantaranya adalah : Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB), Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE), PDRB Perkapita, dan tingkat inflasi.
Nilai PDRB suatu periode tertentu sebenarnya merupakan hasil perkalian antara
harga barang yang diproduksi dengan jumlah barang yang dihasilkan.
Dengan diketahui peran dan pertumbuhan sektor-sektor ekonomi yang terdapat
pada distribusi persentase sumbangan sektor ekonomi tertentu terhadap nilai PDRB
total dan laju pertumbuhan ekonomi masing-masing sektor, maka dapat
direncanakan
ke arah mana prioritas pembangunan ekonomi tersebut
dilaksanakan.

BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

23

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH

KOTA
KOTAMOBAGU 2013 - 2018

Tabel 2.5
Nilai dan Kontribusi Sektor dalam PDRB Tahun 2008 s.d 2011
atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 Kota Kotamobagu
No

Sektor

2008
(Rp)

Pertanian

37.924,76

Pertambanga
n&
penggalian

14.418,32

Industri
pengolahan

8.681,36

Listrik,gas &
air bersih

2.069,60

Bangunan

67.682,70

Perdagangan,
hotel &
restoran

60.402,67

Pengangkutan
& komunikasi

32.759,96

Keuangan,
sewa, & jasa
Perusahaan

64.009,05

Jasa-jasa

120.268,08

PDRB

408.216,50

2009
%

9,29
3,53
2,13

0,51
16,58
14,80

8,03

15,68

(Rp)
37.783,27
14.810,50
8.876,69

2.124,47
74.769,07
67.191,34

33.970,33

66.338,39

29,46

134.510,1
7

100,00

440.374,2
3

2010
%

8,58
3,36
2,02

0,48
16,98
15,26

7,71

15,06

(Rp)
38.558,61
15.285,92
9.092,39

2.190,20
82.717,03
73.724,64

35.263,03

69.047,86

30,54

147.181,1
5

100,00

473.060,8
3

2011
%

8,15
3,23
1,92

0,46
17,49
15,58

7,45

14,60

(Rp)
39.262,41
15.804,59
9.540,81

2.285,11
91.532,33
82.243,77

37.383,51

72.703,16

31,11

155.632,8
7

100,00

506.388,5
6

2012
%

7,75
3,12
1,88

0,45
18,08
16,24

7,38

14,36
30,73
100,00

(Rp)
40.414,05
16.457,37
9.932,42

2.387,34
103.359,06
87.871,95

41.101,66

77.504,70
166.592,36
545.620,91

Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Kotamobagu 2013

Berdasarkan kontribusi sektor peran sektor jasa-jasa adalah yang terbesar


mencapai 30,53 persen diikuti sektor bangunan sebesar 18,94 persen di tahun
2012. Ini menunjukkan telah terjadi pergeseran struktur ekonomi di Kota
Kotamobagu. Peranan sektor sekunder sudah lebih dominan daripada sektor primer
dalam mempercepat perekonomian daerah.
Sektor yang paling rendah pertumbuhannya adalah sektor Pertanian sebesar 2,93
persen. Bila dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi Provinsi Sulawesi Utara
sebesar 7,86 persen maka pertumbuhan ekonomi Kota Kotamobagu berada
dibawah pertumbuhan Sulawesi Utara.

BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

24

7,41
3,02
1,82

0,44
18,94
16,10

7,53

14,20
30,53
100,00

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH

KOTA
KOTAMOBAGU 2013 - 2018

Tabel 2.6
Nilai dan Kontribusi Sektor dalam PDRB Tahun 2008. s.d 2012
atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2000 Kota Kotamobagu
No

Sektor

2008

2009

2010

2011

2012*

(Rp)

(Rp)

(Rp)

(Rp)

(Rp)

67.557,45

9,12

75.917,47

8,84

84.168,70

8,47

92.954,71

8,26

98.468,85

7,8

2,86

23.631,63

Pertanian

Pertambangan
& penggalian

Industri
pengolahan

13.887,88

1,88

15.271,78

1,78

16.513,02

1,66

17.613,31

1,57

18.817,87

1,49

Listrik,gas & air


bersih

2.865,98

0,39

3.002,40

0,35

3.172,41

0,32

3.417,68

0,3

3.699,98

0,29

Konstruksi

92.536,98

14,83

126.772,8
8

14,76

15

175.865,89

15,64

207.065,01

16,39

Perdagangan,
hotel&restoran

101.036,20

13,65

119.785,46

13,94

14,25

162.617,43

14,46

178.248,80

14,11

Pengangkutan &
komunikasi

35.833,74

4,84

37.739,17

4,39

40.953,07

4,12

45.683,08

4,06

51.125,56

4,05

Keuangan,sewa,
& jasa
Perusahaan

100.489,85

13,57

111.342,64

12,96

126.617,2
6

12,73

140.888,85

12,53

160.597,90

12,72

Jasa-jasa

287.692,61

38,86

40,71

457.275,87

40,66

514.453,49

40,73

PDRB

740.368,22

100

100

1.124.717,23

100

1.262.983,24

100

21.207,91

345.605,7
1
859.069,1
3

2,75

40,23
100

27.182,95

149.074,7
4
141.626,5
2

404.500,7
4
993.809,4
1

2,74

28.400,41

2,53

30.505,78

Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Kotamobagu 2013

Tabel 2.6 menunjukkan kontribusi sektor dalam PDRB menurut harga berlaku.
Tampak bahwa peran sektor jasa-jasa yang terbesar mencapai 40,73 persen diikuti
sektor bangunan/konstruksi sebesar 16,39 persen di tahun 2012. Peranan sektor
sekunder sudah lebih dominan ini berarti Kota Kotamobagu sudah berkembang
menuju kota yang dominan peran perekonomian daerah sama dengan kota-kota
lainnya yang ada di Provinsi Sulawesi Utara.
Dilihat dari tren jumlah PDRB baik harga konstan maupun harga berlaku terus
meningkat selang 5 tahun terakhir (2008 -2012). Ini menunjukkan bahwa cenderung
terjadi peningkatan aktivitas ekonomi di Kota Kotamobagu. Namun peran masingmasing sektor mempengaruhi kebijakan terutama prioritas kebijakan pemerintah
daerah.
Tabel 2.7 menunjukkan bahwa peran sektor pertanian selang 5 tahun terakhir
cenderung menurun baik untuk PDRB harga berlaku maupun harga konstan. Dari
9,12 persen di Tahun 2008 menjadi 7,8 persen di Tahun 2012 untuk harga berlaku,
dan untuk harga konstan dari 9,29 persen menjadi 7,41 persen di tahun 2012.
Sektor pertambangan dan penggalian, industrin pengolahan, listrik, gas dan air
bersih, pengangkutan dan komunikasi, keuangan, sewa dan jasa perusahaan juga
cenderung turun. Sebaliknya sektor bangunan/konstruksi dan perdagangan, hotel
dan restoran cenderung meningkat.

BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

25

2,42

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH

KOTA
KOTAMOBAGU 2013 - 2018

Tabel 2.7
Perkembangan Kontribusi Sektor dalam PDRB Tahun 2008 s.d 2012
Atas Dasar Harga Berlaku (Hb) dan Harga Konstan (Hk) Kota Kotamobagu
2008
NO

Sektor

2009

2010

2011

2012

Hb

Hk

Hb

Hk

Hb

Hk

Hb

Hk

Hb

Hk

Pertanian

9,12

9,29

8,84

8,58

8,47

8,15

8,26

7,75

7,8

Pertambangan &
Penggalian

2,86

3,53

2,75

3,36

2,74

3,23

2,53

3,13

2,42

Industri
Pengolahan

1,88

2,13

1,78

2,02

1,66

1,93

1,57

1,88

1,49

Listrik,Gas & Air


bersih

0,39

0,51

0,35

0,48

0,32

0,46

0,30

0,45

0,29

Konstruksi

14,83

16,58

14,76

16,98

15,00

17,49

15,64

18,08

16,39

Perdagangan,
Hotel &
Restoran

13,65

14,80

13,94

15,26

14,25

15,58

14,46

16,24

14,11

Pengangkutan &
Komunikasi

4,84

8,03

4,39

7,72

4,12

7,45

4,06

7,38

4,05

Keuangan,
sewa, & Js.
Perusahaan

13,57

15,68

12,96

15,06

12,74

14,60

12,52

14,36

12,72

Jasa-jasa

38,86

29,46

40,23

30,54

40,70

31,11

40,66

30,73

40,73

PDRB

100,00

100,00

100,00

100,00

100,00

100,00

100,00

100,00

100,00

7,41
3,02
1,82
0,44
18,94
16,10
7,53
14,20
30,53
100,00

Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Kotamobagu 2013

Sektor yang paling rendah pertumbuhannya adalah sektor Pertanian sebesar 2,93
persen. Ini menunjukkan bahwa peran sektor primer sudah bergeser Bila
dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi Provinsi Sulawesi Utara sebesar 7,86
persen maka pertumbuhan ekonomi Kota Kotamobagu berada dibawah
pertumbuhan Sulawesi Utara.
Tabel 2.8
Pertumbuhan Kontribusi Sektor dan PDRB Atas Dasar Harga Berlaku (Hb)
dan Harga Konstan (Hk) Tahun Tahun 2012 Kota Kotamobagu
Pertumbuhan Ekonomi
No.
1
2
3
4
5
6
7
8

Sektor

Hb
%
7,8
2,42
1,49
0,29
16,39
14,11
4,05
12,72

Pertanian
Pertambangan & Penggalian
Industri Pengolahan
Listrik,Gas, & Air bersih
Konstruksi
Perdagangan, Hotel, & Restoran
Pengangkutan & Komunikasi
Keuangan, sewa, & Jasa Perusahaan

BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

26

Hk
%
2,93
4,13
4,10
4,47
12,92
6,84
7,27
6,60

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH

Jasa-jasa
PDRB
Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Kotamobagu 2013

KOTA
KOTAMOBAGU 2013 - 2018

40,73

7,04
7,55

Pertumbuhan ekonomi Kota Kotamobagu tahun 2012, yang ditunjukan oleh


pertumbuhan PDRB atas dasar harga konstan, pertumbuhannya semakin cepat
menjadi sebesar 7,55 persen jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya sebesar
7,05 persen. Secara sektoral pertumbuhan ekonomi Kota Kotamobagu tahun 2012
bervariasi diantara (2,93 12,92) persen. Sektor yang paling tinggi pertumbuhannya
adalah sektor Konstruksi sebesar 12,92 persen, kemudian diikuti oleh sektor
angkutan dan komunikasi sebesar 7,27 persen, dan sektor jasa-jasa 7,04 persen.
Sektor konstruksi terutama yang paling tinggi pertumbuhannya adalah di subsektor
pembangunan rumah tinggal, ruko dan penyewaan tempat tinggal. Sentiment positif
akan terbentuknya provinsi Bolmong Raya membuat pembangunan perumahan
menjadi marak di tahun 2012.
Grafik 2.1.
Pertumbuhan Ekonomi Kota Kotamobagu,Provinsi Sulawesi Utara 2008-2011

Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Kotamobagu 2013

2.2.1.2.
Laju Inflasi
Inflasi yang diukur untuk mewakili Sulawesi Utara yang dipublikasikan diambil dari
pengukuran Kota Manado.

BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

27

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH

KOTA
KOTAMOBAGU 2013 - 2018

Grafik 2.2.
Perkembangan Inflasi Nasional dan Sulawesi Utara 2005-2012 (%)

Sumber: Badan Pusat Statistik Sulawesi Utara 2013

Tabel memperlihatkan bahwa inflasi nasional dan Sulawesi Utara, juga ditenggarai
Kota Kotamobagu saling berkorelasi. Dari 2005 sampai dengan 2012 baik nasional
maupun Sulawesi Utara walaupun fluktuatif namun memiliki kecenderungan
menurun. Pada tahun 2011 inflasi Sulawesi Utara bahkan pernah mencapai
dibawah satu persen, tepatnya hanya 0,96 %. Pada tahun 2012 nanti naik lagi pada
kisaran 5,23 %.
Grafik 2.3.
Perkembangan Inflasi di Kota Kotamobagu Selang 2007-2012

Sumber: Bappeda Kota Kotamobagu,olahan 2013.

Secara khusus untuk perkembangan inflasi Kota Kotamobagu memiliki kemiripan


dalam fluktuasi Kota Manado dan Nasional. Pada 2011 tingkat inflasi menjadi titik
terendah yakni 0,67 %, dan pada 2012 naik menjadi 6,04 %. Memperhatikan

BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

28

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH

KOTA
KOTAMOBAGU 2013 - 2018

gelombang tingkat inflasi maka untuk Kota Kotamobagu dalam prediksi ke depan
secara optimis dapat berada pada kisaran 5 %.

2.2.1.3.

PDRB per Kapita

Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) perkapita adalah jumlah PDRB dibagi
dengan jumlah penduduk tengah tahun, menggambarkan rata-rata PDRB yang
disumbangkan oleh tiap-tiap penduduk. PDRB perkapita Kota Kotamobagu Atas
Dasar Harga Berlaku (ADHB) tahun 2012 sebesar 11.608.942 rupiah, sedangkan
nilai PDRB perkapita Atas Dasar Harga Konstan tercatat sebesar 5.005.983 rupiah.
Nilai PDRB perkapita baik PDRB perkapita ADHB maupun PDRB perkapita ADHK
setiap tahunya menunjukkan kenaikan, ini artinya setiap tahunnya secara rata-rata
tingkat kemakmuran masyarakat di Kotamobagu menunjukkan trend yang positif.
Tabel 2.9.
PDRB Perkapita Tahun 2008 s.d 2012 Kota Kotamobagu
Uraian
Nilai PDRB
(Juta Rp)
Jumlah Penduduk
(jiwa)
PDRB perkapita
(Rp/jiwa)

2008

2009

2010

2011

2012

740.368,22

859.069,13

993.809,40

1.124.717,22

99.522

101.574

107.456

108.672

7.132.741

8.096.873

9.248 524

10.349.650

11.608.942

Sumber : BPS Kotamobagu 2013

Walaupun indikator PDRB Perkapita hanya menggambarkan secara rata-rata belum


menggambarkan tingkat pemerataan pembangunan namun indikator ini
menunjukkan bahwa di Kotamobagu setiap tahunnya terjadi peningkatan
perekonomian di masyarakat. Untuk jelasnya, perkembangan nilai PDRB perkapita
dari tahun 2009 2012 dapat dilihat pada Grafik 2.4.
Grafik 2.4.
PDRB perkapita dari tahun 2009 2012 Kota Kotamobagu
14,000,000.00
12,000,000.00

11,608,942.00
10,349,650.51

10,000,000.00
8,000,000.00

9,248,524.09
8,096,873.17
7,132,741.01

6,000,000.00

PDRB perkapita (Rp/jiwa)

4,000,000.00
2,000,000.00
0.00
2008

2009

2010

2011

2012

mber: Badan Pusat Statistik Kota Kotamobagu 2013

2.2.1.4.

Ketimpangan Kemakmuran dan Pemerataan Pendapatan

BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

29

Su

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH

KOTA
KOTAMOBAGU 2013 - 2018

Pembangunan ekonomi secara umum, banyak yang mendefinisikan sebagai suatu


proses yang akan menyebabkan pendapatan per kapita penduduk suatu negara
meningkat dalam jangka panjang. oleh karena itu indikator keberhasilan
pembangunan ekonomi dapat dilihat berdasarkan besarnya kenaikan pendapatan
per kapita penduduk. hal lain yang perlu diperhatikan adalah bagaimana
pendapatan tersebut didistribusikan kepada penduduk.
Grafik 2.5
Kurva Lorenz Kota KotamobaguTahun 2012
INDEKS GINI =0,37

Pemerataan Ideal

Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Kotamobagu 2013

Dari grafik dibawah ini,menunjukkan indeks gini Kota Kotamobagu Tahun 2012 =
0,37 maka ketimpangan pendapatan penduduk Kota Kotamobagu Tahun 2012
tergolong ketimpangan sedang karena angka indeks gini terletak antara 0,36
sampai dengan 0,49.
Kurva Lorenz menggambarkan distribusi komulatif pendapatan nasional dikalangan
lapisan lapisan penduduk, secara kumulatif pula. Kurva Lorenz yang semakin
dekat ke diagonal ( semakin lurus) menyiratkan distribusi pendapatan nasional yang
semakin merata. Sebaliknya, jika kurva Lorenz semakin jauh dari diagonal (semakin
lengkung), maka ia mencerminkan keadaan yang semakin buruk, distribusi
pendapatan nasional semakin timpang atau tidak merata.
Tabel 2.10
Rata-Rata Interval Penghitungan Gini Ratio
Kota Kotamobagu Tahun 2012

BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

30

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH

JUMLAH
PENDUDU
K

GOLONGAN
PENGELUARAN

< 100.000

100.000 - 149.999

RATA-RATA
PENGELUARAN
(Rp/Kap/Bln)

% KUM.
PENDUDUK
(Xk)

0,0000

284,91

142.897,62

0,0025

150.000 - 199.999

545,14

172.684,39

200.000 - 299.999

21.452,92

300.000 - 499.999

JUMLAH
PENGELURAN

0,0000

KOTA
KOTAMOBAGU 2013 - 2018

% KUMULATIF
PENGELUARAN (Yk)

Xk - Xk-1

Yk + Yk-1

(Xk - Yk-1)*
(Yk + Yk-1)

0,0000

0,0000

0,0000

40.712.960,91

0,000476

0,0025

0,000476

0,0000

0,0074

94.137.168,36

0,001577

0,0049

0,002053

0,0000

261.192,66

0,1984

5.603.345.239,57

0,067089

0,1910

0,068666

0,0131

30.586,60

392.114,96

0,4707

11.993.463.435,54

0,207313

0,2723

0,274402

0,0747

500.000 - 749.999

19.660,62

621.518,24

0,6457

12.219.433.939,71

0,350179

0,1750

0,557492

0,0976

750.000 - 999.999

16.467,53

843.666,35

0,7923

13.893.100.928,62

0,512613

0,1466

0,862791

0,1265

1.000.000+

23.325,56

1.787.166,36

1,0000

41.686.656.160,16

1,000000

0,2077

1,512613

0,3141

JUMLAH

112.323,28

85.530.849.832,87

Sumber : BPS Kota Kotamobagu dan Bappeda Olahan 2014

0,6260
INDEKS GINI

Distribusi pendapatan dapat diukur dengan berbagai cara,salah satu dengan


pengukuran menggunakan indeks gini. indeks ini merupakan ukuran
ketidakmerataan atau ketimpangan (pendapatan/kesejahteraan) agregat (secara
keseluruhan) yang angkanya berkisar antara nol (pemerataan sempurna) hingga
satu (ketimpangan yang sempurna).
Menurut Todaro (2000:188) untuk negara-negara sedang berkembang dapat
dinyatakan bahwa distribusi pendapatan sangat tidak merata jika angka indeks gini
terletak antara 0,5 sampai dengan 0,7. distribusi pendapatan dengan ketidak
merataan sedang, jika angka indeks gini terletak antara 0,36 sampai dengan 0,49.
distribusi pendapatan relatif merata jika angka indeks gini antara 0,2 sampai 0,35.
2.2.1.5.

Ketimpangan Regional

Kriteria ketidakmerataan versi Bank Dunia didasarkan atas porsi pendapatan


nasional yang dinikmati oleh tiga lapisan penduduk, yakni 40% penduduk
berpendapatan terendah(penduduk termiskin), 40% penduduk berpendapatan
menengah, serta 20% penduduk berpendapatan tertinggi (penduduk terkaya).
Kemerataan distribusi pendapatan nasional bukan semata mata pendamping
pertumpuhan ekonomi dalam menilai keberhasilan pembangunan.
Isu kemerataan dan pertumbuhan hingga kini masih menjadi debat tak
berkesudahan dalam konteks pembangunan. Kedua hal ini berkaitan dengan dua
hal lain yang juga setara kadar perdebatannya, yaitu efektivitas dan efisiensi.
Ukuran ketimpangan pendapatan yang lebih penting lagi untuk menganalisis
seberapa besarnya kesenjangan antarwilayah/daerah adalah dengan melalui
perhitungan indeks Williamson. Dasar perhitungannya adalah dengan
menggunakan PDRB per kapita dalam kaitannya dengan jumlah penduduk per
daerah. Kesenjangan pendapatan antar kecamatan di Kota Kotamobagu dilakukan
dengan menggunakan Indeks Williamson.

BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

0,0000

31

0,37

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH

2.2.1.6.

KOTA
KOTAMOBAGU 2013 - 2018

Kemiskinan

Kemiskinan absolut (absolute poverty) adalah sejumlah penduduk yang tidak


mampu mendapatkan sumberdaya yang cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar
(Todaro dan Smith; 2004). Mereka hidup dibawah tingkat pendapatan riil minimum
tertentu atau dibawah garis kemiskinan.
Indikator kemiskinan yang dihasilkan diantaranya adalah persentase penduduk
miskin, yaitu persentase penduduk yang pengeluarannya berada di bawah garis
kemiskinan (yang disebut Po/ Head Count Index), jumlah penduduk miskin, Indeks
Kedalaman Kemiskinan (P1/ Poverty Gap Index), Indeks Keparahan Kemiskinan
(P2/ Poverty Severity Index.
Tabel 2.11
Indikator Kemiskinan Tahun 2008-2012 Kota Kotamobagu
2008

2009

2010

2011

2012

Jumlah Penduduk Miskin

9.000

8600

8.116

7.242

6.600

Tingkat Kemiskinan(P0)

7,60

7,16

7,57

6,64

5,85

Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1)

1,33

1,38

0,91

1,15

0,85

Indeks Keparahan Kemiskinan (P2)

0,31

0,37

0,16

0,32

0,17

Indikator Kemiskinan

Garis Kemiskinan (Rupiah)

221.882

229.699

237.791

Sumber : BPS Kota Kotamobagu, 2013.

