Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
BATCH SEDIMENTASI
I
TUJUAN
Mempelajari operasi pemisahan padat-cair dengan cara sedimentasi sehingga
mahasiswa dapat mengetahui hal berikut:
II
(1)
(2)
(3)
(4)
Bisa memanfaatkan data yang diperoleh dalam mendesign alat (tangki sedimentasi)
TEORI DASAR
Sedimentasi adalah suatu pemisahan suatu suspensi (campuran padat air) menjadi
jernih (cairan bening) dan suspensi yang lebih padat (sludge). Sedimentasi merupakan salah
satu cara yang paling ekonomis utnuk memisahkan padatan dari suspensi, bubur atau slurry.
(Brown, 1978 : 110)
Dalam filtrasi partikel zat padat dipisahkan dari slurry dengan kekuatan fluida yang
berada pada medium filter yang akan menghalangi laju lintas partikel zat padat. Dalam proses
pengendapan dan proses sedimentasi partikel dipisahkan dari fluida oleh gaya aksi gravitasi
partikel.
bertujuan untuk memisahkan partikel dari fluida sehingga fluida bebas dari konsentrasi
partikel (Geankoplis, 1983 : 758).
Sedimentasi merupakan salah satu cara yang paling ekonomis untuk memisahkan
padatan dari suspensi, bubur atau slurry. Rancangan peralatan sedimentasi selalu didasarkan
pada percobaan sedimentasi pada skala yang lebih kecil. Sedimentasi merupakan peristiwa
turunnya partikel padat yang semula tersebar merata dalam cairan karena adanya gaya berat,
setelah terjadi pengendapan cairan jernih dapat dipisahkan dari zat padat yang menumpuk di
dasar (endapan). Selama proses berlangsung terdapat tiga buah gaya, yaitu :
1. Gaya gravitasi
Gaya ini terjadi apabila berat jenis larutan lebih kecil dari berat jenis partikel, sehingga
partikel lain lebih cepat mengendap. Gaya ini biasa dilihat pada saat terjadi endapan atau
Laporan Praktikum
Operasi Teknik Kimia
mulai turunnya partikel padatan menuju ke dasar tabung untuk membentuk endapan. Pada
kondisi ini, sangat dipengaruhi oleh hukum 2 Newton, yaitu :
= m . g = s . m . g
Fg
(4.1)
m x p x g
(4.2)
3. Gaya Dorong
Gaya dorong terjadi pada saat larutan dipompakan kedalam tabung klarifier. Gaya dorong
dapat juga dilihat pada saat mulai turunnya partikel padatan karena adanya gaya gravitasi,
maka fluida akan memberikan gaya yang besarnya sama dengan berat padatan itu sendiri.
Fd
V x D 2 ( g g )
18
(4.3)
Dari ketiga gaya gravitasi di atas diturunkan suatu laju pengendapan menurun yaitu :
Fd
V x D 2 P ( g g )
18
(4.4)
partikelnya hampir seragam dimasukkan dalam tabung gelas yang berdiri tegak.
2. Sedimentasi kontinu
Pada industri operasi sedimentasi sering dijalankan dalam proses kontinu yang disebut
thinckener.
putaran hambatan untuk mengeluarkan sludge, slurry diumpankan ke tengah tangki, sekitar
tepi puncak tangki adalah suatu clear liquid overflow. Untuk garukan sludge ke arah pusat
Laporan Praktikum
Operasi Teknik Kimia
bottom untuk mengalirkan keluar. Gerakan menggaruk yang stirs hanya lapisan sludge.
Bantuan pengadukan dalam pembersihan air dan sludge (Brown, 1978 : 110).
Kegunaan dari penggunaan thinckener memiliki keuntungan yaitu :
a. Ekonomis dan kesederhanaan desain operasinya.
b. Kapasitas volume sangat besar.
c. Kegunaan yang bervariasi.
Pada thinckener terdapat empat zona dari proses pengendapan yaitu :
Zona 1
Zona 2
: Daerah pemekatan suatu suspensi yang sangat tipis dan kadang-kadang tidak
jelas terlihat.
Zona 3
Zona 4
konsentrasi dan partikel yang saling berhubungan, empat jenis pengendapan tersebut adalah :
a) Discrette Settling
Adalah pengedapan yang memerlukan konsentrasi suspensi solid yang paling rendah, sehingga
analisisnya menjadi yang paling sederhana. Partikel mengendap dengan bebas dengan kata
lain tidak mempengaruhi pengendapan partikel lain.
b) Flocculant Settling
Pada jenis ini konsentrasi partikel cukup tinggi, dan terjadi pada sat penggumpalan meningkat.
Peningkatan massa menyebabkan partikel jatuh lebih cepat.
c) Hindered Settling
Konsentrasi partikel pada jenis ini tidak terlalu tinggi, partikel akan bercampur dengan partikel
lainnya dan akan jatuh bersama-sama.
d) Compression Settling
Berada pada konsentrasi yang paling tinggi pada suspensi solid dan terjadi pada jangkauan
yang paling rendah dari darifiers.
Proses pengendapan meliputi pembentukan endapan yaitu suspensi partikel-partikel
padat dalam cairan produk yang tidak larut yang dihasilkan dari reaksi kimia, akan ditolak dari
larutan dan menjadi endapan padat. Metode lain pembentukan cairan endapan ialah dengan
Laporan Praktikum
Operasi Teknik Kimia
penambahan jumlah larutan jenuh zat padat dalam sejumlah besar cairan murni dimana zat
padat tersebut tidak dapat larut. Proses ini banyak digunakan untuk mengisolasi produkproduk kimia atau bahan-bahan buangan proses (Cheremissinoff, N.D, 2002 : 283).
Dalam proses industri, sedimentasi dilaksanakan dalam skala besar dengan
menggunakan alat yang disebut kolom pengendap. Untuk partikel-partikel yang mengendap
dengan cepat, tangki pengendap tampak atau kerucut, pengendap kontinu biasanya cukup
memadai.
Akan tetapi, untuk berbagai tugas lain diperlukan alat penebal atau kolom
pengendap yang diaduk secara mekanik. Dasar alat ini bisa datar dan bisa pula berbentuk
kerucut dangkal. Bubur umpan yang encer mengalir melalui suatu palung miring atau meja
cuci masuk di tengah-tengah alat kolom pengendap itu. Cairan ini mengalir secara radial
dengan kecepatan yang semakin berkurang, sehingga memungkinkan zat padat itu mengendap
di dasar tangki.
Pengukuran laju
sedimentasi dalam ultra centrifuge dapat digunakan untuk meramalkan ukuran makro molekul
(Asdak, 1995 : 33).
Penurunan persamaan sedimentasi adalah sebagai berikut:
Fa
Fd
Fg
Keadaan akan setimbang jika jumlah gaya sama dengan nol. Kecepatan yang digunakan
adalah kecepatan konstan.
