Anda di halaman 1dari 5

Penyaji juga melakukan kunjungan ke petugas Puskesmas setempat dan tetap tidak mendapatkan keterangan

mengenai penderita karena penderita tidak diketahui oleh petugas Puskesmas. Selanjutnya penyaji melakukan kunjungan
ke daerah Tegal Lega Bandung karena dari informasi yang pernah didapatkan saat pasien dirawat diketahui bahwa pasien
di Bandung bekerja sebagai pemulung di daerah Tegal Lega. Informasi yang didapatkan dari para pemulung yang berada
di daerah Tegal Lega bahwa penderita dan suami yang dimaksud penyaji memang pernah tinggal bersama mereka, akan
tetapi telah beberapa bulan ini sudah pergi tidak diketahui kemana. Kondisi penderita dan bayinya terakhir kali dalam
keadaan baik. Penderita dan keluarganya biasa tinggal di jalanan. Pendapatan yang diperoleh para pemulung di sana tidak
tentu berkisar Rp 10.000,-/hari.

DAPATKAH DIBENARKAN TINDAKAN SEKSIO SESAREA PADA G1P0A0 PARTURIEN ATERM DENGAN
CONDYLOMA ACUMINATA
dr. Syah Indra Husada Lubis
PENDAHULUAN
Condyloma acuminata adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus papilloma (Human Papilloma
Virus/HPV), virus DNA double-stranded, tidak berkapsul. Lebih dari 80 jenis virus ini telah ditemukan. Sebanyak 45
jenis diketahui dapat menyebabkan penyakit pada epitel genetalia dan merupakan penyakit yang dapat menular melalui
hubungan seksual. HPV tipe 6 dan 11 merupakan penyebab tersering dari penyakit ini, disamping 20 jenis lainnya
(termasuk tipe 16, 18, 31, 33, 35, 39, 41-45, 51, 56 dan 59).5
Survey terhadap insidensi dari penyakit menular seksual (Sexually Transmitted Diseases / STDs) tahun
1986-1988 pada rumah sakit umum di delapan kota besar di Indonesia (Medan, Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya,
Malang, Denpasar and Ujung Pandang) menunjukkan bahwa Condyloma acuminata menempati urutan ke-4 sebesar 9,47
%.2
Berdasarkan data yang diperoleh dari sub bagian Penyakit Menular Seksual di Bagian Ilmu Penyakit Kulit
dan Kelamin RS dr. Hasan Sadikin Bandung tahun 2009 jumlah kasus kunjungan pasien baru dengan Condyloma
acuminata sebanyak 83 kasus, di mana jumlah wanita yang terinfeksi sebanyak 41 kasus (49,4%). Semua wanita yang
terinfeksi berada pada usia reproduktif.
Kutil kelamin atau Condyloma accuminata biasanya meningkat dalam jumlah dan ukuran selama kehamilan.
Hal ini tidak diketahui penyebabnya. Peningkatan dari replikasi virus seiring dengan perubahan fisiologi wanita hamil
mungkin dapat menjelaskan bertambahnya lesi di perineum dan peningkatan kasus keganasan pada servix. Lesi dapat
tumbuh memenuhi rongga vagina atau menutupi perineum yang akan menyulitkan dalam persalinan pervaginam dan
episiotomi.3,10
Pada kasus ini akan dibahas mengenai bagaimana penatalaksanaan persalinan pada G1P0A0 parturien aterm
dengan Condyloma acuminata.

I.

II.
LAPORAN KASUS
2.1 Identitas Pasien
Nama
Usia
Alamat
Pendidikan
Pekerjaan
Medikal Record
Masuk Rumah Sakit

:
:
:
:
:
:
:

Riwayat Obstetri
1.
Hamil ini
Keterangan Tambahan
Menikah

Ny. W
17 tahun
Haur Wangi Cianjur
Tidak sekolah
Ibu Rumah Tangga (Pemulung)
0904 xxx
13 Desember 2009 pukul 15.50

2.2 Anamnesis
Dikirim oleh
: RSB Astana Anyar Bandung
Dengan Keterangan
: G1P0A0 gravida aterm ; ketuban pecah dini ; condiloma acuminata
Keluhan utama
: Keluar cairan banyak dari jalan lahir
Anamnesa Khusus:
G1P0A0 merasa hamil 9 bulan, mengeluh keluar cairan banyak dari jalan lahir sejak 12 jam sebelum masuk
rumah sakit, cairan jernih, tidak berbau, dan tidak disertai panas badan. Keluhan mules-mules yang semakin sering dan
bertambah kuat dirasakan sejak 4 jam sebelum masuk rumah sakit disertai keluar lendir bercampur sedikit darah dari
jalan lahir. Gerak anak masih dirasakan ibu. Ibu mengetahui bahwa dirinya menderita penyakit kelamin pada saat akan
melahirkan, ibu kemudian dirujuk ke RSHS karena alat sterilisasi kamar operasi di RSB Astana Anyar tidak lengkap.
Kunjungan ke rumah pasien:
Penyaji melakukan kunjungan rumah penderita sesuai dengan alamat yang tercantum di dalam status di
Kampung Curwangi Kecamatan Haur Wangi Cianjur. Ternyata sesampai di sana penderita dan keluarganya bukan warga
setempat. Hal ini diketahui dari keterangan warga setempat, Ketua RT, Ketua RW dan Kepala Desa.

