Anda di halaman 1dari 17

Makalah

KEKUASAAN, KEWENANGAN DAN LEGITIMASI


POLITIK

Oleh :
HALFIA
C1A114374

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK


UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2014

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat kasih karuniaNya,
penulis
dapatmenyelesaikan
makalah
berjudul
KEKUASAAN,
KEWENANGAN DAN LEGITIMASI POLITIK
.Makalah ini ditujukan untuk pemenuhan tugas mata kuliah ilmu politik.
Dalam proses penulisan makalah ini, penulis menggunakan metode kepustakaan,
yaknidengan
referensi
website-website
yang
membahas
tentang
kekuasaankewenangan dan legitimasi politikdan buku-buku Pengantar Ilmu
Politik..Masih banyak kekurangan yang terdapat di makalah, oleh karena itu,
kritik dan saran sangatdiperlukan untuk memperkaya isi makalah ini.Akhir kata,
semoga makalah ini dapat memperkaya pengetahuan pembaca, dan bergunauntuk
kita semua. Terimakasih dan selamat membaca.

KENDARI, SEPTEMBER 2014

Penulis

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL............................................................................................i
KATA PENGANTAR..........................................................................................ii
DAFTAR ISI........................................................................................................iii
BAB 1PENDAHULUAN.....................................................................................1
BAB 2ISI...............................................................................................................2
2.1Kekuasaan...............................................................................................2
2.1.1Pengertian.....................................................................................2
2.1.2Sumber Kekuasaan........................................................................2
2.1.3Unsur-Unsur Kekuasaan...............................................................3
2.1.4Penerapan Kekuasaan...................................................................5
2.1.5Pembagian Kekuasaan..................................................................6
2.2Kewenangan............................................................................................6
2.2.1Pengertian.....................................................................................6
2.2.2Sumber Kewenangan....................................................................7
2.2.3Peralihan Kewenangan..................................................................8
2.2.4Sikap Terhadap Kewenangan........................................................8
2.3Legitimasi................................................................................................9
2.3.1Pengertian.....................................................................................9
2.3.2Obyek Legitimasi..........................................................................9
2.3.3Kadar Legitimasi...........................................................................10
2.3.4Cara Mendapatkan Legitimasi......................................................10
2.3.5Tipe Tipe Legitimasi..................................................................11
2.3.6Manfaat Legitimasi.......................................................................11
2.3.7Krisis Legitimasi...........................................................................11
2.4Hubungan Antara Kekuasaan, Wewenang Dan Legitimasi....................12
BAB 3PENUTUP.................................................................................................13
3.1Kesimpulan.............................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN
Wewenang dan legitimasi sangat erat hubungannya dengan kekuasaan.
Untuk memahami wewenang dan legitimasi, ada baiknya kita memahami konsep
kekuasaan terlebih dahulu. Kekuasaan adalah kemampuan pelaku untuk
mempengaruhi perilaku seorang pelaku lain, sehingga perilakunya menjadi sesuai
dengan keinginan dari pelaku yang mempunyai kekuasaan. Singkatnya kekuasaan
merupakan cara seseorang merubah pikiran orang lain agar bertindak sesuai
dengan kehendak pelaku, tanpa menghiraukan kerelaan atau keterpaksaan orang
tersebut.
Dengan demikian berarti negara sebagi pelaku kekuasaan mempunyai
kekuatan untuk menggunakan pemaksaan baik fisik maupun non fisik terhadap
warga negaranya. Untuk membatasi kekuasaan, negara yang demikian maka
dibuatlah undang-undang, dan konstitusi suatu negara. Inti dari pelaksanaan
kekuasaan ialah apabila terdapat kerelaan dari seluruh warga negara untuk
menerima perintah dan patuh.

