Anda di halaman 1dari 28

A.

Pengertian Belajar

Belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan individu secara sadar
untuk memperoleh perubahan tingkah laku tertentu baik yang dapat diamati
secara langsung maupun yang tidak dapat diamati secara langsung sebagai
pengalaman (latihan) dalam interaksinya dengan lingkungan.
Di bawah ini disampaikan tentang pengertian belajar dari para ahli :
Moh. Surya (1997) : belajar dapat diartikan sebagai suatu proses yang dilakukan
oleh individu untuk memperoleh perubahan perilaku baru secara keseluruhan,
sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam berinteraksi dengan
lingkungannya.
Witherington (1952) : belajar merupakan perubahan dalam kepribadian yang
dimanifestasikan sebagai pola-pola respons yang baru berbentuk keterampilan,
sikap, kebiasaan, pengetahuan dan kecakapan.
Crow & Crow dan (1958) : belajar adalah diperolehnya kebiasaan-kebiasaan,
pengetahuan dan sikap baru.
Hilgard (1962) : belajar adalah proses dimana suatu perilaku muncul perilaku
muncul atau berubah karena adanya respons terhadap sesuatu situasi
Di Vesta dan Thompson (1970) : belajar adalah perubahan perilaku yang relatif
menetap sebagai hasil dari pengalaman.
Gage & Berliner : belajar adalah suatu proses perubahan perilaku yang yang
muncul karena pengalaman.
Dari beberapa pengertian belajar tersebut diatas, kata kunci dari belajar adalah
perubahan perilaku. Dalam hal ini, Moh Surya (1997) mengemukakan ciri-ciri dari
perubahan perilaku, yaitu :
1.

Perubahan yang disadari dan disengaja (intensional).

Perubahan perilaku yang terjadi merupakan usaha sadar dan disengaja dari
individu yang bersangkutan. Begitu juga dengan hasil-hasilnya, individu yang
bersangkutan menyadari bahwa dalam dirinya telah terjadi perubahan, misalnya
pengetahuannya semakin bertambah atau keterampilannya semakin meningkat,
dibandingkan sebelum dia mengikuti suatu proses belajar. Misalnya, seorang
mahasiswa sedang belajar tentang psikologi pendidikan. Dia menyadari bahwa
dia sedang berusaha mempelajari tentang Psikologi Pendidikan. Begitu juga,
setelah belajar Psikologi Pendidikan dia menyadari bahwa dalam dirinya telah
terjadi perubahan perilaku, dengan memperoleh sejumlah pengetahuan, sikap
dan keterampilan yang berhubungan dengan Psikologi Pendidikan.
2.

Perubahan yang berkesinambungan (kontinyu).

Bertambahnya pengetahuan atau keterampilan yang dimiliki pada dasarnya


merupakan kelanjutan dari pengetahuan dan keterampilan yang telah diperoleh

sebelumnya. Begitu juga, pengetahuan, sikap dan keterampilan yang telah


diperoleh itu, akan menjadi dasar bagi pengembangan pengetahuan, sikap dan
keterampilan berikutnya. Misalnya, seorang mahasiswa telah belajar Psikologi
Pendidikan tentang Hakekat Belajar. Ketika dia mengikuti perkuliahan Strategi
Belajar Mengajar, maka pengetahuan, sikap dan keterampilannya tentang
Hakekat Belajar akan dilanjutkan dan dapat dimanfaatkan dalam mengikuti
perkuliahan Strategi Belajar Mengajar.
3.

Perubahan yang fungsional.

Setiap perubahan perilaku yang terjadi dapat dimanfaatkan untuk kepentingan


hidup individu yang bersangkutan, baik untuk kepentingan masa sekarang
maupun masa mendatang. Contoh : seorang mahasiswa belajar tentang
psikologi pendidikan, maka pengetahuan dan keterampilannya dalam psikologi
pendidikan dapat dimanfaatkan untuk mempelajari dan mengembangkan
perilaku dirinya sendiri maupun mempelajari dan mengembangkan perilaku para
peserta didiknya kelak ketika dia menjadi guru.
4.

Perubahan yang bersifat positif.

Perubahan perilaku yang terjadi bersifat normatif dan menujukkan ke arah


kemajuan. Misalnya, seorang mahasiswa sebelum belajar tentang Psikologi
Pendidikan menganggap bahwa dalam dalam Prose Belajar Mengajar tidak perlu
mempertimbangkan perbedaan-perbedaan individual atau perkembangan
perilaku dan pribadi peserta didiknya, namun setelah mengikuti pembelajaran
Psikologi Pendidikan, dia memahami dan berkeinginan untuk menerapkan prinsip
prinsip perbedaan individual maupun prinsip-prinsip perkembangan individu
jika dia kelak menjadi guru.
5.

Perubahan yang bersifat aktif.

Untuk memperoleh perilaku baru, individu yang bersangkutan aktif berupaya


melakukan perubahan. Misalnya, mahasiswa ingin memperoleh pengetahuan
baru tentang psikologi pendidikan, maka mahasiswa tersebut aktif melakukan
kegiatan membaca dan mengkaji buku-buku psikologi pendidikan, berdiskusi
dengan teman tentang psikologi pendidikan dan sebagainya.
6.

Perubahan yang bersifat pemanen.

Perubahan perilaku yang diperoleh dari proses belajar cenderung menetap dan
menjadi bagian yang melekat dalam dirinya. Misalnya, mahasiswa belajar
mengoperasikan komputer, maka penguasaan keterampilan mengoperasikan
komputer tersebut akan menetap dan melekat dalam diri mahasiswa tersebut.
7.

Perubahan yang bertujuan dan terarah.

Individu melakukan kegiatan belajar pasti ada tujuan yang ingin dicapai, baik
tujuan jangka pendek, jangka menengah maupun jangka panjang. Misalnya,
seorang mahasiswa belajar psikologi pendidikan, tujuan yang ingin dicapai dalam
panjang pendek mungkin dia ingin memperoleh pengetahuan, sikap dan

keterampilan tentang psikologi pendidikan yang diwujudkan dalam bentuk


kelulusan dengan memperoleh nilai A. Sedangkan tujuan jangka panjangnya dia
ingin menjadi guru yang efektif dengan memiliki kompetensi yang memadai
tentang Psikologi Pendidikan. Berbagai aktivitas dilakukan dan diarahkan untuk
mencapai tujuan-tujuan tersebut.
8.

Perubahan perilaku secara keseluruhan.

Perubahan perilaku belajar bukan hanya sekedar memperoleh pengetahuan


semata, tetapi termasuk memperoleh pula perubahan dalam sikap dan
keterampilannya. Misalnya, mahasiswa belajar tentang Teori-Teori Belajar,
disamping memperoleh informasi atau pengetahuan tentang Teori-Teori
Belajar, dia juga memperoleh sikap tentang pentingnya seorang guru
menguasai Teori-Teori Belajar. Begitu juga, dia memperoleh keterampilan
dalam menerapkan Teori-Teori Belajar.
Menurut Gagne (Abin Syamsuddin Makmun, 2003), perubahan perilaku yang
merupakan hasil belajar dapat berbentuk :
1.
Informasi verbal; yaitu penguasaan informasi dalam bentuk verbal, baik
secara tertulis maupun tulisan, misalnya pemberian nama-nama terhadap suatu
benda, definisi, dan sebagainya.
2.
Kecakapan intelektual; yaitu keterampilan individu dalam melakukan
interaksi dengan lingkungannya dengan menggunakan simbol-simbol, misalnya:
penggunaan simbol matematika. Termasuk dalam keterampilan intelektual
adalah kecakapan dalam membedakan (discrimination), memahami konsep
konkrit, konsep abstrak, aturan dan hukum. Ketrampilan ini sangat dibutuhkan
dalam menghadapi pemecahan masalah.
3.
Strategi kognitif; kecakapan individu untuk melakukan pengendalian dan
pengelolaan keseluruhan aktivitasnya. Dalam konteks proses pembelajaran,
strategi kognitif yaitu kemampuan mengendalikan ingatan dan cara cara
berfikir agar terjadi aktivitas yang efektif. Kecakapan intelektual menitikberatkan
pada hasil pembelajaran, sedangkan strategi kognitif lebih menekankan pada
pada proses pemikiran.
4.
Sikap; yaitu hasil pembelajaran yang berupa kecakapan individu untuk
memilih macam tindakan yang akan dilakukan. Dengan kata lain. Sikap adalah
keadaan dalam diri individu yang akan memberikan kecenderungan vertindak
dalam menghadapi suatu obyek atau peristiwa, didalamnya terdapat unsur
pemikiran, perasaan yang menyertai pemikiran dan kesiapan untuk bertindak.
5.
Kecakapan motorik; ialah hasil belajar yang berupa kecakapan pergerakan
yang dikontrol oleh otot dan fisik.
Sementara itu, Moh. Surya (1997) mengemukakan bahwa hasil belajar akan
tampak dalam :

Kebiasaan; seperti : peserta didik belajar bahasa berkali-kali menghindari


kecenderungan penggunaan kata atau struktur yang keliru, sehingga akhirnya ia
terbiasa dengan penggunaan bahasa secara baik dan benar.
Keterampilan; seperti : menulis dan berolah raga yang meskipun sifatnya
motorik, keterampilan-keterampilan itu memerlukan koordinasi gerak yang teliti
dan kesadaran yang tinggi.
Pengamatan; yakni proses menerima, menafsirkan, dan memberi arti
rangsangan yang masuk melalui indera-indera secara obyektif sehingga peserta
didik mampu mencapai pengertian yang benar.
Berfikir asosiatif; yakni berfikir dengan cara mengasosiasikan sesuatu dengan
lainnya dengan menggunakan daya ingat.
Berfikir rasional dan kritis yakni menggunakan prinsip-prinsip dan dasar-dasar
pengertian dalam menjawab pertanyaan kritis seperti bagaimana (how) dan
mengapa (why).
Sikap yakni kecenderungan yang relatif menetap untuk bereaksi dengan cara
baik atau buruk terhadap orang atau barang tertentu sesuai dengan
pengetahuan dan keyakinan.
Inhibisi (menghindari hal yang mubazir).
Apresiasi (menghargai karya-karya bermutu.
Perilaku afektif yakni perilaku yang bersangkutan dengan perasaan takut, marah,
sedih, gembira, kecewa, senang, benci, was-was dan sebagainya.
B.

