236
237
Gambar 3.1.
Efek Sudut Kemiringan terhadap Fw
(Ahmed.Tarek,Advanced Reservoir Engineering,2006)
238
239
menambah
kinerja
tekanan
reservoar,
misalnya
dengan
injeksi dimulai
disebut saturasi awal (initial saturation). Besarnya harga saturasi awal ini
tergantung dari tahap produksinya. Apabila dalam reservoar telah dilakukan tahap
produksi primer, maka minyak yang ditinggalkan merupakan saturasi minyak
awal tahap produksi sekunder, kemudian saturasi minyak sisa dari produksi
sekunder akan menjadi saturasi awal pada teknik produksi tahap tertier.
Besarnya saturasi minyak tersisa menentukan mudah atau tidaknya
pendesakan atau pengurasan yang dilakukan oleh fluida injeksi nantinya. Makin
240
kecil harga saturasi minyak tersisa, makin kecil kemungkinan untuk memperoleh
keuntungan dari injeksi air yang dilakukan, hal ini diakibatkan oleh pengurasan
minyak tahap lanjut memerlukan modal yang besar dan jumlah minyak yang dapa
diambil semakin kecil sebab minyak yang tersisa di dalam reservoir semakin
kecil.
jari-jari
lubang pori-pori tersebut. Jari-jari pori yang kecil cenderung untuk diisi oleh
fluida yang membasahi, sedangkan untuk jari-jari pori yang besar cenderung diisi
oleh fluida yang tidak membasahi. Fluida yang membasahi hanya membentuk
suatu film yang tipis pada dinding pori-porinya dan apabila jumlah fluida yang
membasahi hanya sedikit, maka fluida tersebut akan berusaha untuk menempati
pori-pori yang kecil.
Uraian diatas memang sudah sesuai dengan keadaan distribusi minyak, gas
dan air dalam penelitian laboratorium. Air yang umumnya merupakan fluida
membasahi, ia akan menempati pori-pori yang kecil. Pada sistem minyak-gas,
minyak adalah fluida yang membasahi dan cenderung menempati pori-pori yang
kecil, sedangkan gas akan menempati pori-pori yang besar. Pada kondisi reservoar
yang sebenarnya, air, minyak dan gas dapat menempati ruang pori-pori dengan
ukuran yang bermacam-macam.
241
242
mobilitas, maka semakin baik efisiensi pendesakannya, hal ini terjadi karena
viskositas minyak yang semakin kecil.
Gambar 3.2.
Kurva Pengaruh Kemiringan Formasi pada Fractional Flow a. Strongly
Water-Wet Rock. b. Strongly Oil-Wet Rock
(Ahmed.Tarek,Advanced Reservoir Engineering,2006)
243
dalam reservoir tersebut adalah gas, maka dinamakan injeksi gas (immiscible gas
flooding). Namun, dalam pembahasan secondary recovery ini yang dibahas
mengenai water flooding.
Proses penginjeksian air (water flooding) dari permukaan bumi ke dalam
reservoir minyak adalah didasarkan pada suatu kenyataan bahwa air aquifer
berperan sebagai pengisi atau pengganti minyak yang terproduksi, disamping
berperan sebagai media pendesak. Sedangkan pertimbangan dilakukan water
flooding adalah bahwa sebagian besar batuan reservoir bersifat water wet (sifat
kebasahan), sehingga fasa air lebih banyak ditangkap oleh batuan akibatnya
minyak akan terdesak dan bergerak ketempat lain (permukaan sumur).
Untuk reservoir minyak yang mempunyai viskositas lebih 200 cp akan
sulit dilakukan proses injeksi air karena akan terjadi fingering yang hubungannya
dengan mobilitas. Begitu pula dengan reservoir yang heterogen akan cenderung
fingering, maka perlu ditambah polimer untuk mengurangi masuknya air pada
zona-zona yang permeable. Untuk reservoir strong water drive percuma dilakukan
injeksi air, lebih baik jika dilakukan pada reservoir depletion drive. Pertimbangan
lain dilakukan injeksi air adalah :
1.
2.
3.
4.
5.
Berat kolom air dalam sumur injeksi turut menekan, sehingga cukup banyak
mengurangi besarnya tekanan injeksi yang perlu diberikan di permukaan, jika
dibandingkan dengan injeksi gas, dari segi berat air sangat menolong.
6.
Efisiensi pendesakan air juga cukup baik, sehingga harga Sor sesudah injeksi
air = 30% cukup mudah didapat.
Injeksi air merupakan salah satu metode pengurasan minyak tahap lanjut
yang paling banyak dilakukan sampai saat ini. Pemakaian injeksi air sebagai
metode untuk menaikkan perolehan minyak dimulai pada tahun 1880 setelah John
244
F.Carll menyimpulkan bahwa air tanah dari lapisan yang lebih dangkal dapat
membantu produksi minyak. Tujuan untuk dilakukannya injeksi air adalah untuk
mengimbangi penurunan tekanan reservoir dengan menginjeksikan air ke dalam
reservoir.
Pada awalnya metode waterflooding dilakukan dengan menginjeksikan air
ke dalam sumur tunggal, saat zona yang terinvasi air meningkat dan sumur-sumur
yang berdekatan dimana air tidak menjangkaunya dijadikan sumur penginjeksi
untuk memperluas daerah invasi air. Ini dikenal sebagai circle flooding. Teknik
ini kemudian diperbaiki oleh Forest Oil Corp. dengan mengubah beberapa sumur
produksi menjadi sumur injeksi air dan membentuk suatu pola line drive.
Gambar 3.3 menunjukkan kedudukan partikel air A, B, C, D dan E yang
bergerak pada waktu bersamaan di sekeliling lubang sumur, melalui jalur arus 1,
2, 3, 4 dan 5. Jalur-jalur ini merupakan seperempat bagian dari pola injeksiproduksi lima titik (five spot). Gambar ini memperlihatkan pula kedudukan
partikel air yang membentuk batas air-minyak sebelum (a) dan sesudah (b) tembus
air (water breakthrough) pada sumur produksi. Fraksi air yang turut terproduksi
ini semakin lama semakin besar, sehingga suatu saat produksi sumur tidak
ekonomis lagi. Untuk mengetahui berapa besar recovery yang dapat diproduksi,
dimana tahap secondary recovery ini merupakan kelanjutan dari tahap primer. Hal
ini perlu diperkirakan sebelum proses penginjeksian air dilakukan.
sumur produksi
A
B
C
D
sumur injeksi
(a)
(b)
Gambar 3.3.
Kedudukan Air Sepanjang Jalur Arus Sebelum dan Sesudah
Breakthrough pada Sumur Produksi
(Dr. Ir. Septoratno S., Ir. Dedy K., M.Sc. Enhanced Oil Recovery.1999)
245
Perolehan Data
a. Sifat-sifat batuan reservoir
Permeabilitas rata-rata dalam berbagai luasan reservoir
Data porositas dalam berbagai luasan reservoir.
Heterogenitas reservoir mengenai perubahan permeabilitas dalam
setiap ketebalan
b. Sifat fluida reservoir : gravitasi. Faktor volume formasi dan viskositas
sebagai fungsi saturasi fluida.
c. Distribusi air saturasi sebelum dan sesudah injeksi.
d. Model geologi
Diperlukan pengetahuan tentang model geologi yang dapat diterapkan
water flooding dengan tepat, pengetahuan meliputi stratigrafi dan struktur.
e. Sejarah produksi dan tekanan
Identifikasi mengenai mekanisme pendorong selama masa produksi awal
seperti : water drive, gas cap drive, solution gas drive. Perkiraan minyak
tersisa setelah produksi awal serta distribusi tekanan dalam reservoir.
f. Air untuk injeksi
Air untuk produksi harus mempunyai syarat-syarat :
Tersedia dalam jumlah yang cukup sepanjang masa injeksi
Tidak mengandung padatan-padatan yang tidak dapat larut
Secara kimiawi stabil dan tidak mudah bereaksi dengan elemenelemen yang terdapat dalam sistem injeksi dan reservoir.
