Anda di halaman 1dari 20

KATA PENGANTAR

puji syukur kita panjatkan kehadirat tuhan yang Maha esa atas limpahan rahmat dan
karunianya kepada kita semua sehingga saya

dapat di berikan kesempatan untuk

menyelesaikan makalah ini dengan baik. Penulisan makalah ini berrtujuan untuk memenuhi
salah satu tugas yang di berikan kepada kami, makalah ini di tulis berdasarkan jurnal nasioanl
yang di peroleh dari media massa.
Saya berharap, dengan membaca makalah ini dapat memberi manfaat bagi kita semua
,terutama mengenai

kerusakan hutan yang terjadi di Indonesia baik dari faktor- faktor

penyebabnya maupun dampak yang di timbulkan dari permasalahan tersebut sehingga kita
sebagai masyarakat dapat ikut dalam menyelesaiakan masalah yang ada. mungkin makalah
ini masih jauh dari sempurna, maka saya selaku penyusun mengharapkan kritik dan saran
yang bersifat membangun hingga menuju arah yang lebih baik.

Gorontalo, 10 juni 2016

Penyusun

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR. . i
DAFTAR ISI. ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang 1

1.2

Rumusan Masalah.. 3

1.3

Tujuan. 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1

Defenisi hutan.. 4

2.2

Keadaan hutan di Indonesia.. 4

2.3

Manfaat hutan

....... 6

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN


3.1

Jenis-jenis hutan... 8

3.2

Peran hutan terhadap lingkungan.. 10

.3.3

Faktor-faktor kerusakan hutan.. 11

3.4

Dampak kerusakan hutan. 14

BAB IV PENUTUP
3.1

Kesimpulan15

3.2

Saran..15

BAB V DAFTAR PUSTAKA

[Type text]

ii

BAB I
PENDAHULUAN
I.I LATAR BELAKANG
Kerusakan hutan yang terjadi di indonesia bukan merupakan sebuah issu yang sama
sekali baru dalam konteks pembangunan kehutanan di Indonesia, artinya sinyalemen rusak
dan hilangnya hutan sudah berlangsung sejak lama (Iskandar, dkk 2003). Berbagai catatan
dan literatur telah membuktikan bahwa aktivitas perusakan hutan di Indonesia telah
berlangsung sejak zaman Pra kemerdekaan dimana sejarah telah mencatat bagaimana proses
pengrusakan hutan Jati di Jawa oleh VOC, yang mana pada waktu itu berkuasa menentukan
semua urusan perdagangan yang menginginkan hasil produksi yang tinggi dari hutan
Indonesia tanpa mempedulikan asas kelestarian. Kerusakan hutan dimulai ketika pemberian
areal konsensi berupa hutan produksi di luar pulau Jawa kepada para pemegang HPH, yang
dimulai pada awal tahun 1970-an. Eksploitasi besar-besaran ini tanpa dipedomani oleh aturan
yang jelas pada waktu itu, dan ketika hutan sudah mulai memasuki tahap kerusakan yang
serius, baru dikeluarkan pedoman/aturan baku untuk eksploitasi hutan.
Dengan pemaksaan percepatan produksi untuk menunjang pembangunan ekonomi
indonesia dengan laju pertumbuhan yang cukup tinggi, maka sudah dapat dipastikan
kerusakan hutan yang lebih parah tidak dapat dihindari. Selain eksploitasi hutan yang sangat
merusak, masalah kebakaran hutan baik yang terjadi secara alamiah (kebakaran di lahan
gambut dan lahan yang mengandung batu bara terutama di Sumatera dan Kalimantan),
maupun akibat ulah manusia turut memperparah kondisi hutan di Indonesia. Akibatnya hutan
Indonesia rusak berat (Media Indonesia, 4 September 2002 .40,26 juta Ha hutan Indonesia
rusak). Inilah persoalan besar yang harus dihadapi lembaga Kementerian Kehutanan dan
jajarann

Masalah kerusakan hutan di Indonesia ini tidak hanya dilansir oleh lembaga-

lembaga nasional tetapi juga telah disampaikan oleh berbagai kalangan / lembaga
internasional seperti Bank Dunia (World Bank), yang mengemukakan bahwa kawasan hutan
di kalimantan akan habis pada tahun 2010.
Penggambaran laju kerusakan hutan yang begitu tinggi juga dikemukakan oleh
berbagai lembaga swadaya masyarakat (LSM) di Jakarta yang mengemukakan laju kerusakan
hutan ini dalam hitungan waktu per menit. Ini merupakan kenyataan yang sementara dihadapi
oleh bangsa indonesia dan bila kecenderungan ini tidak dapat dihentikan maka pada akhirnya
ILMU LINGKUNGAN

Page 1

Indonesia yang semula hijau akan berubah menjadi padang pasir manakala terjadi deforestasi
(Iskandar, dkk, 2004). Selanjutnya dikatakan bahwa ketidak mampuan membalik atau
menghambat kondisi ini akan menghasilkan sebuah fenomena pada tahun-tahun mendatang
yaitu keberadan sebuah lahan hutan tanpa hutan (Forestland without forest) atau hutan tanpa
pepohonan (Forest without trees) dan sektor publik kehutanan akan melakukan manajemen
hutan untuk hutan yang tidak ada (Forest management of the non existent forest Hutan
rusak sudah tentu ada faktor penyebabnya. Selain itu pihak yang dikategorikan sebagai
perusak hutan juga beragam, mulai dari individu, kelompok bahkan negara melalui berbagai
aparaturnya.
Pada tataran yang paling tinggi, sejak awal kerusakan hutan diyakini para pihak
disebabkan karena idiologi pembangunan kehutanan yang yang dianut negaralah yang justru
telah

menyebabkan

kerusakan

hutan.