BAB II
ISI
2.1 KEKUASAAN
2.1.1. Pengertian
Kekuasaan adalah kemampuan sesorang atau sekelompok manusia untuk
mempengaruhi tingkah laku sesorang atau sekelompok orang lain sehingga
tingkah lakunya menjadi sesuai dengan keinginan/tujuan seseorang/kelompok
orang yang mempunyai kekuasaan tersebut. (Miriam Budiarjo)
Kekuasaan adalah kesempatan seseorang atau sekelompok orang untuk
menyadarkan masyarakat akan kemauan-kemauannya sendiri, dengan sekaligus
menerapkannya terhadap tindakan-tindakan perlawanan dari orang-orang atau
golongan-golongan tertentu. (Max Webber)
Kekuasaan adalah hasil pengaruh yang diinginkan sesorang atau
sekelompok orang. Kekuasaan merupakan konsep kuiantitaif, karena dapat
dihitung hasilnya. Misalnya, berapa lias wilayah jajajahan, berapa banyak orang
yenag berhasil dipengaruhi, berapa lama berkuasa, dll. (Inu Kencana Syafiie)
Kekuasaan Politik adalah kemampuan untuk mempengaruhi kebijakan
umum (pemerintah) baik terbentuknya mapun akibat-akibatnya sesuai dengan
tujuan-tujuan penegang kekuasaan sendiri. Kekuasaan politik merupakan bagian
kekuasaan sosial yang fokusnya ditujukan kepada pengendalian negara terhadap
tingkah laku sosial masyarakat, ketaatan masyarakat, dan mempengaruhi aktivitas
negara di bidang administratif, legislatif, dan yudikatif. (MIRIAM BUDIARJO)
2.1.2. Sumber Kekuasaan
1.

Legitimate Power. Kekuasaan yang berasal dari pengangkatan.


Contohnya, Camat diangkat oleh kepala daerah.Termasuk pengangkatan seorang
putera mahkota (pangeran) untuk menjadi raja.

2.

Coersive Power. Kekuasaan yang berasal dari hasil kekerasan.


Contohnya, hasil kudeta, pemberontakan, pembunuhan politik, dan revolusi.
Jatuhnya presiden Marcos di Philipina oleh Corazon Aquino lewat people power.

Jatuhnya kekaisaran Lousie di Perancis, ditandai dengan penyerbuan ke penjara


Bastille dan pemotongan kepala keluarga raja.
3.

Expert Power. Perolehan kekuasaan yang berasal dari keahlian.


Misalnya, dokter diangkat menjadi kepala rumah sakit atau menjadi menteri
kesehatan, tentara diangkat dan diberi kewenangan di bidang pertahanan dan

4.

keamanan, dll.
Reward Power. Sumber kekusaan yang berasal dari pemberian.
Misalnya, tuan tanah yang kaya raya akan dituruti perintahnya oleh para pekerja
selama tuan tanah tersebut memberikan gaji/upah. Apabila tidak ada gaji/upah
sebagai bentuk pemberian, maka pekerja tidak akan bekerja atau menuruti
perintah tuan tanah.

5.

Reverent Power. Sumber kekusaan yang berasal dari daya tarik atau kharisma.
Kekaguman orang kepada Bung Karno, orator ulung, pidato berapi-api, pandai
membangkitkan semangat rakyatsehingga dipilih kembali menjadi presiden.
Kekaguman orang kepada Soeharto, The Smilling General dan kepiwaiannya
membangunsehingga dipilih kembali menjadi presiden.

2.1.3. Unsur-Unsur Kekuasaan


1.

Wewenang :

adalah

kekuasaan

yang

resmi,

mengandung

keabsahan

(legitimacy), melalui suatu proses pengangkatan, adanya surat tugas. Keabsahan


adalah konsep bahwa kedudukan seseorang atau kelompok penguasa diterima baik
oleh masyarakat, karena sesuai dengan azas-azas dan prosedur yang berlaku dan
yang dianggap wajar.
Contoh : Seorang atasan mempunyai hak dan kewajiban menegur bawahannya
ketika melakukan sesuatu yang menyalahi aturan. Misalnya dengan teguran secara
lisan maupun tulisan (surat peringatan).
2.

