CAMPAK (MORBILI)
Pembimbing:
dr. M. Mukhson, Sp.A
Disusun oleh:
Mutia Milidiah G4A014137
Disusun oleh:
Mutia Milidiah
G4A014137
Definisi......................................................................................................3
Etiologi......................................................................................................3
Epidemiologi.............................................................................................4
Faktor Risiko.............................................................................................6
Penularan...................................................................................................6
Patogenesis................................................................................................6
Penegakan Diagnosis.................................................................................9
Penatalaksanaan.........................................................................................12
Komplikasi.................................................................................................15
Pencegahan................................................................................................16
K Prognosis...................................................................................................18
III. KESIMPULAN.............................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit campak merupakan salah satu penyakit menular yang masih
menjadi masalah kesehatan pada bayi dan anak di Indonesia dan merupakan
penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I). Penyakit ini tetap
menjadi salah satu penyebab utama kematian di kalangan anak-anak di dunia,
meskipun tersedia vaksin yang aman dan efektif. Penyakit ini umumnya
menyerang anak umur di bawah 5 tahun (balita) akan tetapi campak bisa
menyerang semua umur. Pada tahun 2013, sekitar 145.700 orang meninggal
akibat campak, sekitar 400 kematian setiap hari atau 16 kematian setiap jam
dan sebagian besar terjadi pada anak-anak di bawah usia 5 tahun. Selama tahun
2000 sampai 2013, imunisasi campak berhasil menurunkan 15,6 juta (75%)
kematian akibat campak di seluruh dunia (WHO, 2015).
Menurut WHO (2014), cakupan imunisasi campak di bawah satu tahun
meningkat 83% pada tahun 2009 dan pada tahun 2013 masih tetap 83-84%.
Lebih dari 60% dari 21,5 juta anak-anak yang tidak mendapatkan imunisasi
campak pada usia 9 bulan berasal dari 6 negara yaitu India (6,4 juta), Nigeria
(2,7 juta), Pakistan (1,7 juta), Ethiopia (1,1 juta), Indonesia (0,7 juta) dan
Republik Kongo (0,7 juta). Sebagian besar kematian akibat campak terjadi di
negara berkembang pada tahun 2013 sebesar 70% di 6 negara tersebut. Pada
tahun 2012 KLB campak terbesar terjadi di Republik Kongo, India, Indonesia,
Ukraina dan Somalia, sedangkan pada tahun 2013 KLB campak terjadi di Cina,
Republik Kongo dan Nigeria.
Pada tahun 2014, dilaporkan terdapat 12.943 kasus campak di Indonesia,
lebih tinggi dibandingkan tahun 2013 yang sebesar 11.521 kasus. Jumlah kasus
meninggal sebanyak 8 kasus, yang dilaporkan dari 5 provinsi yaitu Riau,
Jambi, Sumatera Selatan, Kepulauan Riau, dan Kalimantan Timur. Incidence
rate (IR) campak pada tahun 2014 sebesar 5,13 per 100.000 penduduk,
meningkat dibandingkan tahun 2013 yang sebesar 4,64 per 100.000 penduduk.
Sedangkan jumlah KLB campak yang terjadi sebanyak 173 KLB dengan
jumlah kasus sebanyak 2.104 kasus. Jumlah kasus yang meninggal pada KLB
campak tersebut sebanyak 21 kasus yang dilaporkan dari Jawa Timur dan
Sumatera Selatan, jauh meningkat dibandingkan tahun 2013 dengan kematian
hanya 1 kasus (Depkes RI, 2015).
Dari data di atas dapat diketahui bahwa penyakit campak masih menjadi
masalah di Indonesia. Oleh karena itu, penulisan referat mengenai Campak
(campak) perlu dilakukan untuk memberikan gambaran mengenai penyakit
Campak dan cara pencegahannya agar angka insidensi dan mortalitas dapat
diturunkan.
