Bab 2 PDF
Bab 2 PDF
LANDASAN TEORI
Fase Laten: Fase yang diawali dengan mulai timbulnya kontraksi uterus
yang teratur yang menghasilkan perubahan pada serviks dan meluas
sampai permulaan fase aktif persalinan (dilatasi serviks 3-4 cm). Pada ibu
yang belum pernah melahirkan (nulipara) fase laten biasanya kurang dari
20 jam dan pada ibu yang beberapa kali melahirkan (multipara) fase laten
kurang dari 14 jam (Benzion Taber M.D, 1994).
Fase Aktif: Fase aktif ditandai dengan dilatasi serviks yang terus menerus
sampai serviks terdilatasi penuh.Pada nulipara dilatasi serviks sampai 1,2
cm setiap jam dan multipara 1,5 cm setiap jam (Benzion Taber M.D,
1994).
dengan
lahirnya
plasenta
dan
selaput
ketuban
janin
istirahat sebentar. Uterus teraba keras dengan fundus uteri setinggi pusat,
dan berisi plasenta yang menjadi tebal 2 kali sebelumnya. Dalam waktu 510 menit seluruh plasenta terlepas, terdorong ke dalam vagina dan akan
lahir spontan atau dengan sedikit dorongan dari atas simfisis atau fundus
uteri. Pada saat plasenta lahir pada umumnya otot-otot uterus berkontraksi,
pembuluh-pembuluh darah akan terjepit dan perdarahan akan segera
berhenti. Seluruh proses biasanya berlangsung 5-30 menit setelah bayi
lahir. Pengeluaran plasenta disertai dengan pengeluaran darah kira-kira
100-200 cc (Mochtar R, 1998 & Wiknjosastro H dkk, 2007).
4. Kala IV (Kala Pengawasan): Mulai dari lahirnya uri selama 1-2 jam
dimana dilakukan pengamatan keadaan ibu terutama terhadap bahaya
perdarahan post partum. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan pada
kala IV ini adalah : kontraksi uterus harus baik, tidak ada perdarahan dari
vagina atau alat genital lainnya, plasenta dan selaput ketuban harus telah
lahir lengkap, kandung kemih harus kosong, luka-luka pada perineum
terawat dengan baik, bayi dalam keadaan baik, dan ibu dalam keadaan
baik (Mochtar R,1998 & Wiknjosastro H dkk, 2007).
Segmen bawah: relatif pasif dibanding dengan segmen atas dan bagian ini
berkembang menjadi jalan lahir yang berdinding jauh lebih tipis. Segmen
bawah secara bertahap terbentuk ketika kehamilan bertambah tua dan
kemudian menipis pada saat persalinan. Segmen bawah uterus dan serviks
akan semakin lunak berdilatasi sehingga membentuk suatu saluran
muskular dan fibromuskular yang menipis sehingga janin dapat menonjol
keluar. Miometrium pada segmen atas uterus tidak berelaksasi sampai
kembali ke panjang aslinya setelah kontraksi tetapi menjadi relatif
menetap pada panjang yang lebih pendek. Namun teganganya tetap sama
akhirnya
adalah
mengencangkan
yang
kendur
dengan
Persalinan normal adalah : LOA (Left Occipito Anterior = Ubun ubun kiri
depan) adalah presentasi kepala yang lazim.Sikapnya adalah flexi ,bagian
terendah janin adalah bagian posterior vertex dan ubun-ubun kecil,dan
penunjuknya adalah occciput (O) (Oxorn dan Forte, 1990)
2.
3.
4.
II.1.1.3.
Malpresentasi
Terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya malpresentasi :
kehamilan
ganda,
kelainan
janin:
hydrocephalus
dan
Perdarahan banyak
Kerusakan jaringan
insidensi
anoxia,kerusakan
otak,asphyxia,dan
kematian intrauterine yang lebih tinggi. Insidensi tindakan yang juga lebih
tinggi memperbesar bahaya trauma pada bayi. Tali pusat menumbung lebih
sering terjadi.
dengan kepala di fundus uteri dan dan bokong berada di bagian bawah kavum
uteri. Presentasi sungsang terjadi bila panggul atau ekstremitas bawah janin
berada di pintu atas panggul. Dengan insidensi angka kejadian 3 4%
(Cunningham, 2005).
