Anda di halaman 1dari 15

I.

Judul

Difusi dan Osmosis : Permeabilitas Membran Sel dan Plasmolisis


II.

Tujuan
1. Mengamati pengaruh perlakuan fisik (Suhu) dan kimia (jenis pelarut)
terhadap permeabilitas sel.
2. Untuk mengetahui pengaruh larutan hipertonik dan laporan hipotonik

III.

pada sel tumbuhan.


Tinjauan Pustaka
Membran plasma adalah tepi kehidupan, perbatasan yang memisahkan sel

hidup dari lingkungan sekelilingnya. Lapisan luar biasa yang tebalnya hanya 8 nm
ini perlu lebih dari 8.000 membran plasma untuk menyamai ketebalan halaman
ini-mengontrol lalu-lintas keluar-masuk sel yang diselubunginya. Seperti semua
membran biologis, membran plasma menunjukkan permeabilitas selektif
(selective permeability); artinya, memungkinkan beberapa zat untuk menembus
membran tersebut secara lebih mudah daripada zat-zat yang lain. Salah satu
episode paling awal dalam evolusi kehidupan mungkin berupa pembentukan
membran yang menyelubungi suatu larutan yang berbeda dari larutan di
sekelilingnya, sambil tetap memungkinkan pengambilan nutrien dan pembuangan
zat sisa. Kemampuan sel untuk membeda-bedakan pertukaran zat kimianya
dengan lingkungan bersifat fundamental bagi kehidupan, dan selektivitas tersebut
dimungkinkan oleh membran plasma dan molekul-molekul komponennya
(Campbell,dkk.2008).
Lipid dan protein adalah bahan penyusun utama membran, walaupun
karbohidrat juga penting. Lipid yang paling melimpah di sebagian besar membran
adalah fosfolipid. Kemampuan fosfolipid untuk membentuk membran merupakan
sifat inheren dalam struktur molekularnya. Fosfolipid adalah molekul amfipatik
(amphipathic), yang berarti memiliki wilayah hidrofilik dan hidrofobik sekaligus
(lihat peraga 5.13). Tipe-tipe lipid membran yang lain jugan amfipatik. Selain itu,
sebagian besar protein dalam membran memiliki wilayah hidrofobik dan
hidrofilik sekaligus (Campbell,dkk.2008).

Perhatikan peraga 7.7. Ada dua populasi utama protein membran : protein
integral dan protein periferal. Protein integral (integral protein) menembus inti
hidrofobik lapisan ganda lipid. Banyak di antaranya merupakan protein
transmembran, yang membentang ke kedua sisi membran. Protein integral lain
hanya membentang separuh jalan ke dalam inti hidrofobik. Wilayah hidrofobik
protein integral terdiri dari satu atau lebih rangkaian asam-asam amino nonpolar
(lihat peraga 5.17), biasanya menggumpar menjadi helix (Peraga 7.8). Bagian
hidrofilik molekul terpapar ke lingkungan yang berair di kedua sisi membran.
Beberapa protein juga memiliki suatu larutan hidrofilik di bagian tengah, yang
memungkinkan lalu-lalang zat hidrofilik (lihat peraga 7.1). Protein periferal atau
protein tepi (Peripheral protein) tidak tertanam dalam lapisan ganda lipid sama
sekali, melainkan berupa embelan yang terikat longgar ke permukaan membran,
dan seringkali ke bagian protein integral yang menjulur keluar (lihat peraga 7.7)
(Campbell,dkk.2008).
Protein terdiri dari satu atau lebih rantai (rantai polipeptida) yang masingmasing terdiri dari ratusan asam amino. Komposisi dan ukuran tiap protein
bergantung pada jenis dan jumlah subunit asam aminonya. Umumnya terdapat 18
sampai 20 jenis asam amino yang berbeda, dan sebagian besar protein mempunyai
secara lengkap 20 asam amino. Jumlah total subunit asam amino sangat beragam
pada protein yang berbeda sehingga bobot molekul protein juga beragam.
Sebagian besar protein tumbuhan yang telah dicirikan mempunyai bobot molekul
lebih dari 40.000 g/mol (juga disebut dalam satuan Dalton, atau Daltons; satu
Dalton, disingkat Da, adalah massa satu atom hidrogen) (Salisbury & Cleon,
1995).
Sekarang kita bisa menyatakan aturan sederhana difusi: jika tidak ada gaya
lain, suatu zat akan berdifusi dari tempat yang konsentrasinya lebih tinggi ke
tempat yang konsentrasinya lebih rendah. Dengan kata lain, zat apa pun akan
berdifusi menuruni gradien konsentrasi (concentration gradient), wilayah
gradasi penurunan densitas zat kimia. Tidak ada kerja yang harus dilakukan agar
hal ini terjadi; difusi merupakan proses spontan yang tidak memerlukan masukan

