Anda di halaman 1dari 27

OTITIS MEDIA

DOKTER PEMBIMBING :
dr. AMRAN S, Sp. THT
OLEH :
RUDY FIRMANSYAH
VITA PUSPITASARI
RELIGIA TUNGGA DEWI
YULI

BAGIAN THT RS HAJI MEDAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MALAHAYATI
2013

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah swt karena berkat rahmat dan hidayahNya lah penulis dapat menyelesaikan pembuatan laporan yang berjudul Otitis Media.
Ucapan terima kasih tak lupa penulis ucapkan kepada dr. AMRAN S Sp.THT, selaku
konsultan dibagian THT di RS Haji Medan dan rekan-rekan yang telah membantu penulis
dalam pembuatan laporan ini.
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan laporan refreshing ini masih banyak
terdapat kesalahan. Untuk itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis
harapkan guna perbaikan dalam pembuatan makalah selanjutnya.
Semoga laporan refreshing ini dapat berguna bagi kita semua, khususnya bagi para
pembaca.

Medan,

2013

Penulis,

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ..........................................................................................................i


Daftar Isi ..................................................................................................................ii
BAB I Pendahuluan .................................................................................................
A. Latar Belakang ........................................................................................
BAB II Tinjauan Pustaka ..........................................................................................
A. Definisi ....................................................................................................
B. Epidemiologi ...........................................................................................
C. Etiologi dan Patogenesis..........................................................................
D. Klasifikasi ...............................................................................................
E. Gejala Klinis ............................................................................................
F. Pemeriksaan Penunjang ...........................................................................
G. Diagnosis ................................................................................................
H. Penatalaksanaan ......................................................................................
I. Prognosis .................................................................................................
Daftar Pustaka

BAB I

PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG
Penyakit pada telinga tengah dan mastoid lazim ditemukan di Amerika Serikat dan
seluruh dunia. Sebagai contohnya, beberapa penelitian menunjukkan bahwa otitis media
merupakan masalah paling umum kedua pada praktek pediatrik, setelah pilek. Radang, celah
telinga tengah (tuba eustakius, telinga tengah dan mastoid) khususnya sering pada anak, dan
pada daerah-daerah dengan sarana minimal seperti ghetto, daerah reservasi Indian dan
daerah-daerah tertentu di Alaska. Agaknya faktor genetic ikut pula berperan karena seringkali
ada riwayat penyakit telinga pada orang tua ataupun saudara sekandung. Sejak penggunaan
antibiotik secara luas terhadap otitis media dan mastoiditis pada pertengahan 1930-an, angka
mortalitas dan penyulit serius dari otitis media telah sangat menurun. Namun, sekarang
penyakit telinga tengah seringkali terdapat dalam bentuk kronik atau lambat yang
menyebabkan kehilangan pendengaran dan pengeluaran sekret. Morbiditas seringkali berarti
gangguan pendengaran yang mengganggu fungsi sosial, pendidikan dan profesional. Pada
anak usia sekolah, gangguan-gangguan telinga tengah (misal, otitis media serosa) lazim
terjadi, anak mungkin memperlihatkan hasil yang buruk disekolah hingga gangguan ini dapat
dideteksi melalui pemeriksaan penyaring untuk selanjutnya didiagnosa dan diobati.
Otitis media terbagi atas otitis media supuratif dan otitis media non supuratif (otitis
media serosa, otitis media secretoria, otitis media musinosa, otitis media musinosa). Masingmasing golongan mempunyai bentuk akut dan kronis, yaitu otitis media supuratif akut (otitis
media akut = OMA) dan otitis media supuratif kronis (OMSK). Begitu pula otitis media
serosa terbagi menjadi otitis media serosa akut (barotrauma = aerotitis) dan otitis media
serosa kronis. Selain itu terdapat juga otitis media spesifik, seperti otitis media tuberculosa
atau otitis media sifiltica.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. OTITIS MEDIA AKUT


DEFINISI
Otitis media akut (OMA) adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga
tengah, tuba eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid
Telinga tengah adalah daerah yang dibatasi dengan dunia luar oleh gendang telinga.
Daerah ini menghubungkan suara dengan alat pendengaran di telinga dalam. Selain itu di
daerah ini terdapat saluran Eustachius yang menghubungkan telinga tengah dengan rongga
hidung belakang dan tenggorokan bagian atas. Guna saluran ini adalah:

Menjaga keseimbangan tekanan udara di dalam telinga dan menyesuaikannya dengan


tekanan udara di dunia luar.

Mengalirkan sedikit lendir yang dihasilkan sel-sel yang melapisi telinga tengah ke
bagian belakang hidung.

ETIOLOGI
Penyebab otitis media akut (OMA) dapat merupakan virus maupun bakteri. Pada 25%
pasien, tidak ditemukan mikroorganisme penyebabnya. Virus ditemukan pada 25% kasus da
da dan n kadang menginfeksi telinga tengah bersama bakteri. Bakteri penyebab otitis media
tersering adalah Streptococcus pneumoniae, diikuti oleh Haemophilus influenzae dan
Moraxella cattarhalis. Yang perlu diingat pada OMA, walaupun sebagian besar kasus
disebabkan oleh bakteri, hanya sedikit kasus yang membutuhkan antibiotik. Hal ini
dimungkinkan karena tanpa antibiotik pun saluran Eustachius akan terbuka kembali sehingga
bakteri akan tersingkir bersama aliran lendir.
Anak lebih mudah terserang otitis media dibanding orang dewasa karena beberapa hal
a. Sistem kekebalan tubuh anak masih dalam perkembangan.
b. Saluran Eustachius pada anak lebih lurus secara horizontal dan lebih pendek sehingga
ISPA lebih mudah menyebar ke telinga tengah.
c. Adenoid (adenoid: salah satu organ di tenggorokan bagian atas yang berperan dalam
kekebalan tubuh) pada anak relatif lebih besar dibanding orang dewasa. Posisi adenoid
berdekatan dengan muara saluran Eustachius sehingga adenoid yang besar dapat mengganggu