P0 (Head Count Index) adalah persentase penduduk yang pengeluarannya berada


di bawah garis kemiskinan, selang tahun 2008-2012 mengalami penurunan yang
signifikan yaitu tahun 2012 sebesar 5,85 persen,sehingga target MDGs sebesar 8
10 persen pada tahun 2014 dapat tercapai.
P1 (Poverty Gap Index) atau Indeks Kedalaman Kemiskinan adalah rata-rata
kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap garis
kemiskinan.Semakin tinggi nilai indeks berarti semakin dalam tingkat kemiskinan
karena semakin jauh rata-rata pengeluaran penduduk miskin terhadap garis
kemiskinan, dari Tabel 2.18 menunjukkan indeks kedalam kemiskinan berfluktuatif
dimana tahun 2008 sebesar 1,33 persen meningkat pada tahun 2009 sebesar 1,38
persen jika dibandingkan tahun 2010 turun sebesar 0,91 persen dan meningkat
pada tahun 2011 sebesar 1,15 persen, pada tahun 2012 menunjukkan tren positif
dengan menurunnya Indeks Kedalaman Kemiskinan sebesar 0,85 pesen , hal ini
menunjukkan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin terhadap garis
kemiskinan semakin kecil.
P2 (Poverty SeverityIndex) atau Indeks Keparahan Kemiskinan adalah sebaran
pengeluaran diantara penduduk miskin. Semakin tinggi nilai indeks berarti semakin
parah tingkat kemiskinan karena semakin tinggi ketimpangan pengeluaran diantara
penduduk miskin, jika dibandingkan Indeks Keparahan Kemiskinan tahun 2009
sebesar 0,31 persen dengan tahun 2012 sebesar 0,17 persen, maka tidak semakin
parah tingkat kemiskinan karena semakin rendah ketimpangan pengeluaran
diantara penduduk miskin.
Grafik. 2.6.
Perkembangan Jumlah dan Prosentase Penduduk Miskin Kota Kotamobagu
Selang 2008-2011

BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

32

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH

KOTA
KOTAMOBAGU 2013 - 2018

7,57

6,64

5,85

Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Kotamobagu 2013

Kota Kotamobagu selang 3 tahun terakhir memperlihatkan penurunan yang sangat


berarti terhadap jumlah orang miskin. Pada tahun 2009 jumlah orang miskin masih
tercatat sebanyak 11463 orang kemudian menurun pada tahun 2010 sebesar 8.122
orang (7,57%) menjadi 6.600 orang (5,85 %) pada tahun 2012. Jika kecenderungan
tersebut berlangsung secara konsisten maka jumlah penduduk miskin pertahun
akan turun dan diperkirakan pada 5 tahun yang akan datang akan berada dibawah
5 %.

2.2.2 Fokus Kesejahteraan Sosial


Analisis kinerja atas fokus kesejahteraan sosial dilakukan terhadap indikator angka
melek huruf, angka rata-rata lama sekolah, angka partisipasi kasar, angka
pendidikan yang ditamatkan, angka partisipasi murni, angka kelangsungan hidup
bayi, angka usia harapan hidup, persentase penduduk yang memiliki lahan, dan
rasio penduduk yang bekerja.
2.2.2.1. Indeks Pembangunan Manusia
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) / Human Development Index (HDI) adalah
pengukuran perbandingan dari harapan hidup, melek huruf, pendidikan, dan standar
hidup untuk semua negara seluruh dunia (termasuk untuk Daerah). IPM digunakan
untuk mengklasifikasikan apakah sebuah negara (daerah) adalah negara (daerah)
maju, negara (daerah) berkembang atau negara (daerah) terbelakang dan juga
untuk mengukur pengaruh dari kebijaksanaan ekonomi terhadap kualitas hidup.
Indeks ini pada 1990 dikembangkan oleh pemenang nobel india Amartya Sen dan
Mahbub ul Haq seorang ekonom pakistan dibantu oleh Gustav Ranis dari Yale
University dan Lord Meghnad Desai dari London School of Economics dan sejak itu
dipakai oleh Program pembangunan PBB pada laporan IPM tahunannya.
IPM mengukur pencapaian rata-rata sebuah negara (daerah) menjadi 3 (tiga)
dimensi dasar pembangunan manusia, yaitu sebagai berikut:

BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

33

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH

KOTA
KOTAMOBAGU 2013 - 2018

1. Hidup yang sehat dan panjang umur yang diukur dengan harapan hidup saat
kelahiran.
2. Pengetahuan yang diukur dengan angka tingkat baca tulis pada orang dewasa
(bobotnya dua per tiga) dan kombinasi pendidikan dasar, menengah , atas gross
enrollment ratio (bobot satu per tiga).
3. Standard kehidupan yang layak diukur dengan logaritma natural dari Produk
Domestik Bruto (PDB) atau Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per Kapita
dalam Paritasi Daya Beli (Purchasing Power Parity).
Pembangunan manusia merupakan paradigma pembangunan yang menempatkan
manusia (penduduk) sebagai fokus dan sasaran akhir dari seluruh kegiatan
pembangunan, yaitu tercapainya penguasaan atas sumber daya (pendapatan untuk
mencapai hidup layak), peningkatan derajat kesehatan (usia hidup panjang dan
sehat) dan meningkatkan pendidikan (kemampuan baca tulis dan keterampilan
untuk dapat berpartisipasi dalam masyarakat dan kegiatan ekonomi).
Semakin baik IPM menggambarkan tingkat kesejahteraan yang makin baikpada
daerah tersebut demikian pula sebaliknya semakin rendah IPM berartisemakin
tertinggal pembangunan suatu daerah. Berdasarkan Standar yang digunakan
UNDP, skala IPM berkisar 0-100 dengan jabaran sebagai berikut:
< 50 artinya terbelakang (kesejahteraan rendah)
50-65, artinya kesejahteraan menengah ke bawah
65-80, artinya kesejahteraan menengah ke atas
80 kesejahteraan tinggi
Salah satu data komparatif kota atau wilayah sekitar yang bisa diperoleh dalam
analisis ini adalah perbandingan IPM antara kabupaten/kota di Sulawesi Utara,
sebagaimana disajikan dalam tabel dibawah ini:

Tabel 2.12.
IPM Kota Kotamobagu dan Kabupaten/Kota Pembanding
di Sulawesi Utara Tahun 2008-2012
Kab/Kota

Indeks Pembangunan Manusia (IPM)


2008
2009
2010
2011
2012

Kab. Bolaang Mongondow

72,11

72,52

72,99

73,47

73,83

Kab. Minahasa

74,86

75,28

75,74

76,12

76,69

Kab. Kepulauan Sangihe

74,67

75,21

75,58

76,07

76,42

Kab. Kepulauan Talaud

74,34

74,83

75,3

75,76

76,14

Kab. Minahasa Selatan

73,79

74,18

74,68

75,10

75,46

Kab. Minahasa Utara

75,33

75,57

76,08

76,54

76,91

Bolaang Mongondow Utara

71,84

72,27

72,63

73,08

73,48

Minahasa Tenggara

71,87

72,31

72,71

72,70

73,42

Kep. Siau Tagulandang Biaro

72,58

72,86

73,3

73,09

74,06

Bolaang Mongondow Selatan

69,65

70,03

70,63

70,87

71,63

Bolaang Mongondow Timur

71,49

71,85

72,27

72,97

73,82

Kota Manado

77,28

77,79

78,02

78,57

78,92

Kota Bitung

74,61

75,00

75,52

75,96

76,30

BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

34

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH

KOTA
KOTAMOBAGU 2013 - 2018

Kota Tomohon

75,65

76,09

76,39

76,92

77,40

Kota Kotamobagu

74,46

75,03

75,53

76,03

76,68

Sulawesi Utara

75,16

75,68

76,09

76,54

76,95

Sumber : BPS Kota Kotamobagu, 2013

Secara umum pembangunan manusia di Kota Kotamobagu selama kurun waktu


2008-2012 terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2008, IPM Kota Kotamobagu
adalah sebesar 74,46 dan secara perlahan naik mencapai 76,68 di tahun 2012.
Grafik 2.7 Perkembangan IPM Kota Kotamobagu Periode 2008-2012
76.68
76.03
75.53
75.03
74.46

Sumber : BPS Kota Kotamobagu, 2013

Dengan nilai IPM sebesar 76,68 di tahun 2012., maka Kota Kotamobagu termasuk
dalam klasifikasi kesejahteraan menengah ke atas. Hal ini menunjukkan bahwa
pembangunan yang telah dilaksanakan cukup berhasil dalam meningkatkan kualitas
hidup yang lebih baik, diukur dari indikator kesejahteraan rakyat yang meliputi (i)
indikator kesehatan, (ii) indikator pendidikan, serta (iii) daya beli masyarakat yang
meningkat.
Grafik 2.8.
Perkembangan IPM Kota Kotamobagu Tahun 2008-2013
Dan Trend Hingga 2018.

BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

35

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH

KOTA
KOTAMOBAGU 2013 - 2018

81
80

R = 0.99

79
78
77
76
75
74
73
72
71

Sumber : BPS Kota Kotamobagu, 2013

Dengan menggunakan data hasil survei BPS Kota Kotamobagu yang nilai IPM
sebesar 76,68 di Tahun 2012, maka pada tahun 2018 IPM Kota Kotamobagu
diperkirakan sudah bisa mencapai 80, atau termasuk batas bawah wilayah yang
berpenduduk umumnya makmur.
Grafik. 2.9.
IPM Kota Kotamobagu dan Kabupaten/Kota Pembanding
di Sulawesi Utara Tahun 2008-2012
80
78
76
74
Indeks Pembangunan
Manus ia (IPM) 2008
72

Indeks Pembangunan Manus ia (IPM) 2009

70
68
66
Indeks Pembangunan
Manus ia (IPM) 2010
64

Indeks Pembangunan Manus ia (IPM) 2011

Indeks Pembangunan Manus ia (IPM) 2012

Sumber : BPS Kota Kotamobagu, 2013

Dengan melihat data diatas, nampak bahwa IPM Kota Kotamobagu, masih jauh
lebih baik ketimbang beberapa wilayah atau kota / kabupaten pembandingnya
dalam wilayah Sulawesi Utara, diantaranya seperti Kota Bitung, Kabupaten
Sangihe, Kabupaten seluruh Bolaang Mongondow Raya, dan Kabupaten lainnya.
Tabel. 2.13.
Peringkat IPM Kabupaten/Kota di Sulawesi Utara

BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

36

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH

Kab/Kota

KOTA
KOTAMOBAGU 2013 - 2018

2009

2010

2011

2012

Kab. Bolaang Mongondow

11

11

10

11

Kab. Minahasa

Kab. Kepulauan Sangihe

Kab. Kepulauan Talaud

Kab. Minahasa Selatan

Kab. Minahasa Utara

Bolaang Mongondow Utara

13

13

12

13

Minahasa Tenggara

12

12

14

14

Kep. Siau Tagulandang Biaro

10

10

11

10

Bolaang Mongondow Selatan

15

15

15

15

Bolaang Mongondow Timur

14

14

13

12

Kota Manado

Kota Bitung

Kota Tomohon

Kota Kotamobagu

Sumber : BPS Sulut , 2013

Sementara itu jika kita bandingkan dengan Provinsi Sulawesi Utara, rata-rata IPM
Kota Kotamobagu memang berada dibawah rata-rata IPM Sulawesi Utara yang
nilainya antara 75-76. Kondisi ini merefleksikan bahwa pertumbuhan IPM Kota
Kotamobagu masih di bawah pertumbuhan IPM Provinsi Sulawesi Utara.
Sejak Tahun 2009, Kota Kotamobagu mengalami perkembangan peringkat IPM.
Pada tahun 2009 berada di peringkat ke 7 dari 15 Kabupaten/Kota di Sulawesi
Utara. Kemudian tahun 2010 naik menjadi peringkat 6 sampai tahun 2011. Tahun
2012 peringkat IPM Kota Kotamobagu menjadi peringkat ke-5.
IPM terdiri dari 3 indeks yaitu indeks Kesehatan, Indeks Pendidikan dan Indeks
Kemampuan daya beli, masing-masing dapat digambarkan dari indikator berikut :
1. Angka Usia Harapan Hidup (Indeks Kesehatan)
Angka Usia Harapan Hidup adalah ukuran tingkat kesejahteraan masyarakat yang
mendiami suatu wilayah yang dilihat dari peluang umur panjang dan sehat. Sering
digunakan untuk menggambarkan kualitas hidup dan kesehatan masyarakat.
Peningkatan kesehatan masyarakat sangat dipengaruhi oleh kualitas pelayanan
kesehatan. Capaian usia harapan hidup di tahun 2012 sebesar 72.12 tahun. Usia
harapan hidup di Kota Kotamobagu secara umum lebih rendah dari usia harapan
hidup di Sulawesi Utara yang mencapai 72,44 tahun di tahun 2012. Namun
demikian dari tahun ke tahun usia harapan hidup menujukkan perbaikan.
Pada tahun 2012 Kota Kotamobagu untuk indeks harapan hidup berada di peringkat
8 dari sluruh Kabupaten/Kota di Sulawesi Utara. Ini menandakan masih sangat
diperlukan perhatian dari pemerintah khususnya dibidang kesehatan agar indeks
harapan hidup dapat lebih ditingkatkan.

Tabel 2.14.
Indeks Harapan Hidup Kabupaten/Kota di Sulawesi Utara Tahun 2009-2012
Kab / Kota

2009

2010

2011

2012

Kab. Bolaang Mongondow

71.38

71.58

71.7

71.83

Kab. Minahasa

72.33

72.47

72.54

72.62

BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

37

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH

KOTA
KOTAMOBAGU 2013 - 2018

Kab. Kepulauan Sangihe

72.75

73.01

72.75

72.75

Kab. Kepulauan Talaud

71.59

71.89

71.59

71.59

Kab. Minahasa Selatan

72.09

72.28

72.09

72.09

Kab. Minahasa Utara

72.40

72.60

72.40

72.40

Bolaang Mongondow Utara

69.68

69.91

69.68

69.68

Minahasa Tenggara

69.90

70.03

69.90

69.90

Kep. Siau Tagulandang Biaro

68.46

68.62

68.46

68.46

Bolaang Mongondow Selatan

71.25

71.29

71.25

71.25

Bolaang Mongondow Timur

71.28

71.35

71.28

71.28

Kota Manado

72.50

72.64

72.50

72.50

Kota Bitung

70.35

70.50

70.35

70.35

Kota Tomohon

72.39

72.62

72.39

72.39

Kota Kotamobagu

71.58

71.80

71.58

71.58

Sulawesi Utara

72.12

72.22

72.33

72.44

Sumber : BPS Sulawesi Utara,2013

2. Indeks Pendidikan
Indeks pendidikan terdiri dari dua indikator yaitu Tingkat Melek huruf dan lama
sekolah. Angka melek huruf sering digunakan untuk menggambarkan kualitas SDM.
Peningkatan wawasan pengetahuan masyarakat sangat dipengaruhi oleh
kemampuan membaca dan menulis.

Tabel 2.15.
Tingkat Melek Huruf Kabupaten/Kota di Sulawesi Utara Tahun 2012
2012

Peringkat

Manado

Kabupaten / Kota

99.93

Kota Tomohon

99.87

Minahasa Selatan

99.81

BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

38

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH

KOTA
KOTAMOBAGU 2013 - 2018

Kep. Siau Tagulandang Biaro

99.78

Minahasa Utara

99.78

Minahasa

99.74

Kota Kotamobagu

99.66

Kepualuan Talaud

99.58

Bolaang Mongondow Timur

99.57

Minahasa Tenggara

99.52

10

Kota Bitung

99.42

11

Bolaang Mongondow Selatan

99.05

12

Kep. Sangihe Talaud

98.75

13

Bolaang Mongondow Utara

98.43

14

Bolaang Mongondow

98.32

15

Sulawesi Utara

99.46

Sumber : BPS Sulawesi Utara,2013

Capaian angka melek huruf di tahun 2012 sebesar 99,66 persen. Peringkat Angka
melek huruf Kota Kotamobagu di peringkat 7, jika dibandingkan dengan rata-rata
seluruh Sulawesi Utara, angka ini lebih besar dari Sulawesi Utara.

Tabel 2.16.
Rata - Rata Lama Sekolah Kabupaten / Kota di Sulawesi Utara Tahun 2011
Kabupaten / Kota

2012

Peringkat

Bolaang Mongondow

7.44

12

Minahasa

9.54

Kep.Sangihe Talaud

7.74

11

Kepulauan Talaud

8.80

BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

39

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH

KOTA
KOTAMOBAGU 2013 - 2018

Minahasa Selatan

8.78

Minahasa Utara

9.40

Bolaang Mongondow Utara

7.44

13

Kep. Siau Tagulandang Biaro

8.49

Minahasa Tenggara

8.41

10

Bolaang Mongondow Selatan

6.88

15

Bolaang Mongondow Timur

7.42

14

Manado

10.84

Kota Bitung

9.46

Kota Tomohon

10.16

Kota Kotamobagu

9.53

Sulawesi Utara

9.00

Sumber : BPS Sulawesi Utara,2013

Komponen penyusun lainnya adalah indikator rata-rata lama sekolah. Rata-rata


Lama Sekolah (Indeks Pendidikan) untuk Kota Kotamobagu mengalami
peningkatan dari tahun ke tahun. Secara rangking, pada komponen IPM yaitu
komponen Rata-Rata Lama Sekolah ini, Kota Kotamobagu berada pada rangking
ke-4 pada tahun 2012. Rata-rata Lama sekolah di Kotamobagu sekitar 9,53 tahun,
lebih tinggi dari rata-rata di Sulawesi Utara, artinya untuk pendidikan dasar di
Kotamobagu sudah memenuhi namun untuk sampai ke pendidikan menengah
masih kurang. Idealnya Rata-rata Lama Sekolah adalah 15 tahun.
3. Indeks Daya Beli (Purchasing Power Parity)
Indeks daya beli adalah Komponen standar hidup layak atau dikenal (Purchasing
Power Parity/PPP) sebagai nilai konsumsi riil perkapita yang disesuaikan
meriupakan ukuran tingkat daya beli masyarakat yang diasumsikan jika daya beli
semakin baik atau pola konsumsi meningkat dapat mencerminkan kualitas hidup
masyarakat semakin baik sebab pola konsumsi mencerminkan pola alokasi
pendapatan kepada berbagai macam pengeluaran yang berbentuk makanan dan
non makanan.
Peningkatan kesejahteraan masyarakat sangat dipengaruhi oleh pendapatan yang
dimiliki oleh masyarakat, capaian daya beli masyarakat di tahun 2012 sebesar 636
ribu rupiah perkapita pertahun. Indeks daya beli di Kaota Kotamobagu secara umum
cukup baik, dari seluruh Kabupaten/Kota di Sulawesi Utara peringkat ke-4 dan
peringkat pertama untuk wilayah Bolaang Mongondow Raya (Bolaang Mongondow,
Bolaang Mongondow Utara, Bolaang Mongondow Timur, Bolaang Mongondow
Selatan). Hal ini menunjukkan tingkat daya beli masyarakat Kota Kotamobagu
masih lebih tinggi dibandingkan daerah hasil pemekaran di wilayah Bolaang
Mongondow dan sekitarnya.
Tabel 2.17.
Pengeluaran Rill Perkapita Kabupaten / Kota di Sulawesi Utara
Tahun 2012 ( Dalam Ribu Rupiah )
Kabupaten / Kota

2012

Peringkat

Bolaang Mongondow

625.62

11

Minahasa

632.63

Kep.Sangihe Talaud

643.98

Kepulauan Talaud

635.13

BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

40

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH

KOTA
KOTAMOBAGU 2013 - 2018

Minahasa Selatan

624.42

12

Minahasa Utara

635.01

Bolaang Mongondow Utara

632.27

10

Kep. Siau Tagulandang Biaro

635.97

Minahasa Tenggara

619.46

13

Bolaang Mongondow Selatan

603.43

15

Bolaang Mongondow Timur

619.16

14

Manado

647.46

Kota Bitung

643.34

Kota Tomohon

633.07

Kota Kotamobagu

636.52

Sulawesi Utara

643.20

Sumber : BPS Sulawesi Utara,2013

2.2.3. Fokus Seni Budaya dan Olahraga


2.2.3.1. Seni Budaya
Pembangunan bidang seni, budaya dan olahraga sangat terkait erat dengan
kualitas hidup manusia dan masyarakat. Hal ini sesuai dengan 2 (dua) sasaran
pencapaian pembangunan bidang sosial budaya dan keagamaan yaitu (i) untuk
mewujudkan masyarakat Indonesia yang berakhlak mulia, bermoral, beretika,
berbudaya dan beradab serta (ii) mewujudkan bangsa yang berdaya saing untuk
mencapai masyarakat yang lebih makmur dan sejahtera.
Tabel 2.18
Perkembangan Seni, Budaya dan Olahraga Tahun 2008 s.d 2012
Kota Kotamobagu
No.
1
2
3
4

Capaian Pembangunan
Jumlah grup kesenian per
10.000 penduduk.
Jumlah gedung kesenian
per 10.000 penduduk.
Jumlah klub olahraga per
10.000 penduduk.
Jumlah gedung olahraga
per 10.000 penduduk.

2008

2009

2010

2011

2012

10

10

10

10

1 per
16.000
penduduk

1 per
22.000
penduduk

1 per
35.000
penduduk

1 per
35.000
penduduk

1 per
35.000
penduduk

Sumber : BPS Sulawesi Utara,2013

Tabel 2.19
Perkembangan Seni, Budaya dan Olahraga Tahun 2012 menurut kecamatan
Kota Kotamobagu

No

Kecamatan

Kecamatan Kotamobagu
Barat

Jumlah
Jumlah
Jumlah grup
Jumlah klub
gedung
gedung
kesenian per
olahraga per
kesenian per
olahraga per
10.000
10.000
10.000
10.000
penduduk
penduduk
penduduk
penduduk
1 per 22.000
1
4
penduduk

BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

41

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH

2
3
4

Kecamatan Kotamobagu
Selatan
Kecamatan Kotamobagu
Utara
Kecamatan Kotamobagu
Timur
Jumlah

KOTA
KOTAMOBAGU 2013 - 2018

10

1 per 35.000
penduduk
1 per 35.000
penduduk
1 per 35.000
penduduk

Sumber : BPS Sulawesi Utara,2013

2.3. Aspek Pelayanan Umum


2.3.1. Fokus Layanan Urusan Wajib
2.3.1.1. Pendidikan
1. Angka Melek Huruf (AMH)
Menurut UNESCO
definisi dari melek huruf adalah kemampuan untuk
mengidentifikasi, mengerti, menerjemahkan, mengkomunikasikan, membuat, dan
mengolah isi dari rangkaian teks yang terdapat pada bahan-bahan cetak dan tulisan
yang berkaitan dengan berbagai situasi. Kemampuan baca tulis dianggap penting
karena melibatkan pembelajaran berkelanjutan oleh seseorang sehingga orang
tersebut dapat mencapai tujuannya. Kemampuan baca tulis ini juga berkaitan
langsung dengan cara seseorang untuk memperoleh pengetahuan, menggali
potensi, dan berpartisipasi penuh dalam masyarakat yang luas. Salah satu indikator
terlaksananya dengan baik pendidikan untuk
Masyarakat dapat diketahui dengan meningkatnya angka melek huruf atau
kemampuan baca tulis dalam masyarakat tersebut. Indikator ini juga dapat
menggambarkan mutu dari SDM yang ada di suatu wilayah yang diukur dalam
aspek pendidikan, karena semakin tinggi angka kecakapan baca tulis maka
semakin tinggi pula mutu dan kualitas SDM (BPS, 2011).
Pendidikan merupakan salah satu bentuk modal manusia (human capital) yang
menunjukkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM).Pendekatan modal manusia
berfokus pada kemampuan tidak langsung untuk meningkatkan utillitas dengan
meningkatkan pendapatan.
Tabel 2.20
Perkembangan Angka Melek Huruf Tahun 2009 s.d 2012 Kota Kotamobagu
NO
1

2009

2010

2011

2012

75.483

77.099

76.660

78.353

Uraian
Jumlah penduduk usia diatas 15 tahun
yang bisa membaca dan menulis
Jumlah penduduk usia 15 tahun keatas

75.121

76.706

77.030

78.087

Angka melek huruf

99,52

99,49

99,01

99,66

Sumber: Dinas Pendidikan,Pemuda dan Olahraga Kota Kotamobagu, 2013

Angka melek huruf sering digunakan untuk menggambarkan kualitas SDM.