2.
Simulasi Reservoir
Sebelum water flooding diterapkan, dibuat dulu simulasinya berdasarkan
data-data di atas. Simulasi dapat dibuat dalam sistem satu dimensi, 2 dimensi
dan 3 dimensi dengan teknik numerik.
3.
Laboratorium
Diadakan penelitian laboratorium untuk mencari kecocokan antara proses
water flooding dengan sifat batuan dan fluidanya.
246
4.
Pilot project
Mencoba mengaplikasikan ke dalam permasalahan di lapangan. Ada dua jenis
pola injeksi yang umum digunakan, yaitu pula five-spot dan single injection.
Kedua pola ini dapat memaksimalkan jumlah migrasi minyak.
5.
Monitoring
Melihat dan mengevaluasi hasil yang diperoleh di lapangan . dievaluasi
apakah tidak terjadi aliran minyak yang keluar dari pilot area.
6.
Resimulasi
Hasil yang diperoleh di lapangan dibandingkan dengan simulasi reservoir
yang dibuat, lalu dilakukanlah penyesuaian antara kondisi lapangan dengan
simulasi reservoirnya.
7.
Evaluasi Ekonomi
Meliputi : perkiraan biaya yang dibutuhkan, perhitungan-perhitungan, dan
presentasi.
247
pendesak) dan displaced fluid (fluida yang didesak). Jika fluida pendesaknya
adalah wetting phase maka proses pendesakannya digolongkan sebagai proses
imbibition (gambar 3.6), sebaliknya jika fluida pendesaknya non-wetting phase
maka digolongkan sebagai proses drainage contoh dari proses imbibitions adalaha
injeksi air ke batuan reservoir yang water-wet, sedangkan pada drainage adalah
perpindahan minyak ke dalam reservoir water-saturated dengan wettabilitas
water-wet.
Gambar 3.4.
Proses Drainage dan Imbibition
248
Pada awalnya ruang pori yang terdapat pada batuan reservoir diisi oleh air,
namun ketika terjadi migrasi minyak ke batuan reservoir menyebabkan
perpindahan sebagian air formasi dan mengurangi jumlahnya ke saturasi residual.
Ketika ditemukan, ruang pori reservoir diisi oleh saturasi water connate dan
saturasi minyak. Semua percobaan di laboratorium dirancang untuk menyamakan
saturasi di reservoir, proses peningkatan
pemindahan fasa wetting (air) dengan fasa nonwetting (minyak dan gas) disebut
proses drainage.
Proses aliran lainnya yaitu pengembalian proses drainage dengan
perpindahan fasa nonwetting (minyak dan gas) dengan fasa wetting (air) yang
disebut proses imbibisi. Proses saturasi dan desaturasi sebuah core dengan fasa
nonwetting disebut capillary hysteresis.
Perbedaan saturasi dan desaturasi dari kurva tekanan kapiler sangat
berhubungan berdasarkan peningkatan maupun penurunan sudut kontak yang
berbeda pada suatu padatan. Pada system air formasi - crude oil, wettabilitasnya
akan berubah terhadap waktu.
berarti minyak yang terdapat pada pori - pori batuan harus didesak oleh air,
sehingga recovery yang dihasilkan dalam proses ini tergantung pada pengurangan
saturasi minyaknya. Oleh karena itu pada injeksi air yang perlu diketahui tentang
saturasi fluida adalah distribusi saturasi sebelum injeksi air dan distribusi saturasi
pada saat pendesakan.
249
sebagainya. Besar lubang pori bervariasi pada tiap sampel batuan reservoir
tergantung pada jenis batuannya. Tapi secara umum dapat dikategorikan sebagai
lubang pori - pori kecil, sedang dan besar tergantung pada besarny jari-jari lubang
pori.
Gaya kapiler akan bertambah besar dengan berkurangnya jari-jari porinya,
gaya ini akibat pengaruh dari tegangan permukaan dan tegangan antar permukaan,
ukuran pori-pori, bentuk pori-pori, dan wetabilitas batuan. Pori-pori yang
mempunyai jari-jari kecil cenderun untuk diisi oleh fluida yang membasahi,
sedangkan batuan dengan pori-pori yang mempunyai jari-jari yang besar
cenderung untuk diidi fluida yang tidak membasahi dan fluida yang membasahi
hanya akan membentuk suatu film tipis pada dinding pori-porinya.
Gambar 3.5.
Distribusi Saturasi Inisial Reservoir
(Ahmed.tarek,Reservoir Engineering handbook,2006)
Pada gambar diatas menerangkan distribusi reservoir yang terdiri dari air,
minyak dan gas. Saturasi secara bertahap berubah dari 100% air pada zona air
hingga saturasi water irreducible pada arah vertikal diatas zona air, area vertikal
menyatakan zona transisi yang didefenisikan sebagai ketebalan vertikal dimana
250
Gambar 3.6.
Distribusi Saturasi saat Pendesakan
(Ahmed.tarek,Reservoir Engineering handbook,2006)
251
Perubahan saturasi fluida tidak akan dialami oleh bagian reservoir yang
tidak tersapu oleh fluida pendesak, apabila fluida yang didesak di depan front
lebih dari satu fluida seperti minyak dan gas, mka distribusi saturasi yang terletak
di depan front akan lebih kompleks jika dibandingkan dengan ruang hanya
terdapat satu fluida saja. Seperti suatu injeksi air ke reservoir minyak dengan
mekanisme pendorong gas terlarut (solution gas drive reservoir).
Minyak dan gas yang terdapat di dalam reservoir keduanya akan dapat
bergerak, tetapi karena viskositas gas lebih kecil dari minyak, maka pada
umumnya
mobilitas
gas
akan
lebih
besar
dari
mobilitas
minyak.
Qo
Ko. A.P
dan M
Kw. A.P
....(3 - 1)
252
gasnya sama dengan nol, untuk gas pada saat saturasi minyak sisanya dan untuk
minyak pada saat irreducible water saturation. Set dari permeabilitas relatif (oil water dan gas - water) ditunjukkan pada gambar 3.7.
Gambar 3.7.
Tipe Kurva Permeabilitas Relatif untuk system Gas-Oil-Water
(Ahmed.Tarek,Advanced Reservoir Engineering,2006)
253
Gambar 3.8.
Korelasi antara Sudut Kontak dan Permeabilitas Relatif End Point
(Willhite,G.Paul,Waterflooding,SPE.1986)
254
Kd.o
d.Ko .(3 - 2)
Kw.o
w.Ko .(3 - 3)
Viskositas air dalam reservoir biasanya mencapai range antara 0,1 sampai
1000 cp, dalam penentuang perbandingan minyak dan air dengan menggunakan
viskositas minyak sebesar 0,5 cp maka perbandingan mobilitas pada injeksi air
mempunyai range antara 0,024 sampai 3,5 untuk system water wet dan 0,15
sampai 4,2 untuk system oil wet. Kebanyakan di lapangan perbandingan mobilitas
selama injeksi air didapat range antara 0,02 sampai 2,00 cp.
Gambar 3.9.
Hubungan Viskositas Minyak dengan Mobility Ratio Air-Minyak pada
Viskositas Air = 0,5 cp
(Forrest.F.Craigh,The Reservoir Engineering Aspec of Waterfloodint,SPE.1971)
255
q
A
V
dan
.(3 - 4)
Gambar 3.10.
Kurva Drainage Tekanan Kapiler
256
Gambar 3.11.