Teori Balajar

Jika menelaah literatur psikologi, kita akan menemukan banyak teori belajar
yang bersumber dari aliran-aliran psikologi. Dalam tautan di bawah ini akan
dikemukakan empat jenis teori belajar, yaitu:
A.Teori Behaviorisme
Behaviorisme merupakan salah aliran psikologi yang memandang individu hanya
dari sisi fenomena jasmaniah, dan mengabaikan aspek aspek mental. Dengan
kata lain, behaviorisme tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat dan
perasaan individu dalam suatu belajar. Peristiwa belajar semata-mata melatih
refleks-refleks sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan yang dikuasai
individu. Beberapa hukum belajar yang dihasilkan dari pendekatan behaviorisme
ini, diantaranya :
1. Connectionism ( S-R Bond) menurut Thorndike.
Dari eksperimen yang dilakukan Thorndike terhadap kucing menghasilkan
hukum-hukum belajar, diantaranya:

1.
Law of Effect; artinya bahwa jika sebuah respons menghasilkan efek yang
memuaskan, maka hubungan Stimulus - Respons akan semakin kuat. Sebaliknya,
semakin tidak memuaskan efek yang dicapai respons, maka semakin lemah pula
hubunganyang terjadi antara Stimulus- Respons.
2.
Law of Readiness; artinya bahwa kesiapan mengacu pada asumsi bahwa
kepuasan organisme itu berasal dari pemdayagunaan satuan pengantar
(conduction unit), dimana unit-unit ini menimbulkan kecenderungan yang
mendorong organisme untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu.
3.
Law of Exercise; artinya bahwa hubungan antara Stimulus dengan Respons
akan semakin bertambah erat, jika sering dilatih dan akan semakin berkurang
apabila jarang atau tidak dilatih.

2. Classical Conditioning menurut Ivan Pavlov


Dari eksperimen yang dilakukan Pavlov terhadap seekor anjing menghasilkan
hukum-hukum belajar, diantaranya :
1.
Law of Respondent Conditioning yakni hukum pembiasaan yang dituntut.
Jika dua macam stimulus dihadirkan secara simultan (yang salah satunya
berfungsi sebagai reinforcer), maka refleks dan stimulus lainnya akan meningkat.
2.
Law of Respondent Extinction yakni hukum pemusnahan yang dituntut. Jika
refleks yang sudah diperkuat melaluiRespondent conditioning itu didatangkan
kembali tanpa menghadirkan reinforcer, maka kekuatannya akan menurun.
3.

Operant Conditioning menurut B.F. Skinner

Dari eksperimen yang dilakukan B.F. Skinner terhadap tikus dan selanjutnya
terhadap burung merpati menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :
1.
Law of operant conditining yaitu jika timbulnya perilaku diiringi dengan
stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan meningkat.
2.
Law of operant extinction yaitu jika timbulnya perilaku operant telah
diperkuat melalui proses conditioning itu tidak diiringi stimulus penguat, maka
kekuatan perilaku tersebut akan menurun bahkan musnah.
3.
Reber (Muhibin Syah, 2003) menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan
operant adalah sejumlah perilaku yang membawa efek yang sama terhadap
lingkungan. Respons dalam operant conditioning terjadi tanpa didahului oleh
stimulus, melainkan oleh efek yang ditimbulkan oleh reinforcer. Reinforcer itu
sendiri pada dasarnya adalah stimulus yang meningkatkan kemungkinan
timbulnya sejumlah respons tertentu, namun tidak sengaja diadakan sebagai
pasangan stimulus lainnya seperti dalam classical conditioning.
4.

Social Learning menurut Albert Bandura

Teori belajar sosial atau disebut juga teori observational learning adalah sebuah
teori belajar yang relatif masih baru dibandingkan dengan teori-teori belajar
lainnya. Berbeda dengan penganut Behaviorisme lainnya, Bandura memandang
Perilaku individu tidak semata-mata refleks otomatis atas stimulus (S-R Bond),
melainkan juga akibat reaksi yang timbul sebagai hasil interaksi antara
lingkungan dengan skema kognitif individu itu sendiri. Prinsip dasar belajar
menurut teori ini, bahwa yang dipelajari individu terutama dalam belajar sosial
dan moral terjadi melalui peniruan (imitation) dan penyajian contoh perilaku
(modeling). Teori ini juga masih memandang pentingnya conditioning. Melalui
pemberian reward dan punishment, seorang individu akan berfikir dan
memutuskan perilaku sosial mana yang perlu dilakukan.
Sebetulnya masih banyak tokoh-tokoh lain yang mengembangkan teori belajar
behavioristik ini, seperti : Watson yang menghasilkan prinsip kekerapan dan
prinsip kebaruan, Guthrie dengan teorinya yang disebut Contiguity Theory yang
menghasilkan Metode Ambang (the treshold method), metode meletihkan (The
Fatigue Method) dan Metode rangsangan tak serasi (The Incompatible Response
Method), Miller dan Dollard dengan teori pengurangan dorongan.
B.Teori Belajar Kognitif menurut Piaget
Piaget merupakan salah seorang tokoh yang disebut-sebut sebagai pelopor
aliran konstruktivisme. Salah satu sumbangan pemikirannya yang banyak
digunakan sebagai rujukan untuk memahami perkembangan kognitif individu
yaitu teori tentang tahapan perkembangan individu. Menurut Piaget bahwa
perkembangan kognitif individu meliputi empat tahap yaitu : (1) sensory motor;
(2) pre operational; (3) concrete operational dan (4) formal operational.
Pemikiran lain dari Piaget tentang proses rekonstruksi pengetahuan individu
yaitu asimilasi dan akomodasi. James Atherton (2005) menyebutkan bahwa
asisimilasi adalah the process by which a person takes material into their mind
from the environment, which may mean changing the evidence of their senses to
make it fit dan akomodasi adalah the difference made to ones mind or
concepts by the process of assimilation
Dikemukakannya pula, bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan
dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya
diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang
ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan
tilikan dari guru. Guru hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada
peserta didik agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan
menemukan berbagai hal dari lingkungan.
Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran adalah :
1. Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena
itu guru mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara
berfikir anak.

2. Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan


dengan baik. Guru harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan
lingkungan sebaik-baiknya.
3. Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak
asing.
4.

Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya.

5. Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara


dan diskusi dengan teman-temanya.
C. Teori Pemrosesan Informasi dari Robert Gagne
Perkembangan merupakan hasil kumulatif dari pembelajaran. Menurut Gagne
bahwa dalam pembelajaran terjadi proses penerimaan informasi, untuk
kemudian diolah sehingga menghasilkan keluaran dalam bentuk hasil belajar.
Dalam pemrosesan informasi terjadi adanya interaksi antara kondisi-kondisi
internal dan kondisi-kondisi eksternal individu. Kondisi internal yaitu keadaan
dalam diri individu yang diperlukan untuk mencapai hasil belajar dan proses
kognitif yang terjadi dalam individu. Sedangkan kondisi eksternal adalah
rangsangan dari lingkungan yang mempengaruhi individu dalam proses
pembelajaran.
Menurut Gagne tahapan proses pembelajaran meliputi delapan fase yaitu, (1)
motivasi; (2) pemahaman; (3) pemerolehan; (4) penyimpanan; (5) ingatan
kembali; (6) generalisasi; (7) perlakuan dan (8) umpan balik.
D.Teori Belajar Gestalt
Gestalt berasal dari bahasa Jerman yang mempunyai padanan arti sebagai
bentuk atau konfigurasi. Pokok pandangan Gestalt adalah bahwa obyek atau
peristiwa tertentu akan dipandang sebagai sesuatu keseluruhan yang
terorganisasikan. Menurut Koffka dan Kohler, ada tujuh prinsip organisasi yang
terpenting yaitu :
1.
Hubungan bentuk dan latar (figure and gound relationship); yaitu
menganggap bahwa setiap bidang pengamatan dapat dibagi dua yaitu figure
(bentuk) dan latar belakang. Penampilan suatu obyek seperti ukuran, potongan,
warna dan sebagainya membedakan figure dari latar belakang. Bila figure dan
latar bersifat samar-samar, maka akan terjadi kekaburan penafsiran antara latar
dan figure.
2.
Kedekatan (proxmity); bahwa unsur-unsur yang saling berdekatan (baik
waktu maupun ruang) dalam bidang pengamatan akan dipandang sebagai satu
bentuk tertentu.
3.
Kesamaan (similarity); bahwa sesuatu yang memiliki kesamaan cenderung
akan dipandang sebagai suatu obyek yang saling memiliki.