Ideologi

pembangunan

kehutanan,

yang

keberhasilannya diukur dari tingkat pertumbuhan ekonomi, merupakan sumber terjadinya


kerusakan hutan, termasuk berbagai kebijakan kehutanan sebagai derivatif paradigma
pembangunan. Intinya, hutan sebagai ekosistem direduksi makna dan fungsinya hanya
sebatas sebagai salah satu faktor produksi yang suatu saat akan habis (Iskandar, dkk, 2003).
Apalagi dalam prakteknya, hutan hanya dipandang sebagai sumber komoditas yang sangat
terbatas, yaitu sumber penghasil komoditas kayu yang hanya digunakan untuk memenuhi
kebutuhan bahan baku industri pengolahan kayu (hasil hutan). Pada hal tidak sesempit itu
manfaatnya, karena sesuai hasil penelitian yang pernah dilakukan oleh Institut Pertanian
Bogor, menunjukkan bahwa, persentasi potensi ekonomi sumberdaya hutan yang berwujud
kayu hanya sebesar 5% dari keseluruhan nilai potensi hutan (IPB, 1999). Itu berarti bahwa
selain kayu yang hanya bernilai 5% tersebut, hutan masih memiliki potensi lain yang jauh
lebih besar yang meliputi 5 sumber pangan, sumber energi dan bahan bakar, bioteknologi,
biodiversitas (flora dan fauna), sumber obat-obatan serta fungsi ekologi, estetika dan sosial
budaya. Fungsi-fungsi ini ada yang merupakan fungsi yang sulit dinilai dengan uang
(Intangible) oleh karena itu sering luput dari perhatian pemerintah maupun pihak-pihak yang
berhubungan dengan hutan itu sendiri.

ILMU LINGKUNGAN

Page 2

Hutan merupakan sumberdaya yang tidak ternilai karena didalamnya terkandung


keanekaragaman hayati sebagai sumber plasma nutfah, sumber hasil hutan kayu dan nonkayu, pengatur tata air, pencegah banjir dan erosi serta kesuburan tanah, perlindungan alam
hayati untuk kepentingan ilmu pengetahuan, kebudayaan, rekreasi, pariwisata dan
sebagainya. Karena itu pemanfaatan hutan dan perlindungannya telah diatur dalam UUD 45,
UU No. 5 tahun 1990, UU No 23 tahun 1997, UU No. 41 tahun 1999, PP No 28 tahun 1985
dan beberapa keputusan Menteri Kehutanan serta beberapa keputusan Dirjen PHPA dan
Dirjen Pengusahaan Hutan. Namun gangguan terhadap sumberdaya hutan terus berlangsung
bahkan intensitasnya makin meningkat.
Banyak Akibat negatif dari kerusakan hutan, misalnya polusi udara akibat dari
kebakaran hutan, asap yang ditimbulkan mengganggu kesehatan masyarakat serta
mengganggu transportasi baik darat, sungai, danau, laut dan udara, perubahan iklim mikro
maupun global, merosotnya nilai ekonomi hutan dan produktivitas tanah, menurunnya
keanekaragaman hayati. Oleh karena itu, kerusakan hutan di indonesia harus segera ditangani
secara serius.

1.2 RUMUSAN MASALAH


Apa faktor-faktor yang meyebabkan terjadinya kerusakan hutan di Indonesia ?
Bagaimana dampak dari permasalahan kebakaran di Indonesia ?

1.3 Tujuan
Mengetahui faktor-faktor yang meyebabkan terjadinya kerusakan hutan di Indonesia
Menegtahui dampak yang di timbulkan dari permasalahan kebakaran di Indonesia

