Anda di halaman 1dari 10

Farhan Hadi

0411181419205
PSPD Alpha FK Unsri 2014

UVEITIS
Uveitis merupakan inflamasi pada traktus uvealis yang terdiri dari iris, badan siliaris,
dan koroid.

Epidemiologi
Uveitis merupakan penyebab 10-15% kebutaan di negara berkembang. Di dunia
diperkirakan terdapat 15 kasus baru uveitis per 100.000 populasi per tahun, atau
38.000 kasus baru per tahun dengan perbandingan yang sama antara laki-laki dan
perempuan.
Sekitar 75% merupakan uveitis anterior. Sekitar 50% pasien dengan uveitis
menderita penyakit sistemik terkait. Penderita umumnya berada pada usia 20-50 tahun.
Setelah usia 70 tahun, angka kejadian uveitis mulai berkurang. Pada penderita berusia
tua umumnya uveitis diakibatkan oleh toksoplasmosis, herpes zoster, dan afakia.
Bentuk uveitis pada laki-laki umumnya oftalmia simpatika akibat tingginya angka
trauma tembus dan uveitis nongranulomatosa anterior akut. Sedangkan pada wanita
umumnya berupa uveitis anterior kronik idiopatik dan toksoplasmosis.
Etiologi
Secara umum uveitis disebabkan oleh reaksi imunitas. Uveitis sering dihubungkan
dengan infeksi seperti herpes, toksoplasmosis dan sifilis. Reaksi imunitas terhadap
benda asing atau antigen pada mata juga dapat menyebabkan cedera pada pembuluh
darah dansel-sel pada traktus uvealis. Uveitis juga sering dikaitkan dengan penyakit
1

Farhan Hadi
0411181419205
PSPD Alpha FK Unsri 2014

atau kelainan autoimun, seperti lupus eritematosus sistemik dan artritis reumatoid.
Pada kelainan autoimun, uveitis mungkin disebabkan oleh reaksi hipersensitifitas
terhadap deposisi kompleks imun dalam traktus uvealis.
Berikut ini adalah beberapa kelainan yang dapat menyebabkan uveitis:
Autoimun

Artritis reumatoid juvenilis, Spondilitis ankilosa, Kolitis


ulserativa, Uveitis terinduksi lensa, Sarkoidosis, Penyakit

Infeksi

Crohn
Sifilis, Tuberkulosis, Morbus Hansen, Herpes Zoster, Herpes

Keganasan

simpleks, Onkoserkiasis, Adenovirus


Sindrom Masquerade (Retinoblastoma, Leukimia, Limfoma,

Lain-lain

Melanoma maligna)
Idiopatik, Uveitis traumatik, Ablatio retina, Iridosiklitis
heterokromik Fuchs, krisis glaukomatosiklitik

Patofisiologi
Peradangan uvea biasanya unilateral, dapat disebabkan oleh efek langsung suatu
infeksi atau merupakan fenomena alergi. Uveitis yang berhubungan dengan
mekanisme alergi merupakan reaksi hipersensitivitas terhadap antigen dari luar
(antigen eksogen) atau antigen dari dalam (antigen endogen).
Radang iris dan badan siliar menyebabkan rusaknya Blood Aqueous Barrier
sehingga terjadi peningkatan protein, fibrin, dan sel-sel radang dalam humor akuos.
Pada pemeriksaan biomikroskop (slit lamp) hal ini tampak sebagai flare, yaitu partikelpartikel kecil dengan gerak Brown (efek tyndall).
Pada proses peradangan yang lebih akut, dapat dijumpai penumpukan sel-sel
radang didalam bilik mata depan (BMD) yang disebut hipopion, ataupun migrasi
eritrosit ke dalam BMD, dikenal dengan hifema. Akumulasi sel-sel radang dapat juga
terjadi pada perifer pupil yang disebut Koeppe nodules, bila dipermukaan iris disebut
Busacca nodules.
Sel-sel radang, fibrin, dan fibroblast dapat menimbulkan perlekatan antara iris
dengan kapsul lensa bagian anterior yang disebut sinekia posterior, ataupun antara iris
dengan endotel kornea yang disebut dengan sinekia anterior. Dapat pula terjadi
perlekatan pada bagian tepi pupil, yang disebut seklusio pupil. Perlekatan-perlekatan
tersebut, ditambah dengan tertutupnya trabekular oleh sel-sel radang, akan
2