Haid terakhir
Taksiran persalinan
Prenatal care

: , 15 tahun, tidak sekolah, IRT


, 23 tahun, SD, Swasta
: 3 Maret 2009, siklus 28 hari (5-6 hari, teratur)
: 10 Desember 2009
: Puskesmas 3x

II.3. Pemeriksaan Fisik


Status Praesens:
Keadaan Umum
Tensi
Nadi
Pernafasan
Suhu
Jantung
Paru
Refleks
Berat badan
Tinggi badan
Edema
Hati dan Limpa

: Compos mentis
: 110/70 mmHg
: 80 x/menit
: 20 x/menit
: 36,8o
: BJ murni, reguler
: Sonor VBS kanan=kiri
: Fisiologis (+/+)
: 61 kg
: 152 cm
: -/: Sulit dinilai

Pemeriksaan Luar:
Fundus Uteri
Lingkaran perut
Letak anak
Bunyi jantung anak
His
Taksiran berat anak

:
:
:
:
:
:

32cm
92 cm
Kepala U 2/5 puka
144-148 x/menit
4-5 1x/35 AK
2500 gram

Inspekulo

Keluar cairan jernih dari OUE


Lakmus test (+)

Pemeriksaan Dalam:
Vulva

Vagina
Portio

Ketuban
Kepala

:
:
:
:
:

Tampak lesi condiloma di labia minora atas dan bawah, serta


di sekitar anus
Tak ada kelainan
Lunak
2-3 cm
(-), sisa cairan jernih
St 0, UUK kanan depan

Pemeriksaan Panggul:
Promotorium

Sulit dinilai

Lin innominata
Sacrum
Spinischadica
Arcus pubis
Dinding samping
Kesan panggul
II.4.
Laboratorium:
Hemoglobin
:
Lekosit
:

:
:
:
:
:
:

Teraba 1/3-1/3
Konkaf
Tidak menonjol
> 900
Lurus
Yang dapat dinilai baik

10,8 gr%
21.600/mm3

D/ pasca operasi
JO

Hematokrit
Trombosit

:
:

30 %
394.000/mm3

Pemeriksaan Fisik
KU : aktif, menangis kuat
HR : 140 x/ menit
R : 46 x/menit
S : 36,4 C
Kepala
: UUB datar
Konjungtiva tidak anemis
Sklera tidak ikterik
Pernafasan Cuping Hidung (-)
Perioral sianosis (-)
Langit-langit intak
Leher
: Retraksi suprasternal (-)
Thorax
: Bentuk dan gerak simetris
Retraksi interkostal -/Cor : Bunyi jantung murni regular
Pulmo : VBS kiri = kanan
Abdomen : Datar lembut, retraksi epigastrium (-)
Hepar/lien: tidak teraba
Bising usus (+) normal
Ekstremitas : Akral hangat
Capillary refill time < 3
Akrasianosis (-)
Reflex
: Moro (+)
Sucking (+)
Rooting (+)
Grasping (+)
New Ballard Score : ~ 38 minggu
DK/ : TI (38 minggu), AGA, letak kepala, SC ai Ketuban Pecah Dini + Condyloma acuminata
Th/ :
- Pertahankan suhu 36,5 37,5 C
- Vit. K 1 mg i.m.
- ASI/PASI : 8 x 20 cc
- Sementara rawat kamar bayi sampai ibu siap
Bayi dirawat di ruang perinatologi selama 5 hari dan orang tua pasien membawa pulang bayinya secara paksa pada
tanggal 18 Desember 2009.

II.6. Penatalaksanaan
Infus RL, 20 tetes/menit
Admission test
Lapor konsulen jaga, advis :
o
Konsul ke konsulen fetomaternal
o
Rencana seksio sesarea
Amoxicillin 1 gr IV
Lapor Konsulen Fetomaternal, advis:
o
Rencanakan partus perabdominal
Rencana seksio sesarea a.i condiloma acuminata
Informed consent
- Observasi Ku, His, BJA, Tanda Vital
Observasi
His
4-51x/35AK

BJA
144-148

T (mmHg)
120-80

N (x/mnt)
88

R (x/mnt)
24

Ket
Admission test:
- Baseline 140-150 bpm
- Variabilitas > 5 bpm
- Akselerasi (+)
- Deselerasi ()
Persiapan operasi
Menunggu OK EMG