ILMU LINGKUNGAN

Page 3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFENISI HUTAN
Kata hutan merupakan terjemahan dari kata forrest (Inggris) yang berarti dataran
tanah yang bergelombang dan dapat dikembangkan untuk kepentingan diluar kehutanan
seperti pariwisata. Didalam hukum Inggris kuno, forrest (hutan) adalah suatu daerah tertentu
yang tanahnya ditumbuhi pepohonan, tempat hidup binatang buas dan burung-burung hutan.
Disamping itu, hutan juga dijadikan tempat perburuan, tempat istirahat dan tempat
bersenangsenang bagi raja dan pegawai-pegawainya (Black, 1997). Menurut Dengler yang
menjadi ciri hutan adalah : (1) adanya pepohonan yang tumbuh pada tanah yang luas (tidak
termasuk savana dan kebun) dan (2) pepohonan tumbuh secara berkelompok.
Pengertian diatas, senada dengan definisi yang tercantum dalam pasal 1 ayat (1)
Undangundang Nomor 5 tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kehutanan.
Didalam pasal tersebut, hutan diartikan sebagai suatu lapangan bertumbuhan pohon-pohon
(yang ditumbuhi pepohonan) yang secara keseluruhan merupakan persekutuan hidup alam
hayati beserta lingkungannya dan yang ditetapkan oleh Pemerintah sebagai hutan. Dari
beberapa definisi diatas, terkandung empat unsur penting dalam hutan yaitu : (1) unsur
lapangan yang cukup luas (minimal1/4 hektar) yang disebut tanah hutan, (2) unsur pohon
(kayu, bambu, palem), flora dan fauna, (3) unsur lingkungan dan (4) unsur penetapan
pemerintah.
2.2. KEADAAN HUTAN DI NDONESIA
Indonesia dikaruniai dengan salah satu hutan tropis yang paling luas dan paling kaya
keanekaragaman hayatinya di dunia. Puluhan juta masyarakat Indonesia mengandalkan hidup
dan mata pencahariannya dari hutan, baik dari mengumpulkan berbagai jenis hasil hutan
untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka atau bekerja pada sektor industri pengolahan kayu.
Hutan tropis ini merupakan habitat flora dan fauna yang kelimpahannya tidak tertandingi oleh

ILMU LINGKUNGAN

Page 4

negara lain dengan ukuran luas yang sama. Bahkan sampai sekarang hampir setiap ekspedisi
ilmiah yang dilakukan di hutan tropis Indonesia selalu menghasilkan penemuan species baru.
Namun demikian, suatu tragedi terus berlangsung di Indonesia. Sekarang Indonesia
menjadi pusat perhatian dunia, karena kalangan di dalam negeri dan masyarakat internasional
begitu gusar menyaksikan perusakan sumber daya alam yang semena-mena di negeri ini.
"Keajaiban ekonomi" Indonesia pada tahun 1980-an dan 1990an ternyata sebagian terjadi
dengan menghancurkan lingkungan dan pelanggaran hak dan tradisi mayarakat lokal.
Sebagai contoh, salah satu sektor perekonomian yang mengalami pertumbuhan paling pesat,
yaitu industri pulp dan kertas, ternyata didirikan tanpa terlebih dahulu membangun hutan
tanaman industri yang sangat diperlukan untuk menjamin pengadaan pasokan kayu pulp.
Sebaliknya, berbagai pabrik pulp ini mengandalkan bahan bakunya dari pembukaan hutan
alam secara besar-besaran. Perekonomian Indonesia dinodai dengan ketidaktaatan terhadap
hukum dan korupsi. Pembalakan ilegal sudah berlangsung secara terang-terangan dalam
volume yang sangat besar selama bertahun-tahun dan diyakini telah merusak hutan seluas 10
juta ha. Industri pengolahan kayu di Indonesia beroperasi di remang-remang sistem hukum
yang aneh, dimana perusahaan-perusahaan besar yang sampai terjadinya krisis ekonomi
pada tahun 1997 berhasil menarik penanaman modal miliaran dolar dari negara-negara
Barat, ternyata mendapatkan lebih dari separuh pasokan bahan baku kayu dari sumbersumber ilegal.

Kayu secara rutin diselundupkan

ke lintas perbatasan negaranegara

tentangga, menyebabkan Pemerintah Indonesia kehilangan penerimaan jutaan dolar setiap


tahun.
Sementara bukti-bukti terjadinya kerusakan sudah sedemikian banyak, namun
gambaran tentang kerusakannya masih tetap kabur karena data yang ada saling bertentangan,
informasi tidak tepat, dan klaim serta bantahan yang saling bertentangan. Oleh karena itu ada
kebutuhan yang sangat mendesak untuk melakukan penilaian yang obyektif terhadap situasi
hutan Indonesia, yang akan menghasilkan basis informasi yang benar bagi setiap individu dan
organisasi yang berupaya untuk melakukan perubahan yang positif.
Indonesia sedang berada di persimpangan jalan, dimana sebagian besar basis sumber
daya alamnya sudah hancur atau mengalami degradasi, tetapi yang tersisa masih banyak.
Pembangunan lahan untuk hutan tanaman industri dan perkebunan, yang dapat memasok
kayu dan hasilhasil tanaman keras bernilai tinggi yang dapat diekspor, merupakan bagian
penting dalam strategi ekonomi negeri ini. Dalam tahun-tahun yang akan datang, jalur yang
ILMU LINGKUNGAN

Page 5

lebih mudah ditempuh adalah membiarkan operasi pembalakan, hutan tanaman industri dan
perkebunan dan lahan-lahan terlantar yang ditinggalkan oleh kegiatan mereka ini
menyebar ke hutan-hutan alam yang masih tersisa sekarang, memberikan para pengembang
rejeki nomplok yang sangat besar dari kegiatan penebangan dan konversi hutan, yang
sebenarnya bukan menjadi hak mereka. Jalur perjalanan yang lebih sulit, tetapi yang pada
akhirnya lebih berkelanjutan, adalah dengan cara memanfaatkan dan merehabilitasi lahan
yang saat ini terlantar dan menganggur, dan melestarikan hutan-hutan primer yang masih
tersisa. Dalam 50 tahun terakhir ini sudah 64 juta ha hutan yang ditebang. Tidak ada alasan
secara ekonomi dan etika yang dapat membenarkan penebangan lebih lanjut terhadap 64 juta
ha hutan dalam 50 tahun yang akan datang.