F berat benda = F angkat + F gesek
Laporan Praktikum
Operasi Teknik Kimia
dengan,
2 = 4/3.dp.(p - f).g
Cd. f
NRe = f.p.dp
f
Cd = 24 +
NRe
untuk aliran turbulen: Cd = 0,4
3
NRe
+ 0,34
air jernih
Ho
Hu
slurry
padatan yg terbentuk
Kondisi awal
Kondisi akhir
Laporan Praktikum
Operasi Teknik Kimia
Ho
Hu
tu
waktu (menit)
F. Co = B .Cu + V
Laporan Praktikum
Operasi Teknik Kimia
III
4. Kaca Arloji
ditentukan ketinggiannya
5. Timbangan Analitik
(dalam cm)
6. Batang Pengaduk
2. Stopwatch
7. Tissue
3. Gelas Kimia
B. Bahan:
1. Air
2. CaCO3 sebagai padatan / partikel yang tidak larut dalam air.
IV
CARA KERJA
1. Menimbang CaCO3 sebanyak 100 gram.
2. Melarutkan CaCO3 sampai 500 ml air pada gelas ukur lalu mengaduk larutan sampai
homogen.
3. Mengamati dan mencatat perubahan ketinggian slurry pada waktu tertentu sampai
slurry mengendap, untuk ketiga konsentrasi diatas.
4. Membuat grafik tinggi interface ( Z ) vs waktu ( t ).
5. Cari nilai Zi dan V untuk setiap waktu dan nilai C
6. Membuat grafik tinggi interface ( Hu ) vs waktu ( tu ).
7. Menentukan luas daerah thickening dan penjernihan serta diameter.
= 30 cm
C0.h0
= 200 g/L x 30 cm
= 6000 g.cm/L
Laporan Praktikum
Operasi Teknik Kimia
Waktu
(menit)
Ketinggian
(cm)
Waktu
(menit)
Ketinggian
(cm)
30
30
19
29,4
35
17,5
29
40
16,2
28,7
45
15
28,3
50
13,8
27,9
55
12,9
27,6
60
12,2
27,3
65
11,6
26,8
70
11,2
26,5
75
10,7
10
26,1
80
10,3
12
25,4
85
10
14
24,7
90
9,8
16
23,9
95
9,5
18
23,2
100
9,3
20
22,4
105
9,2
25
20,7
110
9,2
Ketinggian (cm)
20
40
60
Waktu (menit)
80
100
120
Laporan Praktikum
Operasi Teknik Kimia
VI
PEMBAHASAN
Secara visual, proses sedimentasi menyebabkan terjadinya pemisahan suspensi menjadi
dua fraksi, yaitu fraksi supernatan (fraksi jernih) dan fraksi keruh/padat (slurry). Pada proses
sedimentasi, gaya yang digunakan partikel bahan ketika jatuh adalah gaya eksternal, dimana
gaya tersebut menyebabkan adanya pergerakan dari partikel-partikel bahan. Disamping gaya
eksternal, juga terdapat gaya dorong yang berfungsi untuk menahan gerakan atau gesekan
yang muncul saat bahan bersentuhan dengan air.
Dalam proses sedimentasi (pengendapan) terdapat tiga gaya yang dapat mempengaruhi
gerak jatuhnya partikel bahan, yaitu gaya gravitasi, gaya apung dan gaya gesek. Gaya gravitasi
menyebabkan suspensi jatuh bebas, dimana semakin besar gaya tersebut, maka pengendapan
partikel bahan semakin cepat. Untuk gaya apung berhubungan dengan berat bahan, dimana
semakin ringan partikel bahan, maka gaya apungnya semakin besar dan pengendapannya
semakin lama. Sedangkan pada gaya gesek partikel, partikel yang mempunyai bentuk yang
kasar akan semakin memperbesar nilai hambatan partikel untuk mengendap. Ketiga gaya
tersebut, selain mempengaruhi kecepatan pengendapn juga dapat mempengaruhi gerak dari
aliran medium alir yang digunakan dalam proses sedimentasi.
VII
KESIMPULAN
Dari percobaan yang telah dilakukan di dapat hasil Ct (konsentrasi akhir) 652,17391 g/L
DAFTAR PUSTAKA
Asdak, 1995, Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai, UGM-Press, Yogyakarta
Brown, G.G, 1978, Unit Operations Charles E. Tutle.Co, Tokyo
Cheremisinoff, N.P., Handbook Of Water And Wastewater Treatment Technologies,
Butterworth-heinemann, Boston
Geancoplis, J.C, 1983, Transport Proses and Unit Operation 2nd ed, Allyn and Bacon Inc,
Massachussett
Mc Cabe, W.L, 1985, Operasi Teknik Kimia Jilid 2, Erlangga, Jakarta
Laporan Praktikum
Operasi Teknik Kimia
TUJUAN
A. Mempelajari alat ukur fluida
B. Mempelajari karakteristik dari fitting dan valve
C. Menghitung Energi Friksi yang hilang atau K yang hilang saat mengalir
II
TEORI DASAR
Istilah Head Loss muncul sejak diawalinya percobaan-percobaan hidrolika abad ke
sembilan belas, yang sama dengan energi persatuan berat fluida. Namun perlu diingat
bahwa arti fisik dari head loss adalah kehilangan energi mekanik persatuan massa fluida.
Sehingga satuan head loss adalah satuan panjang yang setara dengan satu satuan energi
yang dibutuhkan untuk memindahkan satu satuan massa fluida setinggi satu satuan panjang
yang bersesuaian.
Headloss adalah suatu nilai untuk mengetahui seberapa besarnya reduksi tekanan
total (total head) yang diakibatkan oleh fluida saat melewati sistem pengaliran. Total head,
seperti kita ketahui merupakan kombinasi dari elevation head (tekanan karena ketinggian
suatu fluida), Velocity head (tekanan karena Kecepatan alir suatu fluida) dan pressure head
(tekanan normal dari fluida itu sendiri).
Headloss tidak dapat dihindarkan pada penerapan sistem pengaliran fluida
dilapangan. Head loss dapat terjadi karena:
1. Gesekan antara fluida dengan dinding pipa
2. Gesekan antara sesama partikel pembentuk fluida
3. Turbulensi yang diakibatkan saat aliran di belokkan arahnya atau hal lain seperti
misalnya perubahan akibat komponen perpipaan (valve, flow reducer, atau kran).