II.1.1.5. Etiologi
1. Kehamilan prematur
2. Hidramnion , Oligohidramnion
3. Kelainan uterus (uterus bicornu atau uterus septum)
4. Tumor panggul
5. Riwayat presentasi bokong
6. Multiparitas
7. Panggul sempit
8. Hidrosepalus, anensepalus
9. Kehamilan kembar (Cunningham, 2005 & Harry 1990).
II.1.1.6. Penyulit
Pada presentasi bokong persisten terjadi peningkatan frekuensi penyulit yaitu:
1. Morbiditas dan mortalitas perinatal akibat pelahiran yang sulit
2. Berat lahir rendah pada kelahiran preterm, pertumbuhan terhambat atau
keduanya
3. Prolaps tali pusat
4. Plasenta previa
5. Anomali janin,neonatus dan bayi
6. Anomali dan tumor uterus
7. Janin multipel (Cunningham, 2005)
II.1.1.7. Diagnosis
1. Palpasi dan Balotement: Leopold I : teraba kepala (balotemen) di fundus
uteri
2. Vaginal Toucher : teraba bokong yang lunak dan iregular
3. X-ray : Dapat membedakan dengan presentasi kepala dan pemeriksaan ini
penting untuk menentukan jenis presentasi sungsang dan jumlah
kehamilan serta adanya kelainan kongenital lain
4. Ultrasonografi:
Pemeriksaan USG
Penatalaksanaan
B.
Persalinan
Penentuan cara persalinan adalah sangat individual, kriteria pada tabel
Tabel 1 :
Persalinan pervaginam
Sectio caesarea
Presentasi frankbreech
Presentasi footling
Janin
preterm
(usia
kehamilan
25-34
minggu)
Taksiran berat janin 2000-3500 gram
Kepala fleksi
Ukuran panggul adekuat (berdasarkan x-ray Panggul sempit atau ukuran dalam nilai
pelvimetri)
borderline
(Diameter transversal PAP 11,5 cm dan Bagian terendah janin belum engage
diameter anteroposterior 10.5 cm : Diameter
transversal panggul tengah 10 cm dan
diameter anteroposterior 11,5 cm)
Tidak ada indikasi sectio caesar pada ibu Partus lama
dan anak
Janin Previable (usia kehamilan< 25 minggu Infertilitas atau riwayat obstetrik buruk
& < 700 g)
Kelainan kongenital (+)
Proses
persalinan
meskipun
sudah
berlangsung
direncanakan
(Hannah , 2000)
Metode lain untuk menentukan cara persalinan adalah dengan menggunakan
Zatuchni Andros Breech Scoring seperti terlihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 2.
39
38
< 37
>3500
3000-3500
< 3000
Riwayat persalinan
Dilasi
Stasion
-3
-2
-1
Paritas
Usia
Kehamilan
(minggu)
sungsang
perabdominal.
3. 30 40% trial of labor pada persalinan sungsang berakhir dengan
persalinan Sectio Caeserae.
4. Sectio Caesarea pada masa sekarang adalah operasi yang aman.
Ahli obstetri yang cenderung untuk mencoba berlangsungnya persalinan
sungsang pervaginam umumnya memiliki alasan:
1. Morbiditas maternal pada Sectio Caesarea lebih besar.
2. 5 15% janin pada presentasi sungsang disertai dengan kelaina
kongenital.
3. Sejumlah ibu ingin memiliki pengalaman persalinan pervaginam (Vezina,
2004)
Persalinan Pervaginam
Mekanisme persalinan sungsang pervaginam berlangsung melalui seven
cardinal movement yang terjadi pada masing-masing tahapan persalinan
sungsang pervaginam:
1. Persalinan Bokong
2. Persalinan Bahu
3. Persalinan Kepala
Persalinan sungsang pervaginam secara spontan (sungsang Bracht) dapat
dibagi menjadi 3 tahap :
1. Fase Lambat Pertama
Disebut fase lambat oleh karena pada fase ini umumnya tidak terdapat halhal yang membahayakan jalannya persalinan.
2. Fase Cepat
Disebut fase cepat oleh karena dalam waktu < 8 menit ( 1 2 kali
Pada fase ini, talipusat berada diantara kepala janin dengan PAP sehingga
dapat menyebabkan terjadinya asfiksia janin.