Histeresis Tekanan Kapiler
257
akan berbeda-beda tergantung pada tempat fluida itu berada dan waktu
pelaksanaan injeksi fluidanya. Mobilitas fluida kadang-kadang tidak beraneka
ragam harganya untuk suatu reservoar pada saat proses pendesakan berlangsung,
tetapi bila terjadi perubahan biasanya dicari harga rata-ratanya sehingga dapat
digunakan untuk perhitungan.
Mobilitas ratio akan tetap konstan sampai terjadinya breakthrough
(penerobosan air), sehingga saturasi air rata-rata di belakang front tetap konstan
dan permeabilitas relatif air tidak berubah.. Setelah breakthrough, mobilitas ratio
tidak lagi konstan, melainkan meningkat sejalan dengan saturasi air rata-rata
sehingga permeabilitas air pun meningkat.
Mobilitas ratio didefinisikan sebagai perbandingan dari mobilitas fluida
pendesak dengan fluida yang didesak, dan dituliskan dalam suatu persamaan
sebagai berikut :
k
displacing
D
M=
.................................................................... .(3-5)
d k
displaced
Dimana :
D
258
Apabila M < 1
k rw
S
w or
=
......................................................................................... ..( 3-6 )
k ro
S wi
o
Dimana :
D
k
: w = rw S or mobilitas fasa pendesak(displacing )
w
k
: o = ro S wi mobilitas fasa yang didesak (displaced)
o
Karena pada kondisi lapangan yang sebenarnya, pendesakan minyak oleh air
M=
k rw
S wbt
w
............................................................................... ..( 3-7 )
k ro
S wi
o
259
Ed
Soi Sor
..................................................................................... (3-8)
Soi
dimana :
Ed = efisiensi pendesakan, fraksi
Soi = saturasi minyak mula (pada awal pendesakan), fraksi volume pori-pori
Pada prakteknya Sor dan Ed harganya akan tetap sampai pada bidang front
mencapai titik produksinya. Pada saat dan sebelum breaktrough terjadi, efisiensi
pendesakan ditunjukkan oleh persamaan:
S (Sor ) BT
..................................................................... (3-9)
(E d ) BT oi
Soi
Harga Sor akan berkurang dan Ed akan bertambah dengan terus berlalunya
zona transisi melalui sumur produksi, sehingga setelah zona transisi ini berlalu
akan diperoleh harga Sor minimum yang merupakan harga saturasi minyak
irreducible dan efisiensi pendesakan mencapai harga maksimum, sesuai dengan
persamaan:
260
S (Sor ) min
.................................................................(3-10)
(E d ) max oi
Soi
3.2.3.1.1. Teori Frontal Advance
Pada saat fluida didesak oleh fluida yang lain yang tidak bercampur
dengan fluida pendesak, prosesnya disebut proses tak tercampur. Air dan gas
padad tekanan rendah merupakan concoh pendesakan tidak tercampur.
Permukaan antara fluida yang didesak dengan fluida pendesak disebut
flood front, bergerak melalui media berpori hingga mencapai breakthrough sumur
produksi, pergerakan floodfront dan distribusi saturasi fluida dapat ditentukan
dengan menggunakan teori frontal advance. Tujuannya yaitu untuk membentuk
kurva fraksional flow dari fluida pendesak dengan saturasinya.
Untuk pendesakan satu dimensi di dalam media berpori, fraksi aliran
fluida pendesak adalah:
1Pc
.............................................(3-11)
(1 M)
f1
gsin
M
1
1 M
(1 M)
1
k
r1 2 ..............................................................................(3-12)
2
k r2 1
dimana:
M
261
S B
E D 1 o oi ....................................................................................(3-13)
Soi Bo
dimana :
So
Soi
262
Gambar 3.12.
Profil Saturasi Sebelum Breakthrough
(Ahmed.Tarek,Reservoir Engineering Handbook,2006)
Gambar 3.13.
Profil Saturasi dalam Setelah Breakthrough
(Ahmed.Tarek,Reservoir Engineering Handbook,2006)
263
efisiensi pendesakan pada volume yang diinjeksikan. Dengan kata lain, efisiensi
pendesakan pada abondonment akan lebih tinggi pada mobilitas rasio yang lebih
kecil karena berkurangnya producing cut dari fluida pendesak.
3.2.3.1.3. Pengaruh Gaya Gravitasi
Suku kedua dalam Persamaan 3-12. menyajikan perbandingan antara gaya
gravitasional dan gaya viscous. Hal ini dapat ditulis lagi sebagai Bilangan
Gravitasi (Ng), adalah:
f1
M
1 N g sin ....................................................................(3-14)
M 1
g
...................................................................................(3-15)
Ng 2
u
Fractional Flow
N g sin
o
M > 1
< 0
= 0
N g sin
o
M = 1
o
>0
N g sin
o
M < 1
0
Gambar 3.14.
Pengaruh Mobilitas Rasio dan Gaya Gravitasional
terhadap kurva Fractional Flow
264
1
After Breakthrough
>0
= 0
< 0
or
e
Br
ea
kth
Breakthrough
ro
u
gh
Be
f
Displacement Efficiency
M = 1 and N g sin
0
Pore Volumes Injected
Gambar 3.15.
Pengaruh Mobilitas Rasio dan Gaya Gravitasional
terhadap Efisiensi Pendesakan
Jika harga (Ng sin ) besar, gaya gravitasional akan cukup berpengaruh
kuat terhadap kurva fraksi aliran. Harga positif yang lebih tinggi dari Ng sin
menurunkan fraksi aliran fluida pendesak pada saturasinya. Jadi pengaruh gaya
gravitasional positif sama dengan pengaruh mobilitas rasio yang kecil.
265
menaikkan aliran fraksional fluida pendesak pada saturasi air yang diberikan.
Pengaruh ini akan lebih besar pada gradien saturasi air yang lebih besar, seperti
pada daerah didekat flood front, seperti terlihat pada Gambar 3.18. Akibatnya
keberadaan dan pengaruh tekanan kapiler menyebabkan terjadinya pelebaran front
saturasi sampai melewati jarak tertentu.
1- S2r
No Capillary Pressure
With Capillary Pressure
S1r
0 Inlet End
0
Outlet End
Gambar 3.16.
Pengaruh Tekanan Kapiler
terhadap Profil Saturasi dalam Pendesakan Tak Tercampur
(Rose C. Stephen, dkk, 1989, The Design Engineering Aspects of Waterflooding SPE, Richardson, Texas)
266
Total Area
Reservoir Volume
( Vt )
Confined Area
Reservoir Volume
( Vc )
Coverage Factor = Vt / Vc
Gambar 3.17.
Faktor Cakupan (Coverage Factor)
Pada pola sumur yang teratur, efisiensi tersebut dapat diperkirakan sebagai
fungsi dari bentuk pola, volume pori yang diinjeksikan dan perbandingan
mobilitas. Kegiatan perolehan minyak tahap lanjut tidak semuanya menggunakan
pola sumur teratur, sehingga efisiensi penyapuan areal akan menurun dengan
adanya coverage factor.
Coverage factor (faktor cakupan) adalah perbandingan sederhana antara
volume reservoar didalam pola sumur yang teratur dengan volume reservoar total,
seperti terlihat pada Gambar 3.17. Volume reservoar digunakan sebagai pengganti
areal untuk memasukkan variasi ketebalan lapisan.
267
0,9
0,8
0,7
0,6
3,0
1,0
2,0
0,9
GH
OU
HR
KT
EA
BR
1,0
1,5
0,8
0,7
0,6
0,5
0,4
0,3
0,1
0,5
injected volume
displaceable pore volume
10
100
1000
Mobility ratio, M
Gambar 3.18.