Paksaan : adanya tekanan/ancaman/tuntutan untuk melakukan sesuatu yang


sebenarnya tidak diinginkan. Hal ini sesuai dengan teori Obidience, yang
definisinya adalah patuh, perilaku seseorang yang disebabkan adanya tuntutan
tertentu dari pihak lain (seperti orang tua,kelompok,lingkungan atau instansi
pemerintah).

Contoh : Tindakan premanisme,, seorang preman yang merasa dirinya memiliki


kekuasaan di suatu daerah, senantiasa dia bertindak semena-mena, misal dalam
sebuah pasar,,seringkali dia meminta uang secara paksa kepada para pedagang
yang berjualan disana.
3.

Manipulatif : adalah sebuah proses rekayasa dengan melakukan penambahan,


pensembunyian,

penghilangan

atau

pengkaburan

terhadap

bagian

atau

keseluruhan sebuah realitas, kenyataan, fakta-fakta ataupun sejarah yang


dilakukan berdasarkan sistem perancangan sebuah tata sistem nilai. Manipulatif
erat kaitannya dengan Cuci Otak (Brain Wash) yang artinya adalah sebuah upaya
rekayasa pembentukan ulang tata berpikir, perilaku dan kepercayaan tertentu
menjadi sebuah tata nilai baru, praktik ini biasanya merupakan hasil dari
tindakan indoktrinasi,

dalam

psikopolitik diperkenalkan

dengan

bantuan

penggunaan obat-obatan dan sebagainya.


Contoh : Penipuan dalam angkutan umum,,pelaku senantiasamempengaruhi
targetnya dengan berbagai cara, agar si target bisa masuk kedalam jebakannya.
Mereka juga menggunakan tindakan manipulasi agar si target bisa percaya pada
kata-katanya.
4.

Kerjasama : adalah sebuah kata yang sangat sering kita dengar dan sangat akrab
di telinga kita. Kata kerjasama adalah gabungan dari kata kerja dan sama, yang
berarti bekerja secara bersama-sama dalam mengerjakan sesuatu dan mencapai
suatu tujuan. Kerjasama dibentuk karena adanya dua orang atau lebih yang
bekerja sama untuk mencapai suatu keinginan atau tujuan yang mereka ingin
capai. Manfaat dari kerjasama adalah membuat sutu permasalahan atau pekerjaan
lebih mudah.
Contoh : Dalam suatu lingkungan/kelompok kerjasama senantiasa terjadi diantara
anggotanya, Misal kerjasama suatu kelompok dalam memecahkan suatu
permasalahan. Hal ini akan menimbulkan saling ketergantungan antara anggota
kelom[ok yang satu dengan yang lainnya. Saling ketergantungan antar individu
dalam satu kelompok ini disebut promotive interpendence(Deutsch. 1973)

5.

Upah dan prestasi kerja : prestasi kerja seseorang akan sesuai dengan upah
yang dibayarkannya. Erat kaitannya dengan proses industri, perusahaan dan
sebuah instansi.
Contoh : Seorang karyawan akan memenuhi apa yang diperintahkan oleh
atasannya, semata-mata bukan karena patuh terhadap atasannya tersebut, tapi
melainkan karena upah/reward yang diberikan.

2.1.4. Penerapan Kekuasaan


1. Be Strong Approach. Dengan cara paksaan dan kekerasan. Biasanya
menjalankan kekuasaan seperti ini tidak bertahan lama.
2.

Be Good Approach. Dengan cara pemanjaan pemberian dan asal bapak senang
(ABS). Atasan pura-pura memperhatikan bawahan dengan berbagai pemberian,
bawahan melaporkan yang baik-baik saja atau ABS selama masih ada pemberian.
Kondisi ini biasanya tidak bertahan lama, bila atasan pemberi perintah tidak dapat
mengadakan pemberian.

3.