Jam 16.40 Ibu dibawa ke OK EMG


Jam 16.40 Ibu tiba di OK EMG
Dilakukan PL
: His
: 4-51x/35 AK
BJA
: 144-148 x/mnt
Jam 17.00 Operasi dimulai
Jam 17.05 Lahir bayi dengan meluksir kepala
BB : 2500 gram, PB : 45 cm
Apgar 1=7 5=9
Disuntikkan oksitosin 10 IU intramural, kontraksi baik
Jam 17.08 Lahir plasenta dengan tarikan ringan pada tali pusat
B : 450 gram, Ukuran 18x18x2 cm
Jam 18.00 Operasi selesai
Perdarahan selama operasi 400cc
Diuresis selama operasi 200cc
D/ pre operasi

P1A0 partus maturus dengan seksio sesarea ai condiloma acuminata ; anemia


SCTP + Insersi IUD

LAPORAN PERINATOLOGI
Pada jam 17.05 di OK lantai 3, lahir seorang bayi perempuan, letak kepala, SC a.i. ketuban pecah dini dan
condiloma akuminata. Segera setelah lahir, bayi diletakkan di atas meja resusitasi yang telah dihangatkan lebih dahulu
dengan posisi semi ekstensi. Kemudian bayi dikeringkan dengan memakai kain yang kering, bersih dan halus mulai dari
muka, kepala dan seluruh tubuh sambil dilakukan pengisapan lendir dan mulut, orofaring dan kedua lubang hidung,
kemudian dilakukan stinulasi takstil. Bayi menangis kuat, BJ 140x/menit. Kulit mulai memerah. APGAR 1 menit = 7.
Kemudian dilakukan perawatan tali pusat. Tali pusat diklem dan dipotong kemudian dibungkus dengan kasa steril.
APGAR 5 menit = 9.

II.5. Diagnosis
G1P0A0 parturien aterm kala I fase laten ; Condyloma acuminata ; ketuban pecah dini ; anemia

Jam
15.50-16.40

:
:

FOLLOW UP RUANGAN
Tanggal/
Jam
13/12/09
20.15

G1P0A0 parturien aterm kala I fase laten ; ketuban pecah dini ; condiloma acuminata ;
anemia

CATATAN

Follow Up Post Operasi


KU
: CM
TD
: 130/80 mmHg
R : 20 x/mnt
N
: 88 x/mnt
S : 36,80C
Abdomen
: Datar, lembut
DM (-), PS/PP -/-, NT (-)

INSTRUKSI

IVFD RL : D5% = 2: 1 ~ 20 tetes/menit


Tidak puasa
Terlentang 24 jam post operasi
Cefotaxim 2x1 gr
Ketoprofen 2x1 supp
Cek Hb post op, jika Hb < 8 gr/dL transfusi

Tanggal/
Jam

CATATAN
TFU : 2 jbpst, kontraksi baik
LO: tertutup verband

14/12/09
POD I

14/12/09

15/12/09
POD II

16.45

16/12/09
POD III

17/12/09

Follw Up
KU
:
TD
:
N
:
ASI +/+
Abdomen

Ruangan
CM
120/80 mmHg
80 x/mnt
:

INSTRUKSI

R : 20 x/mnt
S : 36,80C

Datar, lembut
DM (-), PS/PP -/-, NT (-)
TFU : 2 jbpst, kontraksi baik
LO: tertutup verband
Perdarahan pervaginam ()
Diuresis 200cc/2 jam
Follw Up Jaga
KU
: CM
TD
: 120/70 mmHg
R : 20 x/mnt
N
: 84 x/mnt
S : 36,70C
ASI +/+
Abdomen
: Datar, lembut
DM (-), PS/PP -/-, NT (-)
TFU : 2 jbpst, kontraksi baik
LO: tertutup verband
Perdarahan pervaginam ()
KU
: CM
TD
: 110/80 mmHg
R : 20 x/mnt
N
: 100 x/mnt
S : 37,60C
Abdomen
: Datar, lembut
DM (-), PS/PP -/-, NT (-)
TFU : 2 jbpst, kontraksi baik
BAB/BAK : -/+
FU jaga
KU
: CM
TD
: 100/60 mmHg
R : 20 x/mnt
N
: 84 x/mnt
S : 370C
ASI +/+
Abdomen
: Datar, lembut
DM (-), PS/PP -/-, NT (-)
TFU : 2 jbpst, kontraksi baik
LO: tertutup verband
Follow Up Ruangan
KU
: CM
TD
: 120/80 mmHg
R : 20 x/mnt
N
: 88 x/mnt
S : 36,80C
Abdomen
: Datar, lembut
DM (-), PS/PP -/-, NT (-)
TFU : 2 jbpst, kontraksi baik
LO: kering terawat
Follow Up Ruangan
KU
: CM
TD
: 110/70 mmHg
R : 20 x/mnt
N
: 84 x/mnt
S : Afebris
Abdomen
: Datar, lembut
DM (-), PS/PP -/-, NT (-)
TFU : 2 jbpst, kontraksi baik
LO: kering terawat
BAB/BAK +/+