4.
Arah bersama (common direction); bahwa unsur-unsur bidang pengamatan
yang berada dalam arah yang sama cenderung akan dipersepsi sebagi suatu
figure atau bentuk tertentu.
5.
Kesederhanaan (simplicity); bahwa orang cenderung menata bidang
pengamatannya bentuk yang sederhana, penampilan reguler dan cenderung
membentuk keseluruhan yang baik berdasarkan susunan simetris dan
keteraturan; dan
6.
Ketertutupan (closure) bahwa orang cenderung akan mengisi kekosongan
suatu pola obyek atau pengamatan yang tidak lengkap.
Terdapat empat asumsi yang mendasari pandangan Gestalt, yaitu:
Perilaku Molar hendaknya banyak dipelajari dibandingkan dengan perilaku
Molecular. Perilaku Molecular adalah perilaku dalam bentuk kontraksi otot
atau keluarnya kelenjar, sedangkan perilaku Molar adalah perilaku dalam
keterkaitan dengan lingkungan luar. Berlari, berjalan, mengikuti kuliah, bermain
sepakbola adalah beberapa perilaku Molar. Perilaku Molar lebih mempunyai
makna dibanding dengan perilaku Molecular.
Hal yang penting dalam mempelajari perilaku ialah membedakan antara
lingkungan geografis dengan lingkungan behavioral. Lingkungan geografis
adalah lingkungan yang sebenarnya ada, sedangkan lingkungan behavioral
merujuk pada sesuatu yang nampak. Misalnya, gunung yang nampak dari jauh
seolah-olah sesuatu yang indah. (lingkungan behavioral), padahal kenyataannya
merupakan suatu lingkungan yang penuh dengan hutan yang lebat (lingkungan
geografis).
Organisme tidak mereaksi terhadap rangsangan lokal atau unsur atau suatu
bagian peristiwa, akan tetapi mereaksi terhadap keseluruhan obyek atau
peristiwa. Misalnya, adanya penamaan kumpulan bintang, seperti : sagitarius,
virgo, pisces, gemini dan sebagainya adalah contoh dari prinsip ini. Contoh lain,
gumpalan awan tampak seperti gunung atau binatang tertentu.
Pemberian makna terhadap suatu rangsangan sensoris adalah merupakan suatu
proses yang dinamis dan bukan sebagai suatu reaksi yang statis. Proses
pengamatan merupakan suatu proses yang dinamis dalam memberikan tafsiran
terhadap rangsangan yang diterima.
Transfer dalam Belajar; yaitu pemindahan pola-pola perilaku dalam situasi
pembelajaran tertentu ke situasi lain. Menurut pandangan Gestalt, transfer
belajar terjadi dengan jalan melepaskan pengertian obyek dari suatu konfigurasi
dalam situasi tertentu untuk kemudian menempatkan dalam situasi konfigurasi
lain dalam tata-susunan yang tepat. Judd menekankan pentingnya penangkapan
prinsip-prinsip pokok yang luas dalam pembelajaran dan kemudian menyusun
ketentuan-ketentuan umum (generalisasi). Transfer belajar akan terjadi apabila
peserta didik telah menangkap prinsip-prinsip pokok dari suatu persoalan dan
menemukan generalisasi untuk kemudian digunakan dalam memecahkan
masalah dalam situasi lain. Oleh karena itu, guru hendaknya dapat membantu

peserta didik untuk menguasai prinsip-prinsip pokok dari materi yang


diajarkannya.

C.

Proses Belajar

Proses adalah kata yang berasal dari bahasa latin processus yang berarti
berjalan ke depan. Kata ini mempunyai konotasi urutan langkah atau kemajuan
yang mengarah pada suatu sasaran atau tujuan. Menurut Chaplin (1972), proses
vadalah: Any change in any object or organism, particulary a behaioral or
psychological change (Proses adalah suatu perubahan khususnya yang
menyangkut perubahan tingkah laku atau perubahan kejiwaan). Dalam psikologi
belajar, proses berarti cara-cara atau langkah-langkah khusus yang dengannya
beberapa perubahan ditimbulkan hingga tercapainya hasil-hasil tertentu (Reber,
1988).

Tahap-tahap Dalam Proses Belajar


A.

Menurut Jerome S. Bruner

Karena Belajar Itu Merupakan Aktivitas Yang Berproses, Sudah Tentu Didalamnya
Terjadi Perubahan-Perubahan Yang Bertahap. Perubahan-Perubahan Tersebut
Timbul Melalui Tahap-Tahap Yang Antara Satu Dengan Lainnya Bertalian Secara
Berurutan Dan Fungsional. Menurut Burner, Salah Seorang Penentang Teori S-R
Bond Yang Terbilang Vokal (Barlow, 1985), Dalam Proses Pembelajaran Siswa
Menempuh Tiga Episode/ Tahap, Yaitu: 1) Tahap Informasi (Tahap Penerimaan
Materi); 2) Tahap Transformasi (Tahap Pengubahan Materi); 3) Tahap Evaluasi
(Tahap Penialain Meteri)
Dalam Tahap Informasi, Seorang Siswa Yang Sedang Belajar Memperoleh
Sejumlah Keterangan Mengenai Materi Yang Sedang Dipelajari. Di Antara
Informasi Yang Diperoleh Itu Ada Yang Sama Sekali Baru Dan Berdiri Sendiri, Ada
Pula Yang Berfungsi Menambah, Memperhalus, Dan Memperdalam Pengeahuan
Yang Sebelumnya Telah Dimiliki. Dalam Tahap Transformasi, Informasi Yang Telah
Diperoleh Itu Dianalisis, Diubah, Atau Ditransformasikan Menjadi Bentuk Yang
Abstrak Atau Konseptual Supaya Kelak Pada Gilirannya Dapat Dimanfaatkan Bagi
Hal-Hal Yang Lebih Luas. Bagi Siswa Pemula, Tahap Ini Akan Berlangsung Sulit
Apabila Tidak Disertai Dengan Bimbingan Anda Selaku Guru Yang Diharapkan
Kompeten Dalam Mentransfer Strategi Kognitif Yang Tepat Untuk
Melakukan Pembelajaran Tertentu. Dalam Tahap Evaluasi, Seorang Siswa Menilai
Sendiri Sampai Sejauh Mana Informasi Yang Telah Ditransfornasikan Tadi Dapat
Dimanfaatkan Untuk Memahami Gejala Atau Memecahkan Masalah Yang
Dihadapi. Tak Ada Penjelasan Rinci Mengenai Sara Evaluasi Ini, Tetapi Agaknya
Analogdengan Peristiwa Retrieval Untuk Merespons Lngkungan Yang Sedang
Dihadapi.

B. Menurut Arno F Wittig


Menurut Wittig (1981) Dalam Bukunya Psychology Of Learning, Setiap Proses
Belajar Selalu Berlangsung Dalam Tiga Tahapan Yaitu: 1) Acquisition (Tahap
Perolehan/Penerimaan Informasi); 2) Storage (Tahap Penyimpanan Informasi); 3)
Retrieval (Tahap Mendapatkan Kembali Informasi) Pada Tingkatan Acquisition
Seorang Siswa Mulai Menerima Informasi Sebagai Stimulus Dan Melakukan
Respons Terhadapnya, Sehingga Menimbulkan Pemahaman Dan Perilaku Baru.
Pada Tahap Ini Terjadi Pila Asimilasi Antara Pemahaman Dengan Perilaku Baru
Dalam Keseluruhan Perilakunya. Proses Acquisition Dalam Belajar Merupakan
Tahap Paling Mendasar. Kegagalan Dalam Tahap Ini Akan Mengakibatkan
Kegagalan Pada Tahap-Tahap Berikutnya. Pada Tingkatan Storage Seorang Siswa
Secara Otomatis Akan Mengalami Proses Penyimpanan Pemahaman Dan Perilaku
Baru Yang Ia Proleh Ketika Menjalani Proses Acquitision.
Peristiwa Ini Sudah Tentu Melibatkan Fungsi Short Term Dan Long Term Memori.
Pada Tingkatan Retrieval Seorang Siwa Akan Mengaktifkan Kembai Fungsi-Fungsi
Sistem Memorinya, Misalnya Ketika Ia Menjawab Pertanyaan Atau Memecahkan
Masalah. Proses Retrieval Pada Dasarnya Adalah Upaya Atau Peristiwa Mental
Dalam Mengungkapkan Dan Memproduksi Kembali Apa-Apa Yang Tersimpan
Dalam Memori Berupa Informasi, Simbol, Pemahaman, Dan Perilaku Tertentu
Sebagai Respons Atau Stimulus Yang Sedang Dihadapi.

D. Jenis-Jenis Belajar
Walaupun belajar dikatakan berubah, namun untuk mendapatkan perubahan itu
bermacam-macam caranya. Setiap perbuatan belajar mempunyai cirri-ciri
masing-masing. Para ahli dengan melihat ciri-ciri yang ada di dalamnya,
mencoba membagi jenis-jenis belajar ini, disebabkan sudut pandang. Oleh
karena itu, sampai saat ini belum ada kesepakatan atau keragaman dalam
merumuskannya. A. De Block misalnya berbeda dengan C. Van Parreren dalam
merumuskan sistematika jenis-jnis belajar. Demikian juga antara rumusan
sistematika jenis-jenis belajar yang dikemukakan oleh C. Van Parreren dengan
Robert M. Gagne.
Jenis-jenis belajar yang diuraikan dalam pembahasan berikut ini merupakan
penggabungan dari pendapat ketiga ahli di atas. Walaupun begitu, dari pendapat
ketiga para ahli di atas, ada jenis-jenis belajar tertentu yang tidak dibahas dalam
kesempatan ini, dengan pertimbangan sifat buku yang dibahas.
Oleh karena itu, jenis-jenis belajar yang diuraikan berikut ini menyangkut
masalah belajar arti kata-kata, belajar kognitif, belajar menghafal, belajar
teoritis, belajar kaedah, belajar konsef/pengertian, belajar keterampilan motorik.
Untuk jelasnya ikutilah uraian berikut.
1. Belajar arti kata-kata

