ARCHAEBACTERIA
Disusun Oleh :
KELOMPOK 3 /
2DIV
(P2.31.33.1.15.023)
(P2.31.33.1.15.040)
Hasna Nafiah
(P2.31.33.1.15.018)
(P2.31.33.1.15.023)
(P2.31.33.1.15.0
ARCHAEBACTERIA
Archaebacteria (Yunani, archaio = kuno) adalah kelompok bakteri yang dinding selnya
tidak mengandung peptidoglikan. Namun, membrane selnya mengandung lipid. Archaebacteria
tidak dikenali sebagai bentuk kehidupan lain dari bakteri hingga tahun1977 saat Carl Woese dan
George Fox menunjukkan kingdom ini melalui analisis RNA. Archaebacteria termasuk makhluk
hidup prokariot uniseluler.
Secara umum ciri-ciri Archaebacteria adalah sebagai beriku
1. Archaea merupakan sel prokariotik
2. Dinding selnya tidak memiliki peptidoglikan (terdiri dari protein,glokoprotein atau
polisakarida)
3. Archaea kebal terhadap beberapa antibiotik yang berpengaruh padabakteri, tetapi
sensitif terhadap beberapa antibiotik yang berpengaruh pada eukarya.
4. Hidup di lingkungan ekstrim seperti lingkungan dengan kadar garamtinggi,
lingkungan panas, dan lingkungan dengan kadar asam tinggi.
1. MORFOLOGI
Berbagai arkea individu dari 0,1 mikrometer (m) sampai lebih dari 15 m dengan
diameter, dan terjadi dalam berbagai bentuk, umumnya sebagai bola, batang, spiral atau
piring. Bahkan terdapat beberapa Archaea yang memiliki bentuk tidak biasa , yaitu segitiga
dan persegi panjang.
Archaea merupakan organisme yang berukuran sangat kecil, yaitu sekitar 1.5-2.5 m
(Beveridge, 2001). Ukuran yang kecil ini memberikan keuntungan tersendiri bagi sel
tersebut. Sel yang berukuran lebih kecil memiliki luas permukaan yang lebih besar
dibandingkan dengan volume sel, jika dibandingkan dengan sel yang berukuran lebih besar.
Sehingga memiliki rasio permukaan terhadap volume lebih tinggi. Rasio permukaan/volum
memberikan beberapa akibat pada kehidupannya. Sebagai contoh pada pertukaran nutrisi, sel
yang memiliki rasio permukaan/volum lebih tinggi akan mendukung pertukaran nutrisi lebih
cepat dibanding yang lebih rendah, oleh karena itu sel yang lebih kecil akan tumbuh lebih
cepat dibandingkan dengan sel yang lebih besar karena memiliki rasio yang lebih tinggi.
Sedangkan secara genetik, hal ini dapat berdampak pada evolusi karena sel Archaea adalah
haploid, sehingga mutasi akan diekspresikan secara langsung. Sedangkan mutasi itu sendiri
adalah sumber dari suatu evolusi. Oleh sebab itu Archaea dapat lebih cepat menanggapi
perubahan lingkungan.
b. Dinding Sel
Archaea memiliki keragaman dalam hal lapisan yang menyelubungi selnya.
Beberapa Archaea memiliki lapisan protein permukaan atau S-layer. Lapisan ini
terdiri dari protein monomolekular yang identik atau lebih dikenal dengan sebutan
glikoprotein (Kandler dan Konig, 1993). Lapisan ini secara langsung berhubungan
dengan bagian luar membran plasma dan berfungsi untuk melindungi dari lisis
osmotik. Lapisan ini juga dapat berfungsi sebagai penyeleksi molekul yang dapat
masuk kedalam sel.
a. Pili
Fimbriae dan pili merupakan struktur filamen yang tersusun atas protein yang
memanjang dari permukaan sel dan memiliki banyak fungsi. Fimbriae memungkinkan
sel untuk menempel pada suatu permukaan. Secara umum pili mirip dengan fimbriae,
tetapi pili lebih panjang dan hanya satu atau sebagian kecil pili yang bisa melekat pada
permukaan sel. Fungsi pili itu sendiri adalah untuk memfasilitasi pertukaran gen di antara
sel pada suatu proses yang disebut sebagai konjugasi. Walaupun sebenarnya proses
konjugasi tidak selalu diperantarai oleh pili.
Gambar 11. Tanda panah menunjukkan pili pada struktur permukaan sel.
b. Cannula, Hami, Iho670 Fibers, dan Bindosome
Struktur permukaan sel Archaea terdiri dari banyak bagian, yaitu kanula, hami,
Cannula, Hami, Iho670 Fibers, dan Bindosome. Struktur permukaan tersebut tidak
banyak dibahas seperti halnya pili dan flagella, hal ini disebabkan karena sistem genetik
di dalam struktur tersebut tidak mudah untuk dipelajari dan tidak ditemukan pada semua
jenis Archaea.
c. Kanula
Kanula merupakan jaringan tubula yang sampai saat ini hanya ditemukan pada
genus Pyrodictium. Kanula berupa pipa berongga berdiameter luar 25 nm (Gambar 12)
yang sangat resisten terhadap panas dan proses denaturasi (Rieger et al., 1995).
Strukturnya hampir sama dengan struktur permukaan sel lainnya yaitu terbentuk atas
lapisan glikoprotein, yang memiliki tiga subunit glikoprotein yang homolog. Kanula
menunjukkan aktivitasnya sebagai penghubung intraseluler antar ruang periplasmik sel
yang berbeda (Nickell et al., 2003). Walaupun fungsi kanula belum diketahui secara jelas,
tetapi dapat diasumsikan bahwa dengan adanya kanula, sel dapat melakukan pertukaran
nutrisi atau bahkan materi genetik.