B. Tujuan
1. Mengetahui definisi penyakit Campak
2. Mengetahui etiologi dan faktor risiko penyakit Campak
3. Mengetahui patogenesis penyakit Campak
4. Mengetahui Penegakan diagnosis penyakit Campak
5. Mengetahui penatalaksanaan dan pencegahan penyakit Campak
Gambar 1.
(Daikoku et
Virus Campak
Virus Campak
al., 2007).
adalah
organisme yang
tidak memiliki
daya
yang
kuat
apabila berada
diluar
tubuh
manusia virus.
Pada
temperatur
kamar,
Campak
kehilangan
60%
selama
tahan
sifat
3-5
virus
infektisitasnya
hari.
Virus
2013-2015.
Sebaliknya
tren
kasus
campak
memperlihatkan
Gambar 3. Data cakupan imunisasi campak, Jumlah Kasus dan KLB Campak
Tahun 2007-2015 (Depkes RI, 2016).
D. Faktor Risiko
Faktor risiko untuk infeksi virus Campak adalah sebagai berikut (WHO, 2015):
1. Anak-anak yang tidak mendapatkan imunisasi Campak, atau anak-anak
yang mendapatkan imunisasi tetapi tidak memiliki kekebalan yang baik.
2. Anak-anak dengan immunodefisiensi karena HIV atau AIDS, leukemia,
terapi kortikosteroid, tanpa memandang status imunisasi
3. Perjalanan ke daerah-daerah endemik Campak atau kontak dengan
wisatawan ke daerah endemis
4. Defisiensi vitamin A
E. Penularan
Virus Campak ditularkan dari orang ke orang, manusia merupakan satusatunya host penyakit Campak . Virus Campak berada disekret nasofaring dan
di konjuntiva. Penularan terjadi melalui udara, kontak langsung dengan sekret
hidung atau tenggorokan dan jarang terjadi oleh kontak dengan benda-benda
yang terkontaminasi dengan sekresi hidung dan tenggorokan (Mason, 2015).
Penularan dapat terjadi antara 3 hari sebelum muncul ruam sampai 4-6
hari setelah muncul ruam. Penularan virus Campak sangat infektif sehingga
dengan virus yang sedikit sudah dapat menimbulkan infeksi pada seseorang
(Mason, 2015).
F. Patogenesis
Campak merupakan infeksi virus yang sangat menular, dengan sedikit
virus yang infeksius sudah dapat menimbulkan infeksi pada seseorang.
Penyakit Campak terdiri dari 4 fase, yaitu periode inkubasi, prodormal, erupsi
dan penyembuhan. Selama fase inkubasi, virus Campak yang masuk melalui
droplet atau kontak langsung akan berikatan dengan reseptor PVRL4 (Nectin4) yang diekspresikan oleh epitel pada trakea, mukosa mulut, nasofaring dan
paru. Selanjutnya virus akan bermigrasi ke limfe nodi regional yang
menyebabkan viremia primer. Dari viremia primer, virus menyebar ke sistem
retikuloendothelial yang akan meluas ke seluruh tubuh. Keadaan ini disebut
viremia sekunder (Takeda, 2008).
Fase prodormal dimulai setelah
terjadi
viremia
sekunder
dan
berhubungan dengan nekrosis epitel dan formasi giant cell pada jaringan tubuh.
Sel akan mati karena adanya fusi membran plasma yang disebabkan replikasi
virus yang banyak di jaringan tubuh, termasuk sistem saraf pusat. Mekanisme
perlawanan tubuh terhadap virus dimulai pada fase ini. Selama onset
munculnya ruam, tubuh mulai memproduksi antibodi sehingga menurunkan
replikasi virus dan gejala (Takeda, 2008).
