Pengertian Belajar
Belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan individu secara sadar
untuk memperoleh perubahan tingkah laku tertentu baik yang dapat diamati
secara langsung maupun yang tidak dapat diamati secara langsung sebagai
pengalaman (latihan) dalam interaksinya dengan lingkungan.
Di bawah ini disampaikan tentang pengertian belajar dari para ahli :
Moh. Surya (1997) : belajar dapat diartikan sebagai suatu proses yang dilakukan
oleh individu untuk memperoleh perubahan perilaku baru secara keseluruhan,
sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam berinteraksi dengan
lingkungannya.
Witherington (1952) : belajar merupakan perubahan dalam kepribadian yang
dimanifestasikan sebagai pola-pola respons yang baru berbentuk keterampilan,
sikap, kebiasaan, pengetahuan dan kecakapan.
Crow & Crow dan (1958) : belajar adalah diperolehnya kebiasaan-kebiasaan,
pengetahuan dan sikap baru.
Hilgard (1962) : belajar adalah proses dimana suatu perilaku muncul perilaku
muncul atau berubah karena adanya respons terhadap sesuatu situasi
Di Vesta dan Thompson (1970) : belajar adalah perubahan perilaku yang relatif
menetap sebagai hasil dari pengalaman.
Gage & Berliner : belajar adalah suatu proses perubahan perilaku yang yang
muncul karena pengalaman.
Dari beberapa pengertian belajar tersebut diatas, kata kunci dari belajar adalah
perubahan perilaku. Dalam hal ini, Moh Surya (1997) mengemukakan ciri-ciri dari
perubahan perilaku, yaitu :
1.
Perubahan perilaku yang terjadi merupakan usaha sadar dan disengaja dari
individu yang bersangkutan. Begitu juga dengan hasil-hasilnya, individu yang
bersangkutan menyadari bahwa dalam dirinya telah terjadi perubahan, misalnya
pengetahuannya semakin bertambah atau keterampilannya semakin meningkat,
dibandingkan sebelum dia mengikuti suatu proses belajar. Misalnya, seorang
mahasiswa sedang belajar tentang psikologi pendidikan. Dia menyadari bahwa
dia sedang berusaha mempelajari tentang Psikologi Pendidikan. Begitu juga,
setelah belajar Psikologi Pendidikan dia menyadari bahwa dalam dirinya telah
terjadi perubahan perilaku, dengan memperoleh sejumlah pengetahuan, sikap
dan keterampilan yang berhubungan dengan Psikologi Pendidikan.
2.
Perubahan perilaku yang diperoleh dari proses belajar cenderung menetap dan
menjadi bagian yang melekat dalam dirinya. Misalnya, mahasiswa belajar
mengoperasikan komputer, maka penguasaan keterampilan mengoperasikan
komputer tersebut akan menetap dan melekat dalam diri mahasiswa tersebut.
7.
Individu melakukan kegiatan belajar pasti ada tujuan yang ingin dicapai, baik
tujuan jangka pendek, jangka menengah maupun jangka panjang. Misalnya,
seorang mahasiswa belajar psikologi pendidikan, tujuan yang ingin dicapai dalam
panjang pendek mungkin dia ingin memperoleh pengetahuan, sikap dan
Teori Balajar
Jika menelaah literatur psikologi, kita akan menemukan banyak teori belajar
yang bersumber dari aliran-aliran psikologi. Dalam tautan di bawah ini akan
dikemukakan empat jenis teori belajar, yaitu:
A.Teori Behaviorisme
Behaviorisme merupakan salah aliran psikologi yang memandang individu hanya
dari sisi fenomena jasmaniah, dan mengabaikan aspek aspek mental. Dengan
kata lain, behaviorisme tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat dan
perasaan individu dalam suatu belajar. Peristiwa belajar semata-mata melatih
refleks-refleks sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan yang dikuasai
individu. Beberapa hukum belajar yang dihasilkan dari pendekatan behaviorisme
ini, diantaranya :
1. Connectionism ( S-R Bond) menurut Thorndike.
Dari eksperimen yang dilakukan Thorndike terhadap kucing menghasilkan
hukum-hukum belajar, diantaranya:
1.
Law of Effect; artinya bahwa jika sebuah respons menghasilkan efek yang
memuaskan, maka hubungan Stimulus - Respons akan semakin kuat. Sebaliknya,
semakin tidak memuaskan efek yang dicapai respons, maka semakin lemah pula
hubunganyang terjadi antara Stimulus- Respons.
2.
Law of Readiness; artinya bahwa kesiapan mengacu pada asumsi bahwa
kepuasan organisme itu berasal dari pemdayagunaan satuan pengantar
(conduction unit), dimana unit-unit ini menimbulkan kecenderungan yang
mendorong organisme untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu.
3.
Law of Exercise; artinya bahwa hubungan antara Stimulus dengan Respons
akan semakin bertambah erat, jika sering dilatih dan akan semakin berkurang
apabila jarang atau tidak dilatih.
Dari eksperimen yang dilakukan B.F. Skinner terhadap tikus dan selanjutnya
terhadap burung merpati menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :
1.
Law of operant conditining yaitu jika timbulnya perilaku diiringi dengan
stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan meningkat.
2.
Law of operant extinction yaitu jika timbulnya perilaku operant telah
diperkuat melalui proses conditioning itu tidak diiringi stimulus penguat, maka
kekuatan perilaku tersebut akan menurun bahkan musnah.
3.
