Cerebral Palsy
Oleh :
Nindya Aliza
NIM. I4A012008
Pembimbing :
dr. Nurul Hidayah, M.Sc, Sp. A
BAB I
PENDAHULUAN
kandungan atau di masa kanak-kanak. Gejala CP mulai dapat diamati pada anakanak di bawah umur tiga tahun, yaitu manifestasi berupa hipotonia awal pada
enam bulan pertama hingga satu tahun dan umumnya diikuti spastisitas.
Prevalensi CP secara global berkisar antara 1 - 1,5 per 1.000 kelahiran hidup
dengan insidens meningkat pada kelahiran prematur. Di negara maju, prevalensi
CP dilaporkan sebesar 2 - 2,5 kasus per 1.000 kelahiran hidup, sedangkan di
negara berkembang berkisar antara 1,5 - 5,6 kasus per 1.000 kelahiran hidup.
Hingga saat ini, belum tersedia data akurat tentang jumlah penderita CP di
Indonesia, diperkirakan terdapat sekitar 1 - 5 kasus per 1.000 kelahiran hidup.2
Pengobatan CP memerlukan pendekatan multidisiplin. Secara garis
besar tatalaksana dapat dibagi menjadi 3 kategori yaitu: latihan fisik, obatobatan dan / atau pembedahan, terapi perilaku.3 Terapi fisik memegang
peranan penting dalam meningkatkan fungsi motorik anak palsi serebral.4
Perbaikan kemampuan motorik dapat meningkatkan kualitas hidup anak.5
Kualitas hidup anak palsi serebral dipengaruhi oleh kondisi kesehatan
fisik, personal dan lingkungan.6 Penilaian kualitas hidup merupakan hal yang
sangat penting untuk menilai kondisi kesehatan dan mengevaluasi terapi yang
telah diberikan terhadap anak palsi serebral.7 Kualitas hidup anak CP dapat
dinilai dengan menggunakan berbagai instrumen. Salah satu insrumen yang dapat
digunakan adalah Cerebral Palsy Quality Of Life questionnaire for children (CP
QOL-child). Kuisioner ini spesifik untuk anak CP, memiliki validitas dan
reliabilitas yang tinggi dan telah diterjemahkan dalam beberapa versi bahasa.8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
CEREBRAL PALSY
1. DEFINISI
Cerebral palsy adalah gangguan fungsi dari otak terutama gangguan
gerakan dan postur. Hal ini didefinisikan sebagai istilah umum yang mencakup
kelompok non-progresif, tetapi sering berubah, sindrom gangguan motorik
sekunder kepada lesi atau kelainan dari otak yang timbul pada tahap awal
pembangunan. Ini dapat dinyatakan sebagai ensefalopati statis, meskipun lesi
primer, anomali atau cedera yang statis pola klinis presentasi mungkin berubah
dengan waktu karena pertumbuhan dan perkembangan plastisitas dan
pematangan sistem saraf pusat.1
2. EPIDEMOLOGI
CP merupakan kumpulan gejala kelainan perkembangan motorik dan
postur tubuh yang disebabkan oleh gangguan perkembangan otak sejak dalam
kandungan atau di masa kanak-kanak. Kelainan tersebut kerap dibarengi dengan
gangguan sensasi, persepsi, kognisi, komunikasi, tingkah laku, epilepsi, dan
masalah muskuloskeletal. Gejala CP mulai dapat diamati pada anak-anak di
bawah umur 3 tahun, yaitu manifestasi berupa hipotonia awal pada 6 bulan
pertama hingga 1 tahun dan umumnya diikuti spastisitas. Prevalensi CP secara
global berkisar antara 1-1,5 per 1.000 kelahiran hidup dengan insidens meningkat
pada kelahiran prematur. Di negara maju, prevalensi CP dilaporkan sebesar 2-2,5
kasus per 1.000 kelahiran hidup, sedangkan di negara berkembang berkisar antara
1,5-5,6 kasus per 1.000 kelahiran hidup. Hingga saat ini, belum tersedia data
akurat perihal jumlah penderita CP di Indonesia, diperkirakan terdapat sekitar 1-5
kasus per 1.000 kelahiran hidup.2
3. ETIOLOGI, KLASIFIKASI DAN FAKTOR RISIKO
Cerebral palsy adalah kondisi neurologis yang disebabkan oleh cedera
pada otak yang terjadi sebelum perkembangan otak sempurna. Karena
perkembangan otak berlangsung selama dua tahun pertama, cerebral palsy dapat
disebabkan oleh cedera otak yang terjadi selama periode prenatal, perinatal, dan
postnatal. 70-80%
1. Prenatal:
a. Keturunan : Jika di duga lebih dari satu kasus cerebral palsy
ditemukan pada saudara kandung. Terjadinya lebih dari satu
kasus cerebral palsy pada satu keluarga tidak membuktikan
adanya kondisi genetik. Penyebabnya mungkin lesi otak
perinatal sebagai komplikasi persalinan (persalinan prematur)
yang dapat terjadi lebih dari satu kali pada ibu yang sama.
