Anda di halaman 1dari 28

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR PAKAIAN JADI INDONESIA KE

NEGARA AMERIKA SERIKAT TAHUN 2000-2014

produksi pakaian jadi, sumber: bisnis.com

Disusun Oleh:
ROSLANI EKA MURNIATI

PENDAHULUAN

Sektor industri diyakini sebagai sektor yang memegang peranan penting dalam
pelaksanaan pembangunan ekonomi. Data BPS pada tahun 2015 menunjukkan
sektor industri berkontribusi sebesar 18.18% pada PDB Indonesia non-migas atas
dasar harga konstan. Kontribusi sektor industri terhadap PDB Indonesia adalah
yang paling besar dibandingkan dengan sektor lain.
Salah satu sektor industri yang menjadi andalan Indonesia adalah industri Tektil
dan Produk Tekstil (TPT). Di tahun 2013, sumbangan terbesar dalam ekspor TPT
Indonesia berasal dari ekspor pakaian jadi yang mencapai 60,86%, diikuti oleh
ekspor serat dan benang sebesar 36,03% dan ekspor kain sebesar 3,10%
dengan Amerika Serikat sebagai negera tujuan ekspor TPT terbesar mencapai
32,29% dari total ekspor TPT Indonesia ke dunia negara tujuan ekpor. Negara
tujuan ekpor Indonesia antara lain adalah Amerika Serikat, Jepang, Turki, Korea
Selatan, Inggris, Uni Emirat Arab, RRT, Brasilia, Malaysia, Belgia, Italia, Belanda,
Spanyol, Kanada, Saudi Arabia, Thailand, Prancis, Vietnam, dan Taiwan
(kargonews.com).

Indonesia yang merupakan salah satu negara produsen dan eksportir TPT
terbesar di dunia memandang bahwa perdagangan global merupakan peluang
bagi kegiatan ekspor TPT yang cukup terbuka. Di sisi lain hal ini dipandang
sebagai tantangan untuk meningkatkan daya saing agar dapat menghasilkan
TPT yang semakin kompetitif di pasar internasional. Kinerja dari industri pakaian
jadi masih sangat berpeluang untuk dapat terus ditingkatkan mengingat masih
adanya beberapa tantangan dan hambatan yang harus dilalui (Fanani, 2009).
Dalam tulisan ini Amerika Serikat adalah negara mitra dagang yang strategis
bagi Indonesia sendiri. Amerika Serikat yang sebagai negara tujuan ekspor,
merupakan salah satu negara dengan ekonomi terbesar di dunia. Alasan
pemilihan di bidang industri pakaian jadi adalah dikarenakan saat ini Amerika
Serikat memiliki marker share paling luas dari TPT Indonesia. Kondisi ini
menjadikan Amerika Serikat sebagai pangsa pasar yang potensial dari segi
industri.
Terdapat perubahan dalam perkembangan volume ekspor TPT Indonesia ke
Amerika Serikat terkait aktivitas perekonomian global. Beberapa factor yang
mempengaruhi perkembangan volume ekspor pakaian jadi Indonesia antara lain
harga volume ekspor per ton, PDB dan kurs Rupiah. Oleh sebab itu perlu untuk
mengetahui pengaruh harga, PDB Amerika Serikat dan nilai tukar Rupiah
terhadap dollar (kurs Rupiah) secara simultan dan parsial terhadap volume
ekspor pakaian jadi Indonesia tahun 2000-2014.

KAJIAN PUSTAKA

A.
1.

Perdagangan Internasional
Definisi perdagangan internasional

Perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk


suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan bersama.
Penduduk yang dimaksud dapat berupa antarperorangan (individu dengan
individu), antara individu dengan pemerintah suatu negara atau pemerintah
suatu negara dengan pemerintah negara lain. Di banyak negara, perdagangan
internasional menjadi salah satu faktor utama untuk meningkatkan GDP.
Meskipun perdagangan internasional telah terjadi selama ribuan tahun (lihat
Jalur Sutra, Amber Road), dampaknya terhadap kepentingan ekonomi, sosial, dan
politik baru dirasakan beberapa abad belakangan. Perdagangan internasional
pun turut mendorong Industrialisasi, kemajuan transportasi, globalisasi, dan
kehadiran perusahaan multinasional.
Menurut Amir M.S., bila dibandingkan dengan pelaksanaan perdagangan di
dalam negeri, perdagangan internasional sangatlah rumit dan kompleks.
Kerumitan tersebut antara lain disebabkan karena adanya batas-batas politik dan

kenegaraan yang dapat menghambat perdagangan, misalnya dengan adanya


bea, tarif, atau quota barang impor.
Selain itu, kesulitan lainnya timbul karena adanya perbedaan budaya, bahasa,
mata uang, taksiran dan timbangan, dan hukum dalam perdagangan.
Sedangankan menurut Model Adam Smith yang memfokuskan pada keuntungan
mutlak yang menyatakan bahwa suatu negara akan memperoleh keuntungan
mutlak dikarenakan negara tersebut mampu memproduksi barang dengan biaya
yang lebih rendah dibandingkan negara lain. Menurut teori ini jika harga barang
dengan jenis sama tidak memiliki perbedaan di berbagai negara maka tidak ada
alasan untuk melakukan perdagangan internasional.
Faktor spesifik dalam perdagangan internasional meliputi mobilitas buruh antara
industri satu dan yang lain sangatlah mungkin ketika modal tidak bergerak antar
industri pada satu masa pendek. Faktor spesifik merujuk ke pemberian yaitu
dalam faktor spesifik jangka pendek dari produksi, seperti modal fisik, tidak
secara mudah dipindahkan antar industri. Teori mensugestikan jika ada
peningkatan dalam harga sebuah barang, pemilik dari faktor produksi spesifik ke
barang tersebut akan untuk pada term sebenarnya. Sebagai tambahan, pemilik
dari faktor produksi spesifik berlawanan (seperti buruh dan modal) cenderung
memiliki agenda bertolak belakang ketika melobi untuk pengendalian atas
imigrasi buruh. Hubungan sebaliknya, kedua pemilik keuntungan bagi pemodal
dan buruh dalam kenyataan membentuk sebuah peningkatan dalam pemenuhan
modal. Model ini ideal untuk industri tertentu. Model ini cocok untuk memahami
distribusi pendapatan tetapi tidak untuk menentukan pola pedagangan.
2.

Manfaat perdagangan internasional

Menurut Sadono Sukirno, manfaat perdagangan internasional adalah sebagai


berikut.
a.
b.

Menjalin Persahabatan Antar Negara


Memperoleh barang yang tidak dapat diproduksi di negeri sendiri

Banyak faktor-faktor yang memengaruhi perbedaan hasil produksi di setiap


negara. Faktor-faktor tersebut di antaranya: Kondisi geografi, iklim, tingkat
penguasaan iptek dan lain-lain. Dengan adanya perdagangan internasional,
setiap negara mampu memenuhi kebutuhan yang tidak diproduksi sendiri.
c.

Memperoleh keuntungan dari spesialisasi

Sebab utama kegiatan perdagangan luar negeri adalah untuk memperoleh


keuntungan yang diwujudkan oleh spesialisasi. Walaupun suatu negara dapat
memproduksi suatu barang yang sama jenisnya dengan yang diproduksi oleh
negara lain, tapi adakalanya lebih baik apabila negara tersebut mengimpor
barang tersebut dari luar negeri.
d.

Memperluas pasar dan menambah keuntungan

Terkadang, para pengusaha tidak menjalankan mesin-mesinnya (alat


produksinya) dengan maksimal karena mereka khawatir akan terjadi kelebihan
produksi, yang mengakibatkan turunnya harga produk mereka. Dengan adanya
perdagangan internasional, pengusaha dapat menjalankan mesin-mesinnya
secara maksimal, dan menjual kelebihan produk tersebut keluar negeri.
e.

Transfer teknologi modern

Perdagangan luar negeri memungkinkan suatu negara untuk mempelajari teknik


produksi yang lebih efesien dan cara-cara manajemen yang lebih modern.
3.

Faktor pendorong

Banyak faktor yang mendorong suatu


internasional, di antaranya sebagai berikut:
a.

negara

melakukan

perdagangan

Faktor Alam/ Potensi Alam

b.

