Anda di halaman 1dari 13

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi
Berbagai jenis fraktur humerus proksimal dapat terjadi

dimana masing-

masing fraktur memiliki indikasi bedah dan pertimbangan yang berbeda-beda . fraktur
Proksimal humerus umumnya terjadi di sepanjang garis physeal. Dengan demikian,
fraktur mungkin melibatkan tuberkel (lebih besar dan / atau lebih kecil), collum
cirurgica, atau collum anatomicum humerus. Collum cirurgica terletak di antara
tuberositas dan poros (batang) tulang humerus sementara collum anatomicum adalah
persimpangan antara kepala humerus dan tuberositas. Untungnya, patah tulang collum
cirurgica yang lebih umum. fraktur Collum anatomicum biasanya memiliki prognosis
yang kurang menguntungkan karena terjadi devaskularisasi caput humerus. Antara
dua tuberositas humerus terletak alur di mana tendon biseps melekat. Ini merupakan
jalur cabang-cabang terminal ascendens dari arteri anterior sirkumfleksa humerus
masuk ke dalam caput humerus. Fraktur yang memisahkan tuberositas dari caput
humerus akan mengganggu komplek arteri kecil ini sehingga dapat mengakibatkan
osteonekrosis caput humerus.

2.2 Anatomi
Ujung atas humerus mempunyai caput yang membentuk sekitar dua pertiga
kepala sendi dan bersendi dengan cavitas glenoidalis scapula. Tepat di bawah caput
humeri terdapat collum anatomicum. Dibawah colum terdapat sulcus bicipitalis. Pada
pertemuan ujung atas humerus dan corpus humeri, terdapat penyempitan colum
chirurgicum. Sekitar pertengahan permukaan lateral corpus humeri, terdapat

peninggian kasar yang dinamakan tuberositas deltoidea. Di belakang dan bawah


tuberositas terdapat sulcus spirasi yang ditempati n. radialis.

Anatomi humerus proksimal


Ujung bawah humerus mempunyai epicondylus medialis dan lateralis untuk
perlekatan otot dan ligamentum; capitulum humeri yang bulat dan bersendi dengan
caput radii; dan trochlear yang berbentuk katrol bersendi dengan incisura trochlearis
ulnae. Di atas capitulum terdapat fossa radii, yang menerima caput radii waktu siku
fleksio. Di atas trochlear, di anterior terdapat fossa coronoidea, yang selama
pergerakan yang sama menerima processus coronoideus ulna. Di atas trochlear, di
posterior terdapat fossa olecranii, yang menerima olecranon tulang ulna waktu
articulation cubiti dalam keadaan fleksi.

2.3 Klasifikasi
Ada dua macam klasifikasi pada fraktur tulang humerus yaitu klasifikasi Neer
dan klasifikasi dari Asosiasi Ortopedi Trauma dimana kedua sistem ini saling
melengkapi. Pada tahun 1970, Neer memperkenalkan Sistem klasifikasi nya
berdasarkan derajat pergeseran dari tuberositas, collum anatomicum dan collum

cirhurgicum dan memperhatikan ada tidaknya dislokasi yang menyertai pergeseran


tulang. Dinyatakan suatu pergeseran tulang bila terjadi pergeseran 1 cm atau terjadi
angulasi > 45 .

Klasifikasi ini bisa digunakan untuk pengobatan dan menilai prognosis.sistem


klasifikasinya yaitu :
a. Satu bagian fraktur
Delapan dari sepuluh fraktur humerus proksimal adalah dari jenis ini dan
mencakup semua fraktur humerus proksimal, terlepas dari tingkat atau jumlah
baris fraktur, dimana tidak ada segmen yang berpindah lebih dari 1cm atau
angulasi lebih dari 45 .
b. Dua bagian fraktur
yakni fraktur humerus proksimal yang disertai dengan pergeseran