Efisiensi Penyapuan Areal untuk pola Five-Spot
(Willhite, G. Paul, Waterflooding, Third Printing, , Texas.1986)
Efisiensi penyapuan areal pada volume pori yang telah diinjeksi, akan
berkurang dengan naiknya perbandingan mobilitas. Perbandingan mobilitas akan
meningkat dengan naiknya volume yang telah diinjeksikan, sehingga harga akhir
untuk efisiensi penyapuan areal akan diambil pada harga volume pori yang telah
diinjeksikan dihubungkan dengan limiting cut yang ditentukan dalam produksi.
Hal yang perlu dicatat adalah daerah harga efisiensi penyapuan yang
ditentukan dari korelasi tidak dapat menunjukkan beberapa anisotropi (variasi
permeabilitas directional) atau heterogenitas. Untuk kasus dimana terdapat faktor
tersebut, teknik simulasi reservoar harus dipakai untuk mendapatkan peramalan
efisiensi penyapuan areal yang memberikan hasil yang lebih baik.
268
1,75
% Area swept
1,50
1,40
1,30 1,20
1,10
1,00
0,90
b
H
0,75
0,80
G
OU
R
H
AKT
BRE
a= b
( r1 r2 ) b
............................................................................... (3-16)
( r1 r2 ) a
keterangan :
Subskrip b dan a berturut-turut menunjukkan kondisi pada saturasi ratarata di belakang front dan saturasi awal didepan front.
269
transfer
massa
antara
fluida-fluida
di
sepanjang
finger,
270
Gambar 3.20.
Perbedaan antara Invaded Region dan Contacted Region
(Willhite, G. Paul, Waterflooding, Third Printing, , Texas.1986)
271
Gambar 3.21.
Pengaruh Mobilitas Rasio dan Gravitasi terhadap
Efisiensi Penyapuan Vertikal
(Willhite, G. Paul, Waterflooding, Third Printing, , Texas.1986)
0
Pore Volumes Injected
Gambar 3.22.
Pengaruh Mobilitas Rasio dan Heterogenitas terhadap
Efisiensi Penyapuan Vertikal
(Willhite, G. Paul, Waterflooding, Third Printing, , Texas.1986)
272
273
akan dapat menurunkan efisiensi invasi. Efek dari perbedaan densitas pada
evisiensi invasi pada gambar 3.23.
Gambar 3.23.
Pengaruh Perbandingan Mobilitas dan Grafitasi terhadap Efisiensi Invasi
(Ahmed,Tarek,Advanced Reservoir Engineering,2006)
274
pendesak. Pada bidang front ini saturasi fluida pendesak melonjak naik, kemudian
di belakang front saturasi fluida naik secara berangsur-angsur sampai mencapai
saturasi maksimalnya, yaitu seharga (1-Sor fluida yang didesak) yaitu seharga satu
dikurangi saturasi residual fluida yang terdesak.
Persamaan Fraksi Aliran
Anggapan /asumsi yang digunakan :
-
Sistem pendesakan dari dua macam fluida yang tidak larut satu sama lain
(immiscible).
k P
V sin ................................................................................(3-17)
s
dimana :
s
= sudut kemiringan
= massa jenis
= permeabilitas
P = tekanan
V = laju aliran
Untuk aliran horizontal, persamaan (4-13) berubah menjadi :
k dP
................................................................................................(3-18)
V
ds
Jika dua macam fluida yang mengali, misalkan air dan minyak, maka persamaan
aliran untuk masing-masing fasa menjadi :
Vw
kw P
w g sin ......................................................................(3-19)
w ds
275
Vo
ko P
o g sin .......................................................................(3-20)
o ds
w q w o qo
A K w A Ko
d
Po Pw Pw Po sin
ds
d
g P sin ................................................................(3-21)
ds
q
A Luas penampang
A
Jika qt qo qw ...............................................................................................(3-22)
Maka persamaan (3-21) menjadi :
w qw
A Kw
o qt
A Ko
o qw dPc
A Ko
ds
g P sin .....................................................(3-23)
o qt
ko
qw
, maka :
qt
ko A dPc
g P sin
qt o ds
..................................................................(3-24)
ko w
1
k w o
Pc = psi
= cp
= ft
A = ft3
= gr/cc
1 0,001127
fw
k o A dPc
0,433 P sin
qt o ds
..................................................(3-25)
k
1 o w
kw o
Data tekanan kapiler umumnya dinyatakan sebagai fungsi dari (Sw) gradien
tekanan kapiler
dPc
dapat dinyatakan dalam hubungan :
ds
276
dPc dPc dS w
...........................................................................................(3-26)
ds dsw ds
dS w
dPc
diperoleh dari grafik tekanan kapiler. Akan tetapi
sulit
ds
dS w
dimana harga
diperoleh, atau tidak diketahui sama sekali. Berdasarkan hal itu untuk segi
praktisnya maka harga
dPc
diabaikan. Jadi persamaan fraksi aliran mnjadi :
ds
ko A
sin
o qt
.................................................................(3-27)
ko w
1
k w o
1 0,0048
fw
Persamaan ini akan lebih sederhana bila aliran terjadi dalam arah
horizontal, = 0.
fw
k
1 ro w
k rw o
..........................................................................................(3-28)
Gambar 3.24.
Kurva fraksi aliran sebagai fungsi dari saturasi air.
(Ahmed,Tarek,Advanced Reservoir Engineering,2006)
277
, sehingga:
masuk keluar dalamelemen volume tersebut
Gambar 3.25.
Penampang Melintang Sumur Injeksi Produksi
(Ahmed,Tarek,Advanced Reservoir Engineering,2006)
q w . w
q w . w
x dx
A. dx
w .S w (3-29)
t
278
Atau :
q .
q .
q . dx A. dx .S .(3-30)
w w x w w x x w w
t w w
q w
x
A..
t
S w
(3-32)
t x
S w
S dx
t w t sw
t
x dt
Masukkan persamaan tersebut kepersamaan (3-33)
q S
q w
t w w t
t
Sw x
Maka diperoleh :
q w
dx
t A.. S w .(3-34)
S w
dt
Def : qw = qT.fw
incompressible
q w
q T .f w
df
t
t q T w Sw
Sw
Sw
dSw
q T konstan
.............................(4-30)
Maka Vsw =
q df
dx
S w T w (3-35)
dt
A dSw
t
1 df w
q T dt ..(3-36)
A. dSw 0
279
Wi df w
S w .(3-37)
A. dSw
Gambar 3.26.
Plot dfw/dSw vs Sw
df w
vs Sw
dSw
280
Gambar 3.27.
Efek Tekanan Kapiler terhadap Kurva Fw
(Ahmed,Tarek,Advanced Reservoir Engineering,2006)
fw
1
K
1 w ro
K rw o
281
1
fw
K.K ro .A .sin
qt. o 1.0133 10 6
(untuk reservoar miring)(3-39)
w K ro
1
K rw o
Gambar 3.28.
Pendekatan Untuk Mencapai Swf Menurut Welges
(Willhite, G. Paul, 1986, Waterflooding, Third Printing, SPE Texas.)
282
df w
untuk Sw
dSw
= 1-Sor
Material balance :
Wi = x 2 .A. S w S wc .(3-40)
S w S wc S wc
Wi
1
S wf
x 2 .A. df w
dSw
Sw
1 Sor x1 Sw dx
x1
.(3-41)
x2
Untuk sejumlah volume injeksi air tertentu, dimana Sw Swf persamaan tersebut
dapat dijelaskan sebagai berikut :
wf
1 Sor df w 1 Sor Sw .d df w
dSw
dSw
1Sor
Sw
df w
S wf
dSw
..(3-42)
df w
Sw
karena x1
dSw
df
Sw d w
dSw
1Sor
Swf
Swf
df w
Swf
Sw
f w 1Sor (3-43)
dSw 1Sor
283
Sw
df w
S wf
dSw
Sw Sw
fw dan
df w
df
S wf 1 Sor w 1 Sor f w S wf f w 1 Sor
dSw
dSw
1 f w S wf
df w
S wf
dSw
...(3-44)
df w
keduanya untuk front.
dSw
1
S S
.(3-45)
wf
w
df w
S wf
dSw
1 f w Swf 1
df w
Swf
(3-46)
dSw
Sw Swf
Sw S wc
Gambar 3.29.