Kehilangan karena friksi/gesekan adalah bagian dari total headloss yang terjadi saat
aliran fluida melewati suatu pipa lurus. Headloss pada suatu fluida pada umumnya
berbanding lurus dengan panjang pipa , nilai kuadrat dari kecepatan fluida dan nilai friksi
fluida yang disebut faktor friksi. dan juga nilai headloss berbandng terbalik dengan
diameter pipa
10
Laporan Praktikum
Operasi Teknik Kimia
Kehilangan energi yang terjadi dalam pipa yang disebabkan fitting dinyatakan
dalam head loss (meter) dengan persamaan berikut:
h=
Di mana : K = konstanta kehilangan
= kecepatan rata-rata aliran dalam fitting
Karena kompleksnya aliran dalam fitting, K biasanya ditentukan dengan
percobaan. Untuk eksperiment fitting pada pipa, head loss dihitung dari pembacaan
manometer sebelum dan sesudah tiap fitting dan K ditentukan dengan persamaan berikut:
K
11
Laporan Praktikum
Operasi Teknik Kimia
Faktor Kf didapat dari percobaan dan berbeda untuk setiap jenis sambungan
(McCabe, 1985: 102-103).
Karena perbedaan cross sectional area dalam pipa melalui enlargement dan
contractional, maka static pressure dalam sistem mengalami perubahan dan dapat
dihitung dengan persamaan berikut:
2
v1
v
2
2g 2g
Kehilangan energi pada fluida yang disebabkan oleh fittingterdiri atas empat jenis,
yaitu sebagai berikut:
A. Contraction
Yaitu pipa yang mengalami penurunan cross sectional area secara mendadak
dari saluran, sehingga tekanan yang melewatinya akan bertambah. Adapun gambaran
dari contraction adalah sebagai berikut:
12
Laporan Praktikum
Operasi Teknik Kimia
Yaitu belokan panjang pada pipa dengan sudut yang melingkar dan cross
sectional area yang membesar sehingga tekanan turun. Adapun gambaran long bend
pada pipa adalah sebagai berikut:
13
Laporan Praktikum
Operasi Teknik Kimia
Yaitu pipa yang memiliki cross sectional area yang besar sehingga
tekanannya kecil. Mitre bend ini berupa belokan seperti fitting long bend yang juga
memiliki cross sectional area yang besar (Geankoplis, 1997).
Friction losses dalam aliran pipa lurus dihitung menggunakan fanning friction
factor. Metode untuk memperkirakan beberapa losses adalah sebagai berikut:
A. Sudden enlargement losses.
Friction losses ini bisa ditentukan dengan mengikuti aliran dalam kedua
section. Persamaannya adalah sebagai berikut:
hex
v1 v2 2
2
2
Vf J
A v
1 1 1 k ex
A2 2
2 Kg
2
2
A v
V J
hc 0,551 1 2 k c 2
A2 2
2 Kg
14
Laporan Praktikum
Operasi Teknik Kimia
III
A. Peralatan
(1) Alat percobaan sistem perpipaan dan peralatan fitting, valve, reducer, dan elbow
(2) Stopwatch
(3) Manometer
B. Bahan:
Air
IV
CARA KERJA
A. Set up Peralatan
(1) Menghubungkan inlet alat percobaan dengan supply aliran dari pompa dan
mengalirkan keluaran ke tangki volumetrik dan memastikan alat sudah
ditempatnya.
(2) Membuka kran pompa dan flow control valve dan menjalankan pompa untuk
mengisi alat percobaan dengan air.
(3) Membiarkan aliran mengalir melalui manometer dan membuka screw bleed udara
secara perlahan untuk membuang semua udara, kemudian, mengencangkan screw
bleed udara ketika level aliran pada manometer sudah steady.
(4) Mencatat ketinggian manometer pada keadaan steady untuk semua fitting
B. Set up Hasil Percobaan
(1) Mengukur kehilangan yang melintasi semua fitting pipa
(2) Mengatur aliran dari kran pompa dan membuka flow control valve untuk putaran
, membaca dan mencatat tinggi manometer setelah levelnya steady.
(3) Menampung air yang keluar dari flow control valve dengan tangki volumetrik
selama 5 detik, kemudian mencatat volume air yang tertampung tersebut,
mengulangi sebanyak tiga kali.
(4) Mengulangi prosedur set up hasil percobaan untuk putaran flow control valve ,
, 1, dan 1 .
15
Laporan Praktikum
Operasi Teknik Kimia
Fittings
(mm)
Bukaan Valve
Enlargement
Contraction
Long Bend
Short Bend
Elbow
Mitre
Waktu (s)
Volume (mL)
Suhu (oC)
16
h1
280
264
255
250
h2
285
275
270
270
h1
285
272
275
269
h2
278
233
210
195
h1
285
272
268
265
h2
283
262
260
250
h1
275
230
212
195
h2
268
202
170
147
h1
264
189
140
120
h2
253
140
65
35
h1
240
95
10
h2
225
30
605
1190
1675
1690
690
1205
1630
1910
575
1320
1570
1790
28
28
28
28
Laporan Praktikum
Operasi Teknik Kimia
B. Hasil Perhitungan
Tabel 2.2. Hasil Perhitungan Percobaan Kerugian Energi pada Bukaan
h1
h2
Qt
(V/2g)
(m)
(m)
(m)
(m3)
(s)
(m/s)
(m/s)
(m/s)
Enlargement
0,28
0,285
0,005
0,0006233
0,0001247
0,474378
Contraction
0,285
0,278
0,007
0,0006233
0,0001247
0,474378
Long
0,285
0,283
0,002
0,0006233
0,0001247
0,474378
Short
0,275
0,268
0,007
0,0006233
0,0001247
0,474378
Elbow
0,264
0,253
0,011
0,0006233
0,0001247
0,474378
Mitre
0,24
0,225
0,015
0,0006233
0,0001247
0,474378
Fitting
NRe
h2
Qt
(V/2g)
(m)
(m)
(m)
(m3)
(s)
(m/s)
(m/s)
(m/s)
Enlargement
0,264
0,275
0,011
0,0012383
0,0002477
0,942415
Contraction
0,272
0,233
0,039
0,0012383
0,0002477
0,942415
Long
0,272
0,262
0,01
0,0012383
0,0002477
0,942415
Short
0,23
0,202
0,028
0,0012383
0,0002477
0,942415
Elbow
0,189
0,14
0,049
0,0012383
0,0002477
0,942415
Mitre
0,095
0,03
0,065
0,0012383
0,0002477
0,942415
Fitting
17
NRe
Laporan Praktikum
Operasi Teknik Kimia
Tabel 2.4 Hasil Perhitungan Percobaan Energy Loss in Bends pada Bukaan 1
h1
h2
Qt
(V/2g)
(m)
(m)
(m)
(m3)
(s)
(m/s)
(m/s)
(m/s)
Enlargement
0,255
0,276
0,021
0,001625
0,000325
1,236682
Contraction
0,275
0,21
0,065
0,001625
0,000325
1,236682
Long
0,268
0,26
0,008
0,001625
0,000325
1,236682
Short
0,212
0,17
0,042
0,001625
0,000325
1,236682
Elbow
0,14
0,065
0,075
0,001625
0,000325
1,236682
Mitre
0,01
0,01
0,001625
0,000325
1,236682
Fitting
NRe
h2
Qt
(V/2g)
(m)
(m)
(m)
(m3)
(s)
(m/s)
(m/s)
(m/s)
Enlargement
0,25
0,27
0,02
0,0075267
0,0015053
5,728057
1,674012
0,0119473 125387,83
Contraction
0,269
0,195
0,074
0,0075267
0,0015053
5,728057
1,674012
0,0442052 125387,83
Long
0,265
0,25
0,015
0,0075267
0,0015053
5,728057
1,674012
0,0089605 125387,83
Short
0,195
0,147
0,048
0,0075267
0,0015053
5,728057
1,674012
0,0286736 125387,83
Elbow
0,12
0,035
0,085
0,0075267
0,0015053
5,728057
1,674012
0,0507762 125387,83
Mitre
0,085
0,0075267
0,0015053
5,728057
1,674012
Fitting
18
NRe
125387,83
Laporan Praktikum
Operasi Teknik Kimia
VI
PEMBAHASAN
Nilai-nilai yang diamati pada percobaan ini adalah ketinggian air pada manometer
pada masing-masing bends dan fitting di setiap bukaan, serta volume pengambilan air
pada tiap waktu tertentu untuk setiap bukaan valve. Bukaan pada valve adalah , , 1,
dan 1. Dari jumlah volume dibagi waktu, maka didapatkan debit aliran atau laju alir.