Observasi KU, Tanda Vital, perdarahan pervaginam

IVFD RL : D5% = 2: 1 ~ 20 tetes/menit


ASI on demand
Terlentang 24 jam post operasi
Cefotaxim 2x1 gr
Ketoprofen 2x1 supp
Kateter lepas jam 19.00

IVFD RL : D5% = 2: 1 ~ 20 tetes/menit


Tidak puasa
Terlentang 24 jam mobilisasi
Cefotaxim 2x1 gr
Ketoprofen 2x1 supp
ASI on demand
Observasi KU, Tanda vital, perdarahan

Lepas infus
Cefadroxil 2x500 mg
Asam mefenamat 3x500 mg
SF 1x1
Observasi KU, Tanda vital, perdarahan

Cefadroxil 2x500 mg
Asam mefenamat 3x500 mg
SF 1x1
Observasi KU, Tanda vital, perdarahan

Lepas kateter
Mobilisasi
Cefadroxil 2x500 mg
Asam mefenamat 3x500 mg
SF 1x1
Observasi KU, Tanda vital, perdarahan
Boleh pulang

Cefadroxil 2x500 mg
Asam mefenamat 3x500 mg
SF 1x1
Mobilisasi
Boleh pulang

III.
3.1.
3.2.
3.3.
3.1.

LAPORAN OPERASI

Dilakukan tindakan a dan antiseptik di daerah abdomen dan sekitarnya

Dilakukan insisi mediana inferior sepanjang 10 cm

Setelah peritoneum dibuka, tampak dinding depan uterus


Plika vesikouterina diidentifikasi dan disayat melintang
Kandung kencing didorong ke bawah dan ditahan dengan retraktor abdomen
SBR disayat konkaf, bagian tengahnya ditembus oleh jari penolong dan diperlebar ke kiri dan kanan
Jam 17.05
Lahir bayi dengan meluksir kepala
BB : 2500 gram, PB : 45 cm
Apgar 1=7 5=9
Disuntikkan oksitosin 10 IU intramural, kontraksi baik
Jam 17.08
Lahir plasenta dengan tarikan ringan pada tali pusat
B : 450 gram, Ukuran 18x18x2 cm
SBR Dijahit 2 lapis, lapisan pertama dijahit secara jelujur. Sebelum seluruh luka ditutup, dilakukan insersi IUD
CuT 380A
Lapisan kedua dijahit secara jelujur, setelah yakin tidak ada perdarahan, dilakukan reperitonealisasi kandung
kencing
Perdarahan dirawat
Rongga abdomen dibersihkan dari darah dan bekuan darah
Fascia dijahit dengan Safil no. 1, kulit dijahit subkutikuler
Perdarahan selama operasi 400cc
Diuresis selama operasi 200cc
PERMASALAHAN DAN PEMBAHASAN
Bagaimana penegakan diagnosis Condyloma acuminata pada kasus ini?
Bagaimana penatalaksanaan persalinan menurut Pedoman Diagnosis dan Terapi Obstetri dan Ginekologi RS dr.
Hasan Sadikin pada kasus ini? Mengapa pada kasus ini dilakukan tindakan seksio sesarea? Kasus yang seperti
apa yang harus dilakukan seksio sesarea?
Apa risiko yang akan terjadi pada janin dengan ibu penderita Condyloma acuminata? Bagaimana cara penularan
ibu terhadap janinnya?
Bagaimana penegakan diagnosis Condyloma acuminata pada kasus ini?
Kutil pada kulit di Indonesia dikenal dengan nama Cuplak, dan juga biasanya dikenal sebagai Verruca
vulgaris, Common wart, Papilloma venereum. Penyakit virus ini ditandai dengan lesi pada kulit dan selaput lendir
dengan bentuk yang bervariasi. Penyakit ini antara lain : the common wart (cuplak biasa), lesi dengan batas jelas,
hiperkeratosis, kasar, papulae tanpa rasa sakit dengan ukuran bervariasi mulai dari sebesar kepala jarun pentul
sampai dengan ukuran massa yang lebih besar; filiform warts (cuplak filiformis) bentuknya panjang, menonjol,
lesi panjang dapat mencapai ukuran 1 cm; papilloma laring pada pita suara dan epiglottis pada anak-anak dan
dewasa; flat warts (cuplak datar), bentuknya halus, agak menonjol, lesi biasanya multiple dengan ukuran
bervariasi mulai dari 1 mm sampai dengan 1 cm; condyloma acuminatum (venereal warts), berbentuk bunga kol,
tumbuh seperti daging, muncul di tempat basah seperti di sekitar alat kelamin, sekitar anus dan rectum dan harus
dibedakan dengan condyloma lata pada sifilis; papilloma datar pada cervix; cuplak pada telapak kaki (plantar
warts), bentuknya datar, hiperkeratosis dan biasanya terasa sakit. Papilloma pada larynx dan condyloma
acuminata pada alat kelamin kadang-kadang menjadi ganas. Diagnosa ditegakkan dengan ditemukannya lesi yang
khas. Jika masih ragu, lakukan eksisi untuk dilakukan pemeriksaan histologis. 1
Condyloma acuminata atau kutil kelamin adalah penyakit kelamin yang disebabkan oleh HPV. Lebih
dari seratus tipe virus papiloma (HPV) telah berhasil ditemukan. HPV dibagi menjadi dua kelompok yaitu
kelompok risiko rendah (non-onkogenik) seperti tipe 6 dan 11, yang menyebabkan kutil kelamin (condyloma
acuminata) dan kelompok risiko tinggi (onkogenik) seperti tipe 16, 18, 31 dan 45 yang biasanya akan
menyebabkan terjadinya kanker.6
Kutil kelamin sering tidak menimbulkan gejala dan tidak menimbulkan rasa nyeri. Wanita sering tidak
menyadari dirinya telah menderita penyakit ini karena wanita sulit untuk memeriksa sendiri daerah genetalianya.
Daerah yang sering terkena infeksi adalah daerah introitus dan vulva, akan tetapi dapat juga mengenai daerah
vagina dan servix (lesi yang datar). Daerah lain juga dapat terkena yaitu perineum, anus dan rektum. 10
Kutil kelamin hampir selalu ditularkan melalui hubungan seksual; penularan dengan cara autoinokulasi
dari tangan ke genital sangat jarang terjadi. Bayi dan anak-anak dapat menderita papilloma laringeal akibat
terinfeksi kutil kelamin dari ibu saat persalinan. Masa inkubasi penyakit ini panjang, bervariasi mulai dari dua
minggu sampai delapan bulan (masa inkubasi rata-rata 3 bulan). 10