Belajar arti kata-kata maksudnya adalah orang mulai menangkap arti yang
terkandung dalam kata-kata yang digunakan. Pada mulanya suatu kata sudah
dikenal, tetapi belum tahu artinya. Misalnya, pada anak kecil, dia sudah
mengetahui kata kucing atau anjing, tetapi dia belum mengetahui bendanya,
yaitu binatang yang disebutkan dengan kata itu. Namun lam kelamaan dia
mengetahui juga apa arti kata kucing atau anjing,. Dia sudah tahu bahwa
kedua binatang itu berkaki empat dan dapat berlari. Suatu ketika melihat seekor
anjing dan anak tadi menyebutnya kucing. Koreksi dilakukan bahwa itu bukan
kucing, tetapi anjing. Anak itu pun tahu bahwa anjing bertubuh besar dengan
telinga yang cukup panjang, dan kucing itu bertubuh kecil dengan telinga yang
kecil dari pada anjing.
Setiap pelajar atau mahasiswa pasti belajar arti kata-kata tertentu yang belum
diketahui. Tanpa hal ini, maka sukar menggunakannya. Kalau pun dapat
menggunakannya, tidak urung ditemukan kesalahan penggunaan. Mengerti arti
kata-kata merupakan dasar-dasar terpenting. Orang yang membaca akan
mengalami kesukaran untuk memahami isi bacaan. Karena ide-ide yang terpatri
dalam setiap kata. Dengan kata-kata itulah, para penulis atau pengarang
melukiskan ide-idenya kepada siding pembaca. Oleh karena itu, penguasaan arti
kata-kata adalah penting dalam belajar.
2. Belajar Kognitif
Tak dapat disangkal bahwa belajar kognitif bersentuhan dengan masalah mental.
Objek-objek yang diamati dihadirkan dalam diri seseorang melalui tanggapan,
gagasan, atau lambang yang merupakan sesuatu bersifat mental. Misalnya,
seseorang menceritakan hasil perjalanannya berupa pengalamannya kepada
temuannya. Ketika dia menceritakan pengalamannya selama dalam perjalanan,
dia tidak tidak dapat menghadirrkan objek-objek yang pernah dilihatnya selama
dalam perjalanan itu di hadapan temannya itu, dia hanya dapat menggambarkan
semua objek itu dalam bentuk kata-kata atau kalimat. Gagasan atau tanggapan
tentang objek-objek yang dilihat itu dituangkan dalam kata-kata atau kalimat
yang disampaikan kepada orang yang mendengarkan ceritanya.
Bila tanggapan berupa objek-objek materiil dan tidak materiil telah dimiliki,
maka seseorang telah mempunyai alam pikiran kognitif. Itu berarti semakin
banyak pikiran dan gagasan yang dimiliki seseorang, semakin kaya dan luaslah
alam pikiran kognitif orang itu.
Belajar kognitif penting dalam belajar. Dalam belajar, seseorang tidak bisa
melepaskan diri dari kegiatan belajar kognitif. Mana bisa kegiatan mental tidak
berproses ketika memberikan tanggapan terhadap ojek-objek yang diamati.
Sedangkan belajar itu sendiri adalah proses mental yang bergerak kea rah
perubahan.
3. Belajar Menghafal
Menghafal adalah suatu aktivitas menanamkan suatu materi verbal dalam
ingatan, sehingga nantinya dapat diproduksikan {diingat} kembali secara

harfiah, sesuai dengan materi yang asli, dan menyimpan kesan-kesan yang
nantinya suatu waktu bila diperlukan dapat diingat kembali kealam dasar.
Dalam menghafal, ada beberapa syarat yang perlu diperhatikan, yaitu mengenai
tujuan, pengertian, perhatian, dan ingatan. Efektif tidaknya dalam menghafal
dipengaruhi oleh syarat-syarat tersebut. Menghafal tanpa tujuan menjadi tidak
terarah, menghafal tanpa pengertian menjadi kabur, menghafal tanpa perhatian
adalah kacau, dan menghafal tanpa ingatan adalah sia-sia.
4. Belajar Teoritis
Bentuk belajar ini bertujuan untuk menempatkan semua data dan fakta
{pengetahuan} dalam suatu kerangka organisasi mental, sehingga dapat
difahami dan digunakan untuk memecahkan problem, seperti terjadi dalam
bidang-bidang studi ilmiah. Maka, diciptakan konsep-konsef, relasi-relasi di
antara konsep-konsep dan struktur-struktur hubungan. Missalnya, bujur
sangkar mencakup semua persegi empat; iklim dan cuaca berpengaruh
terhadap pertumbuhan tanaman; tumbuh-tumbuhan dibagi dalam genus dan
species. Sekaligus dikembangkan dalam metode-metode untuk memecahkan
problem-problem secara efektif dan efesien, misalnya dalam penelitian fisika.
5. Belajar Konsep
Konsep atau pengertian adalah satuan arti yang mewakili sejumlah objek yang
mempunyai ciri-ciri yang sama, orang yang memiliki konsep mampu
mengadakan abstraksi terhadap objek-objek yang dihadapinya, sehingga objek
ditempatkan dalam golongan tertentu. Objek-objek dihadirkan dalam kesadaran
orang dalam bentuk repressentasi mental tak berperaga. Konsep sendiri pun
dapat dilambangkan dalam bentuk suatu kata {lambang bahasa}.
Konsep dibedakan atas konsep konkret dan konsep yang harus didefinisikan.
Konsep konkret adalah pengertian yang menunjuk pada objek-objek dalam
lingkungan fisik. Konsep ini mewakili benda tertentu, seperti meja, kursi,
tumbuhan, rumah, mobil, sepeda motor dan sebagainya. Konsep yang
didefinisikan adalah konsep yang mewakili realitas hidup, tetapi tidak langsung
menunjuk pada realitas dalam lingkungan hidup fisik, karena realitas itu tidak
berbadan. Hanya dirasakan adanya melalui proses mental.
6. Belajar Kaidah
Belajar kaidah {rule} termasuk dari jenis belajar kemahiran intelektual
{intellectual skill}, yang dikemukakan oleh Gagne. Belajar kaidah adalah bila dua
konsep atau lebih dihubungkan satu sama lain, terbentuk suatu ketentuan yang
mereprensikan suatu keteraturan. Orang yang telah mempelajari suatu kaidah,
mampu menghubungkan beberapa konsep. Misalnya, seseorang berkata, besi
dipanaskan memuai, karena seseorang telah menguasai konsep dasar
mengenai besi, dipanaskan dan memuai, dan dapat menentukan adanya
suatu relasi yang tetap antara ketiga konsep dasar itu {besi, dipanaskan, dan
memuai}, maka dia dengan yakin mengatakan bahwa besi dipanaskan
memuai.

Kaidah adalah suatu pegangan yang tidak dapat diubah-ubah. Kaidah


merupakan suatu representasi {gambaran} mental dari kenyataan hidup dan
sangat berguna dalam mengatur kehidupan sehari-hari. Hal ini berarti bahwa
kaidah merupakan suatu keteraturan yang berlaku sepanjang masa. Oleh karena
itu, belajar kaidah sangat penting bagi seseorang sebagai salah salah satu upaya
penguasaan ilmu selama belajar di sekolah atau di perguruan tinggi
{universitas}.
7. Belajar Berpikir
Dalam belajar ini, orang dihadapkan pada suatu masalah yang harus
dipecahkan, tetapi tanpa melalui pengamatan dan reorganisasi dalam
pengamatan.masalah harus dipecahkan melalui operasi mental, khususnya
menggunakan konsep dan kaidah serta metode-metode bekerja tertentu.
Dalam konteks ini ada istilah berpikir konvergen dan berpikir divergen. Berpikir
konvergen adalah berpikir menuju satu arah yang benar atau satu jawaban yang
paling tepat atau satu pemecahan dari suatu masalah.berpikir divergen adalah
berpikir dalam arah yang berbeda-beda, akan diperoleh jawaban-jawaban unit
yang berbeda-beda tetapi benar.
Konsep Dewey tentang berpikir menjadi dasar untuk pemecahan masalah adalah
sebagai berikut.
a. Adanya kesulitan yang dirasakan dan kesadaran akan adanya masalah.
b. Masalah itu diperjelas dan dibatasi.
c. Mencari informasi atau data dan kemudian data itu diorganisasikan.
d. Mencari hubungan-hubungan untuk merumuskan hipotesis-hipotesis,
kemudian hipotesis-hipotesis itu dinilai, diuji, agar dapat ditentukan untuk
diterima atau ditolak.
e. Penerapan pemecahan terhadap masalah yang dihadapi sekaligus berlaku
sabagai pengujian kebenaran pemecahan tersebut untuk dapat sampai pada
kesimpulan.
Menurut Dewey, langkah-langkah dalam pemecahan masalah adalah sebagai
berikut.
a. Kesadaran akan adanya masalah.
b. Merumuskan masalah.
c. Mencari data dan merumuskan hipotesis-hipotesis.
d. Menguji hipotesis-hipotesis itu.
e. Menerima hipotesis yang benar.

Meskipun diperlukan langkah-langkah, menurut Dewey, tetapi pemecahan


masalah itu tidak selalu mengikuti urutan yang teratur, melainkan meloncatloncat antara macam-macam langkah tersebut. Lebih-lebih apabila orang
berusaha memecahkan masalah-masalah yang kompleks.
E.Faktor Yang Mempengaruhi Proses Belajar
Agar fungsi pendidik sebagai motivator, inspirator dan fasilitator dapat
dilakonkan dengan baik, maka pendidik perlu memahami faktor-faktor yang
dapat mempengaruhi proses dan hasil belajar subjek didik. Faktor-faktor itu lazim
dikelompokkan atas dua bahagian, masing-masing faktor fisiologis dan faktor
psikologis (Depdikbud, 1985 :11).
1. Faktor Fisiologis
Faktor-faktor fisiologis ini mencakup faktor material pembelajaran, faktor
lingkungan, faktor instrumental dan faktor kondisi individual subjek didik.Material
pembelajaran turut menentukan bagaimana proses dan hasil belajar yang akan
dicapai subjek didik. Karena itu, penting bagi pendidik untuk mempertimbangkan
kesesuaian material pembelajaran dengan tingkat kemampuan subjek didik ;
juga melakukan gradasi material pembelajaran dari tingkat yang paling
sederhana ke tingkat lebih kompeks.
Faktor lingkungan, yang meliputi lingkungan alam dan lingkungan sosial, juga
perlu mendapat perhatian. Belajar dalam kondisi alam yang segar selalu lebih
efektif dari pada sebaliknya. Demikian pula, belajar pada pagi hari selalu
memberikan hasil yang lebih baik dari pada sore hari. Sementara itu, lingkungan
sosial yang hiruk pikuk, terlalu ramai, juga kurang kondisif bagi proses dan
pencapaian hasil belajar yang optimal.
Yang tak kalah pentingnya untuk dipahami adalah faktor-faktor instrumental,
baik yang tergolong perangkat keras (hardware) maupun perangkat lunak
(software). Perangkat keras seperti perlangkapan belajar, alat praktikum, buku
teks dan sebagainya sangat berperan sebagai sarana pencapaian tujuan belajar.
Karenanya, pendidik harus memahami dan mampu mendayagunakan faktorfaktor instrumental ini seoptimal mungkin demi efektifitas pencapaian tujuantujuan belajar.
Faktor fisiologis lainnya yang berpengaruh terhadap proses dan hasil belajar
adalah kondisi individual subjek didik sendiri. Termasuk ke dalam faktor ini
adalah kesegaran jasmani dan kesehatan indra. Subjek didik yang berada dalam
kondisi jasmani yang kurang segar tidak akan memiliki kesiapan yang memadai
untuk memulai tindakan belajar.
2. Faktor Psikologis
Faktor-faktor psikologis yang berpengaruh terhadap proses dan hasil belajar,
jumlahnya banyak sekali, dan masing-masingnya tidak dapat dibahas secara
terpisah.