b. Infeksi : Jika ibu mengalami infeksi organisme yang dapat
menembus
plasenta
dan
menginfeksi
janin,
proses
ini
Perinatal:
biasanya
akibat
sobekan
tentorium
cerebelli.
Jaundice
selama
periode
neonatal
dapat
Postnatal :
Beberapa cedera otak yang terjadi selama periode postnatal dari
perkembangan otak dapat menyebabkan cerebral palsy. Contohnya
trauma yang menyebabkan kecelakaan fisik trauma kepala,
meningitis, dan ensefalitis.5,6,7
piramidal
piramidal,
gejala
dan
yang
ekstrapiramidal.Pada
menonjol
adalah
kelompok
spastisitas,
atetosis,
distonia,
Gross
Motor
Function
Classification
System
Tingkaat II
Tingkat III
tangan
Tingkat IV
:Bergerak sendiri dengan hambatan, kadang
menggunakan alat bantu mobilitas
Tingkat V
PATOFISIOLOGI
Seperti diketahui sebelumnya bahwa cerebral palsy merupakan kondisi
neurologis yang disebabkan oleh cedera pada otak yang terjadi sebelum
perkembangan otak sempurna. 1,2
Trauma serebral yang menyangkut trauma dari arteri serebral media
adalah rangkaian patologis yang paling sering ditemukan dan dikonfirmasi dari
pasien dengan cerebral palsy spastic hemiplegia dengan menggunakan evaluasi
dari computed tomography (CT) dan magneticresonance imaging (MRI).
Penilaian tersebut telah menunjukkan kehilangan jaringan (nekrosis dan atrofi)
dengan atau tanpa gliosis. Beberapa anak dengan cerebral palsy hemiplegia
mengalami atrofi periventrikular, menunjukkan adanya abnormalitas pada white
matter. Pada pasien dengan cerebral palsy bergejala quadriplegia, gangguan
motorik yang terjadi pada kaki bisa sama sampai lebih berat daripada tangan.
Yang terkait dengan cerebral palsy bentuk ini adalah adanya rongga yang
terhubung dengan ventrikel lateral, multiple cystic lesion pada white matter,
diffuse
cortical
atrophy,
dan
hydrocephalus.
Cerebral
palsy
bentuk
1. GEJALA KLINIS
Gambaran klinis CP tergantung pada bagian dan luasnya jaringan otak
yang mengalami kerusakan.
o Ataksid
CP ataksid terjadi pada 5-10% penderita. CP ataksid mengganggu
keseimbangan dan persepsi, umumnya ditandai dengan gangguan
koordinasi saat berjalan, saat melakukan gerakan yang cepat dan
tepat, seperti menulis dan mengancingkan baju. Penderita juga
sering mengalami tremor dan menggigil saat hendak meraih benda.
o Atetoid/diskinetik
CP jenis atetoid/diskinetik terjadi pada 10-20% penderita.
Penderita CP atetoid mengalami fluktuasi tonus otot yang
menyebabkan gerakan lambat dan tidak terkontrol. Jika mengenai
otot-otot wajah, penderita akan terlihat selalu menyeringai dan
mengeluarkan air liur. Intensitas gerakan yang tidak terkontrol akan
meningkat pada kondisi stres emosional, menghilang saat tidur.