Farhan Hadi
0411181419205
PSPD Alpha FK Unsri 2014

menghambat aliran akuos humor dari bilik mata belakang ke bilik mata depan
sehingga akuos humor tertumpuk di bilik mata belakang dan akan mendorong iris ke
depan yang tampak sebagai iris bombe.
Selanjutnya tekanan dalam bola mata semakin meningkat dan akhirnya terjadi
glaucoma sekunder. Pada fase akut terjadi glaukoma sekunder karena gumpalangumpalan pada sudut bilik mata depan, sedangkan pada fase lanjut glaukoma terjadi
karena adanya seklusio pupil.
Klasifikasi
Klasifikasi uveitis dibedakan menjadi empat kelompok utama, yaitu klasifikasi secara
anatomis, klinis, etiologis, dan patologis.
1). Klasifikasi anatomis
a) Uveitis anterior
i. Iritis : inflamasi yang dominan pada iris
ii. Iridosiklitis : inflamasi pada iris dan pars plicata
b) Uveitis intermediet : inflamasi dominan pada pars plana dan retina perifer
c) Uveitis posterior : inflamasi bagian uvea di belakang batas basis vitreus
d) Panuveitis : inflamasi pada seluruh uvea.

2). Klasifikasi klinis


a) Uveitis akut : onset simtomatik terjadi tiba-tiba dan berlangsung selama < 6
minggu.
b) Uveitis kronik : uveitis yang berlangsung selama berbulan-bulan atau bertahuntahun, seringkali onset tidak jelas dan bersifat asimtomatik.
3

Farhan Hadi
0411181419205
PSPD Alpha FK Unsri 2014

3) Klasifikasi etiologis
a) Uveitis eksogen : trauma, invasi mikroorganisme atau agen lain dari luar tubuh
b) Uveitis endogen : mikroorganisme atau agen lain dari dalam tubuh
i.
ii.

iii.

Berhubungan dengan penyakit sistemik, contoh: ankylosing spondylitis


Infeksi
Yaitu infeksi bakteri (tuberkulosis), jamur (kandidiasis), virus (herpes zoster),
protozoa (toksoplasmosis), atau roundworm (toksokariasis)
Uveitis spesifik idiopatik
Yaitu uveitis yang tidak berhubungan dengan penyakit sistemik, tetapi
memiliki karakteristik khusus yang membedakannya dari bentuk lain

iv.

(sindrom uveitis Fuch)


Uveitis non-spesifik idiopatik
Yaitu uveitis yang tidak termasuk ke dalam kelompok di atas.

4) Klasifikasi patologis
a) Uveitis non-granulomatosa : infiltrasi dominan limfosit pada koroid
b) Uveitis granulomatosa : koroid dominan sel epiteloid dan sel-sel raksasa
multinukleus.
Diagnosis
Diagnosis uveitis

anterior dapat ditegakkan dengan melakukan anamnesis,

pemeriksaan oftalmologi dan pemeriksaan penunjang lainnya.


a. Anamnesis
Anamnesis dilakukan dengan menanyakan riwayat kesehatan pasien, misalnya
pernah menderita iritis atau penyakit mata lainnya, kemudian riwayat penyakit
sistemik yang mungkin pernah diderita oleh pasien. Keluhan yang dirasakan pasien
biasanya antara lain:
1. Nyeri dangkal (dull pain), yang muncul dan sering menjadi lebih terasa ketika
mata disentuh pada kelopak mata. Nyeri tersebut dapat beralih ke daerah
pelipis atau daerah periorbital. Nyeri tersebut sering timbul dan menghilang
segera setelah muncul.
2. Fotofobia atau fotosensitif terhadap cahaya, terutama cahaya matahari yang
dapat menambah rasa tidak nyaman pasien
3. Kemerahan tanpa sekret mukopurulen
4. Pandangan kabur (blurring)
5. Umumnya unilateral

Farhan Hadi
0411181419205
PSPD Alpha FK Unsri 2014

b. Pemeriksaan Oftalmologi
1. Visus : visus biasanya normal atau dapat sedikit menurun
2. Tekanan intraokular (TIO) pada mata yang meradang lebih rendah daripada
mata yang sehat. Hal ini secara sekunder disebabkan oleh penurunan produksi
cairan akuos akibat radang pada korpus siliaris. Akan tetapi TIO juga dapat
3.
4.
5.
6.

meningkat akibat perubahan aliran keluar (outflow) cairan akuos.


Konjungtiva : terlihat injeksi silier/ perilimbal atau dapat pula (pada kasus
yang jarang) injeksi pada seluruh konjungtiva
Kornea : KP (+), udema stroma kornea
Camera Oculi Anterior (COA) : sel-sel flare dan/atau hipopion Ditemukannya
sel-sel pada cairan akuos merupakan tanda dari proses inflamasi yang aktif.
Jumlah sel yang ditemukan pada pemeriksaan slitlamp dapat digunakan untuk
grading. Grade 0 sampai +4 ditentukan dari:

Aqueous flare adalah akibat dari keluarnya protein dari pembuluh darah iris
yang mengalami peradangan. Adanya flare tanpa ditemukannya sel-sel bukan
indikasi bagi pengobatan. Melalui hasil pemeriksaan slit-lamp yang sama
dengan pemeriksaan sel, flare juga diklasifikasikan sebagai berikut:
0 : tidak ditemukan flare
+1 : terlihat hanya dengan pemeriksaan yang teliti
+2 : moderat, iris dan lensa terlihat bersih
+3 : iris dan lensa terlihat keruh
+4 : terbentuk fibrin pada cairan akuos
5

Farhan Hadi
0411181419205
PSPD Alpha FK Unsri 2014

Hipopion ditemukan sebagian besar mungkin sehubungan dengan penyakit


terkait HLA-B27, penyakit Behcet atau penyakit infeksi terkait iritis.
a. Iris : dapat ditemukan sinekia posterior
b. Lensa dan korpus vitreus anterior : dapat ditemukan lentikular presipitat
pada kapsul lensa anterior. Katarak subkapsuler posterior dapat ditemukan
bila pasien mengalami iritis berulang
c. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium mendalam umumnya tidak diperlukan untuk uveitis
anterior, apalagi bila jenisnya non-granulomatosa atau menunjukkan respon
terhadap pengobatan non spesifik. Akan tetapi pada keadaan dimana uveitis
anterior tetap tidak responsif terhadap pengobatan maka diperlukan usaha untuk
menemukan diagnosis etiologiknya. Pada pria muda dengan iridosiklitis akut
rekurens, foto rontgen sakroiliaka diperlukan untuk mengeksklusi kemungkinan
adanya spondilitis ankilosa. Pada kelompok usia yang lebih muda, artritis
reumatoid juvenil harus selalu dipertimbangkan khususnya pada kasus-kasus
iridosiklitis kronis. Pemeriksaan darah untuk antinuclear antibody dan rheumatoid
factor serta foto rontgen lutut sebaiknya dilakukan. Perujukan ke ahli penyakit
anak dianjurkan pada keadaan ini. Iridosiklitis dengan KP mutton fat memberikan
kemungkinan sarkoidosis. Foto rontgen toraks sebaiknya dilakukan dan
pemeriksaan terhadap enzim lisozim serum serta serum angiotensine converting
enzyme sangat membantu.
Pemeriksaan terhadap HLA-B27 tidak bermanfaat untuk penatalaksanaan
pasien dengan uveitis anterior, akan tetapi kemungkinan dapat memberikan
perkiraan akan suseptibilitas untuk rekurens. Sebagai contoh, HLA-B27
ditemukan pada sebagian besar kasus iridosiklitis yang terkait dengan spondilitis
ankilosa. Tes kulit terhadap tuberkulosis dan histoplasmosis dapat berguna,
demikian pula antibodi terhadap toksoplasmosis. Berdasarkan tes-tes tersebut dan
gambaran kliniknya, seringkali dapat ditegakkan diagnosis etiologiknya.
Gambaran Klinis
1. Uveitis anterior

Farhan Hadi
0411181419205
PSPD Alpha FK Unsri 2014

Gejala utama uveitis anterior akut adalah fotofobia, nyeri, merah, penglihatan
menurun, dan lakrimasi. Sedangkan pada uveitis anterior kronik mata terlihat putih
dan gejala minimal meskipun telah terjadi inflamasi yang berat. Tanda-tanda adanya
uveitis anterior adalah injeksi silier, keratic precipitate (KP), nodul iris, sel-sel
akuos, flare, sinekia posterior, dan sel-sel vitreus anterior.

(a)

(b)

Uveitis anterior : (a) mutton-fat keratic precipitates, nodul Koeppe dan Busacca; (b)
nodul Busacca pada iris dan mutton-fat KP di bagian inferior

Sinekia posterior
2. Uveitis intermediet
Gejala uveitis intermediet biasanya berupa floater, meskipun kadang-kadang
penderita mengeluhkan gangguan penglihatan akibat edema makular sistoid kronik.
Biasanya terjadi pada umur 55 tahun atau lebih tapi bisa terjadi juga pada umur
muda yaitu penderita miopia, pernah dilaser atau dioperasi dan pada trauma
mata.Tanda dari uveitis intermediet adalah infiltrasi seluler pada vitreus (vitritis)
dengan beberapa sel di COA dan tanpa lesi inflamasi fundus.
3. Uveitis posterior
Dua gejala utama uveitis posterior adalah floater dan gangguan penglihatan.
Keluhan floater terjadi jika terdapat lesi inflamasi perifer. Sedangkan koroiditis
aktif

pada makula atau papillomacular bundle menyebabkan kehilangan

penglihatan sentral. Floater dapat berasal dari vitreus yang mengalami degenerasi
7

