Anda di halaman 1dari 3

BAHASA SEBAGAI SISTEM LOGIKA

Alfia Luftiansa (14020074023), Siska Melyawati


(14020074035), Annisa Permatasari (14020074065), Fatima
Zahra Renhoran (14020074074), Ihda Huril Jannah
(14020074083), Khoiririn Asruro Maulia (14020074098)
PB 2014

Menurut Hidayat (2016: 15), metode historis adalah suatu


metode pengkajian filsafat yang didasarkan pada prinsip-prinsip
metode historigrafi yang meliputi empat tahapan: heuristik,
kritik, interpretasi, dan historigrafi. Tahapan heuristik yaitu
penentuan sumber kajian. Dalam bahasan sistem logika ini,
heuristik dapat membantu pencarian dan penentuan sumber
pada metode deduktif. Kemudian, tahapan kritik yaitu mengritisi
keabsahan sumber kajian. Sebuah argumentasi apriori, meskipun
sudah diketahui kebenarannya, namun tetap diuji keabsahannya
karena belum dilakukan suatu penelitian. Setelah itu, Interpretasi
yaitu memberikan pendapat atau pandangan teoritis terhadap isi
sumber kajian. Sebagai pengkaji historis, sumber kajian yang
telah diuji keabsahannya tersebut ditelaah untuk dapat diambil
sari dari isi sumber kajian dan dikaitkan dengan hal-hal teoritis.
Terakhir, tahapan historigrafi yaitu tahapan penulisan dalam
bentuk rangkaian cerita sejarah. Dalam tahap ini, sumber kajian
yang telah ditelaah untuk diambil sarinya hingga pengkaji dapat
mengomunikasikan pandangan teoritisnya, dibuat dalam
rangkaian konteks bahasa sebagai sistem logika. Bahasan berikut
menyajikan konteks bahasa sebagai sistem logika dalam kajian
metode historis.
Manusia memiliki sebuah pemikiran-pemikiran yang
berbeda. Pemikiran ini menimbulkan sebuah pendapat atau
pandangan yang berbeda. Bahasa tidak hanya berfungsi sebagai
sarana berkomunikasi namun, bahasa juga ada ketika manusia
melakukan proses berpikir menemukan sebuah pemahaman
dunia, baik secara objektif maupun secara subjektif.
Terdapat konsep atommisme logis yang dibangun oleh
Wittgenstein, lalu dikembangkan oleh Russell. Salah satu tujuan
filsafat menurut Russell adalah menghubungkan logika dan
matematika. Antara ilmu pasti dan ilmu bahasa-sastra tidak
dapat dipisahkan karena logika dan tata bahasa tidak hanya
penting bagi bahasa, melainkan juga dasar dari matematika.

Russel hendak menyusun teori atomisme logis dengan


berpijak pada bahasa logika. Bahasa logika menurut Russell,
akan sangat membantu terhadap aktivitas menganalisis bahasa,
tugas dari filsafat pada dasarnya merupakan analisis logis yang
diikuti sintesis logis tentang fakta-fakta tentang pemikiran yang
didasarkan
pada
metode
deduksi
untuk
mendapatkan
argumentasi apriori, yaitu kebenaran yang sudah diketahui
kebenarannya sebelum dilakukan suatu percobaan atau
penelitian. Metode deduksi tersebut dapat ditelusuri dengan
metode historis.
Manfaat dalam mempelajari filsafat adalah berlatih secara
serius untuk mampu menyelesaikan suatu persoalan yang
sedang dihadapi dengan cara mencari jawaban secara tuntas
dan logis. Sehingga diharapkan dapat berpikir logis ketika
berhubungan dengan bahasa karena bahasa tidak lepas dari
kelogisan.
Menurut Plato dan Aristoteles, berpikir adalah berbicara
dalam hati, mempertimbangkan, menganalisis, membuktikan
sesuatu hingga dalam menarik suatu kesimpulan (Kaelan, 2002:
17). Kegiatan berpikir terbagi menjadi dua golongan. Golongan
berpikir tersebut yaitu berpikir tanpa menggunakan aturan dan
berpikir dengan mempertimbangkan aturan. Kegiatan berpikir
yang menggunakan aturan seringkali diistilahkan dengan nalar.
Kegiatan bernalar ini disebut dengan logika yang merupakan
salah satu cabang filsafat praktis. Bahasa dalam hal ini menjadi
sarana penyampaian logika.
Manusia melakukan proses berpikir tersebut harus
dilandasi oleh pertimbangan aturan-aturan. Dalam kegiatan
berpikir tersebut manusia mampu menyimpulkan setiap kejadian
yang dilihat
dan diterima.
Manusia
terkadang
harus
manyampaikan hasil simpulan tersebut ke manusia lainnya
melalui bahasa. Pemikiran-pemikiran tersebut dapat diurutkan
dari bentuk pemikiran yang paling sederhana yaitu pengertian
atau konsep, proposisi atau pernyataan, dan penalaran atau
reasoning (Kaelan, 2009: 15). Pengertian atau konsep merupakan
sesuatu yang bersifat abstrak, melalui bahasa sifat ini
diwujudkan. Namun, dalam bentuk pemikiran pengertian, sifat
bahasa dan sifat-sifat yang dilambangkan berbeda. Perbedaan ini
menimbulkan kerancuan dalam pembuatan kesimpulan. Term
merupakan simbol dari sebuah kata. Jika pemikiran tersebut
salah menganalisis term maka, pengambilan kesimpulan juga
salah. Jadi, kesalahan pengambilan kesimpulan dapat diakibatkan
dari bahasa dalam pembentukan term dan proposisi.

Logika sebagai cara menarik kesimpulan. Logika ini bekerja


dalam bentuk kata, istilah dan kalimat. Kata-kata dipilih dan
disusun secara tepat, pemilihan dan penempatannya akan
menentukan makna yang dikandungnya. Logika berusaha
mencari sebuah kriteria untuk memisahkan simpulan yang benar
dari yang salah. Penalaran tersebut terjadi dengan bahasa, maka
analisis simpulan bergantung pada analisis pernyataanpernyataan yang berbentuk premis dan konklusi. Studi tentang
logika mampu menyatakan kenyataan bahwa baik dan tidaknya
simpulan bergantung pada wujud pernyataan yang mengandung
premis dan konklusi.

Daftar rujukan:
Hidayat, Asep Hidayat. 2016. Filsafat Bahasa Mengungkap
Hakikat Bahasa, Makna, dan Tanda. Bandung: Remaja
Rosadakarya.
Kaelan. 2009. Filsafat Bahasa Semiotika dan Hermeneutika.
Yogyakarta: Paradigma.
Poedjosoedarmo, Soepomo. 2003. Filsafat Bahasa. Surakarta:
Muhammadiyah University Press.

Anda mungkin juga menyukai