Kurva Fraksional Flow
284
1
fw
1
K
1 w ro
K rw o
atau
K.K ro .A .sin
qt. o 1.0133 10 6
untuk interval Swc< S w <1-Sor
w K ro
1
K rw o
Ps
dipenuhi hanya dibelakang front.
x
Wi df w
Sw dapat dipakai untuk
A dSw
Wi
1
Wid ..(3-47)
LA df w
S wc
dSw
Keterangan :
Swc = Sw pada. saat ini ditepi titik sumur produksi
Wid = air yang diinjeksikan dalam jumlah volume pori, tanpa dimensi
(1 PV = L.A.).
285
Gambar 3.30.
Ilustrasi Untuk Peramalan Recovery Minyak
t bt
1
df w
S wbt
dSw
WiDbt =
q i PV
waktu waktu terjadinya breaktrouhg :
,
bt
LA
WiDbt
.......................................(3-48)
i wD
Sesudah :
bt : L = Kta; Swc dan fwc naik terus.
Perhitungan recovery lebih sulit dilakukan karena adanya kesulitan untuk
membagi dua luas daerah yang sama, maka disempurnakan oleh Welge (dimana
front lebih dulu sampai pada sumur produksi).
S w S wc 1 f we
1
df w
S wc
dSw
.(3-49)
286
1
fw
1
K
1 w . ro
K rw o
atau
K.K ro .A .sin
qt. o 1.0133 10 6
)
w K ro
1
.
K rw o
Dengan mengabaikan
Pc
Swf = Swbt,
WiDbt
i wD
dapat dipakai.
c. Ambil Swe sebagai variabel bebas; ambil harga-harga Swe dengan
pertambahan 5% (diatas Swbt), setiap titik pada kurva fw, untuk Swe > Swbt
mempunyai koordinat Sw = Swe, fw = Fwe.
Untuk setiap harga baru Swc, harga-harga Sw yang bersangkutan
ditentukan secara gratis dan recovery minyak dihitung dari :
N pd Sw Swc
(PV).
1
Kebalikkan dari kemiringan kurva
df w
dSw
Wi
1
Wid (3-51)
L.A. df w
S wc
dSw
287
Gambar 3.31.
Pendesakan Frontal dengan Pendesakan Torak
(Willhite, G. Paul, 1986, Waterflooding, Third Printing, SPE Texas.)
2 Po 2 Po 2 Po
0
x2 y 2 z 2
k P
o o ..................................................................................................(3 52)
o s
288
2 Pw 2 Pw 2 Pw
2 2 0
x2
y
z
k P
w w .................................................................................................(3 53)
w s
Untuk daerah front, berlaku Po = Pw. Untuk persamaan diatas, ko diambil
saat saturasi air mencapai saturasi air konat, dan kw diambil saat saturasi minyak
mencapai saturasi residu.
Gambar 3.32.
Pengaruh Efisiensi Penyapuan Vertikal terhadap WOR
(Ahmed,Tarek,Advanced Reservoir Engineering,2006)
289
Keterangan:
Keterangan:
- Permebilitas variation V :
.. (3-57)
290
....................................................................(3 - 60)
dimana:
3. Plot WOR vs Ev pada kertas kartesian dan hitung efisiensi penyapuan vertikal
pada saat breakthrough EVBT dengan eksrtapolasi kurva WOR vs Ev dimana
harga WOR = 0.
4. Hitung kumulatif injeksi air dengan persamaan :
. (3 - 61)
Keterangan:
291
7. Asumikan nilai WOR dari 1, 2, 5, 10, 15, 20, 25, 50, 100 bbl/bbl
8. Hitung nilai Ev dari tiap harga WOR yang diasumsikan (step 3)
9. Ubah harga WOR yang diasumsikan ke water cut fw2 dan surface water cut :
.. (3 - 64)
Keterangan:
10. Hitung saturasi air Sw2 dari tiap harga fw2 dari kurva water cut
11. Hitung efisiensi penyapuan area Ea dari tiap harga fw2 dengan persamaan
ataupun dengan gambar 3.33 :
.....(3 - 65)
Gambar 3.33.
Efisiensi Penyapuan Areal Sebagai Fungsi 1/M dan fw
(Ahmed,Tarek,Advanced Reservoir Engineering,2006)
292
12. Hitung saturasi air rata - rata dari tiap harga fw2 dengan persamaan :
...................................................................... (3 - 66)
13. Hitung efisiensi penyapuan Ed untuk tiap harga saturasi air rata - rata :
.... (3 - 67)
Keterangan:
gambar 3.34, dan hitung areal dibawah kurva pada beberapa harga WORs.
Areal dibawah kurva menyatakan kumulatif produksi air Wp pada harga
WORs.
Gambar 3.34.
Kumulatif Produksi Air dari WOR vs Kurva Np
(Ahmed,Tarek,Advanced Reservoir Engineering,2006)
293
16. Hitung kumulatif air yang diinjeksikan pada tiap harga WOR yang dipilih :
(3 - 69)
Keterangan:
294
keterangan:
VD
ViD
Vb
=porositas batuan
Swc
Sor
Sifat-sifat aliran dan reservoir yang dipakai dalam model fisik adalah:
a.
b.
c.
d.
krw Sor o
.................................................................................(3 73)
kro Swr w
( f w ) 1 ( f o ) res
Es
dEs
................................................(3 74)
ViD dViD
295
keterangan :
fw =fraksi total aliran air
fo =fraksi total aliran minyak
2. (WOR)res
( f w )res
.......................................................................(3 75)
1 ( f w )res
(WOR) s (WOR)res
Bo
.....................................................................(3 76)
Bw
keterangan:
(WOR)res dan (WOR)s berturut-turut adalah perbandingan debit produksi air
dan minyak direservoir dan dipermukaan.
( Es )mod el x(VD )
.......................................................................(3 77)
Bo
(W )
x(VD )
3. Wi iD mod el
......................................................................(3 78)
Bw
W B N p Bo
WP i w
.........................................................................(3 79)
Bw
Np
( fo )s
dN p
......................................................................(3 80)
d (Wp Nv )
(WOR)
1 ( fo )s
........................................................................(3 81)
( fo )s
Gambar 3.35.
Plot antara Es dengan M
296
Gambar 3.36.
Hubungan ViD Vs Es
Oil bank bertemu pada sumur produksi yang dikelilingi oleh sumur
injeksi
2.
3.
Volume air dan situasi minyak pada saat oil bank breakthrough :
Displaceble pore volume (VD) = Vb (1-Swc-Sgr-Sor)
1.
297
WiDf
(S g S gr )
qo Bo
1
(1 Swc S gr Sor )
tw Bw
........................................(3 83)
N pf qo x
Wif
iw Bw
qo x
VDViDf
iw Bw
...............................................(3 84)
N p N pf
( Es ViDf )VD
Bo
....................................................(3 85)
Vi
xVD
VD mod el
Wt
..................................................................(3 86)
Bw
Produksi air kumulatif (Wp) sebanding dengan selisih antara volume air
yang diinjeksikan sebelum fill up dengan volume air yang menggantikan minyak
sesudah fill up.
Wp
( Es ViDf )VD
Bw
(ViD Es )VD
................(3 87)
Bw
dWp
dN p
.......................................................................(3 88)
298
299
Gambar 3.37.