Competition. Memotivasi bawahan (masyarakat yang diperintah) dengan cara


membuat persaingan atau mengadu mereka antarindividu, atau antarkelompok.
Persaingan tersebut mepiluti kerajinan, keterampilan, ketangkasan, prestasi,
kinerja, keteladanan, dll. Daya saing global, dibangun dari daya saing lokal,
regional, dan nasional. Pendekatan ini dinilai baik.

4.

Internalized Motivation. Memotivasi bawahan atau masyarakat melalui


penanaman kesadaran kerja kepada mereka. Misalnya tata cara kerja, etika,
sumpah jabatan, penataran P4, dll. Cara ini dapat bertahan sepanjang kesadaran
itu muncul dari niat tulus.

5.

Implicit Bergaining. Memotivasi bawahan atau masyarakat melalui perjanjian


(kontrak sosial, kontrak kerja). Cara ini bisa membuat kekuasaan bertahan
(sepanjang masih bisa memenuhi kontrak kerja/sosial) atau cepat berakhir (bila
gagal memenuhi kontrak kerja/sosial).

2.1.5. Pembagian Kekuasaan


Menurut Inu Kencana Syafiie, pembagian kekuasan negara meliputi:
1. Eka Praja, apabila kekuasaan negara dipegang oleh satu badan.
2. Dwi Praja, apabila kekuasaan negara dipegang oleh dua badan
3. Tri Praja, apabila kekuasaan negara dipegang oleh tiga badan
4. Catur Praja, apabila kekuasaan negara dipegang oleh empat badan
5. Panca Praja, apabila kekuasaan negara dipegang oleh lima badan.
Menurut Gabriel Almond, pembagian kekuasaan negara meliputi:
1. Rule Making Function
2. Rule Application Function
3. Rule Adjudication Function
Menurut UUD NKRI 1945 (amandemen ke-4), pembagian kekuasaan
negara meliputi:
1. MPR (kekuasaan konstitutif)
2. DPR dan DPD (kekusaan legislatif)
3. Presiden (kekuasaan eksekutif)
4. BPK (kekuasaan inspektif)
5. MA dan MK (kekuasan yudikatif)
2.2 KEWENANGAN
2.2.1

Pengertian
Wewenang adalah kekuasaan yang terdapat pada seseorang karena
mendapat

pengakuan

atau

dukungan

dari

masyarakat. Kewenangan

menimbulkan hak-hak tertentu pada penguasa yang memungkinkan ia melakukan


suatu kebijakan.
Sifat dari kewenangan adalah top-down, dari penguasa ke rakyat.
Wewenang timbul, karena dukungan dari rakyat tersebut memberikan semacam
hak bagi penguasa untuk melakukan kebijakan berkaitan dengan tugasnya.
Hubungan timbal-balik tersebut timbul karena adanya suatu kesepahaman antara
yang memimpin dan dipimpin.

10

Kekuasaan dalam arti kewenangan diartikan bahwa pemegang kekuasaan


memiliki sifat-sifat yang sesuai dengan cita-cita dan keyakinan sebagian besar
masyarakatnya. Kewenangan ini tidak sama pada setiap pemegang kekuasaan.
2.2.2

Sumber Kewenangan
Sumber kewengan untuk memerintah diuraikan sebagai berikut

Hak memerintah berasal dari tradisi. Artinya, kepercayaan yang telah berakar
dipelihara secara terus menerus oleh masyarakat,

Hak memerintah berasal dari Tuhan, Dewa, atau Wahyu. Atas dasar itu, hak
memerintah dianggap bersifat sakral,

Hak memerintah berasal dari kualitas pribadi sang pemimpin, baik


penampilannya yang agung dan diri pribadinya yang populer maupun karena
kharisma,

