Anda di halaman 1dari 14

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

PENEGAKAN HUKUM
INDONESIA

OLEH
SUKUR
21209108

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
KENDARI
2014

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................................1
A. Latar Belakang................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...........................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN......................................................................................................3
A. Pentingnya Etika Profesi.................................................................................................3
B. Pengertian Profesi............................................................................................................3
C. Kode Etik Profesi.............................................................................................................4
D. Penyebab Pelanggaran Kode Etik Profesi.....................................................................4
E. Factor Sosial, Ekonomi Dan Politik Terhadap Penegakan Hukum Di Indonesia.....5
F. Etika Dan Moral Tidak Melandasi Penegakan Hukum...............................................6
G. Penegakan Hukum Yang Berlandaskan Moralitas......................................................7
BAB III PENUTUP..............................................................................................................10
A. Kesimpulan.......................................................................................................................10
DAFTAR PUDTAKA

BAB I
PENDAHULUAN
A.

LATAR BELAKANG
Beberapa hari terakhir ini kita mendapat sajian fakta hukum yang mengenaskan dalam

perjalanan Republik ini. Mafia hukum bertebaran dimana-mana, bahkan sampai mencabik-cabik
prosedur hukum yang telah dijalankan pemerintah. Makelar hukum yang biasa dikenal markus
juga begitu perkasa merekayasa berbagai status hukum yang tak jelas duduk perkaranya.
Hampir setiap saat kita dapat menemukan berita, informasi, laporan atau ulasan yang
berhubungan dengan lembaga-lembaga hukum kita. Salah satu permasalahan yang perlu mendapat
perhatian kita semua adalah merosotnya rasa hormat masyarakat terhadap wibawa hukum.
Penegakan hukum merupakan pusat dari seluruh aktivitas kehidupan hukum yang
dimulai dari perencanaan hukum, pembentukan hukum, penegakan hukum dan evaluasi hukum.
Penegakan hukum pada hakekatnya merupakan interaksi antara berbagai pelaku manusia yang
mewakili kepentingan-kepentingan yang berbeda dalam bingkai aturan yang telah disepakati
bersama.
Oleh karena itu, penegak hukum tidak dapat semata-mata dianggap sebagai proses
menerapkan hukum sebagaimana pendapat kaum legalistic. Namun proses penegakan
hukum mempunyai dimensi yang lebih luas daripada pendapat tersebut, karena dalam penegakan
hukum akan melibatkan dimensi perilaku manusia. Dengan pemahaman tersebut maka kita dapat
mengetahui bahwa problem-problem hukum yang akan selalu menonjol adalah problema law in
action bukan pada law in the books.
Akal budi manusia akan menuntun manusia untuk menemukan wujud kebaikan dan
keadilan yang didambakan. Jika hukum disusun supaya dapat mengikat perbuatan manusia, maka
hukum harus adil dan membimbing manusia menuju tujuan akhir, yakni kebaikan. Kebaikan dan
keadilan akan membuka keharusan ketaatan moral untuk menjadikan hukum sebagai penegak tata
social yang harmonis dan seimbang. Rasa kebaikan dan keadilan akan membingkai moralitas
dalam penegakan hukum.
Pada saat ini masyarakat mempertanyakan kinerja aparat penegak hukum seperti dalam
pemberantasan korupsi dan merebaknya mafia peradilan. Kegagalan lembaga peradilan dalam
mewujudkan tujuan hukum telah mendorong meningkatnya ketidakpercayaan masyarakat
terhadap pranata hukum dan lembaga-lembaga hukum. Mungkin benar apabila dikatakan bahwa
perhatian masyarakat terhadap lembaga-lembaga hukum telah berada pada titik nadir. Adanya
1

penilaian dari masyarakat ini menunjukkan bahwa hukum/pengadilan tidak dapat melepaskan diri
struktur social masyarakatnya hukum tidaklah steril dari perilakuperilaku social lingkungannya.
Oleh karena itu wajar kiranya apabila masyarakat mempunyai opini tersendiri setiap ada
putusan pengadilan yang dipandang bertentangan dengan nilai-nilai keadilan hidup yang tumbuh
ditengah-tengah masyarakat. Persoalannya tidak akan berhenti hanya sebatas munculnya opini
public, melainkan berdapak sangat luas yaitu merosotnya citra lembaga hukum dimata
masyarakat. Kepercayaan masyarakat akan luntur dan mendorong munculnya situasi anomi.
Masyarakat kebingungan nilainilai mana yang benar dan mana yang salah.
Masalah etika dan moral perlu mendapat perhatian yang seksama untuk memberikan jiwa
pada hukum dan penegaknya. Dalam rangka revitalisasi hukum untuk mendukung demokratisasi,
maka masalah moral dan etika mendesak untuk ditingkatkan fungsi dan keberadaanya, karena saat
ini aspek moral dan etika telah menghilang dari system hukum di Indonesia.
Oleh karena itu perlu pengaturan yang comprehensive mengenai etika profesi di kalangan
penegak