Untuk memenuhi kebutuhan barang dan jasa dalam negeri

c.

Keinginan memperoleh keuntungan dan meningkatkan pendapatan negara

d.
Adanya perbedaan kemampuan penguasaan ilmu pengetahuan dan
teknologi dalam mengolah sumber daya ekonomi
e.
Adanya kelebihan produk dalam negeri sehingga perlu pasar baru untuk
menjual produk tersebut.
f.
Adanya perbedaan keadaan seperti sumber daya alam, iklim, tenaga kerja,
budaya, dan jumlah penduduk yang menyebabkan adanya perbedaan hasil
produksi dan adanya keterbatasan produksi.
g.

Adanya kesamaan selera terhadap suatu barang.

h.
Keinginan membuka kerja sama, hubungan politik dan dukungan dari
negara lain.
i.
Terjadinya era globalisasi sehingga tidak satu negara pun di dunia dapat
hidup sendiri.

Perdagangan internasional bukan hanya bermanfaat di bidang ekonomi saja.


Manfaatnyadi bidang lain pada masa globalisasi ini juga semakin terasa. Bidang
itu antara lain politik, sosial, dan pertahanan keamanan. Di bidang ekonomi,
perdagangan internasional dilakukan semua negara untuk memenuhi kebutuhan
rakyatnya. Negara dapat diibaratkan manusia, tidak ada manusia yang bisa
hidup sendiri, tanpa bantuan orang lain. Begitu juga dengan negara, tidak ada
negara yangbisa bertahan tanpa kerja sama dengan negara lain. Negara yang
dahulu menutup diri dari perdagangan internasional, sekarang sudah membuka
pasarnya. Misalnya, Rusia, China, dan Vietnam. Perdagangan internasional juga
memiliki fungsi sosial. Misalnya, ketika harga bahan pangan dunia sangat tinggi.

Negara-negara penghasil beras berupaya untuk dapat mengekspornya. Di


samping memperoleh keuntungan, ekspor di sini juga berfungsi secara sosial.
Jika krisis pangan dunia terjadi, maka bisa berakibat pada krisis ekonomi. Akibat
berantainya akan melanda ke semua negara.
4.

Peraturan/Regulasi Perdagangan Internasional

Umumnya perdagangan diregulasikan melalui perjanjian bilateral antara dua


negara. Pada tahun-tahun sejak Perang Dunia II, perjanjian multilateral
kontroversial seperti GATT dab WTO memberikan usaha untuk membuat regulasi
global dalam perdagangan internasional. Kesepakatan perdagangan tersebut
kadang-kadang berujung pada protes dan ketidakpuasan dengan klaim dari
perdagangan yang tidak adil yang tidak menguntungkan secara mutual.
Perdagangan bebas biasanya didukung dengan kuat oleh sebagian besar negara
yang berekonomi kuat, walaupun mereka kadang-kadang melakukan proteksi
selektif untuk industri-industri yang penting secara strategis seperti proteksi tarif
untuk agrikultur oleh Amerika Serikat dan Eropa. Belanda dan Inggris Raya
keduanya mendukung penuh perdagangan bebas di mana mereka secara
ekonomis dominan, sekarang Amerika Serikat, Inggris, Australia dan Jepang
merupakan pendukung terbesarnya. Bagaimanapun, banyak negara lain (seperti
India, Rusia, dan Tiongkok) menjadi pendukung perdagangan bebas karena telah
menjadi kuat secara ekonomi. Karena tingkat tarif turun ada juga keinginan
untuk menegosiasikan usaha non tarif, termasuk investasi luar negri langsung,
pembelian, dan fasilitasi perdagangan. Wujud lain dari biaya transaksi
dihubungkan dengan perdagangan pertemuan dan prosedur cukai.
Umumnya kepentingan agrikultur biasanya dalam koridor dari perdagangan
bebas dan sektor manufaktur seringnya didukung oleh proteksi. Ini telah berubah
pada beberapa tahun terakhir, bagaimanapun. Faktanya, lobi agrikultur,
khususnya di Amerika Serikat, Eropa dan Jepang, merupakan penanggung jawab
utama untuk peraturan tertentu pada perjanjian internasional besar yang
memungkinkan proteksi lebih dalam agrikultur dibandingkan kebanyakan barang
dan jasa lainnya.
Selama reses ada seringkali tekanan domestik untuk meningkatkan tarif dalam
rangka memproteksi industri dalam negeri. Ini terjadi di seluruh dunia selama
Depresi Besar membuat kolapsnya perdagangan dunia yang dipercaya
memperdalam depresi tersebut.
Regulasi dari perdagangan internasional diselesaikan melalui World Trade
Organization pada level global, dan melalui beberapa kesepakatan regional
seperti MerCOSUR di Amerika Selatan, NAFTA antara Amerika Serikat, Kanada
dan Meksiko, dan Uni Eropa antara 27 negara mandiri. Pertemuan Buenos Aires
tahun 2005 membicarakan pembuatan dari Free Trade Area of America (FTAA)
gagal total karena penolakan dari populasi negara-negara Amerika Latin.
Kesepakatan serupa seperti MAI (Multilateral Agreement on Invesment) juga
gagal pada tahun-tahun terakhir. (Wikipedia.com).

B.

Harga

Harga barang merupakan aspek pokok dalam pembahasan teori ekonomi dan
pembentukan harga dari suatu barang terjadi di pasar melalui suatu mekanisme.
Dalam mekanisme ini terdapat dua kekuatan pokok yang saling berinteraksi,
yaitu penawaran dan permintaan dari barang tersebut. Apabila pada suatu
tingkat tertinggi kuantitas barang yang diminta melebihi kuantitas barang yang
ditawarkan maka harga akan naik, sebaliknya bila kuantitas barang yang
ditawarkan pada harga tersebut lebih (Purba, 2011).

C.

Produk Domestik Bruto

Produk Domestik Bruto (PDB) atau Gross Domestic Produk (GDP), dalam
pengertiannya menurut definisi para ahli mengatakan bahwa pengertian Produk
Domestik Bruto (PDB) atau Gross Domestic Produk (GDP) adalah jumlah produksi
barang dan jasa yang dihasilkan oleh unit-unit produksi pada suatu daerah di
saat tertentu. Produk Domestik Bruto (PDB) merupakan alat pengukur dari
pertumbuhan ekonomi dimana alat pengukur pertumbuhan ekonomi adalah PDB,
PDB perkapita dan Pendapatan per jam Kerja. Sebagai alat pengukur dalam
pertumbuhan ekonomi PDB memiliki rumus dalam mencari PDB dan PDB juga
memiliki empat komponen sebagai berikut.
Komponen-Komponen Produk Domestik Bruto
a. Konsumsi rumah tangga
b. Investasi
c. Konsumsi pemerintah
d. Ekspor bersih, yang merupakan selisih dari total ekspor dan impor.
Rumus Mencari PDB
Berdasarkan komponen-komponen tersebut, maka dirumuskan seperti dibawah
ini:
PDB = C + I + G + (X-M)
Keterangan:
C: Konsumsi rumah tangga
I: Investasi
G: Konsumsi pemerintah
X: Ekspor

M: Impor
Dari rumus tersebut, dapat dijelaskan bahwa apabila konsumsi bertambah
makan akan berpengaruh pada PDB yang akan meningkat pula. Begitu juga
dengan Investasi, pengeluaran pemerintah dan ekspor bersih apabila mengalami
peningkatan maka jumlah PDB akan meningkat, hal ini dikarenakan komponenkomponen tersebut berada dalam satu fungsi linier. Oleh karena itu, setiap
negara selalu berusaha untuk meningkatkan konsumsi, investasi, pengeluaran
pemerintah, dan nilai ekspor bersih.
Secara kasar PDB dapat dijadikan ukuran kesejahteraan ekonomi suatu negara,
akan tetapi ukuran ini tidak terlalu tepat. Mengapa dikatakan tidak tepat karena
jika hanya melihat PDB, perhitungan tersebut masih mengabaikan faktor jumlah
penduduk. (http://www.artikelsiana.com)

D.