Kulit, konjungtiva, dan saluran nafas adalah tempat yang jelas terkena
infeksi, tetapi organ lainnya dapat terinfeksi pula. Dari hari ke-11 hingga 14
infeksi, kandungan virus dalam darah, saluran nafas, dan organ lain mencapai
puncaknya dan kemudian jumlahnya menurun secara cepat dalam waktu 2
hingga 3 hari. Selama infeksi, virus Campak akan bereplikasi di dalam sel
endotel, sel epitel, monosit, dan makrofag. Daerah epitel yang nekrotik di
nasofaring dan saluran pernafasan memberikan kesempatan serangan infeksi
bakteri sekunder berupa bronkopneumonia, otitis media, dan lainnya. Dalam
keadaan tertentu, adenovirus dan herpes virus pneumonia dapat terjadi pada
kasus Campak (Takeda, 2008).
Tabel 1. Patogenesis Campak (Mason, 2015).
G. Gejala Klinis
1. Demam
Demam timbul secara bertahap dan meningkat sampai hari kelima
atau keenam pada puncak timbulnya ruam. Kadang-kadang temperatur
dapat bifasik dengan peningkatan awal yang cepat dalam 24-48 jam pertama
diikuti dengan periode normal selama 1 hari dan selanjutnya terjadi
peningkatan yang cepat mencapai 40oC pada waktu ruam sudah timbul di
seluruh tubuh. Pada kasus yang tanpa komplikasi, suhu tubuh mengalami
lisis dan kemudian turun mencapai suhu tubuh yang normal. Bila demam
menetap, kemungkinan penderita mengalami komplikasi (Rampengan,
2007).
2. Coryza (pilek)
Pilek pada campak tidak dapat dibedakan dengan pilek pada keadaan
influenza (common cold) pada umumnya. Tanda pertamanya bersin-bersin
yang diikuti dengan gejala hidung buntu (nasal congestion) dan sekret
mukopurulen yang menjadi lebih berat pada puncak erupsi. Pilek ini cepat
menghilang setelah suhu tubuh penderita menjadi normal (Rampengan,
2007) (Rampengan, 2007).
3. Konjungtivitis
Pada periode prodromal dapat ditemukan transverse marginal line
injection pada palpebra inferior. Gambaran ini sering dikaburkan dengan
c. Saat ruam timbul, batuk dan diare dapat bertambah parah sehingga anak
dapat mengalami sesak nafas atau dehidrasi. Adanya kulit kehitaman dan
bersisik (hiperpigmentasi) dapat merupakan tanda penyembuhan (IDAI,
2009 ; Mason, 2015).
2. Pemeriksaan Fisik
Gejala klinis terjadi setelah masa inkubasi 8-12 hari, terdiri dari 3 stadium :
a. Stadium kataral (prodormal)
Biasanya stadium ini berlangsung selama 2-4 hari dengan gejala demam
ringan, malaise, batuk, pilek, faring hiperemis, nyeri telan, stomatitis dan
konjungtivitis. Menjelang akhir stadium kataral 1-3 hari sebelum timbul
eksantema, timbul bercak Koplik yang merupakan tanda patognomonis.
Bercak Koplik berwarna putih kelabu, sebesar ujung jarum timbul
pertama kali pada mukosa bukal yang menghadap gigi molar dan
menjelang kira-kira hari ke 3 atau 4 dari masa prodormal dapat meluas
sampai seluruh mukosa mulut. Secara klinis, gambaran penyakit pada
stadium ini menyerupai influenza dan sering didiagnosis sebagai
influenza (Mason, 2015).
a. Diberikan vitamin A 1 kali sehari selama 2 hari dengan dosis untuk bayi
usia kurang dari 6 bulan 50.000 IU, 6 bulan sampai 11 bulan 100.000 IU,
dan 12 bulan atau lebih diberikan dosis 200.000 IU. Apabila pasien
disertai dengan malnutrisi dilanjutkan 1500 IU tiap hari.
b. Jika demam, berikan paracetamol 10-15 mg/kgBB/kali maksimal 4 kali
sehari.