Reber (Muhibin Syah, 2003) menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan
operant adalah sejumlah perilaku yang membawa efek yang sama terhadap
lingkungan. Respons dalam operant conditioning terjadi tanpa didahului oleh
stimulus, melainkan oleh efek yang ditimbulkan oleh reinforcer. Reinforcer itu
sendiri pada dasarnya adalah stimulus yang meningkatkan kemungkinan
timbulnya sejumlah respons tertentu, namun tidak sengaja diadakan sebagai
pasangan stimulus lainnya seperti dalam classical conditioning.
4.
Teori belajar sosial atau disebut juga teori observational learning adalah sebuah
teori belajar yang relatif masih baru dibandingkan dengan teori-teori belajar
lainnya. Berbeda dengan penganut Behaviorisme lainnya, Bandura memandang
Perilaku individu tidak semata-mata refleks otomatis atas stimulus (S-R Bond),
melainkan juga akibat reaksi yang timbul sebagai hasil interaksi antara
lingkungan dengan skema kognitif individu itu sendiri. Prinsip dasar belajar
menurut teori ini, bahwa yang dipelajari individu terutama dalam belajar sosial
dan moral terjadi melalui peniruan (imitation) dan penyajian contoh perilaku
(modeling). Teori ini juga masih memandang pentingnya conditioning. Melalui
pemberian reward dan punishment, seorang individu akan berfikir dan
memutuskan perilaku sosial mana yang perlu dilakukan.
Sebetulnya masih banyak tokoh-tokoh lain yang mengembangkan teori belajar
behavioristik ini, seperti : Watson yang menghasilkan prinsip kekerapan dan
prinsip kebaruan, Guthrie dengan teorinya yang disebut Contiguity Theory yang
menghasilkan Metode Ambang (the treshold method), metode meletihkan (The
Fatigue Method) dan Metode rangsangan tak serasi (The Incompatible Response
Method), Miller dan Dollard dengan teori pengurangan dorongan.
B.Teori Belajar Kognitif menurut Piaget
Piaget merupakan salah seorang tokoh yang disebut-sebut sebagai pelopor
aliran konstruktivisme. Salah satu sumbangan pemikirannya yang banyak
digunakan sebagai rujukan untuk memahami perkembangan kognitif individu
yaitu teori tentang tahapan perkembangan individu. Menurut Piaget bahwa
perkembangan kognitif individu meliputi empat tahap yaitu : (1) sensory motor;
(2) pre operational; (3) concrete operational dan (4) formal operational.
Pemikiran lain dari Piaget tentang proses rekonstruksi pengetahuan individu
yaitu asimilasi dan akomodasi. James Atherton (2005) menyebutkan bahwa
asisimilasi adalah the process by which a person takes material into their mind
from the environment, which may mean changing the evidence of their senses to
make it fit dan akomodasi adalah the difference made to ones mind or
concepts by the process of assimilation
Dikemukakannya pula, bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan
dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya
diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang
ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan
tilikan dari guru. Guru hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada
peserta didik agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan
menemukan berbagai hal dari lingkungan.
Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran adalah :
1. Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena
itu guru mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara
berfikir anak.
4.
Arah bersama (common direction); bahwa unsur-unsur bidang pengamatan
yang berada dalam arah yang sama cenderung akan dipersepsi sebagi suatu
figure atau bentuk tertentu.
5.
Kesederhanaan (simplicity); bahwa orang cenderung menata bidang
pengamatannya bentuk yang sederhana, penampilan reguler dan cenderung
membentuk keseluruhan yang baik berdasarkan susunan simetris dan
keteraturan; dan
6.
Ketertutupan (closure) bahwa orang cenderung akan mengisi kekosongan
suatu pola obyek atau pengamatan yang tidak lengkap.
Terdapat empat asumsi yang mendasari pandangan Gestalt, yaitu:
Perilaku Molar hendaknya banyak dipelajari dibandingkan dengan perilaku
Molecular. Perilaku Molecular adalah perilaku dalam bentuk kontraksi otot
atau keluarnya kelenjar, sedangkan perilaku Molar adalah perilaku dalam
keterkaitan dengan lingkungan luar. Berlari, berjalan, mengikuti kuliah, bermain
sepakbola adalah beberapa perilaku Molar. Perilaku Molar lebih mempunyai
makna dibanding dengan perilaku Molecular.
Hal yang penting dalam mempelajari perilaku ialah membedakan antara
lingkungan geografis dengan lingkungan behavioral. Lingkungan geografis
adalah lingkungan yang sebenarnya ada, sedangkan lingkungan behavioral
merujuk pada sesuatu yang nampak. Misalnya, gunung yang nampak dari jauh
seolah-olah sesuatu yang indah. (lingkungan behavioral), padahal kenyataannya
merupakan suatu lingkungan yang penuh dengan hutan yang lebat (lingkungan
geografis).
Organisme tidak mereaksi terhadap rangsangan lokal atau unsur atau suatu
bagian peristiwa, akan tetapi mereaksi terhadap keseluruhan obyek atau
peristiwa. Misalnya, adanya penamaan kumpulan bintang, seperti : sagitarius,
virgo, pisces, gemini dan sebagainya adalah contoh dari prinsip ini. Contoh lain,
gumpalan awan tampak seperti gunung atau binatang tertentu.
Pemberian makna terhadap suatu rangsangan sensoris adalah merupakan suatu
proses yang dinamis dan bukan sebagai suatu reaksi yang statis. Proses
pengamatan merupakan suatu proses yang dinamis dalam memberikan tafsiran
terhadap rangsangan yang diterima.