2.3 MANFAAT HUTAN


Hutan mempunyai kedudukan dan peranan yang sangat penting dalam menunjang
pembangunan bangsa dan negara.

Hal ini disebabkan karena hutan dapat memberikan

manfaat yang sebesar-besarnya bagi kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Menurut


Ngadung, ada dua manfaat hutan yaitu :
a. Manfaat Langsung
Yang dimasksud dengan manfaat langsung adalah manfaat hutan yang
dirasakan secara langsung oleh masyarakat. Misalnya penggunaan kayu untuk bahan
bangunan, alat-alat rumah tangga, pembuatan perahu dan lainnya serta pemanfaatan
hasil hutan non kayu seperti rotan, bambu, getah, buah-buahan untuk mendukung
kehidupan manusia.
b. Manfaat Tidak Langsung
Manfaat tidak langsung adalah manfaat hutan yang tidak langsung dinikmati
oleh masyarakat tetapi yang dapat dirasakan adalah keberadaan hutan itu sendiri.
Pelestarian hutan terkait erat dengan pengelolaan hutan lestari, (Iskandar dkk, 2003)
menyebutkan bahwa pengelolaan hutan lestari mengandung tiga dimensi utama untuk
mewujudkan kelestarian sumberdaya hutan, yaitu kelestarian fungsi ekologi, ekonomi dan
sosial. Praktek pengelolaan hutan lestari merupakan wujud nyata atas keberlanjutan usaha di
sektor kehutanan (dimensi kelestarian ekonomi) serta tinggi rendahnya kadar harmonis
interaksi sosial budaya dengan komunitas lokal
ILMU LINGKUNGAN

(dimensi kelestarian fungsi sosial).


Page 6

Suhendang (2002) menjelaskan konsep pengelolaan hutan lestari mencakup hutan sebagai :
(1) fungsi ekonomi merupakan keseluruhan hasil hutan yang dapat dipergunakan untuk
memenuhi kebutuhan hidup manusia dalam melakukan berbagai tindakan ekonomi, (2)
fungsi ekologis merupakan bentuk jasa hutan yang diperlukan dalam memelihara dan
meningkatkan kualitas lingkungan, dan (3) fungsi sosial budaya merupakan barang dan jasa
yang dihasilkan dari hutan untuk memenuhi kepentingan kebutuhan hidup masyarakat di
sekitar hutan, serta berbagai fungsi yang diperlukan dalam rangka kegiatan pendidikan,
pelatihan serta kegiatan budaya dan keagamaan.

ILMU LINGKUNGAN

Page 7

BAB III
PEMBAHASAN
3.1 JENIS JENI HUTAN
Berikut di bawah ini adalah pembagian macam-macam / jenis-jenis hutan disertai arti
definisi dan pengertian :
1. Hutan Bakau
Hutan bakau adalah hutan yang tumbuh di daerah pantai berlumpur. Contoh : pantai timur
kalimantan, pantai selatan cilacap, dll.
2.

Hutan Sabana

Hutan sabana adalah hutan padang rumput yang luas dengan jumlah pohon yang sangat
sedikit dengan curah hujan yang rendah. Contoh : Nusa tenggara.
3.

Hutan Rawa

Hutan rawa adalah hutan yang berada di daerah berawa dengan tumbuhan nipah tumbuh di
hutan rawa. Contoh : Papua selatan, Kalimantan, dsb.
4.

Hutan Hujan Tropis

Hutan hujan tropis adalah hutan lebat / hutan rimba belantara yang tumbuh di sekitar garis
khatulistiwa / ukuator yang memiliki curah turun hujan yang sangat tinggi. Hutan jenis yang
satu ini memiliki tingkat kelembapan yang tinggi, bertanah subur, humus tinggi dan basah
serta sulit untuk dimasuki oleh manusia. Hutan ini sangat disukai pembalak hutan liar dan
juga pembalak legal jahat yang senang merusak hutan dan merugikan negara trilyunan
rupiah. Contoh : hutan kalimantan, hutan sumatera, dsb.

ILMU LINGKUNGAN

Page 8

5.

Hutan Musim

Hutan musim adalah hutan dengan curah hujan tinggi namun punya periode musim kemarau
yang panjang yang menggugurkan daun di kala kemarau menyelimuti hutan.
Di samping itu hutan terbagi / dibagi berdasarkan fungsinya, yaitu :
1. Hutan Wisata
Hutan wisata adalah hutan yang dijadikan suaka alam yang ditujukan untuk
melindungi tumbuh-tumbuhan serta hewan / binatang langka agar tidak musnah / punah di
masa depan. Hutan suaka alam dilarang untuk ditebang dan diganggu dialih fungsi sebagai
buka hutan. Biasanya hutan wisata menjadi tempat rekreasi orang dan tempat penelitian.
2.