Perilaku individu, termasuk perilaku belajar, merupakan totalitas penghayatan


dan aktivitas yang lahir sebagai hasil akhir saling pengaruh antara berbagai
gejala, seperti perhatian, pengamatan, ingatan, pikiran dan motif.
a.

Perhatian

Tentulah dapat diterima bahwa subjek didik yang memberikan perhatian intensif
dalam belajar akan memetik hasil yang lebih baik. Perhatian intensif ditandai
oleh besarnya kesadaran yang menyertai aktivitas belajar. Perhatian intensif
subjek didik ini dapat dieksloatasi sedemikian rupa melalui strategi pembelajaran
tertentu, seperti menyediakan material pembelajaran yang sesuai dengan
kebutuhan subjek didik, menyajikan material pembelajaran dengan teknik-teknik
yang bervariasi dan kreatif, seperti bermain peran (role playing), debat dan
sebagainya.
Strategi pemebelajaran seperti ini juga dapat memancing perhatian yang
spontan dari subjek didik. Perhatian yang spontan dimaksudkan adalah perhatian
yang tidak disengaja, alamiah, yang muncul dari dorongan-dorongan instingtif
untuk mengetahui sesuatu, seperti kecendrungan untuk mengetahui apa yang
terjadi di sebalik keributan di samping rumah, dan lain-lain. Beberapa hasil
penelitian psikologi menunjukkan bahwa perhatian spontan cendrung
menghasilkan ingatan yang lebih lama dan intensif dari pada perhatian yang
disengaja.
b.

Pengamatan

Pengamatan adalah cara pengenalan dunia oleh subjek didik melalui


penglihatan, pendengaran, perabaan, pembauan dan pengecapan. Pengamatan
merupakan gerbang bai masuknya pengaruh dari luar ke dalam individu subjek
didik, dan karena itu pengamatan penting artinya bagi pembelajaran.
Untuk kepentingan pengaturan proses pembelajaran, para pendidik perlu
memahami keseluruhan modalitas pengamatan tersebut, dan menetapkan
secara analitis manakah di antara unsur-unsur modalitas pengamatan itu yang
paling dominan peranannya dalam proses belajar. Kalangan psikologi tampaknya
menyepakati bahwa unsur lainnya dalam proses belajar. Dengan kata lain,
perolehan informasi pengetahuan oleh subjek didik lebih banyak dilakukan
melalui penglihatan dan pendengaran.
Jika demikian, para pendidik perlu mempertimbangkan penampilan alat-alat
peraga di dalam penyajian material pembelajaran yang dapat merangsang
optimalisasi daya penglihatan dan pendengaran subjek didik. Alat peraga yang
dapat digunakan, umpamanya ; bagan, chart, rekaman, slide dan sebagainya.
c.

Ingatan

Secara teoritis, ada 3 aspek yang berkaitan dengan berfungsinya ingatan, yakni
(1) menerima kesan, (2) menyimpan kesan, dan (3) memproduksi kesan.
Mungkin karena fungsi-fungsi inilah, istilah ingatan selalu didefinisikan sebagai
kecakapan untuk menerima, menyimpan dan mereproduksi kesan.

Kecakapan merima kesan sangat sentral peranannya dalam belajar. Melalui


kecakapan inilah, subjek didik mampu mengingat hal-hal yang dipelajarinya.
Dalam konteks pembelajaran, kecakapan ini dapat dipengaruhi oleh beberapa
hal, di antaranya teknik pembelajaran yang digunakan pendidik. Teknik
pembelajaran yang disertai dengan penampilan bagan, ikhtisar dan sebagainya
kesannya akan lebih dalam pada subjek didik. Di samping itu, pengembangan
teknik pembelajaran yang mendayagunakan titian ingatan juga lebih
mengesankan bagi subjek didik, terutama untuk material pembelajaran berupa
rumus-rumus atau urutan-urutan lambang tertentu. Contoh kasus yang menarik
adalah mengingat nama-nama kunci nada g (gudeg), d (dan), a (ayam), b
(bebek) dan sebagainya.
Hal lain dari ingatan adalah kemampuan menyimpan kesan atau mengingat.
Kemampuan ini tidak sama kualitasnya pada setiap subjek didik. Namun
demikian, ada hal yang umum terjadi pada siapapun juga : bahwa segera setelah
seseorang selesai melakukan tindakan belajar, proses melupakan akan terjadi.
Hal-hal yang dilupakan pada awalnya berakumulasi dengan cepat, lalu kemudian
berlangsung semakin lamban, dan akhirnya sebagian hal akan tersisa dan
tersimpan dalam ingatan untuk waktu yang relatif lama.
Untuk mencapai proporsi yang memadai untuk diingat, menurut kalangan
psikolog pendidikan, subjek didik harus mengulang-ulang hal yang dipelajari
dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama. Implikasi pandangan ini dalam
proses pembelajaran sedemikian rupa sehingga memungkinkan bagi subjek didik
untuk mengulang atau mengingat kembali material pembelajaran yang telah
dipelajarinya. Hal ini, misalnya, dapat dilakukan melalui pemberian tes setelah
satu submaterial pembelajaran selesai.
Kemampuan resroduksi, yakni pengaktifan atau prosesproduksi ulang hal-hal
yang telah dipelajari, tidak kalah menariknya untuk diperhatikan. Bagaimanapun,
hal-hal yang telah dipelajari, suatu saat, harus diproduksi untuk memenuhi
kebutuhan tertentu subjek didik, misalnya kebutuhan untuk menjawab
pertanyaan-pertanyaan dalam ujian ; atau untuk merespons tantangan-tangan
dunia sekitar.
Pendidik dapat mempertajam kemampuan subjek didik dalam hal ini melalui
pemberian tugas-tugas mengikhtisarkan material pembelajaran yang telah
diberikan.
d.

Berfikir

Definisi yang paling umum dari berfikir adalah berkembangnya ide dan konsep
(Bochenski, dalam Suriasumantri (ed), 1983:52) di dalam diri seseorang.
Perkembangan ide dan konsep ini berlangsung melalui proses penjalinan
hubungan antara bagian-bagian informasi yang tersimpan di dalam didi
seseorang yang berupa pengertian-perngertian. Dari gambaran ini dapat dilihat
bahwa berfikir pada dasarnya adalah proses psikologis dengan tahapan-tahapan

berikut : (1) pembentukan pengertian, (2) penjalinan pengertian-pengertian, dan


(3) penarikan kesimpulan.
Kemampuan berfikir pada manusia alamiah sifatnya. Manusia yang lahir dalam
keadaan normal akan dengan sendirinya memiliki kemampuan ini dengan tingkat
yang reletif berbeda. Jika demikian, yang perlu diupayakan dalam proses
pembelajaran adalah mengembangkan kemampuan ini, dan bukannya
melemahkannya. Para pendidik yang memiliki kecendrungan untuk memberikan
penjelasan yang selengkapnya tentang satu material pembelajaran akan
cendrung melemahkan kemampuan subjek didik untuk berfikir. Sebaliknya, para
pendidik yang lebih memusatkan pembelajarannya pada pemberian pengertianpengertian atau konsep-konsep kunci yang fungsional akan mendorong subjek
didiknya mengembangkan kemampuan berfikir mereka. Pembelajaran seperti ni
akan menghadirkan tentangan psikologi bagi subjek didik untuk merumuskan
kesimpulan-kesimpulannya secara mandiri.
e.

Motif

Motif adalah keadaan dalam diri subjek didik yang mendorongnya untuk
melakukan aktivitas-aktivitas tertentu. Motif boleh jadi timbul dari rangsangan
luar, seperti pemberian hadiah bila seseorang dapat menyelesaikan satu tugas
dengan baik. Motif semacam ini sering disebut motif ekstrensik. Tetapi tidak
jarang pula motif tumbuh di dalam diri subjek didik sendiri yang disebut motif
intrinsik. Misalnya, seorang subjek didik gemar membaca karena dia memang
ingin mengetahui lebih dalam tentang sesuatu.
Dalam konteks belajar, motif intrinsik tentu selalu lebih baik, dan biasanya
berjangka panjang. Tetapi dalam keadaan motif intrinsik tidak cukup potensial
pada subjek didik, pendidik perlu menyiasati hadirnya motif-motif ekstrinsik.
Motif ini, umpamanya, bisa dihadirkan melalui penciptaan suasana kompetitif di
antara individu maupun kelompok subjek didik. Suasana ini akan mendorong
subjek didik untuk berjuang atau berlomba melebihi yang lain.Namun demikian,
pendidik harus memonitor suasana ini secara ketat agar tidak mengarah kepada
hal-hal yang negatif.
Motif ekstrinsik bisa juga dihadirkan melalui siasat self competition, yakni
menghadirkan grafik prestasi individual subjek didik.Melalui grafik ini, setiap
subjek didik dapat melihat kemajuan-kemajuannya sendiri. Dan sekaligus
membandingkannya dengan kemajuan yang dicapai teman-temannya.Dengan
melihat grafik ini, subjek didik akan terdorong untuk meningkatkan prestasinya
supaya tidak berada di bawah prestasi orang lain.
F.
1.

Perspektif Dalam Belajar


Perspektif perilaku

Menyatakan bahwa perilaku sosial kita paling baik dijelaskan melalui perilaku
yang secara langsung dapat diamati dan lingkungan yang menyebabkan perilaku
kita berubah.

2.