Transfer dalam Belajar; yaitu pemindahan pola-pola perilaku dalam situasi
pembelajaran tertentu ke situasi lain. Menurut pandangan Gestalt, transfer
belajar terjadi dengan jalan melepaskan pengertian obyek dari suatu konfigurasi
dalam situasi tertentu untuk kemudian menempatkan dalam situasi konfigurasi
lain dalam tata-susunan yang tepat. Judd menekankan pentingnya penangkapan
prinsip-prinsip pokok yang luas dalam pembelajaran dan kemudian menyusun
ketentuan-ketentuan umum (generalisasi). Transfer belajar akan terjadi apabila
peserta didik telah menangkap prinsip-prinsip pokok dari suatu persoalan dan
menemukan generalisasi untuk kemudian digunakan dalam memecahkan
masalah dalam situasi lain. Oleh karena itu, guru hendaknya dapat membantu
C.
Proses Belajar
Proses adalah kata yang berasal dari bahasa latin processus yang berarti
berjalan ke depan. Kata ini mempunyai konotasi urutan langkah atau kemajuan
yang mengarah pada suatu sasaran atau tujuan. Menurut Chaplin (1972), proses
vadalah: Any change in any object or organism, particulary a behaioral or
psychological change (Proses adalah suatu perubahan khususnya yang
menyangkut perubahan tingkah laku atau perubahan kejiwaan). Dalam psikologi
belajar, proses berarti cara-cara atau langkah-langkah khusus yang dengannya
beberapa perubahan ditimbulkan hingga tercapainya hasil-hasil tertentu (Reber,
1988).
Karena Belajar Itu Merupakan Aktivitas Yang Berproses, Sudah Tentu Didalamnya
Terjadi Perubahan-Perubahan Yang Bertahap. Perubahan-Perubahan Tersebut
Timbul Melalui Tahap-Tahap Yang Antara Satu Dengan Lainnya Bertalian Secara
Berurutan Dan Fungsional. Menurut Burner, Salah Seorang Penentang Teori S-R
Bond Yang Terbilang Vokal (Barlow, 1985), Dalam Proses Pembelajaran Siswa
Menempuh Tiga Episode/ Tahap, Yaitu: 1) Tahap Informasi (Tahap Penerimaan
Materi); 2) Tahap Transformasi (Tahap Pengubahan Materi); 3) Tahap Evaluasi
(Tahap Penialain Meteri)
Dalam Tahap Informasi, Seorang Siswa Yang Sedang Belajar Memperoleh
Sejumlah Keterangan Mengenai Materi Yang Sedang Dipelajari. Di Antara
Informasi Yang Diperoleh Itu Ada Yang Sama Sekali Baru Dan Berdiri Sendiri, Ada
Pula Yang Berfungsi Menambah, Memperhalus, Dan Memperdalam Pengeahuan
Yang Sebelumnya Telah Dimiliki. Dalam Tahap Transformasi, Informasi Yang Telah
Diperoleh Itu Dianalisis, Diubah, Atau Ditransformasikan Menjadi Bentuk Yang
Abstrak Atau Konseptual Supaya Kelak Pada Gilirannya Dapat Dimanfaatkan Bagi
Hal-Hal Yang Lebih Luas. Bagi Siswa Pemula, Tahap Ini Akan Berlangsung Sulit
Apabila Tidak Disertai Dengan Bimbingan Anda Selaku Guru Yang Diharapkan
Kompeten Dalam Mentransfer Strategi Kognitif Yang Tepat Untuk
Melakukan Pembelajaran Tertentu. Dalam Tahap Evaluasi, Seorang Siswa Menilai
Sendiri Sampai Sejauh Mana Informasi Yang Telah Ditransfornasikan Tadi Dapat
Dimanfaatkan Untuk Memahami Gejala Atau Memecahkan Masalah Yang
Dihadapi. Tak Ada Penjelasan Rinci Mengenai Sara Evaluasi Ini, Tetapi Agaknya
Analogdengan Peristiwa Retrieval Untuk Merespons Lngkungan Yang Sedang
Dihadapi.
D. Jenis-Jenis Belajar
Walaupun belajar dikatakan berubah, namun untuk mendapatkan perubahan itu
bermacam-macam caranya. Setiap perbuatan belajar mempunyai cirri-ciri
masing-masing. Para ahli dengan melihat ciri-ciri yang ada di dalamnya,
mencoba membagi jenis-jenis belajar ini, disebabkan sudut pandang. Oleh
karena itu, sampai saat ini belum ada kesepakatan atau keragaman dalam
merumuskannya. A. De Block misalnya berbeda dengan C. Van Parreren dalam
merumuskan sistematika jenis-jnis belajar. Demikian juga antara rumusan
sistematika jenis-jenis belajar yang dikemukakan oleh C. Van Parreren dengan
Robert M. Gagne.
Jenis-jenis belajar yang diuraikan dalam pembahasan berikut ini merupakan
penggabungan dari pendapat ketiga ahli di atas. Walaupun begitu, dari pendapat
ketiga para ahli di atas, ada jenis-jenis belajar tertentu yang tidak dibahas dalam
kesempatan ini, dengan pertimbangan sifat buku yang dibahas.
Oleh karena itu, jenis-jenis belajar yang diuraikan berikut ini menyangkut
masalah belajar arti kata-kata, belajar kognitif, belajar menghafal, belajar
teoritis, belajar kaedah, belajar konsef/pengertian, belajar keterampilan motorik.
Untuk jelasnya ikutilah uraian berikut.