o Campuran
Sekitar 10% penderita CP mengalami jenis campuran. CP
campuran yang paling sering ditemui adalah kombinasi spastik dan
atetoid. Gejala spastik biasanya muncul pada umur yang lebih
muda, dilanjutkan dengan gejala atetoid pada umur 9 bulan - 3
tahun.6
Klasifikasi
Minimal
Perkembangan
Gejala
Motorik
Normal, hanya
* Kelainan tonus
terganggu secara
sementara
kualitatif
* Refleks primitif
menetap terlalu lama
* Kelainan postur
ringan
* Gangguan gerak
motorik kasar dan
halus, misalnya
clumpsy
Penyakit penyerta
* Gangguan
komunikasi
* Gangguan
belajar spesifik
Ringan
Berjalan umur 24
bulan
* Beberapa kelainan
pada pemeriksaan
neurologis
* Perkembangan
refleks primitif
abnormal
* respon postular
terganggu
* Gangguan
motorik< misalnya
tremor
* Gangguan
koordinasi
Sedang
Berjalan umur 3
tahun, kadang
memerlukan
bracing
Berat
* Berbagai kelainan
neurologis
* Refleks primitif
menetap dan kuat
* Respon postural
khusus
terlambat
* Retardasi
mental
* Gangguan
belajar dan
kominikasi
* Kejang
dominan
* Refleks primitif
Kadang perlu
menetap
operasi
* Respon postural
tidak muncul
DIAGNOSIS
DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis
Sindroma Rett
Gejala Klinis
Terutama pada anak perempuan, fitur
autis, koreoatetosis, spastisitas
progresif, hilangnya karakteristik
tujuan fungsi tangan sehingga
meremas-remas tangan terus
menerus, perkembangan yang lambat
Pelizaeus-Merzbacher Disease
Klasifikasi Leukodystrophy,
campuran piramida dan gejala
ekstrapiramidal, X-linked, Tingkat
lambat perkembangan, nistagmus
pendular, mikrosefal, quadriparesis
spastik
Sindroma Lesch-Nyhan
Mitochondrial Disorders
Defisiensi Arginase
PENATALAKSANAAN
Tidak ada terapi spesifik terhadap CP. Terapi bersifat simtomatik, yang
diharapkan akan memperbaiki kondisi pasien. Terapi yang sangat dini akan dapat
mencegah atau mengurangi gejala-gejala neurologik. Untuk menentukan jenis
terapi atau latihan yang diberikan dan untuk menentukan ke- berhasilannya maka
perlu diperhatikan penggolongan CPberdasarkan derajat kemampuan fungsionil
yaitu derajat ringan, sedang dan berat. Tujuan terapi pasien CP adalah membantu
pasien dan keluarganya memperbaiki fungsi motorik dan mencegah deformitas
serta penyesuaian emosional dan pendidikan sehingga pendenta sedikit mungkin
memerlukan pertolongan orang lain, diharapkan penderita bisa mandiri. (1)
Penderita CP memerlukan tatalaksana terpadu/multi disipliner mengingat
masalah yang dihadapi sangat kompleks, yaitu :
a.
Gangguan motorik
b.
Retardasi mental
c.
Kejang
d.
Gangguan pendengaran
e.
f.
g.
Makan/gizi
h.
i.
Gangguan konsentrasi
j.
Gangguan emosi
k.
Gangguan belajar
Pada keadaan ini perlu kerja sama yang baik dan merupakan suatu team
antara dokter anak, neurolog, psikiater, dokter mata, dokter THT, ahli ortopedi,
psikologi, fisioterapi, occupational therapist, pekerja sosial, guru sekolah luar
biasa dan orang tua penderita. Tim diagnostik dan penatalaksanaan CP ini
meliputi:
1. Tim Inti :
a. Neuropediatri
b. Dokter Gigi
c. Psikologi
d. Perawat
e. Fisioterapi (terapi kerja, terapi bicara)
f.Pekerja Sosial (pengunjung rumah)
1.
Tim Konsultasi :
a. Tim Tumbuh Kembang Anak dan Remaja
b. Dokter Bedah (Ortopedi)
c. Dokter Mata
d. Dokter THT
e. Psikiater Anak
f. Guru SLB (cacat tubuh, tunanetra, tunarungu)
Benzodiazepin :
Usia < 6 bulan tidak direkomendasi
Usia > 6 bulan: 0,12-0,8 mg/KgBB/hari PO dibagi 6-8 jam (tidak
lebih 10 mg/dosis)
1.
2.
Dantrolene
(Dantrium):
dimulai
dari
25
mg/hari,
dapat
dinaikkansampai 40 mg/hari
3.
4.