(Nilai Tukar Rupiah) Kurs

Kehidupan perekonomian global dewasa ini, hampir tidak ada satupun negara di
dunia yang dapat menghindarkan perekonomiannya dari pengaruh pergerakan
valuta asing, khususnya dari hard currencies (valuta asing yang nilainya kuat)
seperti US Dollar. USD telah menjadi semacam mata uang internasional sehingga
setiap negara mengandalkan mata uang ini. Contoh sederhana yaitu semua
negara pasti mencadangkan devisanya dalam bentuk dollar. Selain itu kegiatan
ekspor maupun impor selalu berpatokan pada mata uang ini.
Nilai tukar (kurs) mata uang asing adalah harga di mana penjualan atau
pembelian valuta asing berlangsung atau jumlah uang dalam negeri yang harus
dibayarkan untuk memperoleh satu unit mata uang asing. Di dunia terdapat 3
macam sistem penetapan nilai tukar, sistem tersebut meliputi:
1.

Sistem Nilai Tukar Tetap / Stabil (Fixed Exchange Rate System)

Sistem nilai tukar tetap dan stabil diperlukan agar arus perdagangan dan
investasi internasional atau antar negara dapat berjalan lancar.
2.

Sistem Nilai Tukar Mengambang (Floating Exchange Rate System)

Dalam sistem ini nilai tukar atau forex rate suatu mata uang atau valas
ditentukan oleh kekuatan permintaan dan penawaran pada bursa valuta asing.
3.

Sistem Nilai Tukar Terkait (Pegged Exchange Rate System)

Sistem nilai tukar ini dilakukan dengan mengaitkan nilai mata uang suatu negara
dengan nilai mata uang negara lain atau sejumlah mata uang tertentu. Sistem ini
dilakukan oleh beberapa negara di Afrika yang mengaitkan nilai mata uangnya
dengan mata uang Prancis.

METODE TULISAN

A.
1.

Variabel Tulisan
Identifikasi Variabel

Berdasarkan pada permasalahan dan hipotesis yang diajukan pada bab


sebelumnya, maka variabel yang akan diteliti dikelompokkan dalam dua
variabel, yaitu :
a.
Variabel Terikat (Dependent Variable), dalam tulisan ini sebagai variabel
terikat (Y) adalah Volume Ekspor Pakaian Jadi.
b.
Variabel Bebas (Independent Variable), dalam tulisan ini sebagai variabel
bebas adalah :
X1 : Harga Volume per Ton
X2 : PDB AS
X3 : nilai tukar Rupiah (Kurs)
2.

Definisi Operasional Variabel

Berdasarkan identifikasi variabel di atas, selanjutnya perlu diuraikan definisi


operasional masing-masing variabel. Adapun rinciannya adalah sebagai berikut :
a.

Variabel Terikat (Dependent Variable)

Variabel terikat adalah variabel yang dalam tulisan tergantung atau dipengaruhi
oleh variabel bebas. Dalam tulisan ini yang menjadi variabel terikat (Y) adalah
Volume Ekspor Pakaian Jadi. Dalam tulisan ini menggunakan data Volume Ekspor
Pakaian Jadi tahunan yang ada di Badan Pusat Statistik Indonesiamulai tahun
2000-2014.
b.

Variabel Bebas (Independent Variable)

Variabel bebas adalah variabel yang sengaja diteliti untuk mengetahui


pengaruhnya terhadap variabel terikat. Dalam tulisan ini yang menjadi variabel
bebas adalah :
1)

Harga volume per ton

Variabel ini diukur dengan koefisien slope regresi dari Volume Ekspor Pakaian Jadi
dan tingkat Harga volume per ton. Adapun koefisien slope regresi adalah sebagai
berikut :
Y = a + X1 + e

2)

PDB AS

Variabel ini diukur dengan koefisien slope regresi dari Volume Ekspor Pakaian Jadi
dan tingkat PDB AS. Adapun koefisien slope regresi adalah sebagai berikut :
Y = a + X2 + e

3)

Nilai Tukar Rupiah

Y = a + X3 + e
Nilai Tukar Rupiah adalah harga mata uang Rupiah dalam ukuran mata uang
asing (USD). Variabel ini diukur dengan koefisien slope regresi dari Volume
Ekspor Pakaian Jadi dan nilai tukar Rupiah. Adapun koefisien slope regresi adalah
sebagai berikut :
B.

Populasi dan Sampel

Populasi dalam tulisan ini meliputi data tingkat Harga volume per ton, PDB
AS nilai tukar Rupiah dan Volume Ekspor Pakaian Jadi.
Setelah penentuan populasi, langkah selanjutnya yang diambil adalah
menentukan sampel yang diteliti. Adapun sampel dalam tulisan ini adalah
data tahunan dari data tingkat Harga volume per ton, PDB AS, nilai tukar Rupiah
dan Volume Ekspor Pakaian Jadi di Badan Statistik Indonesia dan trading
economics.
C.

Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data merupakan salah satu kegiatan penting, karena dalam teknik
pengumpulan data ini diperoleh data yang akan dianalisis dan hasilnya disajikan
sehingga dapat ditarik kesimpulan. Adapun teknik pengumpulan data dalam
tulisan ini adalah dokumentasi yaitu teknik pengumpulan data yang diperoleh
dengan cara mengambil data dari catatan yang dilakukan secara sistematis
terhadap fenomena-fenomena tertentu dari suatu objek yang diteliti. Dalam
tulisan ini menggunakan data sekunder yaitu data yang diusahakan sendiri
pengumpulannya oleh peneliti. Data sekunder yang digunakan antara lain :
1.

Badan Pusat Statistik Indonesia

Dari sumber ini diperoleh data Volume Ekspor Pakaian Jadi, Harga Volume per
ton, dan Kurs (Nilai Tukar Rupiah).
2.

id.tradingeconomics.com

Dari sumber ini diperoleh data PDB Amerika Serikat.


D.

Teknik Analisis

Analisis data adalah suatu usaha untuk dapat menemukan jawaban dalam suatu
tulisan. Tujuan analisis data adalah menyederhanakan data ke dalam bentuk-

bentuk yang mudah dibaca dan diinterpretasikan, sehingga memberikan


gambaran yang jelas dari hasil sebuah tulisan. Adapun teknik analisis data yang
digunakan adalah sebagai berikut :
1.

Analisis Deskriptif

Analisis
ini
digunakan
untuk
menganalisis,
mendeskripsikan
menggambarkan karakteristik dari variabel-variabel yang digunakan.
2.

atau

Analisis Statistik Inferensial

Analisis ini merupakan metode statistik untuk penarikan kesimpulan atau


generalisasi untuk keseluruhan populasi atas dasar sampel atau statistik yang
sedang diselidiki. Analisis ini bertujuan untuk mengukur besarnya pengaruh.
Pelaksanaan dari analisis ini menggunakan alat bantu statistik, yaitu Analisis
Regresi Linier. Namun sebelum menganalisis lebih lanjut hasil regresi, agar hasil
yang diberikan representative (memenuhi persyaratan BLUE-best, linier,
unbiased, estimator), maka diperlukan uji asumsi klasik.
a.