Kebanyakan infeksi HPV bersifat transient, tidak terdeteksi dalam 2 tahun, dan menetapnya HPV di
dalam tubuh akan menyebabkan berkembangnya sel pre kanker dan kanker anogenital. Pengetahuan mengenai
menghilangnya atau menjadi latennya virus ini sangat sedikit. Kurang dari 1% orang yang terinfeksi virus ini akan
mempunyai lesi berupa kutil kelamin, penularannya juga dapat terjadi pada orang yang tidak memiliki lesi ini.
Masa inkubasi penyakit ini tidak tentu, dapat terjadi dalam beberapa minggu sampai 3 bulan, bahkan mungkin
lebih.6
Kutil kelamin seringnya tanpa gejala, akan tetapi pasien dapat mengeluh rasa gatal, rasa terbakar,
keputihan dan bahkan perdarahan dari jalan lahir saat melakukan hubungan seksual. Dispareunia juga dapat
dikeluhkan oleh penderita Condyloma acuminata di daerah vulva vagina dan jika lesinya sangat besar dapat
menimbulkan keluhan akibat obstruksi dari uretra, vagina dan/atau rektum. 8
Seringnya kutil kelamin didiagnosis secara klinis berdasarkan lesi yang khas yang dapat dilihat pada
saat pemerikssaan fisik. Apabila tampak lesi yang atipik atau tampak ke arah keganasan seperti adanya indurasi,
ulserasi dan pigmentasi, maka sebaiknya dilakukan biopsi dan diperiksa secara histologi. 5,11
Hasil pemeriksaan histologis pada penyakit ini berupa gambaran akantosis (penebalan dari stratum
spinosum), parakeratosis (retensi nukleus di dalam sel pada stratum korneum), dan hiperkeratosis (penebalan
stratum korneum), ini semua menunjukkan gambaran papillomatosis yang khas. Gambaran lain yang ditemukan
adalah adanya koilosit (sel epitel squamosa dengan nukleus yang memiliki gambaran halo besar di dalam
sitoplasma).5,11
Penggunaan asam asetat 3-5% untuk menegakkan diagnosis juga sering digunakan. Asam asetat akan
menyebabkan warna putih pada lesi yang diduga condyloma. Akan tetapi pemeriksaan ini mempunyai nilai positif
palsu yang tinggi sebesar 25%. Hal ini dikarenakan proses keratinisasi juga terjadi pada penyakit lainnya seperti
kandidiasis, deratitis dan psoriasis, yang mana pada penyakit ini juga memberikan hasil yang sama. Metode yang
paling sensitif adalah PCR (Polymerase Chain Reaction), dimana metode ini dapat mengidentifikasi daerah infeksi
laten. Akan tetapi metode ini tidak rutin dipakai kecuali untuk penelitian. 5
Pada kasus ini penegakan diagnosis dilakukan berdasarkan pemeriksaan klinis yaitu dari anamnesis dan
pemeriksaan fisik dengan didapatnya lesi yang khas pada Condyloma acuminata pada pasien ini.
3.2.