1. Belajar arti kata-kata
Belajar arti kata-kata maksudnya adalah orang mulai menangkap arti yang
terkandung dalam kata-kata yang digunakan. Pada mulanya suatu kata sudah
dikenal, tetapi belum tahu artinya. Misalnya, pada anak kecil, dia sudah
mengetahui kata kucing atau anjing, tetapi dia belum mengetahui bendanya,
yaitu binatang yang disebutkan dengan kata itu. Namun lam kelamaan dia
mengetahui juga apa arti kata kucing atau anjing,. Dia sudah tahu bahwa
kedua binatang itu berkaki empat dan dapat berlari. Suatu ketika melihat seekor
anjing dan anak tadi menyebutnya kucing. Koreksi dilakukan bahwa itu bukan
kucing, tetapi anjing. Anak itu pun tahu bahwa anjing bertubuh besar dengan
telinga yang cukup panjang, dan kucing itu bertubuh kecil dengan telinga yang
kecil dari pada anjing.
Setiap pelajar atau mahasiswa pasti belajar arti kata-kata tertentu yang belum
diketahui. Tanpa hal ini, maka sukar menggunakannya. Kalau pun dapat
menggunakannya, tidak urung ditemukan kesalahan penggunaan. Mengerti arti
kata-kata merupakan dasar-dasar terpenting. Orang yang membaca akan
mengalami kesukaran untuk memahami isi bacaan. Karena ide-ide yang terpatri
dalam setiap kata. Dengan kata-kata itulah, para penulis atau pengarang
melukiskan ide-idenya kepada siding pembaca. Oleh karena itu, penguasaan arti
kata-kata adalah penting dalam belajar.
2. Belajar Kognitif
Tak dapat disangkal bahwa belajar kognitif bersentuhan dengan masalah mental.
Objek-objek yang diamati dihadirkan dalam diri seseorang melalui tanggapan,
gagasan, atau lambang yang merupakan sesuatu bersifat mental. Misalnya,
seseorang menceritakan hasil perjalanannya berupa pengalamannya kepada
temuannya. Ketika dia menceritakan pengalamannya selama dalam perjalanan,
dia tidak tidak dapat menghadirrkan objek-objek yang pernah dilihatnya selama
dalam perjalanan itu di hadapan temannya itu, dia hanya dapat menggambarkan
semua objek itu dalam bentuk kata-kata atau kalimat. Gagasan atau tanggapan
tentang objek-objek yang dilihat itu dituangkan dalam kata-kata atau kalimat
yang disampaikan kepada orang yang mendengarkan ceritanya.
Bila tanggapan berupa objek-objek materiil dan tidak materiil telah dimiliki,
maka seseorang telah mempunyai alam pikiran kognitif. Itu berarti semakin
banyak pikiran dan gagasan yang dimiliki seseorang, semakin kaya dan luaslah
alam pikiran kognitif orang itu.
Belajar kognitif penting dalam belajar. Dalam belajar, seseorang tidak bisa
melepaskan diri dari kegiatan belajar kognitif. Mana bisa kegiatan mental tidak
berproses ketika memberikan tanggapan terhadap ojek-objek yang diamati.
Sedangkan belajar itu sendiri adalah proses mental yang bergerak kea rah
perubahan.
3. Belajar Menghafal
Menghafal adalah suatu aktivitas menanamkan suatu materi verbal dalam
ingatan, sehingga nantinya dapat diproduksikan {diingat} kembali secara
harfiah, sesuai dengan materi yang asli, dan menyimpan kesan-kesan yang
nantinya suatu waktu bila diperlukan dapat diingat kembali kealam dasar.
Dalam menghafal, ada beberapa syarat yang perlu diperhatikan, yaitu mengenai
tujuan, pengertian, perhatian, dan ingatan. Efektif tidaknya dalam menghafal
dipengaruhi oleh syarat-syarat tersebut. Menghafal tanpa tujuan menjadi tidak
terarah, menghafal tanpa pengertian menjadi kabur, menghafal tanpa perhatian
adalah kacau, dan menghafal tanpa ingatan adalah sia-sia.
4. Belajar Teoritis
Bentuk belajar ini bertujuan untuk menempatkan semua data dan fakta
{pengetahuan} dalam suatu kerangka organisasi mental, sehingga dapat
difahami dan digunakan untuk memecahkan problem, seperti terjadi dalam
bidang-bidang studi ilmiah. Maka, diciptakan konsep-konsef, relasi-relasi di
antara konsep-konsep dan struktur-struktur hubungan. Missalnya, bujur
sangkar mencakup semua persegi empat; iklim dan cuaca berpengaruh
terhadap pertumbuhan tanaman; tumbuh-tumbuhan dibagi dalam genus dan
species. Sekaligus dikembangkan dalam metode-metode untuk memecahkan
problem-problem secara efektif dan efesien, misalnya dalam penelitian fisika.
5. Belajar Konsep
Konsep atau pengertian adalah satuan arti yang mewakili sejumlah objek yang
mempunyai ciri-ciri yang sama, orang yang memiliki konsep mampu
mengadakan abstraksi terhadap objek-objek yang dihadapinya, sehingga objek
ditempatkan dalam golongan tertentu. Objek-objek dihadirkan dalam kesadaran
orang dalam bentuk repressentasi mental tak berperaga. Konsep sendiri pun
dapat dilambangkan dalam bentuk suatu kata {lambang bahasa}.
Konsep dibedakan atas konsep konkret dan konsep yang harus didefinisikan.
Konsep konkret adalah pengertian yang menunjuk pada objek-objek dalam
lingkungan fisik. Konsep ini mewakili benda tertentu, seperti meja, kursi,
tumbuhan, rumah, mobil, sepeda motor dan sebagainya. Konsep yang
didefinisikan adalah konsep yang mewakili realitas hidup, tetapi tidak langsung
menunjuk pada realitas dalam lingkungan hidup fisik, karena realitas itu tidak
berbadan. Hanya dirasakan adanya melalui proses mental.