salah satu

bagian di leher anatomis, leher bedah, tuberositas lebih kecil, atau tuberositas

lebih besar. Fraktur ini dinamakan berdasarkan struktur yang bergeser (Duabagian ). Pada klasifikasi Neer, fraktur collum chirurgicum termasuk dalam jenis
fraktur ini.
c. Tiga bagian fraktur patah tiga bagian mencakup semua fraktur humerus
proksimal dengan leher bedah pengungsi dan baik fraktur tuberositas perpindahan
lebih besar atau lebih kecil.
d. Empat bagian patah tulang.Empat bagian fraktur humerus proksimal yang patah
dengan tiga pergeseran , segmen retak termasuk tuberositas dan biasanya collum
sirurgica. Nekrosis avaskular sering terjadi pada jenis fraktur ini.
Pada tahun 1997, persatuan Ortopedi dan Trauma juga membuat
klasifikasi dimana mereka membagi fraktur humerus menjadi 27 tipe dan terbagi
lagi menjadi tipe A,B,dan C. Tipe A merupakan fraktur unifokal, B bersifat
bifocal dan tipe C merupakan fraktur collum anatomicum. Pada klasifikasi ini
fraktur collum chirugicum termasuk dalam kategori A2 dan A3 (A2 bersifat
impasi dan A3 bersifat non impaksi).

Salah satu hal yang menjadi perhatian lainnya adalah Posisi anatomis struktur
saraf dan pembuluh darah lengan yang sering menyebabkan komplikasi dalam
jenis fraktur. Pergeseran yang berat terjadi dari struktur bahu dengan jenis cedera
dapat menyebabkan kerusakan pada pleksus brakialis (paling sering cedera traksi
dari saraf aksilaris) atau struktur vaskular (biasanya mempengaruhi a. aksilaris).
Nekrosis avaskular juga merupakan komplikasi yang menyebabkan kematian sel
tulang ketika pasokan darah terputus dari daerah retak tulang seperti yang
disebutkan di atas.

2.4 Etiologi
2.5 Patofisiologi
Patah tulang terjadi bila energi mekanik melebihi kapasitas fisiologis tulang.
melemahnya struktur Intrinsik tulang ini selanjutnya meningkatkan risiko patologi
lainnya. Melemahnya jaringan tulang proksimal humerus dapat terjadi karena stres
yang berulang (seperti yang terjadi di bahu liga kecil dan patah tulang karena stres),
fungsi endokrin (seperti yang terjadi pada osteoporosis), patologi (seperti anemia sel
sabit, tumor, atau kanker), atau defisit gizi (seperti yang ditemukan dalam kasus
rakhitis dan osteomalacia). Kekuatan eksternal biasanya menyebabkan fraktur
humerus proksimal termasuk jatuh lengan dalam posisdi terlentang, rotasi berlebih
dalam posisi abduksi, pukulan langsung pada area lateral bahu, dislokasi yang
memicu fraktur avulsi), sengatan listrik, dan otot kejang (subscapularis dapat
menyebabkan avulsi tuberositas minor).
Secara biomekanik, jatuh dengan lengan terlentang (penyebab paling umum
dari fraktur humerus proksimal), bahu dan anggota tubuh akan berotasi kearah medial.

Dalam keadaan normal, untuk mencapai abduksi sempurna, tulang humerus harus
berotasi eksternal. Jika rotasi eksternal terbatas , seperti dalam jatuh, humerus
proksimal terhadap akromion tersebut. Akromion bertindak sebagai titik tumpu dari
pengungkit dan tergantung pada kualitas jaringan kompleks bahu mungkin humerus
fraktur, terkilir, atau keduanya terkilir dan patah.