Semakin besar bukaan valve, maka semakin besar pula debit aliran yang terjadi. Debit
aliran (Qt) mempengaruhi nilai velocity (v) yaitu kecepatan aliran dan berbanding lurus
yaitu semakin besar debit aliran maka semakin besar pula kecepatannya.
Dynamic head (V2/2g) memiliki nilai yang berbending lurus dengan velocity, debit
aliran, dan bukaan valve. Semakin besar velocity yang didapatkan untuk setiap bukaan
valve, maka semakin besar pula dynamic head-nya. Faktor kehilangan (K) ditentukan
oleh perbedaan ketinggian pembacaan air pada manometer pada tiap bukaan valve.
Nilainya berbeda-beda untuk setiap jenis fitting. Dari percobaan ini diperoleh nilai K
tertinggi adalah pada mitre bukaan valve ke yaitu senilai 1,4344449, dan yang
terendah adalah pada long bend untuk bukaan valve ke 1 yaitu 0,0089605. Pada
percobaan, diamati nilai ketinggian air pada manometer pada setiap bukaan valve untuk
masing-masing fitting yang mula-mula dalam keadaan steady. Kemudian pada saat valve
mulai dibuka, timbullah gejolak pada aliran dan ketinggian air pada manometer untuk
masing-masing fitting terjadi perbedaan ketingggian antara nilai manometer di input dan
output pada masing-masing fitting, perbedaan ketinggian inilah yang disebut head loss
(h). Nilai h yang tidak tetap pada setiap bukaan valve dan masing-masing fitting inilah
yang menyebabkan faktor kehilangan (K) yang berbeda-beda pula pada masing-masing
fitting dan bukaan valve.
Nilai Reynold number yang diperoleh dari hasil perhitungan untuk tiap-tiap
bukaan valve adalah lebih dari 4000. Hal ini menunjukkan bahwa jenis aliran yang
terjadi adalah turbulen. Semakin besar bukaan valve, maka semakin besar pula nilai
Reynold yang diperoleh.
19
Laporan Praktikum
Operasi Teknik Kimia
VII
KESIMPULAN
Dari percobaan yang telah dilakukan di dapat nilai konstanta dari masing-masing fitting
Bukaan 3/4
Bukaan 1
Bukaan 1 1/4
Fitting
K
NRe
NRe
NRe
NRe
Enlargement
0,435488
Contraction
0,609683
Long
0,174195
Short
0,609683
Elbow
0,958073
Mitre
1,306464
125387,8
DAFTAR PUSTAKA
Anonim1, 2008, .Head loss http://Water.me.vccs.edu/cources/c1v240/lesson13b.htm
Diakses tanggal 23 Agustus 2016
Anonim2, 2007, http://www.muthiaelma.zoomshare.com/files/Kelompok_IV.ppt
Diakses tanggal : 22 Agustus 2016
Budi.T.J , 2007, Equivalent Lenghts of Valve and Fittings in Pipeline Pressure Drop
Calculation, Http://processengineer.blogspot.com/2007/12/
Diakses tanggal 23 Agustus 2016
Geankoplis, J.C , 1997 , Transport Process And Unit Operation, Allyn Bacon.Inc,
Massachusset;
McCabe, 1985, Operasi Teknik Kimia, Jilid 1, Erlangga, Jakarta;
Sears and Zemansky, 1982, Fisika Dasar 1, Penerbit Erlangga, Jakarta.
20
Laporan Praktikum
Operasi Teknik Kimia
HEAT EXCHANGER
TUJUAN
Tujuan percobaan ini adalah sebagai berikut:
1.
2.
II
3.
4.
TEORI DASAR
Dalam industri proses kimia masalah perpindahan energi atau panas adalah hal yang
sangat banyak dilakukan. Sebagaimana diketahui bahwa panas dapat berlangsung lewat 3 cara,
dimana mekanisme perpindahan panas itu sendiri berlainan adanya. Adapun perpindahan itu
dapat dilaksanakan dengan:
(1) Secara molekular, yang disebut dengan konduksi
(2) Secara aliran yang disebut dengan perpindahan konveksi.
(3) Secara gelombang elektromagnetik, yang disebut dengan radiasi.
Pada heat exchanger menyangkut konduksi dan konveksi (Sitompul, 1993).
Heat exchanger yang digunakan oleh teknisi kimia tidak dapat dikarakterisasi dengan satu
rancangan saja, perlu bermacam-macam peralatan yang mendukung. Bagaimanapun satu
karakteristik heat exchanger adalah menukar kalor dari fase panas ke fase dingin dengan dua fase
yang dipisahkan oleh solid boundary (Foust, 1980).
Beberapa jenis heat exchanger:
A. Concentric Tube Heat Exchanger (Double Pipe)
Double pipe heat exchanger atau consentric tube heat exchanger yang ditunjukkan pada
gambar 1 di mana suatu aliran fluida dalam pipa seperti pada gambar 1 mengalir dari titik A ke
titik B, dengan space berbentuk U yang mengalir di dalam pipa. Cairan yang mengalir dapat
berupa aliran cocurrent atau countercurrent. Alat pemanas ini dapat dibuat dari pipa yang
panjang dan dihubungkan satu sama lain hingga membentuk U. Double pipe heat exchanger
21
Laporan Praktikum
Operasi Teknik Kimia
merupakan alat yang cocok dikondisikan untuk aliran dengan laju aliran yang kecil (Geankoplis,
1983).
