Disusun oleh:
Miranti Probosini
G4A015150
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN EVALUASI PROGRAM POKOK PUSKESMAS
PENEMUAN DAN PENCEGAHAN
BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) DI PUSKESMAS KEBASEN
Disusun oleh:
Miranti Probosini
G4A015150
Mengetahui,
Perseptor Lapangan
Kepala Puskesmas Kebasen
DAFTAR ISI
I. PENDAHULUAN........................................................................................... 4
A.Latar Belakang.............................................................................................. 4
B.Tujuan Penulisan........................................................................................... 6
C.Manfaat Penulisan......................................................................................... 6
II. ANALISIS POTENSI DAN IDENTIFIKASI ISU STRATEGIS.............. 7
A.Gambaran Umum Puskesmas Kebasen....................................................... 7
B.Pencapaian Program dan Derajat Kesehatan Masyarakat............................ 9
C. Pelayanan Kesehatan Dasar........................................................................11
D.Analisis SWOT............................................................................................16
III. PEMBAHASAN DAN ALTERNATIF PEMECAHAN MASALAH.......21
A.Pembahasan Isu Strategis............................................................................21
B.Alternatif Pemecahan Masalah...................................................................23
IV. KESIMPULAN DAN SARAN......................................................................25
A.Kesimpulan.................................................................................................25
B.Saran............................................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................27
I. PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Salah satu prioritas Kementerian Kesehatan adalah meningkatkan
status kesehatan anak khususnya bayi dan balita. Masih tingginya kesakitan
dan kematian yang terjadi pada usia ini memerlukan perhatian dan dukungan
dari semua pihak. Salah satu kendala adalah masih rendahnya pengetahuan
masyarakat tentang kesehatan dan deteksi dini penyakit yang dapat terjadi
pada ibu dan anak saat kehamilan (Kemenkes, 2011). Apabila upaya
pencegahan saat ibu hamil terhadap kejadian berat bayi lahir rendah kurang
maka dapat berkontribusi pada kematian perinatal sebesar 27% (Pramono &
Putro, 2009).
Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi yang lahir dengan berat
badan kurang dari 2500 gram tanpa meliat usia gestasi (Kemenkes, 2011).
BBLR pada dasarnya berhubungan dengan banyak faktor, diantaranya faktor
ibu (riwayat kelahiran prematur, perdarahan antepartum, kurangnya nutrisi
pada masa kehamilan ibu, anemia sedang-berat saat kehamilan, ukuran
antropometri ibu hamil, hidramnion, penyakit kronik, hipertensi, umur ibu
kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun, jarak dua kehamilan terlalu
dekat, infeksi, trauma dan paritas); faktor janin (cacat bawaan, kehamilan
ganda, hidramnion, KPD). Selain itu, keadaan sosial ekonomi yang rendah
dan kebiasaan (pekerjaan yang melelahkan dan merokok) juga merupakan
faktor yang menyebabkan BBLR (Mahayana et al., 2015).
Secara statistik 90% kasus BBLR didapatkan di negara berkembang
atau sosio-ekonomi rendah dan angka kematiannya 35 kali lebih tinggi
dibandingkan bayi non BBLR (Zahtamal et al., 2011). Kasus BBLR termasuk
faktor utama dalam peningkatan mortalitas, morbiditas, dan disabiliitas
neonatus serta dapat memberikan dampak jangka panjang terhadap
pertumbuhan dan perkembangan anak serta berpengaruh pada penurunan
kecerdasan. Bayi yang mengalami BBLR perlu penanganan serius karena
pada
kondisi
ini
bayi
rentan
sekali
mengalami
asfiksi,
infeksi,
B. Tujuan
1. Tujuan umum
Mampu menganalisis masalah kesehatan dan berbagai metode pemecahan
masalah di Puskesmas Kebasen.