Pertolongan pada tahap persalinan ini tidak boleh tergesa-gesa oleh karena
persalinan kepala yang terlalu cepat pada presentasi sungsang dapat
menyebabkan terjadinya dekompresi mendadak pada kepala janin yang
menyebabkan perdarahan intrakranial (Manuaba, 1998).
Gambar 4.
1.
Presentasi
sungsang
bitrochanteric bokong
lengkap.
bokong
mengalami
2.
Pada
saat
panggul,
bokong
mencapai
saluran
menyebabkan
bokong
jalan
dasar
lahir
mengalami
panggul).
3.
4.
5.
mengalami PPD (putar paksi dalam) sehingga bisachromial menempati diameter anteroposterior PBP
(pintu bawah panggul).
Kepala
janin
sekarang
memasuki
6.
simfisis
pubis
laterofleksi.
melalui
gerakan
Teknik : Dilakukan traksi curam bawah, tubuh janin diputar 180 kearah
yang berlawanan sehingga bahu depan menjadi bahu depan dibawah arcus pubis
dan dapat dilahirkan
2. Persalinan bahu dengan cara klasik atau disebut sebagai teknik deventer.
Prinsip : Melahirkan lengan belakang lebih dulu (oleh karena ruang
panggul sebelah belakang/sacrum relatif lebih luas didepan ruang panggul
sebelah depan) dan kemudian melahirkan lengan depan dibawah arcus
pubis. Dipilih bila bahu tersangkut di pintu atas panggul.
Melahirkan bahu dan lengan depan lebih dahulu dibawah simfisis melalui
ekstraksi kemudian melahirkan lengan belakang di belakang (depan
sacrum ). Dipilih bila bahu tersangkut di Pintu Bawah Panggul.
Gambar 11 : Teknik Persalinan Mueller
Melahirkan bahu depan dengan ekstraksi pada bokong dan bila perlu dibantu
dengan telunjuk jari tangan kanan untuk mengeluarkan lengan depan
Gambar 12 : Teknik Persalinan Mueller
Melahirkan lengan belakang (mengait lengan atas dengan telunjuk jari tangan
kiri penolong)
Teknik pertolongan persalinan bahu cara Mueller :
Bokong dipegang dengan pegangan femuropelvik.
Dengan cara pegangan tersebut, dilakukan traksi curam bawah pada tubuh
janin sampai bahu depan lahir (gambar 11) dibawah arcus pubis dan
selanjutnya lengan depan dilahirkan dengan mengait lengan depan bagian
bawah.
Setelah bahu dan lengan depan lahir, pergelangan kaki dicekap dengan
tangan kanan dan dilakukan elevasi serta traksi keatas (gambar 12) traksi
dan elevasi sesuai arah tanda panah sampai bahu belakang lahir dengan
sendirinya. Bila tidak dapat lahir dengan sendirinya, dilakukan kaitan
untuk melahirkan lengan belakang anak (gambar 12).
Keuntungan: penggunaan tehnik ini adalah oleh karena tangan penolong
tidak masuk terlalu jauh kedalam jalan lahir maka resiko infeksi berkurang
(Bambang W, 2009).
II.1.1.9. PROGNOSIS
Dibandingkan persalinan pervaginam pada presentasi belakang kepala,
morbiditas dan mortalitas ibu dan atau anak pada persalinan sungsang pervaginam
lebih besar.
Morbiditas maternal : lebih tingginya frekuensi persalinan operatif pada
presentasi sungsang termasuk sectio caesar menyebabkan peningkatan morbiditas
ibu antara lain :
Morbiditas infeksi.
Ruptura uteri.
Laserasi servik.
Luka episiotomi yang meluas.
Atonia uteri akibat penggunaan analgesi sehingga terjadi perdarahan pasca
persalinan.
gangguan
sistem
multiorgan
(misalnya:
gangguan
II.1.3.1. Etiologi :
Asfiksia neonatorum dapat terjadi selama kehamilan, pada proses
persalinan dan melahirkan atau periode segera setelah lahir.Janin sangat
bergantung pada pertukaran plasenta untuk oksigen, asupan nutrisi dan
pembuangan produk sisa sehingga gangguan pada aliran darah umbilikal maupun
plasental hampir selalu akan menyebabkan asfiksia. Tanda-tanda gawat janin
seperti denyut jantung janin abnormal, pewarnaan mekoneum dan partus lama
juga memiliki hubungan yang kuat dengan timbulnya asfiksia neonatorum
(Depkes RI,2008).