A Cold fluit in
B
Hot fluit out
Exchanger ini menyediakan true counter current flow dan cocok untuk extreme
temperature crossing, tekanan tinggi dan rendah untuk kebutuhan surface area yang moderat
(range surface area: 1 6000 ft2). Hairpin heat exchanger tersedia dalam :
-
Single tube (double pipe) atau berbagai tabung dalam suatu hairpin shell (multitube),
Straight tubes,
pipe-fitting dari bagian standar dan menghasilkan luas permukaan panas yang besar. Ukuran
standar dari tees dan return head diberikan pada tabel.1.
Tabel 1. double Pipe Exchanger fittings
Outer Pipe,
22
Inner Pipe,
Laporan Praktikum
Operasi Teknik Kimia
IPS
IPS
T1
t1
T1
t2
T2
t2
t1
T
T1
T1
T2
T2
t2
t1
(a)
(b)
T
T1
t2
T2
t1
(c)
L
(d)
Gambar 3 Double pipe heat exchanger aliran cocurrent dan counter current
Pada susunan cocurrent maka fluida di dalam tube sebelah dalam (inner tubes) maupun
yang di luar tube (dalam annulus), artinya satu lintasan tanpa cabang. Sedangkan pada aliran
counter current, di dalam tube sebelah dalam dan fluida di dalam annulus masing-masing
mempunyai cabang seperti terlihat pada gambar 3 dan gambar 4.
23
Laporan Praktikum
Operasi Teknik Kimia
24
Laporan Praktikum
Operasi Teknik Kimia
(a)
(b)
Gambar 5. Shell and Tube, (a) Square pitch dan (b) Triangular pitch
Keuntungan square pitch adalah bagian dalam tube-nya mudah dibersihkan dan pressure dropnya rendah ketika mengalir di dalamnya (fluida)
(Kern, 1983).
Konfigurasi yang dibuat akan memberikan luas permukaan yang besar dengan bentuk atau
volume yang kecil.
2.
Mempunyai lay-out mekanik yang baik, bentuknya cukup baik untuk operasi bertekanan.
3.
25
Laporan Praktikum
Operasi Teknik Kimia
4.
Dapat dibuat dengan berbagai jenis material, dimana dapat dipilih jenis material yang
digunakan sesuai dengan temperatur dan tekanan operasi.
5.
Mudah membersihkannya.
6.
7.
8.
Pengoperasiannya tidak berbelit-belit, sangat mudah dimengerti (diketahui oleh para operator
yang berlatar belakang pendidikan rendah).
9.
Konstruksinya dapat dipisah-pisah satu sama lain, tidak merupakan satu kesatuan yang utuh,
sehingga pengangkutannya relatif gampang
(Sitompul,1993).
Kerugian penggunaan shell and tube heat exchanger adalah semakin besar jumlah
lewatan maka semakin banyak panas yang diserap tetapi semakin sulit perawatannya
(Kern, 1983).
C. Plate Type Heat Exchanger
Plate type heat exchanger terdiri dari bahan konduktif tinggi seperti stainless steel atau
tembaga. Plate dibuat dengan design khusus dimana tekstur permukaan plate saling berpotongan
satu sama lain dan membentuk ruang sempit antara dua plate yang berdekatan. Jika
menggabungkan plate-plate menjadi seperti berlapis-lapis, susunan plate-plate tersebut tertekan
dan bersama-sama membentuk saluran alir untuk fluida. Area total untuk perpindahan panas
tergantung pada jumlah plate yang dipasang bersama-sama seperti gambar dibawah
26
Laporan Praktikum
Operasi Teknik Kimia
Hot outlet
Hot outlet
Hot inlet
Cold
outlet
Cold
inlet
k.A
(T1 T2 ) ............................................................................. (1)
l
27
Laporan Praktikum
Operasi Teknik Kimia
Fluid
T
hc
qc
qc
Ts T T
............................................................................... (3)
1
Rc
hc . A
Ta Tb
U.A.(Ta Tb) =
1
hc , a . A
U.A
k.A
1
1
hc , a . A
1
hc ,b . A
1
hc ,b . A
1
R
1
..................................................... (5)
1 L 1
hc, a k hc,b .
(Tim Dosen PS Teknik Kimia, 2009).
28
Laporan Praktikum
Operasi Teknik Kimia
Koefisien transfer panas overall heat exchanger sering berkurang akibat adanya timbunan
kotoran pada permukaan transfer panas yang disebabkan oleh scale, karat, dan sebagainya. Pada
umumnya pabrik heat exchanger tidak bisa menetapkan kecepatan penimbunan kotoran sehingga
memperbesar tahanan heat exchanger. Fouling factor dapat didefinisikan sebagai berikut:
Rf
1 1
...................................................................................... (6)
Ud U
Ta
T1
fluida a
q
fluida b
k
T2
Tb
29
Laporan Praktikum
Operasi Teknik Kimia
Heat transfer rate konveksi dari fluida a bersuhu Ta ke permukaan dinding sebelah kiri Tb.
q hc.a . A (Ta T1 )
q
h c .a A
Ta T1 .................................................................................... (7)
Transfer panas konduksi dari permukaan dinding sebelah kiri ke sebelah kanan.
q
k.A
(T1 T2 )
L
q
T1 T2 ................................................................................... (8)
k.A L
Kecepatan transfer panas konveksi dari permukaan dinding sebelah kanan ke fluida b.
q hc.b . A.(T2 Tb )
q
T2 Tb ................................................................................... (9)
hc.b . A
Ta Tb
q
1
L
1
hc , a kA hc ,b
q
T T
a b
Ta Tb
T
............................................................... (10)
1
L
1 R
hc , a kA hc ,b
Ta Tb ................................................................
Ta
ln
Tb
(11)
(Kern, 1983).
30
Laporan Praktikum
Operasi Teknik Kimia
b
dTh
Th, in
mh
dTc
Th, out
Ta
Tb
mc
Tc, in
dA
0
Tc, out
Atotal
Area
LMTD
T1 t2 T2 t1 .........................................................
T1 t2
ln
T2 t1
(12)
Th, in
mh
dTh
Th, out
Ta
T
Tc, out
dTc
mc
Tc, in
dA
0
Area
Atotal
LMTD
T1 t1 T2 t2 ......................................................
T1 t1
ln
T2 t2
(13)
7. Keefektifan
Keefektifan heat exchanger adalah ratio/perbandingan transfer panas aktual dengan transfer
panas maksimum yang mungkin terjadi.
Keefektifan heat exchanger ()
31
Laporan Praktikum
Operasi Teknik Kimia
Karena itu, jika kita mengetahui keefektifan heat exchanger, kita bisa menentukan
kecepatan transfer panas:
III
3. Stopwatch
4. Gelas Ukur
IV
CARA KERJA
1. Kalibrasi thermometer yang dipakai dalam berbagai suhu
2. Memanaskan air yang terdapat di dalam pemanas. Setelah airnya menjadi panas,
menjalankan pompa tangki dan pemanas
3. Mengatur perbedaan ketinggian air raksa (H) pada manometer tangki dingin dan
tangki pemanas. Mengatur arah aliran fluida menjadi aliran counter current dan
ketinggian air raksa pada manometer tangki dibuat konstan sedangkan pada
manometer pemanas bervariasi.