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui gambaran umum keadaan kesehatan di wilayah kerja
Puskesmas Kebasen.
b. Mengetahui secara umum program dan cakupan program KIA terutama
penemuan dan pencegahan BBLR di Puskesmas Kebasen
c. Mengetahui pelaksanaan dan keberhasilan program KIA terutama
penemuan dan pencegahan BBLR di Puskesmas Kebasen
d. Menganalisis kekurangan dan kelebihan pelaksanaan program KIA
terutama penemuan dan pencegahan BBLR di Puskesmas Kebasen
C. Manfaat Penulisan
1. Menjadi bahan pertimbangan bagi Puskesmas dalam melakukan evaluasi
kinerja KIA terutama penemuan dan pencegahan BBLR di Puskesmas
Kebasen.
2. Menjadi dasar ataupun masukan bagi Puskesmas dalam mengambil
kebijakan jangka panjang dalam upaya pencegahan BBLR.
3. Menjadi bahan pertimbangan bagi Puskesmas untuk mencari alternatif
pemecahan masalah sehingga dapat meningkatkan kinerja 6 program
pokok Puskesmas Kebasen khusunya pada bagian KIA.
4. Menjadi salah satu wacana untuk meningkatkan mutu pelayanan kepada
masyarakat pada umumnya dan individu pada khususnya di wilayah kerja
Puskesmas Kebasen.
5. Menjadi bahan kajian pustaka dan pertimbangan untuk melakukan
penelitian serupa.
: Kecamatan Patikraja
b. Sebelah Selatan
c. Sebelah Timur
d. Sebelah Barat
: Kecamatan Rawalo
: 1.049,60 Ha (19,43 %)
: 1.542,33 Ha (28,56 %)
: 1.041,66 Ha (19,29 %)
d. Tanah Kebasen
: 10,800 Ha (0,20 %)
: 916,000 Ha (16,96 %)
2.
: 565,100 Ha (10,44 %)
g. Lain-lain
: 274,025 Ha (5,09 %)
Keadaan Demografi
a.
Pertumbuhan Penduduk
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Kecamatan Kebasen
tahun 2015, jumlah penduduk Kecamatan Kebasen adalah 66.080 jiwa
terdiri dari 33.540 jiwa laki-laki (50,76%) dan 32.540 jiwa perempuan
(49,24%) yang tergabung dalam 16.530 rumah tangga/KK. Jika
dibandingkan dengan tahun 2014, jumlah penduduk pada tahun 2015
mengalami peningkatan. Jumlah penduduk tahun 2015 yang tertinggi
di desa Cindaga sebanyak 11.221 jiwa, sedangkan terendah di desa
Tumiyang 1.607 jiwa. Kepadatan penduduk Kecamatan Kebasen
sebesar 1.224/ km2.
b.
Tingkat Pendidikan
Badan Pusat Statistik Kecamatan Kebasen tahun 2015 mencatat
jumlah penduduk berdasarkan tingkat pendidikan adalah sebagai
berikut :
Tabel 2.1. Jenis Pendidikan menurut Jenis Kelamin
No
Jenis Pendidikan
Tamat
Jenis Kelamin
Laki-laki Perempuan
7.806
7.866
Jumlah
Tidak/Belum
15.672
2
3
4
5
6
SD/MI
Tamat SD/MI
9.960
10.197
20.157
SLTP/Sederajat
3.481
2.836
6.317
SLTA/Sederajat
1.997
1.432
3.429
Diploma III
392
311
703
Universitas
248
158
406
(Sumber: Profil Puskesmas Kebasen Tahun 2015)
c. Mata Pencaharian
adanya
peningkatan
kematian
bayi
yang
tidak
didukung
oleh
peningkatan
kualitas
pelayanan
dengan
khususnya pelayanan kesehatan ibu dan anak, perilaku hidup bersih dan
sehat di masyarakat khususnya ibu saat hamil serta lingkungan
masyarakat yang belum sepenuhnya mendukung pentingnya kesehatan.
b. Angka kematian balita
Angka kematian balita (AKABA) merupakan jumlah kematian
anak balita (1 th 5 th) per 1000 kelahiran hidup dalam kurun waktu 1
tahun. AKABA menggambarkan tingkat permasalahan kesehatan anak
balita, tingkat pelayanan KIA, tingkat keberhasilan program KIA dan
kondisi lingkungan. Berdasarkan profil puskesmas tahun 2015, angka
kematian balita ada 2, dibandingkan tahun 2014 ada 2,1 . Hal ini berarti
pada tahun 2015 menunjukan ada penurunan kasus kematian balita
dibanding tahun 2014.