energi. Perhatikan bahwa setiap zat berdifusi menuruni gradien konsentrasinya


sendiri, tidak terpengaruh oleh perbedaan konsentrasi zat-zat lain (Peraga 7.11b).
Air berdifusi melintasi membran dari wilayah yang berkonsentrasizat terlarut
lebih rendah ke wilayah yang berkonsentrasi zat terlarut lebih tinggi sampai
konsentrasi zat terlarut pada kedua sisi setara. Difusi air melintasi membran
permeabel selektif disebut osmosis (Campbell,dkk.2008).
Difusi adalah pergerakan molekul suatu zat secara random yang
menghasilkan pergerakan molekul efektif dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi
rendah. Contoh-contohnya adalah difusi zat warna dalam air tenang, difusi
glukosa dan teknik tomografi [1], difusi zat melalui membran [2], difusi oksigen
dalam membran polimer [3]. Bahkan difusi tidak hanya terjadi pada skala mikro
tetapi juga skala makro, seperti difusi gas dalam galaksi [4],[5]. Model dasar yang
digunakan dalam penelitian tentang difusi biasanya adalah hukum Fick [6], namun
bentuknya akan bervariasi sesuai dengan asumsi-asumsi peneliti [7] (Trihandaru,
dkk. 2012).
Difusi larutan gula sangat penting dalam dunia biologi, contohnya adalah
fenomena transport gula dalam tanaman [8]. Dalam penelitian tersebut, Jensen
dan kawan-kawan mengukur efek difusi dengan metoda pengukuran konsentrasi
dengan pembiasan laser. Profil konsentrasi gula mengalami evolusi seperti pada
Gambar 1. Dalam penelitian tersebut diberikan cara pengukuran konsentrasi
melalui pembiasan laser. Namun karena ruang yang dipakai berupa pipa, yaitu
untuk mensimulasikan tanaman, maka pengukuran pembiasan menjadi sangat
terbatas (Trihandaru, dkk. 2012).
Menurut Ali dan Bhattacharya (1980) menyatakan bahwa perendaman
dapat menyebabkan perubahan-perubahan enzimatis dalam gula dan komposisi
asam amino beras sehingga kandungan nutrisinya berubah. Beberapa faktor yang
berpengaruhterhadap besarnya serapan air ke dalam bahan adalah luas permukaan,
kandungan amilosa dan protein, dan suhu yang digunakan di dalam perendaman
(Bett-Garber et al 2007) (Arlita, dkk. 2013)

Cekaman suhu tinggi merusak membran sel dengan cara mengubah


komposisi dan struktur kimia membran. Identifikasi dan skrining toleransi
tanaman terhadap berbagai cekaman abiotik, termasuk suhu tinggi, berdasarkan
stabilitas membran sel dengan indikator kebocoran elektrolit (Handayani, dkk.
2013).
IV.

Metode Penelitian

4.1 Alat dan Bahan

Alat
1. Mikroskop
2. Kompor listrik
3. Termometer
4. Tabung reaksi
5. Beaker glass
6. Kaca benda
7. Kaca penutup
8. Pipet tetes
9. Stopwatch
10. Silet/pisau
11. Rak tabung
Bahan
1. Umbi kunyit
2. Umbi bawang merah
3. Daun Jadam
4. Metanol
5. Aseton
6. Aquades
7. Garam Fisiologis

4.2 Cara Kerja


a. Permeabilitas membran sel
1. Perlakuan fisik (Suhu)
Mengupas umbi kunyit lalu memotong dadu berukuran 1 cm x 1 cm

Mencuci dengan air mengalir untuk menghilangkan pigmen yang ada


pada permukaan umbi kunyit

Memanaskan air dan potongan umbi kunyit untuk memperoleh aquades


bersuhu 70C, 50C, 40C

Memasukkan potongan umbi kunyit yang telah dipanaskan (70C,


50C, 40C) pada masing-masing tabung reaksi yang berisi 5 ml
aquades dan 1 tabung reaksi untuk aquades yang bersuhu kamar

Merendam umbi kunyit tersebut selama 30 menit

Mengamati perubahan warna air yang terdapat didalam setiap tabung


2. Perlakuan pelarut organik
Mengupas umbi kunyit lalu memotong dadu berukuran 1 cm x 1 cm

Memasukkan masing-masing 1 buah dadu umbi kunyit ke dalam 5 ml


aseton, 5 ml metanol dan 5ml aquades

Merendam umbi kunyit tersebut selama 30 menit

Mengamati perubahan warna air yang terdapat didalam setiap tabung


reaksi
b. Plasmolisis
Mengambil lapisan dalam dari umbi bawang merah atau bagian yang
berwarna merah dari daun Jadam (Rhoeo discolor)

Meletakkan diatas object glass, tetesi dengan larutan glukosa, biarkan


selama kurang lebih 10-15 menit,mengamati dengan mikroskop

Menjelaskan fenomena yang terjadi

Menyerap dengan tissue larutan glukosa yang membasahi potongan


daun sampai kering, tetesi dengan aquades

Membiarkan kurang lebih 10-15 menit

Menjelaskan fenomena yang terjadi

Meneteskan larutan grafis di object glass lalu membiarkan selama 1015 menit

Melakukan pengamatan di bawah mikroskop


4.3 Hasil Pengamatan
a. Permeabilitas membran sel
Perlakuan
Fisik (Suhu)

Warna
Larutan

Keterangan

40C

Kuning bening

50C

++

Kuning keruh

Pelarut organik

Kontrol

70C

Kuning bening

Metanol

+++

Kuning pekat

Aseton

Kuning bening

Aquades

++

Kuning keruh

b. Plasmolisis
Perlakuan
Larutan glukosa
Bawang merah

Keterangan
Air dalam sel keluar

Daun jadam

Larutan garfis
Daun jadam

Bawang merah

Tidak terjadi perubahan sel apapun


sebelum maupun sesudah ditetesi oleh
larutan garfis.

Aquades
Daun Jadam

Bawang merah

Larutan aquades masuk ke dalam sel

V.

Pembahasan
Pada percobaan praktikum pada acara 1 membahas tentang difusi dan

osmosis yang berkaitan dengan permeabilitas membran sel dan plasmolisis.


Percobaan ini bertujuan untuk mengamati pengaruh perlakuan fisik (suhu) dan
kimia (jenis pelarut) terhadap permebilitas membran sel dan untuk mengetahui
pengaruh larutan hipertonik dan larutan hipotonik pada sel tumbuhan. Untuk
percobaan tentang permeabilitas membran sel, menggunakaan bahan berupa umbi
kunyit yang dipotong dadu ukuran 1 cm x 1cm yang diberi beberapa perlakuan
fisik (suhu) yang berbeda yaitu aquades bersuhu 70C, 50C, dan 40C.
Untuk percobaan praktikum permeabilitas membran sel, umbi kunyit
terlebih dahulu dipotong persegi atau kubus, dengan panjang sisi 1 cm x 1cm.
Setelah itu potongan kunyit dipanaskan dengan kompor listrik dalam beaker glass
yang berisi aquades sesuai dengan temperatur (suhu) yang telah ditentukan yaitu,
70C, 50C, dan 40C. Kemudian masing-masing satu potongan umbi kunyit
tersebut dimasukkan ke dalam 3 tabung reaksi yang telah diisi dengan aquades
sebanyak 5 ml dan 1 tabung reaksi berisi 5 ml aquades bersuhu kamar
dimasukkan 1 buah potongan umbi kunyit yang tidak dilakukan perlakuan fisik
(Suhu) yang berfungsi sebagai kontrol.
Setelah dimasukkannya kunyit ke dalam aquades selama 30 menit, maka
akan terjadi perubahan warna pada tabung reaksi yang berisi 5 ml aquades dan 1
potongan umbi kunyit, di mana perubahan tersebut dapat terjadi karena aktivitas
permeabilitas membran sel kunyit. Secara umum warna kuning tersebut dapat
terlihat pada tabung reaksi yang berisi 5 ml aquades dan 1 potongan umbi kunyit
karena konsentrasi warna kuning pada kunyit lebih tinggi daripada air, sehingga
zat warna tersebut dari sel kunyit ke dalam aquades melalui membran sel (yang
kemudian disebut osmosis). Perbedaan warna kuning yang teramati, yaitu kuning
bening, kuning keruh, dan kuning pekat merupakan pengaruh dari perlakuan fisik
(suhu) larutan aquades. Pada suhu yang lebih rendah yaitu 40C

cenderung

berwarna kuning bening daripada suhu yang lebih tinggi. Pada suhu 50C
cenderung berwarna kuning keruh dan pada suhu 70C berwarna kuning bening.
Hal tersebut juga dapat dilihat pada larutan yang menggunakan suhu kamar, yaitu

warna kuning keruh daripada ketiga larutan yang dipanaskan pada suhu tertentu.
Perbedaan itu terjadi karena aktivitas membran sel kunyit bekerja optimal pada
suhu kamar. Hal-hal yang mempengaruhi hasil dari pengamatan yang diperoleh
adalah kurang telitinya saat proses pengukuran suhu yang diinginkan yaitu 70C,
50C, dan 40C. Keadaan umbi kunyit sebelum dimasukkan dalam tabung reaksi
berbeda-beda antara umbi kunyit satu dengan yang lain. Waktu tidak bersamaan
ketika kunyit direndam dalam aquades 5 ml selama 30 menit. Ukuran antara
potongan umbi kunyit satu dan yang lain berbeda. Dan yang terakhir adalah usia
umbi kunyit berbeda-beda.
Untuk percobaan praktikum selanjutnya adalah perlakuan dengan pelarut
organik, sebelumnya umbi kunyit yang digunakan terlebih dahulu dikupas dan
dipotong berbentuk persegi atau kubus dengan sisi 1 cm x 1 cm. Kemudian
masing-masing satu buah kunyit dimasukkan ke dalam 5 ml metanol, 5 ml aseton,
dan 5 ml aquades (sebagai kontrol) selama 30 menit. Metanol dan aseton
merupakan senyawa yang bersifat polar. Metanol merupakan jenis alkohol yang
banyak digunakan sebagai pelarut getah dan resin. Pengaruh perendaman umbi
kunyit pada metanol menyebabkan warna aquades yang bening menjadi berwarna
kuning pekat, hal tersebut terjadi karena Metanol (CH3OH) merupakan senyawa
alkohol yang bersifat polar dan mudah berikatan dengan membran sel. Ikatan ini
menyebabkan senyawa organik penyusun membrane sel yang juga bersifat polar
dibagian luar cenderung saling berikatan dengan senyawa polar sehingga larut di
dalam metanol. Di samping itu metanol memiliki panjang rantai OH paling
pendek sehingga ikatan antara metanol dan membran sel tidak memerlukan waktu
yang lama. Dari sifat kimia metanol inilah, menyebabkan membran sel dan
dinding sel lebih cepat rusak dan kehilangan permeabilitas sehingga menyebabkan
cairan sel keluar dari dalam sel keluar sel secara difusi karena perbedaan
konsentrasi dengan aquades dibagian luar sel. Dari proses ini menyebabkan cairan
aquades berwarna kuning pekat.
Pengaruh perendaman umbi kunyit pada aseton menyebabkan perubahan
dari warna larutan bening menjadi berwarna kuning bening, bila dibandingkan
dengan metanol warna yang dihasilkan oleh metanol lebih pekat. Hal ini

disebabkan aseton ( CH3COCH3), adalah senyawa alkohol yang bersifat polar dan
dapat berikatan dengan membran sel. Bila dibandingkan dengan metanol, aseton
tidak dengan cepat berikatan dengan membran plasma karena gugus OH pada
aseton lebih panjang dibandingkan dengan metanol sehingga sulit dan
memerlukan waktu yang lama untuk berikat dengan komponen membran plasma.
Karena panjangnya gugus OH menyebabkan ikatan yang diperoleh sedikit namun
dapat mempengaruhi dan memperlemah permeabilitas membran, sehingga
sebagian membran rusak karena ikatan antara komponen membran dan aseton.
Rusaknya sebagian komponen membran menyebabkan membran berlubang dan
terjadi proses difusi pada membran yang rusak disamping proses osmosis pada
membran yang masih berfungsi dari dalam sel ke luar sel yang dipicu oleh
perbedaan konsentrasi antara diluar dan didalam sel, dimana didalam sel
konsentrasi larutan tinggi dan diluar sel konsentrasi larutan rendah sehingga
cairan sel keluar dari sel, hal ini dibuktikan oleh berubahnya warna aquades dari
bening menjadi kuning.
Untuk percobaan yang kedua adalah mengenai plasmolisis pada sel umbi
bawang merah atau daun jadam (Rhoeo discolor) dengan tujuan untuk mengetahui
pengaruh larutan hipertonik dan larutan hipotonik pada sel tumbuhan. Kedua
bahan tersebut digunakan dalam percobaan ini karena sel-selnya mempunyai
pigmen warna merah keunguan yang alami sehingga proses plasmolisis dapat di
amati dengan mudah.
Prosedur yang pertama adalah proses penyayatan umbi bawang merah
(Allium cepa)

dan daun jadam (Rhoeo discolor). Kemudian kedua sayatan

tersebut diletakkan di objek glass, Tahapan yang kedua yang dilakukan adalah
pemberian larutan glukosa. Sayatan tipis di atas object glass yang telah dibuat tadi
diberi larutan glukosa 1 tetes dan didiamkan 10-15 menit. Kemudian dilakukan
proses pengamatan dibawah mikroskop dan hasil akan yang diperoleh pada
pengamatan dibawah mikroskop pada kedua preparat sementara yang dibuat
adalah sel-sel epidermis mengalami penyusutan ukuran dimana ukuran selnya
lebih kecil dibandingkan dengan ukuran awal. Selain itu, sel menunjukkan pigmen
warna lebih pudar karena pengaruh dari larutan glukosa tersebut. Pigmen merah

yang awalnya menyebar rata pada permukaan sel-sel segi enam beraturan, setelah
diberi larutan glukosa pigmen warna merah tersebut hanya berkumpul memusat
pada bagian tengah (central) sel saja. Hal ini dapat terjadi karena sel epidermis
bawang merah. (Allium cepa) dan daun jadam (Rhoeo discolor) diletakkan pada
larutan yang hipertonik terhadap sel yaitu larutan yang mempunyai konsentrasi zat
terlarut lebih tinggi (tekanan osmotik yang lebih tinggi) daripada zat terlarut di
dalam sel. Akibatnya air akan bergerak ke luar sel (osmosis) untuk menyamakan
konsentrasi di luar sel dan di dalam sel.
Setelah ditetesi aquadest, pada tahapan keempat ini sel epidermis bawang
merah (Allium cepa) dan epidermis daun bunga jadam (Rhoeo discolor) ditetesi
dengan larutan garam fisiologis kemudian sel tersebut diamati dibawah
mikroskop. Setelah 10-15 menit terlihat sel-sel epidermis ini tidak mengalami
perubahan baik dari warna maupun ukuran selnya. Sel menunjukkan keadaan
yang sama dengan sel yang diberi aquadest. Hal ini terjadi karena sel berada
dalam larutan yang isotonis dengan lingkungan dalam sel sehingga tidak terjadi
pergerakan air dari dalam maupun dari luar sel.
Dapat diperoleh kesimpulan bahwa difusi-osmosis merupakan transpor
pasif karena tidak memerlukan energi dalam prosesnya, dimana molekul air
berdifusi melewati membran yang bersifat selektif permeabel. Dalam percobaan
ini disajikan 3 macam larutan yaitu : yang pertama adalah larutan hipertonik
(larutan yang mempunyai konsentrasi terlarut tinggi), Contohnya adalah larutan
glukosa. Yang kedua merupakan larutan hipotonik (larutan yang mempunyai
konsentrasi terlarut rendah dan konsentrasi pelarut tinggi), contohnya adalah
larutan aquades. Dan larutan isotonik (suatu larutan yang mempunyai konsentrasi
yang sama antara zat terlarut dan zat pelarut) contohnya adalah larutan garfis
(garam fisiologis). Jika terdapat dua larutan yang tidak sama konsentrasinya,
maka molekul air melewati membran sampai kedua larutan tersebut setimbang.
Pada proses osmosis, larutan hipertonik (Larutan glukosa), sebagian besar
molekul air terikat (tertarik) ke larutan hipertonik (larutan glukosa), sehingga
hanya molekul air yang bebas dan bisa melewati membran. Jadi sel epidermis
bawang merah (Allium cepa) dan sel epidermis daun bunga jadam (Rhoeo

discolor) saat di tetesi larutan glukosa (larutan hipertonik) maka air dalam sel
akan keluar sehingga sel tersebut kekurangan air dan tekanan turgor menurun,
fenomena tersebut disebut plasmolisis. apabila sel epidermis bawang merah
(Allium cepa) dan sel epidermis daun bunga jadam (Rhoeo discolor) saat di tetesi
larutan aquades (larutan hipotonik), maka larutan aquades akan masuk ke dalam
sel karena larutan hipotonik memiliki lebih banyak molekul air yang bebas (tidak
terikat oleh molekul terlarut), sehingga lebih banyak molekul air yang melewati
membran sel. Proses perpindahan larutan aquades (konsentrasi terlarut rendah dan
pelarut tinggi) menuju ke dalam sel (konsentrasi terlarut lebih tinggi) inilah yang
disebut dengan fenomena osmosis.
Perubahan bentuk sel terjadi jika terdapat pada larutan yang berbeda
konsentrasi pelarut maupun terlarutnya. Sel yang terletak pada larutan isotonik
(larutan garfis), maka volume konsentrasi larutannya akan konstan. Jika sel berada
pada lingkungan hipertonik, maka sel akan kehilangan banyak air sehingga sel
menjadi mengkerut dan dapat terjadi kematian pada sel. Sedangkan jika sel berada
pada lingkungan yang hipotonik, maka sel tersebut akan mendapatkan banyak air,
sehingga tekanan turgo tinggi (pada sel tumbuhan).

VI.

PENUTUP

6.1 Kesimpulan
6.1.1

Pengaruh suhu terhadap permeabilitas membran sel adalah semakin tinggi


perlakuan fisik (suhu) maka semakin tinggi pula fenomena osmosis yang
terjadi, karena fenomena osmosis ini terjadi disebabkan perbedaan
konsentrasi zat pelarutnya yang tinggi dan zat terlarutnya sedikit. Osmosis
adalah peristiwa berpindahnya larutan dari konsentrasi zat terlarut yang
rendah (zat pelarut tinggi) menuju larutan yang konsentrasi zat terlarutnya tinggi. Sehingga larutan aquades akan masuk dalam sel dan cairan
dalam sel berupa pigmen warna dalam sel akan keluar untuk menyetarakan
konsentrasi larutan menjdai isotonis.

6.1.2

Pengaruh larutan hipertonik (larutan glukosa) pada sel tumbuhan adalah


cairan dalam sel akan keluar, hal tersebut terjadi karena sebagian besar
molekul air akan terikat (tertarik) menuju pada larutan hipertonik
(konsentrasi terlarut tinggi) sehingga terjadilah fenomena plasmolisis
(difusi). Sedangkan pengaruh larutan hipotonik (larutan aquades) pada sel
tumbuhan adalah larutan aquades akan masuk ke dalam sel (konsentrasi
terlarut lebih tinggi) sehingga terjadilah fenomena osmosis.

6.2 Saran
6.2.1 Sebaiknya pada saat percobaan perlakuan fisik (suhu), pengukuran suhu
(termometer) dan proses perendaman (Stopwatch) diukur lebih teliti agar hasil
pengamatan yang diperoleh lebih tepat.

Anda mungkin juga menyukai