hukum,

menciptakan

kemandirian

kelembagaan,

berfungsinya

dewan/majelis

kehormatan, yang kesemuanya ini untuk membangun profesionalisme.

B.

RUMUSAN MASALAH
Dilihat dari uraian diatas, dapat dirumuskan beberapa permasalahan pokok yang

diungkapkan lebih lanjut dalam penulisan ini, yaitu:


1. Bagaimanakah peranan pentingnya kode etik profesi hukum bagi para penegak hukum?
2. Bagaimana pengaruh dari factor ekonomi, politik dan social terhadap penegakan hukum di
Indonesia?
3. Bagaimana penegakan hukum yang berlandaskan moralitas?

BAB II
PEMBAHASAN

A.

Pentingnya Etika Profesi

Apakah etika, dan apakah etika profesi itu ?


Kata etik (atau etika) berasal dari kata ethos (bahasa Yunani) yang berarti karakter,
watak kesusilaan atau adat. Sebagai suatu subyek, etika akan berkaitan dengan konsep yang
dimilki oleh individu ataupun kelompok untuk menilai apakah tindakan-tindakan yang telah
dikerjakannya itu salah atau benar, buruk atau baik.
Oleh karena itu dapatlah disimpulkan bahwa sebuah profesi hanya dapat memperoleh
kepercayaan dari masyarakat, bilamana dalam diri para elit profesional tersebut ada kesadaran
kuat untuk mengindahkan etika profesi pada saat mereka ingin memberikan jasa keahlian profesi
kepada masyarakat yang memerlukannya. Tanpa etika profesi, apa yang semula dikenal sebagai
sebuah profesi yang terhormat akan segera jatuh terdegradasi menjadi sebuah pekerjaan pencarian
nafkah biasa (okupasi) yang sedikitpun tidak diwarnai dengan nilai-nilai idealisme dan ujungujungnya akan berakhir dengan tidak-adanya lagi respek maupun kepercayaan yang pantas
diberikan kepada para elite profesional ini.
B.

Pengertian Profesi

Berikut pengertian profesi dan profesional menurut De George :


Profesi, adalah pekerjaan yang dilakukan sebagai kegiatan pokok untuk menghasilkan
nafkah hidup dan yang mengandalkan suatu keahlian.
Profesional, adalah orang yang mempunyai profesi atau pekerjaan purna waktu dan hidup
dari pekerjaan itu dengan mengandalkan suatu keahlian yang tinggi.
Yang harus kita ingat dan fahami betul bahwa Pekerjaan/Profesi dan Profesional terdapat
beberapa perbedaan :
Profesi :
Mengandalkan suatu keterampilan atau keahlian khusus.
Dilaksanakan sebagai suatu pekerjaan atau kegiatan utama.
Dilaksanakan sebagai sumber utama nafkah hidup.
Dilaksanakan dengan keterlibatan pribadi yang mendalam.
Profesional :
3

Orang yang tahu akan keahlian dan keterampilannya.


Meluangkan seluruh waktunya untuk pekerjaan atau kegiatannya itu.
Hidup dari situ.
Bangga akan pekerjaannya.
Ciri-ciri Profesi:
Secara umum ada beberapa ciri atau sifat yang selalu melekat pada profesi, yaitu :
1.

Adanya pengetahuan khusus, yang biasanya keahlian dan keterampilan ini dimiliki
berkat pendidikan, pelatihan dan pengalaman yang bertahun-tahun.

2.

Adanya kaidah dan standar moral yang sangat tinggi. Hal ini biasanya setiap pelaku
profesi mendasarkan kegiatannya pada kode etik profesi.

3.

Mengabdi pada kepentingan masyarakat, artinya setiap pelaksana profesi harus


meletakkan kepentingan pribadi di bawah kepentingan masyarakat.