Perspektif kognitif

Menjelaskan perilaku sosial kita dengan cara memusatkan pada bagaimana kita
menyusun mental (pikiran, perasaan) dan memproses informasi yang datangnya
dari lingkungan . Kedua perspektif tersebut banyak dikemukakan oleh para
psikolog sosial yang berlatar belakang psikologi.
Di samping kedua perspektif di atas, ada dua perspektif lain yang sebagian
besarnya diutarakan oleh para psikolog sosial yang berlatas belakang sosiologi.

3.

Perspektif struktural

Memusatkan perhatian pada proses sosialisasi, yaitu proses di mana perilaku kita
dibentuk oleh peran yang beraneka ragam dan selalu berubah, yang dirancang
oleh masyarakat kita.
4.

Perspektif interaksionis

Memusatkan perhatiannya pada proses interaksi yang mempengaruhi perilaku


sosial kita. Perbedaan utama di antara kedua perspektif terakhir tadi adalah
pada pihak mana yang berpengaruh paling besar terhadap pembentukan
perilaku. Kaum strukturalis cenderung meletakan struktur sosial (makro) sebagai
determinan perilaku sosial individu, sedangkan kaum interaksionis lebih
memandang individu (mikro) merupakan agen yang aktif dalam membentuk
perilakunya sendiri.
G.

1.

Pengkondisian Klasik dan Pengkondisian Operan

Pengkondisian Klasik/ pengkondisian Responden

Sebuah respon diharapkan muncul dari organism lewat suatu stimulus spesifik
yang sudah diketahui.Pengkondisian klasik terhadap manusia pertama kali
disampaikan oleh J.B. Watson & Rosalie Rayner pada tahun 1920 pada anak
lelaki kecil bernama Albert
2.

Pengkondisian Operan

Sebuah perilaku diharapkan muncul setelah mendapat penguatan.


Perbedaan antara pengkondisian klasik dan operan adalah:
Pengkondisian Klasik/ pengkondisian Responden. Maksudnya perilaku
dimunculkan oleh organism, respon yang dimunculkan ditarik keluar dari dalam
diri organism
Pengkondisian Operan. Maksudnya Perilaku dipancarkan tidak terdapat dalam
diri organisme, respon respon yang muncul begitu saja karena pernah ada

sebelumnya & dipancarkan begitu saja karena sejarah penguatan atau sejarah
evolusi organism itu sendiri. Pengutan tidak menyebabkan perilaku namun hanya
memperrsiapkan suasana abagi pengulangannya
H.

Prinsip Belajar Efektif

Kegiatan belajar itu merupakan proses yang kompleks, bukannya proses yang
sederhana. Belajar melibatkan bukan saja intelek, tetapi juga fisik, emosi, sosial,
persepsi dan sebagainya. Penggunaan prinsip-prinsip belajar disini secara
empiris memang dapat dibenarkan dan secara efektif dapat disampaikan kepada
para calon guru. Prinsip-prinsip belajar juga akan memberikan pemikiran
psikologis kepada guru-guru dan calon guru untuk mendapatkan dan
menemukan metode-metode mengajar yang jitu serta memilih secara lebih
inteligen antara metode mengajar yang baru sehingga secara tepat dapat
mengarahkan kepadanya
Sehubungan dengan prinsip-prinsip belajar dimaksud, Nasution mengemukakan
antara lain :
1.

Agar seseorang benar-benar belajar, ia harus mempunyai suatu tujuan.

2.
Tujuan itu harus timbul dari atau berhubungan dengan kebutuhan hidupnya
dan bukan karena paksaan oleh orang lain.
3.
Orang itu harus bersedia mengalami bermacam-macam kesukaran dan
berusaha denga tekun untuk mencapai tujuan yang berharga baginya.
4.

Belajar itu harus terbukti dari perubahan tingkah lakunya.

5.
Selain tujuan tujuan pokok yang hendak dicapai, diperolehnya pula hasilhasil sambilan atau sampingan.
6.

Belajar lebih berhasil dengan jalan berbuat atau melakukan.

7.
Seorang pelajar sebagai keseluruhan, tidak dengan otaknya, atau secara
intelektual saja tetapi juga secara sosial, emosional, etis dan sebagainya.
8.
Dalam hal belajar seseorang memerlukan bantuan dan bimbingan dari
orang lain.
9.

Untuk belajar diperlukan insight.

10. Disamping mengejar tujuan belajar yang sebenarnya, seseorang sering


mengejar tujuan-tujuan lain.
11. Belajar lebih berhasil, apabila usaha itu memberi sukses yang
menyenangkan.
12. Ulangan dan latihan perlu, akan tetapi harus didahului oleh pemahaman.
13. Belajar hanya mungkin kalau ada kemauan dan hasrat untuk belajar. (Abror,
1993).

Prinsip Belajar dalam Perspektif Hadits


Sebelum ahli kejiwaan modern menemukan beberapa prinsip belajar. Al-Quran
sejak abad 14 silam telah mempraktekkan prinsip tersebut dalam mengubah
prilaku manusia, mendidik jiwa mereka dan membangun kepribadiannya.
Disamping itu, Rasululah SAW juga mempraktekkan prinsip itu dalam mendidik
kejiwaan para Sahabat, mengubah prilaku mereka dan membangun kepribadian
para Sahabat.
Motivasi merupakan prinsip yang terpenting dari semua prinsip belajar. Hasil
eksperimen menjelaskan pentingnya motivasi dalam proses belajar ini karena
hasil dari berbagai studi menunjukkan bahwa belajar akan terjadi secara cepat
dan efektif jika ada motivasi tertentu.

I.

pengertian memori

Ditinjau dari sudut jenis memori informasi dan pengetahuan yang disimpan,
memori manusia itu terdiri atas dua macam.
1. Semantic Memory (memori semantik), yaitu memori khusus yang menyimpan
arti-arti atau pengertian-pengertiaan.
2. Episodic Memory (memori episodik), yaitu memori khusus yang menyimpan
informasi tentang peristiwa-peristiwa.
Menurut Reber (1988), dalam memori semantik, informasi yang diterima
ditransformasikan dan diberi kode arti, lalu atas dasar arti itu. Jadi, informasi
yang kita simpan tidak dalam bentuk aslinya, tetapi dalam bentuk kode yang
memiliki arti. Banyak ahli yang percaya bahwa memori semantik itu berfungsi
menyimpan konsep-konsep yang signifikan dan bertalian satu dengan yang
lainnya.
Memori episodik adalah memori yang menerima & menyimpan persirtiwaperistiwa yang terjadi atau dalam waktu dan tempat tertentu, yang berfungsi
sebagai otobiografi. Sebagian ahli memperkirakan bahwa memori episodik
mungkin dapat menyimpan pengetahuan yang bersifat semantik. Best (1989)
berpendapat bahwa antara item pengetahuan episodik dengan item
pengetahuan semantik terhadap hubungan yang memungkinkan bergabungnya
item episodik dalam memori semantik. Dalam hal ini, item pengetahuan dalam
memori episodik dapat diproses atau dimodifikasi oleh sistem akal kita menjadi
item-item yang berbentuk arti-arti sehingga memperoleh akses ke memori
semantik. Diluar kemungkinan proses ini, belum ada keterangan lain yang lebih
akurat mengenai sifat dan cara penggabungan antara memori episodik dengan
memori semantik. (syah, 2007)
J.

Memori Jangka Pendek

Informasi yang dipersepsi seseorang dan mendapatkan perhatian ditransfer ke


komponen kedua dari sistem memori yaitu memori jangka pendek. Menurut
Slavin (dalam Nur dkk,1998:8) dijelaskan bahwa memori jangka pendek adalah
sistem penyimpanan yang dapat menyimpan informasi dalam jumlah yang
terbatas hanya dalam beberapa detik. Biasanya memori ini menyimpan
informasi yang terkini yang sedang dipikirkan. Satu cara untuk menyimpan
informasi ke dalam memori jangka pendek adalah memikirkan tentang informasi
itu atau mengucapkannya berkali-kali. Proses mempertahankan suatu informasi
dalam memori jangka pendek dengan cara mengulang-ulang disebut menghafal
(rehearsal). Menghafal sangat penting dalam belajar, karena semakin lama suatu
butir tinggal di dalam memori jangka pendek, semakin besar kesempatan butir
itu akan ditransfer ke memori jangka panjang. Tanpa pengulangan kemungkinan
butir itu tidak akan tinggal di memori jangka pendek lebih dari sekitar 30 detik
maka informasi itu dapat hilang akibat desakan informasi lainnya, karena
memori jangka pendek mempunyai kapasitas yang terbatas yaitu 5 sampai 9 bits
informasi (Miller,1956 dalam Nur dkk,1998:9) yaitu hanya bisa berpikir antara 5
sampai 9 hal yang berbeda dalam satu waktu tertentu
K.

Memori Jangka Panjang

Memori jangka panjang merupakan bagian dari sistem memori tempat


menyimpan informasi untuk periode waktu yang panjang. Memori jangka
panjang memiliki kapasitas yang sangat besar tempat menyimpan memori
dengan jangka yang sangat panjang. Banyak ahli yakin bahwa informasi yang
terdapat dalam memori jangka panjang tidak pernah dilupakan, kemungkinan
hanya sekedar kehilangan kemampuan untuk menemukan kembali informasi
yang tersimpan di dalam memori kita.
Menyatakan bahwa para ahli membagi memori jangka panjang menjadi tiga
bagian yaitu: memori episodik, memori semantik dan memori prosedural.
Memori episodik adalah memori tentang pengalaman pribadi, suatu gambaran
mental tentang sesuatu yang dilihat atau didengar. Memori semantik adalah
memori jangka panjang yang berisi fakta-fakta dan generalisasi informasi yang
diketahui misalnya konsep, prinsip atau aturan dan bagaimana menggunakannya
dan keterampilan pemecahan masalah dan strategi belajar. Memori prosedural
mengacu pada mengetahui bagaimana (knowing how) sebagai lawan dari
mengetahui apa (knowing that) (Syswester,1985 dalam Nur dkk,1998:13).
L.