Upaya yang sudah dilakukan dalam rangka menurunkan angka
kematian balita adalah pengembangan upaya kesehatan bersumber
masyarakat seperti pos pelayanan terpadu (posyandu), penerapan PHBS
dalam setiap tatanan rumah tangga, penanggulangan kurang energi
protein (KEP), pendidikan gizi, penyediaan sarana air bersih dan
sanitasi dasar serta pencegahan dan pemberantasan penyakit melalui
surveilans dan imunisasi, serta optimalisasi kegiatan kelas ibu balita
dalam rangka meningkatkan kemandirian keluarga dan masyarakat
dalam merawat dan memelihara kesehatan dan tumbuh kembang balita.
c. Angka Kematian Ibu
Berdasarkan profil puskesmas, pada tahun 2015 di Kecamatan
Kebasen jumlah kematian ibu hamil 1, ibu bersalin 0 dan ibu nifas
sebanyak 0 orang. Angka Kematian Ibu (AKI) di Kecamatan Kebasen
pada tahun 2015 sebesar 104 per 100.000 kelahiran hidup.
Menurut IIS 2015 AKI sebesar 150 per 100.000 kelahiran hidup,
dengan demikian AKI di Kecamatan Kebasen dibawah AKI menurut
IIS 2014. Penyebab dari kematian ibu hamil di wilayah kecamatan
Kebasen karena penyakit kronis yang diderita oleh ibu hamil yaitu
penyakit jantung dan adanya keterlambatan dalam sistem rujukan. Perlu
adanya peningkatan kompetensi tenaga kesehatan dalam pendeteksian
10
risiko tinggi dari ibu hamil dan penguatan tim penanganan kesehatan
Ibu dan anak, peningkatan akses pelayanan kesehatan (rujukan),
peningkatan kerjasama lintas sektor, dan peningkatan frekuensi
pelatihan skill/ kompetensi dari tenaga kesehatan.
2. Status gizi
a. Presentase berat bayi lahir rendah
Jumlah bayi BBLR di kecamatan Kebasen tahun 2015 ada 52
kasus atau 5,2 %. Dibandingkan tahun 2014 terdapat 19 kasus, hal ini
menunjukan adanya peningkatan jumlah bayi BBLR ditahun 2015.
Angka ini belum mencapai target cakupan BBLR yaitu sebesar 3%.
Perlu adanya peningkatan promotif dan preventif pada setiap pertemuan
di posyandu ataupun di kelas ibu baik oleh bidan desa, bidan
puskesmas, petugas gizi, promkes ataupun medis.
b. Presentase balita dengan gizi buruk
Dari buku profil puskesmas, pada tahun 2015 terdapat 1057 bayi
dan 7759 anak balita dengan bayi mendapat vitamin A satu kali
sebanyak 1057 bayi (100%), anak balita mendapat vitamin A dua kali
sebanyak 7759 (100%). Ditemukan kasus balita gizi buruk 2 kategori
BB/U dan semuanya sudah mendapat PMT pemulihan dari anggaran
APBN (BOK), dengan pengawasan dan evaluasi dari petugas kesehatan
baik medis, pemegang program gizi dan dibantu oleh bidan desa
akhirnya 6 yang terkategori gizi buruk mengalami peningkatan BB
yang signifikan.
C. Pelayanan Kesehatan Dasar
Upaya pelayanan kesehatan dasar merupakan langkah awal yang sangat
penting dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Dengan
pemberian pelayanan kesehatan dasar secara tepat dan cepat, diharapkan
sebagaian besar masalah kesehatan masyarakat sudah dapat diatasi. Berbagai
pelayanan kesehatan dasar yang dilaksanakan oleh
Puskesmas Kebasen
11
Pelayanan K4
Masa kehamilan merupakan masa yang rawan kesehatan, baik
kesehatan ibu yang mengandung maupun janin yang dikandungnya
sehingga dalam masa kehamilan perlu dilakukan pemeriksaan secara
teratur. Hal ini dilakukan guna mencegah gangguan sedini mungkin
dari segala sesuatu yang membahayakan kesehatan ibu dan janin yang
dikandungnya.
