Anda di halaman 1dari 3

Mastitis

Mastitis merupakan suatu peradangan yang terjadi pada jaringan payudara, dimana
kebanyakan peradangan disertai dengan adanya infeksi. 1,2 Mastitis akan menimbulkan gejala
antara lain adanya rasa nyeri, bengkak, tegang, dan panas serta kulit kemerahan di daerah
payudara dan sekitarnya.1,2,3 Jika peradangan cukup berat maka dapat menimbulkan demam,
puting bernanah, hingga dapat teraba adanya benjolan yang muncul di ketiak.3,4 Mastitis dapat
terjadi pada semua wanita namun terutama dialami oleh wanita yang sedang menyusui,
dimana pada umumnya terjadi di minggu pertama hingga ke 12 setelah melahirkan2 dan
paling sering pada minggu kedua dan ketiga. 3 Hal ini disebabkan karena pada wanita yang
sedang menyusui kelenjar payudaranya aktif menghasilkan air susu ibu (ASI) dan resiko
untuk menjadi stasis ASI jadi lebih besar. 2,3,4
Stasis ASI sendiri adalah suatu keadaan dimana ASI menetap di payudara, disebabkan
terutama karena adanya ASI yang tidak dikeluarkan dengan tuntas sehingga masih ada sisa
ASI di payudara.2,3 Hal ini dapat terjadi pada beberapa kondisi, antara lain saat bayi menyusu
dengan kurang baik misalnya ketika perlekatan mulut bayi dengan puting ibu tidak
sempurna3,4,5, posisi menyusui tidak nyaman untuk bayi dan ibu, atau karena bayi sakit. 3
Stasis ASI juga dapat terjadi apabila ibu jarang menyusui sementara produksi ASI banyak,
menyusui dominan pada satu payudara saja, waktu menyusui yang pendek dan terhenti tibatiba misalnya ketika sedang bepergian, atau karena menurunnya waktu pemberian ASI
misalnya saat malam hari ketika tidur atau ketika ibu sedang bekerja.2,3,4,5
ASI yang stasis akan menumpuk di payudara, menyebabkan jaringan di payudara
tertekan dan menimbulkan peradangan. Respon peradangan ini akan mempermudah
timbulnya infeksi.1,3 Selain karena stasis ASI, beberapa faktor resiko juga mempengaruhi
timbulnya mastitis, antara lain puting lecet sehingga mempermudah masuknya kuman
penyebab infeksi, ada riwayat mastitis sebelumnya, ibu yang kekurangan gizi, ibu dan atau
bayinya sakit, ibu yang stres dan kelelahan, serta adanya penekanan pada payudara misalnya
pada penggunaan bra atau pakaian yang terlalu ketat. 2,3,4,5 Pada wanita yang tidak hamil atau
menyusui, mastitis terutama timbul pada keadaan puting yang terluka, misalnya ketika
melakukan proses piercing yang kurang steril atau ketika puting kering dan pecah-pecah.5
Setelah mengetahui faktor-faktor resiko diatas, ada beberapa hal yang dapat ibu
lakukan untuk mencegah timbulnya mastitis. Pertama, pada ibu yang sedang menyusui,
berikanlah ASI dengan cara yang benar, tanyakan dan pelajari caranya pada dokter, bidan,
perawat atau konselor ASI di tempat anda.2 Usahakan ASI tidak menumpuk pada payudara,

misalnya dengan memerah ASI yang berlebih. Ibu harus memperhatikan kebersihan
tangannya, begitu pula kebersihan tubuh, payudara, terutama puting untuk mencegah resiko
infeksi. Ibu juga perlu istirahat yang cukup untuk mencegah stres dan kelelahan. Hindari
menggunakan pakaian yang terlalu ketat dan jangan sungkan bertanya pada tenaga kesehatan
jika timbul masalah dalam proses menyusui.2,3,4,5
Hal yang biasa dikhawatirkan ibu ketika mengalami mastitis adalah apakah masih
boleh memberikan ASI pada bayi atau tidak. Pada kebanyakan kasus mastitis, bahkan pada
mastitis yang terinfeksi, ibu masih diperbolehkan memberikan ASI pada bayi. 1,2,3,4,5
Pemberian ASI juga dapat membantu mengalirkan ASI yang menumpuk di payudara dan
mengurangi gejala nyeri dan rasa penuh yang dialami ibu. 3,4 Namun demi kesehatan ibu dan
bayi akan lebih baik jika ibu mengalami gejala-gejala mastitis seperti diatas, segeralah
berobat ke dokter. Dokterlah nantinya yang akan menentukan apakah benar ibu mengalami
mastitis, apakah mastitisnya disebabkan oleh infeksi yang membutuhkan pemberian
antibiotik, serta apakah selanjutnya ibu masih boleh memberikan ASI untuk bayinya atau
tidak.3
Dokter juga nantinya akan memberikan obat-obatan untuk mengobati mastitis dan
mengurangi gejala-gejala yang timbul. Ibu hamil atau menyusui yang menderita mastitis
diharapkan tidak mengkonsumsi obat-obatan tanpa pengawasan dokter karena dikhawatirkan
obat-obatan tersebut dapat membahayakan janin atau bayinya.
Oleh: Lusia Natalia, dr.
1. Hoffman BL, Schorge JO, Schaffer JI, Halvorson LM, et al., editors. Williams
Gynecology. 2nd ed. New York: McGraw Hill; 2012.
2. World Health Organization. Mastitis Causes and Management. Geneva: World Health
Organization; 2000. (diunduh 30 Mei 2016). Tersedia di
http://apps.who.int/iris/bitstream/10665/66230/1/WHO_FCH_CAH_00.13_eng.pdf
3. The Academy of Breastfeeding Medicine. ABM Clinical Protocol #4: Mastitis, Revised
March 2014; 2014 (diunduh 30 Mei 2016). Tersedia di
http://www.bfmed.org/Media/Files/Protocols/2014_Updated_Mastitis6.30.14.pdf
4. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Indonesia: Mastitis, Pencegahan dan Penanganan; 2013
(diunduh 30 Mei 2016). Tersedia di http://www.idai.or.id/artikel/klinik/asi/mastitispencegahan-dan-penanganan
5. Spencer JP. Management of Mastitis in Breastfeeding Women. American Family Physician.
2008 Sept (diunduh 30 Mei 2016); 6(78): 727-32. Tersedia di
http://www.aafp.org/afp/2008/0915/p727.pdf

Anda mungkin juga menyukai