dengan
penurunan
frekuensi
jantung
,selanjutnya
bayi
akan
menghirup
udara
dan
menggunakan
paru-
parunya
untuk
menurun pada saat bayi mengalami apnu primer. Tekanan darah akan tetap
bertahan sampai dimulainya apnu sekunder sebagaimana diperlihatkan
dalam gambar di bawah ini (kecuali jika terjadi kehilangan darah pada saat
memasuki periode hipotensi). Bayi dapat berada pada fase antara apnu
primer dan apnu dan seringkali keadaan yang membahayakan ini dimulai
sebelum atau selama persalinan. Akibatnya saat lahir, sulit untuk menilai
berapa
lama
membahayakan.
periventrikular yang berakhir dengan perdarahan. Proses yang mana yang lebih
berperan dalam terjadinya perdarahan tersebut belum dapat ditetapkan secara
pasti, tetapi gangguan sirkulasi yang terjadi pada kedua proses tersebut telah
disepakati mempunyai peran yang menentukan dalarn perdarahan tersebut
(Depkes RI, 2008).
2. Sistem Pernapasan
Penyebab terjadinya gangguan pernapasan pada bayi penderita asfiksia
neonatus
masih
belum
dapat
diketahui
secara
pasti.
Beberapa
teori
SKOR APGAR
TANDA
Appearance
SKOR
0
biru,pucat
tubuh
kemerahan,tungkai
kemerahan
(warna kulit)
biru
Pulse
tidak ada
dari
100x/
(frekuensi nadi)
Grimace
/menit
menit
tidak ada
gerakan sedikit
menangis
lumpuh
ekstremitas
(reaksi
rangsangan)
Activity
(tonus otot)
Respiratory
sedikit
tidak ada
lambat,tidak teratur
menangis kuat
(pernapasan)
(Aziz, 2008)
Skor Apgar ini biasanya dinilai 1 menit setelah bayi lahir lengkap, yaitu pada
saat bayi telah diberi lingkungan yang baik serta telah dilakukan pengisapan
lendir dengan sempurna. Skor Apgar ini menunjukkan beratnya asfiksia yang
diderita dan sebagai pedoman untuk menentukan cara resusitasi. Skor Apgar perlu
pula dinilai setelah 5 menit bayi lahir,karena hal ini mempunyai korelasi antara
morbiditas dan mortalitas neonatal (Husein, 2007).
Nilai APGAR juga berguna untuk menentukan perlu atau tidaknya resusitasi :
Asfiksia Pallida
Asfiksia Livida
Warna kulit
Pucat
Kebiru biruan
Tonus otot
Sudah kurang
Masih baik
Reaksi rangsangan
Negatif
Positif
Bunyi jantung
Tidak teratur
Masih teratur
Prognosis
Buruk
Lebih baik
(Mochtar, 1998)
II.1.3.5. Diagnosis
1. Anamnesis: Anamnesis diarahkan untuk mencari faktor risiko terhadap
terjadinya asfiksia neonatorum.
2. Pemeriksaan fisis: Bayi tidak bernafas atau menangis. Denyut jantung
kurang dari 100x/menit Tonus otot menurun Bisa didapatkan cairan
ketuban ibu bercampur mekonium, atau sisa mekonium pada tubuh bayi
BBLR.
3. Pemeriksaan penunjang : Laboratorium : hasil analisis gas darah tali pusat
menunjukkan hasil asidosis pada darah tali pusat: PaO2< 50 mm H2O
PaCO2 > 55 mm H2 pH < 7,30 Bila bayi sudah tidak membutuhkan
bantuan resusitasi aktif.
utama
mengatasi
asfiksia
adalah
untuk
mempertahankan
kelangsungan hidup bayi dan membatasi gejala sisa (sekuele) yang mungkin
timbul dikemudian hari,ini yang disebut dengan resusitasi bayi baru lahir (Hassan, 2007).