Peningkatan wawasan pengetahuan masyarakat sangat dipengaruhi oleh
kemampuan membaca dan menulis. Capaian angka melek huruf di tahun 2012
sebesar 99,66 persen. Peringkat Angka melek huruf Kota Kotamobagu di peringkat
7, jika dibandingkan dengan rata-rata seluruh Sulawesi Utara tahun 2012 sebesar
99,46, angka ini lebih besar dari Sulawesi Utara.

BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

42

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH

KOTA
KOTAMOBAGU 2013 - 2018

Tabel 2.21
Angka Melek Huruf Tahun 2012 menurut Kecamatan di Kota Kotamobagu
NO

Kecamatan

Kec. Kotamobagu Utara

Kec. Kotamobagu Timur


Kec. Kotamobagu
Selatan
Kec. Kotamobagu Barat
Jumlah

3
4

Jumlah penduduk usia


diatas 15 tahun yang
bisa membaca dan
menulis
11.080

Jumlah
penduduk usia
15 tahun keatas

Angka
melek huruf

11.129

99,56

19.250

19.339

99,57

20.459

20.513

99,76

27.298

27.372

99,75

78.087

78.353

99,66

Sumber: Dinas Pendidikan,Pemuda dan Olahraga Kota Kotamobagu, 2013

Kelompok penduduk usia 15 tahun keatas adalah kelompok penduduk usia


produktif, sebagai sumber daya pembangunan yang seharusnya memiliki
pendidikan dan ketrampilan yang memadai untuk mendapat pekerjaan yang layak
sehingga mendapat penghidupan yang layak, oleh karena itu , dianggap penting
untuk melihat kemajuan indikator ini. Dari tabel 2.12 , menunjukkan bahwa angka
melek huruf tahun 2012 , empat (4) kecamatan se Kota Kotamobagu merata dan
mengalami peningkatan dimana tahun 2011 AMH sebesar 99,01 persen dan tahun
2012 AMH sebesar 99,66 persen, hal ini perbanding lurus dengan menurunnya
tingkat kemiskinan dan meningkatnya pertumbuhan ekonomi.

2. Angka Rata-Rata Lama Sekolah


Lamanya Sekolah atau years of schooling adalah sebuah angka yang menunjukkan
lamanya bersekolah seseorang dari masuk sekolah dasar sampai dengan Tingkat
Pendidikan Terakhir (TPT). Pada prinsipnya angka ini merupakan transformasi dari
bentuk kategori TPT menjadi bentuk numerik.
Angka rata-rata lama sekolah adalah rata-rata jumlah tahun yang dihabiskan oleh
penduduk usia 15 tahun ke atas untuk menempuh semua jenis pendidikan formal
yang pernah dijalani.
Lamanya bersekolah merupakan ukuran akumulasi investasi pendidikan individu.
Setiap tahun tambahan sekolah diharapkan akan membantu meningkatkan
pendapatan individu tersebut. Rata-rata lama bersekolah dapat dijadikan ukuran
akumulasi modal manusia suatu daerah. Ukuran ini mengatasi masalah kekurangan
estimasi dari TPT yang tidak mengakomodir kelas tertinggi yang pernah dicapai
individu.
Tetapi, jumlah tahun bersekolah ini tidak mengindahkan kasus-kasus tidak naik
kelas, putus sekolah yang kemudian melanjutkan kembali, dan masuk sekolah
dasar di usia yang terlalu muda atau sebaliknya. Sehingga nilai dari jumlah tahun
bersekolah menjadi terlalu tinggi kelebihan estimasi atau bahkan terlalu rendah
(underestimate).

BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

43

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH

KOTA
KOTAMOBAGU 2013 - 2018

Tabel 2.22
Rata-Rata Lama Sekolah Tahun 2008 s.d 2012 Kota Kotamobagu

Tahun

2008

2009

2010

2011

2012

Rata-rata Lama
Sekolah

8,85

9,12

9,14

9,53

Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Kotamobagu 2013.

Indikator rata-rata lama sekolah. Rata-rata Lama Sekolah (Indeks Pendidikan) untuk
Kota Kotamobagu mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Secara rangking,
pada komponen IPM yaitu komponen Rata-Rata Lama Sekolah ini, Kota
Kotamobagu berada pada rangking ke-4 pada tahun 2012. Rata-rata Lama sekolah
di Kotamobagu sekitar 9,53 tahun, lebih tinggi dari rata-rata di Sulawesi Utara,
artinya untuk pendidikan dasar di Kotamobagu sudah memenuhi namun untuk
sampai ke pendidikan menengah masih kurang, hal ini disebabkan kurangnya
kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan wajib belajar 12 tahun, serta
belum termanfaatya sistem teknologi informasi berbasis internet.
3. Angka Partisipasi Murni.
Angka partisipasi murni adalah perbandingan penduduk usia antara 7 hingga 18
tahun yang terdaftar sekolah pada tingkat pendidikan SD/SLTP/SLTA dibagi dengan
jumlah penduduk berusia 7 hingga 18 tahun.
Angka Partisipasi Murni (APM) adalah persentase siswa dengan usia yang
berkaitan dengan jenjang pendidikannya dari jumlah penduduk di usia yang sama.
APM menunjukkan partisipasi sekolah penduduk usia sekolah di tingkat pendidikan
tertentu. Seperti APK, APM juga merupakan indikator daya serap penduduk usia
sekolah di setiap jenjang pendidikan. Tetapi, jika dibandingkan APK, APM
merupakan indikator daya serap yang lebih baik karena APM melihat partisipasi
penduduk kelompok usia standar di jenjang pendidikan yang sesuai dengan standar
tersebut.

BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

44

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH

KOTA
KOTAMOBAGU 2013 - 2018

Tabel 2.23
Angka Partisipasi Murni (APM)
Menurut Jenjang Pendidikan di Kota Kotamobagu Tahun 2009 s.d 2013
NO
1

Jenjang Pendidikan

2009

2010

2011

2012

2013

SD/MI

1.1.

jumlah siswa kelompok usia 7-12 tahun yang


bersekolah di jenjang pendidikan SD/MI

12.725

11.297

12.873

13.905

12.880

1.2.

jumlah penduduk kelompok usia 7-12 tahun

14.125

12.275

14.040

15.232

13.944

1.3.

APM SD/MI

90,21

91,95

91,69

91,29

92,37

SMP/MTs

2.1.

jumlah siswa kelompok usia 13-15 tahun yang


bersekolah di jenjang pendidikan SMP/MTs

5.467

5.911

6.347

6.870

5.696

2.2.

jumlah penduduk kelompok usia 13-15 tahun

8.500

9.029

10.337

9.977

7,855

2.3.

APM SMP/MTs

64,32

65,47

61,40

68,86

72,51

6.540

5.650

6.234

7.747

SMA/MA/SMK

3.1.

jumlah siswa kelompok usia 16-18 tahun yang


bersekolah di jenjang pendidikan SMA/MA/SMK

3.2.

jumlah penduduk kelompok usia 16-18 tahun

11.402

11.748

9.743

11.761

3.3.

APM SMA/MA/SMK

56.91

48,09

63,99

65,87

Sumber: Dinas Pendidikan,Pemuda dan Olahraga Kota Kotamobagu, 2013

Untuk jenjang pendidikan SD/MI Angka Partisipasi Murni dari tahun 2009 sampai
dengan 2013 menunjukkan tren meningkat dimana tahun 2013 sebesar 92,37
persen dibandingkan tahun 2009 sebesar 90,21 persen, untuk jenjang pendidikan
SMP/MTs Angka Partisipasi Murni dari tahun 2009 sampai dengan 2013 mengalami
peningkatan dimana tahun 2009 sebesar 64,32 persen dan tahun 2013 sebesar
72,51 persen, dan Angka Partisipasi Murni (APM) jenjang pendidikan SMA/MA/SMK
mengalami peningkatan dimana tahun 2010 sebesar 56,91 persen dan tahun 2013
sebesar 65,87 persen. Dari uraian tersebut diatas, bahwa peningkatan APM di
semua jenjang pendidikan di Kota Kotamobagu menunjukkan seberapa banyak
penduduk usia sekolah yang sudah dapat memanfaatkan fasilitas pendidikan sesuai
dengan usia pada jenjang pendidikannya.
4. Angka Partisipasi Kasar
APK adalah perbandingan jumlah siswa pada tingkat pendidikan SD/SLTP/SLTA
dibagi dengan jumlah penduduk berusia 7 hingga 18 tahun atau rasio jumlah siswa,
berapapun usianya, yang sedang sekolah di tingkat pendidikan tertentu terhadap
jumlah penduduk kelompok usia yang berkaitan dengan jenjang pendidikan tertentu.
APK menunjukkan tingkat partisipasi penduduk secara umum di suatu tingkat
pendidikan. APK merupakan indikator yang paling sederhana untuk mengukur daya
serap penduduk usia sekolah di masing-masing jenjang pendidikan.
APK didapat dengan membagi jumlah penduduk yang sedang bersekolah (atau
jumlah siswa), tanpa memperhitungkan umur, pada jenjang pendidikan tertentu
dengan jumlah penduduk kelompok usia yang berkaitan dengan jenjang pendidikan
tersebut.

BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

45

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH

KOTA
KOTAMOBAGU 2013 - 2018

Tabel 2.24
Angka Partisipasi Kasar (APK) Menurut Jenjang Pendidikan
Tahun 2010 s.d 2013 Kota Kotamobagu
NO
1
1.1.
1.2.
1.3.
2
2.1.
2.2.
2.3.
3
3.1.
3.2.
3.3.

Jenjang Pendidikan
SD/MI
jumlah siswa yang bersekolah di jenjang
pendidikan SD/MI
jumlah penduduk kelompok usia 7-12 tahun
APK SD/MI
SMP/MTs
jumlah siswa yang bersekolah di jenjang
pendidikan SMP/MTs
jumlah penduduk kelompok usia 13-15
tahun
APK SMP/MTs
SMA/MA/SMK
jumlah siswa yang bersekolah di jenjang
pendidikan SMA/MA/SMK
jumlah penduduk kelompok usia 16-18
tahun
APK SMA/MA/SMK

2010

2011

2012

2013

14.696

15723

15.547

14.534

12.275
119,72

14.040
111,99

15.232
102,07

13.944
104,23

7.546

8.497

8.955

7.060

9.029

10.337

9.977

7.855

83,58

82,20

89,76

89,88

8.722

9.372

8.455

6.844

11.402

11.748

9.743

7.747

76,50

79,78

86,78

88,34

Sumber: Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga, 2013.

Berdasarkan tabel di atas untuk Kota Kotamobagu pada jenjang SD / MI/Sederajat,


Angka Partisipasi Kasar (APK) sudah mencapai lebih 100 persen, menunjukkan ada
penduduk yang sekolah belum mencukupi umur dan atau melebihi umur yang
seharusnya. Hal ini juga dapat menunjukkan bahwa wilayah tersebut mampu
menampung penduduk usia sekolah lebih daripada target yang sesungguhnya.,
pada jenjang pendidikan SMP / MTs / Sederajat dan SMA / MA / Sederajat
menunjukkan trend peningkatan partisipasi anak yang bersekolah, hal ini
menunjukkan tingginya tingkat partisipasi sekolah, tanpa memperhatikan ketepatan
usia sekolah pada jenjang pendidikannya.
5. Angka Pendidikan yang ditamatkan
APT adalah menyelesaikan pelajaran pada kelas atau tingkat terakhir suatu jenjang
sekolah di sekolah negeri maupun swasta dengan mendapatkan surat tanda tamat
belajar/ijazah.
APT bermanfaat untuk menunjukkan pencapaian pembangunan pendidikan di suatu
daerah, juga berguna untuk melakukan perencanaan penawaran tenaga kerja,
terutama untuk melihat kualifikasi pendidikan angkatan kerja di suatu wilayah.
Tabel. 2.25
Perkembangan Angka Pendidikan Yang Ditamatkan(APT)
Tahun 2008 s.d 2013 Kota Kotamobagu
NO
APT
2008
2009
1.
SD /MI
2.
SMP / MTs
3.
SMA/SMK/ MA
4.
Perguruan Tinggi
Sumber: Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga, 2013.

BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

46

2011
1.862
2.167
2.334

2012
2.014
2.005
2.381

2013
1.979
2.130
2.519

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH

6.

KOTA
KOTAMOBAGU 2013 - 2018

Angka Partisipasi Sekolah (APS)

APS merupakan ukuran daya serap sistem pendidikan terhadap penduduk usia
sekolah. Angka tersebut memperhitungkan adanya perubahan penduduk terutama
usia muda. Ukuran yang banyak digunakan di sektor pendidikan seperti
pertumbuhan jumlah murid lebih menunjukkan perubahan jumlah murid yang
mampu ditampung di setiap jenjang sekolah. Sehingga, naiknya persentase jumlah
murid tidak dapat diartikan sebagai semakin meningkatnya partisipasi sekolah.
Kenaikan tersebut dapat pula dipengaruhi oleh semakin besarnya jumlah penduduk
usia sekolah yang tidak diimbangi dengan ditambahnya infrastruktur sekolah serta
peningkatan akses masuk sekolah sehingga partisipasi sekolah seharusnya tidak
berubah atau malah semakin rendah.
Tabel 2.26
Angka Partisipasi Sekolah (APS) di Kota Kotamobagu
Angka Partisipasi
Sekolah

2009

2010

2011

2012

7 - 12

98,11

97,35

99,19

99,46

13 - 15

92,01

93,47

90,11

96,30

16 - 18

58,30

63,89

59,66

68,25

Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Kotamobagu, 2013.


Angka partisipasi sekolah yang berusia 7 sampai 12 tahun tampak paling dominan selang 4
tahun terakhir. Ini menunjukkan pentingnya pendidikan usia dini di Kota Kotamobagu. Hal ini
dapat dilihat pada Tabel 2.26 dan Grafik 2.10.

BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

47

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH

KOTA
KOTAMOBAGU 2013 - 2018

Grafik 2.10. Angka Partisipasi Sekolah(APS)


Kota Kotamobagu selang Tahun 2009-2011

120
100
80
60

APS (7-12)

APS (13-15)

APS (16-18)

40
20
0
2009

2010

2011

2012

Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Kotamobagu, 2013

7. Rasio ketersediaan sekolah/penduduk usia sekolah


Rasio Ketersediaan Sekolah terhadap penduduk usia sekolah adalah indikator untuk
mengukur kemampuan jumlah sekolah dalam menampung penduduk usia
pendidikan. Rasio ini bisa diartikan jumlah sekolah berdasarkan tingkat pendidikan
per 10.000 jumlah penduduk usia pendidikan.
Selama kurun waktu 2008-2011 rasio ketersediaan sekolah untuk jenjang
pendidikan SD/MI mengalami kenaikan, setelah periode sebelumnya mengalami
kenaikan yang disebabkan karena pertumbuhan penduduk tidak disertai dengan
peningkatan jumlah sekolah SD/MI. Pembangunan jumlah sekolah baru tidak
sebanding dengan peningkatan jumlah warga sekolah. Pada tahun 2011,
perbandingan ketersediaan sekolah SD/MI di Kota Kotamobagu adalah 1 : 53,22.
Angka ini menunjukkan bahwa 1 sekolah SD/MI menampung 53 siswa.
Berbeda dengan SD/MI, rasio ketersediaan sekolah untuk jenjang pendidikan
SMA/MA/SMK mengalami peningkatan.Peningkatan ini dapat disebabkan oleh dua
hal, yaitu meningkatnya jumlah sekolah SMA/MA/MK atau tingginya angka putus
sekolah pada jenjang SMP/MTs.
Berikut gambaran mengenai kondisi ketersediaan sekolah dan penduduk usia
sekolah di Kota Kotamobagu per jenjang pendidikan selama kurun waktu tahun
2008 sampai dengan tahun 2011 :

BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

48

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH

KOTA
KOTAMOBAGU 2013 - 2018

Tabel. 2.27
Ketersediaan Sekolah dan Penduduk Usia Sekolah
Tahun 2008 s.d 2011 Kota Kotamobagu
NO

JENJANG PENDIDIKAN

SD/MI

1.1.

Jumlah gedung sekolah

1.2.

jumlah penduduk kel. usia 712 tahun(SD/MI

1.3.

Rasio

2008

2009

74

73

73

74

18.050.

20.135.

20.576.

13.905

41,00

36,26

35,48

53,22

2011

SMP/MTs

2.1.

Jumlah gedung sekolah

2.2.

jumlah penduduk kelompok


usia 13-15 tahun

2.3.

Rasio

16

15

15

15

18.050

20.110

20.279

6.858

8,86

7,46

7,40

21,87

SMA, SMK/MA

3.1

Jumlah gedung sekolah

3.2

jumlah penduduk kel. usia


16- 18 tahun
Rasio

3.3

2010

13

15

17

21

6.763

7.114

8.152

8.514

19,22

19,68

20,85

24,67

Sumber : BPS Kota Kotamobagu & Bappeda Kota Kotamobagu 2013 (diolah)

8. Rasio Guru/murid
Rasio guru terhadap murid adalah jumlah guru berdasarkan tingkat pendidikan per
1.000 jumlah murid berdasarkan tingkat pendidikan.Rasio ini mengindikasikan
ketersediaan tenaga pengajar juga mengukur jumlah ideal murid untuk satu guru
agar tercapai mutu pengajaran.
Selama kurun waktu tahun 2008-2011 rasio ketersediaan guru di Kota Kotamobagu
mengalami pasang surut untuk tahun 2010 ke tahun 2011 mengalami penurunan
untuk seluruh jenjang pendidikan, baik SD/MI, SMP/MTs. maupun SMA/MA/SMK
per 1.000 jumlah murid mengalami kenaikan, Namun dari tahun 2009 me tahun
2010 mengalami kenaikan. Pada tahun 2011, perbandingan jumlah guru terhadap
jumlah murid SD/MI di Kota Kotamobagu adalah 1 : 47,61. Hal ini dapat
diinterpretasikan bahwa 1 guru SD/MI melayani (mengajar) 47,61 atau 48 murid SD.
Berikut secara lengkap disajikan data mengenai kondisi ketersediaan guru/murid di
Kota Kotamobagu per jenjang pendidikan selama kurun waktu tahun 2008-2011.

BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

49

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH

KOTA
KOTAMOBAGU 2013 - 2018

Tabel. 2.28
Jumlah Guru dan Murid Jenjang Pendidikan Dasar
Tahun 2008 s.d 2011 Kota Kotamobagu
NO

Jenjang
Pendidikan

2008

2009

2010

1
SD/MI
1.1.
Jumlah Guru
621
780
816
1.2.
Jumlah Murid
13.541
13.428
13.712
1.3.
Rasio
45,86
58,09
59,51
2
SMP/MTs
2.1.
Jumlah Guru
320
446
426
2.2.
Jumlah Murid
7.262
6.815
6.923
2.3.
Rasio
44,06
65,44
61,53
3
SMA/SMK/MA
3.1.
Jumlah Guru
250
530
576
3.2.
Jumlah Murid
6.763
7.685
8.152
3.3.
Rasio
36,97
68,97
70,66
Sumber : BPS Kota Kotamobagu & Bappeda Kota Kotamobagu 2013 (diolah).

2011

662
13.905
47,61
336
6.858
48,99
347
8.514
40,76

2.3.1.2. Kesehatan
1. Angka Kelangsungan Hidup Bayi (AKHB)
Kematian bayi adalah kematian yang terjadi antara saat setelah bayi lahir sampai
bayi belum berusia tepat satu tahun. Banyak faktor yang dikaitkan dengan kematian
bayi. Secara garis besar, dari sisi penyebabnya, kematian bayi ada dua macam
yaitu endogen dan eksogen.
Kematian bayi endogen atau yang umum disebut dengan kematian neo-natal
adalah kematian bayi yang terjadi pada bulan pertama setelah dilahirkan, dan
umumnya disebabkan oleh faktor-faktor yang dibawa anak sejak lahir, yang
diperoleh dari orang tuanya pada saat konsepsi atau didapat selama kehamilan.
Kematian bayi eksogen atau kematian post neo-natal, adalah kematian bayi yang
terjadi setelah usia satu bulan sampai menjelang usia satu tahun yang disebabkan
oleh faktor-faktor yang bertalian dengan pengaruh lingkungan luar.
Angka kematian bayi (AKB) menggambarkan keadaan sosial ekonomi masyarakat
dimana angka kematian itu dihitung. Kegunaan AKB untuk pengembangan
perencanaan berbeda antara kematian neo-natal dan kematian bayi yang lain.
Karena kematian neo-natal disebabkan oleh faktor endogen yang berhubungan
dengan kehamilan maka program-program untuk mengurangi angka kematian neonatal adalah yang bersangkutan dengan program pelayanan kesehatan ibu hamil,
misalnya program pemberian pil besi dan suntikan anti tetanus.
Sedangkan angka kematian Post-Neo Natal dan angka kematian anak serta
kematian balita dapat berguna untuk mengembangkan program imunisasi, serta

BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

50

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH

KOTA
KOTAMOBAGU 2013 - 2018

program-program pencegahan penyakit menular terutama pada anak-anak,


program penerangan tentang gizi dan pemberian makanan sehat untuk anak
dibawah usia 5 tahun.
Tabel. 2.29
Angka Kelangsungan Hidup Bayi (AKHB) Tahun 2009 s.d 2013
Kota Kotamobagu
INDIKATOR
Jumlah Kematian Bayi Usia dibawah 1
Tahun
Jumlah Kelahiran Hidup

2009

2010

2011

2012

2013

12

10

11

14

1829

1829

1947

1999

1813

Angka Kematian Bayi (AKB) Per 1000


Angka Kelangsungan Hidup Bayi (AKHB)

6,7

2,2

5,1

5,5

7,7

993,3

997,8

994,9

994,5

992,3

Sumber : Dinas Kesehatan Kota Kotamobagu, 2013.