6. Belajar Kaidah
Belajar kaidah {rule} termasuk dari jenis belajar kemahiran intelektual
{intellectual skill}, yang dikemukakan oleh Gagne. Belajar kaidah adalah bila dua
konsep atau lebih dihubungkan satu sama lain, terbentuk suatu ketentuan yang
mereprensikan suatu keteraturan. Orang yang telah mempelajari suatu kaidah,
mampu menghubungkan beberapa konsep. Misalnya, seseorang berkata, besi
dipanaskan memuai, karena seseorang telah menguasai konsep dasar
mengenai besi, dipanaskan dan memuai, dan dapat menentukan adanya
suatu relasi yang tetap antara ketiga konsep dasar itu {besi, dipanaskan, dan
memuai}, maka dia dengan yakin mengatakan bahwa besi dipanaskan
memuai.
Perhatian
Tentulah dapat diterima bahwa subjek didik yang memberikan perhatian intensif
dalam belajar akan memetik hasil yang lebih baik. Perhatian intensif ditandai
oleh besarnya kesadaran yang menyertai aktivitas belajar. Perhatian intensif
subjek didik ini dapat dieksloatasi sedemikian rupa melalui strategi pembelajaran
tertentu, seperti menyediakan material pembelajaran yang sesuai dengan
kebutuhan subjek didik, menyajikan material pembelajaran dengan teknik-teknik
yang bervariasi dan kreatif, seperti bermain peran (role playing), debat dan
sebagainya.
Strategi pemebelajaran seperti ini juga dapat memancing perhatian yang
spontan dari subjek didik. Perhatian yang spontan dimaksudkan adalah perhatian
yang tidak disengaja, alamiah, yang muncul dari dorongan-dorongan instingtif
untuk mengetahui sesuatu, seperti kecendrungan untuk mengetahui apa yang
terjadi di sebalik keributan di samping rumah, dan lain-lain. Beberapa hasil
penelitian psikologi menunjukkan bahwa perhatian spontan cendrung
menghasilkan ingatan yang lebih lama dan intensif dari pada perhatian yang
disengaja.
b.
Pengamatan
Ingatan
Secara teoritis, ada 3 aspek yang berkaitan dengan berfungsinya ingatan, yakni
(1) menerima kesan, (2) menyimpan kesan, dan (3) memproduksi kesan.
Mungkin karena fungsi-fungsi inilah, istilah ingatan selalu didefinisikan sebagai
kecakapan untuk menerima, menyimpan dan mereproduksi kesan.
Berfikir
Definisi yang paling umum dari berfikir adalah berkembangnya ide dan konsep
(Bochenski, dalam Suriasumantri (ed), 1983:52) di dalam diri seseorang.
Perkembangan ide dan konsep ini berlangsung melalui proses penjalinan
hubungan antara bagian-bagian informasi yang tersimpan di dalam didi
seseorang yang berupa pengertian-perngertian. Dari gambaran ini dapat dilihat
bahwa berfikir pada dasarnya adalah proses psikologis dengan tahapan-tahapan
Motif
Motif adalah keadaan dalam diri subjek didik yang mendorongnya untuk
melakukan aktivitas-aktivitas tertentu. Motif boleh jadi timbul dari rangsangan
luar, seperti pemberian hadiah bila seseorang dapat menyelesaikan satu tugas
dengan baik. Motif semacam ini sering disebut motif ekstrensik. Tetapi tidak
jarang pula motif tumbuh di dalam diri subjek didik sendiri yang disebut motif
intrinsik. Misalnya, seorang subjek didik gemar membaca karena dia memang
ingin mengetahui lebih dalam tentang sesuatu.
Dalam konteks belajar, motif intrinsik tentu selalu lebih baik, dan biasanya
berjangka panjang. Tetapi dalam keadaan motif intrinsik tidak cukup potensial
pada subjek didik, pendidik perlu menyiasati hadirnya motif-motif ekstrinsik.
Motif ini, umpamanya, bisa dihadirkan melalui penciptaan suasana kompetitif di
antara individu maupun kelompok subjek didik. Suasana ini akan mendorong
subjek didik untuk berjuang atau berlomba melebihi yang lain.Namun demikian,
pendidik harus memonitor suasana ini secara ketat agar tidak mengarah kepada
hal-hal yang negatif.
Motif ekstrinsik bisa juga dihadirkan melalui siasat self competition, yakni
menghadirkan grafik prestasi individual subjek didik.Melalui grafik ini, setiap
subjek didik dapat melihat kemajuan-kemajuannya sendiri. Dan sekaligus
membandingkannya dengan kemajuan yang dicapai teman-temannya.Dengan
melihat grafik ini, subjek didik akan terdorong untuk meningkatkan prestasinya
supaya tidak berada di bawah prestasi orang lain.
F.
1.
Menyatakan bahwa perilaku sosial kita paling baik dijelaskan melalui perilaku
yang secara langsung dapat diamati dan lingkungan yang menyebabkan perilaku
kita berubah.
2.
Perspektif kognitif
Menjelaskan perilaku sosial kita dengan cara memusatkan pada bagaimana kita
menyusun mental (pikiran, perasaan) dan memproses informasi yang datangnya
dari lingkungan . Kedua perspektif tersebut banyak dikemukakan oleh para
psikolog sosial yang berlatar belakang psikologi.
Di samping kedua perspektif di atas, ada dua perspektif lain yang sebagian
besarnya diutarakan oleh para psikolog sosial yang berlatas belakang sosiologi.