4. Mengamati dan mencatat suhu masuk dan keluar dari tangki dan pemanas.
Melakukan percobaan ini sebanyak 6 kali
32
Laporan Praktikum
Operasi Teknik Kimia
5. Pada arah aliran yang sama, lakukan percobaan diatas untuk variasi ketinggian air
raksa dingin, sedangkan ketinggian air raksa panas konstan.
6. Melakukan percobaan no. 2 4 untuk arah aliran fluida co-current
V
HASIL PERCOBAAN
Data Pengamatan
Suhu fluida dingin
(C)
Suhu
Suhu
masuk
keluar
Qv fluida
panas
Qv fluida
dingin
ml/s
ml/s
Close
215,983
259,054
28
31
50,7
48,3
2 putaran
215,983
249,342
30,2
32,7
50,8
48,7
3 putaran
215,983
195,798
31
33,9
51
48,8
Close
215,983
259,054
33
35,5
52
50,3
2 putaran
177,278
259,054
35
37
53
52
3 putaran
136,376
259,054
36
38,2
54
53
Q fluida
dingin
(J/s)
Q fluida
panas
(J/s)
Q yang
hilang
(J/s)
Kondisi
Valve
Pengolahan Data
= 0,9967 g/mL
Cp = 4,18 J/g.C
Qm fluida
panas ( g/s )
Qm fluida
dingin( g/s )
T
(C)
fluida
dingin
T
(C)
fluida
panas
Close
215,2703
258,19912
2,4
2699,489 2590,254
-109,235
2 putaran
215,2703
248,51917
2,5
2,1
2249,574 2181,501
-68,073
3 putaran
215,2703
195,15187
2,9
2,2
2609,506 1794,617
-814,889
Close
215,2703
258,19912
2,5
1,7
2249,574 1834,763
-414,811
2 putaran
176,6930
258,19912
1477,153 1079,272
-397,881
3 putaran
135,9260
258,19912
2,2
1249,975 1079,272
-170,703
Kondisi
Valve
33
Laporan Praktikum
Operasi Teknik Kimia
VI
PEMBAHASAN
Heat Exchanger adalah alat yang dapat memindahkan panas dari satu system ke system
yang lain tanpa terjadi perpindahan massa dari dari sistim satu ke sistim lainnya. Perpindahan
panas ini berlangsung melalui suatu dinding yang memisahkan kedua system yang bersangkutan.
Dalam praktek perpindahan panas selalu terjadi panas yang hilang. Sehingga hubungan panas
yang diterima dan panas yang diberikan system menjadi :
Jumlah panas yg diberikan = Jumlah panas yg diterima + Jumlah panas yg hilang
Untuk membuat panas yg hilang sekecil mungkin, alat tsb dilapisi bahan penyekat panas
(isolasi), yaitu bahan yg mempunyai daya hantar panas (thermal conductivity) yang kecil.
Pada praktikum kali ini alat penukar panas yang digunakan menggunakan system kontak
tak langsung Pada alat ini fluida panas tidak berhubungan langsung (indirect contact) dengan
fluida dingin. Jadi proses perpindahan panasnya itu mempunyai media perantara, seperti pipa,
plat, atau peralatan jenis lainnya.
VII
KESIMPULAN
Q fluida
dingin
(J/s)
Q fluida
panas
(J/s)
Q yang
hilang
(J/s)
Close
215,2703
258,19912
2699,489
2590,254
-109,235
2 putaran
215,2703
248,51917
2249,574
2181,501
-68,073
3 putaran
215,2703
195,15187
2609,506
1794,617
-814,889
Close
215,2703
258,19912
2249,574
1834,763
-414,811
2 putaran
176,6930
258,19912
1477,153
1079,272
-397,881
3 putaran
135,9260
258,19912
1249,975
1079,272
-170,703
Kondisi
Valve
34
Laporan Praktikum
Operasi Teknik Kimia
DAFTAR PUSTAKA
Allan, D. Kraus, 1981, Heat Transfer Fundamental, University of Akren, Ohio.
Coulson, J.M., 1983, Chemical Engineering Volume 6, Pergamon Press, New York.
Foust, 1980, Principles of Unit Operation, 2edJohn Willey and Sons, New York.
Geankoplis, J. C, 1983, Transport and Unit Operation, 2nd edition, Allyn and Brown, Ind
Massachusset.
Kern, D.Q, 1983,Process Heat Transfer, McGraw Hill Book Company, New York.
Sitompul, T.M, 1993, Alat Penukar Kalor, Citra Niaga Rajawali, Jakarta.
Tim Dosen Teknik PS Kimia, 2009, Penuntun Praktikum Operasi Teknik Kimia 2, Program Studi
Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Lambumg Mangkurat, Banjarbaru.
.
35
Laporan Praktikum
Operasi Teknik Kimia
TUJUAN
(1) Mempelajari operasi pemisahan ektraksi padat cair untuk system tiga komponen.
(2) Untuk mengetahui CaCO3 dalam rafinat secara matematis.
(3) Menghitung jumlah tahap yang terbentuk agar terjadi titik kesetimbangan.
II
TEORI DASAR
Leaching ialah ekstraksi padat-cair dengan perantara suatu zat pelarut. Proses
ini dimaksudkan untuk mengeluarkan zat terlarut dari suatu padatan atau untuk
memurnikan padatan dari cairan yang membuat padatan terkontaminasi, seperti
pigmen.
Metode yang digunakan untuk ekstraksi akan ditentukan oleh banyaknya zat
yang larut, penyebarannya dalam padatan, sifat padatan dan besarnya partikel. Jika
zat terlarut menyebar merata di dalam padatan, material yang dekat permukaan akan
pertama kali larut terlebih dahulu. Pelarut, kemudian akan menangkap bagian pada
lapisan luar sebelum mencapai zat terlarut selanjutnya, dan proses akan menjadi lebih
sulit dan laju ekstraksi menjadi turun.
Biasanya proses leaching berlangsung dalam tiga tahap, yaitu: Pertama
perubahan fase dari zat terlarut yang diambil pada saat zat pelarut meresap masuk.
Kedua terjadi proses difusi pada cairan dari dalam partikel padat menuju keluar.
Ketiga perpindahan zat terlarut dari padatan ke zat pelarut.
Pada ekstraksi padat-cair, satu atau beberapa komponen yang dapat larut
dipisahkan dari bahan padat dengan bantuan pelarut. Proses ini digunakan secara
teknis dalam skala besar terutama dibidang, industri bahan alami dan makanan,
misalnya untuk memperoleh bahan-bahan aktif dari tumbuhan atau organ-organ
binatang untuk keperluan farmasi, gula dari umbi, minyak dari biji-bijian, kopi dari
biji kopi.