terbukanya saluran Eustachius. Selain itu adenoid sendiri dapat terinfeksi di mana infeksi
tersebut kemudian menyebar ke telinga tengah lewat saluran Eustachius.
PATOFISIOLOGI
Otitis media sering diawali dengan infeksi pada saluran napas seperti radang
tenggorokan atau pilek yang menyebar ke telinga tengah lewat saluran Eustachius. Saat
bakteri melalui saluran Eustachius, mereka dapat menyebabkan infeksi di saluran tersebut
sehingga terjadi pembengkakan di sekitar saluran, tersumbatnya saluran menyebabkan
transudasi, dan datangnya sel-sel darah putih untuk melawan bakteri. Sel-sel darah putih akan
membunuh bakteri dengan mengorbankan diri mereka sendiri. Sebagai hasilnya terbentuklah
nanah dalam telinga tengah. Selain itu pembengkakan jaringan sekitar saluran Eustachius
menyebabkan lendir yang dihasilkan sel-sel di telinga tengah terkumpul di belakang gendang
telinga.
Jika lendir dan nanah bertambah banyak, pendengaran dapat terganggu karena
gendang telinga dan tulang-tulang kecil penghubung gendang telinga dengan organ
pendengaran di telinga dalam tidak dapat bergerak bebas. Kehilangan pendengaran yang
dialami umumnya sekitar 24 desibel (bisikan halus). Namun cairan yang lebih banyak dapat
menyebabkan gangguan pendengaran hingga 45 desibel (kisaran pembicaraan normal). Selain
itu telinga juga akan terasa nyeri. Dan yang paling berat, cairan yang terlalu banyak tersebut
akhirnya dapat merobek gendang telinga karena tekanannya.
MANIFESTASI KLINIS
Gejala klinis otitis media akut (OMA) tergantung pada stadium penyakit dan umur
pasien. Stadium otitis media akut (OMA) berdasarkan perubahan mukosa telinga tengah :
1. Stadium oklusi tuba Eustachius
Terdapat gambaran retraksi membran timpani akibat tekanan negatif di dalam telinga
tengah. Kadang berwarna normal atau keruh pucat. Efusi tidak dapat dideteksi. Sukar
dibedakan dengan otitis media serosa akibat virus atau alergi.
2. Stadium hiperemis (presupurasi)
Tampak pembuluh darah yang melebar di membran timpani atau seluruh membran
timpani tampak hiperemis serta edema. Sekret yang telah terbentuk mungkin masih bersifat
eksudat serosa sehingga sukar terlihat.

3. Stadium supurasi
Membrana timpani menonjol ke arah telinga luar akibat edema yang hebat pada
mukosa telinga tengah dan hancurnya sel epitel superfisial serta terbentuknya eksudat purulen
di kavum timpani. Pasien tampak sangat sakit, nadi dan suhu meningkat, serta nyeri di telinga
bertambah hebat. Apabila tekanan tidak berkurang, akan terjadi iskemia, tromboflebitis dan
nekrosis mukosa serta submukosa. Nekrosis ini terlihat sebagai daerah yang lebih lembek dan
kekuningan pada membran timpani. Di tempat ini akan terjadi ruptur.
4. Stadium perforasi
Karena pemberian antibiotik yang terlambat atau virulensi kuman yang tinggi, dapat
terjadi ruptur membran timpani dan nanah keluar mengalir dari telinga tengah ke telinga luar.
Pasien yang semula gelisah menjadi tenang, suhu badan turun, dan dapat tidur nyenyak.
5. Stadium resolusi
Bila membran timpani tetap utuh maka perlahan-lahan akan normal kembali. Bila
terjadi perforasi maka sekret akan berkurang dan mengering. Bila daya tahan tubuh baik dan
virulensi kuman rendah maka resolusi dapat terjadi tanpa pengobatan. Otitis media akut
(OMA) berubah menjadi otitis media supuratif subakut bila perforasi menetap dengan sekret
yang keluar terus-menerus atau hilang timbul lebih dari 3 minggu. Disebut otitis media
supuratif kronik (OMSK) bila berlangsung lebih 1,5 atau 2 bulan. Dapat meninggalkan gejala
sisa berupa otitis media serosa bila sekret menetap di kavum timpani tanpa perforasi. Pada
anak, keluhan utama adalah rasa nyeri di dalam telinga dan suhu tubuh yang tinggi. Biasanya
terdapat riwayat batuk pilek sebelumnya.
Pada orang dewasa, didapatkan juga gangguan pendengaran berupa rasa penuh atau
kurang dengar. Pada bayi dan anak kecil gejala khas otitis media anak adalah suhu tubuh
yang tinggi (> 39,5 derajat celsius), gelisah, sulit tidur, tiba-tiba menjerit saat tidur, diare,
kejang, dan kadang-kadang memegang telinga yang sakit. Setelah terjadi ruptur membran
tinmpani, suhu tubuh akan turun dan anak tertidur.
DIAGNOSA
Diagnosis OMA harus memenuhi tiga hal berikut.
1. Penyakitnya muncul mendadak (akut)
2. Ditemukannya tanda efusi (efusi: pengumpulan cairan di suatu rongga tubuh) di telinga
tengah. Efusi dibuktikan dengan adanya salah satu di antara tanda berikut:
a. menggembungnya gendang telinga
b. terbatas/tidak adanya gerakan gendang telinga

c. adanya bayangan cairan di belakang gendang telinga


d. cairan yang keluar dari telinga
3. Adanya tanda/gejala peradangan telinga tengah, yang dibuktikan dengan adanya salah satu
di antara tanda berikut:
a. kemerahan pada gendang telinga
b. nyeri telinga yang mengganggu tidur dan aktivitas normal
Anak dengan OMA dapat mengalami nyeri telinga atau riwayat menarik-narik daun
telinga pada bayi, keluarnya cairan dari telinga, berkurangnya pendengaran, demam, sulit
makan, mual dan muntah, serta rewel. Namun gejala-gejala ini (kecuali keluarnya cairan dari
telinga) tidak spesifik untuk OMA sehingga diagnosis OMA tidak dapat didasarkan pada
riwayat semata.
Efusi telinga tengah diperiksa dengan otoskop (alat untuk memeriksa liang dan
gendang telinga dengan jelas). Dengan otoskop dapat dilihat adanya gendang telinga yang
menggembung, perubahan warna gendang telinga menjadi kemerahan atau agak kuning dan
suram, serta cairan di liang telinga.
Jika konfirmasi diperlukan, umumnya dilakukan dengan otoskopi pneumatik
(pemeriksaan telinga dengan otoskop untuk melihat gendang telinga yang dilengkapi dengan
pompa udara kecil untuk menilai respon gendang telinga terhadap perubahan tekanan udara).
Gerakan gendang telinga yang berkurang atau tidak ada sama sekali dapat dilihat dengan
pemeriksaan ini. Pemeriksaan ini meningkatkan sensitivitas diagnosis OMA. Namun
umumnya diagnosis OMA dapat ditegakkan dengan otoskop biasa. Efusi telinga tengah juga
dapat dibuktikan dengan timpanosentesis (penusukan terhadap gendang telinga). Namun
timpanosentesis tidak dilakukan pada sembarang anak. Indikasi perlunya timpanosentesis
antara lain adalah OMA pada bayi di bawah usia enam minggu dengan riwayat perawatan
intensif di rumah sakit, anak dengan gangguan kekebalan tubuh, anak yang tidak memberi
respon pada beberapa pemberian antibiotik, atau dengan gejala sangat berat dan komplikasi.

OMA harus dibedakan dari otitis media dengan efusi yang dapat menyerupai OMA.
Untuk membedakannya dapat diperhatikan hal-hal berikut.

Gejala dan tanda

OMA

Otitis media dengan efusi

Nyeri telinga, demam, rewel

Efusi telinga tengah

Gendang telinga suram

+/-

+/-

Gerakan gendang berkurang

Berkurangnya pendengaran

Gendang yang menggembung

PENATALAKSANAAN
Terapi bergantung pada stadium penyakitnya. Pengobatan pada stadium awal
ditujukan untuk mengobati infeksi saluran napas, dengan pemberian antibiotik, dekongestan
lokal atau sistemik, dan antipiretik.
Stadium Oklusi
Terapi ditujukan untuk membuka kembali tuba Eustachius sehingga tekanan negatif di
telinga tengah hilang. Diberikan obat tetes hidung HCl efedrin 0,25 % untuk anak < 12 tahun
atau HCl efedrin 0,5 % dalam larutan fisiologis untuk anak diatas 12 tahun dan dewasa.
Sumber infeksi lokal harus diobati. Antibiotik diberikan bila penyebabnya kuman
Stadium Presupurasi
Diberikan antibiotik, obat tetes hidung dan analgesik. Bila membran timpani sudah
terlihat hiperemis difus, sebaiknya dilakukan miringotomi. Dianjurkan pemberian antibiotik
golongan penisilin atau eritromisin. Jika terjadi resistensi, dapat diberikan kombinasi dengan
asam klavulanat atau sefalosporin. Untuk terapi awal diberikan penisilin intramuskular agar
konsentrasinya adekuat di dalam darah sehingga tidak terjadi mastoiditis terselubung,
gangguan pendengaran sebagai gejala sisa dan kekambuhan. Antibiotik diberikan minimal
selama 7 hari
Stadium Supurasi
Selain antibiotik, pasien harus dirujuk untuk melakukan miringotomi bila membran
timpani masih utuh sehingga gejala cepat hilang dan tidak terjadi ruptur
Stadium Perforasi

Terlihat sekret banyak keluar, kadang secara berdenyut. Diberikan obat cuci telinga
H2O2 3% selama 3-5 hari serta antibiotik yang adekuat sampai 3 minggu. Biasanya sekret
akan hilang dan perforasi akan menutup sendiri dalam 7-10 hari
Stadium Resolusi
Membran timpani berangsur normal kembali, sekret tidak ada lagi, dan perforasi
menutup. Bila tidak, antibiotik dapat dilanjutkan sampai 3 minggu. Bila tetap, mungkin telah
terjadi mastoiditis
PENANGANAN
ANTIBIOTIK
OMA umumnya adalah penyakit yang akan sembuh dengan sendirinya. Sekitar 80%
OMA sembuh dalam 3 hari tanpa antibiotik. Penggunaan antibiotik tidak mengurangi
komplikasi yang dapat terjadi, termasuk berkurangnya pendengaran. Observasi dapat
dilakukan pada sebagian besar kasus. Jika gejala tidak membaik dalam 48-72 jam atau ada
perburukan gejala, antibiotik diberikan. American Academy of Pediatrics (AAP)
mengkategorikan OMA yang dapat diobservasi dan yang harus segera diterapi dengan
antibiotik sebagai berikut:
Usia

Diagnosis pasti

Diagnosis meragukan

< 6 bln
6 bln 2 th

Antibiotik
Antibiotik

Antibiotik
Antibiotik jika gejala berat; observasi jika

2 thn

gejala ringan
Antibiotik jika gejala berat;Observasi
observasi jika gejala ringan

Yang dimaksud dengan gejala ringan adalah nyeri telinga ringan dan demam <39C
dalam 24 jam terakhir. Sedangkan gejala berat adalah nyeri telinga sedang berat atau
demam 39C.
Pilihan observasi selama 48-72 jam hanya dapat dilakukan pada anak usia enam bulan
dua tahun dengan gejala ringan saat pemeriksaan, atau diagnosis meragukan pada anak di
atas dua tahun. Untuk dapat memilih observasi, follow-up harus dipastikan dapat terlaksana.
Analgesia tetap diberikan pada masa observasi.

British Medical Journal memberikan kriteria yang sedikit berbeda untuk menerapkan
observasi ini. Menurut BMJ, pilihan observasi dapat dilakukan terutama pada anak tanpa
gejala umum seperti demam dan muntah.
Jika diputuskan untuk memberikan antibiotik, pilihan pertama untuk sebagian besar anak
adalah amoxicillin.
1. Sumber seperti AAFP (American Academy of Family Physician) menganjurkan pemberian
40 mg/kg berat badan/hari pada anak dengan risiko rendah dan 80 mg/kg berat
badan/hari untuk anak dengan risiko tinggi. Risiko tinggi yang dimaksud antara lain
adalah usia kurang dari dua tahun, dirawat sehari-hari di daycare, dan ada riwayat
pemberian antibiotik dalam tiga bulan terakhir.
2. WHO menganjurkan 15 mg/kg berat badan/pemberian dengan maksimumnya 500 mg.
3. AAP menganjurkan dosis 80-90 mg/kg berat badan/hari. Dosis ini terkait dengan
meningkatnya persentase bakteri yang tidak dapat diatasi dengan dosis standar di
Amerika Serikat. Sampai saat ini di Indonesia tidak ada data yang mengemukakan hal
serupa, sehingga pilihan yang bijak adalah menggunakan dosis 40 mg/kg/hari.
Dokumentasi adanya bakteri yang resisten terhadap dosis standar harus didasari hasil
kultur dan tes resistensi terhadap antibiotik.
4. Buku ajar THT UI menganjurkan pemberian pada anak, ampisilin diberikan dengan dosis
50-100 mg/BB per hari, dibagi dalam 4 dosis, atau amoksisilin 40 mg/BB/hari dibagi
dalam 3 dosis, atau eritromisin 40 mg/BB/hari
Antibiotik pada OMA akan menghasilkan perbaikan gejala dalam 48-72 jam. Dalam
24 jam pertama terjadi stabilisasi, sedang dalam 24 jam kedua mulai terjadi perbaikan. Jika
pasien tidak membaik dalam 48-72 jam, kemungkinan ada penyakit lain atau pengobatan
yang diberikan tidak memadai. Dalam kasus seperti ini dipertimbangkan pemberian antibiotik
lini kedua. Misalnya:
1. Pada pasien dengan gejala berat atau OMA yang kemungkinan disebabkan
Haemophilus influenzae dan Moraxella catarrhalis, antibiotik yang kemudian dipilih adalah
amoxicillin-clavulanate. Sumber lain menyatakan pemberian amoxicillin-clavulanate
dilakukan jika gejala tidak membaik dalam tujuh hari atau kembali muncul dalam 14 hari.
2. Jika pasien alergi ringan terhadap amoxicillin, dapat diberikan cephalosporin
seperti cefdinir, cefpodoxime, atau cefuroxime.
3. Pada alergi berat terhadap amoxicillin, yang diberikan adalah azithromycin atau
clarithromycin.

4. Pilihan lainnya adalah erythromycin-sulfisoxazole atau sulfamethoxazoletrimethoprim. Namun kedua kombinasi ini bukan pilihan pada OMA yang tidak membaik
dengan amoxicillin.
Jika pemberian amoxicillin-clavulanate juga tidak memberikan hasil, pilihan yang
diambil adalah ceftriaxone selama tiga hari.
Perlu diperhatikan bahwa cephalosporin yang digunakan pada OMA umumnya
merupakan generasi kedua atau generasi ketiga dengan spektrum luas. Demikian juga
azythromycin atau clarythromycin. Antibiotik dengan spektrum luas, walaupun dapat
membunuh lebih banyak jenis bakteri, memiliki risiko yang lebih besar. Bakteri normal di
tubuh akan dapat terbunuh sehingga keseimbangan flora di tubuh terganggu. Selain itu risiko
terbentuknya bakteri yang resisten terhadap antibiotik akan lebih besar. Karenanya, pilihan
ini hanya digunakan pada kasus-kasus dengan indikasi jelas penggunaan antibiotik lini kedua.
Pemberian antibiotik pada otitis media dilakukan selama sepuluh hari pada anak berusia di
bawah dua tahun atau anak dengan gejala berat. Pada usia enam tahun ke atas, pemberian
antibiotik cukup 5-7 hari. Di Inggris, anjuran pemberian antibiotik adalah 3-7 hari atau lima
hari
ANALGESIA/PEREDA NYERI
Selain antibiotik, penanganan OMA selayaknya disertai penghilang nyeri (analgesia).
Analgesia yang umumnya digunakan adalah analgesia sederhana seperti paracetamol atau
ibuprofen. Namun perlu diperhatikan bahwa pada penggunaan ibuprofen, harus dipastikan
bahwa anak tidak mengalami gangguan pencernaan seperti muntah atau diare karena
ibuprofen dapat memperparah iritasi saluran cerna. Pemberian obat-obatan lain seperti
antihistamin (antialergi) atau dekongestan tidak memberikan manfaat bagi anak. Pemberian
kortikosteroid juga tidak dianjurkan.
Myringotomy (myringotomy: melubangi gendang telinga untuk mengeluarkan cairan
yang menumpuk di belakangnya) juga hanya dilakukan pada kasus-kasus khusus di mana
terjadi gejala yang sangat berat atau ada komplikasi. Cairan yang keluar harus dikultur.
Pemberian antibiotik sebagai profilaksis untuk mencegah berulangnya OMA tidak memiliki
bukti yang cukup.
PENCEGAHAN
Beberapa hal yang tampaknya dapat mengurangi risiko OMA adalah:
1. pencegahan ISPA pada bayi dan anak-anak,
2. pemberian ASI minimal selama 6 bulan,

3. penghindaran pemberian susu di botol saat anak berbaring,


4. dan penghindaran pajanan terhadap asap rokok.
KOMPLIKASI
Sebelum adanya antibiotik, otitis media akut (OMA) dapat menimbulkan komplikasi,
mulai dari abses subperiosteal sampai abses otak dan meningitis.
Otitis media yang tidak diobati dapat menyebar ke jaringan sekitar telinga tengah, termasuk
otak. Namun komplikasi ini umumnya jarang terjadi. Salah satunya adalah mastoiditis pada 1
dari 1000 anak dengan OMA yangtidak diobati.
Otitis media yang tidak diatasi juga dapat menyebabkan kehilangan pendengaran
permanen. Cairan di telinga tengah dan otitis media kronik dapat mengurangi pendengaran
anak serta menyebabkan masalah dalam kemampuan bicara dan bahasa. Otitis media dengan
efusi didiagnosis jika cairan bertahan dalam telinga tengah selama 3 bulan atau lebih.
2.2 OTITIS MEDIA KRONIK
DEFINISI
Otitis media supuratif kronik (OMSK) dahulu disebut Otitis Media Perforata (OMP)
atau dalam sebutan sehari-hari adalah congek.
Otitis Media Supuratif Kronik ialah infeksi kronis di telinga tengah dengan perforasi
membran timpani dan sekret yang keluar dari telinga tengah terus menerus atau hilang
timbul. Sekret mungkin encer atau kental, bening atau berupa nanah.
LETAK PERFORASI
Letak perforasi di membran timpani penting untuk menentukan tipe/ jenis OMSK.
Perforasi membran timpani dapat ditemukan di daerah sentral, marginal atau atik. Pada
perforasi sentral, perforasi terdapat di pars tensa, sedangkan di seluruh tepi perforasi masih
ada sisa membran timpani. Pada perforasi marginal sebagian tepi perforasi langsung
berhubungan dengan anulus atau sakulus timpanikum. Perforasi atik ialah perforasi yang
terletak di pars flaksida. Jenis-Jenis Perforasi dapat dibagi menjadi :
a. Perforasi Sentral kecil

b. Perforasi Sentral (Sub Total)

c.

Perforasi Atik

d. Perforasi Postero Superior/ Marginal

Klasifikasi OMSK
Jenis OMSK terbagi atas 2 jenis, yaitu tipe benigna dan tipe maligna.
1. OMSK tipe Benigna
Proses peradangannya terbatas pada mukosa saja, dan biasanya tidak mengenai
tulang. Perforasi terletak di sentral. Umumnya OMSK tipe benigna jarang menimbulkan
komplikasi yang berbahaya. Pada OMSK tipe benigna tidak terdapat kolesteatoma.
2. OMSK tipe Maligna
Merupakan OMSK yang disertai dengan kolesteatoma. Kolesteatoma adalah suatu
kista epiterial yang berisi deskuamasi epitel (keratin). Kolesteatom dapat dibagi atas 2 tipe
yaitu kongenital dan didapat. OMSK tipe maligna dikenal juga dengan OMSK tipe berbahaya
atau OMSK tipe tulang. Perforasi pada OMSK tipe maligna letaknya di atik, kadang-kadang
terdapat juga kolesteatoma pada OMSK dengan perforasi yang berbahaya atau fatal timbul
pada OMSK tipe maligna.

Berdasarkan aktivitas sekret yang keluar terdiri dari OMSK aktif dan OMSK tenang.
a) OMSK aktif, merupakan OMSK dengan sekret yang keluar dari kavum timpani secara
aktif. Pada jenis ini terdapat sekret pada telinga dan tuli. Biasanya didahului oleh
perluasan infeksi saluran nafas atas melalui tuba eutachius, atau setelah berenang dimana

kuman masuk melalui liang telinga luar. Sekret bervariasi dari mukoid sampai
mukopurulen
b) OMSK tenang, ialah OMSK yang keadaan kavum timpaninya terlihat basah atau kering.
Pada pemeriksaan telinga dijumpai perforasi total yang kering dengan mukosa telinga
tengah yang pucat. Gejala yang dijumpai berupa tuli konduktif ringan. Gejala lain yang
dijumpai seperti vertigo, tinitus,atau suatu rasa penuh dalam telinga
EPIDEMIOLOGI
Prevalensi OMSK pada beberapa negara antara lain dipengaruhi, kondisi sosial,
ekonomi, suku, tempat tinggal yang padat, hygiene dan nutrisi yang jelek. Kebanyakan
melaporkan prevalensi OMSK pada anak termasuk anak yang mempunyai kolesteatom, tetapi
tidak mempunyai data yang tepat, apalagi insiden OMSK saja, tidak ada data yang tersedia.
ETIOLOGI
Terjadi OMSK hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang pada anak, jarang
dimulai setelah dewasa. Faktor infeksi biasanya berasal dari nasofaring (adenoiditis,
tonsilitis, rinitis, sinusitis), mencapai telinga tengah melalui tuba Eustachius. Fungsi tuba
Eustachius yang abnormal merupakan faktor predisposisi yang dijumpai pada anak dengan
cleft palate dan Downs syndrom. Adanya tuba patulous, menyebabkan refluk isi nasofaring
yang merupakan faktor insiden OMSK yang tinggi di Amerika Serikat. Kelainan humoral
(seperti hipogammaglobulinemia) dan cell-mediated (seperti infeksi HIV, sindrom kemalasan
leukosit) dapat manifest sebagai sekresi telinga kronis.
Penyebab OMSK antara lain lingkungan, genetik, otitis media sebelumnya, infeksi
saluran nafas atas, autoimun, alergi, dan gangguan fungsi tuba eustachius.
Beberapa faktor-faktor yang menyebabkan perforasi membran timpani menetap pada
OMSK :

Infeksi yang menetap pada telinga tengah mastoid yang mengakibatkan produksi

sekret telinga purulen berlanjut.


Berlanjutnya obstruksi tuba eustachius yang mengurangi penutupan spontan pada

perforasi.
Beberapa perforasi yang besar mengalami penutupan spontan melalui mekanisme
migrasi epitel.

Pada pinggir perforasi dari epitel skuamous dapat mengalami pertumbuhan yang cepat
diatas sisi medial dari membran timpani. Proses ini juga mencegah penutupan spontan
dari perforasi.
Faktor-faktor yang menyebabkan penyakit infeksi telinga tengah supuratif menjadi

kronis majemuk, antara lain :


1. Gangguan fungsi tuba eustachius yang kronis atau berulang
a. Infeksi hidung dan tenggorok yang kronis atau berulang
b. Obstruksi anatomik tuba Eustachius parsial atau total
2. Perforasi membran timpani yang menetap.
3. Terjadinya metaplasia skumosa atau perubahan patologik menetap lainya pada telinga
tengah.
4. Obstruksi menetap terhadap aerasi telinga atau rongga mastoid.
5. Terdapat daerah-daerah dengan sekuester atau osteomielitis persisten di mastoid.
6. Faktor-faktor konstitusi dasar seperti alergi, kelemahan umum atau perubahan
mekanisme pertahanan tubuh.
PATOGENESIS DAN PATOLOGI
Karena OMSK didahului OMA, maka penjelasan tentang patofisiologi OMSK, akan
dijelaskan dengan patofisiologi terjadinya OMA. OMA biasanya disebabkan oleh Infeksi di
Saluran Nafas Atas (ISPA), umumnya terjadi pada anak karena keadaan tuba eustakius , yang
sangat berperan penting dalam patofiologi OMA pada anak berbeda dengan orang dewasa.
Tuba eustakius pada anak lebih pendek, lebih horizontal dan relatif lebih lebar daripada
dewasa.
Infeksi pada saluran nafas atas akan menyebabkan edema pada mukosa saluran nafas
termasuk mukosa tuba eustakius dan nasofaring tempat muara tuba eustakius. Edema ini akan
menyebabkan oklusi tuba yang berakibat gangguan fungsi tuba eustakius yaitu fungsi
ventilasi, drainase dan proteksi terhadap telinga tengah.

Gangguan fungsi Ventilasi


Normalnya tuba akan berusaha menjaga tekanan di telinga tengah dan udara luar
stabil, ketika terdapat oklusi tuba, maka udara tidak akan dapat masuk ke telinga tengah,
sedangkan secara fisiologis udara (Oksigen dan Nitrogen) akan diabsorbsi di telinga tengah 1
ml tiap hari pada orang dewasa. Keadaan ini kan menyebabkan tekanan negatif pada telinga
tengah, keadaan vacum di telinga tengah menyebabkan transudasi cairan di telinga tengah.

Gangguan Fungsi drainase


Dalam keadaan normal mukosa telinga tengah akan menghasilkan sekret yang akan di
dorong oleh gerakan silia ke arah nasofaring, ketika terjadi oklusi tuba fungsi ini akan
terganggu, sehingga terjadi penumpukan sekret di telinga tengah. Akumulasi cairan di telinga
tengah akan lebih banyak dengan adanya transudasi akibat tekanan negatif. Sekret ini
merupakan media yang baik untuk tumbuhnya kuman.
Gangguan fungsi proteksi
Tuba berperan dalam proteksi kuman dan sekret dari nasofaring masuk ke telinga
tengah, diantaranya melalui kerja silia. Ketika terjadi oklusi tuba, fungsi silia tidak efektif
untuk mencegah kuman dan sekret dari nasofaring ke kavum timpani dengan akumulasi
sekret yang baik untuk pertumbuhan kuman. Sehingga terjadi proses supurasi di telinga
tengah. Proses supurasi akan berlanjut dengan peningkatan jumlah sekret purulen, penekanan
pada membran timpani oleh akumulasi sekret ini kan menyebabkan membran timpani (bagian
sentral) mengalami iskemi dan akhirnya nekrosis, dengan adnya tekanan akan menyebabkan
perforasi dan sekret mukopurulen akan keluar dari telinga tengah ke liang telinga.
Jika proses peradangan ini tidak mengalami resolusi dan penutupan membran timpani
setelah 6 minggu maka OMA beralih menjadi OMSK.
Patogensis OMSK belum diketahui secara lengkap, tetapi dalam hal ini merupakan
stadium kronis dari otitis media akut (OMA) dengan perforasi yang sudah terbentuk diikuti
dengan keluarnya sekret yang terus menerus. Perforasi sekunder pada OMA dapat terjadi
kronis tanpa kejadian infeksi pada telinga tengah misal perforasi kering. Beberapa penulis
menyatakan keadaan ini sebagai keadaan inaktif dari otitis media kronis.
OMSK lebih sering merupakan penyakit kambuhan dari pada menetap. Keadaan
kronis ini lebih berdasarkan keseragaman waktu dan stadium dari pada keseragaman
gambaran patologi. Secara umum gambaran yang ditemukan adalah:
1. Terdapat perforasi membrana timpani di bagian sentral.
2. Mukosa bervariasi sesuai stadium penyakit
3. Tulang-tulang pendengaran dapat rusak atau tidak, tergantung pada beratnya infeksi
sebelumnya.
4. Pneumatisasi mastoid
OMSK paling sering pada masa anak-anak. Pneumatisasi mastoid paling akhir terjadi
antara 5-10 tahun. Proses pneumatisasi ini sering terhenti atau mundur oleh otitis media yang
terjadi pada usia tersebut atau lebih muda. Bila infeksi kronik terus berlanjut, mastoid
mengalami proses sklerotik, sehingga ukuran prosesus mastoid berkurang.

GEJALA KLINIS
Gejala klinis yang sering ditemukan pada otitis media supuratif kronis diantaranya
1. Telinga Berair (Otorrhoe)
Sekret bersifat purulen atau mukoid tergantung stadium peradangan. Pada OMSK tipe
jinak, cairan yang keluar mukopus yang tidak berbau busuk yang sering kali sebagai reaksi
iritasi mukosa telinga tengah oleh perforasi membran timpani dan infeksi. Keluarnya sekret
biasanya hilang timbul. Pada OMSK stadium inaktif tidak dijumpai adannya sekret telinga.
Pada OMSK tipe ganas unsur mukoid dan sekret telinga tengah berkurang atau hilang karena
rusaknya lapisan mukosa secara luas. Sekret yang bercampur darah berhubungan dengan
adanya jaringan granulasi dan polip telinga dan merupakan tanda adanya kolesteatom yang
mendasarinya. Suatu sekret yang encer berair tanpa nyeri mengarah kemungkinan
tuberkulosis.
2. Gangguan Pendengaran
Biasanya dijumpai tuli konduktif namun dapat pula bersifat campuran. Beratnya
ketulian tergantung dari besar dan letak perforasi membran timpani serta keutuhan dan
mobilitas sistem pengantaran suara ke telinga tengah. Pada OMSK tipe maligna biasanya
didapat tuli konduktif berat.
3. Otalgia (Nyeri Telinga)
Pada OMSK keluhan nyeri dapat karena terbendungnya drainase pus. Nyeri dapat
berarti adanya ancaman komplikasi akibat hambatan pengaliran sekret, terpaparnya
durameter atau dinding sinus lateralis, atau ancaman pembentukan abses otak. Nyeri
merupakan tanda berkembang komplikasi OMSK seperti Petrositis, subperiosteal abses atau
trombosis sinus lateralis.
4. Vertigo
Keluhan vertigo seringkali merupakan tanda telah terjadinya fistel labirin akibat erosi
dinding labirin oleh kolesteatom. Vertigo yang timbul biasanya akibat perubahan tekanan
udara yang mendadak atau pada panderita yang sensitive, keluhan vertigo dapat terjadi hanya
karena perforasi besar membran timpani yang akan menyebabkan labirin lebih mudah
terangsang oleh perbedaan suhu. Penyebaran infeksi ke dalam labirin juga akan meyebabkan
keluhan vertigo. Vertigo juga bisa terjadi akibat komplikasi serebelum.
Tanda-tanda klinis OMSK tipe maligna yang perlu diperhatikan mengingat OMSK
tipe ini seringkali menimbulkan komplikasi yang berbahaya, maka perlu ditegakkan
diagnosis dini yang menjadi pedoman yaitu adanya perforasi pada marginal atau pada atik.

Sedangkan pada kasus yang lanjut dapat terlihat adanya Abses atau fistel retroaurikular,
jaringan granulasi atau polip diliang telinga yang berasal dari kavum timpani, pus yang selalu
aktif atau berbau busuk (aroma kolesteatom) dan foto rontgen mastoid adanya gambaran
kolesteatom.
DIAGNOSIS OMSK
Diagnosis OMSK ditegakan dengan cara:
1. Anamnesis (history-taking)
Penyakit telinga kronis ini biasanya terjadi perlahan-lahan dan penderita seringkali
datang dengan gejala-gejala penyakit yang sudah lengkap. Gejala yang paling sering
dijumpai adalah telinga berair, adanya secret di liang telinga yang pada tipe tubotimpanal
sekretnya lebih banyak dan seperti berbenang (mukous), tidak berbau busuk dan intermiten,
sedangkan pada tipe atikoantral, sekretnya lebih sedikit, berbau busuk, kadangkala disertai
pembentukan jaringan granulasi atau polip, maka sekret yang keluar dapat bercampur darah.
Ada kalanya penderita datang dengan keluhan kurang pendengaran atau telinga keluar darah.
2. Pemeriksaan otoskopi
Pemeriksaan otoskopi akan menunjukan adanya dan letak perforasi. Dari perforasi
dapat dinilai kondisi mukosa telinga tengah.
3. Pemeriksaan audiologi
Evaluasi audiometri, pembuatan audiogram nada murni untuk menilai hantaran tulang
dan udara, penting untuk mengevaluasi tingkat penurunan pendengaran dan untuk
menentukan gap udara dan tulang.
Audiometri tutur berguna untuk menilai speech reception threshold pada kasus dengan
tujuan untuk memperbaiki pendengaran.

4. Pemeriksaan radiologi
Radiologi konvensional, foto polos radiologi, posisi Schller berguna untuk menilai
kasus kolesteatoma, sedangkan pemeriksaan CT scan dapat lebih efektif menunjukkan
anatomi tulang temporal dan kolesteatoma.
PEMERIKSAAN KLINIK
Untuk melengkapi pemeriksaan, dapat dilakukan pemeriksaan klinik sebagai berikut :

a. Pemeriksaan Audiometri
Pada pemeriksaan audiometri penderita OMSK biasanya didapati tuli konduktif. Tapi
dapat pula dijumpai adanya tuli sensotineural, beratnya ketulian tergantung besar dan letak
perforasi membran timpani serta keutuhan dan mobilitas.
Derajat ketulian nilai ambang pendengaran

Normal : -10 dB sampai 26 dB

Tuli ringan : 27 dB sampai 40 dB

Tuli sedang : 41 dB sampai 55 dB

Tuli sedang berat : 56 dB sampai 70 dB

Tuli berat : 71 dB sampai 90 dB

Tuli total : lebih dari 90 dB.

Untuk melakukan evaluasi ini, observasi berikut bisa membantu :


1. Perforasi biasa umumnya menyebabkan tuli konduktif tidak lebih dari 15-20 dB
2. Kerusakan rangkaian tulang-tulang pendengaran menyebabkan tuli konduktif 30-50
dB apabila disertai perforasi.
3. Diskontinuitas rangkaian tulang pendengaran dibelakang membran yang masih utuh
menyebabkan tuli konduktif 55-65 dB.
4. Kelemahan diskriminasi tutur yang rendah, tidak peduli bagaimanapun keadaan
hantaran tulang, menunjukan kerusakan kohlea parah.
b. Pemeriksaan Radiologi
1. Proyeksi Schuller
Memperlihatkan luasnya pneumatisasi mastoid dari arah lateral dan atas. Foto ini
berguna untuk pembedahan karena memperlihatkan posisi sinus lateral dan tegmen.
2. Proyeksi Mayer atau Owen
Diambil dari arah dan anterior telinga tengah. Akan tampak gambaran tulang-tulang
pendengaran dan atik sehingga dapat diketahui apakah kerusakan tulang telah mengenai
struktur-struktur.
3. Proyeksi Stenver
Memperlihatkan gambaran sepanjang piramid petrosus dan yang lebih jelas
memperlihatkan kanalis auditorius interna, vestibulum dan kanalis semisirkularis. Proyeksi
ini menempatkan antrum dalam potongan melintang sehingga dapat menunjukan adanya
pembesaran akibat.
4. Proyeksi Chause III

Memberi gambaran atik secara longitudinal sehingga dapat memperlihatkan


kerusakan dini dinding lateral atik. Politomografi dan atau CT scan dapat menggambarkan
kerusakan tulang oleh karena kolesteatom.
c. Bakteriologi
Bakteri yang sering dijumpai pada OMSK adalah Pseudomonas aeruginosa,
Stafilokokus aureus dan Proteus. Sedangkan bakteri pada OMSA Streptokokus pneumonie,
H. influensa, dan Morexella kataralis. Bakteri lain yang dijumpai pada OMSK E. Coli,
Difteroid, Klebsiella, dan bakteri anaerob adalah Bacteriodes sp.
1. Bakteri spesifik
Misalnya Tuberkulosis. Dimana Otitis tuberkulosa sangat jarang ( kurang dari 1%
menurut Shambaugh). Pada orang dewasa biasanya disebabkan oleh infeksi paru yang lanjut.
Infeksi ini masuk ke telinga tengah melalui tuba. Otitis media tuberkulosa dapat terjadi pada
anak yang relatif sehat sebagai akibat minum susu yang tidak dipateurisasi.
2. Bakteri non spesifik baik aerob dan anaerob
Bakteri aerob yang sering dijumpai adalah Pseudomonas aeruginosa, stafilokokus
aureus dan Proteus sp. Antibiotik yang sensitif untuk Pseudomonas aeruginosa adalah
ceftazidime dan ciprofloksasin, dan resisten pada penisilin, sefalosporin dan makrolid.
Sedangkan Proteus mirabilis sensitif untuk antibiotik kecuali makrolid. Stafilokokus aureus
resisten terhadap sulfonamid dan trimethoprim dan sensitif untuk sefalosforin generasi I dan
gentamisin.
PENATALAKSANAAN
Terapi OMSK terkadang memerlukan waktu yang lama serta harus berulang-ulang,
karena sekret yang keluar tidak cepat kering atau selalu kambuh lagi. Keadaan ini antara lain
disebabkan oleh satu atau beberapa keadaan yaitu adanya perforasi membran timpani yang
permanen sehingga telinga tengah berhubungan dengan dunia luar, terdapat sumber infeksi di
faring, nasofaring, hidung, dan sinus paranasal, sudah terbentuk jaringan patologik yang
ireversibel dalam rongga mastoid, gizi dan higiene yang kurang.
Tipe Benigna
Prinsip terapi ialah konservatif atau dengan medikamentosa. Bila sekret yang keluar
terus menerus, maka diberikan obat pencuci telinga, berupa larutan H2O2 3 % selama 3-5 hari.
Setelah sekret berkurang, maka terapi dilanjutkan dengan memeberikan obat tetes telinga
yang mengandung antibiotika dan kortikosteroid. Karena semua obat tetes yang mengandung
antibiotik bersifat ototoksik. Sehingga dianjurkan penggunaan obat tetes telinga jangan

diberikan terus menerus lebih dari 1 atau 2 minggu atau pada OMSK yang sudah tenang. Bila
sekret telah kering, tetapi perforasi masih ada setelah observasi selama 2 bulan, maka
idealnya dilakukan miringoplasti atau timpanoplasti. Operasi ini bertujuan untuk
menghentikan infeksi secara permanen, memperbaiki membran timpani yang perforasi,
mencegah terjadinya komplikasi atau kerusakan pendengaran yang lebih berat, serta
memperbaiki pendengaran.
Bila terdapat sumber infeksi yang menyebabkan sekret tetap ada, atau terjadinya
infeksi berulang, maka sumber infeksi harus diobati terlebih dahulu, mungkin juga perlu
melakukan pembedahan, misalnya adenoidektomi dan tonsilektomi.
Pemberian Antibiotik Topikal
Pemberian antibiotik secara topikal pada telinga dan sekret yang banyak tanpa
dibersihkan dulu, adalah tidak efektif. Bila sekret berkurang/tidak progresif lagi diberikan
obat tetes yang mengandung antibiotik dan kortikosteroid. Mengingat pemberian obat topikal
dimaksudkan agar masuk sampai telinga tengah, maka tidak dianjurkan antibiotik yang
ototoksik misalnya neomisin dan lamanya tidak lebih dari 1 minggu. Cara pemilihan
antibiotik yang paling baik dengan berdasarkan kultur kuman penyebab dan uji resistesni.
Bubuk telinga yang digunakan seperti :
a. Acidum boricum dengan atau tanpa iodine
b. Terramycin.
c. Asidum borikum 2,5 gram dicampur dengan khloromicetin 250 mg
Pengobatan antibiotik topikal dapat digunakan secara luas untuk OMSK aktif yang
dikombinasi dengan pembersihan telinga.
Antibiotika topikal yang dapat dipakai pada otitis media kronik adalah :
1. Polimiksin B atau polimiksin E
Obat ini bersifat bakterisid terhadap kuman gram negatif, Pseudomonas, E. Koli
Klebeilla, Enterobakter, tetapi resisten terhadap gram positif, Proteus, B. fragilis Toksik
terhadap ginjal dan susunan saraf.
2. Neomisin
Obat bakterisid pada kuma gram positif dan negatif, misalnya : Stafilokokus aureus,
Proteus sp. Resisten pada semua anaerob dan Pseudomonas. Toksik terhadap ginjal dan
telinga.
3. Kloramfenikol
Obat ini bersifat bakterisid

Pemberian Antibiotik Sistemik


Pemberian antibiotika tidak lebih dari 1 minggu dan harus disertai pembersihan sekret
profus. Bila terjadi kegagalan pengobatan, perlu diperhatikan faktor penyebab kegagalan
yang ada pada penderita tersebut. Antimikroba dapat dibagi menjadi 2 golongan. Golongan
pertama daya bunuhnya tergantung kadarnya. Makin tinggi kadar obat, makin banyak kuman
terbunuh, misalnya golongan aminoglikosida dengan kuinolon. Golongan kedua adalah
antimikroba yang pada konsentrasi tertentu daya bunuhnya paling baik. Peninggian dosis
tidak menambah daya bunuh antimikroba golongan ini, misalnya golongan beta laktam.
Terapi antibiotik sistemik yang dianjurkan pada Otitis media kronik adalah :
- Pseudomonas : Aminoglikosida karbenisilin
- P. mirabilis : Ampisilin atau sefalosforin
- P. morganii, P. vulgaris : Aminoglikosida Karbenisilin
- Klebsiella : Sefalosforin atau aminoglikosida
- E. coli : Ampisilin atau sefalosforin
- S. Aureus Anti-stafilikokus : penisilin, sefalosforin, eritromisin, aminoglikosida
- Streptokokus : Penisilin, sefalosforin, eritromisin, aminoglikosida
- B. fragilis : Klindamisin
Antibiotika golongan kuinolon (siprofloksasin, dan ofloksasin) yaitu dapat derivat
asam nalidiksat yang mempunyai aktifitas anti pseudomonas dan dapat diberikan peroral.
Tetapi tidak dianjurkan untuk anak dengan umur dibawah 16 tahun. Golongan sefalosforin
generasi III ( sefotaksim, seftazidinm dan seftriakson) juga aktif terhadap pseudomonas,
tetapi harus diberikan secara parenteral. Terapi ini sangat baik untuk OMA sedangkan untuk
OMSK belum pasti cukup, meskipun dapat mengatasi OMSK. Metronidazol mempunyai efek
bakterisid untuk kuman anaerob. Menurut Browsing dkk metronidazol dapat diberikan
dengan dan tanpa antibiotik (sefaleksin dan kotrimoksasol) pada OMSK aktif, dosis 400 mg
per 8 jam selama 2 minggu atau 200 mg per 8 jam selama 2-4 minggu.
Tipe Maligna
Pengobatan untuk OMSK maligna adalah operasi. Pengobatan konservatif dengan
medikamentosa hanyalah merupakan terapi sementara sebelum dilakukan pembedahan. Bila
terdapat abses subperiosteal, maka insisi abses sebaiknya dilakukan tersendiri sebelum
kemudian dilakukan mastoidektomi.

Tujuan operasi adalah menghentikan infeksi secara permanen, memperbaiki membran


timpani yang perforasi, mencegah terjadinya komplikasi atau kerusakan pendengaran yang
lebih berat, serta memperbaiki pendengaran.
Ada beberapa jenis pembedahan atau tehnik operasi yang dapat dilakukan pada
OMSK dengan mastoiditis kronis, baik tipe benigna atau maligna, antara lain :
a. Mastoidektomi sederhana
Dilakukan pada OMSK tipe benigna yang dengan pengobatan konservatif tidak
sembuh. Dengan operasi ini dilakukan pembersihan ruang mastoid dari jaringan
patologik. Tujuannya supaya infeksi tenang dan telinga tidak berair lagi. Pada operasi ini
fungsi pendengaran tidak diperbaiki.
b. Mastoidektomi radikal
Dilakukan pada OMSK maligna dengan infeksi atau kolesteatom yang sudah meluas.
Pada operasi ini rongga mastoid dan kavum timpani dibersihkan dari semua jaringan
patologik. Dinding batas antara liang telinga luar dan telinga tengah dengan rongga
mastoid diruntuhkan, sehingga ketiga daerah anatomi tersebut menjadi satu ruangan.
Tujuan operasi ini ialah membuang semua jaringan patologik dan mencegah
komplikasi ke intrakranial. Fungsi pendengaran tidak diperbaiki.
Kerugian operasi ini ialah pasien tidak diperbolehkan berenang seumur hidupnya.
Pasien harus datang dengan teratur untuk kontrol, supaya tidak terjadi infeksi kembali.
c. Mastoidektomi radikal dengan modifikasi
Dilakukan pada OMSK dengan kolesteatom di daerah atik, tetapi belum merusak
kavum timpani. Seluruh rongga mastoid dibersihkan dan dinding posterior liang telinga
direndahkan. Tujuan operasi ialah membuang semua jaringan patologik dari rongga
mastoid, dan mempertahankan pendengaranyang masih ada.
d. Miringoplasti
Merupakan jenis operasi timpanoplasti paling ringan, dikenal juga dengan nama
timpanoplasti tipe I. rekonstruksi hanya dilakukan pada membran timpani. Tujuannya
adalah mencegah berulangnya infeksi telinga tengah pada OMSK tipe benigna dengan
perforasi menetap. Dilakukan pada OMSK benigna yang sudah tenang dengan ketulian
ringan yang hanya disebabkan oleh perforasi membran timpani.
e. Timpanoplasti
Dilakukan pada OMSK benigna dengan kerusakan lebih berat atau OMSK benigna
yang tidak bisa ditenangkan dengan pengobatan medikamentosa. Tujuannya adalah
menyembuhkan penyakit serta memperbaiki pendengaran. Pada operasi ini selain

rekonstruksi membran timpani sering kali harus dilakukan juga rekonstruksi tulang
pendengaran. Berdasarkan bentuk rekonstruksi tulang pendengaran yang dilakukan maka
dikenal istilah timpanoplasti tipe II, III, IV, V.
Sebelum rekonstruksi dikerjakan, lebih dahulu dilakukan eksplorasi kavum timpani
dengan atau tanpa mastoidektomi, untuk membersihkan jaringan patologis. Tidak jarang
pula operasi ini terpaksa dilakukan dua tahap dengan jarak waktu 6 sampai dengan 12
bulan.
f. Pendekatan ganda timpanoplasti (Combined approach tympanoplasty)
Merupakan teknik operasi yang dilakukan pada kasus Maligna dan Benigna dengan
jaringan granulasi yang luas. Tujuan operasi untuk menyembuhkan penyakit serta
memperbaiki pendengaran tanpa melakukan teknik mastoidektomi radikal (tanpa
meruntuhkan dinding posterior liang telinga).
Membersihkan kolesteatoma dan jaringan granulasi di kavum timpani, dikerjakan
melalui dua jalan (cobined approach), yaitu melalui liang telinga dan rongga mastoid
dengan melakukan timpanotomi posterior. Teknik operasi ini dilakukan pada OMSK
maligna belum disepakati oleh para ahli, karena sering terjadi kekambuhan kolesteatom.
Jenis operasi mastoid yang dilakukan tergantung pada luasnya infeksi atau
kolesteatom, sarana yag tersedia dan pengalaman operator. Sesuai dengan luasnya infeksi
atau luasnya kerusakan yang sudah terjadi, kadang-kadang dilakukan kombinasi dari jenis
operasi tersebut atau modifikasinya.
KOMPLIKASI
Otitis media supuratif mempunyai potensi untuk menjadi serius karena komplikasinya
yang dapat mengancam kesehatan dan menyebabkan kematian. Tendensi otitis media
mendapat komplikasi tergantung pada kelainan patologik yang menyebabkan otore.
Walaupun demikian organisme yang resisten dan kurang efektifnya pengobatan, akan
menimbulkan komplikasi. biasanya komplikasi didapatkan pada pasien OMSK tipe maligna,
tetapi suatu otitis media akut atau suatu eksaserbasi akut oleh kuman yang virulen pada
OMSK tipe benigna pun dapat menyebabkan komplikasi.
Komplikasi intra kranial yang serius lebih sering terlihat pada eksaserbasi akut dari
OMSK berhubungan dengan kolesteatom.
A. Komplikasi ditelinga tengah :
1. Perforasi persisten membrane timpani

B. Komplikasi telinga dalam


1. Fistel labirin

2. Erosi tulang pendengaran

2. Labirinitis supuratif

3. Paralisis nervus fasial

3. Tuli saraf ( sensorineural)

C. Komplikasi ekstradural
1. Abses ekstradural
2. Trombosis sinus lateralis
3. Petrositis
D. Komplikasi ke susunan saraf pusat
1. Meningitis
2. Abses otak
3. Hindrosefalus otitis

DAFTAR PUSTAKA

1. Soepardi, Efiaty, Arsyad. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung dan
Tenggorokan. Edisi Kelima. FKUI. Jakarta: 2002.

2. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bagian/SMF Ilmu Penyakit Telinga, Hidung dan
Tenggorok. Edisi III. RSU Dokter Soetomo. Surabaya: 2005.
3. Boies, Adam. Buku Ajar Penyakit THT. Edisi 6. EGC. Jakarta: 2000.

Anda mungkin juga menyukai