Uji Asumsi Klasik

1)

Uji Normalitas

Uji Normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel
pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Uji Normalitas bisa
dilakukan dengan uji statistik non-parametrik Kolmogorov-Smirnov (K-S). Kaidah
pengambilan keputusan terhadap uji normalitas data adalah apabila
nilai asymptotic significance lebih besar dari 5 % maka dikatakan normal dan
apabila lebih kecil dari 5 % dikatakan tidak normal.
2)

Uji Multikolinieritas

Multikolinieritas berarti adanya hubungan yang kuat antar variabel bebas yang
satu dengan yang lain dalam model regresi. Model regresi yang baik adalah yang
tidak terdapat korelasi linier / hubungan yang kuat antara variabel bebasnya. Jika
dalam model regresi terdapat gejala multikolinieritas, maka model regresi
tersebut tidak dapat menaksir secara tepat sehingga diperoleh kesimpulan yang
salah tentang variabel yang diteliti. Pengujian gejala multikolinieritas dengan
cara mengkorelasikan variabel bebas yang satu dengan variable bebas yang lain.
Ghozali (2005, h.91) mengemukakan bahwa multikolinieritas dapat dilihat dari
nilai tolerance atau Variance Inflation Factor (VIF) dari masing-masing variabel.
Jika nilai toleransi < 0,10 atau VIF >10 maka terdapat multikolinieritas dan
sebaliknya apabila VIF < 10 maka tidak terjadi multikolinieritas.
3)

Uji Heterokedastisitas

Uji heterokedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi,


terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan
yang lain. Jika variance dan residual dari satu pengamatan ke pengamatan yang
lain tetap, maka disebut homokedastisitas dan jika berbeda disebut

heterokedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang homokedastisitas atau


tidak terjadi heterokedastisitas. Cara untuk mendeteksi gejala dengan uji Glejser
yaitu melakukan regresi varian gangguan (residual) dengan variabel bebasnya
sehingga didapatkan nilai P. Untuk mengetahui adanya gejala gangguan atau
tidak adalah apabila P > 0,05 menunjukkan tidak terjadi gangguan begitu pula
sebaliknya.
4)

Uji Autokorelasi

Autokorelasi merupakan korelasi antara anggota observasi yang disusun


menurut urutan waktu (Suharyadi dan Purwanto, 2004, h.529). Cara pengujian
untuk mendeteksi adanya autokorelasi adalah dengan menggunakan Uji Statistik
Durbin Watson. Uji statistik ini untuk menguji hipotesis:
Ho: tidak ada autokorelasi yang positif
H1: ada autokorelasi yang positif
Dengan data dari hasil observasi kemudian dibandingkan d dengan di. Jika
hipotesis Ho adalah akan ada autokorelasi positif, maka:
d < dL

: Ho ditolak, ada autokorelasi

d < dU

: Ho diterima, tidak ada autokorelasi

dL < d < dU

: hasil pengujian tidak dapat disimpulkan

bila tidak ada autokorelasi negatif, digunakan (4-d) sebagai pengganti d


d > 4-dL

: menolak Ho

d < 4-dU

: menerima Ho

4-dU < d < 4- dL

: hasil pengujian tidak dapat disimpulkan

b.

Analisis Regresi Linier Berganda

Analisis ini digunakan untuk mengetahui pengaruh dari variabel bebas tingkat
Harga volume per ton , dan nilai tukar Rupiah, terhadap variabel terikat Volume
Ekspor Pakaian Jadi. Adapun persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut :
Y = a + b1X1+b2X2+b2X3+bnXn
Y
a
b1,b2,b3
X1, X2, X3

= variabel terikat
= konstanta
= koefisien regresi
= variabel bebas Uji Hipotesis

Selanjutnya pengujian hipotesis dilakukan secara statistik melalui beberapa


tahap sebagai berikut:

1)

Uji F

Uji F digunakan untuk menguji kebenaran pengaruh dari seluruh variabel bebas
secara simultan (serentak) terhadap variabel terikat, langkah-langkah dalam uji F
antara lain:
a)

Merumuskan hipotesis

Hipotesis dirumuskan sebagai berikut:


Ho = b1, b2, b3 = 0 ; ini berarti tidak terdapat pengaruh yang signifikan secara
simultan atau bersama-sama dari variabel bebas (X) terhadap variabel terikat (Y)
H1 = b1, b2, b3 0 ; ini berarti terdapat pengaruh yang signifikan secara
simultan dari variabel bebas (X) terhadap variabel terikat (Y).
b)
Menentukan tingkat signifikansi (level of significance) () = 5 %
dan degree of freedom(df) sebesar (k-1) derajat pembilangnya dan (n-k) untuk
derajat penyebutnya, di mana n = jumlah observasi dan k = variabel
penjelasnya.
c)

Menghitung F hitung dengan rumus F hitung dapat dicari dengan cara:

Di mana;
R

= koefisien determinasi

= jumlah variabel bebas

= jumlah sampel

d)

Membandingkan F hitung dengan F tabel

Ketentuan dari penerimaan atau penolakan hipotesis sebagai berikut: jika F


hitung > F tabel, berarti Ho ditolak dan H1 diterima, artinya variabel bebas
mempunyai pengaruh terhadap variabel terikat jika F hitung < F tabel, berarti Ho
diterima dan H1 ditolak, artinya variabel bebas tidak mempunyai pengaruh
terhadap variabel terikat.
2)

Uji t

Uji t dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas secara parsial


(individual) terhadap variabel terikat serta untuk mengetahui variabel bebas
mana yang berpengaruh lebih dominan terhadap variabel terikat. Langkahlangkah dalam uji t adalah sebagai berikut :
a)

Merumuskan hipotesis

Hipotesis dirumuskan sebagai berikut:


Ho : b1 = 0 , artinya tidak terdapat pengaruh yang signifikan secara parsial dari
variabel bebas (X1) terhadap variabel terikat (Y) H1 : b1 0 , artinya terdapat

pengaruh yang signifikan secara parsial dari variabel bebas (X1) terhadap
variabel terikat (Y)
b)
Menentukan tingkat signifikansi atau level of significance () = 5 % dengan
degree of freedom (df) (n-k-1) di mana k adalah jumlah variabel bebas.
c)

Menghitung t hitung dengan rumus

Nilai t-statistik dapat dicari dengan rumus sebagai berikut:


T-hitung =
d)

Membandingkan t hitung dengan t tabel

Ketentuan penerimaan atau penolakan hipotesis adalah sebagai berikut:


Jika t hitung > t tabel, maka Ho ditolak dan H1 diterima
Jika t hitung < t tabel, maka Ho diterima dan H1 ditolak
Jika Ho ditolak berarti dengan tingkat kepercayaan 5% variabel bebas yang diuji
secara nyata berpangaruh terhadap variabel terikat dan begitu juga sebaliknya.
Jika Ho diterima berarti variabel bebas yang diuji secara nyata tidak berpengaruh
terhadap variabel terikat.

HASIL TULISAN DAN PEMBAHASAN

Perkembangan volume ekspor pakaian jadi Indonesia tahun 2000-2014, dimana


harga pakaian jadi juga memengaruhi volume ekspor pakaian jadi, harga ratarata pakaian jadi yang diperdagangkan di dunia adalah landasan yang dijadikan
harga berlaku. Perkembangan volume ekspor pakaian jadi Indonesia ke negara
Amerika Serikat untuk tahun 2000-2014 akan ditunjukkan pada tabel berikut.
Tabel 1
Perkembangan Volume Ekspor Pakaian Jadi Indonesia ke Negara
Amerika Serikat Tahun 2000-2014

Tahun

Volume
(Ton)

Perkembang Presenta
Nilai
FOB
an
Volume se (%)
(Ribu USD)
(Ton)