Alat-alat ekstraksi tak kontinu dan kontinu berikut ini biasanya merupakan
bagian dari suatu instalasi lengkap, yang misalnya terdiri atas:
1. Alat untuk pengolahan awal (pengecilan ukuran, pengeringan) bahan ekstraksi.
36
Laporan Praktikum
Operasi Teknik Kimia
Ukuran Partikel.
Ukuran partikel mempengaruhi kecepatan ekstraksi. Semakin kecil ukuran
partikel area terbesar antara padatan dan cairan, maka kecepatan transfer material
tinggi dan jarak untuk solute mendifusi diantara padatan yang sudah terindikasi
kecil.
(2)
Pelarut
Pemilihan cairan yang baik adalah pelarut yang sesuai dan viskositas rendah
agar sirkulasinya bebas. Umumnya pelarut murni akan digunakan, meskipun
dalam proses ekstraksi, konsentrasi dari solute akan meningkat dan kecepatan
ekstraksi akan melambat yang disebabkan karena gradien konsentrasi akan hilang
dan cairan akan semakin viscous. (Coulson, 1955).
Sifat pelarut mencakup beberapa hal antara lain :
(a)
Selektifitas
Pelarut harus mempunyai selektifitas cukup tinggi, artinya kelarutan
zat yang ingin dipisahkan dalam pelarut tadi harus besar sedang kelarutannya
dari padatan pengotor kecil atau diabaikan.
(b)
Kapasitas
Yang dimaksud kapasitas pelarut adalah besarnya kelarutan solute
dalam pelarut tersebar. Bila kapasitas pelarut kecil, maka akan terjadi hal
berikut:
-
37
Laporan Praktikum
Operasi Teknik Kimia
(c)
(d)
(3)
Temperatur
Pada banyak kasus, kelarutan material yang akan diekstraksi akan meningkat
dengan temperatur yang diberikan pada kecepatan tinggi. Koefisien difusi yang
diharapkan meningkat bersama dengan meningkatnya temperatur dan akan
menambah kecepatan ekstraksi.
(4)
Faktor Pengaduk
Ada beberapa faktor yang berhubungan dengan pengaduk, seperti ukuran,
jenis dan posisi pengaduk. Namun yang lebih berpengaruh dalam operasi leaching
adalah laju putar dan lama pengadukan. Semakin cepat laju putar, partikel semakin
terdistribusi dalam pelarut sehingga permukaan kontak meluas dan dapat
memberikan kontak dengan pelarut yang terus diperbaharui. Semakin lama waktu
pengadukan berarti difusi dapat terus berlangsung dan lama pengadukan dibatasi
pada harga optimum agar konsumsi energi tidak terlalu besar. Pengaruh faktor
pengadukan ini hanya ada bila laju pelarutan memungkinkan (Coulson, 1955).
Operasi leaching dapat dilakukan dalam batch dan semibatch (unsteady-state)
serta kontinyu (steady state). Pemilihan peralatan yang akan digunakan pada beberapa
kasus tergantung bentuk padatan dan kesulitan serta biaya penanganannya (Treyball,
1981).
38
Laporan Praktikum
Operasi Teknik Kimia
39
Laporan Praktikum
Operasi Teknik Kimia
III
Botol semprot
Buret 50 ml
Corong kaca
Cawan arloji
Piknometer 50 ml
Oven
Erlenmeyer 100 mL
Pengaduk
Pipet tetes
Mixer set
Pipet volum 25 ml
Stopwatch
Neraca Analitik
B. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan adalah :
40
Laporan Praktikum
Operasi Teknik Kimia
IV
CARA KERJA
1. Ekstraksi padat cair
Langkah langkah operasi ekstraksi ini ditujukan oleh gambari dibawah ini :
F(Na2CO3+CaO+H2O)
P
F(Na2CO3+CaO+H2O)
R
P
R
P
F(Na2CO3+CaO+H2O)
R
E
R
P
F(Na2CO3+CaO+H2O)
R
E
R
P
P = Pelarut
E = Ekstrak
R = Rafinat
F = Feed
10
F(Na2CO3+CaO+H2O)
R
E
11
R
P
13
12
F(Na2CO3+CaO+H2O)
R
E
14
R
15
Skema langkah langkah operasi ekstraksi secara batch bertahap empat lengan
aliran berlawanan.
Keterangan :
Jumlah tahap yang digunakan pada operasi ini adalah empat tahap
Pada langkah pertama, campuran larutan jenuh Na2CO3 dan bubur Ca(OH)2 dengan
perbandingan tertentu dimasukkan kedalam gelas kimia 4, kemudian pada campuran
ini ditambahkan sejumlah tertentu H2O
Setelah diaduk dan dibiarkan selama waktu tertentu larutan dipisahkan dari padatan
yang ada.
Pada langkah kedua pelarut baru ditambahkan kedalam gelas kimia 4 yang masih berisi
padatan sisa pada langkah pertama.
41
Laporan Praktikum
Operasi Teknik Kimia
Setelah diaduk dan dibiarkan selama jangka waktu tertentu, larutan dipisahkan dari
padatannya, dan ditambahkan kedalam gelas kiimia 3 yang telah diisi campuran larutan
jenuh soda abu (Na2CO3) dan bubur Ca(OH)2
1. Kedalam gelas kimia yang berisi campuran larutan jenuh Na2CO3 dan bubur Ca(OH)2,
ditambahkan air dalam jumlah tertentu, volume campuran ini kemudian diukur
2. Setelah campuran tersebut diaduk dan dibiarkan selama jangka waktu tertentu, larutan
yang berada di atas padatan dipisahkan dengan cara dekantasi. Larutan yang berhasil
dipisahkan diuukur volumenya dan ditentukan konsentrasi solute yang terkandung
didalamnya.
3. Kedalam padatan yang tertinggal didalam gelas kimia kemudian ditambahkan air yang
sama jumlahnya dengan larutan yang berhasil dipisahkan pada langkah 2.
4. Langkah 2 dan 3 diulang beberapa kali, dan dihentikan bila konsentrasi solute dalam
larutan mencapai pada konsentrasi yang sukar untuk ditentukan dengan cara titrasi
biasa.