Hak memerintah masyarakat berasal dari peraturan perundang-undangan yang


mengatur prosedur dan syarat-syarat menjadi pemimpin pemerintahan,

Hak memerintah berasal dari sumber yang bersifat instrumental seperti keahlian
dan kekayaan
Kelima sumber kewenangan itu disimpulkan menjadi dua tipe kewenangan
utama, yaitu kewenangan yang bersifat prosedural dan substansi ,
Kewenangan yang bersifat prosedural ialah hak memerintah berdasarkan
peraturan perundangundangannya yang bersifat tertulis maupun tak tertulis, Kewenangan yang
bersifat substansi ialah hak memerintah berdasarkan faktor yang melekat pada diri
pemimpin seperti tradisi, sakral, kualitas pribadi dan instrumental,
Struktur masyarakat yang kompleks ditandai oleh diferensiasi struktur dan
spesialisasi peranan, dan hubungan impersonal yang sudah meluas sehingga
masyarakat ini memerlukan pengaturan-pengaturan yang bersifat tertulis dan
rasional,
Sebaliknya masyarakat yang stukturnya masih sederhana cenderung
menggunakan tipe kewenangan substansial karena kehidupan lebih banyak

11

berdasarkan pada tradisi, kepercayaan pada kekuatan supranatural, dan kesetiaan


pada tokoh pemimpin
2.2.3

Peralihan Kewenangan
Menurut Paul Conn, secara umum terdapat tiga cara peralihan kewenangan, yakni
secara turun temurun, pemilihan dan paksaan.

Secara turun temurun ialah jabatan dan kewenangan dialihkan pada keturunan atau
keluarga pemegang jabatan terdahulu.
Peralihan dengan pemilihan dapat dilakukan secara langsung melalui badan
perwakilan rakyat, Hal ini dipraktekan dalam sistem politik demokrasi.
Peralihan kewenangan secara paksaan ialah jabatn dan kewenangan terpaksa
dialihkan kepada orang atau kelompok lain tidak menurut prosedur yang telah
disepakati, melainkan dengan menggunakan kekerasan seperti revolusi dan
kudeta, dan ancaman kekerasan (paksaan tak berdarah)
2.2.4

Sikap Terhadap Kewenangan


Pada umumnya sikap terhadap kewenangan dikelompokkan dalam sikap
menerima, mempertanyakan (skeptis ), dan kombinasi keduanya.
Pertama sikap masyarakat Amerika Serikat terhadap kewenangan
prosedural merupakan perpaduan antara sikap legalistik dan skeptis atas hukum
yang tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman. Masyarakat yang semacam
ini menganggap hukum bukan hal yang sakral.
Kedua, sikap masyarakat Inggris atas kewenangan prosedural tidak
sekental sikap masyarakat Amerika karena Inggris tidak memiliki konstitusi. Hal
ini tidak berarti seseorang yang memiliki kewenangan dapat dengan semaunya
menggunakan kewenangan untuk kepentingan pribadi atau golongan.
Sebaliknya di Indonesia, sikap itu masih beraneka ragam. Masyarakat suku
Jawa cenderung menerima kewenangan pribadi, sedangkan masyarakat dari
Minang dan Batak cenderung menerima kewenangan prosedural atau hukum adat.

12

2.3 LEGITIMASI
2.3.1

Pengertian
Konsep

legitimasi

berkaitan

dengan

sikap

masyarakat

terhadap

kewenangan. Artinya apakah masyarakat menerima dan mengakui hak moral


pemimpin untuk membuat dan melaksanakan keputusan yang mengikat
masyarakat maka kewenangan itu dikategorikan sebagai berlegitimasi. Hanya
anggota masyarakat saja yang dapat memberikan legitimasi pada kewenangan
pemimpin yang memerintah,
Legitimasi dapat dibedakan pengertian kekuasaan, kewenangan, dan
legitimasi. Apabila kekuasaan diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan
sumber-sumber yang mempengaruhi proses politik, sedangkan kewenangan
merupakan hak moral untuk menggunakan sumber-sumber yang membuat dan
melaksanakan keputusan politik (hak memerintah). Adapun legitimasi merupakan
penerimaan dan pengakuan masyarakat terhadap hak moral tersebut.
2.3.2