Botulinum toksin A :
Usia < 12 tahun belum direkomendasikan
Usia > 12 tahun : 1,25-2,5 ml (0,05-0,1 ml tiap 3-4 bulan)
Apabila belum berhasil dosis berikutnya dinaikkan 2x/tidak lebih
25 ml perkali atau 200 ml perbulan. (1)
ortopedi
bertujuan
untuk
memperbaiki
deformitas
PROGNOSIS
Beberapa faktor sangat menentukan prognosis CP, tipe klinis CP, derajat
kelambatan yang tampak pada saat diagnosis ditegakkan, adanya refleks
patologis, dan yang sangat penting adalah derajat defisit intelegensi, sensoris,
dan emosional. Tingkat kognisi sulit ditentukan pada anak kecil dengan
gangguan motorik, tetapi masih mungkin diukur (McCarthy et al, 1986).
Tingkat kognisi sangat berhubungan dengan tingkat fungsi mental yang akan
.sangat menentukan kualitas hidup seseorang
Anak-anak dengan hemiplegia tetapi tidak menderita masalah utama
lainnya selalu dapat berjalan pada usia 2 tahun; kegunaan short brace hanya
dibutuhkan sementara saja. Adanya tangan yang kecil pada sisi yang
hemiplegi, dengan kuku ibu jari yang lebih runcing dibanding dengan kuku
lainnya, dapat diasosiasikan dengan disfungsi sensoris parietalis dan defek
sensori tersebut akan membatasi kemampuan fungsi motorik halus pada tangan
tersebut. 25% anak dengan hemiplegia akan mengalami hemianopsia, karena
hal ini anak sebaiknya diberi tempat duduk dikelas untuk memaksimalkan
fungsi visus. Kejang dapat merupakan masalah yang terjadi pada anak yang
hemiplegik. 10
Lebih dari 50% anak-anak dengan spastik diplegia dapat belajar berjalan
tesering pada usia 3 tahun, tetapi tetap menunjukkan gait abnormal, dan
beberapa kasus membutuhkan alat bantu, misalnya kruk. Aktivitas tangan
secara umum akan terkena dengan derajat yang berbeda, walaupun kerusakan
.yang terjadi minimal. Abnormal gerakan ekstraokuler relatif sering dijumpai
Anak dengan spastik quadriplegia, 25% membutuhkan perawatan total;
paling banyak hanya 3% yang dapat berjalan, biasanya setelah usia 3 tahun.
Fungsi intelektual sering seiring dengan derajat CP dan terkenanya otot bulbar
.akan menambah kesulitan yang sudah ada
4. PENCEGAHAN
Beberapa penyebab CP dapat dicegah atau diterapi, sehingga kejadian CP
pun bisa dicegah. Adapun penyebab CP yang dapat dicegah atau diterapi antara
lain: 3
a) Pencegahan terhadap cedera kepala dengan cara menggunakan alat
pengaman pada saat duduk di kendaraan dan helm pelindung kepala saat
bersepeda, dan eliminasi kekerasan fisik pada anak. Sebagai tambahan,
pengamatan optimal selama mandi dan bermain.
a) Penanganan ikterus neonatorum yang cepat dan tepat pada bayi baru lahir
dengan fototerapi, atau jika tidak mencukupi dapat dilakukan transfusi
tukar. Inkompatibilitas faktor rhesus mudah diidentifikasi dengan
pemeriksaan darah rutin ibu dan bapak. Inkompatibilitas tersebut tidak
selalu menimbulkan masalah pada kehamilan pertama, karena secara
umum tubuh ibu hamil tersebut belum memproduksi antibodi yang tidak
diinginkan hingga saat persalinan. Pada sebagian besar kasus-kasus,
serum khusus yang diberikan setelah kelahiran dapat mencegah produksi
antibodi tersebut. Pada kasus yang jarang, misalnya jika pada ibu hamil
antibodi tersebut berkembang selama kehamilan pertama atau produksi
antibodi
tidak dicegah,
maka
perlu
pengamatan
secara cermat
pada
masa
anak-anak.Pemilihan
instrumen
kualitas
hidup
QOL-
Perawatan diri sendiri (2) Posisi, pindah tempat, dan mobilitas (3)
sehari-hari
(2)
Aktivitas
sekolah
(3)
Pergerakan
dan
keseimbangan (4) Nyeri dan sakit (5) Kelelahan (6) Aktivitas untuk makan
(7) Berbicara dan komunikasi.PedsQL 3.0 ini dapat digunakan untuk:
menentukan faktor yang mempengaruhi kualitas hidup anak, membantu
mengoptimalkan terapi yang diberikan pada anak.