3.
Perspektif struktural
Memusatkan perhatian pada proses sosialisasi, yaitu proses di mana perilaku kita
dibentuk oleh peran yang beraneka ragam dan selalu berubah, yang dirancang
oleh masyarakat kita.
4.
Perspektif interaksionis
1.
Sebuah respon diharapkan muncul dari organism lewat suatu stimulus spesifik
yang sudah diketahui.Pengkondisian klasik terhadap manusia pertama kali
disampaikan oleh J.B. Watson & Rosalie Rayner pada tahun 1920 pada anak
lelaki kecil bernama Albert
2.
Pengkondisian Operan
sebelumnya & dipancarkan begitu saja karena sejarah penguatan atau sejarah
evolusi organism itu sendiri. Pengutan tidak menyebabkan perilaku namun hanya
memperrsiapkan suasana abagi pengulangannya
H.
Kegiatan belajar itu merupakan proses yang kompleks, bukannya proses yang
sederhana. Belajar melibatkan bukan saja intelek, tetapi juga fisik, emosi, sosial,
persepsi dan sebagainya. Penggunaan prinsip-prinsip belajar disini secara
empiris memang dapat dibenarkan dan secara efektif dapat disampaikan kepada
para calon guru. Prinsip-prinsip belajar juga akan memberikan pemikiran
psikologis kepada guru-guru dan calon guru untuk mendapatkan dan
menemukan metode-metode mengajar yang jitu serta memilih secara lebih
inteligen antara metode mengajar yang baru sehingga secara tepat dapat
mengarahkan kepadanya
Sehubungan dengan prinsip-prinsip belajar dimaksud, Nasution mengemukakan
antara lain :
1.
2.
Tujuan itu harus timbul dari atau berhubungan dengan kebutuhan hidupnya
dan bukan karena paksaan oleh orang lain.
3.
Orang itu harus bersedia mengalami bermacam-macam kesukaran dan
berusaha denga tekun untuk mencapai tujuan yang berharga baginya.
4.
5.
Selain tujuan tujuan pokok yang hendak dicapai, diperolehnya pula hasilhasil sambilan atau sampingan.
6.
7.
Seorang pelajar sebagai keseluruhan, tidak dengan otaknya, atau secara
intelektual saja tetapi juga secara sosial, emosional, etis dan sebagainya.
8.
Dalam hal belajar seseorang memerlukan bantuan dan bimbingan dari
orang lain.
9.
I.
pengertian memori
Ditinjau dari sudut jenis memori informasi dan pengetahuan yang disimpan,
memori manusia itu terdiri atas dua macam.
1. Semantic Memory (memori semantik), yaitu memori khusus yang menyimpan
arti-arti atau pengertian-pengertiaan.
2. Episodic Memory (memori episodik), yaitu memori khusus yang menyimpan
informasi tentang peristiwa-peristiwa.
Menurut Reber (1988), dalam memori semantik, informasi yang diterima
ditransformasikan dan diberi kode arti, lalu atas dasar arti itu. Jadi, informasi
yang kita simpan tidak dalam bentuk aslinya, tetapi dalam bentuk kode yang
memiliki arti. Banyak ahli yang percaya bahwa memori semantik itu berfungsi
menyimpan konsep-konsep yang signifikan dan bertalian satu dengan yang
lainnya.
Memori episodik adalah memori yang menerima & menyimpan persirtiwaperistiwa yang terjadi atau dalam waktu dan tempat tertentu, yang berfungsi
sebagai otobiografi. Sebagian ahli memperkirakan bahwa memori episodik
mungkin dapat menyimpan pengetahuan yang bersifat semantik. Best (1989)
berpendapat bahwa antara item pengetahuan episodik dengan item
pengetahuan semantik terhadap hubungan yang memungkinkan bergabungnya
item episodik dalam memori semantik. Dalam hal ini, item pengetahuan dalam
memori episodik dapat diproses atau dimodifikasi oleh sistem akal kita menjadi
item-item yang berbentuk arti-arti sehingga memperoleh akses ke memori
semantik. Diluar kemungkinan proses ini, belum ada keterangan lain yang lebih
akurat mengenai sifat dan cara penggabungan antara memori episodik dengan
memori semantik. (syah, 2007)
J.
Memori Implisit
berpendapat memori terdiri atas implicit memory (memori yang terjadi karena
adanya suatu proses pembiasaan) dan explicit memory (kemampuan untul
secara sadar mencari informasi masa lalu).
Contoh, ketika anak belajar naik sepeda, dia sedang membuat kedua set memori
itu. Memori eksplisitnya merekam hal-hal yang ditangkap oleh indra, seperti
warna sepeda pertamanya adalah kuning, bergambar ikan hiu, ada botol
minumnya, dering belnya nyaring dll. Sedangkan implisit memorii merekam
semua kegiatan organ tubuh atau mekanikal tubuh saat mengayuh sepeda.
Memori eksplisit boleh saja hilang tapi memori implisit tetap ada. Bisa saja anak
lupa motif sepeda pertamanya, tapi dia tidak akan lupa cara mengayuh sepeda.