Diagram Terner pada Sistem Hidrokarbon
(Cain, Mc W.D., Jr., The Properties of Petroleum Fluids.1973)
300
C1
C1
T
C7+
T, Konstan
C7+
C2 + C6
P, Konstan
C2 _ C6
Gambar 3.38.
Pengaruh Tekanan dan Temperatur
Terhadap Daerah Dua Fasa dalam Diagram Terner
(Cain, Mc W.D., Jr., The Properties of Petroleum Fluids.1973)
**)Jadi pada saat tekanan reservoir masih tinggi (P>>) dan temperatur rendah (T<<) akan sangat menguntungkan bagi
pendesakan tercampur karena daerah dua fasa (dalam diagram Terner) dibuat kecil.
b.
Penurunan viscositas
c.
Kenaikan densitas
d.
301
302
303
Gas CO2 yang dilepaskan dari pabrik amonia cenderung dapat dikumpulkan
dalam sebuah area industrial yang tersedia
Karakteristik minyak
2.
3.
4.
2.
3.
Injeksi CO2 bertindak sebagai solution gas drive sekalipun fluida tidak
bercampur sempurna.
4.
Permukaan fluida campur (miscible front) jika rusak akan memperbaiki diri.
5.
CO2 akan bercampur dengan minyak yang telah berubah menjadi fraksi C2C6.
6.
7.
8.
CO2 merupakan zat yang tidak berbahaya, gas yang tidak mudah meledak dan
tidak menimbulkan problem lingkungan jika hilang ke atmosfir dalam jumlah
yang relatif kecil.
304
9.
CO2 dapat diperoleh dari gas buangan atau dari reservoir yang mengandung
CO2.
Sedangkan beberapa kekurangan injeksi CO2 adalah seabagai berikut :
1.
2.
Viskositas yang rendah dari setiap gas CO2 bebas pada tekanan reservoir yang
rendah akan menyebabkan penembusan yang lebih awal pada sumur produksi
sehingga mengurangi effisiensi penyapuan.
3.
Setelah fluida tercampur terbentuk, viskositas minyak lebih rendah dari pada
minyak reservoir sehingga menyebabkan fingering dan penembusan yang
belum waktunya. Untuk mengurangi fingering maka diperlukan injeksi slug
water.
4.
CO2 dengan air akan membentuk asam karbonik yang sangat korosif.
5.
Injeksi alternatif slug CO2 dan air memerlukan sistem injeksi ganda dan hal
ini akan menambah biaya dan kerumitan sistem.
6.
Diperlukan injeksi dalam jumlah yang besar (5 10) MCF gas untuk
memproduksi satu STB minyak).
7.
305
1.
Kemurnian CO2
Hasil percobaan pada berbagai tingkat kemurnian yang digunakan,
menunjukkan bahwa semakin murni CO2 semakin besar miscibilitasnya.
Adanya
C1
dan
N2
di
dalam
CO2
akan
didalam
Komposisi Minyak
Hasil percobaan pada berbagai tingkat kemurnian yang digunakan,
menunjukkan bahwa semakin murni CO2 semakin besar miscibilitasnya.
Adanya
C1
dan
N2
di
dalam
CO2
akan
didalam
Temperatur
Temperatur minyak juga akan mempengaruhi tekanan yang diperlukan untuk
pendorongan miscible. Kesimpulannya jika temperatur semakin besar,
tekanan pendorongan makin besar.
4.
Tekanan
Tekanan yang diperlukan untuk pendorongan miscible akan dipengaruhi oleh
kemurnian CO2, komposisi minyak dan tekanan reservoir. Pada tekanan
pendorongan miscible CO2 terhadap minyak reservoir dengan adanya
komponen hidrokarbon ringan C2, C3, C4 didalam minyak reservoir tidak
mempengaruhi proses miscibility. Pendorongan miscible sangat dipengaruhi
oleh adanya komponen C5-C30 di dalam reservoir.
306
Tabel III-1.
Solution Gas Drive dengan CO2 yang Diinjeksikan pada Tekanan 900 psi
(Dr. Ir. Septoranto S., Ir. Dedy K., M.Sc. Enhanced Oil Recovery.1999)
Oil Recovered
Pressure
(psig)
(Percent of
Oil In Place)
Oil In Place
(Precent PV)
900
47,2
400
14,2
40,5
200
18,6
38,4
Jadi CO2 adalah gas yang masuk dalam larutan dengan pengembangan
minyak sebagai suatu kenaikan tekanan, minyak dapat keluar dari larutan dengan
penurunan tekanan.
307
yang
cukup
penting
dari
CO2
adalah
kemampuannya
308
Adanya slug CO2 oleh cairan yang diikuti dengan air (Injeksi slug CO2 dan air
secara bergantian).
Adanya slug CO2 oleh cairan yang diikuti injeksi air dan CO2 (Injeksi CO2 dan
air secara simultan).
Untuk gas yang dibawa dengan menginjeksikan terus menerus gas CO2 ke
dalam reservoir maka diharapkan gas CO2 ini dapat melarut dalam minyak dan
mengurangi viskositasnya, dapat menaikkan densitas (sampai tahap tertentu, yang
kemudian diikuti dengan penurunan densitas), dapat mengembangkan volume
minyak dan merefraksi sebagian minyak, sehingga minyak akan lebih banyak
terdesak keluar dari media berpori.
Untuk cara yang kedua, yaitu dengan menginjeksikan carbonat water ke
dalam reservoir. Sebenarnya carbonat water adalah percampuran antara air
dengan gas CO2 (reaksi CO2 + H2O) sehingga membentuk air karbonat yang
digunakan sebagai injeksi dalam proyek CO2 flooding. Tujuan utama adalah
untuk terjadi percampuran yang lebih baik terhadap minyak sehingga akan
mengurangi viskositas dari minyak serta mengembangkan sebagian volume
minyak sehingga dengan demikian penyapuan akan lebih baik.
309
Pada cara yang ketiga, yaitu membentuk slug penghalang dari CO2 yang
kemudian diikuti air sebagai fluida pendorong. Sama seperti cara pertama dan
kedua, pembentukan slug ini untuk lebih dapat mencampur gas CO2 kedalam
minyak, kemudian karena adanya air yang berfungsi sebagai pendorong maka
diharapkan efisiensi pendesakan akan lebih baik.
Untuk cara yang keempat sebenarnya sama dengan cara yang ketiga tetapi
disini lebih banyak fluida digunakan CO2 untuk lebih melarutkan minyak setelah
proses penyapuan terhadap pendesakan minyak, maka minyak yang telah tersapu
dan akan diproduksikan melalui sumur produksi.
Gambar 3.39.
Mekanisme Injeksi CO2
(Stevens, S. Enhanced Oil Recovery Scoping Study. 1999)
Dari studi yang dilakukan menunjukkan bahwa injeksi CO2 dan air secara
simultan terbukti merupakan mekanisme pendesakan yang terbaik diantara
keempat metode tersebut (oil recovery sekitar 50 %). Disusul kemudian injeksi
slug CO2 dan air bergantian. Injeksi langsung CO2 dan injeksi slug CO2 diikuti air
sama buruknya dengan kemampuan mengambil minyak hanya sekitar 25 %.
Dalam semua kasus, pemisahan gaya berat antara CO2 dan air terjadi sebelum
setengah dari batuan batuan recovery tersapu oleh campuran dari dua fluida
tersebut.
310
Gas separator di lapangan dan gas sisa dari pabrik (bahan bakar alami) dapat
menghasilkan gas hidrokarbon kering
Pembakaran gas sisa pabrik di dalam ketel dapat menghasilkan flue gas
Gas buangan mesin dapat memasok kebutuhan gas dalam jumlah kecil
311
Tidak ada masalah yang terjadi pada ukuran slug sehubungan dengan injeksi
yang terjadi secara kontinyu
Proses ini terbatas, sebab reservoir minyak harus kaya akan komponen C2-C4
Biaya yang diperlukan untuk gas alam mahal, gas-gas pengganti memerlukan
tekanan yang lebih besar.