sistem
tubuh
seperti
sistem
saraf
pusat,
respirasi,
dalam
masyarakat
berupa
adanya
sikap
diskriminasi,
palsi
serebral,
menyebabkan
menurunnya
kualitas
hidup
BAB III
KESIMPULAN
Cerebral palsy adalah suatu gangguan atau kelainan yang terjadi pada suatu
kurun waktu dalam perkembangan anak, di dalam susunan saraf pusat, bersifat
kronik dan tidak progresif akibat kelainan atau cacat pada jaringan otak yang
belum selesai pertumbuhannya.Walaupun lesi serebral bersifat statis dan tidak
progresif, tetapi perkembangan tanda-tanda neuron perifer akan berubah akibat
maturasi serebral.Walaupun sulit, etiologi CP perlu diketahui untuk tindakan
pencegahan. Fisioterapi dini memberi hasil baik, namun adanya gangguan
perkembangan mental dapat menghalangi tercapainya tujuan pengobatan.
Pendekatan
disiplin anak, saraf, mata, THT, bedah tulang, bedah saraf, psikologi, ahli wicara,
fisioterapi, pekerja sosial, guru sekolah Iuar biasa. Di samping itu juga harus
disertakan peranan orang tua dan masyarakat.
Keterbatasan yang dimiliki oleh anak dengan CP tentunya dapat
memperngaruhi kualitas hidup anak tersebut, penilaian kualitas hidup anak
dengan CP dapat dilakukan dengan beberapa kuisioner yang telah dijelaskan
sebelumnya. Kualitas hidup seorang anak dengan CP juga dipengaruhi oleh
faktor-faktor seperti keadaan kesehatan anak, faktor personal dan faktor
lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA
spastic diplegic and quadriplegic cerebral palsy. Chang Gung Med J. 2010;
33:407-13.
K. Hiratuka E, Matsukura TS, Pfeifer LL. Cross-cultural adaptation of the
gross motor function classification system into Brazilian-Portuguese
(GMFCS). Rev Bras Fisioter. 2010; 14:537-44.
L. 20.Palisano R, Rosenbaum P, Barlett D, Livingston M. GMFCS-E&R
gross motor function classification system expanded and revised. Dev Med
Child Neurol. 2007; 39:214-23.
M. Fenichel GM, penyunting. Hemiplegi. Dalam: Clinical Pediatric
Neurology A sign and symptoms approach. Edisi ke-6. Philadelphia:
Elsevier Inc, 2009.h.249-83.
N. Carlon S, Shields N, Yong K, Gilmore R, Sakzewski L, Boyd R.
Asystematic review of the psychometric properties of quality of life
measures for school aged children with cerebral palsy. BMC Pediatr. 2010;
10:81-92.
O. Narayanan UG, Fehlings D, Weir S, Knights S, Kiran S, Campbell K.
Initial development and validation of the caregiver priorities and child
health index of life with disabilities (CPCHILD). Dev Med Child Neurol.
2006; 48:804-12
P. Yang X, Xiao N, Yan J. The PedsQL in pediatric cerebral palsy: reliability
and validity of the Chinese version pediatric quality of life inventory 4.0
generic core scale and 3.0 cerebral palsy module. Qual Life Res. 2011;
20:243-252.
Q. Varni JW, Burwinkle TM, Berrin SJ, Sherman SA, Artavia K, Malcarne
VL, et al.The PedsQL in pediatric cerebral palsy: reliability, validity, and
sensitivity of generic core scale and cerebral palsy module. Dev Med
Child Neurol. 2006; 48:442-9.
R. Doscantos AN, Pavao SL, Decampos AC, Rocha NAC. International
classification of functioning, disability and health in children with cerebral
palsy. Disabil Rehabil. 2011; 1:1-6.
S. Voorman JM, Dallmeijer AJ, Eck MV, Schuengel C, Becher JG. Social
functioning and communication in children with cerebral palsy:
association with disease characteristics and personal and environmental
factors. Dev Med Child Neurol. 2010; 52:441-7.
T. Murphy N, Caplin DA, Christian BJ, Luther BL, Holobkov R, Young PC.
The function of parents and their children with cerebral palsy. PM R. 2011;
3:98-104.