M. Memory Konstruktif
Didalam proses ini memori konstruktif sangat cenderung menggunakan
pengetahuan umum kita untuk mengkontruksi memori yang lengkap akan cerita
atau peristiwa yang terjadi. jika kita mendengar suatu kalimat atau cerita, kita
sering kali memperlakukannya sebagai deskripsi yang tidak lengkap dari
peristiwa nyata, sehingga kita menggunakan pengetahuan umum untuk
mengkontruksi deskripsi peristiwa yang lebih lengkap dengan menambahkan
pernyataan pada kalimat dan cerita yang tampaknya mengikuti kalimat atau
cerita itu. Sebagai contoh, saat mendengar, Mike memecahkan botol dalam
perkelahian di bar. Dan kita kemungkinan menyimpulkan botol itu adalah botol
air atau whiskey dan bukan botol susu atau soda. Kita menambahkan
kesimpulan ke memori kita tentang kalimat itu sendiri. Dengan demikian,
memori total kita jauh lebih luas dari informasi asli yang diberikan. Kita mengisi
informasi asli dengan menggunakan pengetahuan umum tentang apa yang
terjadi. kita melakukan hal itu karena kita coba menjelaskan kepada diri sendiri
tentang peristiwa yang kita dengar. Dengan demikian, memori konstruktif
merupakan produk sanmping dari kebutuhan kita untuk mengenali dunia.
N.
1.
Bila kita ingin selalu mengingat apa yang dikatakan seseorang, perhatikanlah
dengan baik apa yang dikatakan orang tersebut. Perhatikan setiap detil dari
perkataannya. Pusatkan sepenuhnya perhatian kita pada lawan bicara yang ada
di hadapan kita.
2.
Menghubungkan suatu benda dengan benda yang lain akan membantu anda
mengingat benda tersebut. Misalnya anda bertemu seseorang lalu anda ingin
mengingat namanya, perhatikan dengan seksama apa yang unik atau berbeda
dari orang tersebut. Si Ani yang berambut lurus dan bermata indah badannya
harum bagaikan bunga mawar. Semakin unik hubungan yang anda buat maka
akan semakin bagus ingatan anda terhadap orang tersebut.
4.
Semakin antusias dan senang anda terhadap sesuatu atau seseorang maka
akan semakin mudah anda mengingatnya dalam jangka waktu lama. Bila anda
menyukai sesuatu atau seseorang maka anda akan sangat memperhatikannya
dan anda akan menggunakan seluruh panca indera anda untuk merasakannya.
Bahkan anda akan menghubungkannya dengan sesuatu benda yang menarik
sehingga bila anda melihat benda tersebut maka anda akan kembali
mengingatnya.
5.
Ulangi.
Ulangi, ulangi dan ulangi apa yang ingin anda ingat. Para ahli dibidang perotakan mengatakan bahwa otak manusia hanya mampu mengingat 7 bagian
informasi dalam kurang dari 30 detik. Jika anda ingin lebih lama mengingat maka
anda harus selalu mengulangi dalam benak apa yang ingin anda ingat.
6.
Stress akan meningkatkan kadar hormon kortisol yang mengganggu fungsi otak
akibat matinya sel saraf otak. Stress juga akan menganggu selera makan dan
tidur anda yang pada gilirannya akan berdampak pula pada kemampuan daya
ingat. Salah satu cara untuk mengendalikan stress adalah dengan berolah raga.
8.
Saat kita terlelap terutama beberapa jam di awal tidur, otak kita akan
menyibukan diri memproses segala informasi yang kita pelajari sebelumnya. Hal
ini tentu akan menambah kemampuan daya ingat.
O.
Penalaran,
P.
Proses Berpikir
Proses atau jalannya berpikir itu pada pokoknya ada tiga langkah, yaitu:
1.
Pembentukan Pengertian
Pengertian, atau lebih tepatnya disebut pengertian logis di bentuk melalui tiga
tingkatan, sebagai berikut:
a. Menganalisis ciri-ciri dari sejumalah obyek yang sejenis. Obyek tersebut kita
perhatikan unsur - unsurnya satu demi satu. Misalnya maupun membentuk
pengertian manusia.
b. Membanding - bandingkan ciri tersebut untuk diketemukan ciri - ciri mana
yang sama, mana yang tidak sama, mana yang selalu ada dan mana yang tidak
selalu ada mana yang hakiki dan mana yang tidak hakiki.
c. Mengabstraksikan, yaitu menyisihkan, membuang, ciri-ciri yang tidak hakiki,
menangkap ciri-ciri yang hakiki. Pada contoh di atas ciri - ciri yang hakiki itu
ialah: Makhluk hidup yang berbudi.
Q.
Berpikir Imaginer
diubah dengan menambahkan awalan, akhiran, dan sisipan. Bentuk kalimatkalimat masih tunggal. Kemudian anak mulai menggunakan kata-kata seru,
kalimat bertanya, dan kalimat penjelasan. Lalu bisa merangkaikan kalimatkalimat pendek. Biasanya bentuk pertanyaan ditujukan pada pengertian nama
benda-benda, letak benda (di mana), dan apakah benda itu.
5.
Masa keempat (mulai usia 30 bulan ke atas) : stadium anak kalimat. Anak
mulai merangkaikan pokok pemikiran anak dengan penjelasannya, berupa anak
kalimat. Pertanyaan anak kini sudah manyangkut perhubungan waktu (kapan,
bila), dan kaitan sebab musabab (mengapa).
Ciri khas bahasa untuk mengungkapkan perasaan dan keinginan anak sendiri,
terutama berlangsung pada masa kedua, ketiga, dan keempat. Kemudian anak
mampu menyatakan pikiran dan perasaan mengenai suatu benda di luar dirinya.
Oleh pemahaman yang masih sederhana dan penguasaan bahasa yang masih
miskin, seringkali cerita-cerita anak itu berupa kibulan, yang kita kenal
sebagai pseudo-dusta atau kebohongan semu. Dengan cerita kibulan ini anak
bukan bermaksud untuk berdusta betul-betulan, akan tetapi hal itu disebabkan
oleh penguasaan bahasa anak yang masih primitive sederhana.