Hutan Cadangan

Hutan cadangan merupakan hutan yang dijadikan sebagai lahan pertanian dan pemukiman
penduduk. Di pulau jawa terdapat sekitar 20 juta hektar hutan cadangan.
3.

Hutan Lindung

Hutan lindung adalah hutan yang difungsikan sebagai penjaga ketaraturan air dalam tanah
(fungsi hidrolisis), menjaga tanah agar tidak terjadi erosi serta untuk mengatur iklim (fungsi
klimatologis) sebagai penanggulang pencematan udara seperti C02 (karbon dioksida) dan C0
(karbon monoksida). Hutan lindung sangat dilindungi dari perusakan penebangan hutan
membabibuta yang umumnya terdapat di sekitar lereng dan bibir pantai.
4.

Hutan Produksi / Hutan Industri

Hutan produksi yaitu adalah hutan yang dapat dikelola untuk menghasilkan sesuatu yang
bernilai ekonomi. Hutan produksi dapat dikategorikan menjadi dua golongan yakni hutan
rimba dan hutan budidaya. Hutan rimba adalah hutan yang alami sedangkan hutan budidaya
adalah hutan yang sengaja dikelola manusia yang biasanya terdiri dari satu jenis tanaman
saja. Hutan rimba yang diusahakan manusia harus menebang pohon denga sistem tebang pilih
dengan memilih pohon yang cukup umur dan ukuran saja agar yang masih kecil tidak ikut
rusak.

ILMU LINGKUNGAN

Page 9

3.2 Peran hutan terhadap lingkungan


Hutan bukanlah warisan nenek moyang, tetapi pinjaman anak cucu kita yang harus
dilestarikan. Jika terjadi bencana, maka dipastikan, biaya 'recovery' jauh lebih besar
ketimbang melakukan pencegahan secara dini. Begitu pentingnya fungsi hutan sehingga pada
21 Januari 2004 Presiden Megawati merasa perlu mencanangkan Gerakan Nasional
Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GN-RHL) yaitu gerakan moral yang melibatkan semua
komponen masyarakat bangsa untuk memperbaiki kondisi hutan dan lahan kritis. Dengan
harapan, agar lahan kritis itu dapat berfungsi optimal, yang juga pada gilirannya bermanfaat
bagi masyarakat sendiri. Tujuan melibatkan komponen masyarakat, tentu saja, agar mereka
menyadari bahwa hutan dan lingkungan itu sangat penting dijaga kelestariannya. Hutan
memiliki fungsi yang penting bagi kehidupan manusia diantaranya sebagai berikut :
1. Pelestarian Plasma Nutfah
Plasma nutfah merupakan bahan baku yang penting untuk pembangunan di masa
depan, terutama di bidang pangan, sandang, papan, obat-obatan dan industri. Penguasaannya
merupakan keuntungan komparatif yang besar bagi Indonesia di masa depan. Oleh karena itu,
plasma nutfah perlu terus dilestarikan dan dikembangkan bersama untuk mempertahankan
keanekaragaman hayati.
2. Penahan dan Penyaring Partikel Padat dari Udara
Udara alami yang bersih sering dikotori oleh debu, baik yang dihasilkan oleh kegiatan
alami maupun kegiatan manusia. Dengan adanya hutan, partikel padat yang tersuspensi pada
lapisan biosfer bumi akan dapat dibersihkan oleh tajuk pohon melalui proses jerapan dan
serapan. Partikel yang melayang-layang di permukaan bumi sebagian akan terjerap pada
permukaan daun, khususnya daun yang berbulu dan yang mempunyai permukaan yang kasar
dan sebagian lagi terserap masuk ke dalam ruang stomata daun. Ada juga partikel yang
menempel pada kulit pohon, cabang dan ranting. Dengan demikian hutan menyaring udara
menjadi lebih bersih dan sehat.

ILMU LINGKUNGAN

Page 10

3.3 Faktor- Faktor kerusakan hutan


menurut Iskandar Untung dkk, kerusakan hutan yang terjadi di indonesia saat ini di
sebabkan oleh beberapa faktor antara lain
a. Penebangan Liar (Illegal Logging)
Penebangan liar atau illegal logging disektor kehutanan dewasa ini sudah demikian
dominan dalam praktek pengelolaan hutan di indonesia sehingga tidak heran kalau saat ini
banyak media baik elektronik maupun cetak banyak melansir berita tentang peristiwa illegal
logging. Bahkan banyak pihak yang meyakini bahwa kalkulasi volume kayu yang bersumber
dari praktek illegal logging justru jauh lebih besar dari pada yang berasal dari leggal logging.
Yang lebih memprihantinkan lagi, sektor publik kehutanan tidak mampu merumuskan jalan
keluar untuk mengatasi masalah ini karena banyaknya pihak yang terlibat dalam upaya
penanganan kegiatan malpraktek ini. Berdasarkan perhitungan Departemen Kehutanan,
diperoleh data bahwa angka penebangan liar mencapai 50,7 juta m3 per tahun dengan
kerugian finansial sebesar Rp 30 trilyun per tahun.
b. Penyelundupan Kayu (Illegal Trade)
Penyelundupan kayu atau illegal trade merupakan kegiatan yang langsung berkaitan
dengan praktek illegal logging. Praktek penyelundupan kayu sebagai kelanjutan dari kisah
kompleksitas dan ruwetnya masalah pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya hutan di
Indonesia di tiga era sekaligus yaitu era krisis ekonomi berkepanjangan, era reformasi dan
desentralisasi yang setengah hati. Implikasinya bahwa realitas menggambarkan keberadaan
berbagai Intitusi formal negara tidak berdaya sehingga sesuatu yang nyata-nyata ilegal
kemudian di legalkan, sungguh ironis tetapi itulah yang tengah berlangsung. Dengan
demikian maka tidak heran kalau saat ini penebangan liar sudah merambah ke kawasan hutan
lindung dan taman nasional. Ibarat dua sisi pada sekeping mata uang, bila ada praktek
penebangan liar maka selalu diikuti dengan penyelundupan kayu.