2.6 Gejala Klinis


Umumnya pasien dengan fraktur pada tulang humerus datang dengan keluhan
khas nyeri di bahu. Bengkak dari bahu dan lengan dapat timbul segera setelah fraktur.
Mekanisme cedera biasanya sesuai dengan posisi jatuh atau pukulan ke bahu selama
acara terkait traumatik atau olahraga Sedangkan ekimosis baru timbul setelah 24-48
jam setelah trauma. Palpasi di daerah proksimal humerus akan menyebakan nyeri
yang hebat. Pemeriksaan saraf tepi perlu dipertimbangkan pada semua pasien yang
diduga fraktur humerus dengan cara meminta pasien untuk mengerakkan sendi
interphalangeal ibu jari ( Nervus radialis), mengepalkan tangan (Nervus Medianus)
dan memisahkan antar jari tangan ( Nervus Ulnaris) dan melipat siku (Nervus
Musculocutaneus). Perlu juga dilakukan pemeriksaan ada tidaknya pulsasi arteri
radialis untuk menilai ada tidaknya kerusakan pada arteri axilaris.

2.7 Diagnosa
Diagnosa ditegakkan mulai dari anamnesa berupakeluhan nyeri bahu yang
umunya timbul setelah terjatuh dari tempat yang tinggi atau multi trauma pada pasien
yang masih muda.faktor faktor seperti mekanisme trauma, energy penyebab trauma,
atau kondisi kesehatn lainnya dari pasien harus ditanyakan. Hampir pada semua
kasus, pemeriksaan fisik dan foto radiografi dapat memberikan informasi diagnosis

dan rencana pengobatan. CT-scan dapat menyediakan informasi tambahan pada kasus
tertentu tetapi tidak selau dibutuhkan. Angiografi dibutuhkan bila dicurigai adanya
kerusakan vascular. Elektromiografi tidak berguna pada tahap awal tetapi penting
pada saat penyembuhan untuk mendeteksi kerusakan neuronal dan sebagai data
perkembangan dalam masa penyembuhan.

2.8 Tata laksana


Perawatan fraktur humerus bervariasi tergantung pada jenis dan tingkat
keparahan fraktur serta tingkat aktivitas, kesehatan, umur, kualitas tulang, dan
motivasi pasien. Secara umum, fraktur yang tidak stabil dan yang diringi kerusakan
vaskular memerlukan intervensi bedah. Sekitar 47% dari fraktur proksimal humerus
merupakan fraktur collum chirurgicum walaupun

hanya 28% yang mengalami

pergeseran secara signifikan. Kebanyakan fraktur collum chirurgicum berupa fraktur


translasi non impaksi ( A3.2) dan fraktur varus dengan impaksi (A2.2). Pada fraktur
translasi disarankan

pengobatan dengan metode non operatif, kawat Kirschner

perkutan (K wires), plat, fiksasi antegrad intra medular, Fiksasi regtograd intra
medular dengan paku fleksibel.
2.7.1 fraktur translasi non impaksi ( A3.2)
Penanganan Non operatif
Kebanyakan ahli bedah mengobati fraktur A3.2 dengan translasi <50-60%
secara non operatif. Pada tabel tampak bahwa penangananan non operative
memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan fiksasi K-wires atau plat meskipun
pada umur pasien yang lebih tua. Hasil penanganan non operatif sangat bergantung
pada umur dan merupakan pilihan yang baik pasien yang sudah tua. Pengobatan

meliputi pemakaian gendongan (arm sling) selama 2 minggu kemudian diteruskan


dengan terapi fisioterapi.

Rehabilisasi pada non operatif: (7-10 hari paska fraktur)


Target :

Kontrol nyeri dan oedema


Melindungi daerah fraktur
Menjaga daerah sendi
Mencegah adhesive capsulitis glenohumeral dan deficit kemapuan fleksi otot

Tindakan :
Modalitas seperti TENS dan es untuk mengontrol nyeri
membelat daerah fraktur
mengawasi kerja berat
menjaga kondisi kardio vaskular
latihan dengan mantap pada daerah keher, pergelangan tangan dan tangan
latihan bandul
elevasi pasif ke depan dari bahu
rotasi eksterbal pasif dari bahu

Gerakan pasif awal: (10 -21 hari setelah fraktur) ketika nyeri sudah berkurang dan
pasien tidak takut bergerak