4.

Ada izin khusus untuk menjalankan suatu profesi. Setiap profesi akan selalu berkaitan
dengan kepentingan masyarakat, dimana nilai-nilai kemanusiaan berupa keselamatan,
keamanan, kelangsungan hidup dan sebagainya, maka untuk menjalankan suatu profesi
harus terlebih dahulu ada izin khusus.

C.

Kode Etik Profesi


Kode; yaitu tanda-tanda atau simbol-simbol yang berupa kata-kata, tulisan atau benda

yang disepakati untuk maksud-maksud tertentu, misalnya untuk menjamin suatu berita, keputusan
atau suatu kesepakatan suatu organisasi. Kode juga dapat berarti kumpulan peraturan yang
sistematis.
Kode etik; yaitu norma atau azas yang diterima oleh suatu kelompok tertentu sebagai
landasan tingkah laku sehari-hari di masyarakat maupun di tempat kerja.
D.

Penyebab Pelanggaran Kode Etik Profesi


Telah diterangkan diatas, salah satu faktor penyebab adanya mafia peradilan adalah

semakin hilang, bahkan tidak bermaknanya lagi sebuah kode etik profesi hukum, yang seharusnya
menjadi pedoman dalam berprofesi yang menuntut adanya pertanggung jawaban moral kepada
Tuhan, diri sendiri dan masyarakat diantaranya;

Tidak berjalannya kontrol dan pengawasan dri masyarakat,

Organisasi profesi tidak di lengkapi dengan sarana dan mekanisme bagi masyarakat untuk

menyampaikan keluhan,

Rendahnya pengetahuan masyarakat mengenai substansi kode etik profesi karena

buruknya pelayanan sosialisasi dari pihak profesi sendiri,


4

Belum terbentuknya kultur dan kesadaran dari para pengemban profesi untuk menjaga

martabat luhur profesinya,

Tidak adanya kesadaran etis dan moralitas diantara para pengemban profesi untuk

menjaga martabat luhur profesinya.


E.

Factor Sosial, Ekonomi dan Politik terhadap Penegakan Hukum di Indonesia


Berkaca dari beberapa kasus hukum yang melibatkan oknum aparat penegak hukum, yang

seyogyanya menegakkan hukum justru melanggar hukum, ada beberapa faktor yang
mempengaruhi, mulai dari turunnya integritas moral, hilangnya independensi, adanya tuntutan
ekonomi, minimnya penghasilan, lemahnya pengawasan, sampai dengan ketidak patuhan terhadap
kode etik profesi hukum yang mengikatnya.
Namun, bila dilihat dari sudut pandang lain, kelemahan substansi kode etik bukan berasal
dari tidak adanya sanksi lebih pada ketidak mampuan norma-norma dalam kode etik tersebut
untuk menimbulkan kepatuhan pada penegak hukum dan subtansinya. Bahkan dalam kode etik
sebenarnya ada bagian khusus yang memuat pengaturan mengenai sanksi-sanksi yang dapat
diberikan kepada penegak hukum yang melanggar kode etik, yaitu antara lain berupa teguran,
peringatan, peringatan keras, pemberhentian sementara untuk waktu tertentu, pemberhentian
selamanya dan pemecatan dari keanggotaan organisasi profesi. Masing-masing sanksi ditentukan
oleh berat ringannya pelanggaran yang dilakukan oleh para penegak hukum dan sifat pengulangan
pelanggarannya. Masalah penegakan tidak hanya masalah hukum itu sendiri, namun permasalahan
kompleks ekonomi, politik, social dan kebudayaan.
Suatu lembaga penegak hukum akan bekerja sebagai respon terhadap peraturan-peraturan
hukum merupakan fungsi dari peraturan yang ditujukan kepadanya, sanksi-sanksinya, keseluruhan
kompleks dari kekuatan-kekuatan social, politik dan lain-lain yang bekerja atasnya, serta umpan
balik yang datang dari para pemegang peran. [1]Ini menunjukkan bekerjanya hukum dan
penegaknya tidaklah steril dari masalah non-hukum. Kekuatan-kekuatan lain, utamanya ekonomi,
sosial dan politik akan menetukan kehidupan hukum.
a.