Gambar 3.40.
Kondisi Fasa Selama Injeksi Gas Kering Dengan Tekanan Tinggi
(Dr. Ir. Septoratno S., Ir. Dedy K., M.Sc. Enhanced Oil Recovery.1999)
312
313
Gambar 3.41.
Tahapan pada Front Pendesak Tercampur di Dalam Reservoir
(Latil M., Bardon C., Burger J., Sourieau P. Enhanced Oil Recovery.Texas 1980)
314
Perbedaan penting lainya antara ketiga metode tersebut adalah bahwa pada
injeksi gas yang menguapkan, gas produksi dapat ditekan sampai tekanan
tercampur dan diinjeksikan kembali untuk mempertahankan pendesakan
tercampur. Dalam injeksi gas yang mengembun dan injeksi gas tercampur pada
kontak pertama, produksi pelarut menurunkan penyapuan tercampur.
Gas hidrokarbon murni banyak digunakan karena pada saat ini murah dan
tersedia dalama jumlah yang cukup. Mobility rasio pada injeksi gas yang
menguapkan secara keseluruhan lebih rendah dibandingkan dengan injeksi gas
mengembun atau injeksi tercampur pada kontak pertama.
315
Sifat-sifat gas yang diperkaya ini dapat diketahui dari gas-gas yang
termasuk dalam gas diperkaya, yaitu gas alam kering (relatif
lebih banyak
methana) yang telah diperkaya oleh komponen intermediate (propana, butana, dan
lain-lain).
Untuk komposisi gas yang sesuai, minyak dapat menjadi kaya dengan
material-material tersebut yang menyebabkan ketercampuran antara gas injeksi
dan minyak diperkaya. Gas injeksi yang mengandung hidrokarbon-berat-molekulmenengah dalam konsentrasi yang relatif tinggi disebut gas diperkaya.
Tekanan
dan
konsentrasi
gas
injeksi
yang
dipersyaratkan
untuk
316
dengan
kombinasi
tiga
komponen
yang
sama
sifat
317
Gambar 3.42.
Proses Injeksi Gas Yang Diperkaya Pada Diagram Terner
(Dr. Ir. Septoranto S., Ir. Dedy K., M.Sc. Enhanced Oil Recovery.1999)
Pada diagram ini kemudian ditarik garis lurus antara titik G dan titik O yang
berarti terjadi proses injeksi, sedangkan Gambar 3.43 menggambarkan apa yang
terjadi di reservoir selama pendesakan.
I
III
II
Gambar 3.43.
Pendesakan Gas Dalam Reservoir
(Dr. Ir. Septoranto S., Ir. Dedy K., M.Sc. Enhanced Oil Recovery.1999)
318
II
= gas yang terurai terdiri dari komponen intermediate dan belum terlarut
Gambar 3.44.
Tekanan Pencampuran Komposisi Gas
(Dr. Ir. Septoratno S., Ir. Dedy K., M.Sc. Enhanced Oil Recovery.1999)
319
gelembung. Ini hanya dapat dicapai untuk tekanan yang sama atau lebih besar dari
pada tekanan percampuran Pm, dimana garis singgung pada titik kritis ini
melewati titik Gr. Jika gas terdiri dari campuran G dan L, komposisi pertama titik
kritis campuran Cm pada gas dan minyak adalah bercampur pada tekanan P.
Pengaruh Tekanan
Henry meramalkan bahwa pada suhu tetap kelarutan gas dalam zat
cair berbanding lurus dengan tekanan. Kelarutan gas dalam minyak biasanya
tidak memperlihatkan hubungan linier dengan tekanan seperti yang
dinyatakan dalam hukum Henry, walaupun demikian kelarutan naik sampai
tercapai tekanan jenuh.
320
Pengaruh Suhu
Kelarutan gas dalam minyak berkurang dengan naiknya suhu.
3.
4.
321
Gambar 3.45.
Operasi Pelaksanaan Injeksi Gas Yang Diperkaya
(Dr. Ir. Septoranto S., Ir. Dedy K., M.Sc. Enhanced Oil Recovery.1999)
322
memerlukan tekanan yang tinggi untuk dapat bercampur. Akan tetapi N2 dan
minyak dapat bercampur pada suatu kondisi tertentu melalui proses penggandaan
kontak yang dapat dijelaskan pada Diagram Terner. Parameter-parameter yang
ada dalam injeksi ini dapat dilihat pada tabel diatas yang mencakup secara dasar
karakteristik dari gas inert ini.
Pencegahan
terhadap
penurunan
tekanan
reservoir
yang
dapat
3.
4.
Penggantian gas alam pada tudung gas dan zone minyak oleh gas tidak
reaktif yang akan tetap berada di reservoir.
5.
323
tinggi mungkin lebih berat dan pada fluida tudung gas sehingga ada
kecenderungan untuk turun.
6.
7.
8.
1. Jika tudung gas ada, injeksi gas ini akan mencegah terjadinya perembesan
minyak ke dalam zona tudung gas. Gas inert ini akan lebih suka tinggal
sebagai residu pads saat abandonment dari pada gas alam yang lebih laku
itu.
2. Injeksi gas akan menghasilkan perolehan lebih banyak jika dibandingkan
dengan pendesakan air, pada reservoir dengan permeabilitas yang kecil.
3. Realisasi penyediaan gas alam kemungkinan tidak akan stabil karena harga
dan persediaan gas alam di masa akan datang akan dikontrol oleh
pemerintah. Peraturan seperti ini mungkin membatasi atau melarang injeksi
dengan gas alam.
4. Hasil pembakaran gas alam akan diperoleh gas hasil pembakaran atau gas
inert sebanyak 5 sampai 10 kali volume gas alam yang dibakar.
Sedangkan untuk kekurangan penggunaan injeksi gas inert ini antara lain
korosi. Korosi mungkin merupakan kerugian yang sangat penting dalam operasi
yang memakai boiler dan atau gas sisa pembakaran untuk pendesakan minyak
secara tercampur. Karena uap air dan CO2 dan nitrous oxide ada di dalam gas ini,
di mana begitu gas mengalami pendinginan segera terbentuk nitric acids dan weak
carbonic serta uap air terkondensasi.
Adanya breakthrough (tembus gas) dari gas nitrogen yang diinjeksikan dari
sumur-sumur merupakan masalah yang serius dan juga masalah dalam hal
pembiayaan. Ha ini disebabkan dengan terkandungnya inert gas pada gas alam
yang diproduksikan maka nilai kalori panas dari gas tersebut menurun, sehingga
324
menimbulkan masalah serius jika gas ini akan dijual atau dipakai sebagai bahan
bakar di lapangan. Oleh karena hal tersebut, semua kerugian dan biaya harus
dipertimbangkan dengan sangat hati-hati untuk dibandingkan dengan penambahan
produksi atau keuntungan yang akan diperoleh atau diharapkan.
325
Gambar 3.46.
Diagram Terner Pencampuran Antara N2 dengan Crude Oil
(Dr. Ir. Septoratno S., Ir. Dedy K., M.Sc. Enhanced Oil Recovery.1999)
Pada Proses Flue Gas, sebagai bahan dasar adalah gas alam yang
dimasukkan kedalam ketel uap (boiler), dari sini gas yang dihasilkan dialirkan
melalui Nox reaktor ntuk membatasi kadar Nox di dalam gas, kemudian gas
dimasukkan kedalam water scrubber untuk membersihkan uap air dari gas yang
326
selanjutnya gas dikirim ke alat pengering (dryers), maka dari sini dihasilkan flue
gas yang dengan kompressor siap diinjeksikan ke dalam sumur injeksi seperti
yang terlihat pada Gambar 3.47.