Berdasarkan Tabel 28 pada tahun 2015 jumlah ibu hamil di
Kecamatan Kebasen sebanyak 1007 ibu hamil , adapun ibu hamil
yang mendapat pelayanan K-4 adalah sebesar 1001 atau 99,4 % ibu
hamil. Dibandingkan dengan tahun 2014 yang mendapatkan
pelayanan K-4 sejumlah 993 atau 97,4 % Berarti pelayanan K-4
mengalami peningkatan sebesar 2 %.
Pada prinsipnya kegiatan-kegiatan dalam rangka pelayanan K-4
sudah dilaksanakan secara maksimal , hal itu dikarenakan kesadaran
masyarakat tentang pentingnya pemeriksaan kesehatan pada waktu
hamil sudah meningkat. Selain itu juga petugas kesehatan telah
berusaha maksimal dalam memotivasi kepada ibu hamil. Dan adanya
kerjasama yang baik juga antara BPM dan Puskesmas.
Standar Pelayanan Minimal untuk cakupan kunjungan ibu hamil
K-4 sebesar 95%. Dengan demikian untuk Kecamatan Kebasen
memenuhi target / tercapai standar pelayanan minimal.
b.
12
demikian
kegiatan-kegiatan
yang
mendukung
resti
yang
mendapat
penanganan
yaitu
268
orang.
Dibandingkan jumlah bumil risti tahun 2014 adalah 204 orang maka
tahun 2015 jumlah bumil risti mengalami peningkatan. Hal ini
disebabkan
karena
tingginya
kesadaran
ibu
hamil
untuk
Pencegahan BBLR
13
f.
14
mencapai target.
g.
selalu
update
kebidanan
untuk
melatih
skill
dalam
15
Berdasarkan data yang dihimpun pada tabel 35, tahun 2015 jumlah
pasangan usia subur (PUS) berdasarkan sumber dari Badan Pemberdayaan
Masyarakat Perempuan dan KB sebesar 11449 pasangan. Jumlah PUS
tahun 2014 sebesar 13859 sehingga mengalami penurunan.
Jika kita perhatikan tabel 35 bahwa jumlah PUS tertinggi terdapat di
desa Cindaga yaitu sebanyak 2.052 yang sebelumnya juga di desa
Cindaga. Peserta KB aktif pada tahun 2014 sebesar 7764 atau 67,8 % .
Sedangkan tahun 2013 sebesar 10473 atau 75,6% sehingga jumlah peserta
KB aktif mengalami penurunan. Hal ini dikarenakan menurunnya tingkat
kesadaran masyarakat terhadap KB yang berpengaruh besar terhadap
kualitas generasi yang dilahiran dan pengaruh terhadap kesehatan ibu
hamil, dengan semakin banyak anak semakin besar resiko yang dihadapi
pada saat kehamilan atau dikarenakan kurang aktifnya pemegang program
dalam promosi tentang kualitas KB.
3. Pelayanan Imunisasi
Kegiatan imunisasi rutin meliputi pemberian imunisasi untuk bayi
umur 0 1 tahun ( BCG, DPT, Polio, Campak, HB ) imunisasi untuk
wanita usia subur/ ibu hamil (TT) dan imunisasi untuk anak sekolah
SD( kelas 1 : DT, dan kelas 2-3 : TD ).
Jumlah desa di Kecamatan Kebasen sebanyak 12 desa. Desa
Universal Child Immunization (UCI) pada tahun 2015 berdasarkan tabel
41 sebanyak 12 desa atau 100%. Dibandingkan tahun 2014 desa UCI
sebanyak 12 desa atau 100% berarti sama. Terget SPM untuk desa UCI
tahun 2015 sebesar 100% . Dengan demikian Kecamatan Kebasen pada
tahun 2015 sudah memenuhi target SPM.
D. Analisis Strength, Weakness, Opportunity, Threat (SWOT)
1. Strength
Aspek kekuatan dari program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) dalam
penemuan dan pencegahan BBLR terdapat pada aspek input dan aspek
proses (perencanaan).