Kematian bayi berusia di bawah satu tahun meningkat dari 12 per 1000 kelahiran
hidup pada tahun 2009 menjadi 14 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2013. Hal
ini berbanding lurus dengan Angka Kematian Bayi kota kotamobagu ditahun 2009
sebesar 6,7 meningkat menjadi 7,7 per 1000 bayi yang dilahir pada tahun 2013, ini
berarti dari seluruh wanita yang ada di Kota Kotamobagu hanya 992,3 yang dapat
terus hidup.
Upaya-upaya untuk menurunkan angka kematian bayi harus terus dilaksanakan
dengan pemantapan program-program imunisasi, pencegahan penyakit menular
terutama pada anak-anak, program penerangan tentang gizi dan pemberian
makanan sehat untuk ibu hamil dan anak, termasuk yang program 1000 hari
pertama kelahiran, yang menekankan pada perhatian bayi mulai dalam kandungan
9 bulan 10 hari sampai dengan usia 24 bulan.
2. Angka Usia Harapan Hidup
Usia harapan hidup Kota Kotamobagu tampaknya terus mengalami peningkatan
dari tahun ke tahun. Sebagaimana yang tampak dalam Gambar mengemukakan
bahwa pada tahun 2008 masih pada kisaran 71,08 tahun dan keadaan terus
meningkat sampai 2011 berada pada posisi 72,04 tahun. Indikator ini juga menjadi
salah satu yang penting dalam perhitungan IPM.
Tabel. 2.30
Angka Usia Harapan Hidup Kota Kotamobagu
Hasil Sensus Penduduk
Tahun 2008

Tahun 2009

Tahun 2010

Tahun 2011

Tahun 2012

Tahun 2013

71,35

71,58

71,8

71,96

72,12

72,21

Sumber : Dinas Kesehatan Kota Kotamobagu, Tahun 2014

Angka Harapan Hidup Kota Kotamobagu selang waktu Tahun 2008 sampai dengan
2013 ,menunjukkan peningkatan dimana Angka Harapan Hidup adalah rata-rata
tahun hidup yang masih akan dijalani oleh seseorang. Jika daya beli masyarakat
meningkat (status ekonominya meningkat) maka dengan otomatis pula
pengalokasian ke bidang kesehatan akan meningkat yang mengakibatkan
kesehatan seseorang akan bertambah baik karena lebih mampu memenuhi
kebutuhan gizi. Pendidikan yang lebih baik juga akan mempengaruhi pemikiran ke

BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

51

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH

KOTA
KOTAMOBAGU 2013 - 2018

bidang kesehatan. Semakin sehat seseorang maka angka harapan hidupnya akan
semakin tinggi
3. Persentase Balita Gizi Buruk
Persentase balita gizi buruk adalah persentase balita dalam kondisi gizi buruk
terhadap jumlah balita. Keadaan tubuh anak atau bayi dilihat dari berat badan
menurut umur. Klasifikasi status gizi dibuat berdasarkan standar WHO.
WHO (1999) mengelompokkan wilayah yaitu kecamatan untuk kabupaten/kota dan
kabupaten/kota untuk provinsi berdasarkan prevalensi gizi kurang ke dalam 4
kelompok dari seluruh jumlah balita, yaitu :
a.
b.
c.
d.

rendah
sedang
tinggi
sangat tinggi

= di bawah 10 %
= 10-19 %
= 20-29 %
= 30 %

Tabel 2.31
Persentase Balita Gizi Buruk Tahun 2009-2013 Kota Kotamobagu
Uraian

2009

2010

2011

2012

2013

10

10

Jumlah Balita

4.101

6.292

6.518

6.658

8.892

% Balita Gizi Buruk

0,12

0,10

0,15

0,15

0,05

Jumlah Balita Gizi Buruk

Sumber : Dinas Kesehatan Kota Kotamobagu, Tahun 2014

Gizi buruk adalah bentuk terparah dari proses terjadinya kekurangan gizi menahun.
Status gizi balita secara sederhana dapat diketahui dengan membandingkan antara
berat badan menurut umur maupun menurut panjang badannya dengan rujukan
(standar) yang telah ditetapkan. Apabila berat badan menurut umur sesuai dengan
standar, anak disebut gizi baik. Kalau sedikit di bawah standar disebut gizi kurang.
Apabila jauh di bawah standar dikatakan gizi buruk.
Dari data tersebut diatas menunjukkan bahwa persentase balita gizi buruk dari
tahun 2009 sampai tahun 2013, menunjukkan penurunan dan menurut Klasifikasi
status gizi dibuat berdasarkan standar WHO presentasi balita gizi buruk Kota
Kotamobagu masuk dalam Klasifikasi Rendah= di bawah 10 %.
4. Rasio Rumah Sakit per satuan penduduk
Rumah sakit merupakan salah satu sarana kesehatan yang berfungsi
menyelenggarakan pelayanan kesehatan rujukan, asuhan keperawatan secara
berkesinambungan, diagnosis serta pengobatan penyakit yang diderita oleh pasien.
Semakin banyak jumlah ketersediaan rumah sakit, akan semakin mudah bagi
masyarakat dalam mengakses layanan kesehatan.
Jumlah rumah sakit di Kota Kotamobagu pada tahun 2011 sebanyak 5 unit, terdiri
dari rumah sakit daerah sebanyak 1 unit, rumah sakit swasta sebanyakse 3 unit dan
rumah sakit AD sebanyak 1 unit. Cakupan pelayanan rumah sakit terhadap jumlah
penduduk Kota Kotamobagu tahun 2011 mencapai 0,046. Hal ini berarti bahwa
untuk 1.000 jumlah penduduk Kota Kotamobagu pada tahun 2011 dilayani oleh

BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

52

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH

KOTA
KOTAMOBAGU 2013 - 2018

rumah sakit sebanyak 0,046. Cakupan pelayanan rumah sakit terhadap jumlah
penduduk Kota Kotamobagu pada tahun 2010 tidak jauh berbeda dengan tahun
2009. Serta belum adanya pelayanan Rumah Sakit yang berbasis IT, serta
dukangan akan alat kesehatan dan tindakan operatif, serta belum tersedianya ruang
kamar operasi sesuai dengan standart. Adapun kapasitas gudang, serta teknologi
penyimpanan obat farmasi yang belum memadai, serta ketersediaan database
kebutuhan jenis obat yang belum akurat. Serta jumlah tenaga farmasi yang masih
kurang. Berikut secara lengkap disajikan data mengenai rasio/ketersediaan rumah
sakit di Kota Kotamobagu selama kurun waktu tahun 2009-2011.
Tabel 2.32.
Jumlah dan Rasio RumahSakit per Satuan Penduduk
Kota Kotamobagu Tahun 2009-2011
No
1
2

Uraian
2009
2010
2011
Jumlah Rumah Sakit Daerah
1
1
1
Jumlah Rumah Sakit Swasta
3
3
3
Jumlah Rumah Sakit
3
AD/AU/AL/POLRI
1
1
1
Jumlah Seluruh Rumah Sakit
5
5
5
Jumlah Penduduk
101.574
107.456
108.672
Rasio
1 : 20.315
1 : 21.491
1 : 21.734
Sumber : BPS Kota Kotamobagu & Bappeda Kota Kotamobagu 2013 (diolah)

5. Rasio Puskesmas, Poliklinik dan Puskesmas Pembantu (Pustu) Persatuan


Penduduk
Puskesmas, dan Pustu merupakan salah satu sarana penunjang kesehatan dalam
rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Semakin banyak jumlah
ketersediannya, maka semakin memudahkan masyarakat dalam menjangkau
pelayanan kesehatan.
Tabel 2.33.
Rasio Puskesmas dan Pustu per Satuan Penduduk Tahun 2009-2011
No

Uraian

2009

2010

2011

Jumlah Puskesmas

Jumlah Pustu

TOTAL

14

12

12

101.574

107.456

108.672

0,049

0,046

0,046

0,088

0,065

0,064

1 : 7.255

1 : 8.955

1 : 9.056

3
4
5

Jumlah Penduduk
Rasio Puskesmas persatuan
penduduk
Rasio Pustu persatuan
penduduk

Rasio Puskesmas, Pustu


persatuan penduduk

Jumlah Kecamatan

Jumlah Desa/Kelurahan
Rasio Puskesmas per
Kecamatan

33

33

1:1

1:1

1:1

BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

53

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH

KOTA
KOTAMOBAGU 2013 - 2018

Sumber : BPS Kota Kotamobagu & Bappeda Kota Kotamobagu 2013 (diolah)

Rasio Puskesmas, dan Pustu terhadap jumlah penduduk di Kota Kotamobagu pada
tahun 2011 mencapai 1 : 9.056. Ini artinya bahwa 1 Puskemas/ Pustu harus
melayani jumlah penduduk sebanyak 9.056jiwa. Adapun rasio Puskesmas terhadap
jumlah kecamatan mencapai 1 : 1. Ini artinya bahwa dalam satu kecamatan terdapat
1 unit Puskesmas.
Jumlah penduduk yang harus dilayani Puskesmas/Pustu tahun 2011 lebih banyak
dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya (2009-2010). Pada tahun 2009 satu
Puskesmas/Pustu harus melayani 7.255 penduduk, dan pada tahun 2010 harus
melayani 8.955 penduduk. Berikut adalah gambaran secara lengkap mengenai rasio
Puskesmas, dan Pustu terhadap jumlah penduduk di Kota Kotamobagu selama
kurun waktu tahun 2009-2011.
2.3.1.3. Pekerjaan Umum
a. Proporsi Panjang Jaringan Jalan Dalam Kondisi Baik
Salah satu penunjang dalam pelaksanaan pembangunan dalam hal kondisi
penunjang transpotasi yaitu jalan yang memadai menjadi salah satu dasar dalam
menunjang kemajuan suatu daerah.
Pada dasarnya pembangunan infrastruktur dasar dalam hal ini jalan di Kota
Kotamobagu sudah dilaksanakan dengan maksimal walaupun belum tersedia
secara maksimal hal ini dapat ditampilkan pada Tabel 2.34 berikut ini:
Tabel 2.34
Panjang Jalan Kota Kotamobagu Tahun 2009 2013 Kota Kotamobagu
No

Kondisi

Panjang Jalan (KM)


2009

2010

2011

2012

2013

Kondisi Baik

98,47

113,98

152,23

53,54

Kondisi Rusak Ringan

96,15

90,50

65,77

23,13

Kondisi Rusak Sedang

69,74

63,37

53,91

18,96

Kondisi Rusak Berat


Jalan Secara Keseluruhan
( Nasional, Provinsi, dan
Kota)

19,98

16,48

12,43

4,37

284,34

284,34

284,34

100,00

Sumber : Dinas PU Kota Kotamobagu, Tahun 2014

Jika dilihat dari kondisi keadaan jaringan jalan menurut kecamatan berfariasi untuk
Kondisi baik yang terbangun terbesar pada kecamatan Kotamobagu barat yaitu
54,26 % kondisi jalan rusak sedang ringan terbesar pada kecamatan Kotamobagu
selatan 26,19 %, untuk kondisi Rusak sedang terdapat pada kotamobagu selatan
sebesar 26,19 %, sedangkan untuk kondisi Rusak berat terbesar terdapat pada
kecamatan Kotamobagu timur sebesar 5,90 % untuk lebih jelasnya dapat dilihat
pada Tabel 2.35 berikut ini :

BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

54

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH

KOTA
KOTAMOBAGU 2013 - 2018

Tabel 2.35
Kondisi Panjang Jalan Kota Kotamobagu menurut Kecamatan Tahun 2013
Kota Kotamobagu

No

Kecamatan

Kondisi Baik

Kondisi
Sedang
Ringan

Kondisi
Rusak
Sedang

Kondisi
Rusak
Berat

Kecamtan Kotamobagu Barat

54,26

12,73

6,65

0,24

Kecamatan Kotamobagu Timur

41,28

23,24

11,16

5,90

Kecamatan Kotamobagu Selatan

39,15

26,86

26,19

0,46

Kecamatan Kotamobagu Utara

17,55

2,94

9,91

5,83

Jumlah

152,23

65,77

53,91

12,43

Sumber : Dinas PU Kota Kotamobagu, Tahun 2014

Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan pembangunan daerah


masih harus terfokus pada peningkatan jaringan jalan.
b. Saluran Irigasi
Kondisi drainase di Kota Kotamobagu masih lebih besar yang berada dalam kondisi
baik dibandingkan dengan yang dalam kondisi rusak. Bahkan jumlah drainase
dalam kondisi rusak cenderung berkurang, artinya pembangunan drainase di Kota
Kotamobagu tetap menjadi perhatian pemerintah daerah.
Tabel 2.36
Panjang Drinase Berdasarkan Kondisi Tahun 2009 s.d 2013 Kota Kotamobagu
No
1
2
3
4
5
6
7
8

Uraian
Drainase Kondisi Baik
Drainase Kondisi Rusak
Drainase Kondisi Rusak
Sedang
Drainase Kondisi Rusak
Ringan
Drainase Alamiah
Total Panjang Drainase
Saluran Tertutup/Trotoar
Saluran Terbuka

2009
226.74Km
19.47 Km
34.17 Km

2010
231.03Km
19.17 Km
34.17 Km

2011
235.22Km
18.53 Km
34.17 Km

2012
239.05Km
17.62 Km
34.17 Km

2013
243.69Km
17.09 Km
34.17 Km

100.38Km

100.38Km

100.38Km

100.38Km

100.38Km

183.69Km
564.44Km
23.05 Km
361.28 Km

179.70Km
564.44Km
23.75 Km
365.58Km

176.15Km
564.44Km
24.45 Km
369.76Km

173.23Km
564.44Km
24.52 Km
373.60Km

169.12Km
564.44Km
24.52 Km
378.24Km

Sumber : Dinas PU Kota Kotamobagu, Tahun 2014

Jika berdasarkan kecamatan maka secara rinci informasinya dapat dilihat pada
Tabel 2.37.

BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

55

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH

KOTA
KOTAMOBAGU 2013 - 2018

Tabel 2.37
Panjang Drainase Berdasarkan Kondisi Menurut Kecamatan
Menurut Kecamatan Tahun 2013 Kota Kotamobagu (dalam Km)
N
o

Kecamatan

Kondis
i Baik

Kec. Kotamobagu
Barat
Kec. Kotamobagu
Selatan
Kec. Kotamobagu
Timur
Kec. Kotamobagu
Utara
JUMLAH

2
3
4

Kondisi
Rusak
Sedang
6.49

Kondisi
Rusak
Ringan
22.08

Drainase
Alamiah

85.29

Kondisi
Rusak
berat
3.25

Saluran
Terbuka

32.13

Drainase
Tertutup/
Trotoar
20.84

52.61

3.76

11.96

35.13

40.59

1.23

102.12

58.49

5.98

8.20

24.09

59.19

1.23

102.12

46.30

4.10

7.52

19.07

37.21

1.23

102.12

243.69

17.09

34.17

100.38

169.12

24.52

378.24

71.86

Sumber : Dinas PU Kota Kotamobagu, Tahun 2014

Data menunjukkan bahwa drainase dalam kondisi baik terpanjang di Kecamatan


Kotamobagu Barat 85,29 km, drainase dalam kondisi rusak berat terpanjang di
Kecamatan Kotamobagu Timur 5,98 km, kondisi rusak sedang terdapat di
Kecamatan Kotamobagu Selatan 11,96 km dan dalam kondisi rusak ringan terdapat
di Kecamatan Kotamobagu Selatan 35,13 km.
b. Air Bersih
Jumlah kebutuhan air bersih selang Tahun 2010 sampai Tahun 2012 cenderung
meningkat seperti yang tampak pada Tabel 2.38.
Tabel 2.38
Jumlah Kebutuhan Air Bersih Kota Kotamobagu
Jumlah Kebutuhan
Air Bersih
(liter atau m3)
1.
2010
1.635.120 m3
2.
2011
1.650.720 m3
3.
2012
1.755.240 m3
Sumber Data : Dinas Kesehatan Kotamobagu & PDAM Bolaang Mongondow

No.

Tahun

Jumlah
Rumah Tangga (KK)

Selanjutnya untuk melihat sumber pasokan air bersih di Kota Kotamobagu, dapat
dilihat secara rinci pada Tabel 2.39.
Tabel 2.39
Jenis Sumber Pemenuhan Kebutuhan Air Bersih
Berdasarkan Volume Tahun 2010 2012

No.

Tahun

Total
Pemenuhan
Kebutuhan
Air Bersih

1.
2.
3.

2010
2011
2012

1.635.120
1.650.720
1.755.240

Pemenuhan kebutuhan air bersih


selain per jenis sumber
(liter atau m3)
PD PAM

Sumur

Sungai

SPT

Kemasan

887.558

525.130

95.314

156.125

91.113

Sumber Data : Dinas Kesehatan Kotamobagu & PDAM Bolaang Mongondow

BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

56

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH

KOTA
KOTAMOBAGU 2013 - 2018

Jumlah pasokan air bersih di dominasi bersumber dari PAM dan sumur yang dimiliki
masyarakat.

Tabel 2.40
Jenis Sumber Pemenuhan Kebutuhan Air Bersih berdasarkan
Jumlah Rumah Tangga (KK)
Jumlah KK yang mendapat air
Total
Jumlah KK yg
bersih selain dari PD PAM
Rumah
tersambung dg
Tangga
PD PAM
Sumur
Sungai
Mata Air
1.
2010
19.311
10.419
7.745
1.245
1.429
2.
2011
27.512
16.894
7.673
1884
1061
3.
2012
29.524
18.517
8.854
963
420
Sumber Data : Dinas Kesehatan Kotamobagu & PDAM Bolaang Mongondow
No.

Tahun

Jumlah rumahtangga yang menggunakan PAM untuk memenuhi kebutuhan air


bersih terus meningkat sejak Tahun 2010. Namun selain berasal dari PAM pasokan
air bersih lainnya berasal dari sumur, sungai dan mata air.
Air bersih merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia untuk kelangsungan
hidupnya. Prasarana air bersih dibutuhkan tidak hanya untuk konsumsi, akan tetapi
juga untuk keperluan MCK, kebutuhan kegiatan industri dan kegiatan lainnya. Kota
Kotamobagu memiliki beberapa sumber air yang dapat digunakan untuk air baku,
diantaranya mata air, air tanah, dan sungai. Untuk pemenuhan air bersih dibutuhkan
beberapa persyaratan teknis, seperti standar sanitasi dan kesehatan untuk layak
konsumsi. Peningkatan pembangunan sarana air bersih untuk memenuhi kebutuhan
pelayanan 80% penduduk perkotaan.
Air Bersih(clean Water) adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang
kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum setelah dimasak. Air
Minum(drinking water) Air yang melalui proses pengolahan atau tanpa proses
pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum
(Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 907 Tahun 2002). Sumber air bersih dapat
dibedakan atas: air hujan, air sungai dan danau, mata air, air sumur dangkal dan air
sumur dalam.

BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

57

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH

KOTA
KOTAMOBAGU 2013 - 2018

Gambar 2.5.
Persentase Air Minum yang Disalurkan Menurut Jenis Pelanggan
pada Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) di Kota Kotamobagu

Sumber : PDAM Bolaang Mongondow

Persentase Rumah Tangga (RT) yang menggunakan air bersih dalam tabel sebagai
berikut:
Tabel.2.41
Rumah Tangga (RT) yang Menggunakan Air Bersih Berdasarkan Kecamatan
N
o
1.
2.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.