Manfaat tindakan seksio sesarea untuk mencegah terjadinya penularan tidak diketahui pasti sampai
dengan sekarang. Sehingga seksio sesarea tidak direkomendasikan untuk pencegahan dan hanya dapat dipikirkan
jika lesi menutupi jalan lahir ataupun jika persalinan per vaginam akan mengakibatkan perdarahan yang banyak. 11
Beberapa penelitian menunjukkan adanya peningkatan infeksi HPV selama kehamilan, dimana
memuncak pada trimester ketiga. Lesi yang besar dapat menghambat persalinan dan selama proses persalinan per
vaginam, virus dapat menular ke janin dan dapat menyebabkan papiloma laring. Seksio sesarea tidak sepenuhnya
efektif untuk mencegah terjadinya papiloma laring dan kutil kelamin pada bayi. 8
Pada wanita dengan kutil kelamin yang melahirkan dalam waktu lebih dari 10 jam akan meningkatkan
risiko penularan menjadi dua kali lipat. Seksio sesarea tidak terbukti dapat melindungi dari papiloma pada saluran
pernafasan. Riwayat kehamilan dengan infeksi kutil kelamin merupakan faktor risiko yang tinggi dan paling kuat
untuk terjadinya papillomatosis pada saluran nafas janin.9
Tindakan seksio sesarea pada kasus ini dilakukan untuk mencegah terjadinya penularan infeksi
Condyloma acuminata dari ibu kepada janinnya jika dilakukan secara per vaginam. Tindakan seksio sesarea
sebaiknya dilakukan pada kasus Condyloma acuminata yang menutupi jalan lahir dan mempunyai risiko terjadi
perdarahan. Akan tetapi mengingat adanya kemungkinan terjadinya penularan secara vertikal dari ibu ke janin
pada saat proses persalinan per vaginam maka tindakan seksio sesarea pada kasus ini dapat dibenarkan.
3.3.

Bagaimana penatalaksanaan persalinan menurut Pedoman Diagnosis dan Terapi Obstetri dan Ginekologi
RS dr. Hasan Sadikin pada kasus ini? Mengapa pada kasus ini dilakukan tindakan seksio sesarea? Kasus
yang seperti apa yang harus dilakukan seksio sesarea?
Di dalam buku Pedoman Diagnosis dan Terapi Obstetri RSHS belum ada terdapat pedoman mengenai
penanganan persalinan dengan penyulit Condyloma acuminata dan penyakit menular seksual lainnya. Akan tetapi
di dalam Bab Terminasi Kehamilan dijelaskan bahwa bila upaya melahirkan pervaginam tidak berhasil, atau
bila didapatkan indikasi ibu maupun janin untuk menyelesaikan persalinan maka dilakukan tindakan seksio
sesarea.4
Kutil kelamin dapat muncul pertama kali pada saat ibu hamil dan bertambah besar selama kehamilan
dikarenakan perubahan imunitas selular lokal. Akan tetapi lesi dapat berkurang secara spontan setelah persalinan.
Risiko terjadinya penularan secara vertikal sangat kecil pada kasus yang menyebabkan terjadinya papiloma
laringeal, infeksi selaput lendir maupun infeksi genetalia oleh HPV pada janin.10,11
Penularan HPV dalam proses persalinan jarang terjadi. Jika terjadi penularan pada janin maka akan terjadi
papilloma laringeal dan juga akan menderita condyloma di daerah anogenital beberapa bulan kemudian setelah
persalinan tanpa disertai tanda-tanda adanya pelecehan seksual. Daerah genetalia wanita yang sering terkena
adalah daerah labia, introitus vagina, perineum dan daerah perianal. Lesi juga bisa terdapat di dalam vagina atau
servix, tetapi biasanya infeksi terjadi secara subklinik. Hampir sepertiga dari lesi yang terdapat di vulva juga
memiliki lesi di dalam vagina.5
Infeksi HPV di daerah genetalia ibu dapat menulari fetus atau janin secara asenden selama kehamilan
melalui cairan amnion atau melalui paparan selama proses persalinan. 6,7,8 Munculnya kutil kelamin pada bayi usia
kurang 2 tahun dan papillomatosis laringeal yang terjadi pada masa kanak-kanak berhubungan dengan persalinan
per vaginam pada ibu yang menderita penyakit serupa. Persalinan dengan cara seksio sesarea pada ibu yang
menderita penyakit kutil kelamin dapat mencegah terjadinya papillomatosis laring, meskipun risiko terjadinya
papillomatosis laring pada persalinan per vaginam hanya sekitar 1 dari 400 persalinan dengan infeksi HPV. Seksio
sesarea jarang sekali diindikasikan jika hanya untuk mengurangi risiko terjadinya papillomatosis pada janin.
Sehingga keputusan untuk melakukan seksio sesarea merupakan keputusan bersama antara ibu dan pertimbangan
secara obstetri, dipengaruhi multifaktor, termasuk jika lesi condyloma yang tumbuh pada saluran genetalia cukup
berat.7

Apa risiko yang akan terjadi pada janin dengan ibu penderita Condyloma acuminata? Bagaimana cara
penularan ibu terhadap janinnya?
HPV tipe 6 dan 11 merupakan penyebab dari papillomatosis saluran respirasi pada bayi dan anak. Cara
penularannya dapat melalui transplasental, perinatal ataupun postnatal, walaupun hal ini semua belum dapat
dipahami secara baik. Ada pemikiran bahwa virus HPV didapat janin saat di dalam jalan lahir selama proses
persalinan.11
Papillomatosis Juvenile pada saluran pernafasan adalah kasus yang sangat jarang terjadi, merupakan
neoplasma jinak pada laring. Dapat menyebabkan gangguan pernafasan pada anak-anak dan disebabkan oleh HPV
tipe 6 dan 11. Pada beberapa kasus, infeksi HPV pada genetalia wanita hamil berhubungan dengan kejadian
Papilomatosis laring pada anak, tetapi hasil penelitian berbeda-beda mengenai cara penularannya. Beberapa
penelitian menunjukkan angka 50 % terjadinya kontaminasi ibu terhadap bayinya. Penelitian lainnya menunjukkan
angka 7 dari 1000 wanita yang terinfeksi akan menularkan bayinya. Pecahnya ketuban pada kehamilan akan
meningkatkan risiko terjadinya penularan dua kali lipat. Akan tetapi hal ini tidak dipengaruhi oleh jenis persalinan.
Penelitian jangka panjang telah dilakukan dan menunjukkan angka yang rendah pada risiko transmisi vertikal dari
ibu ke janinnya. Keuntungan dari tindakan seksio sesarea untuk menurunkan penularan belum diketahui dan tidak
direkomendasikan dilakukannya seksio sesarea hanya karena untuk mencegah penularan virus HPV.3
Bnhidy, dkk melakukan penelitian di Hungaria dengan mengambil data tahun 1980-1996 pada 22.843
bayi dengan kelainan kongenital dan 38.151 bayi tanpa kelainan kongenital sebagai kontrol. Data ini kemudian
dihubungkan dengan ibu yang menderita penyakit kutil kelamin. Dari penelitian ini didapatkan bayi dengan
kelainan kongenital pada ibu yang menderita kutil kelamin sebanyak 17 (0,07%) kasus dan 25 (0.07%) ibu yang
menderita kutil kelamin memiliki bayi tanpa kelainan kongenital. Kebanyakan ibu yang menderita kutil kelamin
adalah primipara (85.7%). Gangguan yang ditemukan pada 17 bayi tersebut yaitu 4 bayi dengan malformasi
kardiovaskular, 2 bayi dengan kelainan tabung saraf, 2 bayi dengan hipospadia, 2 bayi dengan syndactyly dan 7
bayi dengan defek yang berbeda-beda. Akan tetapi tidak terdapat hubungan antara kelainan pada janin ini dengan
adanya kutil kelamin pada ibunya. Umur kehamilan saat persalinan pada penderita kutil kelamin lebih rendah jika
dibandingkan dengan yang bukan penderita, dimana persalinan prematur 3.6 kali lebih tinggi. Berat bayi lahir
rendah juga tinggi pada penderita kutil kelamin (12.0 %). Kesimpulan dari penelitian ini yaitu meskipun efek
teratogenik dari penderita kutil kelamin tidak berhubungan dengan kelainan congenital pada janinnya, kutil
kelamin berhubungan dengan usia kehamilan yang lebih pendek dan tingginya persalinan prematur, sehingga hal
ini menunjukkan bahwa virus penyebab kutil kelamin merupakan salah satu faktor risiko tinggi pada ibu hamil. 12
Gerein, dkk melakukan penelitian pada 42 pasien yang menderita papilomatosis saluran respirasi yang
rekuren (Recurrent Respiratory Papillomatosis/RRP) pada tahun 1983-1990. Penelitian dilakukan pada bayi yang
menderita papilomatosis rekuren yang onsetnya terjadi pada masa kanak-kanak dan saat dewasa. Pasien dan ibu
dipantau sampai dengan tahun 2006. Dari penelitian ini didapatkan bahwa pasien dengan RRP merupakan bayi
pertama pada 74% kasus. Hampir semua bayi lahir secara per vaginam dan tindakan seksio sesarea hanya 2 kasus
(8 %). Lima dari 25 ibu (20%) dilaporkan menderita Condyloma acuminata yang baru terdiagnosa pada akhir
trimester pertama. Tiga pasien yang lahir dari ibu yang menderita Condyloma acuminata terkena infeksi HPV tipe
6, dan dua diantaranya berkembang menjadi RRP pada usia 6 tahun. Dua pasien terkena HPV tipe 11 dan
berkembang menjadi RRP sebelum usia 6 tahun. Condyloma acuminata pada ibu merupakan faktor predisposisi