16
Input
a. Man
Puskesmas Kebasen memiliki 3 dokter umum, 12 perawat umum,
dan 24 bidan desa yang masing-masing terfokus pada satu desa
berdasarkan data profil Puskesmas Kebasen. Dalam pelaksanaan seharihari di Puskesmas Kebasen, terdapat 1 bidan desa yang berpengalaman
dalam menjalankan program KIA terutama penemuan dan pencegahan
BBLR.
b. Money
Sumber dana dalam pelaksanaan program KIA BBLR sudah
disiapkan dari pemerintah, yaitu sumber Dana Bantuan Operasional
Kesehatan (BOK) dan Badan Layanan Umum Daerah. Dana BOK
berasal dari Kementerian Kesehatan. Sumber dana ini dapat digunakan
untuk kegiatan promotif dan preventif seperti penyuluhan, kegiatan
posyandu dan dapat digunakan untuk menambah sarana dan prasarana
Puskesmas Kebasen untuk program KIA.
c. Material
Puskesmas Kebasen memiliki sarana dan prasarana untuk
menangani kegawatan yang dapat terjadi pada BBLR, karena
Puskesmas Kebasen merupakan puskesmas yang melayani PONED
(Pelayanan Obstetrik dan Neonatal Emergensi Dasar), peralatan
laboratorium sederhana yang lengkap, 12 Poliklinik Kesehatan Desa
(PKD), serta 78 posyandu guna pencegahan BBLR.
d. Metode
Metode kegiatan program KIA BBLR di Puskesmas Kebasen
meliputi kegiatan yang dilakukan di dalam puskesmas maupun di luar
puskesmas. Kegiatan di dalam puskesmas seperti penemuan kasus
BBLR pada ibu hamil yang melahirkan di Puskesmas maupun
pelaporan ibu melahirkan BBLR di luar puskesmas tetapi ibu hamil
tersebut tinggal di wilayah kerja puskesmas. Upaya pencegahan BBLR
di puskesmas meliputi deteksi dini anemia pada ibu hamil yang menjadi
faktor risiko terjadinya BBLR, pemberian suplementasi Fe pada saat
17
18
Input
Man: Terdapat petugas khusus di bidang KIA BBLR tetapi petugas
tersebut juga menjabat bidang lain sehingga kurang fokus.
Proses
a. Penggerakan dan pelaksanaan program
1) Belum adanya keterlibatan pemegang program promosi kesehatan
dan gizi dalam penyuluhan pencegahan BBLR. Penyuluhan hanya
dilakukan oleh program KIA.
2) Kader kesehatan di desa kurang aktif dalam menjalankan promosi
kesehatan khususnya tentang kesehatan ibu hamil sehingga informasi
kesehatan yang diperoleh dari penyuluhan kesehatan pihak
puskesmas tidak tersampaikan dengan baik kepada masyarakat
terutama ibu hamil.
3) Kurangnya kesadaran ibu hamil tentang pentingnya menjaga asupan
gizi saat kehamilan. Beberapa ibu hamil enggan mengonsumsi tablet
Fe yang sudah diberikan oleh puskesmas karena efek yang kurang
nyaman pada pencernaannya.
4) Kurangnya ketepatan waktu pelaporan kasus bagi ibu yang
melahirkan BBLR di luar puskesmas kepada pemegang program.
5) Kurangnya koordinasi yang dilakukan antara penyedia layanan
kesehatan internal maupun eksternal wilayah kerja puskesmas untuk
pelaporan dan pencatatan ibu melahirkan BBLR.
6) Konsultasi ibu hamil lintas program (BP umum, KIA, dan gizi) yang
masih belum rutin dilakukan menjadi masalah tersendiri, karena
adanya kondisi yang mengarah ke BBLR bisa tidak terdeteksi oleh
program KIA.
7) Evaluasi penyebab BBLR yang terjadi di Puskesmas Kebasen tidak
dilakukan oleh pemegang program.
b. Pengawasan dan pengendalian kegiatan
Pengawasan dan pengendalian kegiatan di tingkat puskesmas dan dinas
kesehatan Banyumas sudah baik, hanya saja kurangnya pengawasan
19
dari tingkat tiap desa di Kecamatan Kebasen. PKD yang sudah ada di
masing-masing desa juga belum berjalan secara optimal.