Sumber Air Bersih


Leding (Perpipaan)
Sumur
Mata Air Terlindung
Mata Air Tidak
Terlindung
Sungai
Danau/Waduk
Air Hujan
Air Kemasan
Lainnya
Total
Jumlah Rumah Tangga
Persentase Rumah
Tangga yang
menggunakan air bersih
(11/12)

Kotamobag
u Utara
921 KK
1500 KK
-

Kecamatan
Kotamobag Kotamobag
u Timur
u Selatan
300 KK
1200 KK
2750 KK
350 KK
-

900 KK
-

137 KK
-

848 KK
-

Kotamobagu
Barat
5200 KK
3100 KK
1574 KK
-

Sumber : PDAM Bolaang Mongondow

Suplai air bersih yang dilakukan oleh PDAM Bolmong sudah tidak seimbang dengan
tingkat permintaan dan kebutuhan warga Kota Kotamobagu. Diketahui bahwa
banyaknya air minum yang disalurkan 4.256.961 m3 dengan total jumlah pelanggan

BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

58

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH

KOTA
KOTAMOBAGU 2013 - 2018

15.726 semakin berkurang jika dibandingkan dengan tahun 2008 dengan total yang
disalurkan 5.834.964 m3 dengan total jumlah pelanggan 15.212.Cakupan
pelayanan Instalasi Air Bersih khusus PDAM di Kota Kotamobagu baru melayani
sebagian besar kawasan pusat kota dan sekitarnya, belum mencakup ke wilayahwilayah pedesaan di pinggiran Kota Kotamobagu, berdasarka data yang diberikan
PDAM Bolaang Mongondow dalam laporan jumlah sambungan langganan bulan
April 2012, dari total 10.321 SR (Sambungan Rumah) terdapat 8.984 SR Aktif dan
1.337 SR tidak aktif, dan dari total 136 HU (Hidran Umum) terdapat 90 HU yang
tidak aktif. Suply air dari PDAM ke masyarakat seharusnya lebih ditingkatkan,
mengingat sumber air baku yang ada tidak sulit dengan keberadaan 9 buah sungai
yang mengalir melewati kota dan rata-rata masih memenuhi persyaratan sebagai
sumber air baku.
2.3.1.4. Penataan Ruang
Sarana perumahan dan permukiman selain merupakan salah satu kebutuhan dasar
manusia, juga memiliki fungsi yang sangat strategis dalam peranannya sebagai
pusat pendidikan keluarga, pesemaian budaya, dan peningkatan kualitas generasi
yang akan datang, serta merupakan pengejawantahan jati diri. Terwujudnya
kesejahteraan rakyat dapat ditandai dengan meningkatnya kualitas kehidupan yang
layak dan bermartabat, antara lain melalui pemenuhan kebutuhan akan rumahnya.
Dengan demikian upaya menempatkan bidang perumahan dan permukiman
sebagai salah satu sektor prioritas dalam pembangunan manusia Indonesia yang
seutuhnya adalah sangat strategis.
Kawasan kumuh masil luas serta rasio bangunan ber IMB masih belum maksimal,
sitem transportasi publik yang masih belum memadai.Terkait dengan persoalan
permukiman dimana kaum miskin menanggung konsekwensi terbesar dari
kerusakan lingkungan dengan berbagai alasan seperti :
a. Mata pencaharian sebagian besar kaum miskin terkait langsung dengan mutu
dan produktivitas sumber daya alam seperti air, lahan, hutan dll.
b. Keluarga miskin terkadang memiliki tingkat akses terendah ke jasa dan manfaat
sumber daya yang ada seperti air minum, masalah sanitasih yang sehat, dan
sumber energy lainnya.
c. Terkadang pula bahwa rumah tangga yang berpenghasilan rendah lebih rentan
terhadap bencana alam karena mereka tinggal pada wilayah yang beresiko
tinggi.
d. Kaum miskin pada umumnya memiliki mata pencaharian yang erat kaitannya
dengan keberadaan lahan, hutan, dan lain-lain. Kehilangan hutan atau
kerusakan lingkungan akan memperlemah kaum miskin dalam hal mata
pencaharian terutama bagi kaum petani.
e. Selanjutnya terkait dengan rumah tangga miskin umumnya menjadi isu
lingkungan terkait dengan adanya pemukiman kumu di perkotaan dengan
sistem sanitasi yang tidak layak.
Selanjutnya kondisi yang terjadi di Kota Kotamobagu tidak seperti apa yang dialami
di Kota-Kota kecil lainnya. Masyarakat Kotamobagu dengan mayoritas hidup dari
pertanian, dimana pola hidupnya justru lebih menjamin, persediaan lahan
pertaniaan masih cukup dengan tingkat kesuburan tanahnya yang tinggi, belum
ternodai dengan adanya berbagai macam penyemprotan pestisida mapun sistem
pemupukan oleh karena rata-rata jenis tanahnya mengandung unsure hara yang

BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

59

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH

KOTA
KOTAMOBAGU 2013 - 2018

tinggi. Selanjutnya dari aspek permukiman rata-rata tidak ada masalah, persiapan
lahan bahkan ruang terbuka hijau di masing-masing halaman bangunan rumahnya
menjadi salah satu budaya mereka dari pendahulunya atau sudah menjadi turun
temurun bagaimana mrenjaga kondisi lahan yang ada.
Tabel 2.42
Penduduk, Rumah Tangga dan Rata-rata Anggota Rumah Tangga
di Kota Kotamobagu
Tahun

Penduduk (orang)

Rumah Tangga

1990
53 970
2000
60 547
15 816
2010
107 459
26 014
Sumber : Kotamobagu Dalam Angka 2012

Rata-rata Anggota
Rumah Tangga
3.83
4.13

Adapun kondisi bangunan permukiman masyarakat di Kota Kotamobagu terdiri atas


bangunan permanen, semi permanen kontemporer. Umumnya pola permukiman
yang terbentuk secara menyebar pada hampir seluruh kawasan, yang membentuk 2
pola utama, yaitu pola grid dan linier. Pada kondisi lahan datar umumnya
permukiman terbentuk secara grid sehingga permukiman cenderung memiliki pola
penataan bangunan yang tertata dengan baik, masing masing bangunan memiliki
halam lebih lebih terhadap kantor Kecamatan dan Kelurahan masing-masing
memiliki lapangan. Pada kawasan pusat kota umumnya memiliki lahan landai.
Sedangkan pada lahan yang berkontur umumnya permukiman membentuk pola
linier dengan mengkikuti pola jaringan jalan yang ada.
2.3.1.5. Perhubungan
Jaringan jalan merupakan sarana penghubung antar wilayah atau kawasan yang
berfungsi sebagai prasarana transportasi, yang tidak hanya digunakan sebagai jalur
aliran barang dan penumpang tetapi juga berperan sebagai pembuka
keterhubungan antar kawasan terutama pada kawasan yang terbelakang. Selain itu
fungsi jaringan jalan dalam lingkup lokal atau lingkungan dapat berfungsi dalam
menata atau mengatur pola permukiman. Berdasarkan klasifikasinya Jalan menurut
pemerintahan yang berwenang, Kota Kotamobagu dilalui oleh Jalan Negara
sepanjang 6,35 km, Jalan Provinsi sepanjang 36,00 km, dan Jalan Kabupaten/Kota
sepanjang 284,180 km.
Tabel 2.43
Panjang Jalan Menurut Jenis Permukaan di Kota Kotamobagu 2008-2011
Jenis Permukaan
2008
2009
Diaspal
199,76
Kerikil
Tanah
83,71
Lainnya
Jumlah
283,47
Sumber : Kota Kotamobagu Dalam Angka 2012

2010
185,97
34,80
220,77

2011
211,53
68,33
4,320
284,180

Jaringan jalan di Kota Kotamobagu berdasarkan jenis permukaannya dapat


diklasifikasikan menjadi 4 kategori, yaitu jenis permukaan jalan berupa aspal, kerikil,

BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

60

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH

KOTA
KOTAMOBAGU 2013 - 2018

tanah dan lainnya. Panjang jalan di Kota Kotamobagu tahun 2011 tercatat sekitar
284,180 Km dengan kondisi mulai baik, sedang, rusak hingga rusak berat. Jenis
permukaan berupa aspal merupakan jenis permukaan jalan terbesar di Kota
Kotamobagu, yaitu mencapai 211,53 Km. Pengguna jalan terdiri atas kendaraan
beroda 2 sebanyak 2.976 unit, kendaraan roda 3 sebanyak 2.034 unit dan
kendaraan roda 4 sebanyak 1.057 unit.
Tabel. 2.44
Rasio Panjang Jalan per Jumlah Kendaraan
NO
Uraian
2009
1.
Panjang Jalan
283,47
2.
Jumlah Kendaraan
3.
Rasio
Sumber : Kota Kotamobagu Dalam Angka 2012

2010
266,77
15.830
0,017

2011
326,53
21636
0,015

Rasio panjang jalan per jumlah kendaraan dihitung untuk mengetahui tingkat
ketersediaan sarana jalan dapat memberi akses tiap kendaraan. Rasio panjang
jalan per jumlah kendaraan adalah perbandingan panjang jalan terhadap jumlah
kendaraan.
Tabel 2.45
Jumlah Orang/Barang yang Melalui Terminal per Tahun
Tahun 2008 s.d 2012 Kota Kotamobagu
N
O

2008
Uraian

2009

2010

2011

2012

Oran
g

Brng

Oran
g

Brng

Oran
g

Brng

Oran
g

Brng

Oran
g

Brng

1.

Dermaga

2.

Bandara

3.

Terminal

5.880

5.420 4.840

4.660

5.080 4.940

5.300

5.120 5.560 5.060

Jumlah

5.880

5.420 4.840

4.660

5.080 4.940

5.300

5.120 5.560 5.060

Sumber : Kota Kotamobagu Dalam Angka 2012

2.3.1.6. Lingkungan Hidup


a. Persampahan
Salah satu barometer tingkat kebersihan kota, maupun keterkaitan dengan
pengotoran atau pencemaran lingkungan adalah bagaimana memberlakukan
timbulan sampah dari masing-masing sumber. Sistem penanganan sampah yang
secara teknis dan memenuhi aspek kelayakan lingkungan di suatu daerah selah
mendapat penghargaan seperti ADIPURA.
Sistem pengelolaan sampah yang dilakukan oleh penduduk Kota Kotamobagu
sudah meniggalkan cara-cara konvensional, yaitu dengan cara membuat lobang
tempat sampah yang kemudian dilakukan pembakaran atau penimbunan.
Masalah sampah di Kota Kotamobagu saat ini masih menjadi masalah karena
jumlah penduduk yang semakin bertambah, sehingga produksi sampah ikut
meningkat. Berdasarkan hal tersebut maka perlu adanya perencanaan dingan
meningkatkanTempat Penampungan Sampah Sementara yang layak, seperti Model
Container, bak sampah dan atau tempat penampungan sampah sementara yang
mudah dinaikkan ke mobil pengangkut sampah.

BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

61

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH

KOTA
KOTAMOBAGU 2013 - 2018

Timbulan sampah sangat terkait dengan jumlah dan pertumbuhan penduduk di suatu
daerah. Jumlah penduduk Kota Kotamobagu pada akhir tahun 2011 adalah 107.459
jiwa. Apabila dihitung timbulan sampah berdasarkan criteria kecil sesuai SNI 193964-1994 yaitu :
Kota besar : 2 2,5 L/o/h atau 0,4 0,5 kg/o/h
Kota sedang/kecil : 1,5 2 L/o/h atau 0,3 0,4
Dengan demikian timbulan sampah Kota Kotamobagu hanya berada pada kisaran
antara 161.19 s/d 214.92 M3 perhari. Selanjutnya data dari Dinas Tata Kota
Kotamobagu tahun 2012 tercatat timbulan sampah adalah : 381.32 m3/hari.
Timbulan sampah ini sangat tinggi sebagai kategori kota kecil, sehingga dari pihak
Dinas Tata Kota perlu melakukan perhitungan ulang tentan timbulan sampah yang
sebenar.
Tabel 2.46
Timbulan dan Komposisi Sampah
Volume (m3) / hari
No.

Komponen sampah

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Sampah basah
Kertas
Plastik
Kayu
Logam
Kaca/gelas
Karet/kulit
Kain
Lain-lain

Jumlah

2010

2011

2012

193.4
17.6
10.3
10.8
5.6
6.7
4.46
7.9
65.6

195
31.13
19.95
22.8
6.5
6.86
8.06
8.85
27.40

228.7
33.9
24.9
26.6
10.2
6.99
10.8
10.7
28.447

321.96

326.60

381.23

Sumber Data : Dinas Tatakota, BLH Kotamobagu, 2012.

Menurut data yang ada pada Dinas Tatakota Kotamobagu bahwa jumlah sampah
yang terangkut ke lokasi TPA adalah sebesar 130 m3/hari, sedangkan total timbulan
sampah sebesar 381,23 m3/hari, maka jumlah sampah yang tidak terangkut habis
di kota adalah sebesar 251,23 m3/hari sehingga hal ini akan terjadi pengotoran kota
atau pencemaran yang diakibatkan oleh timbulah sampah tersebut. Kondisi ini
sebenarnya tidak demikian dimana kondisi Kota Kotamobagu masih berada dalam
batas kewajaran, walaupun sebenarnya beberapa tumpukan-tumpukan sampah
yang ditemukan di Daerah Aliran Sungai yang melalui Kota ini.
Dengan demikian perhitungan volume timbulan sampah yang sebenarnya untuk
Kota Kotamobagu adalah sebagaimana yang dihitung berdasar SNI 19-3964-1994
dengan kategori kecil yaitu sebesar : 161,19 m3/hari. Jumlah yang terangkut ke
lokasi TPA adalah 130 m3/hari, maka volume sampah yang tidak terangkut ke lokasi
TPA + 31,19 m3/hari. Keberhasilan pengangkutan volume timbulan sampah sangat
terkait dengan sarana dan prasarana termasuk personil yang dimiliki oleh Dinas
Tatakota Kotamobagu.
Sistem pengumpulan, penyimpanan dan penampungan sampah yang mayoritas
dilakukan oleh masyarakat adalah ditempatkan pada pewadahan (bak sampah)
yang terbuat dari papan/kayu, sebagian ditempatkan pada viber plastic yang
disiapkan oleh pemda, sebagian juga yang langsung ditempatkan di plastiK. Namun
beberapa komponen masyarakat yang tanpa menyadari langsung membuang
sampahnya ke sungai sehingga hal ini sangat berbahaya. Namun dari hasil
pengamatan dan survey lokasi bahwa sebenarnya pihak Pemda sudah menyiapkan
BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

62

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH

KOTA
KOTAMOBAGU 2013 - 2018

beberapa pewadahan sampah terutama di pusat-pusat kota, pasar dan lain-lain,


namun hal ini masih sangat kurang dimana penyediaan pewadahan / penyimpanan
sementara yang terbuat dari plastik baru mencapai sekitar 30 %, sehingga hal ini
dianggap masih sangat kurang. Hal lain yang menjadi masalah adalah faktor
partisipasi dan tingkat kesadaran masyarakat, adanya tangan-tangan jahil sampai
mencuri tempat-tempat pewadahan yang melalui pengadaan seperti Viber plastik
termasuk standnya sebagai tempat penyanggah yang terbuat dari besi yang juga
ikut dicuri.
Keberhasilan dalam melakukan pengelolaan bidang persampahan mulai dari
pengumpulan hingga pengolahan akhir adalah sangat tergantung ketesediaan
sarana dan prasarana
termasuk personil yang tersedia dalam melakukan
penanganan sampah tersebut. Personil petugas kebersihan yang ada saat ini
adalah : Sopir mobil sampah 22 orang; Sopir Motor Sampah 8 orang; Pekerja
Angkut Sampah 65 orang; Kneek Motor Sampah 8 orang; Tukang Sapu
96
orang; Operator Alat Berat 4 orang; dan Petugas TPA 1 orang.
Di Kota Kotamobagu khususnya Dinas Tata Kota Kotamobagu selaku Instansi yang
menangani persampahan, dimana kendaraan pengangkut sampah seperti ; Dump
Truck, Arm Roll, Motor Sampah, alat-alat berat dan lain-lain sebagaimana disajikan
pada tabel berikut :
Tabel 2.47
Daftar Kendaraan Pengangkut Sampah di Dinas Tata Kota Kotamobagu

Jenis
Kendaraan

Keterangan
Pengadaan Hibah

Bantuan

Pinjaman

Jumlah
Kendaraan
Seluruhnya

Jumlah
Kendaraan
Yang
Beroperasi

Jumlah
Kendaraan
Yang
Rusak

Motor sampah

12

Dump Truck
Arm Roll

9
1

0
0

1
0

3
2

13
3

11
3

2
0

Dozer
Loader

1
1

0
0

0
0

1
0

2
1

1
1

1
0

Excavator
Truck Tangki Air

1
1

0
0

0
0

0
0

1
1

1
1

0
0

Sumber : Dinas Tata Kota Kotamobagu, 2013

Sesuai amanat UU No.18 Tahun 2008 tentang pengelolaan sampah, bahwa singkat
TPA yang dulunya disebut Tempat Pembuangan Akhir maka saat ini diganti
menjadi Tempat Pemrosesan Akhir dimana titik beratnya adalah sudah tidak
dibenarkan lagi yang namanya metode Open Dumping, akan tetapi sudah harus
ada proses pengolahan di lokasi TPA, minimal metode Contrlled Lundfill
Selanjutnya dari hasil peninjauan lokasi TPA ( Tempat Pemrosesan Akhir) sampah
Kota Kotamobagu nampaknya hal ini akan menjadi masalah mengingat kondisi TPA
yang ada dapat dianggap tidak memenuhi syarat, dimana metode yang digunakan
cenderung dengan sistem open dumping. Lokasinya berada di pinggir sungai
besar, sedangkan fasilitas pengolahan lindi / leachet, sudah tidak berfungsi. Lokasi
ini juga terdapat bangunan IPLT yang dekat atau berada disamping TPA dan hal ini
merupakan bangunan yang lama sebelum Pemekaran menjadi Kota Kotamobagu.
Intinya adalah sangat riskan terhadap pencemaran air sungai akibat adanya
rembesan lindi/leachet dari Timbunan sampah ini.

BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

63

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH

KOTA
KOTAMOBAGU 2013 - 2018

Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dan faktor pendukung sistem ini adalah :
Memiliki lahan TPA yang layak teknis, ekonomis dan layak lingkungan
Setiap bangunan rumah tangga disediakan pewadahan/bak sampah
Pelayanan disediakan perwadahan yang disesuaikan dengan volume sampah.
Penyediaan gerobak pengangkut sampah guna mengangkut sampah ke TPS
yang dilakukan oleh masyarakat.
Penyediaan Dump Truck untuk mengangkut sampah dari TPS ke TPA yang
dikelolah oleh Pemerintah.
Di Kota Kotamobagu saat ini telah memiliki Tempat Pemrosesan Akhir (TPA)
sampah dengan sistem yang cenderung pada open dumping, luas lahan yang
dimiliki 1 Ha berlokasi dekat sekali dengan sungai, kolam Leacheate cenderung
kurang berfungsi. Untuk menghindari pencemaran lingkungan yang terlalu besar
maka perlu relokasi lahan TPA yang layak atau sesuai kriteria lahan TPA ( Standar
SNI yang berlaku saat ini).
b. Udara
Udara memiliki peranan yang sangat penting bagi kelangsungan hidup bagi seluruh
makhluk hidup termasuk manusia yang ada di dunia ini sehingga kualitasnya harus
dijaga. Sebagaimana tersirat dalam peraturan Pemerintah Nomor 41 tahun 2009
tentang pengendalian pencemaran udara , maupun yang ada pada Undang-undang
Lingkungan Hidup di Indonesia, bahwa yang dimaksud dengan pencemaran udara
adalah masuknya atau dimasukannya, zat, energi dan/ atau komponen lain kedalam
udara ambien oleh kegiatan manusia, sehingga mutu udara ambient turun sampai
ketingkat tertentu yang menyebabkan udara ambient tidak dapat memenuhi
fungsinya. Sedang kan udara ambient adalah udara bebas di permukaan bumi pada
lapisan troposfir yang dibutuhkan dan mempengaruhi kesehatan manusia, makluk
hidup dan unsur-unsur lingkungan hidup lainnya.
Di Kota Kotamobagu yang hanya terdiri dari 4 kecamatan dan 33 Kelurahan dan
desa secara fisik wilayah relatif masih dalam kondisi normal, keberadaan industryindustri yang menghasilkan sumber sumber gas pencemar belum ada, terkecuali
adalah beberapa jenis kendaraan roda 4 dan roda 2, akan tetapi belum padat dan
daya dukung lingkungan kotanya masih sehat. Kondisi Kota Kotamobagu juga di
untungkan dengan sistem vegetasi kota atau ruang terbuka hijau yang masih sangat
menguntungkan.
c. Air baku
Diwilayah Kota Kotamobagu telah mengalir 8 buah Sungai kecil yang bersumber
dari pegunungan/perbukitan bagian Timur dan Selatan yang selanjutnya bermuarak
ke sungai besar yaitu Sungai Ongkag Mongondow. Sungai ini semuanya melintasi
dalam kawasan Kota Kotamobagu, tidak pernah mengalami kekeringan dan pada
saat musim hujan juga tidak pernah menimbulkan bencana banjir besar. Pada saat
musim kemarau rata-rata relatif jernih, pada bagian hulu atas gunung dapat
dialirkan secara grafitasi. Klasifikasi atau kategori / status dari masing-masing
sungai ini adalah termasuk Kelas II ( Kelas B) yaitu dapat dijadikan sebagai sumber
air baku.

BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

64

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH

KOTA
KOTAMOBAGU 2013 - 2018

d. Sungai
Sungai merupakan salah satu sumber air baku di Kota Kotamobagu, terdapat 9
sungai yang melintas di daerah ini seperti yang tampak pada tabel berikut ini.
Tampak bahwa Sungai Mongkonai merupaka sungai terpanjang, terlebar dan
terdalam yang melintasi Kecamatan Kotamobagu Barat. Sebaliknya sungai yang
terpendek adalah Sungai Toko/mobaguDayanan yang melintasi Kecamatan
Kotamobagu Utara.
Tabel 2.48
Jumlah sungai berada di dalam wilayah Kabupaten/Kota sekitar
No
1

Nama Sungai

Panjang
(m)
13.200

Lebar
(m)
10,1

Kedalaman
(m)
2

10.300

9,2

Sungai Bilalang /
Kotulidan
Sungai Toko / Dayanan

Sungai Kotobangon

10.500

Sungai Bonodon

13.000

Sungai Yuyak

13.000

7,2

Sungai Motoboy Besar

13.500

8,1

1,5

Sungai Yantaton

13.000

1,5

Sungai Kopek

15.000

1,5

Sungai Mongkonai

20.000

15

Ket
Melintasi Kec. Kotamobagu
Barat & Utara
Melintasi Kec. Kotamobagu
Utara
Melintasi Kec. Kotamobagu
Timur
Melintasi Kec. Kotamobagu
Timur
Melintasi Kec. Kotamobagu
Selatan
Melintasi Kec. Kotamobagu
Selatan
Melintasi Kec. Kotamobagu
Selatan
Melintasi Kec. Kotamobagu
Selatan
Melintasi Kec. Kotamobagu
Barat

Sumber Data : BLHD Kotamobagu, 2013

Dari hasil pengamatan lapangan bahwa disaat musim kemarau secara fisik ke 9
sungai ini rata-rata jernih. Di bagian hulu sungai tersebut rata-rata belum dimasuki
beban air limbah rumah tangga kecuali setelah melewati Kotamobagu. Kualitas dari
masing-masing kualitas air tersebut diketahui setelah melakukan uji Laboratorium
dari masing-masing sampael sungai tersebut.
2.3.1.7. Pemberdayaan Masyarakat dan Desa
Pembangunan desa dalam jangka panjang ditujukan untuk memperkuat dasardasar sosial ekonomi pedesaan yang memiliki hubungan fungsional yang kuat
dan mendasar dengan kota-kota dan wilayah di sekitarnya. Pembangunan desa
dan pembangunan sektor yang lain di setiap pedesaan akan mempercepat
pertumbuhan desa menjadi desa swasembada yang memiliki ketahanan di
segala bidang dan dengan demikian dapat mendukung pemantapan ketahanan
nasional. Dalam rangka mencapai tujuan itu pembangunan desa diarahkan
untuk mengembangkan sumber daya manusianya yang merupakan bagian
terbesar penduduk Indonesia, dengan meningkatkan kualitas hidup,
kemampuan, keterampilan dan prakarsanya, dalam memanfaatkan berbagai
potensi desa maupun peluang yang ada untuk berkembang.
Berdasarkan kriteria status, desa/kelurahan diklasifikasikan menjadi 3 (tiga), yakni
desa swadaya (tradisional); desa swakarya (transisional); dan desa swasembada

BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

65

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH

KOTA
KOTAMOBAGU 2013 - 2018

(berkembang). Pengertian masing-masing klasifikasi desa tersebut adalah sebagai


berikut:
1. Desa Terbelakang atau Desa Swadaya
Desa terbelakang adalah desa yang kekurangan sumber daya manusia atau
tenaga kerja dan juga kekurangan dana sehingga tidak mampu memanfaatkan
potensi yang ada di desanya. Biasanya desa terbelakang berada di wilayah yang
terpencil jauh dari kota, taraf berkehidupan miskin dan tradisional serta tidak
memiliki sarana dan prasaranan penunjang yang mencukupi.
2. Desa Sedang Berkembang atau Desa Swakarsa
Desa sedang berkembang adalah desa yang mulai menggunakan dan
memanfaatkan potensi fisik dan nonfisik yang dimilikinya tetapi masih
kekurangan sumber keuangan atau dana. Desa swakarsa belum banyak memiliki
sarana dan prasarana desa yang biasanya terletak di daerah peralihan desa
terpencil dan kota. Masyarakat pedesaan swakarsa masih sedikit yang
berpendidikan tinggi dan tidak bermata pencaharian utama sebagai petani di
pertanian saja serta banyak mengerjakan sesuatu secara gotong royong.
3. Desa Maju atau Desa Swasembada
Desa maju adalah desa yang berkecukupan dalam hal sumber daya manusia
dan juga dalam hal dana modal sehingga sudah dapat memanfaatkan dan
menggunakan segala potensi fisik dan non fisik desa secara maksimal.
Kehidupan desa swasembada sudah mirip kota yang modern dengan pekerjaan
mata pencarian yang beraneka ragam serta sarana dan prasarana yang cukup
lengkap untuk menunjang kehidupan masyarakat pedesaan maju.
Dalam upaya peningkatan daya saing daerah salah satu potensi yang perlu
dikembangkan adalah melalui peningkatan dan percepatan pertumbuhan status
desa menjadi desa swasembada. Indikator peningkatan daya saing terkait
pertumbuhan desa swasembada dapat dilihat dari persentase desa/kelurahan
berstatus swasembada terhadap total desa/kelurahan.
2.3.1.8. Ketenagakerjaan
Struktur tenaga kerja yang ada di Kota Kotamobagu untuk Tahun 2012
menunjukkan bahwa penduduk usi kerja 15 19 tahun yang paling besar. Dan
umlah pekerja informal lebih besar dari pekerja formal.

BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

66

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH

KOTA
KOTAMOBAGU 2013 - 2018

Tabel 2.49
Kondisi Tenaga Kerja Tahun 2011 s.d 2012 Di Kota Kotamobagu
No
I.1

I.2

I.3

I.4

I.5

I.6

URAIAN
PENDUDUK dan TENAGA KERJA
a. Penduduk Usia Kerja 15 19 Tahun
b. Angkatan Kerja Usia 15 19 Tahun
c. Penduduk Usia 10 17 tahun
d. Penduduk yang bekerja Usia 10 17 Tahun
e. Tingkat Penganggur terbuka
f. Tingkat setengah Penganggur
g. Angkatan Kerja
h. Penganggur terbuka
i.
Penduduk yang Bekerja < 25 Jam/Minggu
(Setengah Penganggur)
KESEMPATAN KERJA
a. Penduduk yang Bekerja
b. Penduduk yang Bekerja Formal
c. Penduduk yang bekerja Informal
d. Jumlah Pencari Kerja yang ditempatkan
(Laki Laki dan Perempuan)
e. Jumlah Pencari Kerja yang Terdaftar (Laki
Laki dan Perempuan)
PELATIHAN dan KOMPETENSI KERJA
a. Penganggur Terbuka dengan Pendidikan
SD, SMP, SMA, dan Perguruan Tinggi
b. Jumlah lulusan Pelatihan
HUBUNGAN INDUSTRIAL
a. Jumlah Perusahaan yang memperkerjakan
lebih dari 50 Orang
b. Jumlah Perusahaan yang memiliki peraturan
perusahaan yang disahkan
c. Jumlah perusahaan yang memiliki perjanjian
kerja bersama yang sudah di daftarkan
d. Jumlah perusahaan yang memiliki lembaga
kerja sama (LKS) Bipartit
e. Jumlah Sarikat Pekerja / Sarikat Buruh
f. Jumlah perselisihan hubungan industrial
KONDISI LINGKUNGAN KERJA
a. Jumlah Perusahaan Kecil, menengah dan
besar (sensus ekonomi 2006)

Kecil

Menengah

Besar
b. Jumlah perusahaan yang melapor sesuai
UU No 17 tahun 1981
c. Jumlah Buruh / karyawan yang
perusahaanya
PENGUPAHAN dan KESEJAHTERAAN PEKERJA
a. Besrnya Upah minimum Provinsi (UMP)
b. Jumlah buruh / karyawan yang terdaftar
menjadi anggota jamsostek aktif
c. Jumlah perusahaan yang menjadi anggota
Jamsostek

2011

2012

18.821
16.117
22.011
105
8.521
34.786
79.153
2.590
34.785

18.821
16.117
23.389
116
8.521
34.786
79.153
2.590
38.181

69.875
10.226
14.518
29

69.875
10.226
14.518
77

29

194

2.590

2.590

30 orang

30 orang

10

10

5
-

5
4

139
2
10

139
2
10

249

3167

Rp.1.050.000

Rp. 1.050.000

10

298
12

Sumber : Kota Kotamobagu dalam Angka, 2013

Kesempatan kerja merupakan hubungan antara angkatan kerja dengan


kemampuan penyerapan tenaga kerja. Pertambahan angkatan kerja harus

BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

67

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH

KOTA
KOTAMOBAGU 2013 - 2018

diimbangi dengan investasi yang dapat menciptakan kesempatan kerja. Dengan


demikian, dapat menyerap pertambahan angkatan kerja.
Dalam ilmu ekonomi, kesempatan kerja berarti peluang atau keadaan yang
menunjukkan tersedianya lapangan pekerjaan sehingga semua orang yang
bersedia dan sanggup bekerja dalam proses produksi dapat memperoleh pekerjaan
sesuai dengan keahlian, keterampilan dan bakatnya masing-masing. Kesempatan
Kerja (demand for labour) adalah suatu keadaan yang menggambarkan
/ketersediaan pekerjaan (lapangan kerja untuk diisi oleh para pencari kerja). Dengan
demikian kesempatan kerja dapat diartikan sebagai permintaan atas tenaga kerja.
Sementara itu, angkatan kerja (labour force) menurut Soemitro Djojohadikusumo
didefinisikan sebagai bagian dari jumlah penduduk yang mempunyai pekerjaan atau
yang sedang mencari kesempatan untuk melakukan pekerjaan yang produktif. Bisa
juga disebut sumber daya manusia.
Tabel 2.50
Rasio Penduduk yang Bekerja dengan Angkatan Kerja
Aspek Ketenagakerjaan

2008

2009

2010

2011

Angkatan Kerja

54.215

54.759

47.788

51.833

Penduduk yg bekerja

49.265

49.602

44.166

46.622

Rasio penduduk yg bekerja

0,909

0,906

0,924

0,899

Sumber: Badan Pusat Statistik Sulawesi Utara 2013 (Diolah).

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tahun 2011 sebesar 89,9% dari
angkatan kerja yang ada memperoleh kesempatan kerja sedangkan 10,1%nya
masih mencari kerja atau pengangguran
(1-0,899=0,101). Produktivitas tenaga
kerja sektoral dapat diperoleh jika diketahui jumlah tenaga kerja per sektor dan
PDRB per sektor. Perkembangan jumlah tenaga kerja per sektor dapat dilihat pada
Tabel berikut ini :

Tabel 2.51

BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

68

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH

KOTA
KOTAMOBAGU 2013 - 2018

Perkembangan Jumlah dan Prosentase Tenaga Kerja yang Bekerja di Kota


Kotamobagu Menurut Sektor Ekonomi Selang 2008-2012
Sektor
Ekonomi
Pertanian
Pertambangan
dan
Penggalian
Industri
Pengolaha
n
Listrik, Gas
dan Air Bersih
Konstruksi
Perdagangan,
Hotel, dan
Restoran
Tranportasi,
Pegudangan, &
Komunikasi
Keuangan dan
Jasa
Perusahaan
Jasa Jasa
Total

2012

2011

2009
Jumlah
%

2008
Jumlah
%

17.392

35.06

20.207

41.02

5.30

2.210

4.46

1.020

2.07

1.394

3.16

2.242

4.52

1.034

2.10

0.16

124

0.28

116

0.23

54

0.11

2.526

5.42

2.926

6.63

3.145

6.34

3.209

6.51

29.67

13.834

29.67

7.080

16.03

5.933

11.96

8.478

17.21

5.070

10.41

4.852

10.41

3.265

7.39

5.754

11.60

5.142

10.44

1.459

2.99

1.396

2.99

518

1.17

534

1.08

737

1.50

12.543

25.75

12.003

25.75

11.745

26.59

12276

24.75

9384

19.05

48.720

100.00

46.622

100.00

44.166

100.00

49.602

100.00

49.265

100.00

%
17.0
5

2010
Jumlah
%
33.45
14.773

Jumlah

Jumlah

8.309

17.05

7.951

1.380

2.83

1.321

2.83

2.341

2.783

5.71

2.663

5.71

79

0.16

76

2.` 640

5.42

14.457

Sumber: Badan Pusat Statistik Sulawesi Utara 2013 (Diolah)

Tabel memperlihatkan perkembangan jumlah dan prosentase tenaga kerja secara


sektor ekonomi selang 2008 sampai dengan 2012. Dari perkembangan lima
tahunan tersebut data yang dapat menjadi rujukan untuk dibahas lebih lanjut adalah
selang 2010 sampai dengan 2012. Hal ini dikarenakan memiliki perkembangan
yang lebih logis. Secara total jumlah tenaga kerja 2010 sebanyak 44.166 orang dan
terus meningkat menjadi 48.720 orang pada 2012. Pada 2010 proporsi terbesar
tenaga kerja adalah di sektor pertanian, namun sejak 2011 telah bergeser ke sektor
perdagangan/hotel/ restoran. Sektor jasa-jasa adalah memiliki jumlah tenaga kerja
yang juga menonjol bahkan meningkat dengan perkembangan yang konsisten
positif. Sesudah sektor jasa-jasa maka sektor transportasi dan komunikasi memiliki
jumlah terbesar berikutnya, diikuti sektor konstruksi.
Rasio ketergantungan digunakan untuk mengukur besarnya beban yang harus
ditanggung oleh setiap penduduk berusia produktif terhadap penduduk yang tidak
produktif.
Penduduk muda berusia dibawah 15 tahun umumnya dianggap sebagai penduduk
yang belum produktif karena secara ekonomis masih tergantung pada orang tua
atau orang lain yang menanggungnya. Selain itu, penduduk berusia diatas 65 tahun
juga dianggap tidak produktif lagi sesudah melewati masa pensiun. Penduduk usia
15-64 tahun, adalah penduduk usia kerja yang dianggap sudah produktif. Atas dasar
konsep ini dapat digambarkan berapa besar jumlah penduduk yang tergantung
pada penduduk usia kerja. Meskipun tidak terlalu akurat, rasio ketergantungan
semacam ini memberikan gambaran ekonomis penduduk dari sisi demografi.
Rasio ketergantungan (dependency ratio) dapat digunakan sebagai indikator yang
secara kasar dapat menunjukkan keadaan ekonomi suatu negara apakah tergolong
negara maju atau negara yang sedang berkembang. Dependency ratio merupakan
salah satu indikator demografi yang penting. Semakin tingginya persentase
dependency ratio menunjukkan semakin tingginya beban yang harus ditanggung

BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

69

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH

KOTA
KOTAMOBAGU 2013 - 2018

penduduk yang produktif untuk membiayai hidup penduduk yang belum produktif
dan tidak produktif lagi. Sedangkan persentase dependency ratio yang semakin
rendah menunjukkan semakin rendahnya beban yang ditanggung penduduk yang
produktif untuk membiayai penduduk yang belum produktif dan tidak produktif lagi.
Rasio ketergantungan adalah perbandingan jumlah penduduk usia <15 tahun dan
>64 tahun terhadap jumlah penduduk usia 15-64 tahun, dihitung dengan
menggunakan rumus sebagai berikut:
Tabel. 2.52
Rasio Ketergantungan Tahun 2009 s.d 2013 Kota Kotamobagu
No

Uraian
2009
2010
2011
Jumlah
Penduduk
1.
27.616
29.223
29.423
Usia < 15 tahun
Jumlah
Penduduk
2.
3.127
3.634
3.418
usia > 64 tahun
Jumlah
Penduduk
3.
Usia Tidak Produktif
30.743
33.747
32.841
(1) &(2)
Jumlah
Penduduk
4.
84.237
86.157
87.063
Usia 15-64 tahun
Rasio ketergantungan
5.
36,50
39,17
37,72
(3) / (4)
Sumber: Badan Pusat Statistik Sulawesi Utara 2013 (Diolah)

2012

2013

29.600

29.167

3.728

4.118

33.328

34.285

93.442

96.600

35,67

35,49

Sebagian besar Penduduk Kota Kotamobagu berusia antara 1564 Tahun. Hal ini
berarti penduduk usia produktif di Kota Kotamobagu sangat potensial sebagai
modal dasar yang besar untuk pembangunan. Rasio beban ketergantungan di Kota
Kotamobagu dari tahun 2009-2013 berturut-turut adalah 36,50, 39,17, 37,72,
35,67, 35,49. Pada tahun 2009 besarnya adalah 36,50 artinya 100 penduduk usia
produktif (15-64) rata-rata menanggung beban 36,50 penduduk usia tidak produktif
(0-14 dan 65 keatas). Secara rata-rata dapat dinyatakan bahwa angka
ketergantungan dari tahun 2009 sampai dengan 2013 menurun sebesar 1,00.
Jika dibandingkan dengan tingkat nasional, rasio ketergantungan di Kota
Kotamobagu memiiki nilai yang relatf lebih kecil, dimana secara nasional pada
tahun 2010 mencapai 51,31%. Kondisi ini membuka jendela kesempatan (windows
of opportunity) bagi Kota Kotamobagu untuk dapat menciptakan perluasan
kesempatan kerja dan peningkatan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi.
2.3.1.9. Koperasi dan Usaha Mikro Kecil Menengah
a. Persentase Koperasi Aktif
Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang atau badan hukum
koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus
sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas azas kekeluargaan.
Koperasi Aktif adalah koperasi yang dalam dua tahun terakhir mengadakan RAT
(Rapat Anggota Tahunan) atau koperasi yang dalam tahun terakhir melakukan
kegiatan usaha.
Berdasarkan data 2013, jumlah koperasi 271 unit , Koperasi yang aktif sebanyak
59 unit,berarti ada 212 unit Koperasi yang tidak aktif. Kondisi semacam ini harus
segera diatasi secara serius. Jika tidak segera diatasi, kondisi ini bisa menjadi
bumerang dan berdampak buruk terhadap perkembangan dan pertumbuhan

BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

70

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH

KOTA
KOTAMOBAGU 2013 - 2018

koperasi di Kota Kotamobagu. Oleh sebab itu perlu melakukan penguatan


kelembagaan koperasi aktif, dan membina serta menertibkan 212 unit koperasi
yang tidak aktif.
Tabel 2. 53
Persentase Koperasi Aktif Tahun 2009 s.d 2013Kota Kotamobagu
NO
1

Uraian
Jumlah koperasi aktif

2009

2010

2011

2012

2013

69

74

77

137

59

Jumlah koperasi
237
237
237
237
271
Persentase koperasi
3
0,29%
0,31%
0,32%
0,57%
0,21%
aktif
Sumber : Dinas Perindustrian,perdagangan,Koperasi dan Penanaman Modal Tahun 2014

Ini merupakan program prioritas. Tidak lagi kepada jumlah kelembagaannya yang
banyak, tapi bagaimana agar kelembagaan koperasi yang ada harus bisa
memberikan manfaat kepada anggota dan masyarakat.
UU Koperasi yang baru Nomor 17 tahun 2012, fungsi dan tugas koperasi hampir
sama seperti unit usaha swasta yang ada saat ini. Hanya saja, apabila unit usaha
swasta dimiliki satu atau dua orang, koperasi justeru dimiliki banyak orang. Koperasi
diwajibkan membuat perencanaan usaha dan target usaha yang akan dicapai.
Karena itu, orang yang duduk menjadi pengurus koperasi ke depan tak cukup
dengan jujur dan demokratis, tapi juga harus orang yang memiliki interpreneur tinggi
dalam bidang bisnis dan jasa usaha.
Usulan pembentukan sebuah kelembagaan koperasi ke depan tidak lagi semata
atas dasar untuk menerima bantuan kredit atau peralatan dari pemerintah, tetapi
harus atas dasar keinginan yang kuat dari sekelompok masyarakat untuk
membangun sebuah kelembagaan usaha bersama yang kuat yang bisa menopang
hidup orang banyak.
b. Jumlah UKM non BPR/LKM UKM
Usaha kecil adalah peluang usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang
dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak
perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi
bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha
besar. Usaha menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang
dilakukan oleh orang perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak
perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian
baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha kecil atau usaha besar dengan
jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan.
Sebanyak 87 persen dari sekitar 40 juta atau sekitar 34,8 juta pengusaha mandiri
yang bergelut di usaha mikro dan kecil di tanah air hingga kini belum tersentuh
akses layanan perbankan. Akibatnya, para pengusaha baru ini kesulitan
mengembangkan bisnisnya. Hal tersebut pula yang menjadi permasalahan di Kota
Kotamobagu, dimana akses layanan perbankan, untuk usaha mikro dan kecil belum
tersentuh.

BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

71

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH

KOTA
KOTAMOBAGU 2013 - 2018

Tabel. 2.54
Jumlah UKM non BPR/LKM Tahun 2009 s.d 2013 Kota Kotamobagu
NO
1
2
3

Uraian
2009
2010
2011
2012
2013
Jumlah seluruh UKM
2894
3044
3100
3123
3245
Jumlah BPR/LKM
106
106
106
107
102
Jumlah UKM non
2788
2938
2994
3016
3143
BPR/LKM
Sumber : Dinas Perindustrian,perdagangan,Koperasi dan Penanaman Modal Tahun 2014

Hal tersebut kontradiktif dengan perlunya pertumbuhan ekonomi yang berkualitas


yaitu pertumbuhan ekonomi yang bersifat inklusif, atau pertumbuhan yang
menjangkau kelompok berpendapatan rendah. Kebutuhan adanya sektor keuangan
mikro yang kuat serta mampu memberikan akses perbankan kepada pengusaha
mikro dan kecil saat ini sangat mendesak dijalankan.
c. Jumlah BPR/LKM
BPR adalah lembaga keuangan bank yang menerima simpanan hanya dalam
bentuk deposito berjangka, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan
dengan itu dan menyalurkan dana sebagai usaha BPR.
Lembaga keuangan mikro (LKM) adalah lembaga yang menyediakan jasa
penyimpanan (deposits), kredit (loan), pembayaran sebagai transaksi jasa (payment
service) serta money transfer yang ditujukan bagi masyarakat miskin dan
pengusaha kecil. LKM memiliki fungsi sebagai lembaga yang memberikan berbagai
jasa keuangan bagi masyarakat miskin dan pengusaha kecil.
Tabel. 2.55
Jumlah BPR/LKM Tahun 2009 s.d 2013 Kota Kotamobagu
NO

Uraian

2009

2010

2011

2012

2013

Jumlah BPR

2894

3044

3100

3123

3245

Jumlah LKM

106

106

106

107

102

Jumlah BPR dan


LKM

2788

2938

2994

3016

3143

Sumber : Dinas Perindustrian,perdagangan,Koperasi dan Penanaman Modal Tahun 2014

Dengan makin meningkatnya jumlah BPR dan LKM, hal ini berdampak positif bagi
perekonomian di Kota Kotamobagu. Keberadaan Lembaga Keuangan Mikro (LKM)
tidak terlepas dari perkembangan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah
(UMKM).Perkembangan sektor UMKM di Kota Kotamobagu perlu terus di tingkatkan
dan menjadi perhatian karena terdapat potensi yang besar atas kekuatan domestik,
jika hal ini dapat dikelola dan dikembangkan dengan baik tentu akan dapat
mewujudkan usaha menengah yang tangguh. Namun, disisi yang lain UMKM juga
masih dihadapkan pada masalah mendasar yang secara garis besar mencakup:
pertama, masih sulitnya akses UMKM pada pasar atas produk-produk yang
dihasilkannya, kedua, masih lemahnya pengembangan dan penguatan usaha, serta
ketiga, keterbatasan akses terhadap sumber-sumber pembiyaan dari lembagalembaga keuangan formal khususnya dari perbankan.

BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

72

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH

KOTA
KOTAMOBAGU 2013 - 2018

2.3.2. Fokus Layanan Urusan Pilihan


2.3.2.1. Jumlah Investor Berskala Nasional (PMDN/PMA)
Penanaman modal dalam negeri (PMDN) adalah penggunaan modal dalam negeri
bagi usaha-usaha yang mendorong pembangunan ekonomi pada umumnya.
Penanaman modal asing (PMA) merupakan penanaman modal asing secara
langsung yang dilakukan menurut atau berdasarkan ketentuan perundang - undang
di Indonesia, dalam arti bahwa pemilik modal secara langsung menanggung resiko
dari penanaman modal tersebut.
Jumlah investor PMDN/PMA dihitung dengan menjumlahkan banyaknya investor
PMDN berskala nasional dengan banyaknya investor PMA berskala nasional yang
aktif berinvestasi di daerah dan pada suatu periode tahun pengamatan.
Tabel 2.56
Jumlah Investor PMDN/PMA Tahun 2008 s.d 2012 Kota Kotamobagu
Tahun

Uraian

PMDN

PMA

Total

(1)

(2)

(3)

(4)

(5=3+4)

2012

Jumlah Investor

69

69

2011

Jumlah Investor

51

51

Sumber data : KPTSP Kota Kotamobagu 2013

Semakin banyak jumlah investor maka akan semakin menggambarkan ketersediaan


pelayanan penunjang yang dimililiki daerah berupa ketertarikan investor untuk
meningkatkan investasinya di daerah.
2.3.2.2. Jumlah Nilai Investasi Berskala Nasional (PMDN/PMA)
Jumlah nilai investasi investor PMDN/PMA dihitung dengan menjumlahkan jumlah
realisasi nilai proyek investasi berupa PMDN dan nilai proyek investasi PMA yang
telah disetujui oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Banyaknya
investasi PMDN berskala nasional dengan banyaknya investasi PMA berskala
nasional dihitung dari total nilai proyek yang telah terealisasi pada suatu periode
tahun pengamatan.
Tabel 2.57
Jumlah Investasi PMDN/PMA Tahun 2009 s.d 2013 Kota Kotamobagu
Persetujuan

Realisasi
JumlahProye
Jumlah Proyek Nilai Investasi
Nilai Investasi
k
2012
53
56.630.540.000
53
56.630.540.000
2013
71
132.285.720.000
71
132.285.720.000
Sumber : KPTSP
Tahun

Semakin banyak nilai realisasi investasi maka akan semakin menggambarkan


ketersediaan pelayanan penunjang yang dimililiki daerah berupa ketertarikan
investor untuk meningkatkan investasinya di daerah. Semakin banyak realisasi
proyek maka akan menggambarkan keberhasilan daerah dalam memberi fasilitas
penunjang pada investor untuk merealisasikan investasi yang telah direncanakan.

BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

73

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH

KOTA
KOTAMOBAGU 2013 - 2018

2.3.2.3. Pariwisata
a. Ketersediaan restoran
Ketersediaan restoran pada suatu daerah menunjukan tingkat daya tarik investasi
suatu daerah. Banyaknya restoran dan rumah makan menunjukan perkembangan
kegiatan ekonomi suatu daerah dan peluang-peluang yang ditimbulkannya.
Pengertian restoran adalah tempat menyantap makanan dan minuman yang
disediakan dengan dipungut bayaran, tidak termasuk usaha jenis tataboga atau
catering. Sedangkan pengusahaan usaha restoran dan rumah makan adalah
penyediaan jasa pelayanan makanan dan minuman kepada tamu sebagai usaha
pokok.
Tabel ketersediaan Restoran dan Rumah Makan
Tahun

Restoran

Rumah Makan

2012

12

2013

12

b. Ketersediaan Penginapan
Hotel berbintang adalah suatu usaha jasa yang menggunakan suatu bangunan atau
sebagian bangunan yang disediakan secara khusus, di mana setiap orang dapat
menginap, makan, memperoleh pelayanan, dan menggunakan fasilitas lainnya
dengan pembayaran, dan telah memenuhi persyaratan sebagai hotel berbintang
seperti yang telah ditentukan. Ciri khusus dari hotel berbintang adalah mempunyai
restoran yang dikelola langsung di bawah manajemen hotel tersebut.
Hotel Melati adalah suatu usaha yang menggunakan suatu bangunan atau sebagian
bangunan yang disediakan secara khusus, di mana setiap orang dapat menginap,
makan, memperoleh pelayanan dan menggunakan fasilitas lainnya dengan
pembayaran, dan belum memenuhi persyaratan sebagai hotel berbintang.
Tabel Jumlah Penginapan
Tahun

Hotel Berbintang

Hotel melati

2012

11

2013

11

2.4. Aspek Daya Saing Daerah


2.4.1. Fokus Kemampuan Ekonomi Daerah
a. Nilai Tukar Petani (NTP)
Dapat diikuti bahwa nilai tukar petani berada pada posisi diatas 100 dan tampaknya
fluktuasinya sangat kecil. Indikator nilai tukar petani menjadi penting mengingat
penduduk Kota Kotamobagu masih memiliki petani yang cukup besar. Lahan

BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

74

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH

KOTA
KOTAMOBAGU 2013 - 2018

pertanian mereka tidak terbatas di wilayah Kota Kotamobagu, tetapi juga di daerah
sekitar.
Grafik 2.11
Perkembangan Nilai Tukar Petani Kota Kotamobagu Selang 2008-2012

b. Pengeluaran Konsumsi Rumah tangga per Kapita


Indikator pengeluaran konsumsi rumah tangga per kapita dimaksudkan untuk
mengetahui tingkat konsumsi rumah tangga yang menjelaskan seberapa atraktif
tingkat pengeluaran rumah tangga. Semakin besar rasio atau angka konsumsi RT
semakin atraktif bagi peningkatan kemampuan ekonomi daerah. Pengeluaran
konsumsi rumah tangga per kapita dapat diketahui dengan menghitung angka
konsumsi RT per kapita, yaitu rata-rata pengeluaran koansumsi rumah tangga per
kapita. Angka ini dihitung berdasarkan pengeluaran penduduk untuk makanan dan
bukan makanan per jumlah penduduk. Makanan mencakup seluruh jenis makanan
termasuk makanan jadi, minuman, tembakau, dan sirih. Bukan makanan mencakup
perumahan, sandang, biaya kesehatan, sekolah, dan sebagainya.

Tabel. 2.58
Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga Atas Dasar Harga Berlaku
Kelompok Pengeluaran
2010
Makanan
300.684,98
Non Makanan
243.603,50
Konsumsi Rumah Tangga
544.288,47
Sumber : BPS Kota Kotamobagu, 2014

2011
306.394,07
310.873,94
617.268,00

2012
336.674,54
424.791,20
761.465,74

Jika dilihat pengeluaran per kapita penduduk menurut golongan pengeluaran dapat
dilihat pada Tabel 2.59.

BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

75

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH

KOTA
KOTAMOBAGU 2013 - 2018

Tabel. 2.59
Penduduk Menurut Golongan Pengeluaran Per Kapita Sebulan
di Kota Kotamobagu, 2012
Golongan Pengeluaran

Penduduk

< 100.000

Persentase
-

100.000 - 149.999

284,91

0,25

150.000 - 199.999

545,14

0,49

200.000 - 299.999

21.452,92

19,1

300.000 - 499.999

30.586,60

27,23

500.000 - 749.999

19.660,62

17,5

750.000 - 999.999

16.467,53

14,66

1.000.000 +

23.325,56

20,77

Jumlah

112.323,28

100

Sumber : BPS Kota Kotamobagu, 2014

Jumlah penduduk yang tergolong dalam golongan pengeluaran Rp 300.000 sampai


dengan Rp 499.999 mencapai 27,23 persen atau yang terbanyak untuk konsumsi
makanan. Sedangkan yang terendah adalah yang masuk pada golongan , Rp
149.999 yang masih juga di dominasi konsumsinya untuk makanan. (Seperti yang
tampak pada tabel berikut). Secara rata-rata pengeluaran rumahtangga di Kota
Kotamobagu digunakan untuk monsumsi bukan makanan. Dimana masyarakat
yang berada pada golongan > Rp 750.000 dominan mengkonsumsi bukan makanan
lebih besar di bandingkan dengan konsumsi makanan.
Tabel. 2.60
Pengeluaran Rata-Rata Per Kapita Per Bulan Untuk
Sub Golongan Makanan dan Bukan Makanan, 2012
Golongan Pengeluaran

Makanan

< 100.000
100.000 - 149.999
88.214,29
150.000 - 199.999
117.143,68
200.000 - 299.999
178.170,44
300.000 - 499.999
228.086,09
500.000 - 749.999
324.388,92
750.000 - 999.999
390.754,16
1.000.000+
605.208,18
Rata-Rata
336.679,18
Sumber : BPS Kota Kotamobagu, 2014

Bukan
Makanan
54.683,33
55.540,72
83.022,22
164.028,87
297.129,33
452.912,18
1.181.958,18
424.791,20

Jumlah
142.897,62
172.684,39
261.192,66
392.114,96
621.518,24
843.666,35
1.787.166,36
761.470,38

Jika dilihat lebih rinci pengeluaran untuk kelompok bahan makanan secara rinci
dijelaskan dalam Tabel 2.61. Pengeluaran untuk makanan dan minuman jadi
BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

76

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH

KOTA
KOTAMOBAGU 2013 - 2018

adalah yang terbesar yaitu mencapai 17,97 persen. Sedangkan yang terendah
adalah konsumsi umbi-umbian hanya sebesar 0,81 persen.

Tabel 2.61
Pengeluaran Konsumsi Kelompok Bahan Makanan
Per Kapita Per Bulan, 2012
Kelompok Makanan
Padi-Padian
Umbi-umbian
Ikan
Daging
Telur dan Susu
Sayur-sayuran
Kacang-kacangan
Buah-buahan
Minyak dan Lemak
Bahan Minuman
Bumbu-bumbuan
Konsumsi Lainnya
Makanan dan Minuman jadi
Tembakau dan Sirih
Jumlah

Pengeluaran
56.749,04
2.740,95
45.847,56
5.652,34
22.249,05
30.578,02
6.642,17
13.334,52
13.167,23
11.872,56
4.155,14
5.574,97
60.498,87
57.617,59
336.680,00

Persentase
16,86
0,81
13,62
1,68
6,61
9,08
1,97
3,96
3,91
3,53
1,23
1,66
17,97
17,11
100

Sumber : BPS Kota Kotamobagu, 2014

Besarnya pendapatan yang diterima rumah tangga dapat menggambarkan


kesejahteraan suatu masyarakat. Namun data pendapatan yang akurat sulit
diperoleh, sehingga melalui data pengeluaran rumah tangga.
Pengeluaran rumah tangga yang terdiri dari pengeluaran makanan dan bukan
makanan dapat menggambarkan bagaimana penduduk mengalokasikan kebutuhan
rumah tangganya.
Bila melihat komposisi pola konsumsi masyarakat Kota Kotamobagu Tahun 2012
terlihat bahwa pengeluaran konsumsi untuk makanan sebesar 336.680 dan
konsumsi non makanan 163.817, secara teoritis komposisi pola konsumsi dapat
dikatakan bahwa masyarakat Kabupaten Bandung mengalami peningkatan
kesejahteraan. Akan tetapi bila melihat pergeseran yang terjadi dari tahun 2007 ke
tahun 2008 terlihat bahwa konsumsi makanan kembali mendominasi struktur
konsumsi penduduk Kota Kotamobagu, hal ini dapat dimengerti karena pada tahun
2008
Pengeluaran Rata-rata Per Kapita Per Bulan Kelompok Bukan Makanan Kota
Kotamobagu tahun 2012 tercatat sebesar 163.817,00. Pengeluaran Konsumsi
Kelompok Bahan Makanan Per Kapita Per Bulan, 2012 sebesar 336.680,00.

BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

77

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH

KOTA
KOTAMOBAGU 2013 - 2018

Tabel 2.62
Pengeluaran Rata-rata Per Kapita Per Bulan Kelompok Bukan Makanan
Menurut Kelompok Barang, 2012
Kelompok Bukan Makanan

Pengeluaran

Perumahan dan Fasilitas Rumah


Tangga

Persentase

56.749,04

16,86

2.740,95

0,81

45.847,56

13,62

5.652,34

1,68

Pajak, Pungutan dan Asuransi

22.249,05

6,61

Keperluan Pesta dan


Upacara/Kenduri

30.578,02

9,08

Aneka Barang dan Jasa


Pakaian, Alas Kaki dan Tutup Kepala
Barang Tahan Lama

Jumlah

163.817,00

48,7

Sumber : BPS Kota Kotamobagu, 2014

Rata-rata pengeluaran di daerah perkotaan lebih tinggi dibandingkan di perdesaan,


yakni 605,92 ribu rupiah berbanding 423,38 ribu rupiah. Dengan kata lain, rata-rata
pengeluaran per kapita per bulan di perdesaan hanya 69,87 persen dari
pengeluaran di daerah perkotaan.
Tahun 2012, sebesar 47,80 persen pengeluaran per kapita di perkotaan digunakan
untuk kebutuhan makanan, sedangkan di perdesaan tercatat sebesar 53,73 persen.
Dibandingkan tahun 2011, terlihat adanya penurunan persentase pengeluaran untuk
konsumsi makanan di perdesaan. Pada tahun tersebut, persentase pengeluaran
untuk konsumsi makanan di perkotaan dan perdesaan masing-masing hanya 46,90
dan 54,53 persen.
2.4.2. Fokus Fasilitas Wilayah/Infrastruktur
2.4.2.1. Ketaatan Terhadap Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)
a. Ketaatan terhadap RTRW
Tabel. 2.63
Rasio Ketaatan Terhadap RTRW Kota Kotamobagu
N
O

Uraian

1.

(n-5)

(n-4)

(n-3)

(n-2)

(n-1)**)

Realisasi RTRW

2.

Rencana Peruntukan
RTRW

3.

Rasio (1./2.)

Sumber : BPS Kota Kotamobagu, 2014

b. Luas Wilayah Produktif

BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

78

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH

KOTA
KOTAMOBAGU 2013 - 2018

Strategi untuk mencapai tujuan menjadi wilayah produktif adalah membangun


prasarana, mempromosikan kerja sama dan meningkatkan partisipasi publik.
Prasarana wilayah, yang terdiri dari jalan, listrik, adalah satu paket kebutuhan yang
mutlak untuk membangun wilayah produktif. Membangun dan meningkatkan
infrastruktur dalam hal ini transportasi, energi, komunikasi dan informasi. ini adalah
untuk memudahkan kerja sama dan pertukaran barang dan jasa antar wilayah, dan
untuk memberikan akses yang merata terhadap fungsi-fungsi pelayanan dari pusatpusat wilayah. Untuk menjadikan kota kotamobagu menjadi wilayah yang produktif.
sehingga pemerintah kota kotamobagu perlu melakukan upaya-upaya antara lain :

Mendorong tumbuhnya industri berbasis pertanian, perkebunan, kehutanan atau


perikanan darat berdasar pada pemanfaatan yang menyeluruh dari sumber daya
buatan dan SDM yang ada di Kota Kotamobagu, sehingga membentuk klaster
industri berbasis sumber daya alam lokal.

Mendorong tumbuhnya industri baru yang tidak bergantung pada lokasi dengan
penggunaan teknologi komunikasi dan informasi dalam lingkungan yang alami
dan nyaman.

Mengelola lingkungan alami di perkotaan, yang dapat berupa hutan kota, serta
menyediakan fasilitas yang menarik untuk sarana rekreasi bagi penghuni kota
yang produktif serta wisatawan lokal.

Menghubungkan kawasan itu dengan jaringan pariwisata nasional,


menarik sebanyak mungkin wisatawan ke daerah itu.

Meningkatkan fasilitas untuk riset, pengembangan teknologi, peningkatan


keterampilan dan perilaku pekerja, dan mendorong kerjasama yang erat antar
industri, pemerintah dan lembaga pendidikan.

untuk

Kawasan budidaya meliputi kawasan permukiman, perdagangan, sawah,


kebun,resapan air, dan kawasan untuk prasarana dan sarana wilayah. Daya
tampung atau ketersediaan ruang pada dasarnya diukur berdasarkan kemampuan
penyediaan ruang untuk kegiatan budidaya. Ruang kegiatan budidaya adalah ruang
yang disediakan bukan untuk kawasan lindung. Namun demikian didalam ruang
budidaya terdapatruang-ruang hijau seperti RTH. Ruang fungsi lindung di Kota
Kotamobagu adalah seluas 1137 Ha, Atau sebesar 16.7 % terhadap keseluruhan
luas wilayah kota. Sehingga daya tampung global untuk fungsi budidaya adalah
5669 Ha atau 83.3 % dari total luas kota.
Tabel.2.64
Rasio Luas Wilayah Produktif / Non Produktif
Kawasan

Luas ( Ha )

A. Budidaya
56,69
B. Non Budidaya (Kawasan
11,37
Lindung)
Total
68,06
Sumber : BPS Kota Kotamobagu, 2014.

(%)
83.3
16.7
100 %

Salah satu pendekatan dalam meningkatkan daya saing daerah adalah dengan
mengembangkan industri. Kota Kotamobagu sebagai daerah otonom yang
mengusung kota jasa, perlu untuk melihat prospek pengembangan Industri, guna
untuk menjadikan Kota Kotamobagu yang lebih berdaya saing, adapun kondisi

BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

79

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH

KOTA
KOTAMOBAGU 2013 - 2018

existing luas wilayah industri kota kotamobagu terhadap luas wilayah budidaya
dapat dilihat pada Tabel 2.65.
Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa memang pengembangan industri masih
harus lebih dikembangkan, hal ini dapat dilihat bahwa luas wilayah pengembangan
industri di kota Kotamobagu masih tergolong sangat kurang hanya sebesar 0,18 %
dari total luas wilayah budidaya.
Tabel 2.65
Rasio Luas Wilayah Industri terhadap Luas Wilayah Budidaya Tahun 2013
NO
Uraian
1.
Luas Wilayah Industri
2.
Luas Seluruh Wil. Budidaya
3.
Rasio (1./2.)
Sumber : Kota Kotamobagu dalam Angka, 2013

Luas (ha)
10
56,69
0,18

c. Luas Wilayah Kekeringan/Kebanjiran


Kota Kotamobagu dengan kontur datar sampai berbukit dengan sistem aliran
sungai yang mengarah kehilir dengan baik, mempunyai dampak yang baik
terhadap sistem drainase alami, hanya disayangkan sistem pembuatan saluran air
yang kurang baik sehingga pada bebrapa daerah banyak terdapat genangan air
setiap terjadinya hujan, sehingga perlu untuk melakukan identifikasi titik titik
genagan air di kota Kotamobagu, serta merancang dan memperbaiki beberapa
saluran air di kota Kotamobagu. Berikut adalah luas wilayah kekeringan dan
kebanjiran Kota Kotamobagu.
Tabel 2.66
Rasio Luas Wilayah Kekeringan Kota Kotamobagu
NO
1.
2.

Uraian
Luas Wilayah Kekeringan
Luas Seluruh Wil. Budidaya
Rasio
Sumber : Kota Kotamobagu dalam Angka, 2013

(n-5)
68,06
56,69
1,20

Data menunjukkan bahwa luas wilayah kekeringan lebih besar dari luas wilayah
budidaya.
Tabel 2.67
Rasio Luas Wilayah Kebanjiran Kota Kotamobagu
NO
1.
2.
3.

Uraian
Luas Wilayah Kebanjiran
Luas Seluruh Wil. Budidaya
Rasio (1./2.)

(n-5)
0
56,69
0

Sumber : Kota Kotamobagu dalam Angka, 2013

d. Luas Wilayah Perkotaan


Tabel 2.56 menunjukkan bahwa luas wilayah perkotaan lebih besar dari luas
wilayah budidaya.

BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

80

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH

KOTA
KOTAMOBAGU 2013 - 2018

Tabel 2.68
Rasio Luas Wilayah Perkotaan Kota Kotamobagu
NO
Uraian
1.
Luas Wilayah Perkotaan
2.
Luas Seluruh Wil. Budidaya
3.
Rasio (1./2.)
Sumber : Kota Kotamobagu dalam Angka, 2013

Luas (ha)
176,25
56,69
2,59

2.4.3. Fokus Iklim Berinvestasi


2.4.3.1. Angka Kriminalitas
Angka Kriminalitas adalah rata-rata kejadian kriminalitas dalam satu bulan pada
tahun tertentu. Artinya dalam satu bulan rata-rata terjadi berapa tindak kriminalitas
untuk berbagai kategori seperti curanmor, pembunuhan, pemerkosaan, dan
sebagainya. Indikator ini berguna untuk menggambarkan tingkat keamanan
masyarakat, semakin rendah tingkat kriminalitas, maka semakin tinggi tingkat
keamanan masyarakat.
Tabel. 2.69
Angka Kriminalitas Tahun 2008 - 2013
No
1
2
3
4
5
6
7
8

Jenis Kriminal
Jumlah Kasus Narkoba
Jumlah Kasus Pembunuhan
Jumlah Kejahatan Seksual
Jumlah Kasus
Penganiayaan
Jumlah Kasus Pencurian
Jumlah Kasus Penipuan
Jumlah Kasus Pemalsuan
Uang
Total Jumlah Tindak Krimal
Selama 1 Tahun

2008
2
6
62
457

2009
8
68
575

2010
1
6
84
647

2011
7
2
67
516

2012
1
10
74
467

2013
3
7
96
671

113
80
1

134
98
-

116
127
1

116
73
-

296
122
-

519
173
-

1.369

1.504

1.696

1.315

1.505

2.235

Sumber : Kota Kotamobagu dalam Angka, 2013

Jumlah demonstrasi adalah jumlah demonstrasi yang terjadi dalam periode 1 (satu)
tahun. Unjuk rasa atau demonstrasi ("demo") adalah sebuah gerakan protes yang
dilakukan sekumpulan orang di hadapan umum. Unjuk rasa biasanya dilakukan
untuk menyatakan pendapat kelompok tersebut atau penentang kebijakan yang
dilaksanakan suatu pihak atau dapat pula dilakukan sebagai sebuah upaya
penekanan secara politik oleh kepentingan kelompok.
Tabel. 2.70
Jumlah Demonstrasi Kota Kotamobagu
N
o

Uraian

(2008)

(2009)

(2010)

(2011)

(2012)

Bidang Politik

Ekonomi

Kasus pemogokan kerja

Jumlah
Demonstrasi/Unjuk
Rasa

BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

1
5

81

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH

KOTA
KOTAMOBAGU 2013 - 2018

Sumber : Kota Kotamobagu dalam Angka, 2013

Dilihat dari jumlah masalah kesejahteraan sosial di Kota Kotamobagu yang harus
menjadi perhatian selain jumlah keluarga miskin adalah wanita rawan sosial
ekonomi yang mencapai 686 orang dan rumah yang tidak layak huni yang mencapai
1.201 KK.

Tabel 2.71
Jumlah Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial
Kota Kotamobagu Tahun 2013
No
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22

Jenis PMKS
Anak Terlantar
Anak Nakal
Anank Jalanan
Wanita Rawan Sosial Ekonomi
Korban Tindak Kekerasan
Lanjut Usia Terlantar
Penyandang cacat
Tuna Susila
Pengemis
Gelandangan
Bekas Warga binaan Lembaga Pemasyarakatan
Korban Penyalah Gunaan NAPZA
Keluarga Fakir Miskin
Keluarga Berumah Tidak Layak Huni
Keluarga Bermasalah Sosial Psikologi
Komonitas Adat Terpencil
Korban Bencana Alam
Korban Bencana Sosial atau Pengungsi
Pekerja Migran Terlantar
Orang dengan HIV / AIDS (ODHA)
Keluarga Rentan

Jumlah
99 Orang
686 Orang
37 Orang
358 Orang
665 Orang
14 Orang
66 Orang
15 Orang
14479 Jiwa
1201 KK
42 Orang
2 Orang / Tahun
146 Orang / KK

2.4.3.2. Kemudahan Perijinan


Investasi yang akan masuk ke suatu daerah bergantung kepada daya saing
investasi yang dimiliki oleh daerah yang bersangkutan. Daya saing investasi suatu
daerah tidak terjadi dengan serta merta. Pembentukan daya saing investasi,
berlangsung secara terus-menerus dari waktu ke waktu dan dipengaruhi oleh
banyak faktor, salah satunya kemudahan perijinan.
Kemudahan perijinan adalah proses pengurusan perijinan yang terkait dengan
persoalan investasi relatif sangat mudah dan tidak memerlukan waktu yang lama.
Lama proses perijinan merupakan rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk
memperoleh suatu perijinan (dalam hari). Jenis perijinan yang dianalisis antara lain:
SIUP (Surat Izin Usaha Perdagangan); TDP (Tanda Daftar Perusahaan); IUI (Izin

BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

82

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH

KOTA
KOTAMOBAGU 2013 - 2018

Usaha Industri); TDI (Tanda Daftar Industri); IMB ( Izin Mendirikan Bangunan); dan
HO (Izin Gangguan).