ILMU LINGKUNGAN

Page 11

C. Kebakaran Hutan (Forest Fire)


Bencana kebaran hutan merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya kerusakan
hutan. Sebagaimana diketahui, bencana kebakaran hutan dan lahan merupakan peristiwa rutin
yang hampir sering terjadi di setiap musim kemarau. Dalam perspektif kerusakan hutan,
kebakaran hutan merupakan salah satu faktor penyebab tingginya laju kerusakan hutan di
Indonesia. Dalam polemik penyebab terjadinya kebakaran hutan dan lahan, ada dua pihak
yang selama ini dituding bertanggung jawab terhadap kebakaran hutan yaitu (1) kelompok
masyarakat yang selama ini menggunakan metode pertanian berladang berpindahpindah yaitu
tebas dan bakar (slash and burn), (2) pihak perusahaan ( baik HTI, perkebunan dan
perusahaan yang berbasis lahan lainnya).
Kebakaran hutan di indonesia
Hutan merupakan sumberdaya alam yang tidak ternilai karena didalamnya
terkandung keanekaragaman hayati sebagai sumber plasma nutfah, sumber hasil hutan
kayu dan non-kayu, pengatur tata air, pencegah banjir dan erosi serta kesuburan tanah,
perlindungan alam hayati untuk kepentingan ilmu pengetahuan, kebudayaan, rekreasi,
pariwisata dan sebagainya. Karena itu pemanfaatan hutan dan perlindungannya telah
diatur dalam UUD 45, UU No. 5 tahun 1990, UU No. 41 tahun 1999, UU No 32 tahun
2009, PP No 28 tahun 1985 dan beberapa keputusan Menteri Kehutanan serta beberapa
keputusan Dirjen PHPA dan Dirjen Pengusahaan Hutan. Namun gangguan terhadap
sumberdaya hutan terus berlangsung bahkan intensitasnya makin meningkat. Kerusakan
hutan telah meningkatkan emisi karbon hampir 20 %. Ini sangat signifikan karena karbon
dioksida merupakan salah satu gas rumah kaca yang berimplikasi pada kecenderungan
pemanasan global. Salju dan penutupan es telah menurun, suhu lautan dalam telah
meningkat dan level permukaan lautan meningkat 100-200 mm selama abad yang
terakhir. Bila laju yang sekarang berlanjut, para pakar memprediksi bumi secara rata-rata
1oC akan lebih panas menjelang tahun 2025. Peningkatan permukaan air laut dapat
menenggelamkan banyak wilayah. Kondisi cuaca yang ekstrim yang menyebabkan
kekeringan, banjir dan taufan, serta distribusi organisme penyebab penyakit diprediksinya
dapat terjadi. Kebakaran hutan merupakan salah satu bentuk gangguan yang makin sering
terjadi. Dampak negatif yang ditimbulkan oleh kebakaran hutan cukup besar mencakup
ILMU LINGKUNGAN