Output
Pada tahun 2014, jumlah kasus BBLR yaitu sebanyak 19 kasus,
sedangkan pada tahun 2015 jumlahnya meningkat hampir tiga kali lipat
yaitu sejumlah 52 kasus (5,2%). Hal ini belum mencapai target penemuan
kasus yaitu 3%.
3. Opportunity
a. Adanya pedoman dari pemerintah tentang perencanaan SDM minimal
yang harus dimiliki oleh puskesmas.
b. Adanya bantuan dana operasional dari BLUD.
c. Bantuan sarana dan prasarana dari Kemenkes seperti buku KIA yang
membuat proses pemantauan KIA pada ibu hamil menjadi lebih
terstruktur dan mudah dievaluasi.
d. Adanya sistem rujukan yang relatif lebih konsisten dan terstruktur
semenjak adanya program BPJS kesehatan.
4. Threats
a. Ibu hamil yang memiliki keterbatasan dana terutama dalam pembiayaan
kesehatan (bagi yang tidak memiliki asuransi kesehatan).
b. Ibu hamil yang memiliki keterbatasan akses fasilitas kesehatan
(transportasi, lokasi).
c. Mayoritas tingkat pendidikan ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas
Kebasen berada di tingkat rendah (kurang dari 9 tahun yaitu SD dan
SMP) sehingga mempengaruhi daya tangkap informasi yang diberikan
saat penyuluhan.
d. Mayoritas akses informasi belum digunakan dengan baik, terlihat dari
rendahnya pengetahuan yang dimiliki ibu hamil tentang faktor risiko
terjadinya BBLR.
e. Kurangnya motivasi mayoritas ibu hamil untuk berpartisipasi dalam
kegiatan penyuluhan di posyandu.
f. Terhambatnya pencairan dana BOK pada tahun ini sehingga sedikit
menghambat jalannya berbagai kegiatan program KIA.
20
21
Evaluasi penyebab kasus BBLR yang terjadi juga tidak dilakukan oleh
pemegang program.
PKD yang sudah ada di masing-masing desa belum berjalan secara
optimal, karena seringkali tidak melakukan pelayanan. Hal tersebut dapat
terjadi ketika bidan desa sedang berada di puskesmas atau melaksanakan
program lain. Faktor ancaman (threat) dari ibu hamil berupa keterbatasan
dana terutama dalam pembiayaan kesehatan (bagi yang tidak memiliki
asuransi kesehatan), keterbatasan akses fasilitas kesehatan (transportasi,
lokasi yang jauh), tingkat pengetahuann yang rendah dan kurangnya
motivasi ibu hamil untuk berpartisipasidalam penyuluhan di tingkat
kecamatan/desa.
Adapun konsultasi ibu hamil lintas program (BP umum, KIA, dan
Gizi) yang masih belum rutin dilakukan menjadi masalah tersendiri, karena
adanya kondisi yang mengarah ke BBLR bisa tidak terdeteksi oleh program
KIA saja. Semestinya, ibu hamil tetap harus dilihat secara holistik dan
komprehensif sebagai seorang subyek yang memiliki berbagai aspek
kesehatan dan harus ditinjau secara seksama.
Dari aspek kekuatan (strength), puskesmas memiliki 3 dokter
umum, 24 bidan yang tersebar di masing-masing desa, 1 petugas gizi dan
lain-lain. Puskesmas Kebasen juga merupakan rujukan yang melayani
PONED. Ada 78 posyandu di masing-masing desa yang melakukan kegiatan
rutin setiap satu bulan sekali. Upaya pencegahan BBLR yang dilakukan saat
ANC meliputi deteksi anemia pada saat kehamilan dengan pemeriksaan Hb,
pemberian suplementasi tablet Fe, dan program PMT bagi ibu hamil dengan
ukuran LiLA < 23,5 cm. Para bidan desa juga selalu melakukan update ilmu
kebidanan dengan melakukan pertemuan rutin setiap satu bulan sekali.
Sedangkan
untuk
aspek
peluang
(opportunity),
puskesmas
22
3.
4.
c.
d.
e.
f.
selama hamil.
Pemberian penyuluhan pencegahan BBLR dilakukan secara menarik
(pemberian doorprize) dan bahasa sesederhana mungkin supaya
5.
informasi yang diberikan lebih mudah dipahami dan diingat ibu hamil.
Pemberian reward bagi kader kesehatan yang melakukan upaya
6.
promosi kesehatan ibu dan anak kepada ibu hamil seperti penyuluhan.
Pemberian edukasi kepada ibu hamil yang enggan mengonsumsi tablet
Fe tentang waktu minum tablet tersebut yaitu setelah makan malam dan
sebelum tidur malam untuk mengurangi efek pada saluran pencernaan
7.
8.
23
9.
sekali.
10. Menggalakan konsultasi ibu hamil lintas program (BP umum, KIA dan
Gizi) secara rutin tanpa menunggu adanya keluhan dari ibu hamil. Ibu
hamil yang berisiko harus cepat dilaporkan, dipantau, dan dirujuk ke
pelayanan kesehatan yang lebih mampu apabila diperlukan.
11. Memperluas cakupan program PMT bagi ibu hamil berisiko melahirkan
BBLR.
12. Mengoptimalkan
potensi
PKD
dalam
menjaring
ibu
berisiko
24
25
B. Saran
1.
2.
3.
4.
promosi kesehatan ibu dan anak kepada ibu hamil seperti penyuluhan.
Pemberian edukasi kepada ibu hamil yang enggan mengonsumsi tablet
5.
Fe.
Pemegang program secara aktif melakukan follow up pelaporan kasus
BBLR pada bidan desa, dan penyedia layanan kesehatan lain di dalam
6.
7.
8.
9.
Gizi) secara rutin tanpa menunggu adanya keluhan dari ibu hamil.
Menambah frekuensi penyuluhan faktor risiko BBLR kepada kader
dan ibu hamil tentang perecananaan kehamilan, nutrisi saat hamil,
pentingnya memeriksakan kehamilan secara teratur, pertumbuhan dan
perkembangan janin dalam kandungan, tanda-tanda yang perlu
diperhatikan saat kehamilan (kenaikan berat-badan <1 kg per bulan),
menghindari kerja berat yang melelahkan dan istirahat yang cukup
selama hamil.
10. Pemberian penyuluhan pencegahan BBLR dilakukan secara menarik
(pemberian doorprize/arisan) dan sederhana.
11. Memperluas cakupan program PMT bagi ibu hamil berisiko
melahirkan BBLR.
12. Mengoptimalkan potensi PKD dalam menjaring ibu berisiko
melahirkan BBLR dengan meningkatkan jam pelayanan.
26
DAFTAR PUSTAKA
Kementerian Kesehatan RI. 2011. Manajemen Bayi Berat Lahir Rendah untuk
Bidan di Desa. Jakarta: Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu
dan Anak.
Kementerian Kesehatan RI. 2013.Data Dasar Puskesmas. Jakarta: Kemenkes RI.
Mahayana, S.A.S., E. Chundrayetti., Yulistini. 2015. Faktor Risiko yang
Berpengaruh terhadap Kejadian Berat Badan Lahir Rendah di RSUP Dr.
M. Djamil Padang. Jurnal Kesehatan Andalas. 4: 664-673 (diunduh
tanggal 18 April 2016).
Pramono, M.S. G. Putro. 2009. Risiko Terjadinya Berat Bayi Lahir Rendah
Menurut Determinan Sosial, Ekonomi Dan Demografi di Indonesia.
Buletin Penelitian Sistem Kesehatan. 12: 127-132 (diunduh tanggal 18
April 2016).
Zahtamal., T. Restuastuti., F. Chandra. 2011. Analisis Faktor Determinan
Permasalahan Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak. Jurnal Kesehatan
Masyarakat Nasional. 6: 9-16 (diunduh tanggal 20 April 2016).
Puskesmas Kebasen. 2015. Profil Puskesmas Kebasen. Kebasen: Puskesmas
Kebasen.
27