Anda di halaman 1dari 133

PELAKSANAAN KEGIATAN PROGRAM PENGENDALIAN

PENYAKIT TUBERKULOSIS DI WILAYAH KERJA DINAS


KESEHATAN KOTA TANGERANG SELATAN TAHUN 2013

LAPORAN MAGANG

Oleh:
Wiwid Handayani
1110101000079

PEMINATAN EPIDEMIOLOGI
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA

1435 H / 2014 M

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN


PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
PEMINATAN EPIDEMIOLOGI
Magang, April 2014

Wiwid Handayani, NIM: 1110101000079

PELAKSANAAN KEGIATAN PROGRAM PENGENDALIAN PENYAKIT


TUBERKULOSIS DI WILAYAH KERJA DINAS KESEHATAN KOTA
TANGERANG SELATAN TAHUN 2013

xv + 117 halaman, 4 tabel, 2 bagan, 13 grafik, 4 lampiran

ABSTRAK

Tuberkulosis (TB) adalah salah satu penyakit menular yang masih menjadi
masalah kesehatan di dunia terutama di negara berkembang hingga saat ini.
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan, diketahui insidensi
kasus TB tahun 2013 mengalami penurunan menjadi 129 per 100.000 penduuduk.
Namun penurunan tersebut tidak diimbangi dengan tercapainya beberapa indikator
program pengendalian TB di Kota Tangerang Selatan. Padahal secara umum, seluruh
Unit Pelayanan Kesehatan di wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kota Tangerang
Selatan sudah menjalani strategi DOTS.
Kegiatan magang ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan kegiatan
Program Pengendalian TB di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan tahun 2013.
Kegiatan magang ini dilaksanakan dengan melakukan observasi secara langsung,
diskusi dengan Wasor TB dan Kepala Seksi Program Pengendalian Penyakit, dan
studi literatur terkait program pengendalian TB. Kegiatan magang ini dilakukan
setiap hari mengikuti jam kerja di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan selama
26 hari.

Kegiatan Program Pengendalian TB di Dinas Kesehatan Kota Tangerang


Selatan mengacu pada Pedoman Nasional Pengendalian TB dari Kemenkes RI tahun
2011. Secara umum, seluruh kegiatan sudah terlaksana, yaitu perencanaan,
surveilans, monitoring dan evaluasi, pelatihan, supervisi, dan manajemen uji silang
sediaan laboratorium. Namun setiap kegiatan tersebut tidak memiliki indikator untuk
melihat tingkat keberhasilannya. Selain itu, ada beberapa kendala mengenai
pengumpulan data TB di beberapa Rumah Sakit Swasta dan Klinik Swasta yang
belum terlaporkan, penyimpanan logistik TB yang tidak sesuai dengan standar
penyimpanan logistik dari Kemenkes RI, masih banyak tenaga kesehatan program
TB yang belum melakukan pelatihan program TB terutama tenaga dokter dan tenaga
laboratorium dan rendahnya pencapaian jumlah fasilitas pelayanan kesehatan yang
melakukan uji silang sediaan laboratorium serta masih rendahnya pencapaian
indikator pogram TB di di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan tahun 2013.
Oleh sebab itu, disarankan untuk menambah tenaga program TB di Dinas
Kesehatan maupun di Unit Pelayanan Kesehatan Kota Tangerang Selatan. Selain itu,
perlu disosialiasikannya kebijakan terkait hubungan Dinas Kesehatan dengan Rumah
Sakit Swasta dan Klinik Swasta, dan perlu dilakukannya koordinasi mengenai tugas
dan wewenang dalam penyimpanan logistik, serta perlu dibuatnya indikator di setiap
pelaksanaan kegiatan agar dapat dianalisis dampak pelaksanaan kegiatan dengan
pencapaian indikator di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan.

Daftar bacaan : 29 (1996 2014)

ii

PERNYATAAN PERSETUJUAN
Judul Magang

PELAKSANAAN PROGRAM PENGENDALIAN PENYAKIT


TUBERKULOSIS DI WILAYAH KERJA DINAS KESEHATAN KOTA
TANGERANG SELATAN JANUARI 2013 - MARET 2014

Telah disetujui, diperiksa dan dipertahankan di hadapan Tim Penguji Magang Program Studi
Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Jakarta, 22 Maret 2014

Mengetahui

Pembimbing Fakultas

Pembimbing Lapangan

Minsarnawati Tahangnacca, S.KM, M.Kes

iii

PANITIA SIDANG UJIAN MAGANG


PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Jakarta, April 2014

Penguji I,

Hoirunnisa, Ph.D

Penguji II,

Minsarnawati Tahangnaca, SKM., M.Kes

iv

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

IDENTITAS PRIBADI

Nama

Wiwid Handayani

Jenis Kelamin

Perempuan

Tempat, Tanggal Lahir :

Status

Belum Menikah

Agama

Islam

Alamat

Jl. Kemajuan No. 75 RT 06/05

Jakarta, 02 September 1991

Kecamatan Pesanggrahan, Jakarta Selatan 12270

Nomor Telepon/HP

0857-1585-7742

PENDIDIKAN FORMAL

1996 1997

TK Aisyiyah Ciputat

1997 2003

SDN 03 Pagi Jakarta

2003 2006

SLTPN 110 Jakarta

2006 2009

SMAN 90 Jakarta

2010 Sekarang

Program Studi Kesehatan Masyarakat,


Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah wasyukurillah, penulis panjatkan kepada Allah SWT yang


telah memberikan rahmat dna hidayah-Nya serta nikmat yang berlimpah sehingga
penulis dapat menyelesaikan laporan magang yang bejudul Pelaksanaan Kegiatan
Program Pengendalian Penyakit Tuberkulosis di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan
Kota Tangerang Selatan Tahun 2013. Sholawat serta salam penulis haturkan kepada
Rasulullah saw, semoga kita semua mendapatkan syafaatnya di akhirat nanti. Amiin.
Penulis menyadari bahwa laporan ini tidak akan tersusun dan selesai tanpa
bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan
terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. (HC) dr. MK Tadjudin, Sp. And, selaku Dekan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ibu Febrianti, MSi, selaku Kepala Program Studi Kesehatan Masyarakat.


3. Ibu Minsarnawati Tahangnaca, S.KM, M.Kes, selaku penanggung jawab
peminatan Epidemiologi.

4. Bapak/Ibu dosen Program Studi Kesehatan Masyarakat yang telah memberikan


ilmu yang sangat bermanfaat dan semoga dapat diaplikasikan dalam kehidupan
panulis.

vi

5. Bapak Dr. M. Rusmin, selaku Kepala Seksi Program Pengendalian Penyakit


Dinas Kota Tangerang Selatan yang telah memberikan izin melakukan kegiatan
magang.
6. Bapak Hidayatul Mustafid, SKM, selaku pembimbing lapangan yang telah
memberikan berbagai masukan dan koreksi dalam pembuatan laporan magang
ini.
7. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan laporan magang ini,
yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan ini masih kurang dari
sempurna, sehingga penulis sangat mengharapkan kritik dan saran demi kemajuan
dimasa yang akan datang. Semoga laporan magang ini dapat bermanfaat bagi
semua pihak. Amiin.

Ciputat, 15 April 2014

Penulis

vii

DAFTAR ISI

ABSTRAK .................................................................................................................... i
PERNYATAAN PERSETUJUAN ............................................................................. iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ..................................................................................... v
KATA PENGANTAR ................................................................................................ vi
DAFTAR ISI ............................................................................................................. viii
DAFTAR TABEL ....................................................................................................... xi
DAFTAR BAGAN .................................................................................................... xii
DAFTAR GRAFIK ................................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................. xiv
DAFTAR SINGKATAN ........................................................................................... xv
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................ 1
1.1.

Latar Belakang .............................................................................................. 1

1.2.

Tujuan ............................................................................................................ 4

1.2.1.

Tujuan Umum ........................................................................................ 4

1.2.2.

Tujuan Khusus ....................................................................................... 4

1.3.

Manfaat Penelitian ......................................................................................... 5

1.3.1.

Bagi Mahasiswa ..................................................................................... 5

1.3.2.

Bagi Institusi Tempat Magang ............................................................... 5

1.3.3.

Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat FKIK UIN Jakarta ............ 6

1.4.

Ruang Lingkup .............................................................................................. 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................. 8


2.1.

Tuberkulosis .................................................................................................. 8

2.1.1

Etiologi Penyakit Tuberkulosis .............................................................. 8

2.1.2

Klasifikasi Penyakit Tuberkulosis.......................................................... 9

viii

2.1.3

Gejala Penyakit Tuberkulosis .............................................................. 12

2.1.4

Diagnosis Penyakit Tuberkulosis ......................................................... 13

2.1.5

Cara Penularan Penyakit Tuberkulosis ................................................ 15

2.1.6

Masa Inkubasi Penyakit Tuberkulosis ................................................. 15

2.1.7

Masa Penularan Penyakit Tuberkulosis ............................................... 16

2.1.8

Risiko Penularan Penyakit Tuberkulosis ............................................. 16

2.1.9

Pengobatan Penyakit Tuberkulosis ...................................................... 17

2.2

Program Pengendalian Penyakit Tuberkulosis ............................................ 18

2.2.1

Gambaran Umum Kebijakan Program ................................................. 18

2.2.2

Sejarah Program ................................................................................... 20

2.2.3

Tujuan Program .................................................................................... 21

2.2.4

Sasaran Program................................................................................... 22

2.2.5

Strategi Program................................................................................... 23

2.2.6

Organisasi Pelaksana Program ............................................................. 24

2.2.7

Pokok Kegiatan Program ..................................................................... 25

2.2.8

Indikator Program ................................................................................ 40

BAB III ALUR DAN JADWAL KEGIATAN MAGANG ....................................... 45


3.1.

Alur Kegiatan .............................................................................................. 45

3.2.

Jadwal Kegiatan Magang ............................................................................ 46

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................. 51


4.1.

Gambaran Umum Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan ..................... 51

4.1.1.

Visi ....................................................................................................... 51

4.1.2.

Misi ...................................................................................................... 52

4.1.3.

Keadaan Umum Kota Tangerang Selatan ............................................ 52

4.1.4.

Wilayah Kerja ...................................................................................... 53

4.1.5.

Kependudukan...................................................................................... 55

ix

4.1.6.

Sumber Daya Kesehatan ...................................................................... 56

4.1.7.

Pembiayaan Kesehatan......................................................................... 59

4.2.

Gambaran Morbiditas dan Mortalitas Penyakit Tuberkulosis di Kota

Tangerang Selatan .................................................................................................. 60


4.2.1.

Distribusi Penyakit Berdasarkan Orang, Tempat, dan Waktu ............. 62

4.2.2.

Distribusi Penyakit Tuberkulosis Berdasarkan Klasifikasi Riwayat

Pengobatan .......................................................................................................... 67
4.3.

Program Pengendalian Penyakit Tuberkulosis di Dinas Kesehatan Kota

Tangerang Selatan .................................................................................................. 69


4.3.1.

Struktur Organisasi .............................................................................. 69

4.3.2.

Tujuan Program .................................................................................... 71

4.3.3.

Sasaran Program................................................................................... 77

4.3.4.

Strategi Program................................................................................... 78

4.3.5.

Pelaksanaan Kegiatan Program ............................................................ 78

4.3.6.

Pencapaian Indikator Program ............................................................. 88

BAB V PENUTUP .................................................................................................. 101


5.1

Simpulan .................................................................................................... 101

5.2

Saran .......................................................................................................... 103

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 104

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Jadwal Kegiatan Magang di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan
tahun 2014 ...... 46
Tabel 4.1 Jumlah Penduduk di Kota Tangerang Selatan tahun 2013.... 55
Tabel 4.2 Sarana dan Prasarana Kesehatan di Dinas Kesehatan Kota Tangerang
Selatan tahun 2013...... 58
Tabel 4.3 Sumber Pembiayaan di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan tahun
2013......... 60
Tabel 4.4 Identifikasi Tujuan Program Pengendalian Penyakit Tuberkulosis di
Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan tahun 2013........... 75

xi

DAFTAR BAGAN

Bagan 3.1 Alur Kegiatan Magang............................................ 45


Bagan 4.1 Peta Kota Tangerang Selatan tahun 2013............... 54
Bagan 4.2 Distribusi Penyakit Tuberkulosis menurut Jenis Kelamin dan Umur di
Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan tahun 2013....................... 63

xii

DAFTAR GRAFIK

Grafik 4.1 Jumlah Kasus dan Kematian Akibat Penyakit TB di Wilayah Kerja Dinas
Kesehatan Kota Tangerang Selatan tahun 2013......................... 63
Grafik 4.2 Distribusi Penyakit Tuberkulosis berdasarkan Unit Pelayanan Kesehatan
di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan tahun
2013.......................................................... 64
Grafik 4.3 Pola Penemuan Kasus (Case Notification Rate) Penyakit Tuberkulosis
berdasarkan Puskesmas di Kota Tangerang Selatan tahun 2013........ 66
Grafik 4.4 Distribusi Klasifikasi Penyakit Tuberkulosis di Dinas Kesehatan Kota
Tangerang Selatan tahun 2013................................................................ 68
Grafik 4.5 Angka Penjaringan Suspek di Kota Tangerang Selatan tahun 2013....... 89
Grafik 4.6 Proporsi Pasien TB Paru BTA Positif di antara Suspek di Kota
Tangerang Selatan tahun 2013................ 90
Grafik 4.7 Proporsi Pasien TB Paru BTA Positif di antara Semua Pasien TB di Kota
Tangerang Selatan tahun 2013.... 91
Grafik 4.8 Proporsi Pasien TB Anak di Kota Tangerang Selatan tahun 2013..... 92
Grafik 4.9 Angka Notifikasi Kasus TB di Kota Tangerang Selatan tahun 2013. 93
Grafik 4.10 Angka Konversi di Kota Tangerang Selatan tahun 2013... 94
Grafik 4.11 Angka Kesembuhan di Kota Tangerang Selatan tahun 2013... 96
Grafik 4.12 Angka Keberhasilan Pengobatan di Kota Tangerang Selatan tahun
2013. 97
Grafik 4.13 Angka Error Rate di Kota Tangerang Selatan tahun 2013. 98

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1.1

Struktur Organisasi Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan


tahun 2013

Lampiran 1.2

Gambar

Sosialisasi

dan

Bimbingan

Sistem

Informasi

Tuberkulosis Terpadu Tahun 2014


Lampiran 1.3

Daftar Tilik Supervisi Program Penanggulangan TB Dinas


Kesehatan Kota Tangerang Selatan Ke Sarana Pelayanan
Kesehatan

Lampiran 1.4

Pelaksanaan

Kegiatan

Program

Pengendalian

Penyakit

Tuberkulosis di Dinas Kesehatan Tangerang Selatan tahun


2013

xiv

DAFTAR SINGKATAN

BCG

= Bacillus Calmette et Guerin

CDR

= Case Detection Rate

CNR

= Case Notification Rate

DOTS

= Directly Observed Treatment, Shortcourse chemotherapy

Fasyankes

= Fasilitas Pelayanan Kesehatan

FEFO

= First Expired First Out

Gerdunas TB

= Gerakan Terpadu Nasional Penanggulangan Tuberkulosis

IUATLD

= International Union Against TB and Lung Diseases

Kemenkes RI

= Kementerian Kesehatan RI

LSM

= Lembaga Swadaya Masyarakat

MDR / XDR

= Multi Drugs Resistance / extensively Drugs Resistance

OAT

= Obat Anti Tuberkulosis

PME

= Pemantapan Mutu Eksternal

PMI

= Pemantapan Mutu Internal

PMO

= Pengawasan Minum Obat

PP

= Peraturan Perundangan

PPM

= Puskesmas Pelaksana Mandiri

PPM

= Public Private Mix

Puskesmas

= Pusat Kesehatan Masyarakat

OAT

= Obat Anti Tuberkulosis

SDM

= Sumber Daya Manusia

SPS

= Sewaktu-Pagi-Sewaktu

TB

= Tuberkulosis

UPK

= Unit Pelayanan Kesehatan

UPTD

= Unit Pelaksana Teknis Daerah

WHO

= World Health Organization

xv

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang
Tuberkulosis (TB) adalah salah satu penyakit menular yang masih
menjadi masalah kesehatan di dunia terutama di negara berkembang
hingga saat ini. Menurut Kemenkes RI (2012), meskipun obat anti
tuberkulosis (OAT) sudah ditemukan dan vaksin Bacillud CalmetteGuerin (BCG) telah dilaksanakan, TB tetap belum bisa diberantas habis.
Hal ini terbukti dengan terus meningkatnya insindensi penyakit TB
menjadi penyakit re-emerging. Menyikapi masalah tersebut, pada tahun
1995 WHO (World Health Organization) dan IUATLD (International
Union Against Tuberculosis dan Lungs Disease) mendeklarasikan TB
sebagai suatu kedaruratan dunia (global emergency).
Berdasarkan data dari WHO diketahui bahwa insidensi kasus TB
secara global pada tahun 2012, yaitu sebesar 122 kasus per 100.000
penduduk (WHO, 2013). Dari setiap 6 kasus TB tersebut, satu di antaranya
masih berakhir dengan kematian (Kemenkes RI, 2013). Meskipun obat
anti tuberkulosis (OAT) sudah ditemukan dan vaksin Bacillud CalmetteGuerin (BCG) telah dilaksanakan, TB tetap belum bisa diberantas habis
terutama di negara berkembang (Kemenkes RI, 2012).
Sebagai salah satu negara berkembang, saat ini Indonesia berada di
peringkat kelima negara dengan beban TB tertinggi di dunia. Beban TB
tersebut masih terbilang tinggi karena setiap tahunnya terdapat 450.000
kasus baru TB (Kemenkes RI, 2011). Hal ini didukung oleh hasil Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 yang menunjukkan bahwa

penyakit TB di Indonesia merupakan penyebab kematian nomor 2 setelah


penyakit stroke, baik di perkotaan maupun di pedesaan (Depkes RI, 2008).
Berdasarkan data Riskesdas tahun 2013, diketahui bahwa
prevalensi penduduk Indonesia yang didiagnosis TB paru tahun 2013
adalah 0,4%. Angka tersebut ternyata tidak ada bedanya dengan angka di
tahun 2007 (Kemenkes RI, 2013). Hal ini bisa menjadi suatu indikasi
bahwa prevalensi kasus TB belum mengalami perubahan yang signifikan.
Menurut Kemenkes RI (2013), keadaan seperti ini bisa memicu epidemi
TB dan nantinya akan menjadi maslah kesehatan masyarakat yang utama.
Dengan semakin memburuk situasi TB di dunia, terutama di
Indonesia, baik dari peningkatan jumlah kasus TB maupun dari banyaknya
ketidakberhasilan penyembuhkan, sebenarnya pada tahun 1993, WHO
sudah mencanangkan TB sebagai kedaruratan dunia (global emergency)
(Kemenkes RI, 2012). Bentuk konkret dari pencanangan TB tersebut
adalah adanya rekomendasi dari WHO untuk menggunakan strategi DOTS
sebagai strategi dalam pengendalian TB di seluruh dunia. (Kemenkes RI,
2011).
Menurut Depkes RI (2009), penanggulangan TB dilaksanakan
sesuai dengan azas desentralisasi yaitu kabupaten/kota sebagai titik berat
manajemen program yang meliputi: perencanaan, pelaksanaan, monitoring
dan evaluasi serta menjamin ketersediaan sumber daya manusia, sarana
dan prasarana. Menurut Murti,dkk. (2006), salah satu organisasi pelaksana
pengendalian TB adalah Dinas Kesehatan pada tingkat Kabupaten/kota.
Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/Kota merupakan suatu unsur
pelaksana kesehatan Kabupaten/Kota yang dipimpin oleh seorang kepala
dan bertanggung jawab kepada Bupati/Walikota melalui sekretaris daerah.
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan
tahun 2014, diketahui terjadi peningkatan insindensi kasus TB dari tahun
2011 sebesar 106 per 100.000 penduduk menjadi 131 per 100.000

penduduk di tahun 2012. Sedangkan pada tahun 2013, insindensi kasus TB


mengalami penurunan menjadi 129 per 100.000 penduuduk. Namun
penurunan tersebut tidak diimbangi dengan tercapainya beberapa indikator
pengendalian TB di Kota Tangerang Selatan.
Menurut Kemenkes RI (2011), indikator pengendalian TB
digunakan

untuk

menilai

kemajuan

atau

keberhasilan

program

pengendalian TB. Dari data Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan


tahun 2014, diketahui bahwa ada beberapa indikator pengendalian TB
yang belum tercapai, yaitu angka CDR sebesar 56% (target nasional
minimal 70%), angka keberhasilan pengobatan sebesar 82% (target
nasional minimal 85%), angka konversi sebesar 75% (target nasional
minimal 80%), angka kesembuhan sebesar 76% (target nasional minimal
85%), dan angka kesalahan laboratorium dari triwulan pertama sampai
triwulan ketiga pada tahun 2013 sebesar 6% (target nasional maksimal 5
%).
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan
tahun 2014, diketahui bahwa seluruh UPK (Unit Pelayanan Kesehatan)
yang berada di wilayah kerja Kota Tangerang Selatan telah melaksanakan
program pengendalian TB DOTS. Dari seluruh UPK tersebut, diketahui
bahwa jumlah kasus TB terbanyak terdapat di RSUD Kota Tangerang
Selatan sebesar 305 kasus (17%) dan puskesmas Ciputat sebesar 156 kasus
(8%). Sedangkan di beberapa rumah sakit swasta seperti RS Eka Hospital,
RS Sari Asih Ciputat, dan RS OMNI, tidak ditemukan data mengenai
kasus TB.
Kemudian berdasarkan klasisfikasi penyakit TB, diketahui bahwa
kasus kambuh di Kota Tangerang Selatan pada tahun 2012 mengalami
kenaikan sebesar 2 kali lipat dibanding pada tahun 2011 (Dinkes Kota
Tangsel, 2014). Dari penjabaran tersebut, penulis tertarik untuk
mengetahui Pelaksanaan Kegiatan Program Pengendalian Penyakit

Tuberkulosis di Wilayah Kerja Dinas Kota Tangerang Selatan tahun


2013.

1.2.

Tujuan
1.2.1. Tujuan Umum
Diketahuinya Pelaksanaan Kegiatan Program Pengendalian
Penyakit Tuberkulosis di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan
tahun 2013.
1.2.2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari kegiatan magang ini adalah sebagai berikut.
1) Diketahuinya morbiditas dan mortalitas Penyakit Tuberkulosis
di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan
tahun 2013.
2) Diketahuinya Program Pengendalian Penyakit Tuberkulosis di
Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan tahun 2013.
3) Diketahuinya

tujuan

Program

Pengendalian

Penyakit

Tuberkulosis di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan tahun


2013.
4) Diketahuinya

sasaran

Program

Pengendalian

Penyakit

Tuberkulosis di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan tahun


2013.
5) Diketahuinya

strategi

Program

Pengendalian

Penyakit

Tuberkulosis di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan tahun


2013.
6) Diketahuinya pelaksanaan kegiatan Program Pengendalian
Penyakit Tuberkulosis di Dinas Kesehatan Kota Tangerang
Selatan tahun 2013.

7) Diketahuinya pencapaian indikator Program Pengendalian


Penyakit Tuberkulosis di Dinas Kesehatan Kota Tangerang
Selatan tahun 2013.

1.3.

Manfaat Penelitian
1.3.1. Bagi Mahasiswa
Manfaat dari kegiatan magang ini bagi mahasiwa adalah
sebagai berikut.
1. Meningkatkan pengetahuan dan mendapatkan pemahaman
terkait

pelaksanaan

program

pengendalian

penyakit

tuberkulosis di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan.


2. Terlibat langsung dengan kondisi yang sebenarnya dan
mendapatkan

pengalaman

dalam

melakukan

program

pengendalian penyakit tuberkulosis di Dinas Kesehatan Kota


Tangerang Selatan.
3. Mendapatkan

program

keterampilan

pengendalian

praktis

penyakit

tentang

tuberkulosis

pelaksanaan
di

Dinas

Kesehatan Kota Tangerang Selatan.

1.3.2. Bagi Institusi Tempat Magang


Manfaat dari kegiatan magang ini bagi institusi tempat
magang adalah sebagai berikut.
1. Mendapatkan masukan baru dari pengembangan keilmuan di
perguruan tinggi.
2. Memahami peran Sarjana Kesehatan Masyarakat dalam bidang
epidemiologi khususnya dalam program pengendalian penyakit
menular.

3. Menciptakan kerjasama yang saling menguntungkan dan


bermanfaat antara institusi magang dengan Program Studi
Kesehatan Masyarakat FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

1.3.3. Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat FKIK UIN


Jakarta
Manfaat dari kegiatan magang ini bagi program studi
Kesehatan Masyarakat FKIK UIN Jakarta adalah sebagai berikut.
1. Laporan magang dapat menjadi salah satu evaluasi internal
kualitas pembelajaran.
2. Mendapatkan masukan yang berguna untuk menyempurnakan
kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan lapangan kerja.

3. Terbinanya jaringan kerjasama dengan institusi tempat magang


dalam upaya meningkatkan keterkaitan dan kesepadanan antara
subtansi akademik dengan pengetahuan dan keterampilan SDM
yang dibutuhkan dalam pembangunan kesehatan masyarakat.

1.4.

Ruang Lingkup
Kegiatan magang ini dilaksanakan oleh mahasiswi peminatan
Epidemiologi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta pada tanggal 11 Februari 21 Maret 2014.
Kegiatan magang ini bertujuan untuk mengetahui Pelaksanaan
Kegiatan Program Pengendalian Penyakit Tuberkulosis di Dinas
Kesehatan Kota Tangerang Selatan tahun 2013 dan menilai
implementasi

kegiatan

program

penyakit

menular

terutama

tuberkulosis berdasarkan teori yang telah diperoleh dalam proses


perkuliahan.

Kegiatan magang ini dilaksanakan dengan melakukan


observasi, diskusi, dan studi literatur. Observasi dilakukan dengan
mengamati langsung pelaksanaan program pengendalian penyakit
tuberkulosis dan turut serta dalam proses kerja di Dinas Kesehatan
Kota Tangerang Selatan serta mencatat hal-hal yang dianggap penting
di institusi tersebut. Diskusi dilakukan dengan pembimbing akademik,
kepala Seksi Program Pengendalian Penyakit, pemegang Program
Pengendalian Penyakit Tuberkulosis (selaku pembimbing lapangan),
dan pegawai lainnya yang ada di Dinas Kesehatan Kota Tangerang
Selatan. Studi kepustakaan dilakukan untuk menggali informasi
melalui penelusuran buku dan literatur guna memperoleh konsep
teoritis

yang terkait

dengan program

tuberkulosis.

pengendalian penyakit

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Tuberkulosis
Penyakit Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung disebabkan
oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Sebagian besar bakteri TB
menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ atau bagian tubuh
lainnya seperti tulang, kelenjar, kulit, dan sebagainya (Kemenkes RI, 2011).
Namun secara umum, sumber penularan penyakit TB lebih banyak terjadi
pada pasien TB Paru dengan BTA (Basil Tahan Asam) positif (Depkes RI,
2007).
2.1.1

Etiologi Penyakit Tuberkulosis


Tuberkulosis

adalah

penyakit

disebabkan

oleh

Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini ditemukan pertama kali


oleh Robert Koch pada tahun 1882. Hasil penemuan ini diumumkan
di Berlin pada tanggal 24 Maret 1882 dan tanggal 24 Maret setiap
tahunnya diperingati sebagai hari Tuberkulosis. Karakteristik bakteri
ini, yaitu mempunyai ukuran 0,5-4 mikron x 0,3-0,6 mikron dengan
bentuk batang tipis, lurus atau agak bengkok, bergranular atau tidak
mempunyai selubung, tetapi mempunyai lapisan luar tebal yang
terdiri dari lipoid (terutama asam mikolat). Bakteri ini juga dapat
bertahan terhadap pencucian warna dengan asam dan alkohol,
sehingga disebut basil tahan asam (BTA), tahan terhadap zat kimia
dan fisik, serta tahan dalam keadaan kering dan dingin, bersifat
dorman (dapat tertidur lama) dan aerob (Widoyono, 2008).
Bakteri tuberkulosis dapat mati pada pemanasan 100C
selama 510 menit atau pada pemanasan 60C selama 30 menit, dan
dengan alkohol 70-95% selama 15-30 detik. Bakteri ini tahan selama

1-2 jam di udara, di tempat yang lembab dan gelap, serta bisa
berbulan-bulan berada pada kondisi tersebut. Namun bakteri ini
tidak tahan terhadap sinar matahari atau aliran udara. Data pada
tahun 1993 melaporkan bahwa untuk mendapatkan 90% udara bersih
dari kontaminasi bakteri memerlukan 40 kali pertukaran udara per
jam (Widoyono, 2008).

2.1.2

Klasifikasi Penyakit Tuberkulosis


Menurut Laban (2008), untuk menentukan klasifikasi
penyakit TB, ada tiga hal yang perlu diperhatikan, yaitu:
1) Organ tubuh yang sakit : paru atau ekstra paru.
2) Hasil pemeriksaan dahak Basil Tahan Asam (BTA) : positif atau
negatif.
3) Tingkat keparahan penyakit : ringan atau berat.
Berdasarkan Kemenkes RI (2011), penentuan klasifikasi
penyakit dan tipe pasien tuberkulosis memerlukan suatu definisi
kasus yang meliputi empat hal, yaitu:
1) Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena
a. Tuberkulosis paru
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang
jaringan (parenkim) paru. tidak termasuk pleura (selaput
paru) dan kelenjar pada hilus.
b. Tuberkulosis ekstra paru
Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru,
misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium),
kelenjar lymfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran
kencing, alat kelamin, dan lain-lain.

2) Klasifikasi

berdasarkan

hasil

pemeriksaan

dahak

secara

mikroskopis
a. Tuberkulosis paru BTA positif, apabila:
a) Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS
hasilnya BTA positif.
b) Satu spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto
toraks dada menunjukkan gambaran tuberkulosis.
c) Satu spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan
biakan kuman TB positif.
d) Satu atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah
3 spesimen dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya
hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah
pemberian antibiotika non OAT.
b. Tuberkulosis paru BTA negatif
Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA
positif. Kriteria diagnostik TB paru BTA negatif harus
meliputi:
a) Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA
negatif.
b) Foto

toraks

abnormal

menunjukkan

gambaran

tuberkulosis.
c) Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non
OAT.
d) Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi
pengobatan.

3) Klasifikasi bersadarkan tingkat keparahan penyakit


a. TB paru BTA negatif foto toraks positif dibagi berdasarkan
tingkat keparahan penyakitnya, yaitu bentuk berat dan
ringan.

Bentuk

berat

bila

gambaran

foto

toraks

memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang luas

10

(misalnya proses far advanced), dan atau keadaan umum


pasien buruk.
b. TB ekstra paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan
penyakitnya, yaitu:
a) TB ekstra paru ringan, misalnya: TB kelenjar limfe,
pleuritis eksudativa unilateral, tulang (kecuali tulang
belakang), sendi, dan kelenjar adrenal.
b) TB ekstra paru berat, misalnya: meningitis, milier,
perikarditis, peritonitis, pleuritis eksudativa bilateral,
TB tulang belakang, TB usus, TB saluran kemih dan
alat kelamin.

4) Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan TB sebelumnya


a. Kasus baru, yaitu pasien yang belum pernah diobati dengan
OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu
bulan (4 minggu).
b. Kasus kambuh (Relaps), yaitu pasien tuberkulosis yang
sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan
telah

dinyatakan

sembuh

atau

pengobatan

lengkap,

didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau


kultur).
c. Kasus setelah putus berobat (Default), yaitu pasien yang
telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan
BTA positif.
d. Kasus setelah gagal (Failure), yaitu pasien yang hasil
pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi
positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
e. Kasus

Pindahan

(Transfer

In),

yaitu

pasien

yang

dipindahkan dari UPK yang memiliki register TB lain untuk


melanjutkan pengobatannya.

11

f. Kasus lain, yaitu semua kasus yang tidak memenuhi


ketentuan diatas. Dalam kelompok ini termasuk Kasus
Kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA
positif setelah selesai pengobatan ulangan.

2.1.3

Gejala Penyakit Tuberkulosis


Gejala penyakit tuberkulosis dapat dibagi menjadi gejala
umum dan gejala khusus yang timbul sesuai dengan organ yang
terlibat. Gambaran secara klinis tidak terlalu khas terutama pada
kasus baru sehingga cukup sulit untuk menegakkan diagnosa secara
klinik. Menurut Werdhani (2002), gejala penyakit tuberkulosis
terbagi menjadi dua, antara lain sebagai berikut.
1. Gejala sistemik/umum, yaitu:
a. Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai
dengan darah).
b. Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya
dirasakan malam hari disertai keringat malam. Kadangkadang serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang
timbul.
c. Penurunan nafsu makan dan berat badan.
d. Perasaan tidak enak (malaise), lemah.

2. Gejala khusus, yaitu:


a. Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi
sumbatan sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paruparu) akibat penekanan kelenjar getah bening yang
membesar, akan menimbulkan suara mengi, suara nafas
melemah yang disertai sesak.
b. Kalau ada cairan di rongga pleura (pembungkus paru-paru),
dapat disertai dengan keluhan sakit dada.

12

c. Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti


infeksi tulang yang pada suatu saat dapat membentuk
saluran dan bermuara pada kulit di atasnya, pada muara ini
akan keluar cairan nanah.
d. Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus
otak) dan disebut sebagai meningitis (radang selaput otak),
gejalanya

adalah

demam

tinggi,

adanya

penurunan

kesadaran dan kejang-kejang.


Pada pasien anak yang tidak menimbulkan gejala, penyakit
TB dapat terdeteksi kalau diketahui adanya kontak dengan pasien
TB dewasa. Kira-kira 30-50% anak yang kontak dengan penderita
TB paru dewasa memberikan hasil uji tuberkulin positif. Pada anak
usia 3 bulan 5 tahun yang tinggal serumah dengan penderita TB
paru dewasa dengan BTA positif, dilaporkan 30% terinfeksi
berdasarkan pemeriksaan serologi/darah (Werdhani, 2002).

2.1.4

Diagnosis Penyakit Tuberkulosis


Apabila dicurigai seseorang tertular penyakit TB, maka
beberapa hal yang perlu dilakukan untuk menegakkan diagnosis
(Werdhani, 2002) adalah:
1. Anamnesa baik terhadap pasien maupun keluarganya.
2. Pemeriksaan fisik.
3. Pemeriksaan laboratorium (darah, dahak, cairan otak).
4. Pemeriksaan patologi anatomi (PA).
5. Rontgen dada (thorax photo).
6. Uji tuberkulin.

13

Menurut Kemenkes RI (2011), diagnosis tuberkulosis terbagi


menjadi tiga, yaitu:
1) Diagnosis TB Paru, terdiri dari:
a. Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu
2 hari, yaitu sewaktu - pagi - sewaktu (SPS).
b. Diagnosis TB Paru pada orang dewasa ditegakkan dengan
ditemukannya kuman TB. Pada program TB nasional,
penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak mikroskopis
merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti foto
toraks, biakan dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai
penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya.
c. Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan
pemeriksaan foto toraks saja. Foto toraks tidak selalu
memberikan gambaran yang khas pada TB paru, sehingga
sering terjadi overdiagnosis.

2) Diagnosis TB ekstra paru, terdiri dari:


a. Gejala dan keluhan tergantung organ yang terkena, misalnya
kaku kuduk pada Meningitis TB, nyeri dada pada TB pleura
(Pleuritis), pembesaran kelenjar limfe superfisialis pada
limfadenitis TB dan deformitas tulang belakang (gibbus)
pada spondilitis TB dan lain-lainnya.
b. Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan klinis,
bakteriologis dan atau histopatologi yang diambil dari
jaringan tubuh yang terkena.

3) Diagnosis TB pada Orang Dengan HIV AIDS (ODHA)


Pada ODHA, diagnosis TB paru dan TB ekstra paru
ditegakkan sebagai berikut:

14

a. TB Paru BTA Positif, yaitu minimal satu hasil pemeriksaan


dahak positif.
b. TB Paru BTA negatif, yaitu hasil pemeriksaan dahak negatif
dan gambaran klinis & radiologis mendukung Tb atau BTA
negatif dengan hasil kultur TB positif.
c. TB

Ekstra

Paru

pada

ODHA

ditegakkan

dengan

pemeriksaan klinis, bakteriologis dan atau histopatologi


yang diambil dari jaringan tubuh yang terkena.

2.1.5

Cara Penularan Penyakit Tuberkulosis


Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif. Pada waktu
batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam
bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat
menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak. Umumnya penularan
terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam waktu
yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara
sinar matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat
bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan
lembab. Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya
kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat
kepositifan hasil pemeriksaan dahak, makin menular pasien tersebut.
Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB
ditentukan oleh konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya
menghirup udara tersebut (Kemenkes RI, 2011).

2.1.6

Masa Inkubasi Penyakit Tuberkulosis


Menurut Chin (2012), masa inkubasi penyakit TB berawal
dari mulai masuknya bibit penyakit sampai timbul gejala adanya lesi
primer atau rekasi tes tuberkulosis positif kira-kira memakan waktu

15

210 minggu. Risiko menjadi TB paru dan TB ekstra paru biasanya


terjadi pada tahun pertama dan kedua. Infeksi lanten dapat
berlangsung seumur hidup.

2.1.7

Masa Penularan Penyakit Tuberkulosis


Secara teoritis, seorang penderita tetap menular sepanjang
ditemukan basil TB di dalam sputum mereka. Penderita yang tidak
diobati atau yang diobati tidak sempurna, dahaknya akan
mengdndung basil TB selama bertahun-tahun. Tingkat penularan
sangat tergantung pada hal-hal sebagai berikut (Chin, 2011).
1. Jumlah basil TB yang dikeluarkan.
2. Virulensi dari basil TB.
3. Terpajannya basil TB dengan sinar ultra violet.
4. Terjadinya aerosolisasi pada saat batuk, bersin, bicara atau pada
saat bernyanyi.
5. Tindakan medis dengan risiko tinggi seperti pada waktu otopsi,
intubasi atau pada waktu melakukan bronkoskopi.

2.1.8

Risiko Penularan Penyakit Tuberkulosis


Risiko tertular tergantung dari tingkat pajanan dengan
percikan dahak. Pasien TB paru dengan BTA positif memberikan
kemungkinan risiko penularan lebih besar dari pasien TB paru
dengan BTA negatif. Risiko penularan setiap tahunnya di tunjukkan
dengan Annual Risk of Tuberculosis Infection (ARTI) yaitu proporsi
penduduk yang berisiko terinfeksi TB selama satu tahun. ARTI
sebesar 1%, berarti 10 (sepuluh) orang diantara 1000 penduduk
terinfeksi setiap tahun. Menurut WHO ARTI di Indonesia bervariasi
antara 1-3%. Infeksi TB dibuktikan dengan perubahan reaksi
tuberkulin negatif menjadi positif (Kemenkes RI, 2011).

16

2.1.9

Pengobatan Penyakit Tuberkulosis


Menurut Kemenkes RI (2011), Pengobatan TB bertujuan
untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian, mencegah
kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya
resistensi kuman terhadap Obat Anti Tuberkulosis (OAT).
Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai
berikut:
1. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis
obat, dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan
kategori

pengobatan.

Jangan

gunakan

OAT

tunggal

(monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OATKDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan.
2. Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan
pengawasan langsung (DOT = Directly Observed Treatment)
oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO).
Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu :
1) Tahap awal (intensif)
a. Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari
dan perlu diawasi secara langsung untuk mencegah
terjadinya resistensi obat.
b. Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara
tepat, biasanya pasien menjadi tidak menular dalam kurun
waktu 2 minggu.
c. Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif
(konversi) dalam 2 bulan.
2) Tahap Lanjutan
a. Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih
sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama.

17

b. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister


sehingga mencegah terjadinya kekambuhan.

2.2

Program Pengendalian Penyakit Tuberkulosis


2.2.1 Gambaran Umum Kebijakan Program
Kebijakan adalah prinsip atau cara bertindak yang dipilih
untuk mengarahkan pengambilan keputusan (Suharno, 2010).
Menurut Kemenkes RI (2009), kebijakan program pengendalian
penyakit

tuberkulosis

tercantum

pada

Keputusan

Menteri

Kesehatan RI Nomor 364/Menkes/SK/V/2009 (Kemenkes RI,


2009), yaitu:
1. Penanggulangan
desentralisasi

TB

yaitu

dilaksanakan
kabupaten/kota

sesuai
sebagai

dengan

azas

titik

berat

manajemen program yang meliputi: perencanaan, pelaksanaan,


monitoring dan evaluasi serta menjamin ketersediaan sumber
daya manusia, sarana dan prasarana.
2. Penanggulangan

TB

dilaksanakan

dengan

menggunakan

strategi DOTS.
3. Penguatan kebijakan untuk meningkatkan komitmen daerah
terhadap program penanggulangan TB.
4. Pengembangan strategi DOTS untuk peningkatan mutu
pelayanan, kemudahan akses, penemuan dan pengobatan
sehingga mampu memutuskan rantai penularan dan mencegah
terjadinya TB-MDR.
5. Penanggulangan

TB

dilaksanakan

oleh

seluruh

sarana

pelayanan kesehatan, meliputi Puskesmas, Rumah Sakit Umum


Pemerintah dan Swasta, Rumah Sakit Paru (RSP), Balai Besar
Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM), Balai Kesehatan Paru
Masyarakat (BKPM), Balai Pengobatan Penyakit Paru Paru

18

(BP4), dan Klinik Pengobatan lain serta Dokter Praktik Swasta


(DPS).
6. Pengembangan pelaksanaan program penanggulangan TB di
tempat kerja (TB in workplaces), Lembaga Pemasyarakatan dan
Rumah Tahanan (TB in prison), TNI dan POLRI.
7. Program penanggulangan TB dengan pendekatan program
DOTS Plus (MDR), Kolaborasi TB-HIV, PAL (Practical
Approach to Lung Health), dan HDL (Hospital DOTS
Linkages).
8. Penanggulangan

TB

dilaksanakan

melalui

promosi,

penggalangan kerja sama/kemitraan dengan lintas program dan


sektor terkait, pemerintah dan swasta dalam wadah Gerakan
Terpadu Nasional Penanggulangan TB (Gerdunas TB).
9. Peningkatan kemampuan laboratorium TB di berbagai tingkat
pelayanan ditujukan untuk peningkatan mutu pelayanan dan
jejaring.
10. Menjamin

ketersediaan

Obat

Anti

TB

(OAT)

untuk

penanggulangan TB dan diberikan kepada pasien secara cumacuma.


11. Menjamin ketersediaan sumberdaya manusia yang kompeten
dalam jumlah yang memadai untuk meningkatkan dan
mempertahankan kinerja program.
12. Penanggulangan TB lebih diprioritaskan kepada kelompok
miskin dan kelompok rentan terhadap TB.
13. Menghilangkan stigma masyarakat terhadap Pasien TB agar
tidak dikucilkan dari keluarga, masyarakat dan pekerjaannya.
14. Memperhatikan komitmen internasional yang termuat dalam
MDGs.

19

2.2.2

Sejarah Program
Berdasarkan

sejarahnya,

program

pengendalian

Tuberkulosis (TB) di Indonesia sebenarnya sudah berlangsung sejak


zaman penjajahan Belanda, namun masih terbatas pada kelompok
tertentu. Setelah perang kemerdekaan, TB ditanggulangi melalui
Balai Pengobatan Penyakit Paru Paru (BP-4). Sejak tahun 1969,
pengendalian dilakukan secara nasional melalui Puskesmas. Obat
anti tuberkulosis (OAT) yang digunakan adalah paduan standar INH,
PAS dan Streptomisin selama satu sampai dua tahun. Asam Para
Amino Salisilat (PAS) kemudian diganti dengan Pirazinamid. Sejak
1977 mulai digunakan paduan OAT jangka pendek yang terdiri dari
INH, Rifampisin, Pirazinamid dan Ethambutol selama 6 bulan
(Kemenkes RI, 2011).
Pada

awal

tahun

1990-an,

WHO

dan

IUATLD

(International Union Against Tuberculosis and Lung Disease)


mengembangkan strategi pengendalian TB yang dikenal sebagai
strategi DOTS (Dircetly Observed Treatment Short-course).
Strategi DOTS ini terdiri dari 5 komponen kunci (Kemenkes RI,
2103), yaitu:
1) Komitmen politis, dengan peningkatan dan kesinambungan
pendanaan.
2) Penemuan kasus melalui pemeriksaan dahak mikroskopis yang
terjamin mutunya.
3) Pengobatan yang standar, dengan supervisi dan dukungan bagi
pasien.
4) Sistem pengelolaan dan ketersediaan OAT yang efektif.
5) Sistem monitoring pencatatan dan pelaporan yang mampu
memberikan penilaian terhadap hasil pengobatan pasien dan
kinerja program.

20

Menurut
merekomendasikan

Kemenkes

RI

(2011),

WHO

telah

strategi

DOTS

sebagai

strategi

dalam

pengendalian TB sejak tahun 1995. Kemudian sejak tahun 2000,


strategi DOTS dilaksanakan secara nasional di seluruh fasilitas
pelayanan kesehatan terutama Puskesmas yang diintegrasikan
dalam pelayanan kesehatan dasar. Fokus utama strategi DOTS ini
adalah penemuan dan penyembuhan pasien, dengan prioritas
diberikan kepada pasien TB tipe menular.

2.2.3

Tujuan Program
Suatu program dikatakan baik apabila memiliki tujuan yang
jelas dan operasional. Manfaat rumusan tujuan operasional
program adalah sebagai berikut (Muninjaya, 2004).
1. Pimpinan akan lebih mudah mengetahui apakah staf telah
melaksanakan tugasnya sesuai dengan agenda keguatan.
Keberhasilan

proses

manajemen

dapat

diukur

dengan

menghitung tingkat efektivitas kegiatan staf dan efisiensi


penggunaan sumber daya untuk mencapai tujuan program.
2. Jika terjadi kesenjangan antara tujuan/target yang telah
ditetapkan sebagai standar unjuk kerja (standard performance)
dibandingkan dengan hasil yang telah dicapai (cakupan
program), pimpinan harus melakukan analisis lebih lanjut.
Bandingkan standar dengan hasil yang telah dicapai, analisis
faktor penyebab atau kendala di lapangan terutama yang
bersumber pada kelemahan staf dan manajemen pelaksanaan
program. Demikian pula dengan kendala yang bersumber dari
partisipasi masyarakat.

21

Menurut Kemenkes RI (2011), tujuan yang akan dicapai


ditetapkan berdasar kurun waktu dan kemampuan tertentu.
Tujuan ini dibedakan menjadi :
1.

Tujuan Umum, biasanya cukup satu dan tidak terlalu


spesifik.

2.

Tujuan khusus, penjabaran dari tujuan umum yang


dipecah menjadi beberapa tujuan khusus yang lebih
spesifik dan terukur.
Di dalam buku pedoman pengendalian penyakit

tuberkulosis,

diketahui

bahwa

tujuan

dari

program

pengendalian penyakit tuberkulosis adalah menurunkan angka


kesakitan dan kematian akibat TB dalam rangka pencapaian
tujuan pembangunan kesehatan untuk meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat (Kemenkes RI, 2011).

2.2.4

Sasaran Program
Sasaran adalah kelompok masyarakat tertentu yang akan
digarap

oleh

program

yang

ingin

direncanakan.

Menurut

Notoatmodjo (2004), sasaran program kesehatan biasanya terbagi


menjadi dua, yakni:
1) Sasaran langsung, yaitu kelompok yang langsung dikenal oleh
program.
2) Sasaran tidak langsung, yaitu kelompok yang menjadi sasaran
antara program tersebut, namun berpengaruh sekali terhadap
sasaran langsung.
Menurut Kemenkes RI (2011), sasaran strategi nasional
pengendalian TB mengacu pada rencana strategis kementerian
kesehatan dari 2009 sampai dengan tahun 2014 yaitu menurunkan

22

prevalensi TB dari 235 per 100.000 penduduk menjadi 224 per


100.000 penduduk. Sasaran keluaran adalah:
(1) meningkatkan prosentase kasus baru TB paru (BTA positif)
yang ditemukan dari 73% menjadi 90%;
(2) meningkatkan prosentase keberhasilan pengobatan kasus baru
TB paru (BTA positif) mencapai 88%;
(3) meningkatkan prosentase provinsi dengan CDR di atas 70%
mencapai 50%;
(4) meningkatkan

prosentase

provinsi

dengan

keberhasilan

pengobatan di atas 85% dari 80% menjadi 88%.

2.2.5

Strategi Program
Menurut Mintzberg, strategi adalah pola (strategy is
patern) yang selanjutnya disebut sebagai intended strategy
karena belum terlaksana dan berorientasi ke masa depan. Selain itu,
strategi program bisa disebut juga sebagai realized strategy karena
telah dilakukan oleh organisasi. Berikut ini adalah beberapa kegiatan
dalam pembuatan strategi (Suryana, 2010).
1. Pengembangan visi, misi, dan tujuan jangka panjang
2. Mengidentifikasi peluang dan ancaman dari luar serta kekuatan
dan kelemahan dari dalam organisasi
3. Mengembangkan alternatif strategi
4. Penentuan strategi yang paling sesuai untuk diadopsi
Menurut Kemenkes RI (2011), strategi nasional program
pengendalian TB di Indonesia terdiri dari 7 strategi, yaitu:
1) Memperluas dan meningkatkan pelayanan DOTS yang
bermutu

23

2) Menghadapi tantangan TB/HIV, MDR-TB, TB anak dan


kebutuhan masyarakat miskin serta rentan lainnya
3) Melibatkan

seluruh

penyedia

pelayanan

pemerintah,

masyarakat (sukarela), perusahaan dan swasta melalui


pendekatan Public-Private Mix dan menjamin kepatuhan
terhadap International Standards for TB Care
4) Memberdayakan masyarakat dan pasien TB
5) Memberikan kontribusi dalam penguatan sistem kesehatan
dan manajemen program pengendalian TB
6) Mendorong komitmen pemerintah pusat dan daerah terhadap
program TB
7) Mendorong penelitian, pengembangan, dan pemanfaatan
informasi strategis.

2.2.6

Organisasi Pelaksana Program


Organisasi adalah sarana untuk melakukan kerja sama antara
orang-orang dalam rangka mencapai tujuan bersama dengan
mendayagunakan sumber daya yang dimiliki (Satrianegara, 2009).
Menurut Kemenkes RI (2011), organisasi pelaksana program
pengendalian penyakit tuberkulosis terdiri dari beberapa aspek,
yaitu:
1. Aspek manajemen program
a. Tingkat Pusat
Upaya pengendalian TB dilakukan melalui Gerakan
Terpadu Nasional Pengendalian Tuberkulosis (GerdunasTB) yang merupakan forum kemitraan lintas sektor
dibawah koordinasi Menko Kesra. Menteri Kesehatan R.I.
sebagai penanggung jawab teknis upaya pengendalian TB.
Dalam pelaksanaannya program TB secara Nasional
dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Pengendalian

24

Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, cq. Sub Direktorat


Tuberkulosis.
b. Tingkat Propinsi
Di tingkat propinsi dibentuk Gerdunas-TB Propinsi
yang terdiri dari Tim Pengarah dan Tim Teknis. Bentuk
dan struktur organisasi disesuaikan dengan kebutuhan
daerah. Dalam pelaksanaan program TB di tingkat propinsi
dilaksanakan Dinas Kesehatan Propinsi.
c. Tingkat Kabupaten/Kota
Di tingkat kabupaten/kota dibentuk Gerdunas-TB
kabupaten/kota yang terdiri dari Tim Pengarah dan Tim
Teknis. Bentuk dan struktur organisasi disesuaikan dengan
kebutuhan kabupaten/kota. Dalam pelaksanaan program
TB di tingkat Kabupaten/kota dilaksanakan oleh Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota.

2. Aspek Tatalaksana pasien TB


Aspek tatalaksana pasien TB dilaksanakan

oleh

Puskesmas, Rumah Sakit, BP4/Klinik dan Dokter Praktek


Swasta.

2.2.7

Pokok Kegiatan Program


Pokok pokok kegiatan program TB dengan strategi DOTS
menurut Kemenkes RI (2011) dan Depkes RI (2009) adalah sebagai
berikut.
1. Tatalaksana Pasien TB, yaitu terdiri dari:
a. Penemuan Tersangka TB
Kegiatan penemuan pasien terdiri dari penjaringan suspek,
diagnosis, penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien.

25

Penemuan pasien merupakan langkah pertama dalam


kegiatan program penanggulangan TB. Penemuan dan
penyembuhan pasien TB menular, secara bermakna akan
dapat menurunkan kesakitan dan kematian akibat TB,
penularan TB di masyarakat dan sekaligus merupakan
kegiatan pencegahan penularan TB yang paling efektif di
masyarakat.

b. Diagnosis
Penegakan diagnosis TB terbagi menjadi dua yaitu,
diagnosis TB Paru dan diagnosis TB Ekstra Paru.
Ketepatan diagnosis tergantung pada metode pengambilan
bahan pemeriksaan dan ketersediaan alat-alat diagnostik,
misalnya uji mikrobiologi, patologi anatomi, serologi, foto
toraks dan lain-lain.

c. Pengobatan
Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien,
mencegah kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan
rantai penularan dan mencegah terjadinya resistensi kuman
terhadap OAT.

2. Manajemen Program, yang terdiri dari:


A. Perencanaan
Menurut

Kemenkes

RI

(2011),

perencanaan

merupakan suatu rangkaian kegiatan yang sistematis untuk


menyusun rencana berdasarkan kajian rinci tentang
keadaan masa kini dan perkiraan keadaan yang akan
muncul di masa mendatang berdasarkan fakta dan bukti.
Pada dasarnya rencana adalah alat manajemen yang
berfungsi membantu organisasi atau program agar dapat

26

berkinerja lebih baik dan mencapai tujuan secara lebih


efektif dan efisien.
Tujuan

dari

perencanaan

adalah

tersusunnya

rencana program, tetapi proses ini tidak berhenti di sini saja


karena setiap pelaksanaan program tersebut harus dipantau
agar dapat dilakukan koreksi dan dilakukan perencanaan
ulang untuk perbaikan program. Perencanaan merupakan
suatu siklus yang meliputi:
A) Pengumpulan data, yang meliputi:
(a) Data Umum, yaitu data geografi dan demografi
(penduduk, pendidikan, sosial budaya, ekonomi)
serta data lainnya (jumlah fasilitas kesehatan,
organisasi masyarakat). Data ini diperlukan untuk
menetapkan target, sasaran dan strategi operasional
lainnya yang sangat dipengaruhi oleh kondisi
masyarakat.
(b) Data Program, yang meliputi data tentang beban
TB,

pencapaian

program

(penemuan

pasien,

keberhasilan diagnosis, keberhasilan pengobatan),


resistensi obat serta data tentang kinerja institusi
lainnya. Data ini diperlukan untuk dapat menilai
apa yang sedang terjadi, sampai di mana kemajuan
program, masalah apa yang dihadapi dan rencana
apa yang akan dilakukan.
(c) Data Sumber Daya, yang meliputi data tentang
tenaga (man), dana (money), logistik (material), dan
metodologi yang digunakan (method). Data ini
diperlukan untuk mengidentifikasikan sumbersumber yang dapat dimobilisasi sehingga dapat
menyusun program secara rasional, sesuai dengan
kemampuan tiap-tiap daerah. Di samping untuk

27

perencanaan, data tersebut dapat dimanfaatkan


untuk berbagai hal seperti advokasi, diseminasi
informasi serta umpan balik.

B) Analisa situasi
Analisis situasi dapat meliputi analisis terhadap
lingkungan internal program (kekuatan dan kelemahan)
dan analisis lingkungan eksternal program (peluang dan
ancaman). Dari analisis ini kita dapat menyusun isu-isu
strategis, termasuk di dalamnya identifikasi masalah.
Identifikasi masalah dimulai dengan melihat
adanya

kesenjangan

antara

pencapaian

dengan

target/tujuan yang ditetapkan. Dari kesenjangan yang


ditemukan, dicari masalah dan penyebabnya. Untuk
memudahkan, masalah tersebut dikelompokkan dalam
input dan proses, agar tidak ada yang tertinggal dan
mempermudah penetapan prioritas masalah dengan
berbagai metode yang ada seperti metode tulang ikan
(fish bone analysis), pohon masalah dan log frame.
Komponen yang dianalisis terdiri dari 5M (man, money,
material, method, dan market).

C) Menetapkan masalah prioritas dan pemecahannya


Pemilihan masalah harus dilakukan secara
prioritas dengan mempertimbangkan sumber daya yang
tersedia, karena dengan menentukan masalah yang akan
menjadi prioritas maka seluruh sumber daya akan
dialokasikan untuk pemecahan masalah tersebut. Halhal utama yang perlu dipertimbangkan dalam memilih
prioritas, antara lain :

28

a) Daya ungkitnya tinggi, artinya bila masalah itu


dapat diatasi maka masalah lain akan teratasi juga.
b) Kemungkinan untuk dilaksanakan (feasibility),
artinya upaya ini mungkin untuk dilakukan.
Dengan memperhatikan masalah prioritas dan
tujuan yang ingin dicapai, dapat diidentifikasi beberapa
alternatif pemecahan masalah. Dalam menetapkan
pemecahan

masalah,

perlu

ditetapkan

beberapa

alternatif pemecahan masalah yang akan menjadi


pertimbangan pimpinan untuk ditetapkan sebagai
pemecahan masalah yang paling baik. Pemilihan
pemecahan

masalah

harus

mempertimbangkan

pemecahan masalah tersebut memiliki daya ungkit


terbesar, sesuai dengan sumber daya yang ada dan
dapat

dilaksanakan

sesuai

dengan

waktu

yang

ditetapkan.
D) Menetapkan tujuan, sasaran, indikator
Tujuan yang akan dicapai ditetapkan berdasar
kurun waktu dan kemampuan tertentu. Tujuan dapat
dibedakan antara tujuan umum dan tujuan khusus.
Tujuan umum biasanya cukup satu dan tidak terlalu
spesifik. Tujuan umum dapat dipecah menjadi beberapa
tujuan khusus yang lebih spesifik dan terukur.
Beberapa

syarat

yang

diperlukan

menetapkan tujuan antara lain (SMART):


a) Terkait dengan masalah (Spesific)
b) Terukur (Measurable)
c) Dapat dicapai (Achievable)
d) Relevan, rasional (Realistic)
e) Memiliki target waktu (Timebound).

29

dalam

E) Menyusun rencana kegiatan penganggaran


Tujuan jangka menengah dan jangka panjang
tidak dapat dicapai sekaligus sebab banyak masalah
yang harus dipecahkan sedang sumber daya terbatas.
Oleh sebab itu, perlu ditetapkan prioritas pengembangan
program dengan memperhatikan mutu strategi DOTS.
Untuk

itu,

implementasi

pengembangan

program

dilakukan secara bertahap, dengan prinsip efektifitas


dan efisiensi, yaitu :
a) Mempertahankan Mutu, mencakup segala aspek
mulai dari penemuan, diagnosis pasien, pengobatan
dan penanganan pasien (case holding), sampai pada
pencatatan

pelaporan.

Masing-masing

aspek

tersebut, perlu dinilai semua unsurnya, apakah


sudah sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.
b) Pengembangan Wilayah, didasarkan pada:
1) Besarnya masalah : Perkiraan jumlah pasien
TB BTA Positif
2) Daya ungkit : Jumlah penduduk, kepadatan
penduduk

dan

tingkat

sosial-ekonomi

masyarakat.
3) Kesiapan : Tenaga, sarana dan kemitraan.

F) Menyusun rencana pemantauan dan evaluasi


Dalam perencanaan perlu disusun rencana
pemantauan

dan

evaluasi.

Hal-hal

yang

perlu

diperhatikan dalam menyusun rencana pemantauan dan


evaluasi meliputi:
a) Jenis-jenis kegiatan dan indikator,
b) Cara pemantauan,

30

c) Pelaksana (siapa yang memantau),


d) Waktu dan frekuensi pemantauan (bulanan /
triwulan / tahunan).
e) Rencana tindak lanjut hasil pemantauan dan
evaluasi.

B. Surveilans
Salah satu komponen penting dari survailans yaitu
pencatatan dan pelaporan dengan maksud mendapatkan
data untuk diolah, dianalisis, diinterpretasi, disajikan dan
disebarluaskan

untuk

dimanfaatkan.

Data

yang

dikumpulkan pada kegiatan survailans harus valid (akurat,


lengkap dan tepat waktu) sehingga memudahkan dalam
pengolahan dan analisis. Data program TB dapat diperoleh
dari pencatatan di semua sarana pelayanan kesehatan
dengan

satu

sistem

baku.

Formulir-formulir

yang

dipergunakan dalam pencatatan TB di:


1) Sarana Pelayanan Kesehatan
Sarana pelayanan kesehatan (Puskesmas, Rumah
Sakit, BP4, klinik dan dokter praktek swasta dll)
dalam

melaksanakan

pencatatan

menggunakan

formulir:
a) Daftar tersangka pasien (suspek) yang diperiksa
dahak SPS (TB.06).
b) Formulir permohonan laboratorium TB untuk
pemeriksaan dahak (TB.05).
c) Kartu pengobatan pasien TB (TB.01).
d) Kartu identitas pasien TB (TB.02).
e) Register TB sarana pelayanan kesehatan (TB.03
sarana pelayanan kesehatan)

31

f) Formulir rujukan/pindah pasien (TB.09)


g) Formulir hasil akhir pengobatan dari pasien TB
pindahan (TB.10).
h) Register Laboratorium TB (TB.04).
Khusus
penggunaan
disesuaikan

untuk

dokter

formulir
selama

praktek

pencatatan

informasi

swasta,

TB

survailans

dapat
yang

dibutuhkan tersedia.
2) Di Kabupaten/Kota
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota menggunakan
formulir pencatatan dan pelaporan sebagai berikut:
a) Register TB Kabupaten (TB.03)
b) Laporan Triwulan Penemuan dan Pengobatan
Pasien TB (TB.07)
c) Laporan Triwulan Hasil Pengobatan (TB.08)
d) Laporan Triwulan Hasil Konversi Dahak Akhir
Tahap Intensif (TB.11)
e) Formulir Pemeriksaan Sediaan untuk Uji Silang
dan Analisis Hasil Uji silang Kabupaten (TB.12)
f) Laporan OAT (TB.13)
g) Data Situasi Ketenagaan Program TB
h) Data Situasi Public-Private Mix (PPM) dalam
Pelayanan TB

3) Di Provinsi
Provinsi menggunakan formulir pencatatan dan
pelaporan sebagai berikut:
a) Rekapitulasi Penemuan dan Pengobatan Pasien
TB per kabupaten/kota.

32

b) Rekapitulasi

Hasil

Pengobatan

per

kabupaten/kota.
c) Rekapitulasi

Hasil

Konversi

Dahak

per

kabupaten/kota.
d) Rekapitulasi Analisis Hasil Uji silang provinsi per
kabupaten/kota.
e) Rekapitulasi Laporan OAT per kabupaten/ kota.
f) Rekapitulasi Data Situasi Ketenagaan Program
TB.
g) Rekapitulasi Data Situasi Public-Private Mix
(PPM) dalam Pelayanan TB

C. Pengembangan Sumber Daya Manusia


Pengembangan SDM (Sumber Daya Manusia)
dalam program TB bertujuan untuk menyediakan tenaga
pelaksana

program

yang

memiliki

keterampilan,

pengetahuan dan sikap yang diperlukan dalam pelaksanaan


program TB, dengan jumlah yang memadai pada tempat
yang sesuai dan pada waktu yang tepat sehingga mampu
menunjang tercapainya tujuan program TB nasional.
Pengembangan SDM ini, meliputi:
1) Standar Ketenagaan
Ketenagaan dalam program penanggulangan TB
memiliki standar-standar yang menyangkut kebutuhan
minimal

(jumlah

dan

jenis

tenaga)

untuk

terselenggaranya kegiatan program TB, yaitu:


a. Fasilitas Pelayanan Kesehatan, terdiri dari:
(1) Puskesmas
a) Puskesmas

Rujukan

Mikroskopis

Puskesmas Pelaksana Mandiri :

33

dan

minimal tenaga pelaksana terlatih terdiri


dari 1 dokter, 1 perawat/petugas TB, dan 1
tenaga laboratorium.
b) Puskesmas

satelit

minimal

tenaga

pelaksana terlatih terdiri dari 1 dokter dan 1


perawat/petugas TB.
c) Puskesmas Pembantu : kebutuhan minimal
tenaga pelaksana terlatih terdiri dari 1
perawat/petugas TB.
(2) Rumah Sakit Umum Pemerintah
a) RS kelas A : kebutuhan minimal tenaga
pelaksana terlatih terdiri dari 6 dokter, 3
perawat/petugas

TB,

dan

tenaga

laboratorium.
b) RS kelas B : kebutuhan minimal tenaga
pelaksana terlatih terdiri dari 6 dokter, 3
perawat/petugas

TB,

dan

tenaga

laboratorium.
c) RS kelas C : kebutuhan minimal tenaga
pelaksana terlatih terdiri dari 4 dokter, 2
perawat/petugas

TB,

dan

tenaga

laboratorium.
d) RS kelas D, RSTP dan B/BKPM :
kebutuhan
terlatih

minimal
terdiri

perawat/petugas

dari
TB,

tenaga
2
dan

pelaksana
dokter,
1

tenaga

laboratorium.
(3) RS swasta : menyesuaikan.
(4) Dokter Praktek Swasta, minimal telah dilatih

34

b. Tingkat Kabupaten/Kota
(1) Supervisor terlatih pada Dinas Kesehatan,
jumlah tergantung beban kerja yang secara
umum ditentukan jumlah puskesmas, RS dan
Fasyankes lain diwilayah kerjanya serta tingkat
kesulitan wilayahnya. Secara umum seorang
supervisor membawahi 10 - 20 Fasyankes.
Bagi wilayah yang memiliki lebih dari 20
Fasyankes dapat memiliki lebih dari seorang
supervisor.
(2) Gerdunas-TB/Tim DOTS/Tim TB, dan lainlainnya, jumlah tergantung kebutuhan.

c. Tingkat Provinsi
(1) Supervisor/Supervisor

terlatih

pada

Dinas

Kesehatan, jumlah tergantung beban kerja yang


secara umum ditentukan jumlah Kab/Kota
diwilayah kerjanya serta tingkat kesulitan
wilayahnya. Secara umum seorang supervisor
membawahi
wilayah

10-20

yang

kabupaten/kota.

memiliki

lebih

dari

Bagi
20

kabupaten/kota dapat memiliki lebih dari


seorang supervisor.
(2) Koordinator

DOTS

RS

yang

bertugas

mengkoordinir dan membantu tugas supervisi


program pada RS dapat ditunjuk sesuai dengan
kebutuhan.
(3) Gerdunas-TB/Tim DOTS/Tim TB, dan lainlainnya, jumlah tergantung kebutuhan.
(4) Tim Pelatihan: 1 koordinator pelatihan, 5
fasilitator pelatihan.

35

2) Pelatihan
Pelatihan merupakan salah satu upaya peningkatan
pengetahuan, sikap dan keterampilan petugas dalam
rangka meningkatkan mutu dan kinerja petugas.
Konsep pelatihan dalam program TB, terdiri dari:
(a) Pendidikan/pelatihan sebelum bertugas (pre service
training),
program

yaitu

dengan

penanggulangan

DOTS`dalam

memasukkan

materi

tuberkulosis

strategi

pembelajaran/kurikulum

Institusi

pendidikan tenaga kesehatan. (Fakultas Kedokteran,


Fakultas

Keperawatan,

Fakultas

Kesehatan

Masyarakat, Fakultas Farmasi dan lain-lain).


(b) Pelatihan dalam tugas (in service training), yang
terdiri dari pelatihan dasar program TB (initial
training in basic DOTS implementation), pelatihan
penuh, pelatihan ulangan (retraining), pelatihan
penyegaran, dan On the job training (pelatihan di
tempat tugas/refresher) serta pelatihan lanjutan
(continued training/advanced training.

3) Supervisi
Supervisi adalah kegiatan yang sistematis untuk
meningkatkan

kinerja

petugas

dengan

mempertahankan kompetensi dan motivasi petugas


yang dilakukan secara langsung. Kegiatan yang
dilakukan selama supervisi adalah observasi, diskusi,
bantuan

teknis,

bersama-sama

mendiskusikan

permasalahan yang ditemukan, mencari pemecahan


permasalahan bersama-sama, memberikan laporan
berupa hasil temuan serta memberikan rekomendasi
dan saran perbaikan.

36

D. Manajemen Laboratorium
Manajemen laboratorium TB meliputi beberapa
aspek yaitu; organisasi pelayanan laboratorium TB, sumber
daya laboratorium, kegiatan laboratorium, pemantapan
mutu

laboratorium

TB,

keamanan

dan

kebersihan

laboratorium, dan monitoring (pemantauan) dan evaluasi.


Komponen pemantapan mutu terdiri dari 3 hal utama yaitu:
1. Pemantapan Mutu Internal (PMI), yaitu
2. Pemantapan Mutu Eksternal (PME)
3. Peningkatan

Mutu

(Quality

Improvement),

terintegrasi dalam PMI dan PME

E. Manajemen Logistik
Pengelolaan logistik meliputi fungsi perencanaan,
pengadaan, penyimpanan distribusi dan penggunaan.
Siklus ini akan berjalan dengan baik apabila didukung oleh
suatu

dukungan

manajemen

yang

meliputi

organisasi,pendanaan, sistem informasi, sumber daya


manusia, dan jaga mutu. Jenis logistik program terdiri dari:
1) Logistik Obat Anti Tuberkulosis (OAT)
2) Logistik Non Obat Anti Tuberkulosis (OAT)

F. Monitoring dan Evaluasi


Pemantauan dan evaluasi merupakan salah satu
fungsi manajemen untuk menilai keberhasilan pelaksanaan
program (Notoatmodjo, 2007). Pemantauan dilaksanakan
secara berkala dan terus menerus, untuk dapat segera
mendeteksi bila ada masalah dalam pelaksanaan kegiatan
yang telah direncanakan, supaya dapat dilakukan tindakan
37

perbaikan segera. Evaluasi dilakukan setelah suatu jarakwaktu (interval) lebih lama, biasanya setiap 6 bulan sampai
dengan 1 tahun. Dengan evaluasi dapat dinilai sejauh mana
tujuan dan target yang telah ditetapkan sebelumnya dicapai.
Dalam

mengukur

keberhasilan

tersebut

diperlukan

indikator. Hasil evaluasi sangat berguna untuk kepentingan


perencanaan dan pengembangan program(Kemenkes RI,
2011).
Masing-masing
(fasyankes,

tingkat

Kabupaten/Kota,

pelaksana
Propinsi,

dan

program
Pusat)

bertanggung jawab melaksanakan pemantauan kegiatan


pada wilayahnya masing-masing. Seluruh kegiatan harus
dimonitor baik dari aspek masukan (input), proses, maupun
keluaran (output). Cara pemantauan dilakukan dengan
melaksanakan menelaah laporan, pengamatan langsung dan
wawancara dengan petugas pelaksana maupun dengan
masyarakat sasaran (Kemenkes RI, 2011).

G. Kegiatan Penunjang, terdiri dari:


1. Promosi
Promosi

yang

dilakukan

oleh

program

pengendalian penyakit TB terdiri dari:


a) Advokasi,

diarahkan

untuk

menghasilkan

kebijakan yang mendukung upaya pengendalian


TB. Kebijakan yang dimaksud disini dapat
mencakup

peraturan

perundangundangan

di

tingkat nasional maupun kebijakan daerah seperti


Peraturan Daerah (PERDA), Surat Keputusan
Gubernur, Bupati/Walikota, Peraturan Desa,dan
lain sebagainya.

38

b) Komunikasi, strategi komunikasi yang dilakukan


salah satunya adalah meningkatkan keterampilan
konseling dan komunikasi petugas maupun kader
TB melalui pelatihan.
c) Mobilisasi

Sosial,

merupakan

strategi

membangkitkan keinginan masyarakat, secara


aktif meneguhkan konsensus dan komitmen sosial
di

antara

pengambil

kebijakan

untuk

menanggulangi TB.

2. Kemitraan
Kemitraan

program

penanggulangan

TB

merupakan upaya untuk melibatkan berbagai sektor,


baik dari pemerintah, legislatif, swasta, perguruan
tinggi/kelompok

akademisi,

kelompok

organisasi

masyarakat (organisasi pengusaha dan organisasi


pekerja, kelompok media massa, organisasi profesi,
LSM, organisasi keagamaan, organisasi internasional)
dalam upaya percepatan penanggulangan TB secara
efektif, efisien dan berkesinambungan. Kemitraan TB
dilaksanakan dengan prinsip kesetaraan, keterbukaan
dan saling menguntungkan.

3. Penelitian
Penelitian di bidang TB diperlukan untuk
menyusun perencanaan dan pelaksanaan kegiatankegiatan untuk mencapai tujuan penanggulangan TB.
Penelitian di bidang TB dapat meliputi penelitian
operasional

dan

penelitian

Penelitian operasional

ilmiah

(scientific).

TB didefinisikan sebagai

penilaian atau telaah terhadap unsur-unsur yang

39

terlibat dalam pelaksanaan program atau kegiatankegiatan yang berada dalam kendali manajemen
program TB. Hal-hal yang dapat ditelaah dalam
penelitian operasional TB antara lain meliputi sumber
daya, akses pelayanan kesehatan, pengendalian mutu
pelayanan, keluaran dan dampak yang bertujuan untuk
meningkatkan

kinerja

program

penanggulangan

nasional TB.
Sedangkan penelitian operasional dapat dibagi
atas dua jenis yaitu penelitian observasional dimana
tidak ada manipulasi variabel bebas dan penelitian
eksperimental yang diikuti dengan tindakan/intervensi
terhadap variabel bebas. Penelitian observasional
bertujuan menentukan status atau tingkat masalah,
tindakan atau intervensi pemecahan masalah serta
membuat hipotesis peningkatan kinerja program.
Penelitian eksperimental melakukan intervensi
terhadap input dan proses guna meningkatkan kinerja
program.

Banyak

berbagai

pihak,

penelitian
namun

telah

dilaksanakan

kegunaanya

jauh

dari

kepentingan program dan sulit diterapkan. Hal ini


terjadi karena aspek yang diteliti tidak searah dengan
permasalahan yang dihadapi oleh program.

2.2.8 Indikator Program


Menurut Green (1992), indikator adalah variabel variabel
yang mengindikasikan atau memberikan petunjuk tentang suatu
keadaan tertentu sehingga dapat digunakan untuk mengukur
perubahan (Kementerian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara

40

RI, 2008). Ada beberapa indikator yang digunakan dalam rangka


pengendalian penyakit TB (Kemenkes RI, 2011), yaitu:

a) Angka Penemuan Pasien baru TB BTA positif (Case Detection


Rate = CDR)
Adalah prosentase jumlah pasien baru BTA positif yang
ditemukan dan diobati dibanding jumlah pasien baru BTA
positif yang diperkirakan ada dalam wilayah tersebut. Case
Detection Rate menggambarkan cakupan penemuan pasien baru
BTA positif pada wilayah tersebut.
Perkiraan jumlah pasien baru TB BTA positif diperoleh
berdasarkan perhitungan angka insidens kasus TB paru BTA
positif dikali dengan jumlah penduduk. Target Case Detection
Rate Program Penanggulangan Tuberkulosis Nasional minimal
70%.

b) Angka Keberhasilan Pengobatan (Success Rate = SR)


Adalah angka yang menunjukkan prosentase pasien baru
TB paru BTA positif yang menyelesaikan pengobatan (baik
yang sembuh maupun pengobatan lengkap) diantara pasien
baru TB paru BTA positif yang tercatat. Dengan demikian
angka ini merupakan penjumlahan dari angka kesembuhan dan
angka pengobatan lengkap.

c) Angka Penjaringan Suspek


Adalah jumlah suspek yang diperiksa dahaknya diantara
100.000 penduduk pada suatu wilayah tertentu dalam 1 tahun.
Angka ini digunakan untuk mengetahui upaya penemuan pasien
dalam

suatu

wilayah

tertentu,

dengan

memperhatikan

kecenderungannya dari waktu ke waktu (triwulan/tahunan).


Fasyankes yang tidak mempunyai wilayah cakupan penduduk,

41

misalnya rumah sakit, BP4 atau dokter praktek swasta,


indikator ini tidak dapat dihitung.

d) Proporsi Pasien TB Paru BTA positif di antara suspek yang


diperiksa dahaknya
Adalah prosentase pasien BTA positif yang ditemukan
diantara seluruh suspek yang diperiksa dahaknya. Angka ini
menggambarkan mutu dari proses penemuan sampai diagnosis
pasien, serta kepekaan menetapkan kriteria suspek.
Angka ini sekitar 5 15%. Bila angka ini terlalu kecil
(<5%) kemungkinan disebabkan penjaringan suspek terlalu
longgar, banyak orang yang tidak memenuhi kriteria suspek,
atau ada masalah dalam pemeriksaan laboratorium (negatif
palsu). Sedangkan bila angka ini terlalu besar (>15%)
kemungkinan disebabkan penjaringan terlalu ketat atau ada
masalah dalam pemeriksaan laboratorium (positif palsu).

e) Proporsi Pasien TB Paru BTA positif di antara seluruh pasien


TB paru
Adalah prosentase pasien Tuberkulosis paru BTA positif
diantara semua pasien Tuberkulosis paru tercatat. Indikator ini
menggambarkan prioritas penemuan pasien Tuberkulosis yang
menular diantara seluruh pasien Tuberkulosis paru yang
diobati. Angka ini sebaiknya jangan kurang dari 65%. Bila
angka ini jauh lebih rendah, itu berarti mutu diagnosis rendah,
dan kurang memberikan prioritas untuk menemukan pasien
yang menular (pasien BTA Positif).

f) Proporsi pasien TB anak di antara seluruh pasien


Adalah prosentase pasien TB anak (<15 tahun) diantara
seluruh pasien TB tercatat. Angka ini sebagai salah satu

42

indikator untuk menggambarkan ketepatan dalam mendiagnosis


TB pada anak. Angka ini berkisar 15%. Bila angka ini terlalu
besar dari 15%, kemungkinan terjadi overdiagnosis.

g) Angka Notifikasi Kasus (CNR)


Adalah angka yang menunjukkan jumlah pasien baru yang
ditemukan dan tercatat diantara 100.000 penduduk di suatu
wilayah tertentu. Angka ini apabila dikumpulkan serial, akan
menggambarkan kecenderungan penemuan kasus dari tahun ke
tahun di wilayah tersebut. Angka ini berguna untuk
menunjukkan

kecenderungan

(trend)

meningkat

atau

menurunnya penemuan pasien pada wilayah tersebut.

h) Angka Konversi
Adalah prosentase pasien baru TB paru BTA positif yang
mengalami perubahan menjadi BTA negatif setelah menjalani
masa pengobatan intensif. Indikator ini berguna untuk
mengetahui

secara

cepat

hasil

pengobatan

dan

untuk

mengetahui apakah pengawasan langsung menelan obat


dilakukan dengan benar. Angka minimal yang harus dicapai
adalah 80%.

i) Angka Kesembuhan
Adalah angka yang menunjukkan prosentase pasien baru
TB paru BTA positif yang sembuh setelah selesai masa
pengobatan, di antara pasien baru TB paru BTA positif yang
tercatat. Angka kesembuhan dihitung juga untuk pasien BTA
positif pengobatan ulang dengan tujuan:
(a) Untuk mengetahui seberapa besar kemungkinan kekebalan
terhadap obat terjadi di komunitas, hal ini harus dipastikan
dengan surveilans kekebalan obat.

43

(b) Untuk mengambil keputusan program pada pengobatan


menggunakan obat baris kedua (second-line drugs).
(c) Menunjukan

prevalens

HIV,

karena

biasanya

kasus

pengobatan ulang terjadi pada pasien dengan HIV.

j) Angka Kesalahan Laboratorium (Error rate)


Adalah angka kesalahan laboratorium yang menyatakan
prosentase kesalahan pembacaan slide/ sediaan yang dilakukan
oleh laboratorium pemeriksa pertama setelah di uji silang
(cross check) oleh BLK atau laboratorium rujukan lain. Angka
kesalahan baca sediaan (error rate) ini hanya bisa ditoleransi
maksimal 5%.
Apabila error rate = 5 % dan positif palsu serta negatif
palsu keduanya < 5% berarti mutu pemeriksaan baik. Error rate
ini menjadi kurang berarti bila jumlah slide yang di uji silang
(cross check) relatif sedikit. Pada dasarnya error rate dihitung
pada masingmasing laboratorium pemeriksa, di tingkat
kabupaten/kota. Kabupaten/kota harus menganalisa berapa
persen

laboratorium

pemeriksa

yang

ada

diwilayahnya

melaksanakan cross check, disamping menganalisa error rate


per PRM/PPM/RS/BP4, supaya dapat mengetahui kualitas
pemeriksaan slide dahak secara mikroskopis langsung.

44

BAB III
ALUR DAN JADWAL KEGIATAN MAGANG

3.1. Alur Kegiatan

Bagan 3.1 Alur Kegiatan Magang

Pembuatan Proposal Magang


Pengajuan permohonan magang ke pihak Dinas Kesehatan Kota
Tangerang Selatan
Konfirmasi ulang ke pihak institusi magang
Tahap Persiapan
Penentuan pembimbing lapangan oleh pihak institusi magang

Tahap
Pelaksanaan

Tahap Evaluasi
dan Presentasi
Laporan

Melaksanakan kegiatan magang mulai tanggal 11 Februari - 21 Maret


2014
Mengikuti alur kerja institusi magang
Melakukan pengumpulan data yang diperlukan untuk laporan
meliputi:
Gambaran umum Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan tahun
2013
Laporan tahunan program pengendalian tuberkulosis tahun 2013
Gambaran proses pelaksanaan program pengendalian tuberkulosis
tahun 2013
Gambaran output program pengendalian tuberkulosis tahun 2013
Melakukan bimbingan dengan dosen pembimbing akademik dan
pembimbing lapangan

Melakukan penyusunan laporan magang dibimbing oleh pembimbing


akademik dan pembimbing lapangan
Presentasi laporan magang yang dihadiri oleh tim penguji yang terdiri
atas pembimbing akademik, pembimbing lapangan, dan seorang
penguji lain yang ditunjuk oleh panitia magang.

45

Berdasarkan

bagan 3.1 diketahui bahwa kegiatan magang

dilaksanakan dalam 3 tahapan yaitu tahap persiapan, tahap pelaksanaan


dan tahap evaluasi dan prensentasi laporan. Melalui kegiatan magang ini,
diharapkan dapat diperoleh gambaran pelaksanan program pengendalian
penyakit tuberkulosis di Dinas Kesehatan Tangerang Selatan Seksi
Program Pengendalian Penyakit Tuberkulosis.

3.2.

Jadwal Kegiatan Magang


Berikut ini adalah jadwal kegaiatan magang yang telah
dilaksanakan oleh penulis selama magang di Seksi Program Pengendalian
Penyakit Bidang Program Pengendalian Tuberkulosis di Dinas Kesehatan
Kota Tangerang Selatan tahun 2014.
Tabel 3.1 Jadwal Kegiatan Magang di Dinas Kesehatan Kota
Tangerang Selatan tahun 2014
No.

Hari dan Tanggal

Kegiatan

Tempat

1.

Selasa

Memperkenalkan diri ke

Dinkes

11 Februari 2014

Kepala seksi P2P Dinkes

Tangsel

Tangsel
2.

Rabu

Memperkenalkan diri ke staf

Dinkes

12 Februari 2014

P2P dan Surimun Dinkes

Tangsel

Tangsel
3.

4.

5.

Kamis

Mengumpulkan data terkait

Dinkes

13 Februari 2014

tuberkulosis

Tangsel

Jumat

Melakukan diskusi terkait TB

Dinkes

14 Februari 2014

Paru dan mengumpulkan data

Tangsel

Senin

Melakukan diskusi terkait

Dinkes

17 Februari 2014

indikator TB Paru dan

Tangsel

menyusun laporan
6.

Selasa

Melakukan diskusi terkait

46

Dinkes

7.

8.

18 Februari 2014

indikator TB Paru

Tangsel

Rabu

Melakukan diskusi terkait

Dinkes

19 Februari 2014

pemeriksaan laboratorium TB

Tangsel

Kamis

Melakukan kunjungan dalam

LSM

20 Februari 2014

rangka monitoring dan

Aisyiyah

evaluasi kader Community


TB care.
9.

Jumat

Melakukan diskusi terkait

Dinkes

21 Februari 2014

analisis penemuan kasus TB

Tangsel

di Banten dan Tangsel


10.

Senin

Melakukan diskusi terkait

Dinkes

24 Februari 2014

faktor-faktor yang

Tangsel

mempengaruhi penemuan
kasus TB BTA positif
11.

Selasa

Melakukan izin pengambilan

Dinkes

25 Februari 2014

data surveilans ke kepala

Tangsel

seksi Surveilans dan


Imunisasi Dinkes Tangsel
12.

Rabu

Melakukan kunjungan

LSM

26 Februari 2014

pelatihan kader PMO

Aisyiyah

Community TB Care
13.

Kamis

Melakukan kunjungan

LSM

27 Februari 2014

pelatihan kader PMO

Aisyiyah

Community TB Care
14.

Jumat

Menyusun laporan,

Dinkes

28 Februari 2014

mengumpulkan data, dan

Tangsel

menganalisis indikator
pencapaian program
15.

Senin

Mengikuti kegiatan

PKM.

3 Maret 2014

bimbingan software SITT dan

Pamulang

47

koreksi laporan data TB 01


dan TB 06
16.

Selasa

Mengikuti kegiatan

PKM.

4 Maret 2014

bimbingan software SITT dan

Pondok

koreksi laporan data TB 01

Betung dan

dan TB 06

PKM.
Jurangmang
u

17.

Rabu

Mengikuti kegiatan

PKM.

5 Maret 2014

bimbingan software SITT dan

Pondok

koreksi laporan data TB 01

Aren dan

dan TB 06

Pondok
Pucung

18.

Kamis

Mengikuti kegiatan

PKM.

6 Maret 2014

bimbingan software SITT dan

Pondok

koreksi laporan data TB 01

Kacang

dan TB 06

Timur dan
PKM.
Parigi

19.

Jumat

Mengikuti kegiatan

PKM. Rawa

7 Maret 2014

bimbingan software SITT dan

Buntu,

koreksi laporan data TB 01

Klinik

dan TB 06

Rahma
Medika, dan
Klinik PT.
Pratama

20.

Senin

Mengikuti kegiatan

PKM.

10 Maret 2014

bimbingan software SITT dan

Benda Baru

koreksi laporan data TB 01

dan RSUD

dan TB 06

Tangsel

48

21.

Selasa

Mengikuti kegiatan

PKM.

11 Maret 2014

bimbingan software SITT dan

Pondok

koreksi laporan data TB 01

Ranji dan

dan TB 06

PKM.
Rengas

22.

23.

24.

Rabu

Mengikuti kegiatan dan

PKM.

12 Maret 2014

menjadi fasilitator bimbingan

Pondok

software SITT dan koreksi

Jagung dan

laporan data TB 01 dan TB

PKM. Paku

06

Alam

Kamis

Mengikuti kegiatan dan

PKM.

13 Maret 2014

menjadi fasilitator bimbingan

Ciputat

software SITT dan koreksi

Timur dan

laporan data TB 01 dan TB

PKM.

06

Pisangan

Jumat

Mengikuti kegiatan dan

PKM.

14 Maret 2014

menjadi fasilitator bimbingan

Ciputat dan

SITT dan koreksi laporan

PKM.

data TB 01 dan TB 06

Kampung
Sawah

25.

26.

Senin

Mengikuti kegiatan dan

PKM. Situ

17 Maret 2014

menjadi fasilitator bimbingan

Gintung dan

SITT dan koreksi laporan

PKM.

data TB 01 dan TB 06

Jombang

Selasa

Mengikuti kegiatan dan

PKM.

18 Maret 2014

menjadi fasilitator bimbingan

Serpong I

software SITT dan koreksi

dan PKM.

laporan data TB 01 dan TB

Serpong II

06
27.

Rabu

Mengikuti kegiatan

49

PKM.

19 Maret 2014

28.

bimbingan software SITT dan

Kranggan

koreksi laporan data TB 01

dan PKM.

dan TB 06

Setu

Kamis

Mengikuti kegiatan

PKM.

20 Maret 2014

bimbingan software SITT dan

Bhakti Jaya

koreksi laporan data TB 01

dan PKM.

dan TB 06

Pondok
Benda

29.

Jumat

Mengikuti kegiatan supervisi

PKM.

21 Maret 2014

dari Dinkes Provinsi Banten

Ciputat

dan Kemenkes RI

Dari tabel 3.1 diketahui bahwa kegiatan magang paling sering dilakukan di
Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan tahun 2014 adalah kegiatan bimbingan
software SITT dan koreksi laporan data TB 01 dan TB 06 di 29 fasilitas pelayanan
kesehatan di Kota Tangerang Selatan sesuai dengan lampiran 1.2.

50

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1.

Gambaran Umum Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan


Berdasarkan PP No. 8 tahun 2003 pasal 9, Dinas Kesehatan Daerah
Kabupaten/Kota merupakan unsur pelaksana kesehatan Kabupaten/Kota
yang dipimpin oleh seorang kepala dan bertanggung jawab kepada
Bupati/Walikota melalui sekretaris daerah (Murti,dkk., 2006). Dalam
pelaksanaannya, Dinas Kesehatan ini memiliki kewenangan desentralisasi
di bidang kesehatan dengan fungsi perumusan kebijakan teknis kesehatan,
pemberian perizinan dan pelaksanaan kesehatan, serta pembinaan terhadap
UPTD (Unit Pelaksana Teknis Daerah) kesehatan (Depkes RI, 2004).
Secara umum, Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan adalah
suatu unsur pelaksana keseahatan yang berada di bawah pemerintahan
Kota Tangerang Selatan. Sebenarnya Kota Tangerang Selatan sendiri
merupakan daerah otonom yang terbentuk pada akhir tahun 2008
berdasarkan Undang-undang Nomor 51 Tahun 2008 tentang Pembentukan
Kota Tangerang Selatan di Propinsi Banten tertanggal 26 November 2008.
Pembentukan daerah otonom baru ini dilakukan dengan tujuan
meningkatkan pelayanan dalam bidang kesehatan (Dinkes Tangsel, 2012).

4.1.1. Visi
Menurut Aditya (2010), visi adalah suatu pandangan jauh
tentang organisasi perusahaan, tujuan tujuan organisasi atau
perusahaan dan apa yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan
tersebut pada masa yang akan datang. Beberapa persyaratan yang
hendaknya dipenuhi oleh suatu pernyataan visi:

51

1. Berorientasi ke depan.
2. Tidak dibuat berdasarkan kondisi saat ini.
3. Mengekspresikan kreatifitas.
4. Berdasar pada prinsip nilai yang mengandung penghargaan bagi
masyarakat.
Visi Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan adalah
Rakyat Tangerang Selatan Mandiri dalam Hidup Sehat.

4.1.2. Misi
Misi adalah perrnyataan tentang apa yang harus dikerjakan
oleh lembaga atau organisasi dalam usahanya mewujudkan visi
(Aditya, 2010). Dalam upaya mencapai Visi Pembangunan
Kesehatan di Kota Tangerang Selatan, Dinas Kesehatan Kota
Tangerang Selatan menetapkan beberapa misi Selatan yaitu :
1) Meningkatkan kemampuan pengetahuan masyarakat dan
tenaga kesehatan.
2) Meningkatkan akses dan mutu pelayanan kesehatan.
3) Meningkatkan kemampuan perlindungan, deteksi dini, dan
penanggulangan penyakit menular dan tidak menular.
4) Meningkatkan jejaring kemitraan di bidang kesehatan.

4.1.3. Keadaan Umum Kota Tangerang Selatan


Kota Tangerang Selatan terletak di bagian timur Provinsi
Banten yaitu pada titik koordinat 106 38 106 47 Bujur Timur
dan 06 13 30 06 22 30 Lintang Selatan. Secara
administratif, Kota Tangerang Selatan

terdiri dari 7 (tujuh)

kecamatan, 49 (empat puluh sembilan) kelurahan dan 5 (lima)


desa dengan luas wilayah 147,19 km2 atau 14.719 Ha.

52

Batas wilayah Kota Tangerang Selatan adalah sebagai


berikut :

Sebelah utara berbatasan dengan Provinsi DKI Jakarta & Kota


Tangerang.

Sebelah timur berbatasan dengan Provinsi DKI Jakarta &


Kota Depok.

Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Bogor & Kota


Depok.

Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Tangerang.

4.1.4. Wilayah Kerja


Pada awal pembentukan tahun 2009, Dinas Kesehatan Kota
Tangerang Selatan memiliki cakupan wilayah kerja yang tersebar
di 11 fasilitas pelayanan kesehatan di Kota Tangerang Selatan.
Kemudian pada beberapa tahun berikutnya, Dinas Kesehatan Kota
Tangerang Selatan terus mengalami pemekaran hingga sekarang
memiliki cakupan wilayah kerja menjadi 29 fasilitas pelayanan
kesehatan yang terdiri dari 25 puskesmas, 1 Rumah Sakit Umum
Daerah dan 3 klinik swasta (workplaces). Berikut ini adalah
gambaran wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan
berdasarkan persebaran puskesmas tahun 2013.

53

Bagan 4.1 Peta Kota Tangerang Selatan tahun 2013

Sumber : Profil Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan, 2013

Berdasarkan bagan 4.1 dapat diketahui bahwa Puskesmas


di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan
memiliki 25 Puskesmas terdiri dari 18 Puskesmas Perawatan dan
7 Puskesmas Non Perawatan dan 1 Rumah Sakit Umum Kota
Tangerang Selatan. Puskesmas tersebut tersebar di beberapa
kecamatan, yaitu:
a) Kecamatan Ciputat Timur terdapat 4 puskesmas.
b) Kecamatan Pamulang terdapat 3 puskesmas.
c) Kecamatan Ciputat 4 terdapat puskesmas.
d) Kecamatan Pondok Aren terdapat 6 puskesmas.
e) Kecamatan Serpong Utara terdapat 2 puskesmas.
f) Kecamatan Setu terdapat 3 puskesmas.
g) Kecamatan Serpong terdapat 3 puskesmas.

54

4.1.5. Kependudukan
Berdasarkan data laporan tahunan di Dinas Kesehatan
Kota Tangerang Selatan tahun 2013, diketahui bahwa jumlah
penduduk di Kota Tangerang Selatan adalah sebagai berikut.
Tabel 4.1 Jumlah Penduduk di Kota Tangerang Selatan tahun
2013

No

Nama Puskesmas

Jumlah Penduduk

Setu

21.676

Kranggan

24.907

Bhakti Jaya

25.875

Serpong I

31.008

Serpong II

38.665

Rawa Buntu

80.454

Pamulang

Pondok Benda

Benda Baru

10

Ciputat

58.739

11

Kampung Sawah

66.496

12

Jombang

52.214

13

Situ Gintung

32.846

14

Ciputat Timur

68.844

15

Pisangan

68.725

16

Pondok Ranji

31.745

161.386

55

39.625
112.201

17

Rengas

26.334

18

Pondok Aren

43.376

19

Jurang Mangu

88.956

20

Parigi

28.558

21

Pondok Betung

81.748

22

Pondok Pucung

29.893

23

PondokKacang Timur

59.089

24

Pondok Jagung

61.336

25

Paku Alam

77.069

Kota Tangerang Selatan

1.411.765

Sumber : Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan, 2014

Berdasarkan tabel 4.1 dapat diketahui bahwa jumlah


penduduk di Kota Tangerang Selatan adalah 1.367.185. Adapun
jumlah penduduk tertinggi berada di wilayah kerja Puskesmas
Pamulang. Sedangkan jumlah penduduk terendah berada di
wilayah kerja Puskesmas Bhakti Jaya.

4.1.6. Sumber Daya Kesehatan


Keberhasilan suatu institusi atau organisasi ditentukan oleh
dua faktor yaitu sumber daya manusia dan sarana prasarana. Dari
kedua faktor tersebut, faktor sumber daya manusia lebih penting
daripada sarana prasana pendukung karena secanggih apapun
fasilitas pendukung yang dimiliki suatu organisasi atau institusi,
tanpa ada sumber daya manusia yang memadai baik kuantitas
maupun kualitas, niscaya organisasi tersebut tidak dapat berhasil
mewujudkan visi dan misi organisasi (Notoatmodjo, 2007). Berikut

56

ini adalah tenaga kesehatan, sarana dan prasarana yang terdapat di


Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan tahun 2013.
1. Tenaga Kesehatan
Dalam

penyelenggaraan

pembangunan

kesehatan,

sumber daya manusia kesehatan merupakan subyek sekaligus


obyek pembangunan kesehatan. Kinerja puskesmas sebagai
ujung tombak pelayanan kesehatan sangat dipengaruhi oleh
ketersediaan sumber daya tenaga kesehatan (Dinkes Tangsel,
2012).
Berdasarkan laporan tahunan 2013, diketahui bahwa
tenaga kesehatan di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan
berjumlah 710 orang yang tersebar di setiap Puskesmas. Tenaga
kesehatan tersebut terdiri dari:
1) Bidan sebanyak 247 orang.
2) Dokter umum sebanyak 66 orang.
3) Dokter gigi sebanyak 43 orang.
4) Perawat sebanyak 108 orang.
5) Perawat gigi sebanyak 15 orang.
6) Petugas gizi sebanyak 8 orang.
7) Kesehatan masyarakat sebanyak 6 orang.
8) Kesehatan lingkungan sebanyak 5 orang.
9) Asisten apoteker sebanyak 8 orang.
10) Apoteker sebanyak 3 orang.
11) Analis sebanyak 20 orang.
12) Pshycoterapis sebanyak 4 orang.
13) Non kesehatan sebanyak 177 orang.
Dari penjabaran tersebut, dapat diketahui bahwa jumlah
tenaga kesehatan yang paling banyak adalah tenaga bidan

57

sedangkan jumlah tenaga kesehatan yang paling sedikit adalah


tenaga apoteker.

2. Sarana dan Prasarana Kesehatan


Berikut ini adalah sarana dan prasarana kesehatan yang
terdapat di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan.

Tabel 4.2 Sarana dan Prasarana Kesehatan di Dinas


Kesehatan Kota Tangerang Selatan tahun 2013
Jenis Sarana dan Prasarana

Jumlah

Rumah Sakit

22

Puskesmas

25

Puskesmas dengan tempat perawatan

Puskesmas pembantu

13

Tempat tidur puskesmas perawatan

99

Balai pengobatan swasta

287

Praktek dokter umum swasta

287

Praktek dokter gigi swasta

125

Praktek dokter spesialis

107

Praktek bidan swasta

63

Laboratorium Klinik Swasta

30

Optik

42

Apotik

75

Toko Obat berizin

47

Industri kecil obat tradisional

Rumah bersalin swasta

33

Pengobatan tradisional

31

Puskesmas keliling

25

58

Sumber : Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan, 2014

Dari tabel 4.2 diketahui bahwa jenis sarana dan


prasarana yang terbanyak di Dinas Kesehatan Kota Tangerang
Selatan adalah balai pengobatan swasta dan praktek dokter
swasta. Sedangkan jenis sarana dan prasarana yang paling
sedikit adalah industri kecil obat tradisional.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Wasor TB,
diketahui bahwa seluruh puskesmas di wilayah kerja Dinas
Kesehatan Kota Tangerang Selatan memiliki kelengkapan
dalam segi pemeriksaan mikroskopis laboratorium. Oleh karena
itu, seluruh puskesmas dikatogerikan sebagai Puskesmas
Pelaksana Mandiri (PPM). Menurut Kemenkes RI (2011), PPM
adalah puskesmas yang memiliki laboratorium mikroskopis TB
yang berguna untuk melakukan pelayanan mikroskopis TB.

4.1.7. Pembiayaan Kesehatan


Menurut Muninjaya (2011), ada empat sumber utama
untuk membiayai pelayanan kesehatan, yaitu:
1. Pemerintah yang berasal dari APBN, APBD provinsi, dan
APBD kanupaten/kota.
2. Swasta, yang berasal dari investasi langsung oleh pihak
swasta.
3. Masyarakat

melalui

pembayaran

langsung

atau

yang

terhimpun oleh perusahaan asuransi.


4. Hibah atau pinjaman luar negeri.
Berdasarkan laporan tahun 2013, pembiayaan kesehatan di
Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan bersumber dari APBD
Kota Tangerang Selatan dan APBN, serta dana hibah dari Global

59

Fund. Berikut adalah sumber pembiayaan kesehatan Kota


Tangerang Selatan.
Tabel 4.3 Sumber Pembiayaan di Dinas Kesehatan Kota
Tangerang Selatan tahun 2013
No.

Sumber Pembiayaan

Alokasi Anggaran Kesehatan

Anggaran bersumber dari:


1.

APBD Kab/Kota

250.305.182.485

a. Belanja Langsung

224.422.191.950

b. Belanja Tidak Langsung

25.882.990.535

2.

APBD Provinsi

3.

APBN :

8.192.337.400

Total Anggaran Kesehatan

508.802.702.370

Sumber : Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan, 2014

4.2. Gambaran Morbiditas dan Mortalitas Penyakit Tuberkulosis di Kota


Tangerang Selatan
Angka kematian dan kesakitan merupakan indeks kesehatan yang
penting untuk menentukan derajat kesehatan masyarakat (Budiarto, 2002).
Menurut (Timmreck, 2004) morbiditas (kesakitan) adalah derajat sakit,
cedera, atau gangguan pada suatu populasi. Sedangkan mortalitas adalah
istilah yang berarti kematian, atau menjelaskan kematian dan isu-isu
yang terkait.
Berdasarkan Depkes RI (2006), untuk mengetahui prediksi
jumlah kasus dalam tahun berjalan, dapat digunakan analisis trend
tahunan, yaitu dengan mempelajari periode peak seasional kasus. Berikut
ini adalah grafik jumlah kasus dan kematian akibat penyakit tuberkulosis
di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota tahun 2009 2013.

60

Grafik 4.1 Jumlah Kasus dan Kematian Akibat Penyakit


Tuberkulosis di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kota Tangerang
Selatan tahun 2009-2013

Jumlah Kasus dan Kematian Akibat Penyakit


Tuberkulosis di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota
Tangerang Selatan tahun 2009-2013
2000
1852

1825

1500
1183
1000

1228

1094

Jumlah Kasus
Jumlah
Kematian

500
0

18
2009

16
2010

9
2011

44
2012

13
2013

Sumber : Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan, 2014


Dari grafik 4.1 dapat diketahui bahwa jumlah kasus penyakit TB
mengalami kenaikan dari tahun 2011 sampai dengan tahun 2012. Namun
pada tahun 2013, jumlah kasus penyakit TB mengalami penurunan
walaupun tidak terlalu drastis. Hal ini juga sama pada jumlah kematian
akibat penyakit TB di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota Tangerang
Selatan. Jumlah kematian ini mengalami kenaikan dari tahun 2011 sampai
dengan tahun 2012. Namun mengalami penurunan di tahun 2013.
Menurut Kemenkes RI (2011), ada beberapa penyebab utama
meningkatnya beban masalah TB, antara lain sebagai berikut.
1. Kemiskinan pada berbagai kelompok masyarakat.
2. Kegagalan program TB selama ini yang diakibatkan oleh tidak
memadainya komitmen politik dan pendanaan, tidak memadainya

61

organisasi pelayanan TB, tidak memadaianya tatalaksana kasus, dan


lain-lain.
3. Perubahan demografi karena meningkatnya penduduk dunia dan
perubahan struktur umur kependudukan.
4. Adanya dampak pandemi dari penyakit HIV.

Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan


(2014), dari tahun 2009 jumlah penduduk di wilayah kerja Dinas
Kesehatan Kota Tangerang Selatan mengalami peningkatan dan mencapai
klimaksnya pada tahun 2012. Oleh karena itu, faktor perubahan demografi
penduduk dapat menjadi suatu indikasi meningkatnya jumlah kasus dan
jumlah kematian akibat TB di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota
Tangerang Selatan.
Hal tersebut didukung oleh data dari Dinas Kesehatan Kota
Tangerang Selatan (2014) yang menunjukkan bahwa setiap tahunnya,
Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan mengalami pemekaran wilayah
kerja. Wilayah tersebut teridentifikasi dari cakupan wilayah kerja UPK
(Unit Pelayanan Kesehatan) di Kota Tangerang Selatan. Awal berdiri
(tahun 2009), wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan
hanya mencakup 11 UPK. Tahun berikutnya meningkat menjadi 13 UPK
dan pada tahun 2011 menjadi 27 UPK. Kemudian pada tahun 2012
menjadi 28 UPK dan pada tahun 2013 jumlah UPK di wilayah kerja Dinas
Kesehatan Kota Tangerang Selatan sebanyak 33 UPK.

4.2.1. Distribusi Penyakit Berdasarkan Orang, Tempat, dan Waktu


Frekuensi dan distribusi masalah kesehatan (khususnya
penyakit) pada umumnya bervariasi menurut karakteristik orang
(person), tempat (place), dan waktu (time) (Bustan, 2006). Berikut
adalah distribusi penyakit tuberkulosis berdasarkan karakteristik
orang, tempat dan waktu

62

a. Orang (Person)
Person adalah karakteristik dari individu yang
mempengaruhi keterpaparan yang mereka dapatkan dan
suskeptibilitasnya terhadap penyakit. Karakteristik dari person
bisa berupa faktor genetik, umur, jenis kelamin, pekerjaan,
kebiasaaan, dan status sosial-ekonomi (Bustan, 2006).
Berdasarkan karakteristik orang, mayoritas penduduk
yang mengalami penyakit tuberkulosis (TB) di wilayah kerja
Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan pada tahun 2009 2013 adalah laki laki yaitu sebesar 57%. Kemudian
berdasarkan kategori umur, penyakit ini mayoritas menyerang
orang dewasa yaitu sebesar 25% pada kisaran umur 25 34
tahun. Berikut adalah adalah bagan distribusi penyakit TB
berdasarkan kategori jenis kelamin dan umur di Dinas
Kesehatan Kota Tangerang Selatan tahun 2009 - 2013.
Bagan 4.2 Distribusi Penyakit Tuberkulosis menurut Jenis Kelamin dan
Umur di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan tahun 2009-2013
Distribusi Penyakit
Tuberkulosis menurut Jenis
Kelamin di Dinas Kesehatan
Kota Tangerang Selatan tahun
2009 - 2013

Distribusi Penyakit Tuberkulosis


menurut Umur di Dinas Kesehatan Kota
Tangerang Selatan tahun 2009 - 2013

4%

Laki - Laki

Perempuan

5%

0 - 5 tahun

5%

5 - 14 tahun

10%
20%

13%

43%

15 - 24 tahun
25 - 34 tahun

18%

57%

25%

35 - 44 tahun
45 - 54 tahun
55 - 65 tahun
> 66 tahun

Sumber : Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan, 2014

63

b.

Tempat (Place)
Perbedaan

distribusi

penyakit

menurut

tempat

memberikan petunjuk pola perbedaan penyakit yang dapat


menjadi pegangan dalam mencari faktor-faktor lain yang
belum diketahui (Bustan, 2006). Berikut ini adalah distribusi
kasus TB berdasarkan Unit Pelayanan Kesehatan di Wilayah
Kerja Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan tahun 2013.

Grafik 4.2 Distribusi Penyakit Tuberkulosis Berdasarkan Unit Pelayanan


Kesehatan di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan
tahun 2013

400

361

350

250
200
150
100
50

10094

96
63

82 88 74

53 51

65
31

56

36 35

26
0

36 27

50
17

80

68
28

42

45 55

29

29

8 0 0 0 0 0

Serpong I
Pondok Jagung
Ciputat
Kampung Sawah
Jombang
Pondok Aren
Pamulang
Ciputat Timur
Jurang Manggu
Setu
LKC
Kranggan
Parigi
PT. Indah Kiat
PT. Pratama
Pondok Benda
Benda Baru
Situ Gintung
Pondok Ranji
Pisangan
Rengas
Pakualam
Pondok Pucung
Pondok Betung
Pondok Kacang
Serpong II
Rawa Buntu
Bhakti Jaya
RSUD Kota Tangsel
RS Eka Hospital
Premiere Bintaro
RS Sari Asih Ciputat
RS OMNI
RS Medika
Klinik Rahma Medika

Jumlah Kasus

300

Unit Pelayanan Kesehatan

Sumber : Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan, 2014

64

Berdasarkan grafik 4.2 diketahui bahwa jumlah kasus


TB terbanyak di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota
Tangerang Selatan tahun 2013 terdapat di RSUD Kota
Tangerang Selatan yaitu sebesar 361 kasus. Sedangkan di
beberapa Rumah Sakit atau Klinik Swasta seperti RS Eka
Hospital, RS Sari Asih Ciputat, RS OMNI, RS Medika dan
Klinik Rahma Medika, tidak ditemukan kasus TB. Menurut
hasil wawancara dengan wasor TB Dinas Kesehatan Kota
Tangerang Selatan, diketahui bahwa ada kendala dari
pencatatan dan pelaporan kasus TB di Rumah Sakit dan Klinik
Swasta tersebut sehingga data kasus TB tidak terlaporkan ke
Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan.

c.

Waktu
Waktu kejadian penyakit dapat dinyatakan dalam jam,
hari, bulan, atau tahun. Informasi waktu bisa menjadi pedoman
tentang kejadian yang timbul dalam masyarakat. Mempelajari
panjangnya waktu berguna untuk mengkaitkan dengan
terjadinya perubahan angka kesakitan (Bustan, 2006).
Penemuan kasus merupakan langkah pertama dalam
kegiatan tatalaksana pasien TB. Penemuan dan penyembuhan
pasien TB menular secara bermakna akan dapat menurunkan
kesakitan dan kematian akibat TB sekaligus merupakan
kegiatan pencegahan penularan TB yang paling efektif di
masyarakat (Kemenkes RI, 2011).
Berdasarkan indikator pengendalian TB, diketahui
bahawa indikator Angka Notifikasi Kasus (Case Notification
Rate)

merupakan

angka

berguna

untuk

menunjukkan

kecenderungan (trend) meningkat atau menurunnya penemuan

65

pasien pada wilayah tertentu karena apabila dikumpulkan


secara serial, angka ini akan menggambarkan kecenderungan
penemuan kasus dari tahun ke tahun di wilayah tertentu
(Kemenkes RI, 2011). Dari penjabaran tersebut, berikut ini
adalah grafik mengenai Pola Penemuan Kasus (Case
Notification Rate) Penyakit Tuberkulosis di Kota Tangerang
Selatan tahun 2009 2013.

Grafik 4.3 Pola Penemuan Kasus (Case Notification Rate) Penyakit


Tuberkulosis Berdasarkan Puskesmas di Kota Tangerang Selatan
tahun 2009 - 2013 (per 100.000 penduduk)
900
800

123

700
600
500
400
300
200
100

32 117

129

127

144

59
59

34

112

88 81

45 20

72
68 14 40

22

33

24

36

34

Serpong I
Pondok Jagung
Ciputat
Kampung Sawah
Jombang
Pondok Aren
Pamulang
Ciputat Timur
Jurang Manggu
Setu
Kranggan
Parigi
Pondok Benda
Benda Baru
Situ Gintung
Pondok Ranji
Pisangan
Rengas
Pakualam
Pondok Pucung
Pondok Betung
Pondok Kacang Timur
Serpong II
Rawa Buntu
Bhakti Jaya

19 57

Sumber : Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan, 2014

Berdasarkan grafik 4.3 diketahui bahwa pada tahun 2013


terjadi peningkatan penemuan kasus TB pada setiap Puskesmas
di Kota Tangerang Selatan jika dibandingkan dengan tahun
tahun sebelumnya. Menurut Kemenkes RI (2011), penemuan

66

2013
2012
2011
2010
2009

kasus TB merupakan strategi yang efektif dan efisien untuk


mencegah penularan penyakit TB di masyarakat.

4.2.2. Distribusi Penyakit Tuberkulosis Berdasarkan Klasifikasi


Riwayat Pengobatan
Berdasarkan Kemenkes RI (2011), klasifikasi penyakit
TB berdasrkan riwayat pengobatan ,yaitu:
1) Kasus baru, yaitu pasien yang belum pernah diobati dengan
OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu
bulan (4 minggu).
2) Kasus kambuh (Relaps), yaitu pasien tuberkulosis yang
sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan
telah

dinyatakan

sembuh

atau

pengobatan

lengkap,

didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau


kultur).
3) Kasus setelah putus berobat (Default), yaitu pasien yang
telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan
BTA positif.
4) Kasus setelah gagal (Failure), yaitu pasien yang hasil
pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi
positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
5) Kasus

Pindahan

(Transfer

In),

yaitu

pasien

yang

dipindahkan dari UPK yang memiliki register TB lain untuk


melanjutkan pengobatannya.
6) Kasus lain, yaitu semua kasus yang tidak memenuhi
ketentuan diatas. Dalam kelompok ini termasuk kasus
kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA
positif setelah selesai pengobatan ulangan.
Berikut ini adalah grafik distribusi klasifikasi
penyakit tuberkulosis tahun 2013 yang diperoleh dari data
67

laporan Program Pengendalian Penyakit TB di Dinas


Kesehatan Kota Tangerang Selatan.

Grafik 4.4 Distribusi Klasifikasi Penyakit


Tuberkulosis Di Dinas Kesehatan Kota Tangerang
Selatan tahun 2013
900
800
700

Jumlah Kasus

600
500
400
300
200
100
0
Kasus Kambuh TB Default Pindah
Baru
Ekstra
Paru

Gagal Lain-lain

Klasifikasi Kasus

Sumber : Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan, 2014

Berdasarkan grafik 4.4 diketahui bahwa klasifikasi kasus


TB tertinggi di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota Tangerang
Selatan adalah kasus baru yaitu sebesar 847 kasus. Sedangkan
klasifikasi kasus yang terendah adalah kasus gagal. Jika dilihat dari
jumlah kasus baru dan dibandingkan dengan klasifikasi kasus yang
lainnya, dapat disimpulkan bahwa kegiatan penemuan kasus baru

68

penyakit TB di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan sudah


berjalan di Kota Tangerang Selatan.
Namun berdasarkan hasil wawancara oleh wasor TB Dinas
Kesehatan Kota Tangerang Selatan, diketahui bahwa salah satu
kendala dalam kegiatan penemuan kasus di lapangan (fasilitas
pelayanan kesehatan) adalah dalam menindaklanjuti kasus
pindahan (transfer in). Menurut beliau, kendala tersebut dapat
menyebabkan hasil pengobatan, kesembuhan, dan angka konversi
menjadi bermasalah. Maka perlu dilakukannya pencatatan yang
lebih terperinci mengenai klasifikasi penyakit TB terutama pada
kasus pindahan yang terdapat di setiap fasilitas pelayanan
kesehatan di Kota Tangerang Selatan.

4.3. Program Pengendalian Penyakit Tuberkulosis di Dinas Kesehatan


Kota Tangerang Selatan
4.3.1. Struktur Organisasi
Untuk dapat bekerja secara efektif dalam organisasi,
seseorang harus memiliki pemahaman tentang struktur organisasi,
Struktur organisasi adalah pola formal kegiatan dan hubungan di
antara berbagai subunit dalam organisasi. Dengan memandang
bagan organisasi, seseorang hanya melihat suatu susunan posisi,
tugas-tugas pekerjaan dan garis wewenang dari bagian-bagian
dari oganisasi (Gibson, 1996).
Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan adalah salah
satu organisasi pelaksana program pengendalian penyakit
tuberkulosis di wilayah kota Tangerang Selatan. Berdasarkan
struktur organisasi yang terdapat di lampiran 1.1, diketahui bahwa
Kepala Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan membawahi
beberapa bidang. Salah satu bidang yang berhubungan dengan

69

program pengendalian penyakit tuberkulosis adalah Kepala


bidang Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.
Bidang tersebut membawahi 3 (tiga) Kepala seksi yaitu seksi
Pengendalian Penyakit, seksi, Surveilans dan Imunisasi, dan seksi
Kesehatan Lingkungan.
Seksi Program Pengendalian Penyakit melaksanakan 8
(delapan)

prioritas

program

pengendalian

penyakit,

yaitu

filariasis, DBD, HIV/AIDS, kusta, ISPA, diare, tuberkulosis, dan


penyakit tidak menular. Berikut ini adalah bagan struktur
organisasi dari Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan.
Berdasarkan hasil wawancara oleh wasor TB di Dinas
Kesehatan Kota Tangerang Selatan, diketahui bahwa pemegang
program pengendalian penyakit TB berjumlah 1 (satu) orang yang
juga merangkap sebagai wasor TB di Kota Tangerang Selatan.
Pada pelaksanaannya, beliau membawahi 29 UPK. Padahal
menurut Kemenkes RI (2012), setiap pemegang program TTB
membawahi 10-20 UPK.
Kemudian menurut Kemenkes RI (2011), setiap organisasi
pelaksana

tingkat

kabupaten/kota

memiliki

tim

DOTS.

Berdasarkan hasil wawancara oleh wasor TB, diketahui bahwa tim


DOTS TB berada di setiap fasilitas pelayanan kesehatan Kota
Tangerang Selatan. Tim DOTS tersebut terdiri dari 29 orang
dokter, 28 orang pengelola TB, dan 29 orang petugas laboratorium.
Dari 29 dokter, diketahui ada 1 dokter yang merangkap sebagai
pengelola program, yaitu di Puskesmas Pondok Betung. Selain itu,
berdasarkan hasil observasi diketahui bahwa ada beberapa
pengelola program TB yang juga mengelola program lain.

70

Berdasarkan penjabaran tersebut dapat diindikasikan bahwa


masih kurangnya tenaga kesehatan di Kota Tangerang Selatan
terutama dalam program pengendalian TB.
4.3.2. Tujuan Program
Suatu program dikatakan baik apabila memiliki tujuan
yang jelas dan operasional. Tujuan program adalah hasil akhir
sebuah kegiatan. Tujuan program ini dipakai untuk mengukur
keberhasilan kegiatan program (Muninjaya, 2004). Menurut
Kemenkes RI (2011), tujuan yang akan dicapai ditetapkan
berdasar kurun waktu dan kemampuan tertentu. Tujuan ini
dibedakan menjadi :
1.

Tujuan Umum, biasanya cukup satu dan tidak terlalu spesifik.

2.

Tujuan khusus, penjabaran dari tujuan umum yang dipecah


menjadi beberapa tujuan khusus yang lebih spesifik dan
terukur.
Secara umum, tujuan program pengendalian tuberkulosis

adalah sebagai berikut.


A.

Tujuan Umum
Tujuan umum adalah suatu tujuan yang masih
bersifat umum dan masih dapat dijabarkan ke dalam tujuantujuan khusus dan pada umum masih bersifat abstrak
(Notoatmodjo, 2007). Terkait kendala telaah dokumen
mengenai tujuan program, maka dilakukan wawancara ke
dua orang informan yang berhubungan dengan program
pengendalian penyakit, yaitu Kepala Seksi Program
Pengendalian dan wasor program TB.
Berdasarkan hasil wawacara oleh Kepala Seksi
Program Pengendalian Penyakit, dapat diketahui bahwa
tujuan umum dari program pengendalian TB adalah
71

menurunkan angka prevalensi kasus TB di masyarakat. Hal


ini dapat terlihat dari hasil transkrip wawancara oleh
Kepala Seksi Program Pengendalian Penyakit.
Tujuan umumnya menurunkan angka prevalensi TB
yang ada di masyarakat.
(M.R. Kepala Seksi P2P)

Sebenarnya

menurut

Kepala

Seksi

Program

Pengendalian Penyakit, tujuan umum ini ada di setiap


laporan

tahunan

namun

tujuan

tersebut

merupakan

gabungan dengan program yang lainnya. Pada saat hal ini


diklarifikasikan ke wasor program TB, pihak wasor
program

TB

membenarkan

mengenai

penggabungan

tersebut.
iya, tujuan umum program pengendalian TB gabung
dengan tujuan bidang P2PL namun secara garis besar, tujuan
program pengendalian TB mengikuti tujuan nasional yaitu
memutuskan mata rantai penularan dan menyembuhkan pasien
tuberkulosis.
(H.M. Wasor TB)
B. Tujuan Khusus
Tujuan khusus adalah tujuan-tujuan yang dijabarkan
dari tujuan umum. Tujuan khusus merupakan jembatan untuk
tujuan umum, artinya tujuan umum yang ditetapkan akan
tercapai

apabila

tujuan-tujuan

khususnya

tercapai

(Notoatmodjo, 2007). Sama halnya dengan tujuan umum, data


terkait tujuan khusus ini juga tidak dapat diperoleh. Namun
berdasarkan hasil wawancara oleh Kepala Seksi Program

72

Pengendalian Penyakit, diketahui bahwa tujuan khusus dari


program pengendalian penyakit TB antara lain.
1. Meningkatkan penemuan kasus baru.
2. Meningkatkan angka kesembuhan.
3. Menurunkan angka kekebalan kuman terhadap antibiotik
sehingga mencegah terjadinya MDR TB.
4. Menekan angka kekambuhan.
Berikut ini adalah hasil transkrip wawancara oleh
Kepala Seksi Program Pengendalian Penyakit.
Pertama, menigkatkan penemuan kasu baru. Yang
kedua meningkatkan angka kesembuhan. Menurunkan angka
kekebalan kuman terhadap antibiotik supaya tidak terjadi
MDR, tau?! Kemudian menekan angka kekambuhan. Sudah.
(M.R. Kepala Seksi P2P)

Menurut Kemenkes RI (2011) dan Muninjaya (2004),


ada beberapa kirteria yang diperlukan dalam menetapkan tujuan
antara lain :
a) Terkait dengan masalah (Specific), yaitu jelas sasarannya
dan mudah dipahami oleh staf pelaksana.
b) Terukur (Measurable), yaitu dapat diukur kemajuannya.
c) Dapat dicapai (Achievable), yaitu sesuai dengan strategi
nasional, tujuan program, dan visi/misi institusi dan
sebagainya.
d) Relevan (Realistic), yaitu dapat dilaksanakan sesuai
dengan fasilitas dan kapasitas organisasi yang tersedia.
e) Memiliki Target waktu (Timebound), yaitu sumber daya
dapat dialokasikan dan kegiatan dapat direncanakan untuk
mencapai tujuan program sesuai dengan target waktu yang
telah ditetapkan.

73

Tabel 4.5
Identifikasi Tujuan Program Pengendalian Penyakit Tuberkulosis di Dinas Kesehatan Kota Tangerang
Selatan tahun 2013 berdasarkan Kriteria SMART (Kemenkes RI, 2011)

Tujuan Umum

Tujuan Khusus

Kriteria SMART

Kesesuaian

berdasarkan Kemenkes RI (2011)


Menurunkan angka

Meningkatkan penemuan kasus TB Terkait dengan masalah (Spesific)

Sesuai

prevalensi kasus TB di baru.

Terukur (measurable)

Sesuai

masyarakat

Dapat dicapai (appropriate)

Sesuai

Relevan atau rasional (realistic)

Sesuai

Meningkatkan angka kesembuhan.

Menurunkan angka kekebalan kuman

74

Memiliki target waktu (timebound)

Belum Sesuai

Terkait dengan masalah (Spesific)

Sesuai

Terukur (measurable)

Sesuai

Dapat dicapai (appropriate)

Sesuai

Relevan atau rasional (realistic)

Sesuai

Memiliki target waktu (timebound)

Belum Sesuai

Terkait dengan masalah (Spesific)

Sesuai

terhadap antibiotik sehingga mencegah Terukur (measurable)


terjadinya MDR TB.

Dapat dicapai (appropriate)

Menekan angka kekambuhan.

Sesuai

Relevan atau rasional (realistic)

Belum Sesuai

Memiliki target waktu (timebound)

Belum Sesuai

Terkait dengan masalah (Spesific)

Sesuai

Terukur (measurable)
Dapat dicapai (appropriate)

75

Belum sesuai

Belum Sesuai
Sesuai

Relevan atau rasional (realistic)

Belum Sesuai

Memiliki target waktu (timebound)

Belum Sesuai

Berdasarkan

tabel

4.5

mengenai

tujuan

Program

Pengendalian Penyakit Tuberkulosis di Dinas Kesehatan Kota


Tangerang Selatan tahun 2013 dengan kriteria SMART, diketahui
bahwa terdapat beberapa tujuan yang belum sesuai, yaitu:
1. Pada tujuan kusus meningkatkan penemuan kasus TB baru
dan Meningkatkan angka kesembuhan
Pada dua tujuan khusus ini, ketidaksesuaian tersebut
terletak pada batasan waktu tujuan tersebut akan terlaksana.
Hal ini diketahui dari hasil wawancara oleh wasor TB yang
tidak mengetahui mengenai batasan waktu tersebut.
2. Pada tujuan kusus menurunkan angka kekebalan kuman
terhadap antibiotik (MDR)
Berdasarkan Pedoman Pengendalian TB (Kemenkes
RI, 2011), masalah pengendalian TB MDR sudah menjadi
strategi nasional di Indonesia tahun 2010 2014. Dari hasil
diskusi oleh Bapak Solah Imari, diketahui bahwa pengukuran
penurunan angka kekebalan kuman dilakukan secara langsung
oleh program pengendalian TB di tingkat nasional. Jadi, pihak
Dinas Kesehatan melakukan pengukuran secara tidak langsung
yaitu dengan menjamin pengobatan pasien secara tuntas
sampai sembuh. Oleh karena itu, berdasarkan hasil observasi
dan telaah dokumen kegiatan program pengendalian TB, tidak
ditemukan kegiatan yang menjurus ke dalam kegiatan untuk
menurunkan angka MDR serta tidak ditemukan batasan waktu
pelaksanaannya.
3. Pada tujuan khusus menekan angka kekambuhan
Sama halnya dengan penjabaran sebelumnya, angka
kekambuhan tidak dapat diukur karena tidak ada indikator
terkait hal tersebut. Selain itu, dalam segi relevansi, tujuan
khusus ini belum sesuai dalam pelaksanaannya karena
berdasarkan hasil observasi, kapasitas tenaga kesehatan di

76

wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan masih


terbilang sedikit. Dalam segi batasan waktu, tujuan khusus ini
belum menjabarkan batasan waktu pelaksanaan tujuan
tersebut.
Oleh karena itu, perlu ditinjau kembali beberapa tujuan
khusus agar dalam setiap pelaksanaan dapat terukur, ada batasan
waktu, dan sesuai dengan kapasitas tenaga kesehatan di wilayah
Kerja Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan.

4.3.3. Sasaran Program


Sasaran adalah kelompok masyarakat tertentu yang akan
digarap oleh program yang direncanakan tersebut (Notoatmodjo,
2004). Menurut Kemenkes RI (2011), penetapan sasaran dan
target program pengendalian TB terbagi menjadi:
a) Sasaran wilayah, ditetapkan dengan memperhatikan besaran
masalah, daya ungkit, dan kesiapan daerah.
b) Sasaran penduduk, yaitu seluruh penduduk di wilayah
tersebut.
c) Penetapan target, yaitu dengan memperkirakan jumlah pasien
TB baru yang ada di suatu wilayah yang ditetapkan secara
nasional.
Menurut Kepala Seksi Program Pengendalian Penyakit,
sasaran program pengendalian penyakit tuberkulosis di Dinas
Kesehatan Kota Tangerang Selatan, yaitu:
1.

Sasaran wilayah adalah Kota Tangerang Selatan.

2. Sasaran penduduk adalah seluruh masyarakat.


3. Penetapan target adalah 70% penemuan kasus baru (CDR)
dan 85% kesembuhan (SR).

77

4.3.4. Strategi Program


Menurut Mintzberg, strategi adalah pola (strategy is
patern) yang selanjutnya disebut sebagai intended strategy
karena belum terlaksana dan berorientasi ke masa depan. Selain
itu, strategi program bisa disebut juga sebagai realized strategy
karena telah dilakukan oleh organisasi (Suryana, 2010).
Menurut Kepala Seksi Program Pengendalian Penyakit,
strategi Program Pengendalian Penyakit TB di Dinas Kesehatan
Kota Tangerang Selatan mengikuti strategi pelayanan DOTS yang
diarahkan oleh WHO dan Kementerian Kesehatan RI. Hal
tersebut sesuai dengan salah satu isi dari Keputusan Menteri
Kesehatan

RI

Nomor

364/Menkes/SK/V/2009,

yaitu

penanggulangan TB dilaksanakan dengan menggunakan strategi


DOTS (Depkes RI, 2009).

4.3.5. Pelaksanaan Kegiatan Program


Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan adalah salah
satu organisasi pelaksana yang dikelompokkan dalam tingkat
kabupaten/kota. Oleh karena itu, kegiatan yang dilakukan oleh
Program Pengendalian Penyakit TB di Dinas Kesehatan Kota
Tangerang Selatan disesuaikan dengan aspek manajemen
program TB yang terdapat dalam Pedoman Pengendalian
Nasional Penyakit TB (Kemenkes RI, 2011), yang meliputi
perencanaan,

pelaksanaan,

pengembangan

sumber

daya

pencatatan
manusia,

dan

pelaporan,

pemantapan

mutu

laboratorium, pengelolaan logistik, monitoring dan evaluasi, serta


kegiatan penunjang seperti promosi, kemitraan, dan penelitian.
Setelah menyusun rencana, langkah selanjutnya adalah
meelaksanakan rencana yang sudah disusun (Azwar, 2010).

78

Berdasarkan hasil wawacara oleh wasor TB, didapatkan bahwa


pelaksanaan program pengendalian penyakit TB di Dinas
Kesehatan Kota Tangerang Selatan adalah sebagai berikut.

1. Perencanaan program Tuberkulosis


Perencanaan adalah suatu rangkaian kegiatan yang
sistematis

untuk menyusun recana berdasarkan kajian rinci

tentang keadaan masa kini dan perkiraan keadaan yang akan


muncul di masa mendatang berdasarkan pada fakta dan bukti
(Kemenkes RI, 2011). Berdasarkan hasil wawancara yang
dilakukan oleh wasor TB, Setiap tahun di triwulan 4,
perencanaan program TB di Dinas Kesehatan Kota Tangerang
Selatan dibuat dengan melihat jumlah kasus penyakit TB pada
tahun sebelumnya. Perencanaan tersebut berupa Dokumen
Penggunaan Anggaran (DPA) yang berisi jadwal kegiatan
dalam satu tahun tersebut, biaya operasional di setiap kegiatan,
dan lain lain.
Berikut ini adalah hasil traskrip wawancara yang
dilakukan dengan Wasor TB.
Perencanaan program TB setiap tahun berubah sesuai
jumlah kasus TB. Perencanaan program itu berupa Dokumen
Penggunaan Anggaran yang mbak liat dulu.
(H.M. Wasor TB)

Menurut Kemenkes RI (2011), penyusunan perencanaan


dan penganggaran meliputi tahapan sebagai berikut.
1. Pengumpulan data

79

2. Analisis situasi
3. Menetapkan masalah prioritas dan pemecahannya
4. Menetapkan tujuan, sasaran, dan indikator
5. Menyusun rencana kegiatan penganggaran
6. Menyusun rencana pemantauandan evaluasi
Menurut Wasor TB, pelaksanaan kegiatan penyusunan
perencanaan dan penganggaran di Dinas Kesehatan Kota
Tangerang

Selatan

disesuaikan

dengan

tahapan

dari

Kemenkes RI tahun 2011 tersebut.

2. Surveilans Program Tuberkulosis


Surveilans adalah suatu rangkaian kegiatan mulai dari
pengumpulan data penyakit secara sistematik, lalu dilakukan
analisis

dan interpretasi

data, kemudian hasil

analisis

didesiminasi untuk kepentingan tindakan kesehatan masyarakat


dalam upaya menurunkan angka kesakitan dan kematian serta
untuk peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Ada 3 macam
metode surveilans TB, yaitu: Surveilans berdasarkan data rutin,
survei periodik / survei khusus, dan survei sentinel (Kemenkes
RI, 2011).
Berdasarkan hasil wawancara dengan Wasor TB,
diketahui bahwa metode surveilans yang digunakan adalah
surveilans rutin yang terbagi menjadi laporan per bulan dan
laporan per 3 bulan. Jenis data TB yang dikumpulkan oleh
Wasor TB sesuai dengan arahan dari Kemenkes RI yaitu terdiri
dari register TB Kabupaten (TB.03), laporan triwulan
Penemuan dan Pengobatan Pasien TB (TB.07), laporan
triwulan Hasil Pengobatan (TB.08), laporan triwulan Hasil
Konversi Dahak Akhir Tahap Intensif (TB.11), formulir

80

Pemeriksaan Sediaan untuk Uji silang dan Analisis Hasil Uji


silang Kabupaten (TB.12), laporan OAT (TB.13), data Situasi
Ketenagaan Program TB, dan Data Situasi Public-Private Mix
(PPM) dalam Pelayanan TB.
Dalam proses pengumpulan data, diketahui bahwa
proses pengumpulan data bukan berasal dari bagian Sumber
Daya Kesehatan namun meminta data tersebut langsung ke
setiap fasilitas pelayanan kesehatan. Padahal berdasarkan
tingkatnya di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan, proses
pengumpulan dimulai dari bidang Sumber Daya Kesehatan lalu
dikategorikan berdasarkan jenis program oleh pihak surveilans.
Setelah itu, data tersebut baru diberikan ke setiap program
untuk dianalisis.
Menurut

Wasor

TB,

terdapat

kesulitan

dalam

menganalisis data yang berasal dari pihak surveilans karena


karena pengumpulan data yang dilakukan tidak spesifik dengan
klasifikasi penyakit tuberkulosis. Oleh karena itu, pengumpulan
data dilakukan langsung oleh Wasor TB ke setiap fasilitas
pelayanan kesehatan di wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kota
Tangerang Selatan.

Dalam proses pengumpulan data, menurut Wasor TB,


terdapat beberapa kendala dalam kelengkapan dan ketepatan
laporan di setiap fasilitas pelayanan kesehatan terutama di
Rumah Sakit Swasta dan Klinik Swasta, yaitu tidak
ditemukannya kasus TB di beberapa Rumah Sakit Swasta dan
Klinik Swasta. Menurut Wasor TB, seluruh Rumah Sakit
Swasta di wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kota Tangerang
Selatan tidak melaporkan kasus TB karena tidak ada tenaga

81

kesehatan yang mencatat setiap kasusTB yang ada di instansi


tersebut.

3. Monitoring dan Evaluasi Program Tuberkulosis


Monitoring dan evaluasi merupakan bagian yang
penting dari proses manajemen karena dengan evaluasi akan
diperoleh umpan balik terhadap program atau pelaksanaan
kegiatan (Notoatmodjo, 2007). Berdasarkan hasil wawancara
dengan Wasor TB, diketahui bahwa monitoring dan evaluasi
diselenggarakan sebanyak 4 kali dalam setahun. Kegiatan
monev ini didanai oleh Global Fund dan APBD. Untuk monev
yang didanai oleh Global Fund, biasanya dilaksanakan pada
triwulan 1 dan triwulan 3. Sedangkan untuk monev yang
didanai oleh APBD, biasanya dilaksanakan pada triwulan 2 dan
triwulan 4. Berikut ini adalah hasil traskrip wawancara dengan
Wasor TB.
Monev setiap tahunnya dilakukan 4 kali. Triwulan 1
dan 3 didanai oleh Global Fund, triwulan 2 dan 4 didanai oleh
APBD.
(H.M. Wasor TB)
Tujuan

dari

monitoring

dan

evaluasi

Program

Pengendalian Penyakit Tuberkulosis di Dinas Kesehatan Kota


Tangerang Selatan adalah untuk mengetahui apakah kegiatan
program telah dilaksanakan sesuai dengan rencana kerja, serta
mengetahui hambatan dan masalah dalam pelaksanaannya.
Dalam pelaksanaannya, kegiatan monitoring dan
evaluasi yang dilakukan oleh Program Pengendalian Penyakit

82

Tuberkulosis di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan


meliputi:
a. Penjabaran mengenai program pengendalian TB dan
pencapaian indikator secara umum di Kota Tangerang
Selatan dan per fasilitas pelayanan kesehatan.
b. Penjabaran mengenai hasil supervisi yang dilakukan oleh
Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan ke seluruh
fasilitas pelayanan kesehatan.
c. Melakukan umpan balik terkait surveilans program TB,
kinerja pengelola Program TB, dan hasil dari uji silang
sediaan laboratorium

di setiap fasilitas pelayanan

kesehatan
d. Melakukan tindak lanjut terkait masalah yang ada di setiap
fasilitas pelayanan kesehatan.

Menurut Kemenkes RI (2011), seluruh kegiatan harus


dimonitor baik dari aspek masukan (input), proses, maupun
keluaran (output). Selain itu, program dievaluasi dengan
menilai sejauh mana tujuan dan target tercapai melalui
indikator TB. Jadi dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan
kegiatan monitoring dan evaluasi Program Pengendalian
Penyakit Tuberkulosis di Dinas Kesehatan Kota Tangerang
Selatan sudah sesuai dengan arahan dari Kemenkes RI.

4. Penyimpanan

dan

Pendistribusian

Logistik

Program

Tuberkulosis
Menurut Kemenkes RI (2011), penyimpanan dan
pendistribusian

logistik

adalah

salah

satu

bagian

dari

pengelolaan logistik. Berdasarkan wawancara dengan Wasor


TB, diketahui bahwa penyimpanan logistik dilakukan di dua

83

tempat yaitu di Instalasi farmasi dan Gudang yang berada di


Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan.
Menurut Kemenkes RI (2011), penyimpanan harus
memenuhi standar yang ditetapkan, yaitu:
1) Tersedia ruangan yang cukup untuk penyimpanan, tesedia
cukup

ventilasi,

sirkulasi

udara,

pengaturan

suhu,

penerangan, aan dari pencurian, kebakaran atau bencana


lainnya.
2) Keadaan tempat penyimpanan bersih, rak tidak berdebu,
lantai disapu dan tembok dalam keadaaan bersih.
3) Setiap penerimaan dan pengeluaran barang harus tercatat.
4) Penyimpanan obat harus disusun berdasarkan FEFO (First
Expired First Out), artinya obat yang kadaluarsanya lebih
awal diletakkan di depan agar dapat didistribusikan lebih
awal.
Menurut Wasor TB dan Kepala Seksi Pengendalian
Penyakit, salah satu kendala dalam Program Pengendalian TB
di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan, yaitu dalam
penyimpanan logistik TB. Menurut Wasor TB, banyak logistik
yang disimpan di gudang Dinas Kesehatan Kota Tangerang
Selatan. Padahal gudang tersebut tidak sesuai dengan standar
penyimpanan logistik dari Kemenkes RI.
Untuk pelaksanaan kegiatan pendistribusian logistik,
proses pendistribusian logistik yang dilakukan oleh Program
Pengendalian Penyakit TB di Dinas Kesehatan Kota Tangerang
Selatan sudah sesuai dengan arahan dari Kemenkes RI (2011),
yaitu:
1) Distribusi logistik khususnya obat mengacu pada prinsip
FEFO.
84

2) Sistem distribusi dapat dilakukan secara tarik dan dorong


(push and pull distribution) yaitu pusat ke gudang
kab/kota/propinsi melakukan pengiriman sesuai dengan
perencanaan tahunan (push) dan khusus buffer stock
dilakukan dengan permintaan (pull).

5. Pelatihan Program Tuberkulosis


Pelatihan merupakan salah satu upaya peningkatan
pengetahuan, sikap dan keterampilan petugas dalam rangka
meningkatkan mutu dan kinerja petugas (Kemenkes RI, 2011).
Berdasarkan hasil wawancara oleh Wasor TB, diketahui bahwa
pada tahun 2013 telah dilaksanakan kegiatan pelatihan yang
meliputi:

1) Pelatihan Program TB
Pelatihan program TB di Dinas Kesehatan Kota
Tangerang Selatan adalah kegiatan yang dilakukan untuk
memberikan pengetahuan mengenai program TB agar
langsung dapat diterapkan di fasilitas pelayanan kesehatan.
Kegiatan ini ditujukan untuk dokter, perawat, analis
laboratorium, dan apoteker terutama pengelola program
TB. Kegiatan ini tidak dilakukan langsung oleh Dinas
Kesehatan Kota Tangerang Selatan, namun dilakukan oleh
Dinas Kesehatan Propinsi Banten yang bersumber dana
dari hibah Global Fund.

Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kota


Tangerang Selatan tahun 2013, diketahui bahwa masih
banyak tenaga kesehatan program TB di fasilitas pelayanan
kesehatan yang belum melakukan pelatihan program TB.

85

Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kota Tangerang


Selatan (2013), diketahui bahwa sumber daya manusia
program TB Paru di fasilitas pelayanan kesehatan
berjumlah 90 orang yang terdiri dari dokter, perawat, dam
tenaga laboratorium. Dari jumlah tersebut, terdapat 76,7%
dokter penanggung jawab program TB dan 63,3% tenaga
laboratorium yang belum melakukan pelatihan terkait
program TB. Sedangkan perawat yang belum melakukan
pelatihan hanya 3,45%. Padahal menurut Kemenkes RI
(2011), peningkatan mutu dan kinerja petugas dapat
ditingkatkan

salah

satunya

dengan

cara

mengikuti

pelatihan.

2) On The Job Training


On The Job Training adalah kegiatan yang
dialakukan setelah mengikuti pelatihan sebelumnya, tetapi
masih ditemukan masalah dalam kinerjanya, dan cukup
diatasi hanya dengan dilakukan supervisi (Kemenkes RI,
2011). Dalam pelaksanaanya, kegiatan On The Job
Training di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Seltan
melakukan presentasi tentang pelaksanaan operasional
laboratorium yang meliputi pembuatan sediaan dahak yang
berkualitas sampai dengan cara penggunaan dan perawatan
mikroskop.
Kegiatan

ini

terlaksana

di

seluruh

fasilitas

pelayanan kesehatn di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota


Tangerang Selatan tahun 2013.

6. Supervisi

86

Supervisi adalah kegiatan yang sistematis untuk


meningkatkan

kinerja

petugas

dengan

mempertahankan

kompetensi dan motivasi petugas yang dilakukan secara


langsung. Kegiatan yang dilakukan selama supervisi adalah
observasi,

diskusi,

mendiskusikan

bantuan

permasalahan

teknis,

yang

bersama-sama

ditemukan,

mencari

pemecahan permasalahan bersama-sama, memberikan laporan


berupa hasil temuan serta memberikan rekomendasi dan saran
perbaikan (Kemenkes RI, 2011).
Berdasarkan hasil wawancara oleh Wasor program TB,
diketahui bahwa supervisi ini dilakukan 2 kali dalam setahun.
Pelaksanaan kegiatan ini biasanya dari Dinas Kesehatan Kota
Tangerang Selatan, bersama-sama dengan Dinas Kesehatan
Provinsi, dan Kementerian Kesehatan mendatangi salah satu
fasilitas pelayanan kesehatan. Kegiatan ini dilakukan dengan
cara mewawancarai dan melakukan observasi kepada pihak
pemegang program TB di fasilitas pelayanan kesehatan yang
sesuai dengan Daftar Tilik Supervisi Program Penanggulangan
TB Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan Ke Sarana
Pelayanan Kesehatan yang ada di lampiran 1.3. Kegiatan ini
terlaksana di seluruh fasilitas pelayanan kesehatn di wilayah
kerja Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan tahun 2013.

7. Manajemen Uji Silang Sediaan Laboratorium


Manajemen laboratorium TB meliputi beberapa aspek
yaitu; organisasi pelayanan laboratorium TB, sumber daya
laboratorium,

kegiatan

laboratorium,

pemantapan

mutu

laboratorium TB, keamanan dan kebersihan laboratorium, dan


monitoring (pemantauan) dan evaluasi (Kemenkes RI, 2011).

87

Berdasarkan hasil wawancara oleh Wasor program TB,


diketahui bahwa seluruh puskesmas yang ada di Kota
Tangerang Selatan dikategorikan sebagai Puskesmas Pelaksana
Mandiri sehingga proses pemeriksaan mikroskopis bisa
langsung dilakukan di setiap puskesmas. Namun salah satu
kendala di lapangan adalah kurangnya sumber daya tenaga
laboratorium yang berasal dari analis laboratorium.
Secara umum, kegiatan uji silang ini ditujukkan untuk
seluruh fasilitas pelayanan kesehatan di Kota Tangerang
Selatan. Kegiatan ini wajib dilakukan setiap bulannya oleh
setiap

fasilitas

pelayanan

kesehatan.

Namun

pada

pelaksanaannya, kegiatan uji silang sediaan ini tidak sesuai


dengan target. Pada tahun 2013 di triwulan 4 diketahui bahwa
dari 29 fasilitas pelayanan kesehatan Kota Tangerang Selatan,
hanya 22 fasilitas pelayanan kesehatan yang melakukan uji
silang sediaan laboratorium.
Dari seluruh kegiatan yang terdapat di lampiran 1.4,
diketahui bahwa secara pelaksanaan semua kegiatan tersebut
sudah terlaksana di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan
tahun 2013. Namun semua kegiatan tersebut tidak dianalisis lebih
lanjut mengenai tingkat keberhasilan pelaksanaan kegiatan yang
dilihat dari pencapaian indikator di setiap kegiatan dan tidak
dihubungkan dengan dengan pencapaian indikator Program
Pengendalian Penyakit Tuberkulosis di Dinas Kesehatan Kota
Tangerang Selatan.

4.3.6. Pencapaian Indikator Program


Menurut Kemenkes RI (2011), keberhasilan program
pengendalian penyakit tuberkulosis ditentukan dari pencapaian

88

beberapa indikator. Berikut beberapa indikator yang digunakan di


Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan, terutama di bagaian
Program

Pengendalian

Penyakit

Tuberkulosis

tahun

2013.

mengetahui

upaya

Indikator tersebut antara lain:


1) Angka Penjaringan Kasus
Angka

ini

digunakan

untuk

penemuan pasien dalam suatu wilayah tertentu dengan


memperhatikan kecenderungannya dari waktu ke waktu
(triwulan/tahunan) (Kemenkes RI, 2011). Berikut adalah
grafik angka penjaringan suspek di Kota Tangerang Selatan
tahun 2013.

Grafik 4.5 Angka Penjaringan Suspek di Kota Tangerang


Selatan tahun 2013
2000 1859
1800

1743

1600

1462

1425

Jumlah Kasus

1400
1200
1000
800
600

1058 1103

1090
827

824
546

400
200

609
470 477408
234 227
170113

Puskesmas

Sumber: Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan, 2014

89

619

583

208

344
234296
144
115

Berdasarkan grafik 4.5 diketahui bahwa angka


penjaringan suspek TB di Kota Tangerang Selatan sebesar
619 suspek per 100.000 penduduk. Angka penjaringan
tertinggi terdapat di puskesmas Setu yaitu sebesar 1859
suspek per 100.000 penduduk. Sedangkan angka penjaringan
terendah terdapat di puskesmas Pondok Ranji yaitu sebesar
113 suspek per 100.000 penduduk. Padahal berdasarkan
telaah dokumen, diketahui bahwa jumlah penduduk di
puskesmas Pondok Ranji hampir sama dengan jumlah
penduduk di Puskemas Serpong I yaitu 31.745 penduduk di
Puskesmas Pondok Ranji dan 31.008 penduduk di Puskesmas
Serpong I. Menurut hasil penelitian dari RYE, Saleh,
Hadiwijoyo (2009), diketahui bahwa petugas yang melakukan
penjaringan

suspek

TB

memiliki

peluang

8.92

kali

mendapatkan cakupan penemuan kasus yang tinggi.

2) Proporsi Pasien TB BTA Positif di antara Suspek


Menurut Kemenkes (2011), proporsi Pasien TB BTA
Positif di antara Suspek adalah suatu indikator yang dapat
menggambarkan mutu dari proses penemuan sampai diagnosis
pasien serta kepekaan menetapkan kriteria suspek. Berikut
tabel proporsi BTA positif di antara suspek di wilayah kerja
Dinas Kesehatan Tangerang Selatan tahun 2013. Berikut
adalah grafik proporsi BTA positif di antara suspek di Kota
Tangerang Selatan tahun 2013.

90

Grafik 4. 6 Proporsi Pasien TB Paru BTA Positif di antara


Suspek di Kota Tangerang Selatan tahun 2013 (%)

35 33
30
25
20
15

21
17 17

15 15 14

12 12 12 12

10

11 10 10 10

9 9 9 8 8 8
7 7 7 7 7 6 6

4
0

PISANGAN
PONDOK BETUNG
PONDOK JAGUNG
PONDOK RANJI
PAKU ALAM
PAMULANG
PONDOK PUCUNG
JOMBANG
PONDOK KACANG
PONDOK AREN
PONDOK BENDA
KRANGGAN
BHAKTI JAYA
JURANG MANGGU
SITU GINTUNG
RSU TANGSEL
RAWA BUNTU
SERPONG I
LKC
RENGAS
KAMPUNG SAWAH
CIPUTAT TIMUR
PARIGI
PT. PRATAMA
SETU
CIPUTAT
BENDA BARU
SERPONG II
RS EKA HOSPITAL
KLINIK RAHMA MEDIKA
KOTA TANGSEL

10

Sumber: Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan, 2014

Berdasarkan grafik 4.6 dapat diketahui bahwa dari 29


fasilitas pelayanan kesehatan di wilayah kerja Kota Tangerang
Selatan, terdapat 6 fasilitas pelayanan kesehatan yang
memiliki proporsi BTA Positif di antara suspek kurang atau
bahkan melampaui kisaran angka 5-15%. Angka yang kurang
atau terlalu kecil (<5%) yaitu RS Eka Hospital dan Klinik
Rahma Medika. Sedangkan angka yang terlalu besar (>15%)
yaitu Puskemas Pisangan, Pondok Betung, Pondok Jagung,
dan Pondok Ranji.
Menurut Kemenkes RI (2011), angka yang terlalu
rendah dari 5% menjadi suatu indikasi bahwa terjadi masalah

91

pada kriteria suspek yang terlalu longgar dan ada masalah


dalam pemeriksaan laboratorium (negatif palsu). Sedangkan
angka yang melampaui 15%, menjadi suatu indikasi bahwa
terjadi masalah kriteria suspek yang terlalu ketat dan ada
masalah dalam pemeriksaan laboratorium (positif palsu).

3) Proporsi Pasien TB Paru BTA Positif di antara Semua Pasien


TB Paru
Proporsi Pasien TB Paru BTA Positif di antara Semua Pasien
TB Paru adalah suatu indikator yang dapat menggambarkan
prioritas penemuan pasien TB yang menular di antara seluruh
pasien TB yang diobati. Berikut adalah pasien TB Paru BTA
positif di antara semua pasien TB Paru yang tercatat/diobati di
Kota Tangerang Selatan tahun 2013.

Grafik 4. 7 Proporsi Pasien TB Paru BTA Positif di antara


semua Pasien TB di Kota Tangerang Selatan tahun 2013
(%)

97

100

100
84

75 74

64
40 45

48 44
21

78
38

48

66

60 64

60
35

39

57 61

44
24

38

22

42 37

SETU
KRANGGAN
BHAKTI JAYA
SERPONG I
SERPONG II
PRAWA BUNTU
PAMULANG
PONDOK BENDA
BENDA BARU
CIPUTAT
KAMPUNG SAWAH
JOMBANG
SITU GINTUNG
CIPUTAT TIMUR
PISANGAN
PONDOK RANJI
RENGAS
PONDOK AREN
JURANG MANGGU
PARIGI
PONDOK BETUNG
PONDOK PUCUNG
PONDOK KACANG
PONDOK JAGUNG
PAKUALAM
RSUD TANGSEL
RS EKA HOSPITAL
PT PRATAMA
LKC

120
100
80
60
40
20
0

Sumber: Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan, 2014

92

Berdasarkan grafik 4.7 diketahui bahwah hanya ada 8


fasilitas pelayanan kesehatan di wilayah kerja Dinas
Kesehatan Kota Tangerang Selatan yang memiliki proporsi
pasien TB Paru BTA positif di antara semua pasien TB lebih
dari 65% yaitu Puskesmas Setu, Bhakti Jaya, Rawa Buntu,
Pamulang, Kampung Sawah, Pisangan, Parigi, dan RS Eka
Hospital. Sedangkan fasilitas pelayanan kesehatan yang
proporsi pasien TB Paru BTA positif di antara semua pasien
TB terendah adalah Puskesmas Ciputat.
Menurut Kemenkes RI (2011), angka proporsi pasien
TB Paru BTA positif di antara semua pasien TB yang kurang
dari 65% menjadi suatu indikasi bahwa mutu dari diagnosis
fasilitas pelayanan kesehatan tersebut rendah dan kurang
memberikan prioritas untuk menemukan pasien yang menular
(pasien BTA positif).

4) Proporsi Pasien TB Anak di antara seluruh Pasien TB


Proporsi Pasien TB Anak di antara seluruh Pasien TB
adalah suatu indikator yang berfungsi untuk menggambarkan
ketepatan dalam mendiagnosis TB pada anak. Berikut adalah
grafik proporsi pasien TB anak di Kota Tangerang Selatan
tahun 2013.

Grafik 4. 8 Proporsi Pasien TB Anak di Kota Tangerang


Selatan tahun 2013 (%)

93

16
14
14

13

12

11
10

10
8
6
4
2
0
Triwulan 1

Triwulan 2

Triwulan 3

Triwulan 4

Sumber: Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan, 2014

Berdasarkan data yang didapatkan dari laporan


Program Pengendalian Penyakit Tuberkulosis di Dinas
Kesehatan Kota Tangerang Selatan tahun 2014, diketahui
bahwa proporsi pasien TB anak dilaporkan berdasarkan
triwulan dan gabungan dari seluruh fasilitas pelayanan
kesehatan di Kota Tangerang Selatan. Dari data tersebut
diketahui bahwa setiap triwulan, prosentase angkanya berada
di bawah 15%. Menurut Kemenkes RI (2011), angka yang
terlalu besar dari 15% menjadi suatu indikasi terjadi
overdiagnosis. Jadi dapat disimpulkan bahwa seluruh fasilitas
pelayanan kesehatan di Kota Tangerang Selatan sudah tepat
dalam pendiagnosisan TB pada anak.

5) Angka Notifikasi Kasus (Case Notification Rate)


Angka notifikasi kasus adalah salah satu indikator yang
berguna

untuk

menunjukkan

kecenderungan

(trend)

meningkat atau menurunnya penemuan pasien pada wilayah

94

tertentu. Berikut adalah grafik proporsi pasien TB anak di


Kota Tangerang Selatan tahun 2013.

Grafik 4. 9 Angka Notifikasi Kasus TB di Kota Tangerang


Selatan tahun 2013 (per 100.000 penduduk)

SETU
KRANGGAN
BHAKTI JAYA
SERPONG I
SERPONG II
RAWA BUNTU
PAMULANG
PONDOK BENDA
BENDA BARU
CIPUTAT
KAMPUNG
JOMBANG
SITU GINTUNG
CIPUTAT TIMUR
PISANGAN
PONDOK RANJI
RENGAS
PONDOK AREN
JURANG
PARIGI
PONDOK
PONDOK
PONDOK
PONDOK
PAKU ALAM

500
450
400
310
350
258
300
250
203
170 157
200 143145
141
141
123 141 103
112
150
99
93
82 77 73
75
100
57 55
54
46 32
36
50
0

Sumber: Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan, 2014

Berdasarkan grafik 4.9 diketahui bahwa ada hanya ada


9 puskesmas yang sudah melampai target penemuan kasus.
Sedangkan puskemas yang memiliki angka CNR terendah
adalah Puskesmas Benda baru. Menurut hasil penelitian yang
dilakukan oleh Friskarini dan Manalu (2009) mengenai Peran
dan Perilaku Tenaga Kesehatan terhadap Program TB Paru
(Studi Kualitatif di Kabupaten Tangerang Banten Tahun
2009) menyatakan bahwa penampilan tenaga kesehatan
sebagai media penyuluh terutama dalam program TB masih
kurang dan jumlah tenaga kesehatan di daerah penelitian yang
dapat membantu keberhasilan TB masih kurang.

6) Angka Konversi

95

CNR
Target

Menurut Kemenkes RI (2011), angka konversi adalah


prosentase perubahan pasien baru TB Paru BTA Positif yang
menjadi BTA negatif setelah menjalani masa pengobatan
intensif. Berikut adalah grafik angka konversi di Dinas
Kesehatan Kota Tangerang Selatan tahun 2013.

Grafik 4.10 Angka Konversi di Kota Tangerang Selatan


tahun 2013 (%)
120
100

98 98 96 93 92 92

89 89 85 85 83 83

80

80 80 78 75

73 73 73 73

67 65 64

75
61

60

38 33

40
20

5
SERPONG I
KAMPUNG
PONDOK
JOMBANG
CIPUTAT TIMUR
BHAKTI JAYA
SERPONG II
RAWA BUNTU
PONDOK AREN
RENGAS
PONDOK
PAMULANG
BENDA BARU
PT. PRATAMA
SETU
PONDOK
PONDOK
KRANGGAN
CIPUTAT
JURANG
PONDOK BENDA
PAKUALAM
LKC
PISANGAN
PARIGI
SITU GINTUNG
PONDOK RANJI
RSU TANGSEL
RS EKA
KOTA TANGSEL

52 50

Sumber: Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan, 2014

Berdasarkan grafik 4.10 diketahui bahwa secara umum


angka konversi di Kota Tangerang Selatan masih rendah yaitu
75% (target 80%). Hal ini dapat terlihat dari 29 fasilitas
pelayanan

kesehatan,

terdapat

15

fasilitas

pelayanan

kesehatan yang memiliki angka konversi dan yang paling


rendah terdapat di RS Eka Hospital. Menurut pemegang
program TB, angka konversi ini juga dipengaruhi dari
pelaporan dan kelengkapan data yang diberikan setiap
triwulan. Berdasarkan hasil wawancara tersebut dapat
disimpulkan bahwa rumah sakit yang bermitra dengan Dinas
Kesehatan Kota Tangerang Selatan, umumnya memiliki
kendala dalam pencatatan dan pelaporan.

96

Konversi
%
Target %

7) Angka Kesembuhan
Angka kesembuhan merupakan indikator penting dalam
program pengendalian TB Paru karena dari angka ini, suatu
fasilitas

pelayanan

kesehatan

dapat

mengetahui

hasil

pengobatan. Di tingkat Kabupaten,angka minimal yang harus


dicapai adalah 85%. Namun, hasil pengobatan lainnya tetap
perlu diperhatikan

yaitu berapa

pasien

dengan

hasil

pengobatan lengkap, meninggal, gagal, default, dan pindah.


Berikut adalah tabel angka kesembuhan per puskemas di
wilayah Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan tahun 2013.

Grafik 4.11 Angka Kesembuhan di Kota Tangerang


Selatan tahun 2013 (%)

97

120
100

10010010096

93 92 88 88 87 87

86 83

80

79 76 74 73

73 71 68

76
63 63
50 45

60
40

42 37

20

25
0 0

SETU
BHAKTI JAYA
CIPUTAT TIMUR
SERPONG I
PONDOK BETUNG
PAMULANG
KAMPUNG SAWAH
PONDOK JAGUNG
BENDA BARU
PT. PRATAMA
RAWA BUNTU
PARIGI
RENGAS
LKC
PONDOK KACANG
KRANGGAN
PAKUALAM
CIPUTAT
PONDOK AREN
PISANGAN
JURANG MANGGU
PONDOK BENDA
SITU GINTUNG
RSU TANGSEL
JOMBANG
PONDOK RANJI
RS Eka Hospital
SERPONG II
PONDOK PUCUNG
KOTA TANGSEL

33

Kesembuhan %
Target %

Sumber: Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan, 2014

Berdasarkan grafik 4.11 dapat diketahui bahwa angka


kesembuhan per puskemas di wilayah kerja Kota Tangerang
Selatan tahun 2013 masih di bawah target nasional (85%) yaitu
sebesar 76%. Menurut pemegang program TB di Dinas
Kesehatan Kota Tangerang Selatan, angka kesembuhan ini
berhubungan dengan follow up pengobatan pasien yang
melakukan pindahan ke luar fasilitas pelayanan kesehatan yang
sebelumnya pasien tersebut jalani.

8) Angka Keberhasilan Pengobatan


Menurut

Kemenkes

RI

(2011),

angka

keberhasilan

pengobatan adalah prosentase pasien baru TB Paru BTA


positif yang menyelesaikan pengobatan (baik yang sembuh
maupun pengobatan lengkap) di antara pasien baru TB Paru
BTA positif yang tercatat. Berikut adalah grafik angka
keberhasilan pengobatan di Dinas Kesehatan Kota Tangerang
Selatan tahun 2013.

98

Grafik 4.12 Angka Keberhasilan Pengobatan di Kota


Tangerang Selatan tahun 2013 (%)

SETU
BHAKTI JAYA
SERPONG II
CIPUTAT TIMUR
SERPONG I
KAMPUNG
PAMULANG
PT. PRATAMA
PONDOK BETUNG
PONDOK JAGUNG
PISANGAN
BENDA BARU
RAWA BUNTU
RENGAS
PONDOK RANJI
PARIGI
PONDOK
LKC
KRANGGAN
CIPUTAT
PONDOK AREN
PAKUALAM
PONDOK BENDA
JURANG
PONDOK
JOMBANG
RSU TANGSEL
RS Eka Hospital
SITU GINTUNG
KOTA TANGSEL

120 100100100100
96 96 94 93 93
88 88 87 86 85 83 83 81
100
82
80 80 76 74
73 69 69
80
64 60
56 50
60
45
40
20
0

Keberhasilan %

Target %

Sumber: Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan, 2014

Berdasarkan grafik 4.12 diketahui bahwa secara umum


angka keberhasilan pengobatan di Kota Tangerang Selatan
masih di bawah target (85%) yaitu 82%. Faislitas pelayanan
kesehatan yang paling rendah adalah puskemas Situ Gintung.
Menurut pemegang program TB di Dinas Kesehatan Kota
Tangerang Selatan, angka keberhasilan ini juga dapat
dipengaruhi oleh sejauh mana pasien melakukan pindahan di
luar fasilitas pelayanan kesehatan lainnya, dilakukan follow up
perkembangan pengobatan pasien.

9) Angka Kesalahan Laboratorium (Error Rate)


Angka Error Rate adalah angka kesalahan baca laboratorium
yang

menyatakan

prosentase

kesalahan

pembacaan

slide/sediaan yang dilakukan oleh laboratorium pemeriksaan


pertama setelah di uji silang (cross check) oleh LBK atau
laboratorium rujukan lainnya (Kemenkes RI, 2011). Berikut

99

adalah grafik angka Error Rate di Dinas Kesehatan Kota


Tangerang Selatan tahun 2013.

Grafik 4.13 Angka Error Rate di Dinas Kesehatan Kota


Tangerang Selatan tahun 2013 (%)
9

7
6
5
4
3

2
1
0
Triwulan I

Triwulan II

Triwulan III

Sumber: Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan, 2014

Berdasarkan hasil wawancara oleh pemegang program


TB, diperoleh data mengenai angka Error Rate namun angka
di triwulan IV belum dapat diketahui karena hasil tersebut
didapatkan dari Labkesda (laboratorium Kesehatan Daerah)
yang menjadi rujukan Dinas Kesehatan Kota Tangerang
Selatan. Dari data tersebut diketahui bahwa pada triwulan I
dan II, angka Error Rate > 5%, yaitu sebesar 8% dan 7%.
Sedangkan pada triwulan III angka Error Rate < 5%, yaitu
sebesar 2%.
Menurut Kemenkes RI (2011), angka Error Rate yang
<5% dapat diartikan bahwa mutu pemeriksaan di suatu
fasilitas pelayanan kesehatan sudah baik. Jadi dapat
disimpulkan

bahwa

100

mutu

pemeriksaan

laboratorium

mengalami perbaikan dari tiap triwulan dan pada triwualn III,


mutu pemeriksaan tersebut sudah baik.

BAB V
PENUTUP

5.1 Simpulan
Simpulan dari laporan magang di Dinas Kesehatan Kota Tangerang
Selatan adalah sebagai berikut.
1. Jumlah morbiditas dan mortalitas Penyakit Tuberkulosis di wilayah kerja
Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan tahun 2013 mengalami
penurunan jika dibandingkan dengan tahun 2012.
2. Program Pengendalian Penyakit Tuberkulosis di Dinas Kesehatan Kota
Tangerang

Selatan

tahun

2013

dilaksanakan

oleh

pemegang

program/wasor TB dan dibantu oleh Tim DOTS yang tersebar di setiap


fasilitas pelayanan kesehatan yang ada di Kota Tangerang Selatan. Wasor
TB tersebut membawahi 29 UPK dan bertanggung jawab terhadap Kepala
Seksi Program Pengendalian Penyakit di Dinas Kesehatan Kota
Tangerang Selatan.
3. Tujuan Program Pengendalian Penyakit Tuberkulosis di Dinas Kesehatan
Kota Tangerang Selatan tahun 2013 secara umum, yaitu menurunkan
angka prevalensi kasus TB di masyarakat. Kemudian tujuan khususnya,
yaitu:
1) Meningkatkan penemuan kasus TB baru
2) Meningkatkan angka kesembuhan

101

3) Menurunkan angka kekebalan kuman terhadap antibiotik sehingga


mencegah terjadinya MDR TB.
4) Menekan angka kekambuhan.
4. Sasaran Program Pengendalian Penyakit Tuberkulosis di Dinas Kesehatan
Kota Tangerang Selatan tahun 2013 antara lain sebagai berikut.
a. Sasaran wilayah adalah Kota Tangerang Selatan.
b. Sasaran penduduk adalah seluruh masyarakat.
c. Penetapan target adalah 70% penemuan kasus baru dan 85%
kesembuhan.

5. Strategi Program Pengendalian Penyakit Tuberkulosis di Dinas Kesehatan


Kota Tangerang Selatan tahun 2013 disesuaikan dengan strategi dari
pusat yaitu strategi pelayanan DOTS.
6. Pelaksanaan kegiatan Program Pengendalian Penyakit Tuberkulosis di
Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan tahun 2013, yaitu:
1) Perencanaan program Tuberkulosis di Dinas Kesehatan Kota
Tangerang Selatan disesuaikan dengan tahapan dari Kemenkes RI
tahun 2011.
2) Surveilans Program Tuberkulosis, terdapat beberapa kendala dalam
kelengkapan dan ketepatan laporan di setiap fasilitas pelayanan
kesehatan terutama di Rumah Sakit Swasta dan Klinik Swasta, yaitu
tidak ditemukannya kasus TB di beberapa Rumah Sakit Swasta dan
Klinik Swasta
3) Monitoring dan Evaluasi Program Tuberkulosis sudah sesuai dengan
arahan dari Kemenkes RI tahun 2011.
4) Penyimpanan logistik di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan
yang disimpan tidak sesuai dengan standar penyimpanan logistik dari
Kemenkes RI. Sedangkan pendistribusian logistik sudah sesuai
dengan arahan dari Kemenkes RI.
5) Pelatihan Program Tuberkulosis, terdiri dari pelatihan program TB
dan On The Job Training. Namun masih banyak tenaga kesehatan

102

program TB di fasilitas pelayanan kesehatan yang belum melakukan


pelatihan program

TB terutama tenaga

dokter dan tenaga

laboratorium.
6) Supervisi sudah terlaksana di seluruh fasilitas pelayanan kesehatn di
wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan tahun 2013.
7) Manajemen Uji Silang Sediaan Laboratorium umumnya terlaksana
namun belum sesuai dengan target yaitu kegiatan ini dilakukan oleh
seluruh fasilitas pelayanan kesehatan di Kota Tangerang Selatan.
Selain itu, kendala lainnya adalah kurangnya sumber daya tenaga
laboratorium yang berasal dari analis laboratorium.
8) Pencapaian indikator Program Pengendalian Penyakit Tuberkulosis di

Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan tahun 2013 masih rendah


karena hanya 2 indikator yang sudah memenuhi target pencapaian
indiaktor, yaitu Proporsi pasien TB anak dan Proporsi Pasien TB Paru
BTA positif di antara suspek yang diperiksa dahaknya.

5.2 Saran
Adapun saran bagi Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan
terutama Program Pengendalian Penyakit Tuberkulosis adalah sebagai berikut.
1. Perlu ditambahnya tenaga kesehatan di Kota Tangerang Selatan
mengingat masih banyak tenaga kesehatan di Dinas Kesehatan maupun di
berbagai fasilitas pelayanan kesehatan yang masih merangkap.
2. Perlu diperkuatnya jejaring kemitraan dengan rumah sakit swasta klinik
swasta agar pencatatan dan pelaporan menjadi lengkap dan tercapainya
beberapa indikator termasuk angka penemuan kasus dengan cara
mensosialiasikan kebijakan terkait hubungan Dinas Kesehatan dengan
fasilitas pelayanan kesehatan di wilayah kerja tersebut.
3. Perlunya ditinjau kembali mengenai tujuan umum dan tujuan khusus dari
program pengendalian penyakit tuberkulosis agar lebih jelas, terukur, dan
terarah untuk melihat pencapaian program selama setahun sepekan.

103

4. Perlunya koordinasi mengenai tugas dan wewenang dalam manajemen


logistik terutama dalam hal penyimpanan logistik antara Dinas Kesehatan
Kota

Tangerang

Selatan

dengan

Instalasi

gudang/farmasi

agar

penyimpanan lebih tearah.


5. Perlunya dibuat indikator di setiap kegiatan agar dapat dianalisis dampak
pelaksanaan kegiatan dengan pencapaian indikator di Dinas Kesehatan
Kota Tangerang Selatan.
6. Perlunya dilakukan pemantauan mengenai jumlah fasilitas pelayanan
kesehatan yang melakukan uji silang sediaan laboratorium.

DAFTAR PUSTAKA

Aditya, Tommy. 2010. Pengertian Visi dan Misi. Diakses pada tanggal 30 Maret
2014 dari link: http://www.scribd.com/doc/202326860/Pengertian-VisiDan-Misi
Azwar, Azrul. 2010. Pengantar Administarasi Kesehatan. Jakarta: Binarupa
Aksara Publisher.
Budiarto, Eko dan Anggraeni, Dewi. 2002. Pengantar Epidemiologi Edisi 2.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Bustan, Muhammad, Nadjib. 2006. Pengantar Epidemiologi. Jakarta: Rineka Cipta.
_______. 2008. 505 Tanya-Jawab Epidemiologi. Makassar: Putra Asaad Print.

Murti, dkk. 2010. Perencanaan dan Penganggaran untuk Investasi Kesehatan di


Tingkat Kabupaten dan Kota. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

104

Chin, James. 2012. Manual Pemberantasan Penyakit Menular. Edisi 17 Cetakan


IV. Diterjemah oleh I Nyoman Kandun. Jakarta: Infomedika.
Depkes RI. 2004. Desentralisasi Kabupaten/Kota. Jakarta: Depkes RI.
_______. 2007. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Edisi 2
Cetakan I. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
_______. 2008. Riset Kesehatan Dasar tahun 2008. Jakarta: Direktorat Jenderal
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Departemen Kesehatan
RI.
________.

2009.

Keputusan

Menteri

Kesehatan

RI

Nomor

364/Menkes/SK/V/2009 tentang Pedoman Penanggulangan TB . Jakarta:


Kemenkes RI. Diakses pada tanggal 30 Maret 2014 dari link:
http://www.hukor.depkes.go.id/up_prod_kepmenkes/KMK%20No.%20364
%20ttg%20Pedoman%20Penanggulangan%20Tuberkolosis%20(TB).pdf
Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan. 2014. Data Program Pengendalian
Penyakit TB Tahun 2013. Tangerang Selatan: Dinas Kesehatan Kota
Tangerang Selatan.
Eryando, dkk. 2013. Modul GIS Dasar. Depok : FKM UI.
Gibson, Ivancevich. 1996. Organisasi : Perilaku, Struktur, dan Proses. Jakarta:
Binarupa Aksara.
Laban,Yohannes Y. 2008. TBC : Penyakit dan Cara Pencegahannya. Yogyakarta:
Kanisius.
Kemenkes RI. 2011. Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis. Jakarta:
Kemenkes

RI

Direktorat

Pengendalian

Lingkungan.

105

Penyakit

dan

Penyehatan

________. 2012. Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Tuberkulosis di


Fasilitas Pelayanan Kesehatan. Jakarta: Kemenkes RI Direktorat Jenderal
Bina Upaya Kesehatan.
_______. 2012. Rencana Aksi Nasional Pengembangan SDM Pengendalian
Tuberkulosis 2011 2014. Jakarta: Kemenkes RI.
________. 2013. Fakta Seputar Tuberkulosis Pengendalian Tuberkulosis
Indonesia. Jakarta: Kemenkes RI Direktorat Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan.
Muninjaya, A.A. Gede. 2004. Manajemen Kesehatan. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
_______. 2011. Manajemen Kesehatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Notoatmodjo, S. 2007. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Jakarta: PT. Rineka
Cipta.
Prayitno, Subur. 2005. Dasar-Dasar Administrasi Kesehatan Masyarakat.
Surabaya: Airlangga University Press.
RYE, A., Saleh, Y. D., & Hadiwijoyo, Y. 2009. Faktor Faktor yang
Mempengaruhi Penemuan Penderita TB Paru di Kota Palu Sulawesi
Tengah. Berita Kedokteran Masyarakat, vol. 25 no. 2.
Timmreck, Thomas C. 2004. Epidemiologi: Suatu Pengantar Edisi 2.
Terjemahan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
World Health Organization. 2013. Global Tuberculosis Report 2013. Geneva:
WHO.
Widoyono. 2008. Penyakit Tropis : Epidemiologi, Penularan, Pencegahan dan
Pemberantasannya. Jakarta : Penerbit Erlangga.
Werdhani, Retno, Asti. 2002. Patofisiologi, Diagnosis, dan Klasifikasi
Tuberkulosis. Jakarta : Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas, Okulasi,
106

dan Keluarga FK UI. Diakses pada tanggal 30 Maret 2014 dari link:
http://staff.ui.ac.id/system/files/users/retno.asti/material/patodiagklas.pdf
Suharno. 2010. Dasar-Dasar Kebijakan Publik. Yogyakarta :UNY Press. Diakses
pada

tanggal

30

Maret

2014

dari

link:

http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/Karya%20B-Buku%20Dasardasar%20Kebijakan%20Publik.pdf
Suryana. 2010. Manajemen Strategik Untuk Bisnis dan Organisasi Non Profit.
Diakses

pada

tanggal

30

Maret

2014

dari

link:

https://docs.google.com/document/d/1P3a_2Yppm_EPH1OdhAyQNyNBW1uBE7UPyATCDvLcKY/edit?hl=en

107

Lampiran 1.1 Struktur Organisasi Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan


tahun 2013

Kepala Dinas

Kelompok Jabatan
Fungsional

Sekretariat

Sub. Bag.
Perencanaan

Sub. Bag. Umum


dan Kepegawaian

Sub. Bag.
Keuangan

Bidang Bina
Kesehatan
Masyarakat
Seksi Kes.
Reproduksi Ibu
dan KB

Seksi Peningkatan
Gizi Masyarakat

Seksi Kes. Anak,


Remaja, dan
Lansia

Bidang Pelayanan
Kesehatan

Bidang Pengendalian Penyakit


dan Penyehatan Lingkungan

Seksi Pengawasan
Obat dan Makanan

Seksi Sertifikasi
dan Sarana
Kesehatan

Seksi Kesehatan
Khusus

Seksi
Pengendalian
Penyakit

Seksi Perbekalan
Kesehatan

Seksi Surveilans
dan Imunisasi

Seksi Peran Serta


Masyarakat

Seksi Penyehatan
Lingkungan

UPTD Puskesmas
UPTD Gudang Farmasi
UPTD Labkesda

Sumber : Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan, 2014

108

Bidang
Pengembangan
Sumber Daya

Seksi Pembiayaan
dan Jaminan
Kesehatan

Lampiran 1.2 Gambar Sosialisasi dan Bimbingan Sistem Informasi Tuberkulosis Terpadu Tahun 2014

109

110

111

Lampiran 1.3 Daftar Tilik Supervisi Program Penanggulangan TB Dinas


Kesehatan Kota Tangerang Selatan Ke Sarana Pelayanan Kesehatan

Kabupaten/ Kota

: .......................................................................................

Tanggal Kunjungan

: ........................................................................................

Unit kesehatan yang dikunjungi : .........................................................................................


Nama Petugas yang disupervisi : .........................................................................................
Jabatan

: .........................................................................................

1. Sumber Daya Manusia


Tim DOTS UPK

Nama

Dilatih(Tahun)

Aktif/ Tidak
Pimpinan UPK

Dokter

Petugas Program

Petugas Lab
....
Lain-lain

2. Review Kegiatan Bersama Petugas


a. Penemuan Penderita
1) Jumlah suspek di periksa dahaknya :
a. Tw lalu b. Tw sedang berjalan
a) Apakah semua suspek TB dicatat di TB 06?

112

Ya

Tidak :

b) Apakah catatan di TB 06 dibuat secara lengkap dan benar?


Ya

Tidak :

c) Apakah semua suspek TB dibuatkan TB 05 untuk melakukan


pemeriksaan mikroskopis?
Ya

Tidak :

d) Apak catatan di TB 04 dibuat dengan benar dan lengkap?


Ya

Tidak :

2) Penderita TB BTA Positif :


3) Proporsi BTA (+) diantara suspek : .../.x 100% =..%
(Target 5-15%)
4) Angka Penemuan Kasus (CDR) :/... x 100=% (Target 70%)

b. Pengobatan Penderita
1) Apakah semua penderita yang ditemukan sudah dapat pengobatan?
Ya

Tidak :

2) Apakah semua penderita yang diobati (termasuk penderita BTA


Neg/Ro Pos, EP dan TBC anak) mempunyai kartu penderita (TB.01)
yang lengkap dan benar?
Ya

Tidak :

3) Apakah jenis kategori obat yang diberikan sesuai dengan klasifikasi


dan tipe penderita?
Ya

Tidak :

4) Cara pemberian obat :


Tahap intensif setiap hari dosis tunggal?
Ya

Tidak :

113

Tahap lanjutan seminggu 3 kali dengan selang waktu (hari) 1-1-2?


Ya

Tidak ..

5) Apakah penderita menelan obat diunit pelayanan dengan


pengawasan langsung petugas?
Ya

Tidak : .

6) Apakah untuk semua penderita sudah ditunjuk seorang PMO?


Ya

Tidak :

7) Apakah PMO telah diberi penyuluhan?


Ya

Tidak : .

8) Apakah pemeriksaan dahak ulang dilaksanakan sesuai protap (pada


akhir tahap intensif, pada 1 bulan sebelum akhir pengobatan dan
pada akhir pengobatan)?
Ya

Tidak :

9) Apakah ada penderita yang mangkir yang belum dilacak?


Ya

Tidak :

10) Apakah semua penderita tercatat dalam buku register penderita


(TB.03)?
Ya

Tidak :

11) Berapa jumlah penderita baru BTA Positif yang mulai


Pengobatan dalam periode 3 bulan yang lalu?
12) Berapa jumlah yang mengalami konversi? ..
13) Angka persentasi konversi : .../.x 100% = ...% (Target 80%)
14) Berapa jumlah pasien yang sembuh?
15) Angka persentasi pasien yang sembuh : /...x 100% = .% (Target
85%)
16) Periksa sisa obat dari penderita yang sementara dalam pengobatan,
apakah sisanya sesuai dengan catatan pada kartu penderita (sampel)?
Ya

Tidak :

3. Persediaan Obat Dan Bahan-bahan perlengkapan


a. Obat
1) Apakah jumlah stok OAT cukup?

114

2) Apakah ada obat yang sudah atau hampir kadaluarsa (Kat 1&3 : 6-7
bulan )?
Ya

Tidak : ..

b. Kelengkapan
1) Apakah pot dahak, kaca sediaan, kartu penderita dan formulir-formulir
lainnya cukup?
Ya

Tidak :

4. Khusus untuk unit pelayanan yang melakukan pemeriksaan


mikroskopis :
a. Pewarnaan dan Pembacaan
1) Apakah buku register laboratorium (TB.04) diisi dengan lengkap dan
benar?
Ya

Tidak :

2) Apakah semua hasil pemeriksaan sediaan sudah dikirim ke unit yang


memintanya?
Ya

Tidak : .

3) Apakah persediaan reagens cukup?


Ya

Tidak :

4) Apakah reagens tersebut belum kadaluarsa (6 bulan)?


Ya

Tidak :

b. Mikroskop
1) Apakah penggunaan mikroskop binokuler?
Ya

Tidak : .

2) Apakah penyimpanan mikroskop sesuai petunjuk (bebas debu, bebas


getaran, ditempat kering dan dipasangi lampu 5 watt)?
Ya

Tidak : .

3) Apakah kondisi mikroskop dalam keadaan baik?


Ya

Tidak : .

c. Penyimpanan dan pengambilan sediaan untuk cross chek :

115

1) Apakah slide positif dan slide negatif disimpan dalam kotak


tersendiri?
Ya

Tidak : .

2) Ambil slide untuk cross chek sesuai petunjuk, yaitu seluruh slide
positif 10 % (secara acak), slide negatif, dengan ketentuan 1 slide
untuk tiap penderita. Isi formulir pengiriman sediaan untuk cross chek
(TB.12)
Ya

Tidak : .

5. Bagaimana cara pembuangan limbah Laboratorium?

6. Ringkasan masalah-masalah yang ditemukan?

7. Rencana tindak lanjut (siapa, kapan dan dimana pemecahan masalah


tersebut akan dilaksanakan)

Kota Tangerang Selatan,.........


Mengetahui,
Kepala Puskesmas

Supervisor

Hidayatul Mustafid, SKM

NIP.

NIP. 19861020 201001 1 004

116

Lampiran 1.4 Pelaksanaan Kegiatan Program Pengendalian Penyakit


Tuberkulosis di Dinas Kesehatan Tangerang Selatan tahun 2013

No.

Kegiatan

Waktu

Sumber Dana
APBD

Donor

tingkat

(Global

II

Fund)

1.

Perencanaan

Triwulan 4

2.

Surveilans

Setiap bulan dan per 3

bulan

3.

Monitoring dan Evaluasi

Triwulan 1 dan 3

4.

Monitoring dan Evaluasi

Triwulan 2 dan 4

5.

On The Job Training

Februari dan Juni

software SITT
6.

Pelatihan Program TB

7.

Supervisi

Sekali setiap tahun


Setahun 2 kali

Maret dan Juli

Sumber : Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan, 2014

117

Anda mungkin juga menyukai