Page 12

kerusakan ekologis, menurunnya keanekaragaman hayati, merosotnya nilai ekonomi


hutan dan produktivitas tanah, perubahan iklim mikro maupun global, dan asapnya
mengganggu kesehatan masyarakat serta mengganggu transportasi baik darat, sungai,
danau, laut dan udara. Gangguan asap karena kebakaran hutan Indonesia akhir-akhir ini
telah melintasi batas negara. Berbagai upaya pencegahan dan perlindungan kebakaran
hutan telah dilakukan termasuk mengefektifkan perangkat hukum (undang-undang, PP,
dan SK Menteri sampai Dirjen), namun belum memberikan hasil yang optimal. Sejak
kebakaran hutan yang cukup besar tahun 1982/83 di Kalimantan Timur, intensitas
kebakaran hutan makin sering terjadi dan sebarannya makin meluas. Tercatat beberapa
kebakaran cukup besar berikutnya yaitu tahun 1987, 1991, 1994 dan 1997 hingga 2003.
Oleh karena itu perlu pengkajian yang mendalam untuk mencegah dan menanggulangi
kebakaran hutan. Tulisan ini merupakan sintesa dari berbagai pengetahuan tentang hutan,
kebakaran hutan dan dampaknya terhadap keaneka ragaman hayati yang dikumpulkan
dari berbagai sumber sebagai salah satu tugas mata kuliah dan dapat dijadikan sebagai
bahan masukan bagi para pengambil kebijakan serta pengembangan ilmu pengetahuan
bagi para pencinta lingkungan dan kehutanan.
Penyebab terjadi kebakaran hutan
Api sebagai alat atau teknologi awal yang dikuasai manusia untuk mengubah
lingkungan hidup dan sumberdaya alam dimulai pada pertengahan hingga akhir zaman
Paleolitik, 1.400.000-700.000 tahun lalu. Sejak manusia mengenal dan menguasai
teknologi api, maka api dianggap sebagai modal dasar bagi perkembangan manusia
karena dapat digunakan untuk membuka hutan, meningkatkan kualitas lahan
pengembalaan, memburu satwa liar, mengusir satwa liar, berkomunikasi sosial disekitar
api unggun dan sebagainya (Soeriaatmadja, 1997). Analisis terhadap arang dari tanah
Kalimantan menunjukkan bahwa hutan telah terbakar secara berkala dimulai, setidaknya
sejak 17.500 tahun yang lalu. Kebakaran besar kemungkinan terjadi secara alamiah
selama periode iklim yang lebih kering dari iklim saat itu. Namun, manusia juga telah
membakar hutan lebih dari 10 ribu tahun yang lalu untuk mempermudah perburuan dan
membuka lahan pertanian. Catatan tertulis satu abad yang lalu dan sejarah lisan dari
masyarakat yang tinggal di hutan membenarkan bahwa kebakaran hutan bukanlah hal
yang baru bagi hutan Indonesia (Schweithelm, J dan D. Glover, 1999). Menurut Danny
(2001), penyebab utama terjadinya kebakaran hutan di Kalimantan Timur adalah karena
ILMU LINGKUNGAN

Page 13

aktivitas manusia dan hanya sebagian kecil yang disebabkan oleh kejadian alam. Proses
kebakaran alami menurut Soeriaatmadja (1997), bisa terjadi karena sambaran petir,
benturan longsuran batu, sing- kapan batu bara, dan tumpukan srasahan. Namun menurut
Saharjo dan Husaeni (1998), kebakaran karena proses alam tersebut sangat kecil dan
untuk kasus Kalimatan kurang dari 1%. Kebakaran hutan besar terpicu pula oleh
munculnya fenomena iklim El-Nino seperti kebakaran yang terjadi pada tahun 1987,
1991, 1994 dan 1997 (Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup dan UNDP, 1998).
Perkembangan kebakaran tersebut juga memperlihatkan terjadinya perluasan penyebaran
lokasi kebakaran yang tidak hanya di Kalimantan Timur, tetapi hampir di seluruh
propinsi, serta tidak hanya terjadi di kawasan hutan tetapi juga di lahan non hutan.

3.4 Akibat kerusakan hutan


1.Efek Rumah Kaca (Green house effect).
Hutan merupakan paru-paru bumi yang mempunyai fungsi mengabsorsi gas Co2.
Berkurangnya hutan dan meningkatnya pemakaian energi fosil (minyak, batubara dll) akan
menyebabkan kenaikan gas Co2 di atmosfer yang menyelebungi bumi. Gas ini makin lama
akan semakin banyak, yang akhirnya membentuk satu lapisan yang mempunyai sifat seperti
kaca yang mampu meneruskan pancaran sinar matahari yang berupa energi cahaya ke
permukaan bumi, tetapi tidak dapat dilewati oleh pancaran energi panas dari permukaan
bumi. Akibatnya energi panas akan dipantulkan kembali kepermukaan bumi oleh lapisan Co2
tersebut, sehingga terjadi pemanasan di permukaan bumi. Inilah yang disebut efek rumah
kaca. Keadaan ini menimbulkan kenaikan suhu atau perubahan iklim bumi pada umumnya.
Kalau ini berlangsung terus maka suhu bumi akan semakin meningkat, sehingga gumpalan es
di kutub utara dan selatan akan mencair. Hal ini akhirnya akan berakibat naiknya permukaan
air laut, sehingga beberapa kota dan wilayah di pinggir pantai akan terbenam air, sementara
daerah yang kering karena kenaikan suhu akan menjadi semakin kering.

2. Kerusakan Lapisan Ozon


Lapisan Ozon (O3) yang menyelimuti bumi berfungsi menahan radiasi sinar
ultraviolet yang berbahaya bagi kehidupan di bumi. Di tengah-tengah kerusakan hutan,
meningkatnya zat-zat kimia di bumi akan dapat menimbulkan rusaknya lapisan ozon.
Kerusakan itu akan menimbulkan lubang-lubang pada lapisan ozon yang makin lama dapat
semakin bertambah besar. Melalui lubang-lubang itu sinar ultraviolet akan menembus sampai
ILMU LINGKUNGAN

Page 14

ke bumi, sehingga dapat menyebabkan kanker kulit dan kerusakan pada tanaman-tanaman di
bumi.
3.Kepunahan Species
Hutan di Indonesia dikenal dengan keanekaragaman hayati di dalamnya. Dengan
rusaknya hutan sudah pasti keanekaragaman ini tidak lagi dapat dipertahankan bahkan akan
mengalami kepunahan. Dalam peringatan Hari Keragaman Hayati Sedunia dua tahun yang
lalu Departemen Kehutanan mengumumkan bahwa setiap harinya Indonesia kehilangan satu
species