5. Mengukur volume larutan sisa (atas dasar padatan kering).
V
: 197.4 g
: 220.4 g
Volume pelarut
: 300 ml
: 206.7 g
Berat Na2CO3
: 16
Berat cawan 1
: 46.1 g
Berat CaO
: 8.4
Berat cawan 2
: 30.7 g
Berat H2O
: 7.2
Berat cawan 3
: 36.0 g
42
Laporan Praktikum
Operasi Teknik Kimia
Volume
Ekstrak
(mL)
Berat
Rafinat
(gram)
Volume
Sampel
(mL)
Volume
Titrasi
(mL)
ekstrak
(g/mL)
284
33.2
10
16.82
1.052
288
33.8
277
25.6
10
20.25
1.044
288
30.5
283
32.5
276
21.5
10
19.75
1.064
281
31.4
276
18.4
272
19.0
10
16.14
1.060
10
271
17.7
11
266
19.5
12
259
22.7
10
17.35
1.060
13
265
17.2
14
263
22.1
15
254
32.1
10
17.1
1.052
16
251
18.3
43
Berat
No
Berat
Berat Rafinat
Stage
Basah (g)
Kering (g)
2.2
1.7
0.5
1.3
0.6
0.7
5.6
4.9
0.7
1.7
0.7
2.3
1.6
0.7
H2 O
Keterangan
(g)
Suhu
Pengeringan
dijalankan pada
100oC
Laporan Praktikum
Operasi Teknik Kimia
Berat
No
Berat
Berat Rafinat
Stage
Basah (g)
Kering (g)
1.2
0.9
0.3
1.7
1.2
0.5
1.7
1.2
0.5
1.7
1.5
0.5
10
1.3
0.7
0.2
11
1.4
0.6
12
1.3
0.8
0.4
13
1.6
0.9
0.5
14
1.3
0.6
0.7
15
2.3
1.7
0.7
16
1.4
0.8
0.6
H2 O
Keterangan
(g)
B. Hasil Perhitungan.
Tabel 4.3 Hasil Perhitungan Konsentrasi NaOH dalam Ekstrak.
44
No
Volume sampel
stage
ekstrak (mL)
10
Volume
Konsentrasi
Konsentrasi
HCl (N)
NaOH (N)
16.82
0.5
0.841
10
20.25
0.5
1.0125
10
19.75
0.5
0.9875
10
16.4
0.5
0.8200
12
10
17.35
0.5
0.8675
15
10
17.1
0.5
0.8850
titrasi
HCl (mL)
Laporan Praktikum
Operasi Teknik Kimia
Berat Ekstrak
Berat NaOH
Berat H2O
Fraksi NaOH
Stage
(g)
Ekstrak (g)
Ekstrak (g)
Ekstrak
298.765
6.795
291.700
0.01455
289.188
9.608
279.580
0.02310
293.664
21.130
272.534
0.06270
288.320
0.988
287.332
0.0366
12
274.540
6.591
267.949
0.014110
15
276.208
6.633
260.575
0.014650
45
Berat CaCO3
dirafinat pada setiap
stage (g)
Berat H2O
Rafinat (g)
Berat C
Fraksi
aCO3
CaCO3
Rafinat (g)
Rafinat
33.2
8.30
33.00
0.9939
33.8
8.45
33.60
0.9940
25.6
4.26
21.33
0.8333
30.5
4.35
26.14
0.8571
32.5
6.50
26.00
0.8000
21.5
4.60
16.89
0.7857
31.4
5.70
25.69
0.8181
18.4
5.01
13.38
0.7272
19.0
6.33
12.66
0.666
10
17.7
4.425
13.27
0.750
11
19.5
5.85
13.65
0.700
12
22.7
4.127
18.57
0.8181
13
17.2
2.457
14.74
0.8571
14
22.1
5.52
16.57
0.7500
15
32.1
6.42
25.68
0.800
16
18.3
2.81
15.48
0.8461
Laporan Praktikum
Operasi Teknik Kimia
VI
PEMBAHASAN
Operasi leaching merupakan ekstraksi padat cair yang memisahkan komponen
yang solute dari campurannya dan komponen yang tidak larut (inert) dengan
menggunakan pelarut (solvent). Metode yang digunakan dalam percobaan ini adalah
sistem bertahap banyak dengan aliran silang (cross current), yaitu rafinat yang dihasilkan
pada pencampuran padatan dengan pelarut pada stage pertama dijadikan feed stage kedua.
Umpan yang digunakan dalam percobaan ini adalah Na2CO3 dan CaO sedangkan pelarut
yang digunakan adalah air. Reaki yang terjadi adalah sebagai berikut:
Na2CO3
(s) +
Produk yang terbentuk pada operasi reaksi diatas melaui proses pengadukan dan
dekantasi, di mana produk yang terbentuk adalah ekstra yang mengandung komponen
NaOH sebagai solute yang larut dalam ekstrak dan rafinat yang mengandung komponen
CaCO3 sebagai inert yang mengandung NaOH dapat diperoleh melalui analisis ekstrak,
sedangkan rafinatnya diasumsikan jumlah CaCO3 dalam rafinat pada setiap stage. CaCO3
merupakan inert atau komponen yang tidak larut, sehingga komponen CaCO3 banyak
tidak larut dan komponennya banyak tertinggal pada bagian rafinat, akibatnya rafinat
banyak mengandung CaCO3 sedangkan yang terikat di ekstrak jumlahnya sangat kecil
sehingga dianggap nol.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pada operasi leaching ini adalah pengadukan,
pelarut dan waktu dekantasi. Pengadukan bertujuan untuk mempermudah terjadinya
dispersi partikel yang menyebabkan terjadinya tumbukan antar partikel lebih cepat
menyebar keseluruh bagian fluida dan padatan dapat dengan cepat bercampur dan larut
dlam pelarut. Dimana partikel yang bersifat dapat larut akan terlarut dalam pelarut
(akuades) dan membentuk ekstrak, sedangkan partikel yang tidak larut (inert) membentuk
rafinat.
Pelarut yang digunakan dalam percobaan ini adalah pelarut yang bersifat selektif
atau pelarut polar yaitu akuades, artinya pelarut hanya melarutkan zat yang diinginkan
dan tidak melarutkan inert. Ukuran partikel dalam proses leaching mempermudah proses
larutnya partikel dalam solvent atau pelarut. Temperature mempengaruhi kelarutan dari
senyawa-senyawa dalam pelarut dimana naiknya temperature menyebabkan naiknya
46
Laporan Praktikum
Operasi Teknik Kimia
merupakan operaasi yang dilakukan untuk memisahkan antara ekstrak dan rafinat yang
ada dalam campuran dengan cara mendiamkan campuran tersebut selama beberapa saat
agar bagian ekstrak dan rafinat dapat berpisah. Semakin lama waktu dekantasi maka akan
semakin banyak rafinat yang terendapkan di dasar campuran atau dibagian bawah, karena
partikel yang mempunyai massa jenis lebih besar akan terendapkan di dasar campuran
akibat adanya pengaruh gaya berat atau gaya gravitasi. Partikel yang terendapkan di dasar
campuran disebut rafinat, sedangkan larutannya atau fluida dibagian atas dari campuran
disebut ekstrak.
VIII
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan
sebagai berikut.
(1) Fraksi NaOH pada stage kesetimbangan (12) adalah 0,0141
(2) Fraksi CaCO3 pada stage kesetimbangan (12) adalah 0,8181
(3) Jumlah tahap yang didapat hingga mencapai titik kesetimbangan adalah 12 dengan
volum titran sebesar 17,35 ml, densitas NaOH sebesar 1,06 gram/ml dan konsentrasi
NaOH sebesar 0,8675 N.
DAFTAR PUSTAKA
47