Sebelum resusitasi ada beberapa hal yang perlu diperhatikan :
Faktor
waktu
sangat
penting,makin
lama
bayi
menderita
memiliki pembuluh darah imatur dalam otak yang mudah mengalami perdarahan
Selain itu, bayi prematur memiliki volume darah sedikit yang meningkatkan risiko
syok hipovolemik dan kulit tipis serta area permukaan tubuh yang luas sehingga
mempercepat kehilangan panas dan rentan terhadap infeksi. Apabila diperkirakan
bayi akan memerlukan tindakan resusitasi, sebaiknya sebelumnya dimintakan
informed consent. Definisi informed consent adalah persetujuan tertulis dari
penderita atau orangtua/wali nya tentang suatu tindakan medis setelah
mendapatkan penjelasan dari petugas kesehatan yang berwenang. Tindakan
resusitasi dasar pada bayi dengan depresi pernapasan adalah tindakan gawat
darurat. Dalam hal gawat darurat mungkin informed consent dapat ditunda setelah
tindakan. Setelah kondisi bayi stabil namun memerlukan perawatan lanjutan,
dokter perlu melakukan informed consent. Lebih baik lagi apabila informed
consent dimintakan sebelumnya apabila diperkirakan akan memerlukan tindakan.
Alat Resusitasi
Semua peralatan yang diperlukan untuk tindakan resusitasi harus tersedia di
dalam kamar bersalin dan dipastikan dapat berfungsi baik. Pada saat bayi
memerlukan resusitasi maka peralatan harus siap digunakan. Peralatan yang
diperlukan pada resusitasi neonatus adalah sebagai berikut :
Perlengkapan penghisap
Balon penghisap (bulb syringe) Penghisap mekanik dan tabung Kateter
penghisap Pipa lambung.
Peralatan balon dan sungkup
Balon resusitasi neonatus yang dapat memberikan oksigen 90% sampai
100%, dengan volume balon resusitasi 250 ml Sungkup ukuran bayi cukup
bulan dan bayi kurang bulan (dianjurkan yang memiliki bantalan pada
pinggirnya). Sumber oksigen dengan pengatur aliran (ukuran sampai 10 L/m) dan
tabung.
3. Peralatan intubasi
Laringoskop
Selang endotrakeal (endotracheal tube) dan stilet (bila tersedia) yang cocok
dengan pipa endotrakeal yang ada
Obat-obatan
Epinefrin 1:10.000 (0,1 mg/ml) 3 ml atau ampul 10 ml
Kristaloid isotonik (NaCl 0.9% atau Ringer Laktat) untuk penambah volume
100 atau 250 ml.
Natrium bikarbonat 4,2% (5 mEq/10 ml)ampul 10 ml.
Naloxon hidroklorida 0,4 mg/ml atau 1,0 mg/ml
Dextrose 10%, 250 ml
Kateter umbilikal
Lain-lain
Alat pemancar panas (radiant warmer) atau sumber panas lainnya Monitor
jantung dengan probe serta elektrodanya (bila tersedia di kamar bersalin)
Oropharyngeal airways Selang orogastrik
II.2.
Kerangka Teori
Faktor Ibu
Faktor Neonatus
Faktor Plasenta
KETERANGAN :
Variabel yang diteliti :
II.3.
Kerangka Konsep
Variabel independen
II.4.
No
Variabel dependen
Judul
Nama
Tempat &
Rancangan
Variabel
Hasil
Penelitian
Peneliti
Tahun
Penelitian
Penelitian
Penelitian
Penelitian
1.
Skor
I Gusti
Semarang,
Survey
Persalinan
Terdapat
Zatuchni-
Ketut Ali
Januari 1999
dengan
sungsang,
hubungan
Andros
Semarawis
pendekata
Skor Z-A
antara skor
dalam
ma
n potong
Apgar
Z-A dengan
lintang
Score
tingginya
menentukan
keberhasilan
kejadian
persalinan
asfiksia
sungsang
genap bulan
2.
Hubungan
Tri
Fak.
Penelitian
Data umur
Lama
lama ketuban
Budianto,
Kedokteran
non
ibu, jenis
ketuban
pecah
Bharoto
Univ. Gadjah
eksperiment
presentasi
pecah
terhadap
Winardi
Mada/
al dengan
bokong,
berhubunga
asfiksia
Soeprono
Rumah Sakit
pendekatan
cara
n dengan
Umum Pusat
potong
persalinan,
asfiksia
perinatal
pada
Dr.Sardjito
lintang
lama
perinatal
presentasi
Yogyakarta
( Cross
ketuban
dan
bokong
Sectional
pecah dan
hubungan
hamil aterm
Study ).
lama
tersebut
persalina
dipengaruhi
yang
dilahirkan
oleh berat
pervaginam
badan lahir
dan lama
ketuban
pecah itu
sendiri