Memori Implisit

Kemampuan mengingat merupakan salah satu faktor penting dalam kehidupan


anak. Banyaknya rangsangan yang diperoleh sebagai hasil dari belajar yang
optimal, salah satunya ditentukan oleh seberapa kuat daya ingat anak. Tak heran
jika daya ingat menjadi salah satu indikator kecerdasan selain konsentrasi dan
daya nalar.
Carolyn Rovee, guru besar psikologi dari Rutgers University, Amerika
berpendapat memori sudah terbentuk sejak lahir, walaupun tidak semua
informasi akan diingat sampai dewasa. Pakar psikologi yang lainnya, Jean Mandle

berpendapat memori terdiri atas implicit memory (memori yang terjadi karena
adanya suatu proses pembiasaan) dan explicit memory (kemampuan untul
secara sadar mencari informasi masa lalu).
Contoh, ketika anak belajar naik sepeda, dia sedang membuat kedua set memori
itu. Memori eksplisitnya merekam hal-hal yang ditangkap oleh indra, seperti
warna sepeda pertamanya adalah kuning, bergambar ikan hiu, ada botol
minumnya, dering belnya nyaring dll. Sedangkan implisit memorii merekam
semua kegiatan organ tubuh atau mekanikal tubuh saat mengayuh sepeda.
Memori eksplisit boleh saja hilang tapi memori implisit tetap ada. Bisa saja anak
lupa motif sepeda pertamanya, tapi dia tidak akan lupa cara mengayuh sepeda.
M. Memory Konstruktif
Didalam proses ini memori konstruktif sangat cenderung menggunakan
pengetahuan umum kita untuk mengkontruksi memori yang lengkap akan cerita
atau peristiwa yang terjadi. jika kita mendengar suatu kalimat atau cerita, kita
sering kali memperlakukannya sebagai deskripsi yang tidak lengkap dari
peristiwa nyata, sehingga kita menggunakan pengetahuan umum untuk
mengkontruksi deskripsi peristiwa yang lebih lengkap dengan menambahkan
pernyataan pada kalimat dan cerita yang tampaknya mengikuti kalimat atau
cerita itu. Sebagai contoh, saat mendengar, Mike memecahkan botol dalam
perkelahian di bar. Dan kita kemungkinan menyimpulkan botol itu adalah botol
air atau whiskey dan bukan botol susu atau soda. Kita menambahkan
kesimpulan ke memori kita tentang kalimat itu sendiri. Dengan demikian,
memori total kita jauh lebih luas dari informasi asli yang diberikan. Kita mengisi
informasi asli dengan menggunakan pengetahuan umum tentang apa yang
terjadi. kita melakukan hal itu karena kita coba menjelaskan kepada diri sendiri
tentang peristiwa yang kita dengar. Dengan demikian, memori konstruktif
merupakan produk sanmping dari kebutuhan kita untuk mengenali dunia.
N.
1.

Meningkatkan Daya Ingat,


Perhatian.

Bila kita ingin selalu mengingat apa yang dikatakan seseorang, perhatikanlah
dengan baik apa yang dikatakan orang tersebut. Perhatikan setiap detil dari
perkataannya. Pusatkan sepenuhnya perhatian kita pada lawan bicara yang ada
di hadapan kita.
2.

Gunakan seluruh panca indera anda.

Semakin banyak anda menggunakan panca indera dalam memperhatikan


sesuatu maka akan semakin lama ingatan terhadap hal tersebut membekas di
otak anda. Lihat, rasakan, dan hayati apa yang mengalir dari setiap ucapan
orang tersebut.
3.

Hubungkan dengan sesuatu.

Menghubungkan suatu benda dengan benda yang lain akan membantu anda
mengingat benda tersebut. Misalnya anda bertemu seseorang lalu anda ingin
mengingat namanya, perhatikan dengan seksama apa yang unik atau berbeda
dari orang tersebut. Si Ani yang berambut lurus dan bermata indah badannya
harum bagaikan bunga mawar. Semakin unik hubungan yang anda buat maka
akan semakin bagus ingatan anda terhadap orang tersebut.
4.

Antusialah dalam melakukan sesuatu.

Semakin antusias dan senang anda terhadap sesuatu atau seseorang maka
akan semakin mudah anda mengingatnya dalam jangka waktu lama. Bila anda
menyukai sesuatu atau seseorang maka anda akan sangat memperhatikannya
dan anda akan menggunakan seluruh panca indera anda untuk merasakannya.
Bahkan anda akan menghubungkannya dengan sesuatu benda yang menarik
sehingga bila anda melihat benda tersebut maka anda akan kembali
mengingatnya.
5.

Ulangi.

Ulangi, ulangi dan ulangi apa yang ingin anda ingat. Para ahli dibidang perotakan mengatakan bahwa otak manusia hanya mampu mengingat 7 bagian
informasi dalam kurang dari 30 detik. Jika anda ingin lebih lama mengingat maka
anda harus selalu mengulangi dalam benak apa yang ingin anda ingat.
6.

Olah ragalah yang cukup.

Olah raga terutama yang meningkatkan sirkulasi oksigen ke otak akan


meningkatkan fungsi otak secara maksimal. Mengingat adalah salah satu fungsi
otak yang sangat penting.
7.

Kendalikan stress anda.

Stress akan meningkatkan kadar hormon kortisol yang mengganggu fungsi otak
akibat matinya sel saraf otak. Stress juga akan menganggu selera makan dan
tidur anda yang pada gilirannya akan berdampak pula pada kemampuan daya
ingat. Salah satu cara untuk mengendalikan stress adalah dengan berolah raga.
8.

Tidurlah yang cukup.

Saat kita terlelap terutama beberapa jam di awal tidur, otak kita akan
menyibukan diri memproses segala informasi yang kita pelajari sebelumnya. Hal
ini tentu akan menambah kemampuan daya ingat.
O.

Penalaran,

Penalaran adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera


(observasi empirik) yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian.
Berdasarkan pengamatan yang sejenis juga akan terbentuk proposisi proposisi
yang sejenis, berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui atau dianggap
benar, orang menyimpulkan sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak
diketahui. Proses inilah yang disebut menalar.

Dalam penalaran, proposisi yang dijadikan dasar penyimpulan disebut dengan


premis (antesedens) dan hasil kesimpulannya disebut dengan konklusi
(consequence).

P.

Proses Berpikir

Proses atau jalannya berpikir itu pada pokoknya ada tiga langkah, yaitu:
1.

Pembentukan Pengertian

Pengertian, atau lebih tepatnya disebut pengertian logis di bentuk melalui tiga
tingkatan, sebagai berikut:
a. Menganalisis ciri-ciri dari sejumalah obyek yang sejenis. Obyek tersebut kita
perhatikan unsur - unsurnya satu demi satu. Misalnya maupun membentuk
pengertian manusia.
b. Membanding - bandingkan ciri tersebut untuk diketemukan ciri - ciri mana
yang sama, mana yang tidak sama, mana yang selalu ada dan mana yang tidak
selalu ada mana yang hakiki dan mana yang tidak hakiki.
c. Mengabstraksikan, yaitu menyisihkan, membuang, ciri-ciri yang tidak hakiki,
menangkap ciri-ciri yang hakiki. Pada contoh di atas ciri - ciri yang hakiki itu
ialah: Makhluk hidup yang berbudi.

Q.

Berpikir Imaginer

Jangan kalian bayangkan bahwa kekuatan imajiner adalah kemampuan untuk


membayangkan sesuatu yang berlebihan, tidak karuan dan cenderung
menghayal. Akan tetapi kekuatan imajiner di sini terbentuk atas dasar kekuatan
emosional, intelektual, spiritual, dan intuisi. orang yang memiliki emosionalitas
yang tinggi berbeda kekuatan imajinernya dengan orang yang memiliki
emosionalitas rendah, begitu juga secara intelektual, spiritual, dan intuisi.
Kekuatan-kekuatan yang demikian itu perlu adanya proses pengasahan supaya
kita mampu untuk berpikir secara cerdas dengan imajiner yang cerdas pula.
Karena kekuatan imajiner tersebut, lahir pula tindakan imajiner dengan konten
dan aspek yang sama yaitu emosional, intelektual, spiritual, dan intuisi. Untuk
selanjutnya kita perlu untuk menerima saran dan kritik agar kita mampu melihat
kekurangan kita serta bisa memahami perbedaan yang ada. Hingga pada
puncaknya, dapat menjadikan kita sebagai seseorang yang dinamis dalam
berpikir dan bertindak (tidak stagnan). Seseorang yang dinamis akan tercermin
dari tindakan-tindakannya, berupa tindakan yang inovatif, kreatif, strategis serta
independensi.
R.

Perkembangan Bahasa dan Komunikasi

Dorongan Penggunaan Bahasa


Menurut Karl Buhler (dalam Kartono, 1990) terdapat tiga dorongan utama dalam
penggunaan bahasa, yaitu :
1.
Kundgabe (pengumuman, maklumat, pemberitahuan) : ada dorongan yang
merangsang anak untuk memberitahukan isi kehidupan batiniahnya, yaitu
pikiran, perasaan, kemauan, harapan, fantasi diri, dan lain-lain kepada orang
lain.
2.
Auslosung (pelepasan) : ada dorongan yang kuat pada anak untuk
melepaskan kata-kata dan kalimat-kalimat sebagai hasil dari peniruan.
3.
Darstellung (pengungkapan, penyampaian, pemaparan) : anak ingin
mengungkapkan keluar segala sesuatu yang menarik hati dan memikat
perhatiannya.
Perkembangan Bahasa Menurut Stern
Suami istri Clara dan William Stern (dalam Kartono, 1990) membagi
perkembangan bahasa anak yang normal dalam empat periode perkembangan ,
yaitu :
1.
Prastadium. Pada tahun pertama : meraban, dan kemudian menirukan
bunyi-bunyi. Mula-mula menguasai huruf hidup, kemudian huruf mati, terutama
huruf-huruf bibir. Lalu berlangsung proses reduplikasi atau pengulangan suku
kata seperti : ma ma, pa pa, mam mam, uk uk, dan lain sebagainya.
2.
Masa pertama (kurang lebih 12 -18 bulan) : stadium kalimat-satu-kata.
Satu perkataan dimaksudkan untuk mengungkapkan satu perasaan atau satu
keinginan. Umpama kata mama, dimaksudkan untuk : Mama, dudukkanlah
saya di kursi itu! Mama, saya minta makan.
3.
Masa kedua (kurang lebih 18-24 bulan) : anak mengalami stadium-nama.
Pada saat ini timbul kesadaran bahwa setiap benda mempunyai nama. Jadi ada
kesadaran tentang bahasa. Anak mengalami peristiwa lapar-kata : yaitu mau
menghafal secara terus menerus kata-kata baru, dan ingin memahami artinya.
Perbendaharaan kata anak menjadi semakin bertambah dengan cepatnya dan
anak selalu merasa haus-tanya dengan jalan mengajukan pertanyaan
sebanyak-banyaknya. Pada saat anak mulai meninggalkan kalimat-satu-kata, lalu
menggunakan dua atau tiga kata-kata sekaligus. Mula-mula ia mengucapkannya
dengan tergagap-gagap : lambat laun kalimatnya terungkapkan lebih lancar.
Mulailah muncul kata-kata benda dan kata-kata kerja, yang disusul dengan kata
sifat. Baru sesudah anak berusia 3 tahun, anak mulai menguasai kata-kata
penghubung.
4.
Masa ketiga(kurang lebih 24-30 bulan) : anak mengalami stadium-flexi
(flexi, flexico = menafsirkan, mengakrabkan kata-kata). Lambat laun anak mulai
menggunakan kata-kata kerja yang ditafsirkan, yaitu kata-kata yang sudah

diubah dengan menambahkan awalan, akhiran, dan sisipan. Bentuk kalimatkalimat masih tunggal. Kemudian anak mulai menggunakan kata-kata seru,
kalimat bertanya, dan kalimat penjelasan. Lalu bisa merangkaikan kalimatkalimat pendek. Biasanya bentuk pertanyaan ditujukan pada pengertian nama
benda-benda, letak benda (di mana), dan apakah benda itu.
5.
Masa keempat (mulai usia 30 bulan ke atas) : stadium anak kalimat. Anak
mulai merangkaikan pokok pemikiran anak dengan penjelasannya, berupa anak
kalimat. Pertanyaan anak kini sudah manyangkut perhubungan waktu (kapan,
bila), dan kaitan sebab musabab (mengapa).
Ciri khas bahasa untuk mengungkapkan perasaan dan keinginan anak sendiri,
terutama berlangsung pada masa kedua, ketiga, dan keempat. Kemudian anak
mampu menyatakan pikiran dan perasaan mengenai suatu benda di luar dirinya.
Oleh pemahaman yang masih sederhana dan penguasaan bahasa yang masih
miskin, seringkali cerita-cerita anak itu berupa kibulan, yang kita kenal
sebagai pseudo-dusta atau kebohongan semu. Dengan cerita kibulan ini anak
bukan bermaksud untuk berdusta betul-betulan, akan tetapi hal itu disebabkan
oleh penguasaan bahasa anak yang masih primitive sederhana.
Besar kecilnya perbendaharaan bahasa anak sangat bergantung pada
lingkungan budayanya, yaitu faktor orang tua, sekolah, dan milieu. Sehubungan
dengan hal ini, sungguhpun bahasa anak-anak itu bengkang-bengkok dan
tersendat-sendat, sebaiknya orang tua tidak usah ikut-ikutan menggunakan
bahasa kacau ini dan tetap mengajarkan bahasa yang halus dan indah pada
anak.
Kerancuan Bicara masa Kanak-Kanak yang Umum
Pada periode belajar bahasa tersebut, seringkali anak mengalami kerancuan
bicara yang sifatnya umum. Hurlock (1978) membagi kerancuan bicara masa
kanak-kanak menjadi empat, yaitu :
1.
Lisping berarti penggantian bunyi huruf. Pengganti yang paling umum
adalah th untuk s, seperti dalam thimple thimon dan w untuk r, seperti dalam
wed wose. Lisping biasanya disebabkan oleh kesalahan bicara kebayi-bayian.
Hilangnya gigi depan mungkin menyebabkan gangguan temporer. Lisping pada
orang dewasa biasanya timbul karena adanya ruangan di antara gigi atas depan.
2.
Slurring adalah bicara yang tidak jelas akibat tidak berfungsinya bibir,
lidah, atau rahang dengan baik. Kadang-kadang slurring disebabkan oleh
kelumpuhan organ suara atau karena otot lidah kurang berkembang. Apabila
emosi terganggu atau merasa gembira, anak mungkin berkata tergopoh-gopoh
tanpa mengucapkan setiap huruf dengan jelas. Slurring paling umum terjadi
selama tahun-tahun pra sekolah sebelum bicara menjadi kebiasaan.
3.
3. Stuttering (menggagap) adalah keragu-raguan, pengulangan bicara
disertai dengan kekejangan otot kerongkongan dan diafragma. Stuttering timbul
dari gangguan Pernafasan yang sebagian atau seluruhnya diakibatkan oleh tidak
terkoordinasinya otot bicara. Hal ini mirip dengan seorang yang berada dalam

keadaan takut yang menyebabkan ia seolah kehilangan kata-kata. Biasanya


disertai dengan gemetaran, terhentinya bicara, dan sewaktu-waktu pembicara
tidak sanggup mengeluarkan bunyi. Kemudian, apabila ketegangan otot berlalu,
kata-kata membanjir ke luar dan kemudian diikuti dengan kekejangan yang lain.
Stuttering dimulai pada waktu anak berusia 2, 5 dan 3,5 tahun. Normalnya
stuttering menurun pada saat anak dapat melakukan penyesuaian rumah dan
social yang lebih baik.
4.
4. Cluttering adalah berbicara dengan cepat dan membingungkan, yang
sering keliru disamakan dengan stuttering. Biasanya terjadi pada anak yang
pengendalian motorik dan perkembangan bicaranya terlambat. Cluttering
merupakan kesalahan bicara berlebihan yang dilakukan oleh orang normal. Tidak
seperti stuttering, cluttering dapat diperbaiki jika orang memperhatikan benar
hal-hal yang ingin dikatakan.
Kondisi yang Menimbulkan Perbedaan dalam Belajar Berbicara
Telah disebutkan beberapa kali bahwa kemampuan anak dalam berbicara tidak
sama antara satu anak dengan anak yang lain. Perbedaan-perbedaan tersebut
antara lain dipengaruhi oleh beberapa kondisi (Hurlock, 1978), yaitu :
1.

Kesehatan

Anak yang sehat, lebih cepat belajar berbicara ketimbang anak yang tidak sehat,
karena motivasinya lebih kuat untuk menjadi anggota kelompok social dan
berkomunikasi dengan anggota kelompok tersebut.
1.

Kecerdasan

Anak yang memiliki kecerdasan tinggi akan belajar berbicara lebih cepat dan
memperlihatkan penguasaan bahasa yang lebih unggul ketimbang anak yang
tingkat kecerdasannya rendah.
1.

Keadaan sosial ekonomi

Anak dari kelompok yang keadaan sosial ekonominya tinggi akan lebih mudah
belajar berbicara, mengungkapkan dirnya lebih baik, dan lebih banyak berbicara
ketimbang anak dari kelompok yang keadaan social ekonominya lebih rendah.
Penyebab utamanya adalah bahwa anak dari kelompok yang lebih tinggi, lebih
banyak didorong untuk berbicara dan lebih banyak dibimbing untuk
melakukannya.
1.

Jenis kelamin

Dibandingkan dengan anak perempuan, anak laki-laki lebih tertinggal dalam


belajar berbicara. Pada setiap jenjang umur, kalimat anak lelaki lebih pendek dan
kurang betul tata bahasanya, kosa kata yang diucapkan lebih sedikit, dan
pengucapannya kurang tepat ketimbang anak perempuan.
1.

Keinginan berkomunikasi

Semakin kuat keinginan untuk berkomunikasi dengan orang lain, maka akan
semakin kuat motivasi anak untuk belajar berbicara, dan ia akan semakin
bersedia menyisihkan waktu dan mengeluarkan usaha yang lebih besar untuk
belajar.
1.

Dorongan

Semakin banyak anak didorong untuk berbicara dengan mengajaknya bicara dan
didorong dengan menanggapinya, maka akan semakin awal mereka belajar
berbicara dan semakin baik kualitas bicaranya.
1.

Ukuran keluarga

Anak tunggal atau anak dari keluarga kecil biasanya berbicara lebih awal dan
lebih baik ketimbang anak dari keluarga besar, karena orang tua dapat
menyisihkan waktu yang lebih banyak untuk mengajar anaknya berbicara.
1.

Urutan kelahiran

Dalam keluarga yang sama, anak pertama lebih unggul ketimbang anak yang
lahir kemudian. Hal ini disebakan orang tua dapat menyisihkan waktunya yang
lebih banyak untuk mengajar dan mendorong anak yang lahir pertama dalam
belajar berbicara ketimbang untuk anak yang lahir kemudian.
1.

Metode pelatihan anak

Anak-anak yang dilatih secara otoriter yang menekankan bahwa anak harus
dilihat dan bukan didengar merupakan hambatan untuk belajar, sedangkan
pelatihan yang memberikan keleluasaan dan demokratis akan mendorong anak
untuk belajar.
10. Kelahiran kembar
Anak yang lahir kembar umumnya terlambat dalam perkembangan bicaranya
terutama karena mereka lebih banyak bergaul dengan saudara kembarnya dan
hanya memahami logat khusus yang mereka miliki. Hal ini melemahkan motivasi
mereka untuk belajar berbicara agar orang lain dapat memahami mereka.
11. Hubungan dengan teman sebaya
Semakin banyak hubungan anak dengan teman sebyanya dan semakin besar
keinginan mereka untuk diterima sebagai anggota kelompok sebaya, akan
semakin kuat motivasi mereka untuk belajar berbicara.
12. Kepribadian
Anak yang dapat menyesuaikan diri dengan baik cenderung mempunyai
kemampuan bicara lebih baik, baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif,
ketimbang anak yang penyesuaian dirinya jelek. Kenyataannya, bicara seringkali
dipandang sebagai salah satu petunjuk anak yang sehat mnenta

Anda mungkin juga menyukai