yang kuat untuk terjadinya RRP. Adanya infeksi Condyloma acuminata selama kehamilan menunjukkan adanya
infeksi sebenarnya telah terjadi sebelum kehamilan atau diaktifkan oleh perubahan hormonal dan penekanan pada
sistem imun. Diperkirakan infeksi HPV pada saluran respirasi anak dirangsang oleh infeksi HPV sebelumnya yang
terdapat pada jalan lahir ibu. Terjadinya RRP pada bayi tergantung pada kemampuan ibu untuk memperkuat sistem
imun dan kemampuan ibu memberikan antibodi yang cukup pada janin. Faktor risiko papilomatosis rekuren
diantaranya adalah bayi pertama dan usia ibu yang muda. Seksio sesarea tidak dapat mencegah terjadinya
papilomatosis pada saluran respirasi janin, akan tetapi risiko pada persalinan per vaginam lebih tinggi jika
dibandingkan dengan seksio sesarea. Ibu yang menderita kutil kelamin akan berisiko tinggi terhadap janinnya
dikarenakan infeksi HPV dapat ditularkan secara vertikal. 13

DAFTAR PUSTAKA
1.

IV.

KESIMPULAN DAN SARAN


2.

4.1. Kesimpulan
1.
Penegakan diagnosis Condyloma acuminata pada kasus ini sudah tepat.
2.
Penatalaksanaan persalinan menurut Pedoman Diagnosis dan Terapi Obstetri dan Ginekologi RS dr. Hasan
Sadikin pada persalinan dengan penyulit penyakit menular seksual belum ada. Tindakan seksio sesarea dalam
kasus ini diambil untuk mencegah terjadinya penularan terhadap janin, walaupun hal ini masih kontroversial. Pada
kasus ini sebaiknya masih dipikirkan persalinan secara per vaginam mengingat lesi yang ada tidak berat.
3.
Ada risiko terjadinya Papillomatosis saluran pernafasan anak pada ibu yang menderita Condyloma acuminata.

3.
4.
5.
6.
7.
8.

4.2. Saran
1.
Diperlukan pedoman penatalaksanaan persalinan pada Pedoman Diagnosis dan Terapi Obstetri dan Ginekologi RS
dr. Hasan Sadikin untuk persalinan dengan penyulit penyakit menular seksual.
2.
Sebaiknya dalam membuat keputusan untuk melakukan tindakan seksio sesarea pada kasus ini harus melibatkan
pasien agar keputusan yang diambil merupakan keputusan bersama.

9.
10.
11.
12.
13.

Kanduri IN. Manual pemberantasan penyakit menular. Ditjen Pengendalian Penyakit & Penyehatan
Lingkungan - Departemen Kesehatan R.I; 2005.
Saifuddin AB. Issues in management of STDs in family planning settings. Overview of sexually transmitted
diseases in Indonesia; 1994
Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Gilstrap LC, Wenstrom KD. William obstetrics. Edisi ke
22. New York: McGraw-Hill; 2005.
Krisnadi SR, Mose JC, Effendi JS. Pedoman diagnosis dan terapi obstetri dan ginekologi RSHS. Bagian
OBGIN RSHS Bandung; 2005.
Brown TJ, Moore AY, Tyring SK. An overview of sexually transmitted diseases. J Am Acad Dermatol.1999;
41: 5.
Dupin N. Genital warts. J clindermatol. 2004; 22: 48186.
Lacey CJN. Therapy for genital human papillomavirus-related disease. J JCV. 2005; 32: 8290.
Monk BJ, Tewari KS. The spectrum and clinical sequelae of human papillomavirus infection. J Gynecol
Oncol. 2007; 107: 613
Silverberg MJ, Thorsen P, Lindeberg H, Grant LA, Shah KV. Condyloma in pregnancy is strongly predictive
of juvenile-onset recurrent respiratory papillomatosis. The American College of Obstetricians and
Gynecologists; 2003. Hal. 645-652
Adler M, Cowan F, French P, Mitchell H, Richens J. ABC of Sexually Transmitted Infections. 5th Ed. BMJ
Publishing Group Ltd,; 2004.
Jeffrey D. Klausner, Edward W. Hook III. External genital warts. Current diagnosis & treatment of sexually
transmitted diseases. Mc-Graw Hill; 2006.
Bnhidy F, Nndor , Erzsbet, Puh, Czeizel. Birth outcomes among pregnant women with genital warts. Int
J Gynaecol Obs. 2010; 108: 152-60.
Gerein V, Schmandt S, Babkina N, Barysik N, Coerdt W, Pfister H. Human papilloma virus (HPV)-associated
gynecological alteration in mothers of children with recurrent respiratory papillomatosis during long-term
observation. Cancer Detection and Prevention. 2007; 31: 27681

Anda mungkin juga menyukai