Besar kecilnya perbendaharaan bahasa anak sangat bergantung pada
lingkungan budayanya, yaitu faktor orang tua, sekolah, dan milieu. Sehubungan
dengan hal ini, sungguhpun bahasa anak-anak itu bengkang-bengkok dan
tersendat-sendat, sebaiknya orang tua tidak usah ikut-ikutan menggunakan
bahasa kacau ini dan tetap mengajarkan bahasa yang halus dan indah pada
anak.
Kerancuan Bicara masa Kanak-Kanak yang Umum
Pada periode belajar bahasa tersebut, seringkali anak mengalami kerancuan
bicara yang sifatnya umum. Hurlock (1978) membagi kerancuan bicara masa
kanak-kanak menjadi empat, yaitu :
1.
Lisping berarti penggantian bunyi huruf. Pengganti yang paling umum
adalah th untuk s, seperti dalam thimple thimon dan w untuk r, seperti dalam
wed wose. Lisping biasanya disebabkan oleh kesalahan bicara kebayi-bayian.
Hilangnya gigi depan mungkin menyebabkan gangguan temporer. Lisping pada
orang dewasa biasanya timbul karena adanya ruangan di antara gigi atas depan.
2.
Slurring adalah bicara yang tidak jelas akibat tidak berfungsinya bibir,
lidah, atau rahang dengan baik. Kadang-kadang slurring disebabkan oleh
kelumpuhan organ suara atau karena otot lidah kurang berkembang. Apabila
emosi terganggu atau merasa gembira, anak mungkin berkata tergopoh-gopoh
tanpa mengucapkan setiap huruf dengan jelas. Slurring paling umum terjadi
selama tahun-tahun pra sekolah sebelum bicara menjadi kebiasaan.
3.
3. Stuttering (menggagap) adalah keragu-raguan, pengulangan bicara
disertai dengan kekejangan otot kerongkongan dan diafragma. Stuttering timbul
dari gangguan Pernafasan yang sebagian atau seluruhnya diakibatkan oleh tidak
terkoordinasinya otot bicara. Hal ini mirip dengan seorang yang berada dalam
Kesehatan
Anak yang sehat, lebih cepat belajar berbicara ketimbang anak yang tidak sehat,
karena motivasinya lebih kuat untuk menjadi anggota kelompok social dan
berkomunikasi dengan anggota kelompok tersebut.
1.
Kecerdasan
Anak yang memiliki kecerdasan tinggi akan belajar berbicara lebih cepat dan
memperlihatkan penguasaan bahasa yang lebih unggul ketimbang anak yang
tingkat kecerdasannya rendah.
1.
Anak dari kelompok yang keadaan sosial ekonominya tinggi akan lebih mudah
belajar berbicara, mengungkapkan dirnya lebih baik, dan lebih banyak berbicara
ketimbang anak dari kelompok yang keadaan social ekonominya lebih rendah.
Penyebab utamanya adalah bahwa anak dari kelompok yang lebih tinggi, lebih
banyak didorong untuk berbicara dan lebih banyak dibimbing untuk
melakukannya.
1.
Jenis kelamin
Keinginan berkomunikasi
Semakin kuat keinginan untuk berkomunikasi dengan orang lain, maka akan
semakin kuat motivasi anak untuk belajar berbicara, dan ia akan semakin
bersedia menyisihkan waktu dan mengeluarkan usaha yang lebih besar untuk
belajar.
1.
Dorongan
Semakin banyak anak didorong untuk berbicara dengan mengajaknya bicara dan
didorong dengan menanggapinya, maka akan semakin awal mereka belajar
berbicara dan semakin baik kualitas bicaranya.
1.
Ukuran keluarga
Anak tunggal atau anak dari keluarga kecil biasanya berbicara lebih awal dan
lebih baik ketimbang anak dari keluarga besar, karena orang tua dapat
menyisihkan waktu yang lebih banyak untuk mengajar anaknya berbicara.
1.
Urutan kelahiran
Dalam keluarga yang sama, anak pertama lebih unggul ketimbang anak yang
lahir kemudian. Hal ini disebakan orang tua dapat menyisihkan waktunya yang
lebih banyak untuk mengajar dan mendorong anak yang lahir pertama dalam
belajar berbicara ketimbang untuk anak yang lahir kemudian.
1.
Anak-anak yang dilatih secara otoriter yang menekankan bahwa anak harus
dilihat dan bukan didengar merupakan hambatan untuk belajar, sedangkan
pelatihan yang memberikan keleluasaan dan demokratis akan mendorong anak
untuk belajar.
10. Kelahiran kembar
Anak yang lahir kembar umumnya terlambat dalam perkembangan bicaranya
terutama karena mereka lebih banyak bergaul dengan saudara kembarnya dan
hanya memahami logat khusus yang mereka miliki. Hal ini melemahkan motivasi
mereka untuk belajar berbicara agar orang lain dapat memahami mereka.
11. Hubungan dengan teman sebaya
Semakin banyak hubungan anak dengan teman sebyanya dan semakin besar
keinginan mereka untuk diterima sebagai anggota kelompok sebaya, akan
semakin kuat motivasi mereka untuk belajar berbicara.
12. Kepribadian
Anak yang dapat menyesuaikan diri dengan baik cenderung mempunyai
kemampuan bicara lebih baik, baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif,
ketimbang anak yang penyesuaian dirinya jelek. Kenyataannya, bicara seringkali
dipandang sebagai salah satu petunjuk anak yang sehat mnenta