2000

143.709,4

2.013.088,0

2001

153.782,0

1.943.387,7

10.072,6

0,070

2002

131.590,3

1.787.856,5

-22191,7

-0,144

2003

129.050,4

1.918.348,6

-2539,9

-0,019

2004

138.082,3

2.218.365,3

9031,9

0,070

2005

176.157,4

2.761.689,2

38075,1

0,276

2006

213.743,2

3.419.024,2

37585,8

0,213

2007

223.923,3

3.526.943,8

10180,1

0,048

2008

229.265,4

3.576.817,2

5342,1

0,024

2009

220.391,9

3.330.977,0

-8873,5

-0,039

2010

261.045,8

3.935.568,3

40653,9

0,184

2011

249.390,9

4.342.369,0

-11654,9

-0,045

2012

238.735,1

3.872.148,7

-10655,8

-0,043

2013

244.384,2

3.887.406,8

5649,1

0,024

2014

226.879,7

3.758.453,5

-17504,5

-0,072

Sumber : Badan Pusat Statistik (data diolah), 2016


Volume ekspor tahun 2001 meningkat sebesar 10.072,6 ton atau 0,07 persen
yaitu menjadi sebesar 153.782,0 ton dengan nilai FOB 1.943.387,7 Ribu USD.
Namun tahun selanjutnya terjadi penurunan volume yaitu pada tahun 2002 dan
2003 yaitu sebesar 22191,7 ton atau 0,144 prsen dan 2539,9 ton atau 0,019
persen. Pada tahun 2004, peningkatan volume terjadi sebesar 0,070 persen atau
9031,9 ton. Yang berdampak positif pada empat tahun selanjutnya yaitu tahun
2005, 2006, 2007, dan 2008. Berada pada angka 176.157,4 ton dengan
presentase pertumbuhan 0,276 persen pada tahun 2005. Pada tahun 2006
tumbuh sebesar 37585,8 ton atau di angka 213.743,2 ton. Tahun 2007 volume
ekspor mencapai angka 223.923,3 ton dan di nilai FOB 3.526.943,8 Ribu USD.
Tingkat pertumbuhan volume ekspor di tahun 2008 adalah sebesar 5342,1 ton
atau 0,024 persen. Pertumbuhan volume ekspor pakaian jadi Indonesia tidak
bertahan sampai tahun 2009 yang mengalami penurunan sebesar -0,039 persen
atau 8873,5 ton dengan nilai FOB 3.330.977,0 Ribu USD. Memasuki tahun 2010
volume ekspor meningkat menjadi 261.045,8 ton atau sebesar 0,184 persen.
Namun tahun 2011 volume ekspor kembali turun sebesar 11654,9 ton atau
sebesar -0,043. Begitu pula tahun 2012 yang mengalami penyusutan volume
ekspor pakaian jadi Indonesia ke Amerika Serikat berkisar di angka 238.735,1 ton
atau turun 10655,8 ton dari tahun sebelumnya. Pada saat 2013 peningkatan
volume pakaian jadi Indonesia terjadi sebesar 0,024 persen atau 5649,1 ton
menjadi angka 244.384,2 ton dan pada tahun 2014 kembali turun sebesar 17504,5 ton di nilai FOB 3.758.453,5 Ribu USD atau turun sebesar0,072 ton.
Volume ekspor Indonesia tertinggi ke negara Amerika Serikat tesebut
sebesar 261.045,80 ton pada tahun 2010 dengan nilai FOB sebesar 3.935.568,3
ribu USD. Peningkatan angka produksi pakaian jadi mendorong terjadinya

perluasan ekspor pakaian jadi pada tahun tesebut dan menunjukkan kenaikan
permintaan oleh negara tersebut. Penurunan terbesar ekspor pakaian jadi yang
terjadi dari negara Amerika Serikat tersebut sebesar -0,14 persen atau di angka
FOB yaitu 1.787.856,5 ribu USD di tahun 2002. Turunnya harga pakaian jadi
mempengaruhi angka PDB Indonesia atas tekstil secara langsung pada tahun
yang bersangkutan.
Ahli ekonomi seperti Adam Smith menyatakan bahwa dengan adanya
perdagangan luar negeri dapat memberikan sumbangan yang akhirnya dapat
meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu negara. Perdagangan internasional
merupakan kegiatan ekspor yang sangat berpengaruh pada keadaan ekonomi di
suatu negara, salah satunya dapat meningkatkan penerimaan negara.

Tabel 2

Perkembangan Volume, Harga Volume/ton, PDB Amerika Serikat, dan Kurs tahun 20
Perubahan
Harga
Volume
(USD)

Tahu
n

Volume
(Ton)

Harga
Volume/Ton
(USD)

PDB
AS (Miliar
USD)

Kurs
(Rp)

2000

143.709,4
0

14.008,05

10.500,00

9.595,0
0

2001

153.782,0
0

12.637,29

11.000,00

10.400,
00

10.072,60

2002

131.590,3
0

13.586,54

11.500,00

8.940,0
0

(22.191,70)

949,25

2003

129.050,4
0

14.865,11

12.100,00

8.465,0
0

(2.539,90)

1.278,57

2004

138.082,3
0

16.065,53

12.500,00

9.290,0
0

9.031,90

1.200,42

2005

176.157,4
0

15.677,40

13.100,00

9.830,0
0

38.075,10

2006

213.743,2
0

15.995,94

13.855,90

9.020,0
0

37.585,80

2007

223.923,3
0

15.750,68

14.477,63

9.419,0
0

10.180,10

(245,27)

2008

229.265,4
0

15.601,21

14.718,58

10.950,
00

5.342,10

(149,47)

2009

220.391,9

15.113,88

14.418,73

9.400,0

(8.873,50)

(487,33)

Perubahan Vo
lume (Ton)

(1.370,76)

(388,13)
318,55

2010

261.045,8
0

15.076,16

14.964,40

8.991,0
0

40.653,90

2011

249.390,9
0

17.411,90

15.517,93

9.068,0
0

(11.654,90)

2012

238.735,1
0

16.219,44

16.155,25

9.670,0
0

(10.655,80)

(1.192,46)

2013

244.384,2
0

15.906,95

16.663,15

12.189,
00

5.649,10

(312,49)

2014

226.879,7
0

16.565,84

17.348,08

12.440,
00

(17.504,50)

(37,72)
2.335,74

658,89

Sumber: Badan Pusat Statistik dan trading economics (data diolah), 2016

Gambar Harga, Produk Domestik Bruto Negara Amerika Serikat, dan


Kurs Dollar Terhadap Rupiah ke Negara Amerika Serikat Tahun 20002014.

Sumber: Badan Pusat Statistik dan trading economics (data diolah), 2016

A. Harga terhadap volume ekspor pakaian jadi Indonesia ke Negara


Amerika Serikat tahun 2000-2014
Gambar harga, produk domestik bruto negara Amerika Serikat, dan kurs dollar
terhadap rupiah ke negara Amerika Serikat tahun 2000-2014 menjelaskan
bahwa, harga pakaian jadi Indonesia mengalami perkembangan yang fluktuatif.
Pada tahun 2001, harga pakaian jadi Indonesia mengalami penurunan paling
rendah antara tahun 2000-2014 yaitu sebesar US$1.370,76 Volume/Ton.
Memasuki tahun 2002 terjadi peningkatan sebesar US$949,25 Volume/Ton.
Meningkatnya harga pakaian jadi Indonesia berdampak positif untuk tahun
selanjutnya yaitu tahun 2003 dan 2004. Tahun 2003 harga meningkat menjadi
US$1.278,57 Volume/Ton dan tahun 2004 meningkat sebesar US$1.200,42
Volume/Ton. Namun pada tahun 2005 harga pakaian jadi Indonesia kembali
menurun sebesar US$388,13. Tahun 2006 kembali terjadi penguatan harga
pakaian jadi sebesar US$318,55 Volume/Ton. Penguatan tersebut tidak berlanjut
ke tahun berikutnya. Tahun 2007 penurunan harga terjadi yaitu sebesar
US$245,27 Volume/Ton dan berlanjut ke tiga tahun berikutnya yaitu tahun 2008,
2009 dan 2010. Tahun 2008 penurunan harga sebesar US$194,47 dan pada

tahun 2009 sebesar US$ 487,33 Volume/Ton. Sedangkan tahun 2010 sebesar
US$37,72. Tahun 2011 harga pakaian jadi Indonesia mengalami peningkatan
paling tinggi sebesar US$ 2.335,74 Volume/Ton selama tahun 2000-2014. Pada
tahun 2012 harga atas pakaian jadi Indonesia kembali melemah di angka
US$16.219,44 Volume/Ton. Begitu pula tahun 2013, harga pakaian jadi turun
kembali US$312,49. Peningkatan permintaan membuat harga pakaian jadi
Indonesia meningkat sebesar US$16.565,84 atau sebesar US$658,89 pada tahun
2014.
Secara teori hukum penawaran merupakan keterkaitan antara barang dengan
jumlah barang yang ditawarkan. Dalam perdagangan internasional, volume
ekspor menggambarkan jumlah barang yang ditawarkan. Sehingga semakin
tinggi harga barang maka jumlah ekspor juga meningkat, demikian apabila harga
barang yang diekspor menurun maka volume ekspor juga menurun dengan
asumsi cateris paribus.