Pengobatan dengan komplikasi (IDAI, 2009) :
a. Ensefalopati
1) Kloramfenikol dosis 75 mg/kbgg/hari dan ampisilin 100 mg/kgbb/hari
selama 7-10 hari
2) Kortikosteroid, menggunakan dexamethason 1 mg/kgbb/hari sebagai
dosis awal dilanjutkan 0,5 g/kgbb/hari dibagi dalam 3 dosis sampai
kesadaran membaik (bila pemberian lebih dari 4 hari dilakukan
tappering off)
3) Kebutuhan jumlah cairan dikurangi kebutuhan serta koreksi
terhadap gangguan elektrolit
b. Bronkopneumonia
1) Kloramfenikol 75 mg/kgbb/hari dan ampisilin 100 mg/kgbb/hari
selama 7-10 hari
2) Oksigen 2 liter/menit
c. Diare
Obati diare menggunakan 5 pilar tatalaksana diare pada anak.
d. Konjunctivitis
Konjungtivitis ringan tanpa adanya pus, tidak perlu diobati. Jika ada pus,
bersihkan mata dengan kain bersih yang dibasahi dengan air bersih.
Setelah itu beri salep mata kloramfenikol atau tetrasiklin 3 kali sehari
selama 7 hari. Jangan gunakan salep yang mengandung steroid. Jika tidak
ada perbaikan, sebaiknya dirujuk.
e. Otitis Media
1) Amoksisilin (15 mg/kgBB/kali 3 kali sehari) atau Kotrimoksazol oral
(24 mg/kgBB/kali dua kali sehari) selama 710 hari.
2) Antihistamin tidak diperlukan untuk pengobatan OMA, kecuali jika
terdapat juga rinosinusitis alergi.
Jika ada luka di mulut, mintalah ibu untuk membersihkan mulut anak
dengan air bersih yang diberi sedikit garam, minimal 4 kali sehari.
Berikan gentian violet 0.25% pada luka di mulut setelah dibersihkan.
2. Non medikamentosa
a. Tirah baring di tempat tidur, dan jika ada indikasi dirawat inap di ruang
isolasi. Indikasi rawat (ruang isolasi) antara lain :
1) Hiperpireksia (suhu >39oC)
2) Dehidrasi
3) Kejang
4) Asupan oral sulit
5) Adanya komplikasi
b. Berikan dukungan nutrisi dan cairan sesuai dengan kebutuhan. Jenis
makanan disesuaikan dengan tingkat kesadaran pasien dan ada tidaknya
komplikasi.
c. Pemantauan suhu badan anak dua kali sehari dan periksa apakah timbul
komplikasi
d. Perawatan mata
Untuk konjungtivitis ringan dengan cairan mata yang jernih, tidak
diperlukan pengobatan. Jika mata bernanah, bersihkan mata dengan kain
katun yang telah direbus dalam air mendidih, atau lap bersih yang
direndam dalam air bersih.
e. Perawatan mulut
Jaga kebersihan mulut, beri obat kumur antiseptik bila pasien dapat
berkumur.
f. Perawatan telinga
Pada otitis media akut, Jika ada nanah mengalir dari dalam telinga,
tunjukkan pada ibu cara mengeringkannya dengan wicking (membuat
sumbu dari kain atau tisu kering yang dipluntir lancip). Nasihati ibu
untuk membersihkan telinga 3 kali sehari hingga tidak ada lagi nanah
yang keluar. Nasihati ibu untuk tidak memasukkan apa pun ke dalam
telinga anak, kecuali jika terjadi penggumpalan cairan di liang telinga,
yang dapat dilunakkan dengan meneteskan larutan garam normal. Larang
anak untuk berenang atau memasukkan air ke dalam telinga.
J. Komplikasi
Sebagian besar penderita akan sembuh, komplikasi sering terjadi pada anak
usia < 5 tahun dan penderita dewasa > 20 tahun. Hal ini disebabkan oleh
adanya penurunan daya tahan tubuh secara umum sehingga mudah terjadi
infeksi
sekunder.