Target : sama seperti di atas

tindakan: ditambah dengan yang di atas


elevasi aktif dengan bantuan
elevasi aktif dengan bantuan sampai 40

Fase I: (3-6 minggu paska trauma)


Target: melanjutkan pengawasan nyeri dan oedema bila diperluakn
Mendapat kembali gerkan seperti semula
Mencegah atropi otot

Tindakan :
bandul
elevasi aktif dengan bantuan
rotasi aktif dengan bantuan sampai 40
Isometris: rotasi internal dan eksternal, fleksi, ekstensi, dan abduksi dalam posisi
netral (pada 4 minggu ke empat)
hiperekstensi aktif dengan bantuan (pada minggu 6)
latihan menggenggam
Fase II: (6-8 minggu paska fraktur)
Target : mendapat kekuatan otot yang penuh seperti semula
Bekerja aktif untuk mendapat kekuatan otot kembali
Meningkatkan kekuatan otot
Tindakan :
elevasi aktif ke depan dalam posisi supinasi
elevasi aktif ke depan dengan berat di depan
elevasi aktif ke depan dalam keadaan berdiri
katrol dengan esentrik lengan bawah

Fase III: (8 weeks post fracture)


Target : meningkatkan kekuatan (terutama pada saat akhir)
Tambahan yang adekuat pada rotator untuk menekan kaput humerusGain
untuk mencegah tubrukan
Memperkuat rotator skapula ritme scapula humeral normal
Tindakan:

latihan hambatan : berdiri sambil menekan,latihan menahan thera band (fleksi,


internal rotasi, eksternal rotasi and abduksi) dan mengayuh
merentang sendiri: fleksi/kombinasi abduksi, internal rotasi, fleksi,
abduksi/kombinasi eksternal rotasi, mengantung dengan dua tangan
rotasi internal lanjutan: fleksi bahu,rotasi eksternal,abduksi horizontal terentang

Fiksasi K-wires perkutan


Teknik ini sering dibicarakan namun hanya dapat diterapkan pada beberapa kasus
saja. Setelah reduksi fraktur, K-wires dimasukkan dengan teknik antegrad dan
retrograd dibawah pengawasan fluroskopi. Teknik ini tampaknya sulit dipasang
apalagi ditambah dengan hilangnya paku tulang pada tulang osteoponik dan
resikoinfeksi yang tinggi. Teknik ini berguna pada fraktur epifisis proksimal humerus
pada pasien yang masih muda nsmun tidak cocok pada pasien yang berumur tua

Pemasangan Plat
Beberapa ahli bedah memanfaatkan pemasangan plat T atau plat L untuk mereposisi
fraktur collum cirurgicum.seperti halnya K-wire, hasil operasi akan lebih baik pada
apsien di bawah 50 tahun namun sayangnya fraktur cirurgicum jarang terjadi pada
usia < 50 tahun.

Fiksasi Antegrad Intra medular


Dari tabel tampak bahwa tekhnis ini lebih cocok pada usia >60 tahun .permasalahan
berkaitan dengan bahaya manset rotator .teknik ini biasanya dilakukandengan cara
pembukaan otot deltoid dibawah pengawasan fluroskopi

Fiksasi Retrograd Intra medular


Tekhnik ini kurang popular namun memberikan hasil yang baik dengan menggunakan
paku yang lebih tipis dan fleksibel dimasukkan dari atas fossa olecranon.
Kekurangannya paku sering keluar kembali,menyebabkan siku tidak dapat ekstensi
kurang dari 20 derajat.

2.7.2 fraktur varus dengan impaksi (A2.2)


Fraktur ini terjadi sekitar 13% dari seluruh fraktur humerus ,dari penelitian yang
dilakukan dengan metode non operatif pada pasien yang berumur rata-rata 68 tahun,
78% memberikan hasil yang memuaskan.

Anda mungkin juga menyukai