Obyek Legitimasi
Suatu sistem politik dapat lestari apabila sistem poltik secara keseluruhan
mendapatkan dukungan seperti penerimaan dan pengakuan dari masyarakat.
Menurut Easton terdapat tiga objek dalam sistem politik yang memerlukan
legitimasi agar suatu sistem politik tidak hanya berlangsung secara terus-menerus,
tetapi mampu pula mentransformasikan tuntutan menjadi kebijakan umum, ketiga
objek legitimasi ini meliputi komunitas politik, rezim dan pemerintahan,
Sementara itu Andrain menyebutkan lima objek dalam sistem politik yang
memerlukan legitimasi agar suatu sistem politik tetap berlangsung dan fungsional,
Kelima objek legitimasi ini meliputi masyarakat politik, hukum, lembaga politik,
pemimpin politik dan kebijakan.
Yang dimaksud dengan legitimasi terhadap komunitas politik ialah adanya
kesediaan para anggota masyarakat yang berasal dari berbagai kelompok yang
berbeda latar belakang untuk hidup secara rukun sebagai komunitas, Apabila
dukungan terhadap komunitas politik belum cukup tinggi maka dalam masyarakat
terdapat masalah penciptaan identitas nasional (krisis identitas). Manakala

13

dukungan terhadap lembaga-lembaga politik masih lemah maka dalam


masyarakat terdapat krisis kelembagaan, Krisis kepemimpinan akan terjadi pada
masyarakat yang kurang mempercayai para pemimpin politik.
2.3.3
a.

Kadar Legitimasi
Pra legitimasi, ada dalam pemerintahan yang baru terbentuk yang meyakini
memiliki kewenangan tapi sebagian kelompok masyarakat belum mengakuinya

b.

Berlegitimasi, yaitu ketika pemerintah bisa meyakinkan masyarakat dan


masyarakat menerima dan mengakuinya.

c.

Tak berlegitimasi, ketika pemimpin atau pemerintah gagal mendapat


pengakuan dari masyarakat tapi pemimpin tersebut menolak untuk mengundurkan
diri, akhirnya muncul tak berlegitimasi. Untuk mempertahankan kewenangannya
biasanya digunakan cara-cara kekerasan.

d.
2.3.4

Pasca legitimasi, yaitu ketika dasar legitimasi sudah berubah.


Cara Mendapatkan Legitimasi
Cara-cara yang digunakan untuk mendapatkan dan mempertahankan
legitimasi dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu simbolis, procedural dan
materiil.

Pertama memanipulasi kecenderungan kecenderungan moral, emosional,


tradisi dan kepercayaan, dan nilai nilai budaya pada umumnya dalam bentuk
simbol-simbol ,

Kedua, dengan cara menjanjikan dan memberikan kesejahteraan materiil kepada


masyarakat, seperti menjamin tersedianya kebutuhan dasar (basic needs).

Ketiga, dengan cara menyelenggarakan pemilihan umum untuk menentukan


para wakil rakyat untuk mengesahkan suatu kebijakan umum,

14

2.3.5. Tipe Tipe Legitimasi


Tradisional tradisi yang dipelihara dan dilembagakan contoh kerajaan.
Ideologi penafsir dan pelaksana ideologi, untuk mendapat dan mempertahankan
legitimasi bagi kewenangannya juga menyingkirkan pihak yang membangkan
terhadap kewenangannya.
Kualitas pribadi kharisma, penampilan pribadi, atau prestasi
Prosedural peraturan perundang-undangan
Instrumental menjanjikan dan menjamin kesejahteraan materiil.
2.3.6. Manfaat Legitimasi
1.

Menciptakan stabilitas politik dan perubahan sosial

2.

Mengatasi masalah lebih cepat

3.

Mengurangi penggunaan saran kekerasan fisik

4.

Memperluas bidang kesejahteraan atau meningkatkan kualita kesejahteraan.