Gambar 13. (a) Sekitar 100 hami keluar secara melingkar di permukaan sel. (b)
Kenampakan kait yang berada di ujung hami. Tanda panah menunjukkan lokasi kait. (c)
Hami menunjukkan kenampakan seperti kawat berduri (Moissl et al., 2005).
e. Bindosome
Bindosome (Gambar 14) adalah struktur Archaea yang diduga mempunyai fungsi
unik pada Sulfolobus solfataricus (Albers dan Pohlschrder, 2009). Komponen struktural
bindosome yang utama adalah substrat pengikat protein (substrat binding protein/SBP)
yang diketahui sebagai glikoprotein (Elferink et al., 2001), yang disusun oleh Pilin tipe
IV seperti pada sekuen peptida sinyal dan mengandung protein khas yang diketahui
mampu membentuk struktur oligomerik pada Archaea dan bakteri. Susunan oligomerik
komplek berperan dalam penyerapan gula, hal ini dapat membantu S. solfataricus untuk
dapat tumbuh pada substrat yang bervariasi (Ng et al., 2008).
f. Iho670fibers
Pada pertengahan tahun 2009 telah dilakukan penelitian oleh Muller et al.
mengenai struktur permukaan Ignicoccus hospitalis, hasilnya menunjukkan adanya
tambahan permukaan sel baru yang kemudian diberi nama Iho670 fiber (Gambar 15).
Iho670 fiber merupakan struktur yang sangat rapuh, berbeda dengan flagella dan pili
yang memliliki struktur primer dari protein. Hal ini juga menunjukkan bahwa Iho670
fiber bukan salah satu organel sel yang motil. yang menjadi bagian menarik adalah bahwa
komponen utama Iho670 fiber disintesis oleh Pilin tipe IV seperti peptida sinyal dan
diproses oleh peptidase prepilin homolog. Karena Pilin tipe IV seperti sistem ini juga
digunakan untuk flagela, pili tertentu, dan bindosome dalam Archaea, Pilin tipe IV
menjadi jalur yang sangat banyak digunakan oleh Archaea dalam hal perakitan struktur
permukaan.
Bentuk Archaebacteria bervariasi, yaitu bulat, batang, spiral, atau tidak beraturan.
Beberapa spesies dapat dalambentuk sel tunggal, sedangkan jenis lainnya berbentuk filamen atau
koloni.Reproduksinya dilakukan dengan cara membelah diri (pembelahan biner), membentuk
tunas, atau fragmentasi. Archaebacteria sering disebut makhluk hidup ekstrimofil karenamampu
hidup di lingkungan dengan kondisi yang ekstrem. Misalnya di mata air panas dan di dasar
samudra. Semua anggota Archaebacteria merupakan makhluk hidup nonpatogen. Berdasarkan
lingkungan tempat hidupnya. kingdom ini dapat dibagi menjaditiga kelompok, yaitu metanogen,
ekstrem halofil, dan termoasidofil.
A. Metanogen
Metanogen merupakan kelompok prokariotik yang mereduksi karbondioksida
(CO2) menjadi metana (CH4) menggunakan hydrogen (H2). Metanogen merupakan
mikroorganisme anaerob, tidak memerlukan oksigen karena oksigen merupakan racun
baginya. Metanogen memiliki tempat hidup di lumpur dan rawa, tempat mikroorganisme
lain menghabiskan oksigen. Contohnya adalah Methanococcus janascii. Akibatnya gas
akan menghasilkan gas metan atau gas rawa. Beberapa spesies lain yang termasuk
kelompok metanogen hidup di lingkungan anaerob di dalam perut hewan seperti sapi,
rayap, dan herbivora lain. Contohnya adalah Succinomonas amylolytica yang hidup di
dalam pencernaan sapi dan merupakan pemecah amilum. Peran lain metanogen adalah
sebagai
pengurai, sehingga bisa
dimanfaatkan
dalam
pengolahan
kotoran
hewan
untuk
memproduksi
gas
metana,
yang
merupakan
bahan bakar alternatif.
B. HALOFIL
EKSTRIM
Halofil ekstrim merupakan kelompok prokariotik yang hidup di tempat yang asin,
seperti di Great Salt Lake (danau garam di Amerika) dan Laut Mati. Kata halofi l berasal
dari bahasa Yunani, halo yang berarti garam, dan phylos yang berarti pencinta.
Beberapa spesies sekadar memiliki toleransi terhadap kadar garam, tetapi ada pula
spesies lain yang memerlukan lingkungan yang sepuluh kali lebih asin dari air laut untuk
dapat tumbuh. Beberapa koloni halofi l ekstrim membentuk suatu buih bewarna ungu.
Warna tersebut adalah bakteriorhodopsin. Bakteriorhodopsin merupakan suatu pigmen
yang menangkap energi cahaya.
DAFTAR PUSTAKA
http://perpustakaancyber.blogspot.co.id/2012/12/archaebacteria-archaea-pengertian-ciri-struktursel-contoh.html
https://www.scribd.com/doc/51816828/ARCHAEBACTERIA-DAN-EUBACTERIA
http://file.upi.edu/Direktori/SPS/PRODI.PENDIDIKAN_IPA/196307011988031SAEFUDIN/Domain_Archaea.pdf
https://id.wikipedia.org/wiki/Arkea#Morfologi