B.
PDB Amerika Serikat terhadap volume ekspor
Indonesia ke Negara Amerika Serikat tahun 2000-2014

pakaian

jadi

Pada kolom Produk Domestik Bruto atas harga konstan Negara Amerika Serikat
sepanjang tahun 2000-2014 menunjukkan perkembangan yang positif dan
cenderung meningkat. Peningkatan sebesar 500 Milyar USD pada tahun 2001
dibanding tahun 2000 menunjukkan bahwa Produk Domestik Bruto negara
Amerika Serikat mengalami pertumbuhan. Tahun 2001 PDB AS kembali naik
sebesar 500 Milyar USD atau di angka 11.500 Milyar USD. Begitu juga untuk
enam tahun berikutnya yang mengalami perkembangan positif yaitu 600 Milyar
USD pada tahun 2003, 400 Milyar USD tahun 2004, 600 Milyar USD pada tahun
2005, 755,90 Milyar USD di tahun 2006, sebesar 621,73 Milyar USD untuk tahun
2007 dan sebesar 240,95 Milyar USD pada tahun 2008. Memasuki tahun 2009,
PDB Amerika Serikat mengalami penurunan sebesar 299,85 milyar USD atau di
angka 14.418,73 milyar USD apabila dilihat dari perkembangannya.
Memasuki tahun 2010 PDB yang dimiliki Amerika Serikat mengalami kenaikan di
titik 14.964,40 Milyar USD. Tahun 2011, PDB AS meningkat 553,53 Milyar USD,
sebesar 637,32 Milyar USD pada tahun 2012, 507,90 Milyar USD di tahun 2013
dan sebesar 684,93 Milyar USD pada tahun 2014.
Teori Keynes yang menyatakan bahwa pendapatan mempengaruhi besar
kecilnya impor. Apabila PDB per kapita Negara Amerika Serikat mengalami
peningkatan, maka bagi negara Amerika Serikat sendiri akan mengurangi
volume ekspornya. Meningkatnya PDB per kapita mengindikasikan adanya
kenaikan daya beli masyarakatnya dan berimplikasi pada meningkatnya
permintaan sehingga mengurangi volume komoditas yang akan di ekspor.

C. Kurs terhadap volume ekspor pakaian jadi Indonesia ke Negara


Amerika Serikat tahun 2000-2014

Menurut Trivena (2013) menyatakan bahwa dua mata uang berbeda yang
ditukarkan disebut sebagai kurs, serta diasumsikan sebagai komparasi harga
dan/atau nilai antara mata uang kedua Negara. Oleh karena itu perdagangan
antar negara dilakukan demi menjauhkan terjadinya defisit anggaran yang
terlalu tinggi dengan memerhatikan mata uang yang sifatnya universal seperti
US$. Dilihat dari Gambar harga, produk domestik bruto negara Amerika Serikat,
dan kurs dollar terhadap rupiah ke negara amerika serikat tahun 2000-2014,
perkembangan kurs dollar Amerika Serikat dari tahun 2000-2014 mengalami
fluktuasi.
Kembali bergairahnya perdagangan global Indonesia dan meningkatnya ekspor
menyebabkan kurs atau nilai tukar rupiah terhadap dollar menguat 0,14 persen
atau sebesar Rp1.460 pada tahun 2002. Lalu kembali menguat pada tahun 2003
sebesar Rp475 atau 0.05 persen. Namun menguatnya rupiah terhadap dollar AS
ini tidak dapat dipertahankan di tahun 2004 yang melemah 0,10 persen. Tahun
2005 nilai tukar Rupiah melemah 0,06 persen. Pada tahun 2006 menguat
sebesar 0,80 persen atau sebesar Rp810. Rupiah melemah 0,04 persen pada
tahun 2007 dan 0,16 pada tahun 2008.
Memasuki tahun 2009 rupiah cukup menguat yaitu sebesar Rp1.550 atau di 0,14
persen. Kemudian disusul dengan sedikit kembali menguat nilai tukar rupiah
pada tahun 2010 yaitu di angka 0,04 persen atau sebesar Rp409. Penguatan
rupiah ini dipicu oleh kembali menguatnya perekonomian global yang dimulai di
awal April 2009. Memasuki tahun 2011 rupiah kembali melemah 0,01 persen
persen. Tekanan terhadap nilai tukar rupiah meningkat terus. Melemahnya rupiah
ini berlanjut hingga tahun 2012 yaitu sebesar Rp602 atau mengalami depresiasi
0,07 persen. Tahun 2013 rupiah mengalami pelemahan sebesar 0,26 persen atau
berada pada level Rp12.189 per 1 dollar AS.
Memasuki tahun 2014, nilai tukar rupiah kembali melemah atau depresiasi
sebesar 0,02 persen atau sebesar Rp251. Menurut BI, sepanjang tahun 2014,
euro melemah 13 persen dan yen melemah 12 persen. kebijakan moneter
(quantitative easing/QE) diambil agar pasar mata uang pemakai euro dan yen
lebih kompetitif. Imbasnya, kondisi ekonomi negara-negara berkembang menjadi
tak stabil dan mata uang mereka cenderung melemah.
D.

Pengujian Asumsi Klasik

Sebelum dilakukan pengujian hipotesis maka harus dilakukan Uji Asumsi Klasik.
Salah satu syarat untuk bisa menggunakan persamaan regresi berganda adalah
terpenuhi asumsi klasik. Persyaratan asumsi klasik yang harus dipenuhi adalah
terbatas dari uji normalitas, multikolinieritas, heterokedastisitas, dan
autokorelasi:
1.

Uji Normalitas

Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah distribusi sebuah data


mengikuti atau mendekati distribusi normal. Metode yang digunakan untuk
menguji normalitas adalah dengan menggunakan Uji Kolmogorov Smirnov. Bila

probabilitas hasil Kolmogorov Smirnov lebih besar dari 0,05 (5%) maka
terdistribusi normal dan apabila sebaliknya maka terdistribusi tidak normal.

Tabel 3
Uji Normalitas
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized Residual
N

16

Normal Parametersa Mean

.0000000

Std. Deviation
Most
Extreme Absolute
Differences
Positive
Negative

2.04879838E4
.132
.109
-.132

Kolmogorov-Smirnov Z

.527

Asymp. Sig. (2-tailed)

.944

Sumber: Badan Pusat Statistik dan trading economics (data diolah), 2016
Hasil pengujian menunjukkan nilai probabilitas sebesar 0,94% > 0,05 sehingga
asumsi normalitas terpenuhi.

2.

Uji Multikolinieritas

Multikolinieritas merupakan hubungan linier diantara beberapa variabel penjelas


atau bebas dari model regresi. Masalah multikolinieritas harus dianggap sebagai
suatu kelemahan yang dapat mengurangi keyakinan dalam uji signifikansi
konvensional terhadap penaksir kuadrat terkecil. Untuk mendeteksi adanya
multikolinieritas dapat dilihat dari Value Inflation Factor (VIF). Apabila nilai VIF >
10 maka terjadi multikolinieritas dan sebaliknya apabila VIF < 10 maka tidak
terjadi multikolinieritas. Dalam tulisan ini diperoleh nilai VIF seperti pada tabel 4.

Tabel 4

Uji Multikolinieritas Value Inflation Factor (VIF)


Unstandardized
Coeff.

Model

1 (Constant)

236176.2
9281.85
22
5

Std. Error Beta

Harga
per
-11.291 18.559
Volume Ekspor
PDB AS

Kurs Rupiah

Standardized
Coeff.

Collinearity
Statistics

Toleranc
Sig. e
VIF

-.03
.969
9

-.209

-.60
.555 .335
8

2.987

29.521

12.497

.939

2.36
.038 .250
2

4.007

-3.785

14.491

-.068

-.26
.799 .589
1

1.697

Sumber: Badan Pusat Statistik dan trading economics (data diolah), 2016

Dari tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa untuk variabel independen (tingkat
Harga volume per ton, PDB AS, dan Kurs) tidak terjadi multikolinieritas dengan
ditunjukkan nilai VIF yang lebih kecil dari 10.

3.

Uji Heterokedastisitas

Uji heterokedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi,


terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan
yang lain. Jika variance dan residual dari satu pengamatan ke pengamatan yang
lain tetap, maka disebut homokedastisitas dan jika berbeda disebut
heterokedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang homokedastisitas atau
tidak terjadi heterokedastisitas. Cara untuk mendeteksi gejala dengan Uji Glejser
yaitu melakukan regresi varian gangguan (residual) dengan variabel bebasnya
sehingga didapatkan nilai signifikan. Untuk mengetahui adanya gejala gangguan
atau tidak adalah apabila nilai signifikan menunjukkan tidak terjadi gangguan
begitu pula sebaliknya. Hasil pengujian disajikan pada tabel berikut:

Tabel 5
Uji Heteroskedastisitas

Harga per
PDB
Volume
AS
Ekspor
Spearma Harga
n's rho
Volume
Ekspor

per Correlation
Coefficient

PDB AS

Kurs
Unstandardi
Rupiah zed Residual

1.000

.732** .236

-.132

Sig. (2-tailed)

.002

.398

.639

15

15

15

15

Correlation
Coefficient

.732**

1.000 .389

-.189

Sig. (2-tailed)

.002

.152

.499

15

15

15

15

.236

.389

1.000 -.111

Sig. (2-tailed)

.398

.152

.694

15

15

15

15

-.132

-.189

-.111

1.000

Sig. (2-tailed)

.639

.499

.694

15

15

15

15

Kurs Rupiah Correlation


Coefficient

Unstandardi Correlation
zed Residual Coefficient

Sumber: Badan Pusat Statistik dan trading economics (data diolah), 2016

Hasil pengujian di atas menunjukkan semuanya nilai Sig. > 0,05 berarti tidak
terdapat gejala heteroskedastisitas atau H0 diterima. sehingga asumsi
heteroskedastisitas tidak terpenuhi.

4.

Uji Autokorelasional

Uji autokorelasi digunakan untuk melihat apakah terdapat korelasi antara


anggota serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu dan ruang.
Adanya suatu autokorelasi bertentangan dengan salah satu asumsi dasar dari
regresi berganda yaitu tidak adanya korelasi diantara galat acaknya. Artinya jika
ada autokorelasi maka dapat dikatakan bahwa koefisien korelasi yang diperoleh
kurang akurat. Untuk mengetahui adanya autokorelasi digunakan uji Durbin

Watson yang bisa dilihat dari hasil regresi uji berganda. Secara konvensional
dapat dikatakan bahwa suatu Durbin Watson mendekati dua atau lebih. Aturan
keputusannya adalah jika nilai DW lebih kecil dari minus dua (-2), maka bisa
diartikan terjadi gejala autokorelasi positif. Jika nilai DW lebih besar dari dua (2),
maka bisa diartikan terjadi gejala autokorelasi negatif. Sedangkan jika nilai DW
antara minus dua (-2) sampai dua (+2), maka dapat diartikan tidak terjadi gejala
autokorelasi. Dari pengujian yang telah dilakukan didapatkan nilai Durbin Watson
sebesar 1,424 yang berarti terjadi tidak terjadi gejala autokorelasi. Berikut hasil
perhitungan.
Tabel 4
Uji Autokorelasi Variabel

Model R

R
Square

.753a .567

Std. Error
Adjusted R
of
the Durbin-Watson
Square
Estimate
.449

48838.664
1.424
25

Sumber: Badan Pusat Statistik dan trading economics (data diolah),


2016

E.

Analisis Data dan Interpretasi

1.

Analisis Regresi Linier

Dalam pengolahan data dengan menggunakan Analisis Regresi Linier Berganda,


dilakukan beberapa tahapan untuk mencari hubungan antara variabel
independen dan variabel dependen, melalui pengaruh variabel harga volume per
ton (X1), PDB AS (X2), dan nilai tukar Rupiah (X3) terhadap tingkat Volume
ekspor pakaian jadi (Y). Hasil regresi dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 7
Hasil Uji Regresi Linier

Variabel

T hitu
Keterangan
Koef. Regresi (B) ng
Sig.

Konstan

-9281.855

Harga
Ekspor

per

Volume

.555

Tidak Signifikan

-11.291

-.608

PDB AS

29.521

2.362 .038 Signifikan

Kurs Rupiah

-3.785

-.261

.799 Tidak Signifikan

Sumber: Badan Pusat Statistik dan trading economics (data diolah), 2016

Variabel bebas pada regresi ini adalah harga volume per ton (X1), PDB AS (X2),
dan nilai tukar Rupiah (X3), sedangkan variabel terikatnya adalah tingkat Volume
ekspor pakaian jadi (Y). Model regresi berdasarkan analisis diatas adalah:
Y = -9281.855 + -11.291X1 + 29.521X2+ -3.785X3 + e
Adapun interpretasi dari persamaan tersebut adalah:
a.

a = -9281.855

Nilai ini merupakan nilai konstanta, yaitu estimasi Volume Ekspor Pakaian Jadi.
Nilai konstan ini menunjukkan bahwa apabila tidak ada variabel harga volume
per ton (X1), PDB AS (X2), dan nilai tukar Rupiah (X3), maka nilai Volume Ekspor
Pakaian Jadi sebesar -9281.855.
b.

b1 = -11.291

Nilai parameter atau koefisien regresi b1 ini menunjukkan apabila setiap variabel
harga volume per ton (X1) meningkat 1 % maka Volume Ekspor Pakaian Jadi
akan menurun sebesar 11.291 poin, dengan asumsi variabel yang lain tetap.
c.

b2 = 29.521

Nilai parameter atau koefisien regresi b2 ini menunjukkan apabila setiap variabel
tingkat PDB AS (X2) meningkat 1 % maka Volume Ekspor Pakaian Jadi akan
meningkat sebesar 29.521 poin, dengan asumsi variabel yang lain tetap.
d.

B3 = -3.785

Nilai parameter atau koefisien regresi b3 ini menunjukkan apabila setiap variabel
tingkat nilai tuka Rupiah (X3) meningkat 1 % maka Volume Ekspor Pakaian Jadi
akan menurun sebesar 3.785 poin, dengan asumsi variabel yang lain tetap.
2.
a.

Hasil Pengujian Hipotesis


Hipotesis Pertama

Hipotesis ini akan diuji dengan menggunakan multiple regression. Tujuannya


untuk mengetahui apakah variabel harga volume per ton (X1), PDB AS (X2),
dan nilai tukar Rupiah (X3) berpengaruh terhadap Volume Ekspor Pakaian Jadi.
Hipotesis pertama dalam tulisan ini adalah terdapat pengaruh yang signifikan
dari variabel harga volume per ton, PDB AS, dan nilai tukar Rupiah terhadap
Volume Ekspor Pakaian Jadi tahun 2000-2014. Untuk menunjukkan apakah
semua variabel yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh signifikan
baik secara simultan (serentak) maupun secara parsial (individual) terhadap
varpaintiabel terikat digunakan Uji F dan Uji t.
Berikut ini adalah tabel yang menunjukkan hasil Uji F dan besarnya F tabel :
Tabel 8
Hasil Uji F
ANOVAb
Model

Sum
Squares

1 Regressio
3.431E10
n

of

df

Mean
Square

Sig.

1.144E10

4.795

.023a

2.385E9

Residual

2.624E10

11

Total

6.055E10

14

Sumber: Badan Pusat Statistik dan trading economics (data diolah), 2016
Pada pengujian ini besarnya F signifikan pada 10%, maka Ho ditolak atau H1
diterima. Selanjutnya berikut ini adalah tabel yang menunjukkan hasil Uji t dan
besarnya t tabel :
Tabel 9
Hasil Uji t

Unstandardized
Coef.

Model

1 (Constant)

236176.2
9281.85
22
5

Kurs Rupiah

Collinearity
Sig. Statistics
Toleranc
e
VIF

Std. Error Beta

Harga
per
-11.291 18.559
Volume Ekspor
PDB AS

Standardized
Coef.