Farhan Hadi
0411181419205
PSPD Alpha FK Unsri 2014

sesuai proses penuaan atau pertambahan umur. Saat vitreus mencair, ada beberapa
bagiannya yang menebal dan mengkerut. Hal ini dapat menyebabkan terlepasnya
perlekatan vitreus dari retina, proses ini disebut posterior vitreous detachment.
Bagian yang terlepas ini akan terlihat oleh mata kita sendirisebagai benda yang
melayang-layang yang disebut floaters
Tanda-tanda adanya uveitis posterior adalah perubahan pada vitreus (seperti sel,
flare, opasitas, dan seringkali posterior vitreus detachment), koroditis, retinitis, dan
vaskulitis.
Diagnosis Banding
Diagnosis banding uveitis, yaitu konjungtivitis, glaukoma sudut tertutup akut,
retinoblastoma, xanthogranuloma juvenile iris, limfoma malignan, neurofibroma,
pseudoeksfoliasi lensa, amiloidosis familial primer, hiperplasia limfoid reaktif, dan
sarkoma sel retikulum.
Berikut adalah beberapa diagnosis banding dari uveitis anterior:
a. Konjungtivitis. Pada konjungtivitis penglihatan tidak kabur, respon pupil
normal, ada kotoran mata dan umumnya tidak ada rasa sakit, fotofobia atau
injeksi siliaris.
b. Keratitis atau keratokonjungtivitis. Pada keratitis atau keratokonjungtivitis,
penglihatan dapat kabur dan ada rasa sakit dan fotofobia. Beberapa penyebab
keratitis seperti herpes simpleks dan herpes zoster dapat menyertai uveitis
anterior sebenarnya.
c. Glaukoma akut. Pada glaukoma akut pupil melebar, tidak ditemukan sinekia
posterior dan korneanya beruap.
Komplikasi
Komplikasi terpeting yaitu terjadinya peningkatan tekanan intraokuler (TIO) akut yang
terjadi sekunder akibat blok pupil (sinekia posterior), inflamasi, atau penggunaan
kortikosteroid topikal. Peningkatan TIO dapat menyebabkan atrofi nervus optikus dan
kehilangan penglihatan permanen. Komplikasi lain meliputi corneal band-shape
keratopathy, katarak, pengerutan permukaan makula, edema diskus optikus dan
makula, edema kornea, dan retinal detachment.
Berikut adalah komplikasi dari uveitis anterior:
8

Farhan Hadi
0411181419205
PSPD Alpha FK Unsri 2014

a. Sinekia anterior perifer. Uveitis anterior dapat menimbulkan sinekia anterior


perifer yang menghalangi humor akuos keluar di sudut iridokornea (sudut
kamera anterior) sehingga dapat menimbulkan glaukoma.
b. Sinekia posterior dapat menimbulkan glaukoma dengan berkumpulnya akuos
humor di belakang iris, sehingga menonjolkan iris ke depan.
c. Gangguan metabolisme lensa dapat menimbulkan katarak.
d. Edema kistoid makular dan degenerasi makula dapat timbul pada uveitis
anterior yang berkepanjangan.
Prognosis
Umumnya prognosis baik jika dengan terapi yang sesuai. Pada umumnya, pasien
dengan uveitis anterior akan berespon baik jika sudah didiagnosis secara awal dan
diberi pengobatan yang adekuat. Terapi harus segera dilakukan untuk mencegah
kebutaan. Uveitis anterior ini mungkin akan berulang, terutama jika ada penyebab
sistemik. Prognosis visual pada iritis kebanyakan akan pulih dengan baik, tanpa
adanya katarak, glaukoma atau posterior uveitis maupun komplikasi lainnya. Apabila
sudah terjadi ablasio retina, maka prognosisnya akan menjadi buruk.

DAFTAR PUSTAKA
Alloyna,
D.
2012.
Tinjauan
Pustaka:
Konjungtivitis.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31458/4/Chapter%20II.pdf.
Diakses pada 15 Agustus 2016.
Hertanto, Martin. 2011. Perkembangan Tata Laksana Uveitis: dari Kortikosteroid
hingga
Imunomodulator.
http://indonesia.digitaljournals.org/index.php/idnmed/article/download/481/669.
Diakses pada 15 Agustus 2016.
Melinda, Vivi. 2009. Uveitis. https://yayanakhyar.files.wordpress.com/2009/05/uveitisvivi-melinda-files-of-drsmed-fk-ur.pdf. Diakses pada 15 Agustus 2016.
9

Farhan Hadi
0411181419205
PSPD Alpha FK Unsri 2014

Septina,
Lia.
2009.
Uveitis
Anterior.
https://yayanakhyar.files.wordpress.com/2009/10/uveitis_anterior_files_of_drsme
d.pdf Diakses pada 15 Agustus 2016.
Sukmawati, Getry. 2015. Uvea. http://repository.unand.ac.id/18458/2/UVEA.ppt.
Diakses pada 15 Agustus 2016.

10

Anda mungkin juga menyukai