2.3.7

Krisis Legitimasi
Krisis legitimasi biasanya terjadi pada masa transisi. Selain itu, perubahan
yang terjadi dari suatu tingkat dan kualitas perkembangan menuju ke tingkat dan
kualitas perkembangan masyarakat berikutnya. Masyarakat semacam ini akan
cenderung

mempertanyakan

setiap

kewenangan

yang

dianggap

tidak

mencerminkan aspirasi hidup dalam masyarakat,


Lucyan Pye menyebutkan empat sebab krisis legitimasi:

Pertama, prinsip kewenangan beralih pada prinsip kewenangan yang lain

Kedua, persaingan yang sangat tajam dan tak sehat tetapi juga tak disalurkan
melalui prosedur yang seharusnya diantara para pemimpin pemerintahan sehingga
terjadi perpecahan dalam tubuh pemerintah

Ketiga, pemerintah tak mampu memenuhi janjinya sehingga menimbulkan


kekecewaan dan keresahan di kalangan masyarakat

15

Keempat, sosialisasi tentang kewengan mengalami perubahan


Krisis legitimasi akan semakin gawat manakala pihak yang berwenang
tidak tanggap atas perubahan sikap terhadap kewenangan dalam masyarakat

2.4 HUBUNGAN ANTARA KEKUASAAN, WEWENANG DAN LEGITIMASI


Kekuasaan yang telah memiliki wewenang yang kemudian diakui atau
terlegitimasi, maka akan ada sebuah siklus hubungan yang saling mempengaruhi.
Kekuasaan hanyalah sebuah bentuk kekuatan atau pengaruh yang tertanam
pada setiap anggota, namun tidak terstruktur atau resmi maka kekuasaan itu hanya
sebuah bentuk yang semu dan tanpa disadari akan hilang dengan sendirinya
kekuasaan itu dan juga tidak bisa mendorong ataupun memberikan hak untuk
mengeluarkan perintah, membuat peraturan dan memberikan sanksi pada yang
tidak patuh atau yang salah.
Dan sebuah wewenang itu menjadi kunci untuk bisa memberikan perintah,
dan hak lain sebagai pennguasa. Ketika kekuasaan telah memiliki wewenang,
akan ada sebuah tantangan untuk bisa membuat anggota untuk patuh dan
mengikuti perintah dan aturan yang dibuat penguasa, maka harus ada sebuah
keterkaitan antara penguasa dan anggota masyarkat untuk membuat sebuah
Negara menjadi tenang dan tanpa kekerasan dalam pelaksanaan kekuasaannya.
Dibutuhkan sebuah pengakuan atau keabsahan dari kekuasaan yang
berwewenang, hal tersebut untuk menghindari kekerasan dan juga pemaksaan
pada anggota masyarakat untuk mengikuti aturan dan perintah dari penguasa.

16

BAB III
KESIMPULAN
3.1 KESIMPULAN
Unsur-unsur yang harus diketahui dalam memahami konsep kekuasaan,
yaitu kewenangan dan legitimasi. Keduanya merupakan dua hal yang sangat vital.
Tanpa adanya legitimasi dari masyarakat sangat sulit bagi penguasa untuk
menjalankan kewenangannya. Kewenangan tanpa legitimasi penuh masyarakat
menyulitkan

penguasa

dalam

menjalankan

program

dan

kebijakannya.

Kewenangan merupakan akibat (hak moral) yang timbul sebab adanya legitimasi
(dukungan) dari masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA
http://dibacaaja.wordpress.com/2012/02/26/kewenangan-dan-legitimasi/
http://arifcintaselvia.wordpress.com/kuliah/pipol-pengantar-ilmu-politik/kekuasaanotoritas-dan-legitimasi/
http://pengantarilmupolitik.blogspot.com/
http://lotharmatheussitanggang.wordpress.com/2011/07/03/konsep-kekuasaankewenangan-dan-legitimasi/
http://nthatembem.blogspot.com/2009/10/penerapan-unsur-unsur-kekuasaandalam_07.html

17

Anda mungkin juga menyukai