Tabel. 2.72
Lama Proses Perijinan Kota Kotamobagu

1.
2.
3.
4.
5.

SIUP
TDP
IUI
TDI
IMB

Lama
mengurus
(hari)
1(satu)
1(satu)
3 (tiga)

6.

HO

1(satu)

NO

Uraian

Jumlah
persyaratan
(dokumen)
9 (sembilan)
9 (sembilan)
14(empat belas)

9 (sembilan)

Biaya resmi
(rata-rata maks Rph)
Tidak ada biaya
Tidak ada biaya
Perda no 15 2012 tentang retribusi ijin
mendirikan bangunan, Pasal 7 ayat 1
tingkat penggunaan jasa diukur
berdasarkan rumus yang berdasarkan
atas faktor luas bangunan dan
rencana,jumlah tingkat bangunan dan
rencana penggunaan (fungsi)
Luas 0 /20 M2 = Rp. 200.000,Luas 21/40 M2= Rp. 300.000,Luas 41/80 M2= Rp. 500.000,Luas 81/160M2= Rp. 1.000.000,Luas 161 M2 dan seterusnya Rp.
1.500.000.-

Sumber : Kota Kotamobagu dalam Angka, 2013.

2.4.3.3. Pengenaan Pajak Daerah


Jumlah dan macam pajak daerah dan retribusi daerah diukur dengan jumlah dan
macam insentif pajak dan retribusi daerah yang mendukung iklim investasi.
Pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh pribadi atau badan (dalam hal
ini perusahaan) kepada Daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang
berdasarkan perundangundangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai
penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembangunan daerah (sesuai dengan
peraturan perundangan yang berlaku). Contoh pajak daerah yaitu: pajak
penerangan jalan, pajak reklame, dan pajak restoran/hotel.
Retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau
pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh pemerintah
daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan (dalam hal ini perusahaan).
Contoh retribusi daerah yaitu: retribusi sewa tempat di pasar milik pemda, retribusi
kebersihan di pasar milik pemda, retribusi parkir di tepi jalan umum yang disediakan
oleh pemda, dan retribusi sejenis lainnya.
Tabel .2.73
BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

83

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH

KOTA
KOTAMOBAGU 2013 - 2018

Jumlah dan Macam Insentif Pajak dan Retribusi Daerah


Yang Mendukung Iklim Investasi Kota Kotamobagu
NO

Uraian

(2008)

(2009)

(2010)

(2011)

(2012)**)

155.435.
925

1.710.20
5.729

2.112.46
9.416

2.929.18
9.427

4.804.086
.319

2.125.43
2.804

1.927.35
4.916

1.501.483
.926

1.

Jumlah Pajak yang dimasukkan

2.

Jumlah Insentif Pajak yang


mendukung iklim investasi

3.

Jumlah Retribusi yang


dikeluarkan

4.

Jumlah Retribusi yang


mendukung iklim investasi

901.728.
235

1.962.52
9.215

Sumber : Kota Kotamobagu dalam Angka, 2013

2.4.3.4. Peraturan Daerah yang Mendukung Iklim Usaha


Perda merupakan sebuah instrumen kebijakan daerah yang sifatnya formal, melalui
perda inilah dapat diindikasikan adanya insentif maupun disinsentif sebuah
kebijakan di daerah terhadap aktivitas perekonomian. Perda yang mendukung iklim
usaha dibatasi yaitu perda terkait dengan perizinan, perda terkait dengan lalu lintas
barang dan jasa, serta perda terkait dengan ketenagakerjaan.
Tabel. 2.74
Jumlah Perda Yang Mendukung Iklim Usaha di Kota Kotamobagu
N
O

Uraian

(2009)

(2010)

(2011)

(2012)

(2013)**
)

1.

Jumlah Perda terkait perijinan

2.

Jumlah Perda terkait lalu lintas


barang dan jasa

3.

Jumlah Perda terkait


ketenagakerjaan

Sumber : Kota Kotamobagu dalam Angka, 2013

2.4.4. Fokus Sumber Daya Manusia


Peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan kunci keberhasilan
pembangunan nasional dan daerah. Hal ini dapat disadari oleh karena manusia
sebagai subyek dan obyek dalam pembangunan. Mengingat hal tersebut, maka
pembangunan SDM diarahkan agar benar-benar mampu dan memiliki etos kerja
yang produktif, terampil, kreatif, disiplin dan profesional. Disamping itu juga mampu
memanfaatkan, mengembangkan dan menguasai ilmu dan teknologi yang inovatif
dalam rangka memacu pelaksanaan pembangunan nasional.
Kualitas sumberdaya manusia juga memiliki peranan penting dalam meningkatkan
daya saing daerah dan perkembangan investasi di daerah. Indikator kualitas
sumberdaya manusia dalam rangka peningkatan daya saing daerah dapat dilihat
dari kualitas tenaga kerja dan tingkat ketergantungan penduduk untuk melihat
sejauhmana beban ketergantungan penduduk.

BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

84

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH

KOTA
KOTAMOBAGU 2013 - 2018

2.4.4.1. Kualitas Tenaga Kerja


Salah satu faktor penting yang tidak dapat diabaikan dalam kerangka pembangunan
daerah adalah menyangkut kualitas sumber daya manusia (SDM), dan Jumlah umur
yang produktif Kualitas SDM ini berkaitan erat dengan kualitas tenaga kerja yang
tersedia untuk mengisi kesempatan kerja di dalam negeri dan di luar negeri.
Kualitas tenaga kerja di suatu wilayah sangat ditentukan oleh tingkat pendidikan.
Artinya semakin tinggi tingkat pendidikan yang ditamatkan penduduk suatu wilayah
maka semakin baik kualitas tenaga kerjanya. Kualitas tenaga kerja pada suatu
daerah dapat dilihat dari tingkat pendidikan penduduk yang telah menyelesaiakan
S1, S2 dan S3.

Tabel 2.75
Jumlah Penduduk Berdasarkan kelompok Berdasarkan Kelompok Usia
Kota Kotamobagu Tahun 2013
NO
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16

PENDUDUK BERDASARKAN KELOMPOK USIA


Umur 0-4 Tahun
Umur 5-9 Tahun
Umur 10-14 Tahun
Umur 15-19 Tahun
Umur 20-24 Tahun
Umur 25-29 Tahun
Umur 30-34 Tahun
Umur 35-39 Tahun
Umur 40-44 Tahun
Umur 45-49 Tahun
Umur 50-54 Tahun
Umur 55-59 Tahun
Umur 60-64 Tahun
Umur 65-69 Tahun
Umur 70-74 Tahun
Umur >74 Tahun

JUMLAH
5.920
11.542
12.868
11.209
11.272
10.542
12.319
11.434
10.544
9.504
7.393
6.064
4.123
2.274
1.706
2.274

Sumber: Catatan Sipil Kota Kotamobagu Tahun 2013


Berdasarkan kelompok umur ternyata penduduk yang berusia 10 14 Tahun
mendominasi diikuti yang berusia 30 34 Tahun. Namun Penduduk yang berusia 70
74 Tahun memiliki jumlah terendah dari komposisi penduduk yang ada di Kota
Kotamobagu.

Tabel 2.76
Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok Berdasarkan Usia Sekolah
Kota Kotamobagu Tahun 2013
NO

PENDUDUK BERDASARKAN USIA

BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

85

JUMLAH

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH

1
2
3
4
5

KOTA
KOTAMOBAGU 2013 - 2018

Pra Sekolah
SD/Sederajat
SLTP/Sederajat
SLTA/Sederajat
Perguruan Tinggi

10.138
15.389
7.001
6.626
92.312

Jika dilihat dari kelompok usia sekolah tampak bahwa yang terbesar adalah
penduduk yang berdasarkan usia sekolah tingkat perguruan tinggi.

Tabel 2.77
Jumlah Penduduk Berdasarkan Pendidikan Akhir
Kota Kotamobagu Tahun 2013
NO
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

PENDIDIKAN AKHIR
Belum Sekolah
Tidak Tamat SD
Tamat SD
SLTP
SLTA
Diploma II
Diploma III
Strata I
Strata II
Strata III

JUMLAH
20.065
16.348
25.570
24.404
35.607
706
1.7729
6.709
311
18

Jika dilihat dari pendidikan akhir yang ditamatkan maka yang paling banyak adalah
lulusan SLTA di ikuti lulusan SLTP.
2.4.4.2. Persentase Rumah Tangga Yang Memiliki Listrik, Telepon, Telepon
Seluler, dan Internet
Penyediaan tenaga listrik bertujuan untuk meningkatkan perekonomian serta
memajukan kesejahteraan masyarakat. Bila tenaga listrik telah dicapai pada suatu
daerah atau wilayah maka kegiatan ekonomi dan kesejateraan pada daerah
tersebut dapat meningkat. Untuk mewujudkan hal tersebut maka Pemerintah
Daerah berkewajiban untuk melistriki masyarakat tidak mampu dan daerah
terpencil. Indikator yang digunakan untuk melihat pencapaian sasaran pemerintah
daerah tersebut adalah persentase rumah tangga yang menggunakan listrik.
Persentase rumah tangga yang menggunakan listrik merupakan proporsi jumlah
rumah tangga yang menggunakan listrik sebagai daya penerangan terhadap jumlah
rumah tangga, sebagai berikut :

BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

86

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH

KOTA
KOTAMOBAGU 2013 - 2018

Tabel. 2.78
Persentase Rumah Tangga yang Menggunakan Listrik Kota Kotamobagu
No

Uraian

2008

2009

2010

2011

2012

RT daya 450 watt

60,519

63,911

RT daya 900 watt

21,278

22,700

RT daya 1,300

3,205

3,735

RT daya 2,200

786

975

RT daya > 2,200 watt

131

146

Total Jumlah
Pelanggaran RT

76,203

77,401

82,015

85,919

91,467

Jumlah RT

Rasio Elektrifikasi

131,766

Sumber : PLN Cabang Kotamobagu,2014

Jumlah rumahtangga yang menggunakan listrik terus meningkat dengan


penggunaan daya 450 watt yang paling banyak mencapai 63.911 rumahtangga
sedangkan yang menggunakan daya > 2.200 watt hanya mencapai 146
rumahtangga. Rasio ketersediaan daya listrik adalah perbandingan daya listrik
terpasang terhadap jumlah kebutuhan.
Tabel. 2.79
Rasio Ketersediaan Listrik di Kota Kotamobagu
N
o
1

2
3
4

Uraian

Satuan

2008

2009

2010

2011

2012

GWH
GWH
GWH
GWH
GWH
%
%
%

6.91
5.02
0.80
0.87
0.22
7.02
0.06
7.08

8.05
5.41
1.44
0.93
0.27
7.20
0.06
7.26

8.67
6.65
1.05
1.13
0.24
6.73
0.06
6.79

9.78
7.30
1.10
1.17
0.21
8.22
0.06
8.28

10.48
8.05
1.00
1.22
0.21
7.47
0.06
7.53

Kebutuhan (penjualan)
RT
Komersial
Public
industri
Susut dan Losses (D)
Susut Pemakaian Sendiri
Total Susut dan Losses

BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

87

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH

5
6
7
8

Faktor dan Beban


%
Produksi
GWH
Beban Puncak
MW
Kapasitas Terpasang
MW
(Existing)
9 Cummulate Commited
MW
Projejcts
10 Total Kapasitas Sistem
MW
11 Daya yang dibutuhkan
MW
Sumber : PLN Cabang Kotamobagu,2014

KOTA
KOTAMOBAGU 2013 - 2018

53.560

52.20

50.70

51.00

53.10

22.90

23.73

25.42
17.40

26.64
17.40

30.45
17.40

20.40

20.40

20.40

Peningkatan daya saing daerah dapat dilihat dari perkembangan teknologi


komunikasi dan informasi yang terjadi pada suatu daerah. Salah satu indikator
dalam melihat perkembangan teknologi komunikasi adalah dengan melihat
seberapa banyak penduduk suatu daerah telah memiliki perangkat komunikasi
berupa hand-phone (HP) dan telepon rumah biasa.
Tabel.2.80
Persentase Rumah Tangga (RT) yang Menggunakan HP/Telepon
Kota Kotamobagu
No
1.
2.
3.
4.
5.

Uraian
Penduduk yang memiliki HP
Penduduk yang memiliki
telepon PSTN
Total Jumlah penduduk yang
memiliki HP/Telepon (1) + (2)
Jumlah penduduk
Persentase penduduk yang
menggunakan HP/Telepon
(3)/(4)

BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

2008
57.136

2009
63.247

2010
68.379

2011
78.526

2012
83.411

149

137

133

129

127

57.285

63.384

68.512

78.655

83.538

109.841

114.980

119.964

122.109

127.270

52,1 %

55,1%

57,1%

64,4%

65,6%

88

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH

KOTA
KOTAMOBAGU 2013 - 2018

Tabel. 2.81
Hasil Analisis Gambaran Umum Kondisi Daerah
Terhadap Capaian Kinerja Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan
Kota Kotamobagu

No

Aspek/Fokus/Bidang
Urusan/ Indikator
Kinerja Pembangunan
Daerah

Capaian kinerja
Tahun
2008

Tahun
2009

Tahun
2010

Tahun
2011

Tahun
2012

7,55

Standar

Interpretasi
belum
tercapai (<)
sesuai (=)
melampaui
(>)

KESEJAHTERAAN
MASYARAKAT
Kesejahteraan dan
Pemerataan Ekonomi

1.1.

OtDa, Pemerintahan
Umum, Administrasi
keuangan daerah,
Perangkat Daerah,
Kepegawaian dan
Persandian

1.1

Pertumbuhan PDRB

7,61

7,88

7,42

7.05

1.2

Laju inflasi

9,71

2,31

6,28

0,67

1.3

PDRB per kapita

1.4

Indeks Pembangunan
Manusia (IPM)

75,03

75,53

76,03

76,68

77,42

(=)

1.5

Persentase Penduduk
Miskin

7,60

7,16

7,37

6,64

5,85

(<)

1.6

Indeks Daya Beli

636,52

(<)

1.7

Kesejahteraan Sosial

(<)
(<)

7.132.741,01 8.096.873,17 9.248.524,09 10.349.650,51 11.608.942,0

(<)

PENDIDIKAN

2.1

Angka melek huruf

99,52

99,49

99,01

99,66

(<)

2.2

Angka rata-rata lama


sekolah

9,00

9,12

9,14

9,53

(<)

2.3

Angka Partisipasi
Murni SD/MI

90,21

91,95

91,69

92,29

2.4

Angka Partisipasi
Murni SMP/MTs

64,32

65,47

61,40

68,86

2.5

Angka Partisipasi
Murni SMA/MA/SMK

56,91

48,09

63,99

8,85

BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

89

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH

No

Aspek/Fokus/Bidang
Urusan/ Indikator
Kinerja Pembangunan
Daerah

2.6

KOTA
KOTAMOBAGU 2013 - 2018

Capaian kinerja
Tahun
2010

Tahun
2011

Tahun
2012

Angka Partisipasi
Kasar SD/MI

119,72

111,99

102,07

2.7

Angka Partisipasi
Kasar SMP/MTs

83,58

82,20

89,76

2.8

Angka Partisipasi
Kasar SMA/MA/SMK

76,50

79,78

86,78

71,58

71,80

71,96

72,12

3
3.1
I

Tahun
2008

Tahun
2009

KESEHATAN
Angka Usia Harapan
Hidup

71,35

PELAYANAN UMUM
PELAYANAN
URUSAN WAJIB

1.1

PENDIDIKAN

1.2

Pendidikan dasar

1.3

Angka partisipasi
sekolah (7-12 Thn)

98,11

97,35

99,19

99,46

1.4

Angka partisipasi
sekolah (13-15 Thn)

92,01

93,47

90,11

96,30

1.5

Angka partisipasi
sekolah (16-18 Thn)

58,30

63,89

59,66

68,25

1.6

Rasio ketersediaan
sekolah/penduduk usia
sekolah (SD)

41,00

36,26

35,48

53,22

1.7

Rasio Guru/murid (SD)

45,86

58,09

59,51

47,61

1.8

Pendidikan menengah

1.9

Angka partisipasi
sekolah

Rasio ketersediaan
sekolah terhadap
1.10
penduduk usia sekolah
(SMP/MTs)

8,86

7,46

7,40

21,87

Rasio ketersediaan
sekolah terhadap
1.11
penduduk usia sekolah
(SMA/MA/SMK)

19,22

19,68

20,85

24,67

1.12

Rasio Guru/murid
(SMP/MTs)

44,06

65,44

61,53

48,99

1.13

Rasio Guru/murid
(SMA/MA/SMK)

36,97

68,97

70,66

40,76

2.1

KESEHATAN

2.2

Rasio posyandu per


satuan balita

2.3

Rasio puskesmas,
poliklinik, pustu per
satuan penduduk

2.4

Jumlah Kematian Bayi

6,72

2,2

5,1

5,5

2.5

Jumlah Kematian Bayi


Usia dibawah 1 Tahun

12

10

11

2.6

Jumlah Kelahiran
Hidup Bayi

1.829

1.829

1.947

1.999

BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

90

Standar

Interpretasi
belum
tercapai (<)
sesuai (=)
melampaui
(>)

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH

No

Aspek/Fokus/Bidang
Urusan/ Indikator
Kinerja Pembangunan
Daerah

2.7
2.8

Capaian kinerja
Tahun
2009

Tahun
2010

Tahun
2011

Tahun
2012

Angka
keberlangsungan
hidup bayi (AKHB)

993,3

997,8

994,9

994,5

Balita gizi buruk

0,12

0,10

0,15

0,15

283,47

220,77

284,180

36,50

39,17

37,72

35,67

1.359

1.504

1.696

1.315

1.505

PEKERJAAN UMUM

PENATAAN RUANG

PERHUBUNGAN

LINGKUNGAN HIDUP

PERTANAHAN

KEPENDUDUKAN

8.1

Rasio Ketergantungan
untuk usia tidak
produktif

8.2

Keluarga Berencana
dan Keluarga
Sejahtera

KOTA
KOTAMOBAGU 2013 - 2018

Tahun
2008

SOSIAL

9.1

Angka Kriminalitas

9.2

Tenaga Kerja

9.3

Persentase Jumlah
Angkatan Kerja
dibandingkan jumlah
Penduduk

0,909

0,906

0,924

0,899

9.4

Rasio daya serap


tenaga Kerja

49.265

49.602

44.106

44.622

48.720

10

KOPERASI DAN UKM

10.1 Jumlah Koperasi

237

237

237

237

10.2 Jumlah Koperasi Aktif

69

74

77

137

Persentase Koperasi
Aktif

29,11

31,22

32,49

57,81

10.4 Jumlah Seluruh UKM

2.894

3.044

3.100

3.123

106

106

106

107

2.788

2.938

2.994

3.016

10.3

Jumlah UKM
10.5
BPR/LKM
106

Jumlah UKM non


BPR/LKM

11

PENANAMAN MODAL

12

KEBUDAYAAN

13

KEPEMUDAAN dan
OLAHRAGA

14

KESATUAN BANGSA
dan POLITIK DALAM
NEGERI

15

OTDA,
PEMERINTAHAN
UMUM dan
ADMINISTRASI
KEUANGAN DAERAH

16

PEMBERDAYAAN
MASYARAKAT
PERKOTAAN dan

BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

91

Standar

Interpretasi
belum
tercapai (<)
sesuai (=)
melampaui
(>)

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH

No

Aspek/Fokus/Bidang
Urusan/ Indikator
Kinerja Pembangunan
Daerah

KOTA
KOTAMOBAGU 2013 - 2018

Capaian kinerja
Tahun
2008

Tahun
2009

Tahun
2010

Tahun
2011

Tahun
2012

52,1 %

55,1%

57,1%

64,4%

65,6%

PERDESAAN
17

STATISTIK

18

KEARSIPAN

19

KOMUNIKASI dan
INFORMATIKA

20

PERPUSTAKAAN

21

PELAYANAN
URUSAN PILIHAN

22

PERTANIAN

Produktivitas padi atau


bahan pangan utama
22.1
lokal lainnya per
hektar
Kontribusi sektor
22.2 pertanian terhadap
PDRB
23

2.

KEHUTANAN

23.1

Rehabilitasi hutan dan


lahan kritis

23.2

Kerusakan Kawasan
Hutan

24

ENERGI dan
SUMBER DAYA
MINERAL

25

PARIWISATA

26

KELAUTAN dan
PERIKANAN

27

PERDAGANGAN

28

ASPEK DAYA SAING


DAERAH

29

Kemampuan Ekonomi

30

Otonomi Daerah,
Pemerintahan Umum,
Administrasi keuangan
daerah, Perangkat
Daerah, Kepegawaian
dan Persandian

31

Pengeluaran konsumsi
Makanan rumah
tangga per kapita

300.684,98

306.394,07

336.674,54

32

Pengeluaran konsumsi
non Makanan pangan
perkapita

243.603,50

310.873,94

424.791,20

33

Jumlah Pengeluaran
Konsumsi Makanan
dan Non Makanan
Rumah tangga Per
Kapita

544.288,47

617.268,00

761.465,74

34

Produktivitas total
daerah

35

PERTANIAN

BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

92

Standar

Interpretasi
belum
tercapai (<)
sesuai (=)
melampaui
(>)

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH

No

Aspek/Fokus/Bidang
Urusan/ Indikator
Kinerja Pembangunan
Daerah

35.1 Nilai tukar petani


Rasio Ketersediaan
35.2 Daya Listrik Rumah
Tangga

KOTA
KOTAMOBAGU 2013 - 2018

Capaian kinerja
Tahun
2008

Tahun
2009

Tahun
2010

Tahun
2011

Tahun
2012

101,33

101,03

101,21

103,22

101,47

5,02

5,41

6,65

7,30

8,05

35.3

Rasio Ketersediaan
Daya Listrik Komersial

0,80

1,44

1,05

1,10

1,00

35.4

Rasio Ketersediaan
Daya Listrik Publik

0,87

0,93

1,13

1,17

1,22

35.5

Rasio Ketersediaan
Daya Listrik Industri

0,22

0,27

0,24

0,21

0,21

35.6

Fasilitas
Wilayah/Infrastuktur
0,017

0,015

36

PERHUBUNGAN

36.1

Rasio panjang jalan


per jumlah kendaraan

36.2

Jumlah orang yang


terangkut Terminal

5.880

4.840

5.080

5.300

5.560

36.3

Jumlah barang yang


terangkut Terminal

5.420

4.660

4.940

5.120

5.060

37

PENATAAN RUANG

37.1

Ketaatan terhadap
RTRW

37.2 Luas wilayah produktif

BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

93

Standar

Interpretasi
belum
tercapai (<)
sesuai (=)
melampaui
(>)

Anda mungkin juga menyukai