Ekonomi
Factor ekonomi juga sangat mempengaruhi penegakan hukum di Indonesia, antara lain:

1.

penghasilan kurang mencukupi kenutuhan hidup yang wajar,

2.

kebutuhan hidup yang mendesak,

3.

gaya hidup konsumtif dan materialistis,

[1]
5

4.

tak dipungkiri, pola hidup seperti ini menghinggapi sebagian besar penduduk bumi.

Dibenaknya yang terpikir hanya uang,


5.

rendahnya gaji PNS,

6.

sikap mental pegawai yang ingin cepat kaya dengan cara yang tidak halal.

b.

Hukum dan Politik


Selain terlepasnya keadilan sebagai sukma hukum yang bersumber dari moral dan etika,

masalah lain yang dihadapi adalah hubungan antara hukum dan politik sebagai dua subsistem
kemasyarakatan. Dalam hal-hal penting tertentu hukum lebih banyak didominasi oleh politik
sehingga sejalan dengan melemahnya dasar etik dan moral. Pembuatan dan penegakan hukum
lebih banyak diwarnai oleh kepentingan-kepentingan politik kelompok dominant yang sifatnya
teknis, tidak substansial dan bersifat jangka pendek.
c.

Faktor Sosial Masyarakat


Penegakan hukum berasal dari masyarakat, dan bertujuan untuk mencapai kedamaian

dalam masyarakat. Oleh karena itu, dipandang dari sudut tertentu, maka masyarakat dapat
mempengaruhi penegakan hukum tersebut. Masyarakat Indonesia mempunyai kecendrungan yang
besar untuk mengartikan hukum dan bahkan mengidentifikasikannya dengan petugas (dalam hal
ini penegak hukum sebagai pribadi). Salah satu akibatnya adalah, bahwa baik buruknya hukum
senantiasa dikaitkan dengan pola prilaku penegak hukum tersebut.
Proses peradilan bukan hanya proses menerapkan pasal-pasal dan bunyi undang-undang,
melainkan proses yang melibatkan perilaku-perilaku masyarakat dan berlangsung dalam struktur
social tertentu.
F.

Etika dan Moral tidak Melandasi Penegakan Hukum


Pada saat ini banyak sekali orang melakukan pelanggaran hak-hak negaradan hak

masyarakat tetapi merasa tidak bersalah karena merasa tidak melanggar hukum formal. Mereka
dengan seenaknya merampok hak-hak masyarakat tetapi karena tidak bersalah menurut hukum
formal maka mereka merasa tidak melakukan kesalahan apapun. Hukum formal kemudian
dijadikan alasan untuk berlindung dari kejahatan etik dan moral padahal hukum formal itu
merupakan legalisasi dari etika dan moral. Artinya sebenarnya hukum formal itu adalah etika dan
moral yang diformalkan. Oleh sebab itu seharusnya etika dan moral itu lebih diutanakan dari
sekedar formalitas-formalitas hukum.

G.

Penegakan Hukum yang Berlandaskan Moralitas


Penegakan hukum adalah sebagai usaha melaksanakan hukum sebagaimana mestinya,

mengawasi pelaksanaannya agar tidak terjadi pelanggaran dan jika terjadi pelanggaran
memulihkan hukum yang dilanggar itu supaya ditegakkan kembali (restitution in integrum).
Penegakan hukum haruslah berlandaskan moral. Nilai moral tidak berasal dari luar diri
manusia, tapi berakar dalam kemanusiaan seseorang.
Moral sendiri dalam istilah dipahami sebagai:
1. Prinsip hidup yang berkenaan dengan benar dan salah, baik dan buruk,
2. Kemampuan untuk memahami perbedaan benar dan salah,
3. Ajaran atau gambaran tentang tingkah laku yang baik,
4. Nilai moral adalah kebaikan manusia sebagai manusia.[2]
Dalam penegakan hukum paling tidak mengandung 3 (tiga) unsur yang selalu harus
diperhatikan, yaitu: Kepastian hukum (Rechtssicherheit), Kemanfaatan (Zweckmassigkeit) dan
Keadilan (Gerechtigkeit). Dalam penegakan hukum, ketiga unsur tersebut harus sama-sama
diperhatikan secara proporsional dan seimbang. Maka secara konsepsional kata Soekanto, inti dan
arti penegakan hukum terletak pada kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan
di dalam kaidah-kaidah yang mantap dan mengejahwanta serta sikap tindak sebagai rangkaian
penjabaran nilai-nilai yang bertujuan untuk menciptakan, memelihara dan mempertahankan
perdamaian hidup. Nilai-nilai yang penting dalam penegakan hukum, yaitu kemanusiaan,
keadilan, kepatutan dan kejujuran.[3]
Penegakan hukum harus dilakukan dengan tegas tanpa pandang bulu terhadap pelaku
pelanggaran hukum. Untuk itu dalam pelaksanaannya dilakukan dengan penuh dedikasi dan rasa
tanggung jawab serta integritas moral yang tangguh. Sebab dari fenomena yang ada, karena
kurangnya ketegasan atau karena kegamangan dalam menghadapi pelanggaran hukum, maka
banyak pelanggar-pelanggar hukum yang lolos dari jerat hukum atau dengan kata lain lepas dari
pengusutan. Sehingga ada pameo yang mengatakan, bahwa hukum yang diterapkan saat ini

[2]
[3]
7

ibarat jaring laba-laba, artinya mereka yang melakukan tindak pidana dalam kategori kelas
kakap lolos dari jeratan hukum, sedangkan yang terjerat hanya kelas teri.
Diakui atau tidak, proses penegakan hukum masih mengalami hambatan. Untuk itu
diperlukan aparat penegak hukum yang bertanggung jawab dan konsisten terhadap nilai-nilai
moral. Karena aparat penegak hukum yang bertanggung jawab dan bermoral tidak akan berani
melakukan manipulasi hukum, dan tidak akan berani mempertaruhkan harga dirinya dengan
membohongi hati nuraninya.
Standar etika dan moral para penegak hukum bahkan cenderung menurun. Mereka
menjadi kurang responsif terhadap berbagai permasalahan bangsa dan penyakit sosial yang kian
hari semakin menjadi. Korupsi yang seharusnya diproses secara hukum demi mewujudkan
keadilan tidak jarang malah melahirkan kejahatan baru berupa pemerasan, penyuapan, dan jual
beli kasus. Kesadaran dan ketataan penegak hukum tampaknya memudar.
Etika dalam konteks penegak hukum adalah seperangkat prinsip moral yang membedakan
apa yang benar dari apa yang salah, apa yang pantas dan tidak untuk dilakukan oleh seorang
penegak hukum. Etika ini harus menjadi pegangan, baik dikala ia menjalankan tugas dan
fungsinya sebagai penegak hukum maupun saat melaksanakan aktivitas sehari-hari sebagai warga
masyarakat.
Proses penegakan hukum, dalam pandangan Soerjono Soekanto, dipengaruhi oleh lima
faktor.
1.

Pertama, faktor hukum atau peraturan perundang-undangan.

2.

Kedua, faktor aparat penegak hukumnya, yakni pihak-pihak yang terlibat dalam peroses
pembuatan dan penerapan hukumnya, yang berkaitan dengan masalah mentalitas.

3.

Ketiga, faktor sarana atau fasilitas yang mendukung proses penegakan hukum.

4.

Keempat, faktor masyarakat, yakni lingkungan social di mana hukum tersebut berlaku
atau diterapkan; berhubungan dengan kesadaran dan kepatuhan hukum yang merefleksi
dalam perilaku masyarakat.

5.

Kelima, faktor kebudayaan, yakni hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan pada karsa
manusia di dalam pergaulan hidup.[4]
Sementara itu Satjipto Rahardjo, membedakan berbagai unsur yang berpengaruh dalam

proses penegakan hukum berdasarkan derajat kedekatannya pada proses, yakni yang agak jauh
dan yang agak dekat. Berdasarkan criteria kedekatan tersebut, maka Satjipto Rahardjo
membedakan tiga unsur utama yang terlibat dalam proses penegakan hukum. Pertama, unsur
[4]
8

pembuatan undang-undang. lembaga legislatif. Kedua, unsur penegakan hukum, polisi, jaksa dan
hakim. Dan ketiga, unsur lingkungan yang meliputi pribadi warga negara dan sosial.[5]
Mengapa terjadi pelanggaran nilai moral dan nilai kebenaran ?
Terjadinya pelanggaran nilai moral dan nilai kebenaran karena kebutuhan ekonomi yang
terlalu berlebihan dibandingkan dengan kebutuhan psikhis yang seharusnya berbanding sama.
Usaha penyelesaiannya adalah tidak lain harus kembali kepada hakikat manusia dan untuk apa
manusia itu hidup. Hakikat manusia adalah makhluk budaya yang menyadari bahwa yang benar ,
yang indah dan yang baik adalah keseimbangan antara kebutuhan ekonomi dan kebutuhan psikhis
dan inilah yang menjadi tujuan hidup manusia. Kebahagiaan jasmani dan kebahagiaan rohani
tercapai dalam keadaan seimbang artinya perolehan dan pemanfaatan harta kekayaan terjadi
dalam suasana tertib, damai dan serasi (nilai etis, moral).