(punah)

dan

kehilangan

hampir

70%

habitat

alami

pada

sepuluh

tahun terakhir ini


4. Merugikan Keuangan Negara.
Sebenarnya bila pemerintah mau mengelola hutan dengan lebih baik, jujur dan adil,
pendapatan dari sektor kehutanan sangat besar. Tetapi yang terjadi adalah sebaliknya.
Misalnya tahun 2003 jumlah produksi kayu bulat yang legal (ada ijinnya) adalah sebesar 12
juta m3/tahun. Padahal kebutuhan konsumsi kayu keseluruhan sebanyak 98 juta m3/tahun.
Data ini menunjukkan terdapat kesenjangan antara pasokan dan permintaan kayu bulat
sebesar 86 juta m3. Kesenjangan teramat besar ini dipenuhi dari pencurian kayu (illegal
loging). Dari praktek tersebut diperkirakan kerugian yang dialami Indonesia mencapai Rp.30
trilyun/tahun. Hal inilah yang menyebabkan pendapatan sektor kehutanan dianggap masih
kecil yang akhirnya mempengaruhi pengembangan program pemerintah untuk masyarakat
Indonesia.
5. Banjir.
Dalam peristiwa banjir yang sering melanda Indonesia akhir-akhir ini, disebutkan
bahwa salah satu akar penyebabnya adalah karena rusaknya hutan yang berfungsi sebagai
daerah resapan dan tangkapan air (catchment area). Hutan yang berfungsi untuk
mengendalikan banjir di waktu musim hujan dan menjamin ketersediaan air di waktu musim
kemarau, akibat kerusakan hutan makin hari makin berkurang luasnya. Tempat-tempat untuk
meresapnya air hujan (infiltrasi) sangat berkurang, sehingga air hujan yang mengalir di
permukaan tanah jumlahnya semakin besar dan mengerosi daerah yang dilaluinya.
Limpahannya akan menuju ke tempat yang lebih rendah sehingga menyebabkan banjir.
Bencana banjir dapat akan semakin bertambah dan akan berulang apabila hutan semakin
mengalami kerusakan yang parah. Tidak hanya akan menimbulkan kerugian materi, tetapi
nyawa manusia akan menjadi taruhannya. Banjir di Jawatimur dan Jawa tengah adalah
contoh nyata.
ILMU LINGKUNGAN

Page 15

BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Kerusakan hutan yang terjadi di Indonesia di akibatkan oleh beberapa faktor yaitu
berupa penebangan hutan secara liar olek oknum- oknum yang tidak bertanggung
jawab, kebakaran hutan, penyelundupan kayu dan lain-lain
Kerusakan hutan di Indonesia dapat memberikan dampak negatif berupa kerusakann
pada lapisan ozon, merugikan keuangan negara, efek rumah kaca dan terjadi
kepunahan spesies pada berbagai ekosistem yang ada.

4.2 Saran
Hutan merupakan anugerah yang di berikan oleh tuhan yang maha esa kepada
manusia, adapun faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kerusakan hutan salah satunya
adalah ulah tangan manusia itu sendiri. Oleh karena itu, sebagai manusia yang memillki akal
sudah sepatutnya kita sebagai manusia melestarikan apa yang telah di berikan kepada kita
salah satunnya adalah hutan karena di hutan pula merupakan tempat di mana para binatang
itu tinggal dan berkembng biak.

ILMU LINGKUNGAN

Page 16

DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2002. Media Indonesia, 4 September 2002. Topik : 40,26 juta Hektar Hutan
Indonesia
Rusak, Media Group Jakarta.
Black C, Henry. 1979. Blacks Dictionary, Fifth Edition. St. Paul Minn : West Publishing Co.
Badan Planologi Kehutanan, 2003, Kondisi Tutupan Lahan (Land Cover) Indonesia,
Departemen
Kehutanan RI, Jakarta.
Barber C.V, 1999 Menyelamatkan Sisa Hutan di Indonesia dan Amerika Serikat, Yayasan
Obor
Indonesia, Jakarta.
Departemen Kehutanan, 2000, Pedoman Survey Sosial Ekonomi Kehutanan Indonesia,
Departemen Kehutanan RI, Jakarta.
Schweithelm, J. dan D. Glover, 1999. Penyebab dan Dampak Kebakaran. dalam Mahalnya
Harga Sebuah Bencana: Kerugian Lingkungan Akibat Kebakaran dan Asap di Indonesia.
Editor: D. Glover & T. Jessup
Iskandar, J. 2000, Konservasi Keanekaragaman Hayati. Ulasan Pakar Mengenai Keaneka
Ragaman Hayati. Yayasan Kehati.
Iskandar. U, Ngadiono dan Nugraha. A, 2003. Hutan Tanaman Industri di Persimpangan
Jalan,
Arivco Press, Jakarta.
Iskandar. U dan Nugraha. A, 2004, Politik Pengelolaan Sumber Daya Hutan Issu dan
Agenda
Mendesak, Debut Press, Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai