Anda di halaman 1dari 59

SEJARAH PENYUSUNAN STANDAR AKUNTANSI

KEUANGAN (SAK): SAK-IFRS

MAKALAH

Disusun Untuk Memenuhi Syarat Kelulusan Mata Kuliah Akuntansi


Keuangan Indonesia

JESSLYN ERRYSTA
NIM: 121310026

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MA CHUNG
MALANG
2016

ABSTRAK

Pengadopsian International Financial Reporting Standards oleh berbagai negara


di dunia ikut mendorong Indonesia (IAI) untuk mengadopsinya juga. IFRS
merupakan standar akuntansi dan pelaporan keuangan yang berlaku secara
internasional, sehingga standar akuntansi dan pelaporan keuangan setiap negara
mempunyai keseragaman. Perkembangan IFRS di Indonesia saat ini adalah pada
tahap adopsi penuh yang dimulai pada tahun 2012 kemarin. Sebuah adopsi adalah
wajib bagi perusahaan yang terdaftar dan multinasional. Beberapa tantangan yang
dihadapi pada saat Indonesia dalam tahap proses untuk mengaplikasikan IFRS
yaitu kendala-kendala yang terjadi pada beberapa hal. Penerapan IFRS juga akan
berdampak masyarakat akademis dan bisnis di Indonesia. Hal ini membutuhkan
waktu dan usaha karena banyak aspek terkait dengan perubahan. Penyesuaian juga
harus dilakukan oleh perusahaan atau organisasi, terutama mereka dengan
interaksi dan transaksi. Adopsi penuh juga berarti perubahan prinsip akuntansi ini
telah diterapkan standar akuntansi di seluruh dunia.

Kata Kunci:

International Accounting Standards, International Financial


Reporting Standards (IFRS), IFRS di Indonesia, Konvergensi
IFRS, Adopsi IFRS.

KATA PENGANTAR

Puji Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNya, sehingga makalah yang berjudul Sejarah Penyusunan Standar Akuntansi
Keuangan (SAK): SAK IFRS) dapat diselesaikan dengan baik dan tepat waktu.
Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah membantu
proses pembuatan makalah ini, yaitu:
1.

Bapak Dr. Chatief Kunjaya, Ph.D. selaku rektor Universitas Ma Chung


yang telah memberikan motivasi dan semangat dalam penyelesaian
makalah.

2.

Bapak Tarsisius Renald Suganda, SE., M.Si selaku dekan Fakultas


Ekonomi dan Bisnis Universitas Ma Chung yang telah memberikan
motivasi dan semangat dalam penyelesaian makalah.

3.

Ibu Dian Wijayanti, SE., M.Sc. selaku kepala Program Studi Akuntansi
yang telah memberikan motivasi dan semangat dalam penyelesaian
makalah.

4.

Bapak Daniel Stephanus Sugama, SE., MM., MSA., Ak., CA., selaku
dosen pengampu mata kuliah Akuntansi Keuangan Indonesia yang telah
memberikan inspirasi, motivasi, semangat dan bantuan dalam pembuatan
makalah.

5.

Seluruh Dosen dan Staf Fakultas Ekonomi dan Bisnis dan Universitas Ma
Chung yang membantu kelancaran studi dan penyelesaian makalah.

6.

Rekan-rekan mahasiswa Program Studi Akuntansi yang telah membantu


dan memberi semangat dalam penyelesaian makalah.

Pada akhir kata, penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini jauh
dari sempurna, baik dari segi penyusunan, bahasan, ataupun penulisan kata. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun dan
bermanfaat untuk menyempurnakan makalah ini. Makalah ini diharapkan dapat
memberikan banyak manfaat bagi penulis dan pembaca, akademis, dan berbagai
pihak-pihak yang membutuhkan. Atas dukungan yang telah diberikan, penulis
mengucapkan terima kasih.

Malang, Oktober 2016

Penulis

ii

DAFTAR ISI

ABSTRAK
KATA PENGANTAR ............................................................................................ i
DAFTAR ISI ........................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................1
1.1

Latar Belakang ................................................................................................1

1.2

Tujuan Penulisan ............................................................................................4

1.3

Manfaat Penulisan ..........................................................................................5

BAB II LANDASAN TEORI ................................................................................6


2.1

Perkembangan Standar Akuntansi di Indonesia .............................................6

2.1.1 Sejarah Perkembangan Lembaga Penyusun Standar Akuntansi di


Indonesia ....................................................................................................6
2.1.2 Standar Akuntansi yang Berlaku di Indonesia ...........................................7
2.2

International Financial Reporting Standards (IFRS) ....................................9

2.2.1 Definisi International Financial Reporting Standards (IFRS) ..................9


2.2.2 Perkembangan International Financial Reporting Standards (IFRS) .....10
2.2.3 Struktur Tata Kelola International Financial Reporting Standards
(IFRS) ......................................................................................................11
2.2.4 Karakteristik International Financial Reporting Standards (IFRS) ........12
2.2.5 Struktur International Financial Reporting Standards (IFRS) ...............12
2.2.6 Tujuan Penerapan International Financial Reporting Standards
(IFRS) ......................................................................................................13
2.3

Perkembangan International Financial Reporting Standards (IFRS) di


Indonesia .......................................................................................................13

2.3.1 Konvergensi International Financial Reporting Standards (IFRS) ........15


2.3.2 Strategi Adopsi Konvergensi International Financial Reporting
Standards (IFRS) .....................................................................................16
2.3.3 Tingkatan Konvergensi International Financial Reporting Standards
(IFRS) ......................................................................................................17

iii

2.3.4 Konvergensi International Financial Reporting Standards (IFRS)


Tahap I (2000-2008) .....................................................................................18
2.3.5 Konvergensi International Financial Reporting Standards (IFRS)
Tahap II (2008-2012) ....................................................................................19
2.3.6 Manfaat Konvergensi International Financial Reporting Standards
(IFRS) ........................................................................................................21
2.3.7 Pengadopsian Standar Akuntansi International Financial Reporting
Standards (IFRS) ..........................................................................................22
BAB III KONTROVERSI DAN GAP ................................................................24
3.1

Kendala Terjemahan International Financial Reporting Standards


(IFRS) ke dalam Bahasa Indonesia ..............................................................25

3.2

Kendala Penerapan International Financial Reporting Standards (IFRS)


bagi Pendidikan dan Profesi Akuntansi .......................................................27

3.3

Kendala Biaya International Financial Reporting Standards (IFRS)


dan Dampaknya bagi Perusahaan .................................................................32

BAB IV OPINI DAN PEMBAHASAN ..............................................................38


4.1

Why Do Indonesia Adopt International Financial Reporting Standards


(IFRS)? ........................................................................................................38

4.2

Upaya Mengantisipasi Kendala-Kendala dalam Pemberlakuan International


Financial Reporting Standards (IFRS) ........................................................41

BAB V SIMPULAN .............................................................................................48


5.1

Simpulan ......................................................................................................48

DAFTAR PUSTAKA

iv

BAB I
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Laporan keuangan merupakan salah satu media atau sumber informasi

utama perusahaan untuk menyampaikan dan memberikan informasi mengenai


kesehatan perusahaan kepada para penggunanya. Masyarakat, terutama investor
serta perusahaan menggunakan laporan keuangan untuk menilai kinerja
perusahaan. Bagi perusahaan, laporan keuangan sangat dibutuhkan dan dianggap
memiliki peranan yang sangat penting. Hal tersebut disebabkan karena laporan
keuangan memberikan informasi keuangan dan memberikan hasil kinerja yang
telah dicapai oleh perusahaan selama perioda tertentu, serta mencerminkan
keadaan posisi keuangan perusahaan. Salah satu cara untuk memaksimalkan
fungsi dari laporan keuangan adalah laporan keuangan yang disajikan oleh suatu
organisasi harus dapat dipahami, relevan, dan dapat diandalkan, serta dapat
dibandingkan, agar berguna bagi pembuat keputusan atau pengguna laporan
keuangan (Munawir, 2010). Sehubungan dengan pentingnya laporan keuangan
bagi suatu entitas, maka diperlukan suatu standar akuntansi yang berkualitas
tinggi, dan dapat memberi rambu-rambu, serta memandu perilaku perusahaan
dalam menjalankan usahanya (Hery, 2012)
Semakin meningkatnya teknologi informasi yang berkembang pesat
membuat informasi menjadi tersedia di seluruh dunia. Pesatnya teknologi
informasi tersebut merupakan akses bagi banyak investor untuk memasuki pasar
modal di seluruh dunia, yang tidak terhalangi oleh batasan negara. Kebutuhan

tersebut

tidak

dapat

terpenuhi,

apabila

perusahaan-perusahaan

masih

menggunakan prinsip pelaporan keuangan atau standar akuntansi yang berbedabeda. Amerika menggunakan FASB dan US GAAP, Indonesia menggunakan
PSAK, Uni Eropa menggunakan IAS dan IASB (Gamayuni, 2009). Kondisi
tersebut yang melatarbelakangi perlunya standar akuntansi yang digunakan secara
internasional.
Standar akuntansi yang dapat diberlakukan secara internasional diperlukan
adanya harmonisasi, dengan tujuan agar menghasilkan informasi keuangan yang
dapat diperbandingkan, mempermudah dalam analisis kompetitif, dan hubungan
baik dengan para pemakai laporan keuangan. Namun, proses harmonisasi
memiliki hambatan antara lain nasionalisme dan budaya tiap-tiap negara,
perbedaan kepentingan antara perusahaan multinasional dengan perusahaan
nasional yang sangat memengaruhi proses harmonisasi antar negara, serta
tingginya biaya untuk merubah prinsip akuntansi (Widiastuti, 2011).
Berdasarkan kondisi tersebut, maka Ikatan Akuntan Indonesia (IAI)
sebagai wadah profesi akuntansi di Indonesia selalu tanggap terhadap
perkembangan yang terjadi, khususnya dalam hal-hal yang memengaruhi dunia
usaha dan profesi akuntan. Sehingga, Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) telah
menerbitkan standar yang mengatur pembuatan laporan keuangan atau biasa
disebut dengan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK). PSAK tersebut
secara bertahap oleh IAI dilakukan perubahan dengan melakukan adopsi
International Financial Reporting Standard (IFRS), sehingga pada tahun 2012
seluruh PSAK menjadi hasil adopsi dari IFRS (Herdiani, 2012).

Penerapan International Financial Reporting Standard (IFRS) bukanlah


hal yang baru. IFRS telah diadopsi oleh banyak negara, diantaranya negara-negara
Uni Eropa, Afrika, Asia, Amerika Latin, dan Australia. Seperti yang dilansir dari
situs www.ifrs.org (2013), sejak 2008 diperkirakan lebih dari 80 negara telah
menerapkan IFRS. Sebagian negara tersebut telah mewajibkan laporan keuangan
dengan menggunakan standar IFRS untuk semua perusahaan domestik atau
perusahaan yang tercatat (listed) di bursa efek negara setempat.
Indonesia sebagai salah satu negara yang berkembang juga mengadopsi
IFRS. Perkembangan IFRS di Indonesia dimulai pada tahun 2008 yaitu pada saat
adanya kesepakatan Indonesia dengan negara-negara yang bergabung dalam G20.
Kesepakatan tersebut mewajibkan bagi Negara Indonesia untuk menerapkan
standar pelaporan keuangan yang berlaku secara internasional, sehingga Indonesia
melakukan konvergensi standar akuntansi keuangan berbasis IFRS. Selain itu,
Indonesia juga merupakan bagian dari IFAC (International Federation of
Accountant) yang harus tunduk pada SMO (Statement Membership Obligation)
yang mewajibkan Indonesia menggunakan IFRS sebagai accounting standard
(Ulfasari, 2014).
Menurut Aristiya (2014), proses konvergensi IFRS di Indonesia cukup
panjang yang dahulu berkiblat pada US GAAP yang kini berubah berdasarkan
standar akuntansi internasional yaitu IFRS. Proses konvergensi IFRS di Indonesia
terbagi atas tiga tahap yaitu sebagai berikut
a.

Tahap adopsi (2008-2010), yaitu tahap mengadopsi seluruh IFRS ke


PSAK, melakukan persiapan infrastruktur yang dibutuhkan, melakukan
evaluasi kelola dampak adopsi terhadap PSAK yang berlaku.

b.

Tahap persiapan akhir (2011), yaitu tahap penyelesaian persiapan


infrastruktur yang diperlukan, dan melakukan penerapan secara bertahap
beberapa PSAK berbasis IFRS.

c.

Tahap implementasi (2012), yaitu tahap melakukan penerapan PSAK


berbasis IFRS secara bertahap, kemudian melakukan evaluasi dampak
penerapan PSAK secara komprehensif.
Adopsi PSAK atau disebut juga sebagai Indonesian GAAP ke IFRS

dilakukan ketika IAI mencanangkan konvergensi penuh IFRS ke PSAK pada


tahun 2012. Dengan adanya standar akuntansi yang berlaku secara internasional
(SAK IFRS) ini dapat memudahkan pemahaman terhadap laporan keuangan yang
dikenal secara internasional serta dapat meningkatkan arus investasi. Berdasarkan
latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk menyusun dan membahas
makalah terkait dengan topik Standar Akuntansi IFRS dengan mengambil judul
Sejarah Penyusunan Standar Akuntansi Keuangan: SAK IFRS).

1.2

Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah adalah sebagai berikut

1.

Menjelaskan mengenai konsep dan gambaran umum tentang Standar


Akuntansi Keuangan, terutama terkait mengenai sejarah penyusunan
Standar Akuntansi Keuangan (SAK IFRS).

2.

Menjelaskan dan mengetahui kontroversi dan gap terkait mengenai


kendala-kendala dan pengaruh yang dihadapi pada saat proses penerapan
IFRS di Indonesia

3.

Menjelaskan dan memberikan pembahasan terkait mengenai alasan


mengapa Indonesia perlu melakukan adopsi IFRS dan upaya-upaya untuk
mengantisipasi adanya kendala-kendala pada pemberlakuan IFRS di
Indonesia

1.3

Manfaat Penulisan

a.

Manfaat Teoretis
Makalah ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan kepada pembaca
mengenai sejarah penyusunan Standar Akuntansi Keuangan (SAK IFRS),
dan memberikan pemahaman terkait mengenai kendala-kendala dan
pengaruh yang dihadapi pada saat proses penerapan IFRS di Indonesia,
serta upaya-upaya untuk mengantisipasi pemberlakuan IFRS di Indonesia.
Selain itu, makalah ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi para
pembaca.

b.

Manfaat Praktis
Makalah ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi pihak internal dan
eksternal dalam memahami serta mengetahui terkait mengenai mengenai
sejarah penyusunan Standar Akuntansi Keuangan (SAK IFRS) dan
memberikan pemahaman terkait mengenai kendala-kendala dan pengaruh
yang dihadapi pada saat proses penerapan IFRS di Indonesia, serta upayaupaya untuk mengantisipasi pemberlakuan IFRS di Indonesia.

BAB II
LANDASAN TEORI

2.1

Perkembangan Standar Akuntansi di Indonesia

2.1.1

Sejarah Pembentukan Lembaga Penyusun Standar Akuntansi di


Indonesia
Standar akuntansi di Indonesia dibukukan dalam bentuk Pernyataan

Standar Akuntansi Keuangan (PSAK), sementara lembaga penyusun standar di


Indonesia adalah Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) yang bernaung
dibawah Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). Sama seperti International Financial
Reporting Standards (IFRS), PSAK juga mengalami perubahan dan revisi.
Perkembangan akuntansi di Indonesia juga mengalami perjalanan panjang dengan
berbagai dinamika (Mandagi, 2014).
Sejarah standar akuntansi di Indonesia dimulai pada saat Ikatan Akuntansi
Indonesia (IAI) membentuk Komite Prinsip-prinsip Akuntansi Indonesia (KPAI)
untuk menetapkan standar-standar akuntansi, yang kemudian dikenal dengan
Prinsip-prinsip Akuntansi Indonesia (PAI) pada tahun 1973. Komite PAI
melakukan revisi secara mendasar PAI 1973 dan kemudian menerbitkan Prinsip
Akuntansi Indonesia 1984 (PAI 1984). Menjelang akhir 1994, Komite Standar
Akuntansi memulai suatu revisi besar atas Prinsip-prinsip Akuntansi Indonesia
dengan mengumumkan pernyataan-pernyataan standar akuntansi tambahan dan
menerbitkan interpretasi atas standar tersebut. Revisi tersebut menghasilkan 35
PSAK, yang sebagian besar harmonis dengan International Accounting Standards

(IAS) yang dikeluarkan oleh International Accounting Standards Board (IASB)


(Mandagi, 2014).
Sejak tahun 1994, telah menjadi kebijakan dari Komite Standar Akuntansi
Keuangan untuk menggunakan IAS (International Accounting Standards) sebagai
dasar untuk membangun standar akuntansi keuangan di Indonesia. Pada tahun
1995, IAI melakukan revisi besar untuk menerapkan standar-standar akuntansi
baru. Standar akuntansi ini memiliki struktur yang terdiri atas sebagai berikut
(Mandagi, 2014)
1.

Sebagian besar standar konsisten dengan IAS

2.

Beberapa standar diadopsi dari US GAAP

3.

Sisanya disusun sendiri oleh IASB

2.1.2

Standar Akuntansi yang Berlaku di Indonesia


Standar Akuntansi Keuangan (SAK) yang disusun oleh Ikatan Akuntan

Indonesia (IAI) mengacu pada teori-teori yang berlaku dan memberikan tafsiran
dan penalaran yang mendalam dalam hal praktik, terutama dalam penyusunan
laporan keuangan dalam mengolah informasi yang akurat sehubungan data
ekonomi. Standar Akuntansi Keuangan (SAK) merupakan suatu kerangka dalam
prosedur pembuatan laporan keuangan, agar terjadi keseragaman dalam penyajian
laporan keuangan.
Menurut Martani & Veronica (2012), standar akuntansi yang berlaku di
Indonesia terdiri dari empat standar, sering disebut sebagai 4 Pilar Standar
Akuntansi, dan SAK-UMKM, serta PSAK PAPI yaitu sebagai berikut
a.

Standar Akuntansi Keuangan (SAK), adalah standar akuntansi yang


digunakan untuk entitas yang memiliki akuntabilitas publik, yaitu standar

yang digunakan oleh entitas yang terdaftar atau dalam proses pendaftaran
di pasar modal atau entitas fidusia (yang menggunakan dana masyarakat
seperti asuransi, perbankan, dan dana pensiun). Standar ini mengadopsi
IFRS mengingat Indonesia (melalui IAI) telah menetapkan untuk
melakukan adopsi penuh IFRS pada tahun 2012.
b.

Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (SAKETAP), adalah standar akuntansi yang digunakan untuk entitas yang tidak
memiliki akuntabilitas publik signifikan dalam penyusunan laporan
keuangan tujuan umum (general purpose financial statement).

c.

Standar Akuntansi Keuangan Syariah (SAK Syariah), adalah standar


akuntansi yang digunakan untuk entitas yang memiliki transaksi syariah
atau entitas berbasis syariah. Standar akuntansi syariah terdiri atas
kerangka konseptual penyusunan dan pengungkapan laporan, standar,
penyajian laporan keuangan, dan standar khusus transaksi syariah, seperti
mudharabah, salam, ijarah, dan istishna.

d.

Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), yaitu standar akuntansi yang


digunakan untuk menyusun laporan keuangan instansi pemerintahan baik
pusat maupun daerah.

e.

Standar Akuntansi Keuangan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (SAKUMKM), yaitu standar akuntansi yang digunakan untuk menyusun laporan
keuangan bagi usaha-usaha kecil dan menengah yaitu dengan omzet
kurang dari 4,8 miliyar.

f.

Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Prinsip Akuntansi Perbankan


Indonesia (PSAK-PAPI), yaitu standar akuntansi yang digunakan untuk
menyusun laporan keuangan pada bisnis perbankan.

2.2

International Financial Reporting Standards (IFRS)

2.2.1

Definisi International Financial Reporting Standards (IFRS)


Menurut Suyatmini & Sheilla (2014), International Financial Reporting

Standard (IFRS) adalah pedoman penyusunan laporan keuangan yang dapat


diterima secara global. IFRS yang ada saat ini mengalami sejarah yang cukup
panjang dalam proses terbentuknya. Sedangkan menurut Telaumbanua (2014),
IFRS adalah standar, interpretasi, dan kerangka yang diadopsi oleh badan
penyusun standar internasional yang dikenal dengan International Accounting
Standards Board (IASB).
Beberapa standar yang membentuk IFRS dulunya dikenal dengan nama
International Accounting Standards (IAS). IAS diterbitkan oleh suatu badan yang
dikenal dengan International Accounting Standards Committee (IASC) pada
kurun waktu antara tahun 1973 hingga tahun 2001. Hingga Maret 2002, IASC
telah menerbitkan 41 IAS dan 34 SIC (Standing Interpretations Committee).
Beberapa diantaranya telah diubah atau diganti oleh IASB. Standar yang masih
tersisa dipandang sebagai payung bagi IFRS (Mandagi, 2014).
IFRS merupakan seperangkat standar yang berdasarkan prinsip"
(principles based), yang menetapkan aturan umum dan menentukan peraturan
khusus. IFRS menitikberatkan pada prinsip yang dijelaskan dalam kerangka
konseptual IASB, bukan pada aturan yang terinci. Berbeda dengan US GAAP,

10

yang pada umumnya memuat persyaratan-persyaratan lebih khusus dan pedoman


impelementasi yang rinci (Mandagi, 2014).
2.2.2

Perkembangan International Financial Reporting Standards (IFRS)


Sejarah perkembangan standar akuntansi internasional dimulai pada tahun

1966, bersamaan dengan diperkenalkannya proposal untuk membuat sebuah


Accounting International Study Group (AISG) yang terdiri dari tiga standar setter
authorized body yaitu The Institute of Chartered Accountants of England & Wales
(ICAEW), American Institute of Certified Public Accountants (AICPA), dan
Canadian Institute of Chartered Accontants (CICA). Pada Februari 1967,
bersamaan sebagai hasil dari didirikannya AISG, lembaga tersebut mulai
mempublikasikan paper terkait praktik akuntansi dan pelaporan keuangan. Paper
tersebut

dipublikasikan

secara

berkala

setiap

beberapa

bulan.

Pada

perkembangannya, banyak diantara paper dan artikel yang dipublikasikan oleh


lembaga tersebut menjadi acuan bagi perusahaan dalam menyusun laporan
keuangan dan memilih kebijakan akuntansi. Pada akhirnya, tahun 1973 disepakati
untuk dibentuk sebuah institusi internasional yang menyusun standar akuntansi
untuk digunakan secara internasional. Sehingga, pada bulan Juni 1973
dibentuklah sebuah lembaga penyusun standar akuntansi internasional yaitu IASC
(International Accounting Standards Comitee), yang bertujuan agar menghasilkan
standar internasional yang dapat diterima dengan cepat dan diimplementasikan
secara world wide (Mandagi, 2014).
Pada tahun 1973 hingga 2000, IASC telah mengeluarkan seperangkat
standar akuntansi yang memiliki nama resmi International Accounting Standards
(IAS). Namun, IASC dalam kapasitasnya sebagai penyusun standar mampu

11

bertahan hingga tahun 2001. Organisasi tersebut kemudian direstrukturisasi dan


digantikan oleh sebuah institusi baru yaitu International Accounting Standards
Board (IASB). Reorganisasi IASC menjadi IASB mulai terlihat pengaruhnya pada
1 April 2001, yaitu ketika IASB menyatakan bahwa mereka akan mengadopsi
standar yang diterbitkan oleh IASC dan akan terus dipakai sebagai International
Accounting Standard ditambah dengan standar baru yang disusun oleh IASB.
Seperangkat standar ini akan dipublikasikan dalam sebuah seri yang dikenal
dengan International Financial Reporting Standard (IFRS) (Mandagi, 2014).
2.2.3

Struktur Tata Kelola International Financial Reporting Standards


(IFRS)
Lembaga yang memiliki otoritas untuk menyusun IFRS adalah IASB,

(International Accounting Standard Board). IASB secara struktur bernaung


dibawah International Accounting Standard Commitee (IASC). IASC memiliki
peran menunjuk, memantau, mengatur dan mendanai IASB, sebaliknya IASB
secara langsung memberi laporan kepada IASC. Setarah dengan IASC, terdapat
lembaga lainnya yaitu Trustees Appointment Advisory Group. Lembaga tersebut
berfungsi memberikan advice kepada IASC. Selain itu, dalam rangka mendukung
tugas dari IASB, IASC mendirikan IFRIC (IFRS Interpretations Committee).
Fungsi IFRIC adalah memberikan interpretasi kepada IASB. Secara bersamaan,
IASC juga menunjuk IFRS advisory council yang bertugas memberikan advice
kepada IASB. Sebaliknya, IFRS akan memberi laporan kepada IASC (Mandagi,
2014)

12

2.2.4

Karakteristik International Financial Reporting Standards (IFRS)


Menurut Aristiya (2014), IFRS memiliki karakteristik yaitu sebagai

berikut
1.

IFRS menggunakan principle base, sehingga lebih menekankan pada


interpretasi dan aplikasi atas standar, serta berfokus pada spirit penerapan
prinsip tersebut.

2.

Standar membutuhkan penilaian atas substansi transaksi dan evaluasi


apakan presentasi akuntansi mencerminkan realitas ekonomi.

3.

Membutuhkan professional judgement pada penerapan standar akuntansi.

4.

Menggunakan fair value dalam penilaian.

5.

Mengharuskan pengungkapan (disclosure) yang lebih banyak.

2.2.5

Struktur International Financial Reporting Standards (IFRS)


Menurut Natawidyana (2008), struktur International Financial Reporting

Standards terdiri atas empat bagian yaitu sebagai berikut


1.

Standar Pelaporan Keuangan Internasional (IFRS), yaitu standar yang


dikeluarkan setelah tahun 2001.

2.

Standar Akuntansi Internasional (IAS), yaitu standar yang diterbitkan


sebelum tahun 2001.

3.

Interpretasi berasal dari Pelaporan Keuangan Internasional Komite


Interpretasi (IFRIC) yang diterbitkan setelah tahun 2001.

4.

Interpretasi Standing Committee (SIC), yang diterbitkan sebelum 2001.

13

2.2.6

Tujuan Penerapan International Financial Reporting Standards (IFRS)


Ketua tim implementasi IFRS-Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) yaitu Dudi

M. Kurniawan (2011) dalam Farida & Sirajudin (2011) mengatakan bahwa


dengan mengadopsi IFRS, Indonesia akan mendapatkan tujuh manfaat sekaligus
yaitu sebagai berikut
1.

Meningkatkan kualitas Standar Akuntansi Keuangan (SAK)

2.

Mengurangi biaya Standar Akuntansi Keuangan

3.

Meningkatkan kredibilitas dan kegunaan laporan keuangan

4.

Meningkatkan komparabilitas pelaporan keuangan

5.

Meningkatkan transparansi keuangan

6.

Menurunkan biaya modal dengan membuka peluang penghimpunan dana


melalui pasar modal

7.

Meningkatkan efisiensi penyusunan laporan keuangan.

2.3

Perkembangan International Financial Reporting Standards (IFRS) di


Indonesia
Perkembangan standar akuntansi di Indonesia (Suyatmini & Sheilla, 2014)

yaitu diawali pada tahun 1973 hingga 1984. Pada perioda tersebut Ikatan Akuntan
Indonesia (IAI) telah membentuk Komite Prinsip-prinsip Akuntansi Indonesia
untuk menetapkan standar-standar akuntansi, yang kemudian dikenal dengan
Prinsip-prinsip Akuntansi Indonesia (PAI). Kemudian, dilanjutkan pada perioda
1984 hingga 1994, yaitu komite PAI melakukan revisi secara mendasar PAI 1973
dan kemudian menerbitkan PAI 1984. Menjelang akhir 1994, Komite Standar
Akuntansi memulai suatu revisi besar atas Prinsip-Prinsip Akuntansi Indonesia

14

dengan mengumumkan pernyataan-pernyataan standar akuntansi tambahan dan


menerbitkan interpretasi atas standar tersebut. Revisi tersebut kemudian
menghasilkan 35 Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) yang sebagian
besar harmonis dengan IAS yang dikeluarkan oleh IASB
Pada perioda 1994 hingga 2004, terdapat perubahan kiblat dari US GAAP
ke IFRS. Hal ini ditunjukkan sejak tahun 1994, telah menjadi kebijakan dari
Komite Standar Akuntansi Keuangan untuk menggunakan International
Accounting Standards sebagai dasar untuk membangun standar akuntansi
keuangan Indonesia. Dan pada tahun 1995, IAI melakukan revisi besar untuk
menerapkan standar-standar akuntansi baru yang kebanyakan konsisten dengan
IAS. Beberapa standar diadopsi oleh US GAAP dan lainnya dibuat sendiri.
Pada perioda 2006 hingga 2008, merupakan konvergensi IFRS tahap 1.
Sejak tahun 1995 hingga 2010, buku Standar Akuntansi Keuangan (SAK) terus
direvisi secara berkesinambungan, baik berupa penyempurnaan maupun standar
baru. Proses revisi ini dilakukan sebanyak enam kali yakni pada tanggal 1 Oktober
1995, 1 Juni 1999, 1 April 2002, 1 Oktober 2004, 1 Juni 2006, 1 September 2007,
dan versi 1 Juli 2009. Pada tahun 2006 dalam Kongres IAI-X di Jakarta,
ditetapkan bahwa konvergensi penuh IFRS akan diselesaikan pada tahun 2008.
Target pada saat itu adalah taat penuh dengan semua standar IFRS pada tahun
2008. Namun, dalam perjalanannya ternyata tidak mudah. Hingga akhir tahun
2008, jumlah IFRS yang diadopsi baru mencapai 10 standar dari total 33 standar.
Pada perioda 2010 hingga Desember 2011, dari 37 IAS/IFRS yang
diterbitkan International Accounting Standards Board (IASB) sejak 2009, 35
IAS/IFRS telah diadopsi Dewan Standar Akuntansi Ikatan Akuntan Indonesia

15

(DSAK IAI). Pada perioda 2012 hingga saat ini, Indonesia telah mengadopsi
penuh standar IFRS dan berlaku serta digunakan untuk entitas yang memiliki
akuntabilitas publik, yaitu standar yang digunakan oleh entitas yang terdaftar atau
dalam proses pendaftaran di pasar modal atau entitas fidusia (yang menggunakan
dana masyarakat seperti asuransi, perbankan, dan dana pensiun).
2.3.1

Konvergensi International Financial Reporting Standards (IFRS) di


Indonesia
Di Indonesia, standar akuntansi yang digunakan untuk menyusun laporan

keuangan yang memiliki akuntabilitas publik signifikan adalah PSAK (Pernyataan


Standar Akuntansi Keuangan). Standar ini merupakan kumpulan dari berbagai
standar akuntansi di dunia dan telah disesuaikan untuk digunakan di Indonesia.
Praktik akuntansi di setiap negara berbeda-beda disebabkan karena adanya
pengaruh lingkungan ekonomi, sosial, dan politik di masing-masing negara
tersebut. Adanya tuntutan globalisasi atau tuntutan untuk menyamakan persepsi
akuntansi di setiap negara mengakibatkan munculnya standar akuntansi
internasional yang dikenal dengan IFRS (International Financial Reporting
Standards). IFRS bertujuan untuk memudahkan proses rekonsilisasi bisnis dalam
bisnis lintas negara.
Menurut Halim (2014), konvergensi dapat diartikan proses harmonisasi
atau peningkatan kesesuaian praktik akuntansi dengan menetapkan standar
tertentu untuk mengurangi tingkat keberagaman dari praktik yang ada. Dalam
konteks konvergensi IFRS, dapat diartikan sebagai proses menyesuaikan Standar
Akuntansi Keuangan (SAK) di Indonesia dengan standar akuntansi yang berlaku
secara internasional (IFRS).

16

Menurut Nurhayati & Maryono (2014), IFRS dijadikan sebagai referensi


utama pengembangan standar akuntansi keuangan di Indonesia. Hal tersebut
disebabkan karena IFRS merupakan standar yang sangat kokoh. Penyusunannya
didukung oleh para ahli dan dewan konsultatif internasional dan seluruh penjuru
dunia. Pihak-pihak tersebut telah menyediakan waktu cukup dan didukung dengan
masukan literatur dari ratusan orang dari berbagai disiplin ilmu dan berbagai
macam juridiksi di seluruh dunia. Dengan telah dideklarasikannya program
konvergensi terhadap IFRS tersebut, maka pada tahun 2012 seluruh standar yang
dikeluarkan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan akan mengacu pada IFRS
dan diterapkan oleh entitas. Lembaga profesi Ikatan Akuntan Indonesia (IAI)
menetapkan bahwa Indonesia melakukan adopsi penuh IFRS pada 1 Januari 2012.
Penerapan ini bertujuan agar daya informasi laporan keuangan dapat terus
meningkat, sehingga laporan keuangan dapat semakin mudah dipahami dan dapat
dengan mudah digunakan baik bagi penyusun, auditor, maupun pembaca atau
pengguna lain.
2.3.2

Strategi Adopsi Konvergensi International Financial Reporting


Standards (IFRS)
Menurut Aristiya (2014), dalam melakukan konvergensi IFRS, terdapat

dua macam strategi adopsi yaitu big bang strategy dan gradual strategy. Kedua
strategi adopsi tersebut dijelaskan sebagai berikut
1.

Big Bang Strategy


Big bang strategy merupakan strategi dengan mengadopsi penuh IFRS
sekaligus, tanpa melalui tahapan-tahapan tertentu. Strategi ini digunakan
oleh negara-negara maju.

17

2.

Gradual Strategy
Gradual strategy merupakan strategi dengan mengadopsi IFRS secara
bertahap. Strategi ini digunakan oleh negara-negara berkembang, seperti
Indonesia.

2.3.3

Tingkatan Konvergensi International Financial Reporting Standards


(IFRS)
Menurut Suyatmini & Sheilla (2014), standar akuntansi di setiap negara

berdasarkan tingkat adopsi IFRS dapat dibagi dalam lima tingkat yaitu sebagai
berikut
1.

Full Adoption, mirip dengan big bang strategy yaitu kondisi dalam suatu
negara mengadopsi seluruh standar IFRS dan menerjemahkan keseluruhan
standar IFRS tanpa mengubah isi di dalamnya.

2.

Adopted, kondisi dimana IFRS telah diadopsi di suatu negara namun


terdapat sejumlah penyesuaian yang dibuat berdasarkan kondisi negara
tersebut.

3.

Piecemeal, yaitu tingkat adopsi IFRS yang hanya mengadopsi sebagian


besar nomor IFRS, yaitu nomor standar tertentu dan paragraf tertentu saja.

4.

Referenced, yaitu tingkat adopsi IFRS dimana para penyusun standar


akuntansi di negara tertentu menyusun sendiri standar akuntansi dengan
mengacu pada IFRS

5.

Not adopted, yaitu tingkat adopsi IFRS dimana suatu negara sama sekali
tidak mengadopsi IFRS atau tidak menjadikan IFRS sebagai referensi
penyusunan standar

18

2.3.4

Konvergensi International Financial Reporting Standards (IFRS)


Tahap I (2000-2008)
Sejak tahun 1995 hingga tahun 2010, buku Standar Akuntansi Keuangan

(SAK) terus direvisi secara berkesinambungan, baik berupa penyempurnaan


maupun penambahan standar baru. Proses revisi dilakukan sebanyak enam kali,
yakni pada tanggal 1 Oktober 1995, 1 Juni 1999, 1 April 2002, 1 Oktober 2004, 1
Juni 2006, 1 September 2007, dan versi 1 Juli 2009. Pada tahun 2006, dalam
Kongres IAI X di Jakarta, ditetapkan bahwa konvergensi penuh IFRS akan
diselesaikan pada tahun 2008. Target ketika itu adalah taat penuh dengan semua
standar IFRS pada tahun 2008. Namun, dalam perjalanannya ternyata tidak
mudah. Hingga akhir 2008, jumlah IFRS yang diadopsi baru mencapai 10 standar
IFRS dari total 33 standar (Suyatmini & Sheilla, 2014).
Kegagalan IAI dalam mencapai target konvergensi IFRS tahap I
disebabkan oleh sejumlah kendala. Beberapa kendala yang dihadapi oleh para
penyusun standar dalam rangka harmonisasi PSAK dengan IFRS adalah sebagai
berikut (Mandagi, 2014)
1.

Kekurangan sumber daya.


Dewan Standar Akuntansi sebagai lembaga penyusun standar tidak
memiliki cukup tenaga serta biaya yang memadai sebagai faktor penting
dalam proses harmonisasi standar.

2.

Pergantian IFRS yang selalu dinamis.


Proses revisi IFRS oleh IASB terlalu cepat dan sulit ditimbangi oleh
DSAK, sehingga ketika proses adopsi suatu standar IFRS masih sementara
dilakukan.

19

3.

Language barriers.
Terdapat kesulitan dalam menerjemahkan setiap standar dalam IFRS ke
dalam bahasa Indonesia. Seringkali terdapat istilah-istilah teknis yang
kehilangan arti atau membingungkan ketika diterjemahkan ke dalam
bahasa Indonesia.

4.

Infrastruktur profesi akuntan yang belum siap.


Untuk mengadopsi IFRS masih terdapat banyak metoda akuntansi yang
baru yang harus dipelajari lagi oleh para akuntan.

5.

Belum siapnya perguruan tinggi dan akuntan pendidik untuk berganti


kiblat ke IFRS

6.

Support pemerintah terhadap isu konvergensi yang masih minim.

2.3.5

Konvergensi International Financial Reporting Standards IFRS Tahap


II (2008-2012)
Beberapa kendala yang dihadapi pada konvergensi IFRS tahap pertama,

membuat target konvergensi pada tahap ini tidak tercapai. IAI sebagai lembaga
profesi akuntansi yang memiliki peran menentukan arah kebijakan standar
akuntansi menetapkan konvergensi IFRS pada tahap yang kedua dengan target
adopsi penuh pada 1 Januari 2012.
Terdapat sejumlah faktor yang secara spesifik melatarbelakangi keharusan
konvergensi IFRS adalah sebagai berikut (Mandagi, 2014)
1.

IFAC membership. Indonesia merupakan bagian dari IFAC (International


Federation of Accountant) yang harus tunduk pada SMO (Statement
Membership Obligation), yaitu Indonesia memiliki kewajiban dengan
menggunakan IFRS sebagai accounting standard.

20

2.

G20 agreement. Proses konvergensi IFRS pada tahap yang kedua ini juga
merupakan konsekuensi dari forum G20. Konvergensi IFRS adalah salah
satu kesepakatan pemerintah Indonesia sebagai anggota G20.

3.

Rekomendasi World Bank. Konvergensi juga merupakan salah satu


rekomendasi dalam Report on the Observance of Standards and Codes on
Accounting and Auditing yang disusun oleh assessor World Bank yang
telah dilaksanakan sebagai bagian dari Financial Sector Assessment
Program (FSAP) (BAPEPAM LK).
Sasaran konvergensi IFRS pada tahap yang kedua ditargetkan oleh DSAK-

IAI selesai pada tahun 2012. Sepanjang tahun 2009, DSAK-IAI telah
mengesahkan 10 PSAK baru, 5 ISAK, dan mencabut 9 PSAK berbasis industri
dan mencabut ISAK. Secara spesifik, sasaran konvergensi IFRS pada tahap kedua
yaitu sebagai berikut
1.

Merevisi PSAK agar secara material sesuai dengan IFRS versi 1 Januari
2009, yang berlaku efektif pada tahun 2011/2012.

2.

Secara berkala atau bertahap menyesuaikan dengan perubahan IFRS.


Menurut Aristiya (2014), berdasarkan konvergensi IFRS yang dilakukan

pada tahap kedua, IAI membagi proses ini menjadi 3 tahapan yaitu sebagai berikut
1.

Tahap Adopsi (2008-2011)


Tahap adopsi meliputi aktivitas yang mana seluruh IFRS diadopsi ke
PSAK, persiapan infrastruktur yang diperlukan, dan evaluasi terhadap
PSAK yang berlaku.

21

2.

Tahap Persiapan Akhir (2011)


Tahap persiapan akhir dilakukan penyelesaian terhadap persiapan
infrastruktur yang diperlukan. Selanjutnya, dilakukan penerapan secara
bertahap beberapa PSAK berbasis IFRS.

3.

Tahap Implementasi (2012)


Tahap implementasi berhubungan dengan aktivitas penerapan PSAK ke
IFRS secara bertahap. Kemudian, dilakukan evaluasi terhadap dampak
penerapan PSAK secara komprehensif.
Sesuai dengan roadmap konvergensi PSAK ke IFRS (International

Financial Reporting Standards), maka saat ini Indonesia memasuki tahap adopsi
IFRS secara penuh setelah sebelumnya melalui tahap adopsi (2008-2010). Hanya
setahun saja, IAI (Ikatan Akuntan Indonesia) menargetkan tahap persiapan akhir,
karena setelah itu resmi per 1 Januari 2012 Indonesia telah menerapkan IFRS.
2.3.6

Manfaat Konvergensi International Financial Reporting Standards

(IFRS)
Dengan adanya standar global, memungkinkan keterbandingan dan
pertukaran informasi secara universal. Konvergensi IFRS dapat meningkatkan
daya informasi dari laporan keuangan perusahaan-perusahaan yang ada di
Indonesia. Adopsi standar internasional juga sangat penting dalam rangka
stabilitas perekonomian.
Manfaat dari program konvergensi IFRS diharapkan akan mengurangi
hambatan-hambatan

investasi,

meningkatkan

transparansi

perusahaan,

mengurangi biaya yang terkait dengan penyusunan laporan keuangan, dan


mengurangi cost of capital. Sementara, tujuan akhirnya laporan keuangan yang

22

disusun berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan (SAK), hanya akan


memerlukan sedikit rekonsilisasi untuk menghasilkan laporan keuangan
berdasarkan IFRS.
Sasaran konvergensi IFRS pada tahun 2012 adalah merevisi PSAK agar
sesuai dengan IFRS versi 1 Januari 2009 yang berlaku efektif tahun 2011/2012,
dan konvergensi IFRS di Indonesia dilakukan secara bertahap. Manfaat
konvergensi IFRS menurut Wirahardja (2010) adalah sebagai berikut
1.

Memudahkan pemahaman atas laporan keuangan dengan penggunaan


Standar Akuntansi Keuangan yang dikenal secara internasional.

2.

Meningkatkan arus investasi global melalui transparansi.

3.

Menurunkan modal dengan membuka peluang fraud raising melalui pasar


modal secara global.

2.3.7

Pengadopsian Standar Akuntansi Internasional Financial Reporting


Standards (IFRS)
Menurut Sari (2015), saat ini berdasarkan data dari International

Accounting Standard Board (IASB), terdapat 102 negara yang telah menerapkan
IFRS dalam pelaporan keuangan entitas di negaranya dengan keharusan yang
berbeda-beda. Sebanyak 23 negara mengizinkan penggunaan IFRS secara
sukarela, 75 negara mewajibkan untuk perusahaan domestik secara keseluruhan,
dan 4 negara mewajibkan hanya untuk perusahaan domestik tertentu. Sedangkan
standar akuntansi keuangan nasional saat ini, yaitu adopsi secara penuh dengan
International Financial Reporting Standards (IFRS) yang dikeluarkan oleh IASB
(International Accounting Standards Board) sejak tahun 2012. Oleh karena itu,

23

arah penyusunan dan pengembangan standar akuntansi keuangan ke depan selalu


mengacu pada standar akuntansi internasional (IFRS) tersebut.

BAB III
KONTROVERSI DAN GAP

Akuntansi sebagai penyedia informasi bagi pengambilan keputusan yang


bersifat ekonomi dipengaruhi oleh lingkungan bisnis yang terus menerus berubah
karena adanya globalisasi, baik lingkungan bisnis yang terus mengalami
perkembangan, dalam keadaan stagnasi maupun depresi. Setiap negara tentu saja
memiliki standar akuntansi yang berbeda dengan negara lain. Perbedaan ini
disebabkan oleh berbagai faktor antara lain kondisi ekonomi, paham ekonomi
yang dianut, serta perbedaan kondisi politik dan sosial di tiap-tiap negara. Dengan
keadaan yang seperti ini, tentu saja laporan akuntansi pada perusahaan di masingmasing negara juga akan berbeda (Anjasmoro, 2010).
Adanya transaksi antar negara dan prinsip-prinsip akuntansi yang berbeda
antar negara mengakibatkan munculnya kebutuhan akan standar akuntansi yang
berlaku secara internasional. IFRS merupakan standar akuntansi internasional
yang dijadikan sebagai pedoman penyajian laporan keuangan di berbagai negara.
Namun, dunia internasional masih banyak belum dapat menerima adanya standar
akuntansi yang berlaku secara universal karena banyaknya perbedaan di tiap-tiap
negara yang disebabkan oleh ekonomi, politik, hukum, dan sosial. Sebagai ganti
dari standarisasi sistem akuntansi yang berlaku global, maka muncul adanya
konsep harmonisasi standar akuntansi. Harmonisasi ini dilakukan oleh negara
yang bersangkutan mengadopsi standar akuntansi internasional yang sesuai
dengan kondisi negaranya dan tetap mempertahankan standar akuntansi nasional

24

25

untuk transaksi-transaksi tertentu, namun transaksi tersebut harus diungkapkan


dan direkonsilisasi dengan standar yang telah diadopsi.
Proses konvergensi atau harmonisasi dalam penerapan IFRS di Indonesia
tentu saja tidak mulus dan banyak masalah yang dihadapi. Namun, Ketua IASB
Sir David Tweedie mengungkapkan bahwa proses konvergensi telah berkembang
pesat. Beliau juga mengungkap bahwa konvergensi ini akan memberikan manfaat
bagi negara yang bersangkutan, yaitu seperti investasi yang transparan,
menurunkan biaya modal, meningkatkan investasi, dan informasi yang dapat
dipercaya (Media Akuntansi, 2006).
Menurut Nobes & Parker (2002), rintangan yang paling fundamental
dalam proses harmonisasi adalah: (1) Perbedaan praktik akuntansi yang berlaku
saat ini pada berbagai negara, (2) Kurangnya atau lemahnya tenaga profesional
atau lembaga profesional di bidang akuntansi pada beberapa negara, dan (3)
Perbedaan sistem politik dan ekonomi pada tiap-tiap negara.
Sedangkan menurut Paul (2010), hambatan dalam menuju harmonisasi
adalah: (1) Nasionalisme tiap-tiap negara, (2) Perbedaan sistem pemerintahan
pada tiap-tiap negara, (3) Perbedaan kepentingan antara perusahaan multinasional
dengan perusahaan nasional yang sangat memengaruhi proses harmonisasi antar
negara, dan (4) Tingginya biaya untuk merubah prinsip akuntansi.

3.1

Kendala Terjemahan International Financial Reporting Standards


(IFRS) ke dalam Bahasa Indonesia
IFRS merupakan sarana atau alat untuk mencapai kemudahan dalam

berinvestasi. Yang menggunakan serta mengoptimalkan alat tersebut tidak lain

26

tidak bukan hanyalah manusia itu sendiri, meskipun sedikit dibantu dengan
teknologi informasi. Sehingga, SDM di Indonesia haruslah dapat memahami
dengan baik mengenai konsep IFRS, terutama SDM yang berhubungan langsung
dengan laporan keuangan baik praktisi, pemerintah, hingga akademisi.
Menurut Sarwono, et al., (2016), salah satu kendala dalam proses adopsi
IFRS yaitu adanya kelemahan SDM Indonesia yang mengalami kesulitan dalam
menerjemahkan

IFRS.

Dalam

menerjemahkan

dan

memahami

IFRS

membutuhkan waktu yang tidak singkat. IFRS berganti terlalu cepat, sehingga
pada saat IFRS yang sudah selesai diterjemahkan terkadang IFRS yang tidak lagi
berlaku. Kondisi ini berbanding terbalik dengan negara-negara lain yang langsung
mengambil teks asli IFRS tanpa menerjemahkannya terlebih dahulu.
Standar IFRS yang harus diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dan
seringkali terdapat beberapa kendala. Standar IFRS sukar untuk diterjemahkan ke
dalam bahasa lain disebabkan karena sulitnya menemukan terjemahan yang
sesuai, konsistensi penggunaan terjemahan, penggunaan istilah untuk penerapan
konsep berbeda, keterbatasan kosa kata, dan penggunaan istilah yang tidak
sepandan dengan terjemahannya.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Elsalam & Weetman (2003),
bahasa turut menentukan keberhasilan penerapan International Accounting
Standards (IAS). Tidak hanya di Indonesia saja, kendala bahasa terkait
terjemahan IAS dalam bahasa Arab menyebabkan berbagai penyimpangan dalam
pengungkapan kondisi keuangan perusahaan. Bahkan bahasa yang sama dengan
budaya yang berbeda juga menyebabkan perbedaan interpretasi terhadap konsep
akuntansi tertentu. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tantangan yang

27

muncul dalam implementasi IFRS meliputi berbagai aspek institusional di mana


setiap negara akan memiliki keunikannya sendiri yang berkontribusi pada
permasalahan yang ada. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa identifikasi
berbagai tantangan tersebut tidak dapat dilakukan secara apriori, namun perlu
dieksplorasi terlebih dahulu untuk menemukan dan menjelaskan berbagai
tantangan yang paling relevan dengan kondisi nasionalnya.
Menurut Efferin & Rudiawarni (2014), mekanisma penerjemahan IFRS
dalam bentuk PSAK memiliki tujuan yang lebih luas dari sekedar menerjemakan
dari bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia. Penerjemahan itu sendiri
memungkinkan proses implementasi yang lebih bertahap, agar dapat menambah
waktu (buying time strategy) yang dibutuhkan oleh para akuntan di Indonesia
untuk menyiapkan dirinya. Para preparer juga menganggap penggunaan bahasa
Indonesia dalam PSAK sering dianggap sebagai bagian dari masalah daripada
solusi untuk memahami IFRS. Hal ini dikonfirmasi juga oleh regulator dan
akademisi. Proses penerjemahan dari bahasa Inggris ke bahasa Indonesia diakui
tidak mudah dan ada banyak tantangan bagi DSAK yang memerlukan dukungan
dari pemerintah.

3.2

Kendala Penerapan International Financial Reporting Standards


(IFRS) bagi Pendidikan dan Profesi Akuntansi
Perubahan tata cara pelaporan keuangan yang sebelumnya banyak mengacu

pada US GAAP ke IFRS akan memiliki dampak sangat luas. Setidaknya, para
praktisi di bidang akuntansi dituntut untuk memiliki kompetensi baru seperti yang
disyaratkan IFRS. Pengajaran akuntansi di dunia pendidikan harus segera

28

dimutakhirkan, seiring kebijakan Indonesia yang telah mendeklarasikan


penggunaan sistem akuntansi internasional. Pada saat proses penerapan IFRS di
Indonesia pada saat itu menimbulkan beberapa pendapat bahwa ada yang
mengaku bahwa Indonesia telah siap, termasuk dari segi pendidikan
keprofesiannya (Akuntan Indonesia, 2009).
Menurut Yunus (1990), profesi akuntan di Indonesia memiliki 4 kategori
keanggotaan yaitu sebagai berikut
a.

Register A
Anggota dengan gelar akuntan yang juga telah berpraktik selama beberapa
tahun atau menjalankan usaha praktik akuntansi pribadi atau kepala dari
kantor akuntan pemerintah

b.

Register B
Akuntan publik yang telah diterima oleh pemerintah Indonesia dan telah
berpraktik untuk beberapa tahun

c.

Register C
Akuntan internal asing yang bekerja di Indonesia

d.

Register D
Akuntan yang baru lulus dari fakultas ekonomi jurusan akuntansi atau
memegang sertifikat yang telah dievaluasi oleh komite ahli dan
dipertimbangkan setara dengan gelar akuntansi dari universitas negeri
Kebanyakan dari akuntan di Indonesia adalah akuntan dengan kategori D,

sehingga sumber daya manusia untuk melaksanakan standar akuntansi secara


memadai masih kurang. Disamping itu, kebanyakan infrastruktur profesi akuntan
yang masih belum siap untuk mengadopsi IFRS karena banyak metoda akuntansi

29

yang baru yang harus dipelajari lagi oleh para akuntan. Selain itu, bagi perguruan
tinggi dan akuntan pendidik untuk berganti kiblat ke IFRS juga menjadi salah satu
hambatan.
Menurut Wahyuni (2011), kendala proses konvergensi ini akan berdampak
terhadap pendidikan yaitu sebagai berikut
1.

Perubahan mind-stream dari rule based kepada principle based.


Adopsi IFRS secara penuh bukanlah hanya sekedar perpindahan
pendekatan akuntansi historical cost ke fair value. Inti masalah yang lebih
mendasar dari adopsi IFRS adalah perubahan konsep, paradigma, atau pola
pikir. Karena jika memang mengadopsi IFRS secara penuh, hal ini berarti
akan terjadi peralihan dari rule based ke principle based dalam sistem
akuntansi. US GAAP yang berifat rule based memberi aturan baku
pelaporan keuangan dengan syarat-syarat dan ketentuannya yang
ditentukan secara lebih detail. Sedangkan IFRS yang bersifat principles
based hanya mengatur prinsipnya (Schipper, 2003). Jadi, peralihan ke
IFRS berarti peralihan paradigma dan pola pikir. Penyiapan ke arah
perubahan paradigma, konsep, dan pola pikir seperti ini belum banyak
dilakukan di lingkungan perguruan tinggi. Begitu mendasarnya masalah
ini, maka sejak dini pendidikan akuntansi harus sudah disiapkan dengan
matang

2.

Professional judgement yang ditekankan pada IFRS.


IFRS tidak menyediakan aturan-aturan detail pengaturan pelaporan. Oleh
karena itu, mahasiswa harus mulai diajarkan bagaimana pengambilan
keputusan

berdasarkan

prinsip

akuntansi.

Pengadopsian

IFRS

30

mensyaratkan akuntan maupun auditor untuk memiliki pemahaman


mengenai

kerangka

konseptual

informasi

keuangan

agar

dapat

mengaplikasikan secara tepat dalam pembuatan keputusan. Dalam


principles-based system, akuntan akan membuat sejumlah estimasi yang
harus

dipertanggungjawabkan

dan

mensyaratkan

semakin

banyak

judgment professional (Schipper, 2003). Fleksibilitas dalam standar IFRS


yang bersifat principles-based akan berdampak pada tipe dan jumlah skill
professional yang seharusnya dimiliki oleh akuntan dan auditor.
Pengadopsian IFRS mensyaratkan akuntan memiliki pengetahuan yang
cukup mengenai kejadian maupun transaksi bisnis dan ekonomi
perusahaan secara fundamental sebelum membuat judgment. Bennett, et
al.,

(2006),

menyimpulkan

bahwa

principles-based

standards

mensyaratkan judgment professional baik pada level transaksi maupun


pada level laporan keuangan
3.

Banyak menggunakan fair value accounting


Berbeda dengan FASB yang tidak mengakui fair value sebagai dasar
untuk mengukur aset, fair value ditetapkan oleh International Accounting
Standard Board (IASB) sebagai dasar untuk mengukur aset. Namun,
penggunaan historical cost tidak lagi relevan karena kredibilitas dan
kegunaan laporan keuangan telah terhambat oleh tantangan yang serius.
Selain itu, banyak orang yang berpendapat dan yakin bahwa standar
akuntansi yang menggunakan historical cost memainkan peranan penting
sebagai penyebab kerusakan perekonomian, terutama lembaga simpan
pinjam tahun 1980-an dan masalah perbankan 1990-an. Karena pada

31

waktu itu banyak laporan keuangan yang tidak mengungkapkan kerugian


yang terjadi. Sehingga, kondisi tersebut mendorong terjadinya kesepakatan
bahwa standar akuntansi yang ada perlu diperbaiki. Oleh karena itu, FASB
dan IASB bekerja sama untuk berusaha mengharmonisasikan standar
akuntansi

masing-masing.

Pertanyaan

mengenai

bagaimana

aset

seharusnya diakui di neraca merupakan salah satu isu penting yang harus
dicari solusinya. Untuk itu, baik IASB maupun FASB melakukan
pengujian secara seksama terhadap fair value, tentang arti dari fair value
dan bagaimana seharusnya diaplikasikan. Penggunaan fair value
accounting dalam dunia pendidikan dan dalam dunia bisnis akan
menyebabkan

income

smoothing

menjadi

semakin

sulit

dengan

penggunaan balance sheet approach dan fair value.


4.

IFRS selalu berubah dan konsep yang digunakan dalam suatu IFRS dapat
berbeda dengan IFRS lain, misalnya lease menggunakan risk and reward
concept, sedangkan service concession arrangement menggunakan
controllability concept, dan pemutakhiran (updating) IFRS merupakan
suatu keharusan.

5.

Perubahan textbook dari US GAAP kepada IFRS.


Salah satu masalah utama terkait dengan persiapan implementasi
International Financial Reporting Standard (IFRS) atau standar laporan
keuangan internasional di lingkungan perguruan tinggi adalah belum
adanya kurikulum baku dan terbatasnya buku-buku teks. Meskipun adopsi
IFRS sudah lama dicanangkan, namun kurikulum dan buku-buku teks
yang diajarkan di perguruan tinggi masih berkiblat ke Amerika Serikat.

32

Buku teks yang terkait dengan IFRS masih sangat kurang atau hampir
tidak ada. Untuk mengatasi hal ini, IAI sudah berinisiatif kerja sama
dengan Australia untuk mencoba menyusun materi IFRS sebagai bahan
pengajaran di kelas.
6.

Peluang riset
Pengadopsian International Reporting Standard (IFRS) juga akan
membawa dampak pada riset akuntansi. Berdasarkan review terhadap
berbagai riset mengenai dampak pengadopsian IFRS, terdapat dua
kelompok

besar

riset

yang

dapat

dilakukan

mengenai

dampak

pengadopsian IFRS, yaitu: (1) dampak pengadopsian IFRS terhadap


perilaku partisipan dalam proses pelaporan keuangan, dan (2) dampak
pengadopsian IFRS terhadap kualitas pelaporan keuangan. Untuk kondisi
Indonesia, riset kelompok kedua belum bisa dilakukan hingga tersedianya
laporan keuangan berbasis IFRS pada tahun 2012. Namun demikian, para
peneliti bisa melakukan riset kelompok pertama tanpa harus menunggu
pengadopsian penuh IFRS pada 2012.

3.3

Kendala Biaya International Financial Reporting Standards (IFRS)


dan Dampaknya bagi Perusahaan
Rencana Indonesia untuk beralih kiblat akuntansi pelaporan keuangan

IFRS yang dikembangkan oleh IASB masih terkendala oleh aturan-aturan antar
regulator. Pada saat proses penerapan IFRS, para regulator sedang sibuk
berkoordinasi untuk membuat peraturan-peraturan yang selaras dengan IFRS.

33

Skema peta konvergensi standar di Indonesia menuju IFRS dibagi menjadi tiga
tahapan yaitu sebagai berikut
1.

Pada akhir tahun 2010 diharapkan seluruh IFRS sudah diadopsi dalam
PSAK

2.

Pada tahun 2011 melakukan penyiapan seluruh infrastruktur pendukung


untuk implementasi PSAK yang sudah mengadopsi seluruh IFRS

3.

Pada tahun 2012, merupakan tahun implementasi ketika PSAK yang


berbasis IFRS wajib diterapkan oleh perusahaan-perusahaan yang
memiliki akuntabilitas publik meskipun tidak semua sektor bisa
menerapkan IFRS. Hal ini disebabkan karena ada tingkat kesulitan di
masing-masing jenis usaha dalam menerapkan standar internasional
tersebut.
Konvergensi PSAK menuju IFRS memiliki dampak positif dan negatif

terhadap dunia bisnis. Menurut Handayani (2011), dampak positif dan negatif
implementasi IFRS terhadap perusahaan yang berakuntabilitas publik yaitu
sebagai berikut
1.

Akses ke pendanaan internasional akan lebih terbuka, karena laporan


keuangan akan lebih mudah dikomunikasikan ke investor global
Sebagai perusahaan yang berakuntabilitas publik yang bersinggungan
dengan investor baik dalam maupun luar negeri menjadi urgent untuk
dapat memberikan laporan yang akuntabel dan dapat dipahami oleh semua
calon investor meskipun dari luar negeri.

34

2.

Relevansi laporan keuangan akan meningkat, karena lebih banyak


menggunakan nilai wajar
IFRS memiliki ciri utama yaitu principles based, dan lebih banyak
menggunakan nilai wajar sebagai dasar penilaian dan pengungkapan yang
lebih banyak. Standar yang bersifat principles based hanya mengatur halhal prinsip bukan aturan detail.

3.

Kinerja keuangan akan lebih berfluktuatif apabila harga-harga mengalami


fluktuatif
Penggunaan nilai wajar dalam menilai dan pengungkapan aktivitas
perusahaan yang didasarkan pada faktor keekonomisan membuat penilaian
aset maupun biaya fluktuatif seiring dengan fluktuatifnya harga dan biaya
yang terjadi di pasaran.

4.

Income smoothing menjadi lebih sulit dengan menggunakan balance sheet


approach dan fair value approach
Kesempatan untuk mengotak-atik laporan keuangan yang ditujukan untuk
tetap menjaga tingkat laba oleh manajemen akan semakin sulit dilakukan.

5.

Principle-based standar menyebabkan keterbandingan laporan keuangan


sedikit menurun yakni bila penggunaan professional judgment ditumpangi
dengan kepentingan mengatur laba (earning management)

6.

Penggunaan off balance-sheet semakin terbatas


Dalam proses adopsi IFRS, juga memerlukan biaya yang mahal.

Perusahaan harus menyisihkan pos anggaran tersendiri. Biaya yang dikeluarkan


tidaklah sedikit. Biaya ini biasanya menyangkut pengadaan sistem informasi yang
baru. Para karyawan yang baru mengenal IFRS juga perlu diadakan pelatihan atau

35

training, karena dalam kurikulum pendidikan perguruan tinggi kebanyakan masih


menggunakan dan menerapkan US GAAP. Kondisi tersebut menjadikan biaya
untuk mengadopsi IFRS menjadi lebih mahal. (Sarwono, et al., 2016).
Selain itu, terdapat penelitian yang dilakukan oleh Anjasmoro (2010),
yaitu untuk mengetahui perusahaan yang diteliti mengalami hambatan-hambatan
dalam mengaplikasikan IFRS yaitu sebagai berikut
1.

Kesiapan SDM
Hambatan yang paling utama dalam proses adopsi IFRS adalah pada
faktor kesiapan SDM. Apabila SDM pada perusahaan tersebut capable
untuk mengaplikasikan IFRS pada laporan keuangan yang dibuat, maka
tidak akan ada kesulitan yang berarti, demikian sebaliknya. Apabila ada
perusahaan yang SDM-nya tidak siap, maka kemungkinan untuk
mengadopsi IFRS pada perusahaan tersebut sangat kecil. SDM yang
memiliki IFRS capability adalah pondasi yang kokoh untuk melakukan
adopsi IFRS. Apabila dari pondasinya saja belum memenuhi kriteria untuk
melakukan proses adopsi, maka segala sesuatu yang dilakukan hanyalah
sia-sia belaka. SDM

juga faktor

yang paling dominan dalam

menyukseskan proses adopsi, karena secanggih apapun alat yang


digunakan, tetapi apabila SDM-nya tidak kompeten, maka hasil yang
didapat pun tidak akan maksimal. Sehingga, dalam departemen keuangan
pada perusahaan sangat diperlukan SDM-SDM cerdas, yang mengerti
akuntansi dengan baik dan fleksibel. Sehingga, dengan adanya hal
tersebut, pergantian sistem akuntansi seperti apapun bukan masalah yang
berarti bagi manajemen perusahaan

36

2.

Sistem akuntansi yang belum canggih.


Seperti yang telah diketahui bahwa pada proses adopsi IFRS, tahap yang
paling sulit dilakukan adalah pengembangan sistem. Hal ini dapat menjadi
faktor penghambat yang sangat besar apabila tidak segera ditangani
dengan baik. Karena bagaimanapun juga menerjemahkan bahasa akuntansi
ke bahasa pemrograman bukan pekerjaan yang mudah. Software akuntansi
merupakan sebuah sistem terintegrasi yang mampu menerima input berupa
transaksi penjurnalan harian dan mengeluarkan output berupa laporan
keuangan. Dengan diadopsinya IFRS pada suatu perusahaan, maka sistem
akuntansi yang ada pun harus ikut berubah. Tidak sembarang orang dapat
melakukan pekerjaan ini. Dibutuhkan programmer dengan pemahaman
akuntansi yang cukup baik untuk mengembangkan sistem tersebut.
Sehingga, kondisi tersebut juga membutuhkan waktu yang cukup lama
untuk melakukan pengembangan sistem, dan yang paling penting adalah
butuh ahli yang kompeten dalam mengembangkan sistem ini mengingat
tingkat kesulitan dalam membuat software tersebut.

3.

Biaya yang cukup tinggi untuk mengadopsi IFRS.


Karena IFRS merupakan sebuah hal baru dalam dunia akuntansi, maka
biaya yang dikeluarkan oleh untuk mengadopsi standar ini cukup besar.
Dimulai dari biaya yang keluar untuk mengadopsi standarnya, biaya yang
keluar untuk membiayai training karyawan, biaya yang keluar untuk
membayar konsultan yang ahli dalam bidang IFRS, biaya untuk
pengembangan SAP, dan biaya-biaya lain yang keluar akibat proses adopsi
tersebut. Biaya untuk mengadopsi standar merupakan salah satu hambatan

37

yang cukup signifikan mengingat IASB maupun AICPA menjual produk


akuntansinya dengan harga yang cukup mahal. Keadaan ini diperparah
dengan mahalnya biaya yang dikeluarkan untuk membayar konsultan
maupun ahli yang kompeten dalam adopsi IFRS untuk memberikan
training kepada karyawan . Selain itu, biaya yang cukup besar juga berasal
dari biaya pengembangan sistem mengingat mahalnya software akuntansi
yang beredar di pasaran. Namun agar lebih bijak, seharusnya perusahaan
menganggap besarnya biaya bukan merupakan beban tetapi investasi
untuk kebaikan perusahaan di masa yang akan datang

BAB IV
OPINI DAN PEMBAHASAN

4.1

Why Do Indonesia Adopt International Financial Reporting Standards


(IFRS)?
International Financial Reporting Standards (IFRS) telah menjadi

pedoman dalam penyajian laporan keuangan internasional yang digunakan oleh


beberapa negara. IFRS dianggap dapat memberikan pedoman yang baik dalam
penyusunan laporan keuangan. Hal ini disebabkan karena informasi laporan
keuangan yang diterima oleh para pengguna dapat lebih transparan dan
pengambilan keputusan yang lebih efektif dan efisien.
Salah satu kendala yang dialami oleh para investor asing dalam
berinvestasi yaitu adanya ketidaksamaan penyajian laporan keuangan antara
tempat investor berdomisili dan tempat investor tersebut akan berinvestasi. Hal
tersebut dapat menyebabkan para investor asing berpikir kembali untuk
berinvestasi, karena diperlukan adanya waktu untuk menyesuaikan informasi
laporan keuangan yang diterima untuk keputusan berinvestasi.
Coopers (2014), menyatakan bahwa lebih dari 100 negara telah
mengadopsi standar akuntansi internasional yaitu IFRS. Data ini menunjukkan
kemudahan bagi para investor untuk menanamkan investasinya pada negaranegara yang telah mengadopsi IFRS. Hal tersebut disebabkan karena informasi
laporan keuangan yang diterima oleh investor adalah sama dan investor tidak
perlu lagi menggunakan jasa consulting dalam penyesuaian laporan keuangan.

38

39

Margaret, et al., (2007) menjelaskan bahwa pada tahun 1998 Indonesia


mengalami krisis keuangan yang berdampak keluarnya investasi asing dari pasar
modal negara tersebut. Krisis keuangan Asia pada akhir tahun 1990 menciptakan
krisis kepercayaan pada kualitas pelaporan keuangan pada regional tersebut.
Berdasarkan pernyataan tersebut, dampak keluarnya investasi asing dari pasar
modal Indonesia disebabkan oleh rendahnya kualitas penyajian laporan keuangan
perusahaan di Indonesia. Perkembangan dalam permasalahan penyajian laporan
keuangan tersebut telah meningkatkan jumlah panggilan untuk adanya sebuah
standar

internasional

yang

transparan,

berkualitas

tinggi,

dan

dapat

diperbandingkan, serta mempermudah tugas dalam mengekstrak informasi yang


berguna pada pelaporan perusahaan.
Berdasarkan kondisi tersebut, maka pada tahun 2008 pedoman standar
akuntansi di Indonesia yaitu PSAK (Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan)
mulai mengkonvergensi IFRS yaitu sebagai acuan dalam penyusunan pedoman
penyajian laporan keuangan. Konvergensi IFRS ini dilakukan oleh karena adanya
butir syarat Indonesia sebagai anggota G20. Sehingga, pada tahun 2012, Indonesia
mengadopsi penuh IFRS sebagai standar akuntansi.
Penggunaan standar akuntansi internasional yaitu IFRS dalam pelaporan
keuangan memberikan beberapa manfaat. Pertama, penggunaan standar akuntansi
keuangan dapat meningkatkan keakuratan dalam menilai performa perusahaan
yang tercermin dalam laporan keuangan. Asbaugh & Pincus (2001) menyatakan
bahwa keakuratan analisis yang dilakukan oleh analis keuangan meningkat setelah
perusahaan menggunakan standar akuntansi internasional (IFRS).

40

Menurut Asbaugh & Pincus (2001), meningkatnya keakuratan analisis dari


para analis keuangan disebabkan karena standar akuntansi internasional
mensyaratkan pengungkapan kondisi keuangan yang lebih rinci daripada standar
akuntansi lokal. Manfaat kedua dari penggunaan standar akuntansi internasional
adalah memungkinkannya perbandingan antar perusahaan yang berdomisili pada
dua tempat yang berbeda. Hal ini dimungkinkan karena adanya kesamaan aturan
dan prinsip-prinsip akuntansi yang digunakan oleh perusahaan-perusahaan,
sehingga memudahkan dilakukan perbandingan informasi-informasi keuangan
diantara perusahaan-perusahaan yang bersangkutan. Dengan semakin banyaknya
informasi keuangan yang diungkapkan dalam laporan keuangan dan adanya
komparabilitas antara laporan keuangan perusahan satu dengan perusahaan
lainnya, dapat menyebabkan turunnya biaya modal yang dikeluarkan oleh
perusahaan atau investor. Berdasarkan hal tersebut, maka dapat disimpulkan
bahwa konvergensi PSAK dengan IFRS dapat membawa manfaat bagi iklim
investasi di Indonesia. Hal ini disebabkan karena kemudahaan para investor untuk
membandingkan informasi-informasi keuangan dari perusahaan di Indonesia
dengan perusahaan di negara lain. Selain itu, analisis-analisis yang dilakukan oleh
para pakar keuangan terhadap informasi keuangan perusahaan Indonesia dapat
lebih akurat, sehingga dapat mengurangi keraguan investor terhadap kekeliruan
pengambilan keputusan berdasarkan hasil analisis yang dilakukan para analis.

41

4.2

Upaya

Mengantisipasi

Kendala-Kendala

dalam

Pemberlakuan

International Financial Reporting Standards (IFRS)


Keputusan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dalam menerapkan atau
mengimplikasikan suatu standar internasional yaitu International Financial
Reporting Standards (IFRS) membawa dampak dan pengaruh pada banyak hal
dan menghadapi beberapa kendala. Penerapan IFRS akan berdampak pada
perubahan pola pikir, paradigma, dan juga berpengaruh pada pengajaran di bidang
akademisi. Kesiapan pendidikan profesi mendapat sorotan khusus berkaitan
dengan pemberlakuan IFRS dan liberalisasi jasa akuntansi di wilayah ASEAN
(ASEAN MRA Framework on Accountancy) (Wahyuni, 2011).
Tidak dapat dipungkiri para praktisi di bidang akuntansi dituntut untuk
memiliki kompetensi baru seperti yang disyaratkan IFRS. Salah satu titik
krusial terkait rencana Indonesia menerapkan IFRS pada tahun 2012 adalah
kesiapan Pendidikan Profesi Akuntansi (PPAk). Banyak kalangan menilai dari
segi pendidikan di Indonesia pada saat itu belum siap terhadap perubahan standar
yaitu IFRS. Dikhawatirkan, lulusan PPAk nantinya tidak memiliki kompetensi
IFRS.
Lembaga yang paling berkompeten untuk menyesuaikan PPAk dengan
standar pendidikan akuntansi internasional atau International Education Standard
(IES) adalah Kompartemen Akuntan Pendidik (KAPd), Ikatan Akuntan Indonesia
(IAI), serta Komite Evaluasi dan Rekomendasi PPAk (KERPPA). Sebagai
konsekuensi dari pemberlakuan IFRS, maka KAPd telah mengadopsi standar
pendidikan internasional (International Education Standard atau IES) yang
dikeluarkan International Federation of Accountants (IFAC) (Wahyuni, 2011).

42

Seperti yang dilansir dari situs iaiglobal.or.id (2010), IFAC mengeluarkan


tujuh standar pendidikan internasional yang berlaku efektif per 1 Januari 2005.
IES tersebut meliputi Entry Requirement to a Program of Professional
Accounting Education yang dikenal dengan kode IES-1, Content Of Professional
Accounting Education Programs (IES-2), Professional Skills Contents (IES-3),
Professional Values, Ethics, and Attitudes (IES-4), Practical Experience
Requirements (IES-5), Assessment of Professional Capabilities and Competence
(IES-6), dan Continuing Professional Development: A Program of Lifelong
Learning and Continuing Development of Professional Competence (IES-7).
Menurut Wahyuni (2011), IES merupakan panduan global untuk
membentuk akuntan yang professional, termasuk PPAk di Indonesia. Selain itu
KAPd juga melakukan beberapa langkah dalam menghadapi implementasi IFRS
yaitu sebagai berikut
1.

Menyelesaikan penyusunan standar akuntan.

2.

Menjalin kerja sama dengan kompartemen atau asosiasi lain guna


mendukung rencana penerapan IFRS dan fair value.

3.

Mendorong pembuatan materi ajar dan penelitian-penelitian tentang


penerapan IFRS.
Pihak lain yang tidak luput dari tanggung jawab terhadap keberhasilan

implementasi IFRS adalah kalangan akademisi, dalam hal ini perguruan tinggi.
Seiring dengan perkembangan perekonomian global yang demikian cepat,
diperlukan penyesuaian-penyesuaian yang cepat pula di bidang pendidikan profesi
akuntan jika tidak ingin terjadi gap yang sangat lebar antara materi yang diajarkan
akademisi dengan perkembangan yang terjadi di lapangan.

43

Akademisi akuntansi yang ingin menghasilkan lulusan yang bermanfaat bagi


masyarakat bisnis seharusnya menyiapkan ruang untuk IFRS, meskipun tidak
selalu berarti mengajarkan IFRS maupun bermakmum pada DSAK. Ruang yang
disediakan tentu bergantung pada tingkat pendidikan, kompetensi lulusan yang
ingin dicapai, dan target pasar lulusan (Suhardianto, 2011). Walaupun target
lulusan belum tentu bekerja di perusahaan yang go public, namun pengenalan
IFRS harus tetap perlu diberikan (Herawati, 2011). Hal tersebut tentunya
membawa konsekuensi bahwa lembaga pendidikan akuntansi harus menyiapkan
mereka agar siap menghadapi perubahan. Untuk itu, kesiapan tenaga pengajar
yang memahami konvergensi IFRS sangat diperlukan untuk mewujudkan
pembelajaran akuntansi yang berbasis IFRS. Hal ini memerlukan komitmen dan
kerjasama tim pengajar di institusi masing-masing. Materi IFRS tidak seharusnya
berada di ranah mata kuliah pilihan, karena kepastian adopsi IFRS dan kebutuhan
masyarakat terhadap IFRS sudah nyata.
Setiap jenjang pendidikan memiliki kekhasan dalam memberikan ruang
terhadap IFRS. Selain itu, kandungan moral diasumsikan melekat dalam setiap
materi yang dipilih. Hal ini disebabkan IFRS memberi peluang lebih besar bagi
judgement pelaku akuntansi. Semangat pengajaran di setiap mata kuliah harus
ditetapkan secara berbeda agar tidak tumpang tindih. Para akademisi juga
seharusnya mengkritisi standar akuntansi yang berlaku, agar mahasiswa tidak
hanya bisa memanfaatkan standar tanpa punya prinsip. Lebih lanjut, metoda
pengajaran materi IFRS harus disesuaikan dengan kompetensi yang ingin dicapai.
Selain itu, upaya dalam menunjang kesiapan dalam konvergensi IFRS, dosendosen akuntansi seharusnya sering mengikuti seminar maupun menambah literatur

44

buku penunjang IFRS, melakukan diskusi-diskusi ilmiah dengan mengajak pihak


ketiga, dalam hal ini praktisi baik akuntan publik, penilai publik, perbankan dan
lainnya.
Proses penerapan IFRS di Indonesia juga memberi dampak bagi perusahaan.
Munculnya IFRS adalah suatu upaya untuk memperkuat struktur keuangan
perusahaan global serta mencari solusi jangka panjang dalam menentukan aturan
tentang transparansi perusahaan secara internasional. Tujuan dibentuknya IFRS
adalah memastikan bahwa laporan keuangan internal perusahaan untuk periodaperioda yang dimaksudkan dalam laporan keuangan tahunan mengandung
informasi berkalitas tinggi yang: (1) menghasilkan transparansi bagi para
pengguna dan dapat dibandingkan sepanjang perioda yang disajikan, (2)
menyediakan titik awal yang memadai untuk akuntansi yang berdasarkan pada
IFRS, (3) dapat dihasilkan dengan biaya yang tidak melebihi manfaat untuk para
pengguna (Gamayuni, 2009). Oleh karena itu, penting bagi perusahaan untuk
mengadopsi IFRS karena akan meningkatkan daya banding laporan keuangan,
sehingga memungkinkan perusahaan multinasinal melewati batas negara
(Kusuma, 2007).
Penelitian yang dilakukan oleh Sarwono, et al., (2016), menemukan bahwa
terdapat manfaat positif bagi perusahaan setelah mengadopsi IFRS. Manfaat yang
diperoleh yaitu kinerja perusahaan terlihat adanya perbaikan yang cukup baik
setelah adopsi IFRS. Manfaat yang diperoleh bagi perusahaan setelah mengadopsi
IFRS tentulah berbeda antar satu jenis industri dengan industri yang lain. Dampak
penerapan IFRS bagi perusahaan sangat beragam tergantung jenis industri, jenis
transaksi, elemen laporan keuangan yang dimiliki dan juga pilihan kebijakan

45

akuntansi. Namun, manfaat positifnya hampir seragam yakni membaiknya kondisi


keuangan perusahaan.
Selain itu, terdapat penelitian yang dilakukan oleh Anjasmoro (2010), yaitu
penelitian yang dilakukan untuk mengetahui alasan dan ekspektasi sebuah
perusahaan melakukan adopsi IFRS, dan memahami bagaimana proses adopsi dan
aplikasi IFRS pada sebuah perusahaan dan mengetahui manfaat serta hambatan
dalam melakukan proses tersebut. Alasan adopsi IFRS dilakukan karena dua
alasan yaitu alasan karena tekanan internal perusahaan, maupun karena tekanan
eksternal perusahaan. Alasan internal misalnya perusahaan menginginkan laporan
keuangan yang berstandar internasional, agar menaikkan nilai perusahaan di mata
stakeholder. Sedangkan alasan eksternal perusahaan seperti tuntutan dari IAI yang
mewajibkan perusahaan dengan kriteria tertentu membuat laporan keuangan
sesuai peraturan dari IFRS (Sadijiarto, 1999).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Anjasmoro (2010), terdapat
alasan yang mendasari dalam menerapkan atau mengaplikasikan IFRS pada
perusahaan yang diteliti adalah bukan karena suatu paksaan dari pemerintah
maupun IAI, melainkan atas keinginan perusahaan itu sendiri. Hal ini disebabkan
karena perusahaan yang diteliti merasa memerlukan sebuah standar yang
mengatur perlakuan akuntansi. Selain itu alasan lain adopsi IFRS juga disebabkan
karena adanya globalisasi ekonomi dan tuntutan pasar. Dengan adanya globalisasi
ekonomi, otomatis tidak ada batasan negara dan budaya lagi untuk memperluas
sebuah bsinis. Terkait mengenai bisnis global, standar keuangan yang berlaku
secara global juga sangat diperlukan untuk menyeragamkan pedoman yang dianut,
sehingga laporan keuangan yang disajikan memiliki satu kesamaan pandangan

46

(Satyo, 2005). Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Petreski (2006),
menyatakan bahwa perusahaan perlu melakukan adopsi IFRS dengan tujuan agar
nilai dari laporan keuangan perusahaan dan kinerja manajemen perusahaan naik di
mata publik.
Berdasarkan hasil penelitian Anjasmoro (2010), maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa terdapat hambatan-hambatan dalam pengaplikasian IFRS yaitu
sebagai berikut
1.

Kesiapan SDM
Cara mengatasi kurangnya kesiapan SDM dapat diatasi dengan
mempersiapkan SDM yang memiliki IFRS capability. Misalnya dari awal
proses seleksi karyawan, perusahaan dapat mencari SDM yang mampu
membuat laporan keuangan sesuai IFRS. Atau memberikan pelatihan atau
training, kursus dan seminar untuk para karyawan dengan bantuan
konsultan yang ahli dalam bidang ini.

2.

Sistem akuntansi yang belum canggih


Cara mengatasi hambatan ini dapat dilakukan dengan mengembangkan
sistem yang telah terintegrasi dengan baik, seperti meminta bantuan dari
pihak lain yang member lisensi SAP untuk memperbarui sistem tersebut
agar sesuai dengan sistem akuntansi yang dipakai oleh perusahaan.

3.

Biaya adopsi IFRS yang cukup tinggi


Untuk mengatasi hambatan pembiayaan, maka perusahaan harus memiliki
atau menyiapkan dana cadangan untuk pembiayaan untuk berjaga-jaga
dalam keperluan yang tidak terduga. Biaya yang tinggi dalam
pengaplikasian IFRS dalam sebuah perusahaan seharusnya tidak dianggap

47

sebagai beban, namun dianggap sebagai investasi bagi perusahaan,


sehingga nantinya investasi tersebut dapat bermanfaat bagi masa depan
perusahaan.
Menurut Immanuela (2009), hambatan terbesar dalam mengadopsi IFRS
adalah pemahaman IFRS dan biaya sosialisasi yang cukup mahal. Upaya untuk
memahami IFRS ini merupakan hal yang membutuhkan waktu yang cukup
panjang, sehingga apabila hal tersebut tidak teratasi maka adopsi IFRS akan sulit
dilakukan. Di sisi lain, biaya juga menjadi masalah yang cukup kompleks.
Pengadopsian standar ini memerlukan biaya yang cukup besar mengingat produk
ini merupakan produk baru di pasar internasional. Walaupun berbiaya mahal,
namun penerapan IFRS akan memberikan keuntungan, bahwa Indonesia akan
menjadi bagian dari pengguna IFRS dalam melaksanakan praktik akuntansi di
Indonesia. Hal ini juga akan memotivasi pendidikan akuntansi di Indonesia untuk
mempersiapkan kurikulum yang sejalan dengan IFRS, sehingga terbuka peluang
untuk memperbaiki praktik akuntansi di Indonesia. Peluang lain adalah produk
informasi keuangan di Indonesia dapat diterima umum oleh negara lain, sehingga
perusahaan multinasional yang beroperasi di Indonesia tidak perlu melakukan
konversi. Demikian sebaliknya, bagi perusahaan Indonesia yang akan go
internasional juga akan memberikan kemudahan untuk penyajian informasi
keuangan karena menggunakan standar yang telah diterima oleh lebih banyak
negara tujuan investasi.

BAB V
PENUTUP

5.1

Simpulan
Penerapan IFRS di Indonesia saat ini merupakan suatu langkah tepat

dalam mempersiapkan Indonesia menuju era perdagangan bebas. Sasaran


konvergensi IFRS yang telah dicanangkan IAI pada tahun 2012 adalah merevisi
PSAK agar secara material sesuai dengan IFRS versi 1 Januari 2009 yang berlaku
efektif pada tahun 2011/2012. Dengan adanya standar global tersebut
memungkinkan keterbandingan dan pertukaran informasi secara universal.
Konvergensi IFRS dapat meningkatkan daya informasi dari laporan keuangan
perusahaan-perusahaan yang ada di Indonesia. Adopsi standar internasional juga
sangat penting dalam rangka stabilitas perekonomian.
Proses penerapan IFRS di Indonesia tidak lepas dari kendala-kendala yang
dihadapinya. Indonesia menghadapi kendala terkait mengenai sumber daya
manusia dalam menerjemahkan dan memahami IFRS membutuhkan waktu yang
tidak singkat. IFRS berganti terlalu cepat, sehingga pada saat IFRS yang sudah
selesai diterjemahkan terkadang IFRS yang tidak lagi berlaku. Pada saat proses
penerapan IFRS di Indonesia pada saat itu juga menimbulkan beberapa pendapat
bahwa ada yang mengaku bahwa Indonesia telah siap, termasuk dari segi
pendidikan keprofesiannya. Selain itu, dalam proses adopsi IFRS, juga
memerlukan biaya yang mahal. Perusahaan harus menyisihkan pos anggaran
tersendiri. Biaya yang dikeluarkan tidaklah sedikit. Biaya ini biasanya
menyangkut pengadaan sistem informasi yang baru. Para karyawan yang baru

48

49

mengenal IFRS juga perlu diadakan pelatihan atau training, karena dalam
kurikulum pendidikan perguruan tinggi kebanyakan masih menggunakan dan
menerapkan US GAAP. Kondisi tersebut menjadikan biaya untuk mengadopsi
IFRS menjadi lebih mahal.
Namun dengan adanya kendala dan dampak serta pengaruhnya terhadap
proses pemberlakuan IFRS di Indonesia, IFRS tetap dianggap memberikan
keuntungan bagi Indonesia. Kendala dalam pengaplikasian IFRS seharusnya tidak
dianggap sebagai beban, namun dianggap sebagai investasi bagi perusahaan,
sehingga nantinya investasi tersebut dapat bermanfaat bagi masa depan
perusahaan. Hal ini disebabkan karena IFRS membuka peluang untuk
memperbaiki praktik akuntansi di Indonesia. Peluang lain adalah produk
informasi keuangan di Indonesia dapat diterima umum oleh negara lain, sehingga
perusahaan multinasional yang beroperasi di Indonesia tidak perlu melakukan
konversi. Demikian sebaliknya, bagi perusahaan Indonesia yang akan go
internasional juga akan memberikan kemudahan untuk penyajian informasi
keuangan karena menggunakan standar yang telah diterima oleh lebih banyak
negara tujuan investasi.

DAFTAR PUSTAKA

Akuntan Indonesia. (2009). Siapkah Mengantisipasi Pemberlakuan IFRS &


Mencapai Standar Pendidikan Internasional yang Dikeluarkan oleh IFAC?.
Akuntan Indonesia, Edisi No.17/Tahun III/Juni 2009
Anjasmoro, M. (2010). Adopsi International Financial Report Standards:
Kebutuhan atau Paksaan? (Studi Kasus pada PT. Garuda Airlines
Indonesia). Skripsi. Universitas Diponegoro. Semarang.
Aristiya, M. M. (2014). Analisis Tingkat Perbedaan Konservatisme Akuntansi
Laporan Keuangan Sebelum dan Sesudah Konvergensi IFRS. Tesis.
Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Yogyakarta.
Asbaugh, H., & Pincus, M. (2001). Domestic Accounting Standards, International
Accounting Standards, and The Predictability of Earnings. Journal of
Accounting Research, 39(3): 417-434.
Bennett, B., Bradbury, M., & Prangnell, H. (2006). Rules, Principles And
Judgments In Accounting Standards. Abacus, 42(2): 189-204.
Efferin, S., & Rudiawarni, F. A. (2014). Memahami Perilaku Stakeholders
Indonesia dalam Adopsi IFRS: Tinjauan Aspek Kepentingan, Bahasa, dan
Budaya. Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, 11(2): 138-164.
Elsalam, O. H., & Weetman, P. (2003). Introducing International Accounting
Standards to an Emerging Capital Market: Reletive Familiarity and Language
Effect in Egypt. Journal of International Accounting, Auditing, and Taxation,
12(1): 63-84.
Farida, L. E., & Sirajudin. (2011). Tinjauan Konvergensi IFRS dengan PSAK di
Indonesia. Jurnal INTKENA, 9(1):98-102.
Gamayuni, R. (2009). Perkembangan Standar Akuntansi Indonesia Menuju
International Financial Reporting Standards. Jurnal Akuntansi dan
Keuangan, 14(2): 155-161.
Halim, L. (2014). Analisis Kualitas Informasi Akuntansi Sebelum dan Sesudah
Pengadopsian IFRS pada Perusahaan Manufaktur Tbk. Undergraduate Thesis.
Universitas Katolik Widya Mandala. Surabaya.
Handayani, R. (2011). Dampak Konvergensi IFRS Terhadap Praktik Akuntansi
dan Dunia Pendidikan di Indonesia. Media Bisnis, 3(2): 14-18.
Herawati, N. T. (2011). Konvergensi International Financial Reporting Standards
(IFRS) dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran Akuntansi Pengantar di
Perguruan Tinggi. Jurnal Ilmiah Akuntansi dan Humanika, 1(1).

Herdiani, A. (2012). Konvergensi IFRS pada Kurikulum Akuntansi Keuangan


Menengah di Perguruan Tinggi Negeri Kota Malang. Tesis. Universitas
Negeri Malang. Malang.
Hery. (2012). Analisis Laporan Keuangan. Jakarta: PT Bumi Aksara.
IFRS. (2013). IFRS Adoption and Copyright. Retrivied from www.ifrs.org
Ikatan Akuntan Indonesia. (2006). Majalah Media Akuntansi, Edisi 56/Tahun
XII/September 2006.
Immanuela, I. (2009). Adopsi Penuh Dan Harmonisasi Standar Akuntansi
Internasional. Jurnal Ilmiah Universitas Katolik Widya Mandala Madiun,
33(1): 1-14.
Kusuma, I. W. (2007). Pengadopsian IFRS: Implikasi untuk Indonesia. Pidato
untuk Guru Besar pada Fakultas Ekonomika dan Bisnis. Universitas Gadjah
Mada. Yogyakarta
Mandagi, D. (2014). Accounting Theory Chapter 2: Konvergensi IFRS. Sulawesi
Utara: Universitas Klabat.
Margaret, D., Stanton, P. & McGowan, S. (2007). Contemporary Issues in
Accounting. Wiley.
Martani, D., & Veronica, S. (2012). Akuntansi Keuangan Menengah Berbasis
PSAK. Jakarta: Salemba Empat.
Munawir, S. (2010). Analisis Laporan Keuangan. Yogyakarta: YPKN.
Natawidyana. (2008). International Financial Reporting Standards: A Brief
Description. Retrieved from
http://natawidnyana.wordpress.com/2008/10/28/internationalfinancialreporting-standards-ifrs-a-brief-description/.
Nobes, C. W. & Parker, R. H. (2002). Comparative International Accounting.
Hemel Hempstead: Prentice Hall.
Nurhayati, I., & Maryono. (2014). Dampak Konvergensi Standar Akuntansi
Keuangan Terhadap International Financial Reporting Standards (IFRS) Pada
Perusahaan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia (Studi Kasus Perusahaan
Manufaktur). Proceeding Fakultas Ekonomi. Universitas Stikubank.
Semarang.
Paul, D. (2010). Harmonization of The International Accounting System.
Retrieved from https/addons.mozilla.org/en.us/firefox/addon/46699.

Petreski, M. (2006). The Impact of International Accounting Standards on Firms.


Retrieved from https://papers.ssrn.com/sol3/papers.cfm?abstract_id=901301##
Sadjiarto, A. (1999). Akuntansi International : Harmonisasi Versus Standarisasi.
Jurnal Akuntansi dan Keuangan, 1(2): 144-161.
Sari, Y. P. (2015). Pemahaman Mahasiswa Akuntansi Politeknik Negeri Sriwijaya
Terhadap Perkembangan Standar Akuntansi International Financial Reporting
Standards (IFRS). Laporan Akhir Pendidikan Diploma III. Politeknik Negeri
Sriwijaya. Palembang
Sarwono, J., Wirutachmi, S., & Sohidin. (2016). Studi Literatur Tentang
Penerapan International Financial Reporting Standards (IFRS) pada
Perusahaan yang Listing di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2011 (Studi
Kasus pada PT Telekomunikasi Indonesia Tbk, dan Bank Central Asia Tbk).
Jurnal Tata Arta UNS, 2(1): 39-51.
Satyo. (2005). Menuju Satu Standar Akuntansi Internasional. Media Akuntansi,
Edisi46/Tahun XII/ Juni 2005
Satyo. (2005). Jalan Panjang Menuju Standar Akuntansi Internasional. Media
Akuntansi, Edisi 46/Tahun XII/Juni 2005
Schipper, K. (2003). Principles-based Accounting Standards. Accounting
Horizons, 17(1): 61- 72.
Suhardianto, N. (2011). Respon Akademisi Terhadap Konvergensi IFRS. Skripsi.
Universitas Negeri Airlangga. Surabaya.
Suyatmini, & Sheilla, A. F. N. (2014). Kajian tentang Konvergensi IFRS di
Indonesia. Jurnal Pendidikan Ilmu Sosial, 24(1): 79-86.
Telaumbanua, M. K. (2014). Komparasi Sebelum dan Sesudah Adopsi Penuh
IFRS Terhadap Kualitas Informasi Akuntansi pada Perusahaan Manufaktur
yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Skripsi. Universitas Sumatera Utara.
Medan
Ulfasari, H. K. (2014). Determinan Fee Audit Eksternal dalam Konvergensi IFRS.
Skripsi. Universitas Diponegoro. Semarang.
Wahyuni, N. I. (2011). Dampak Implementasi IFRS Terhadap Pendidikan
Akuntansi di Indonesia. Jurnal Akuntansi Universitas Jember, 9(1).
Widiastuti, H. (2011). Kesiapan Dosen Akuntansi dalam Mengintegrasikan Materi
IFRS dalam Mata Kuliah. Fokus Ekonomi, 10(3): 204-16.
Wirahardja, R.I. (2010). Adopsi IAS 41 dalam Rangkaian Konvergensi IFRS di
Indonesia. Retrieved from

http://www.iaiglobal.or.id/prinsipakuntansi/seminar_ias41/1Adopsi2IAS
%2041%20dalam%20Rangkaian%20Konvergensi%20IFRS%20di%20In
donesia-%20Roy%20Iman%20W.pdf
Yunus, H. (1990). History of Accounting in Developing Nations: The Case of
Indonesia.Jakarta: Tim Koordinasi Pengembangan Akuntansi.

Anda mungkin juga menyukai