[5]
9

BAB III
PENUTUP
A.KESIMPULAN
Dari uaraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa bekerjanya hukum dan penegaknya
tidak bisa steril dari masalah non-hukum. Kekuatan-kekuatan lain, mulai dari turunnya integritas
moral, hilangnya independensi, politik, ekonomi dan social masyarakat serta ketidakpatuhan
terhadap kode etik profesi hukum yang mengikatnya, akan mementukan penegakan hukum di
Indonesia. Namun, bila dilihat dari sudut pandang lain, kelemahan substansi kode etik bukan
berasal dari tidak adanya sanksi lebih pada ketidakmampuan norma-norma dalam kode etik
tersebut untuk menimbulkan kepatuhan pada penegak hukum dan subtansinya.
Elite politik dan elite penegak hukum mempunyai interes (kepentingan) dalam banyak
kasus hukum terutama yang menyangkut uang dalam jumlah besar dan kepentingan politik. Proses
rekruitmen penegak hukum tidak mempertimbangkan factor moral. Factor ini juga tidak
diprioritaskan dalam menyeleksi orang yang akan menduduki jabatan yang potensial.
Dalam konteks ini, fakta rusaknya penegak hukum di Indonesia bisa ditafsirkan, sebagai
ambruknya nilai sadar diri, sehingga jatuhlah nilai dan hakekat hukum. Penegak hukum bukan
lagi tuan atas perbuatannya, tetapi tuan bagi kekuasaan, uang dan jabatan. Haruslah disadari
benar bahwa upaya menegakkan hukum tidaklah semudah membalik telapak tangan.
Untuk menegakkan hukum dan membumikan keadilan dalam kehidupan masyarakat,
seorang penegak hukum harus terlebih dahulu taat hukum dan berpegang pada nilai-nilai moral
etika dalam berperilaku. Ia harus mampu menegakkan keduanya, menegakkan etika dalam dirinya
dan menegakkan hukum dalam kehidupan masyarakat. Kalau kedua hal ini terpenuhi, diharapkan
keadilan akan tegak dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara.
Kejadian-kejadian yang sekarang menimpa lembaga hukum hanyalah satu proses untuk
terciptanya wibawa hukum. Sikap mawas diri merupakan langkah terpuji yang seyogyanya
dibarengi dengan upaya-upaya yang bersifat sistemik dari lembaga-lembaga hukum mulai
kejaksaan, kepolisian, kehakiman, dan organisasi penegak hukum. Sudah saatnya lembagalembaga penegak hukum melakukan:
1.

Pertama, evaluasi berkesinambungan atas semua program dan kebijaksanaan yang sudah
dicanangkan, agar dapat mengurangi kendala yang dihadapi,

10

2.

Kedua, klarifikasi kasus-kasus besar yang diputuskan oleh pengadilan, sehingga


masyarakat mengetahui secara jelas pertimbangan hukum dan dasar-dasar hukum yang
digunakan,

3.

Ketiga, adalah orientasi visi dan misi lembaga penegak hukum agar mengutamakan
keadilan substansial. Oleh karena itu peningkatan kualitas sumber daya manusia dibidang
hukum mutlak perlu.
Selain itu, diperlukannya pembentukan generasi penerus dengan pemahaman
mengenai kode etik profesi hukum dan pentingnya kode etik profesi hukum, dengan begitu
baru bisa terciptanya penegak hukum yang sesuai dengan kode etik profesi hukum.

11

DAFTAR PUSTAKA

http://hukumadil.blogspot.com/2008/12/penegakan-hukum_04.html.
http://gagasanhukum.wordpress.com/2011/01/10/menegakkan-etika-penegakan-hukum/.
http://www.blogster.com/adywirawan/etika-profesi-hukum.html
http://arno13.blogspot.com/2009/11/etika-profesi-hukum-bagi-penegak-hukum.html
http://makalahhukum.wordpress.com/2009/01/14/makalah-penegakan-hukum-baru/

12

Anda mungkin juga menyukai