-.03
.969
9

-.209

-.60
.555 .335
8

2.987

29.521

12.497

.939

2.36
.038 .250
2

4.007

-3.785

14.491

-.068

-.26
.799 .589
1

1.697

Sumber: Badan Pusat Statistik dan trading economics (data diolah), 2016

1)

Variabel Harga volume per ton (X1)

Variabel Harga volume per ton (X1) tidak signifikan di 5%. Dengan demikian
pengujian menunjukkan Ho diterima atau H1 ditolak. Hasil ini memperlihatkan
bahwa variabel tingkat harga volume per ton tidak berpengaruh secara signifikan
terhadap Volume Ekspor Pakaian Jadi.
2)

Variabel PDB AS (X2)

Variabel tingkat PDB AS (X2) signifikan di 5%. Dengan demikian pengujian


menunjukkan H1 diterima atau Ho ditolak. Hasil ini memperlihatkan bahwa
variabel tingkat PDB ASberpengaruh secara signifikan terhadap Volume Ekspor
Pakaian Jadi.
3)

Variabel Kurs (X3)

Variabel
tingkat kurs (X3) tidak signifikan. Dengan
demikian
pengujian
menunjukkan H1 ditolak atau Ho diterima. Hasil ini memperlihatkan bahwa
variabel tingkat kurs tidak berpengaruh secara signifikan terhadap Volume
Ekspor Pakaian Jadi.
Kesimpulan yang didapat dari hasil pengujian hipotesis di atas adalah bahwa
seluruh variabel bebas (harga volume per ton, PDB AS, dan nilai tukar Rupiah)
berpengaruh signifikan secara simultan (serentak) terhadap variabel terikat,
yaitu Volume Ekspor Pakaian Jadi, namun secara parsial hanya variabel PDB AS
(X2) yang berpengaruh signifikan terhadap Volume Ekspor Pakaian Jadi,

sedangkan variabel tingkat Harga volume per ton (X1) dan kurs (X3) tidak
berpengaruh signifikan.
3.

Interpretasi Hasil Tulisan

Berdasarkan hasil pengujian di atas, dapat diketahui bagaimana pengaruh


variabel ekonomi makro terhadap Volume Ekspor Pakaian Jadi. Selanjutnya akan
dijelaskan mengenai variabel-variabel tulisan dan menginterpretasikan model
regresi dari hasil tulisan. Dari tabel 7 maka model regresi adalah sebagai
berikut :
Y = -9281.855 + -11.291X1 + 29.521X2+ -3.785X3 + e
a.

Variabel Harga volume per ton (X1)

Koefisien regresi harga volume per ton sebesar -11.291 dan tidak signifikan di 5
%, hal ini menunjukkan apabila harga volume per ton meningkat sebesar 1 %
akan menyebabkan turunnya Volume Ekspor Pakaian Jadi sebesar 11.291 poin,
dengan asumsi variabel lainnya konstan. Nilai ini menunjukkan bahwa
variabel harga volume per ton berpengaruh secara signifikan terhadap Volume
Ekspor Pakaian Jadi. Namun secara parsial (individu) variabel tingkat harga
volume per ton tidakberpengaruh signifikan terhadap Volume Ekspor Pakaian
Jadi.
Berdasarkan hasil pengujian di atas, variabel harga volume per ton sebagai
variabel bebas berpengaruh dengan arah negatif terhadap Volume Ekspor
Pakaian Jadi, atau dapat diartikan kenaikan tingkat harga volume per
ton akan menurunkan Volume Ekspor Pakaian Jadi, begitu juga sebaliknya.
Hal
ini
sejalan
dengan hukum
permintaan bahwa naiknya harga
produk merupakan sinyal negatifbagi pembeli.
b.

Variabel PDB AS (X2)

Koefisien
regresi
tingkat PDB
AS sebesar 29.521 dan signifikan
di
5
% menunjukkan apabila tingkat PDB AS naik sebesar 1 % menyebabkan naiknya
Volume Ekspor Pakaian Jadi sebesar 29.521poin dengan asumsi variabel lainnya
konstan. Namun secara parsial (individu) variabel tingkat PDB ASberpengaruh
signifikan terhadap Volume Ekspor Pakaian Jadi.
Hal ini sejalan dengan teori yang menyatakan bahwa peningkatan Harga volume
per ton merupakan sinyal positif bagi volume ekspor pakaian jadi Indonesia ke
negara Amerika Serikat.
c.

Variabel nilai tular Rupiah (X3)

Koefisien regresi harga volume per ton sebesar -3.785 dan tidak signifikan di 5
%, hal ini menunjukkan apabila nilai tukar Rupiah meningkat sebesar 1 % akan
menyebabkan turunnya Volume Ekspor Pakaian Jadi sebesar -3.785 poin, dengan
asumsi
variabel
lainnya
konstan.
Nilai
ini
menunjukkan
bahwa
variabel kurs berpengaruh secara signifikan terhadap Volume Ekspor Pakaian

Jadi. Namun secara parsial (individu) variabel tingkat kurs tidak berpengaruh
signifikan terhadap Volume Ekspor Pakaian Jadi.
Berdasarkan hasil pengujian di atas, variabel kurs sebagai variabel bebas
berpengaruh dengan arahnegatif terhadap Volume Ekspor Pakaian Jadi, atau
dapat diartikan kenaikan tingkat kurs akanmenurunkan Volume Ekspor Pakaian
Jadi, begitu juga sebaliknya.

SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan pada pembahasan sebelumnya dengan fokus tulisan pada variabel


tingkat harga volume per ton, PDB AS, dan kurs Rupiah terhadap Dollar yang
mempengaruhi Volume Ekspor Pakaian Jadi maka dapat diambil kesimpulan dan
saran yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan. Adapun kesimpulan
dan saran adalah sebagai berikut :
A.

Kesimpulan

Tulisan ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh beberapa variabel tingkat


harga volume per ton, PDB AS, dan kurs Rupiah terhadap Dollar terhadap Volume
Ekspor Pakaian Jadi tahun 2000-2014. Ketiga variabel tersebut merupakan
variabel bebas dan volume ekspor pakaian jadi merupakan variabel terikat, yang
selanjutnya dianalisis dengan menggunakan model regresi linier. Agar model
persamaan regresi linier memberikan hasil yang representatif sesuai kriteria
BLUE (Best Linier Unbiased Estimated) maka dilakukan uji asumsi klasik.
Berdasarkan pada analisis hasil tulisan yang dilakukan, maka dapat ditarik
beberapa kesimpulan yang merupakan jawaban dari permasalahan, pencapaian
tujuan tulisan sekaligus pembuktian hipotesis, yaitu :
1.
Terdapat pengaruh yang signifikan dari variabel nilai tingkat harga volume
per ton, PDB AS, dan kurs Rupiah terhadap Dollar terhadap Volume Ekspor
Pakaian Jadi tahun 2000-2014. Variabel PDB AS secara parsial berpengaruh
signifikan terhadap Volume Ekspor Pakaian Jadi dan menunjukkan koefisien arah
(regresi) positif, yang artinya menguatnya PDB AS berpengaruh nyata terhadap
menguatnya Volume Ekspor Pakaian Jadi. Sedangkan variabel tingkat harga
volume per ton dan kurs secara parsial (individu) tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap Volume Ekspor Pakaian Jadi.
2.
Variabel yang berpengaruh dominan terhadap Volume Ekspor Pakaian Jadi
adalah variabel PDB Amerika Serikat.
3.
Prospek Perkembangan Ekspor Pakaian Jadi Indonesia Ke Negara Amerika
Serikat Tahun 2000-2014 memiliki tren yang menurun.
B.

Saran

Berdasarkan pembahasan yang sudah dilakukan dapat diberikan saran yaitu:

1.
Produk Domestik Bruto negara Amerika Serikat berperan dominan atas nilai
ekspor pakaian jadi Indonesia ke Negara Amerika Serikat, disarankan dalam
melakukan ekspor lebih memerhatikan perkembangan daya konsumsi
masyarakat terkait pakain jadi Indonesia, karena pertumbuhan PDB suatu negara
menunjukan kekuatan daya beli masyarakat.
2.
Penentuan kebijakan-kebijakan pemerintah dilakukan dengan tepat
sehingga menjaga stabilitas aktivitas ekspor dan impor di Indonesia sesuai
harapan yang ditargetkan.

REFERENSI
https://www.academia.edu/11009500/PENGARUH_KURS_DAN_INFLASI_TERHADAP
_IHSG
http://www.artikelsiana.com/2014/11/pengertian-produk-domestik-brutopdb.htmlhttp://id.tradingeconomics.com/united-states/gdp
https://id.wikipedia.org/wiki/Perdagangan_internasional
https://www.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/1024
http://www.kargonews.com/
http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/15563 - Analisis integrasi vertikal
industri pakaian jadi (garmen) di indonesia dan faktor-faktor yang
mempengaruhinya
https://www.unud.ac.id/in/tugas-akhir1106105052.html

Anda mungkin juga menyukai