Komplikasi
yang
sering
terjadi
adalah
diare,
4. Diare
Diare terdapat pada beberapa anak yang menderita Campak, penderita
mengalami muntah mencret pada fase prodormal. Keadaan ini akibat invasi
virus ke dalam sel mukosa usus (Rampengan, 2007).
5. Kebutaan
Terjadi karena virus Campak mempercepat episode defisiensi vitamin A
yang
akhirnya
dapat
menyebabkan
xeropthalmia
atau
kebutaan
(Rampengan, 2007).
6. Laringotrakeoronkitis (Croup)
Laringotrakeobronkitis merupakan komplikasi yang sering terjadi pada
Campak.
Pada
anak-anak,
gambaran
klinik
dari
sindrom
adalah
pendidikan
dan
latihan
mengenai
usia 9 bulan, sedangkan vaksin polivalen diberikan pada anak usia 15 bulan.
Penting diperhatikan penyimpanan dan transportasi vaksin harus pada
temperature antara 2C - 8C atau 4C, vaksin tersebut harus dihindarkan
dari sinar matahari. Mudah rusak oleh zat pengawet atau bahan kimia dan
setelah dibuka hanya tahan 4 jam (Depkes RI, 2013). Jadwal imunisasi
Campak (campak) yaitu sebagai berikut :
a. Imunisasi dasar campak pada usia 9 bulan
Tabel 2. Jadwal Imunisasi Wajib Dasar (Depkes RI, 2013).
III. KESIMPULAN
1. Campak merupakan infeksi virus akut yang menular, disebabkan oleh virus
Campak (Morbili virus)
2. Faktor risiko penyakit Campak antara lain tidak mendapatkan imunisasi
Campak, immunodefisiensi, pergi ke daerah endemik Campak dan defisiensi
vitamin A.
3. Patogenesis Campak terdiri dari 4 fase (stadium), yaitu inkubasi, prodormal,
erupsi dan konvalesensi.
4. Penegakan diagnosis Campak merupakan diagnosis klinis, cukup dengan hasil
anamnesis dan pemeriksaan fisik.
5. Penatalaksaan Campak merupakan terapi yang bersifat suportif
6. Pencegahan Campak dapat dilakukan dengan melakukan imunisasi Campak
DAFTAR PUSTAKA
Batirel A, Mehmet D. 2013. Clinical Approach to Skin Eruption and Measles: A
Mini Review. J General Practice. Vol 1 (3) : 1-4.
Centers for Disease Control and Prevention (CDC). 2009. Program in brief:
Measles Mortality Reduction and Regional Global Measles Elimination.
Available at : http://www.cdc.gov/ncird/progbriefs/downloads/globalmeasles-elim.pdf. Diakses pada 19 Agustus 2016.
Daikoku E, Chizuko M, Takehiro K, Kouichi S. 2007. Analysis of Morphology
and Infectivity of Measles Virus Particles. Bulletin of The Osaka Medical
College. Vol. 53 (2) : 107-114.
Depkes RI. 2008. Petunjuk Teknis Surveilans Campak. Direktorat Surveilans
Epidemiologi Imunisasi & Kesehatan Matra. Jakarta : Direktorat Jenderal
PP & PL.
Depkes RI. 2013. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 42
Tahun 2013 Tentang Penyelenggaraan Imunisasi. Available at :
http://pppl.depkes.go.id/_asset/_regulasi/92_PMK%20No.%2042%20ttg
%20Penyelenggaraan%20Imunisasi.pdf. Diakses pada 20 Agustus 2016.
Depkes RI. 2015. Profil Kesehatan Indonesia 2014. Jakarta : Kementerian
Kesehatan RI.
Depkes RI. 2016. Situasi Imunisasi di Indonesia Tahun 2007-2015. Jakarta :
Kementerian Kesehatan RI.
Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2009. Pedoman Pelayanan Medis. Jakarta : Badan
Penerbit IDAI. Hal. 33-35.