Gambar 3.47.
Proses Produksi Flue Gas
(Dr. Ir. Septoratno S., Ir. Dedy K., M.Sc. Enhanced Oil Recovery.1999)
Pada proses Gas Engine Exhaust, gas yang dipakai adalah gas yang
dihasilkan dari gas sisa pembakaran mesin. Sebagai bahan dasar sama dengan
pada proses flue gas yaitu udara dan gas alam, yang dengan perbandingan tertentu
dipakai sebagai bahan bakar mesin. Gas hasil sisa pembakaran ini sebelum di
injeksikan ke dalam sumur juga dilewatkan melalui Nox,Water Separator, dan
Dryers. Setelah itu gas engine exhaust ini siap diinjeksikan dengan kompressor ke
dalam sumur injeksi.
Perbedaan proses pengolahan antara proses flue gas dan proses gas sisa
pembakaran mesin akan menentukan produksi gas inert, dimana untuk proses flue
gas untuk setiap train dipakai apabila produksi gas yang diinginkan tidak kurang
dari 30 MMscfd, sedangkan pada gas engine exhaust yang terbesar untuk setiap
train hanya mampu berproduksi sekitas 10 MMscfd.
Dan pada proses Cryogenic N2, yang dimaksud adalah untuk
memproduksikan nitrogen murni, yang dipisahkan dari udara. Prosesnya, udara
327
Gambar 3.48.
Mekanisme Injeksi Gas Inert (N2)
(Dr. Ir. Septoratno S., Ir. Dedy K., M.Sc. Enhanced Oil Recovery.1999)
328
Kedalaman
Sifat-sifat petrofisik
Kemiringan
Mekanisme pendorong
polimer, injeksi surfaktan (zat aktif permukaan) dan injeksi alkalin (kaustik)
3.3.2.1. Injeksi Alkalin
Injeksi alkalin atau kaustik merupakan suatu proses dimana pH air injeksi
dikontrol pada kisaran harga 12-13 untuk memperbaiki perolehan minyak.
Beberapa sifat batuan dapat mempengaruhi terhadap injeksi alkalin. Ion
divalen dalam air di reservoir, jika jumlahnya cukup banyak dapat mendesak slug
alkalin karena mengendapnya hidroksida-hidroksida yang tidak dapat larut.
Gypsum dan anhydrit jika jumlahnya melebihi dibandingkan dengan jumlahnya
yang ada didalam tracer akan menyebabkan mengendapnya Ca(OH)2 dan
membuat slug NaOH menjadi tidak efektif. Clay dengan kapasitas pertukaran ion
yang tinggi dapat menghasilkan slug NaOH dengan menukar hidrogen dari
329
sodium. Limestone dan dolomit bersifat tidak reaktif dan reaksi dengan komponen
silika di dalam batu pasir sangat lambat dan tidak lengkap, sedangkan reseistivitas
alkalin dengan batuan reservoir dapat ditentukan di laboratorium.
Dari pengalaman di lapangan, penggunaan Cosurfaktan ini, ternyata dapat
meningkatkan recovery minyak sampai 20% Hal ini disebabkan karena selain ikut
mendesak, surfaktan juga turut melarutkan minyak.
Zat tambahan lain yang sering dipakai adalah larutan elektrolit NaCl yang
digunakan sebagai preflush, untuk menggerakkan air formasi yang tidak cocok
dengan komposisi slug surfaktan.
Injeksi alkaline sebagai salah satu alternatif
injeksi
kimia,
mempunyai
Gambar 3.49.
Recovery Minyak dari Berbagai Pendesakan Kimia
(Green W. Don. and Willhite Paul G. Enhanced Oil Recovery. 2003)
330
Kelebihan injeksi alkaline dalam menutupi kebutuhan injeksi lainnya sehubungan dengan permasalahan teknis, adalah karena injeksi alkaline baik pada
kondisi :
Gravity dari menengah sampai tinggi (13 - 35API).
Viskositas tinggi (sampai 200 cp).
Salinitas cukup tinggi (sampai 20000 ppm).
Gambar 3.50.
Perbandingan pH Secara Umum yang Digunakan Pada Injeksi Alkaline
(Clark, N.J., Fundamental of Reservoir Handbook. 1969)
331
332
B. Karakteristik Reservoir
Pada injeksi alkalin perolehan minyak tergantung kepada interaksi antara
bahan kimia yang ditambahkan dengan fluida reservoir. Bahan kimia ini penting
untuk bertahan cukup lama supaya dapat kontak sebanyak-banyaknya dengan
fluida reservoir. Hal-hal yang perlu diperhatikan sehubungan dengan pengaruh
karakteristik reservoir ini adalah :
1. Struktur dan Geologi Reservoir
Dalam kaitannya dengan efisiensi pendesakan injeksi alkalin, hal-hal yang
perlu dihindari adalah :
Ketebalan total reservoir yang jauh lebih besar dari ketebalan minyak.
Luas zona minyak yang kecil atau zona minyak yang tipis di atas aquifer
yang tebal.
333
Tabel III-2.
Famili Hidrokarbon yang Penting Pada Mekanisme injeksi Alkalin
(Septoratno S., Dr. Ir. Diktat Kuliah Teknik Produksi Sekunder. Bandung: 1986)
Mekanisme
Famili HC
Rumus Molekul
Penurunan
Asam karboksilat
RCOOH
tegangan
Asphalten
RCH2COOH
permukaan
Porphyrin
C34H32N4O4FeCl2
Perubahan
Aldehide
RCOH
kebasahan
Keton
RCOR
Pembentukan
Asam karboksilat
RCOOH
rigid
Nitrogen Organik
RNO2
1.
Komposisi Minyak
Beberapa hasil pengamatan yang penting sehubungan dengan komposisi
minyak serta pengaruhnya terhadap mekanisme injeksi alkalin dapat dilihat pada
Tabel III-2.
2. Komposisi Air Formasi dan Air Injeksi
Kadar padatan yang terlarut yaitu berupa senyawa garam atau berupa ion
bebas baik pada air formasi maupun pada injeksi air sama-sama mempengaruhi
terhadap mekanisme injeksi dan konsumsi alkalin. Reaksi antara NaOH dengan
ion kalsium dan magnesium akan membentuk sabun kalsium dan magnesium,
akan tetapi keduanya bukan zat aktif permukaan, sehingga akan mengurangi slug
NaOH dan tegangan antar muka akan naik dengan keberadaan kedua ion tersebut.
Hasil percobaan di laboratorium menyatakan bahwa kadar kalsium yang diijinkan
pada air injeksi adalah 70 ppm dan ion magnesium sampai 700 ppm, sedangkan
kadar kalsium yang diijinkan pada air formasi sampai 500 ppm.
Pada jumlah tertentu garam NaCl berguna untuk menjunjung mekanisme
dalam injeksi alkalin juga berguna untuk mengurangi konsumsi NaOH.
Kegaraman di reservoir diperlukan pada proses perubahan kebasahan, yaitu
membuat batuan reservoir cenderung menjadi oil-wet, sedangkan pada konsentrasi
yang lebih besar diperlukan untuk terjadinya emulsi air dalam minyak. Pengaruh
NaCl terhadap tegangan antarmuka, Jennings menyatakan bahwa dibawah 20000
334
ppm, adanya NaCl pada air injeksi bukan saja membuat tegangan antarmuka tetap
rendah akan tetpai juga dapat menurunkan keperluan akan konsentrasi NaOH.
335
Keterangan :
R
= milimeter
PV = milimeter
C
= meq NaOH/ml
= gram batuan
336
V
............................................................................................... (3-90)
Pada injeksi air, harga bilangan kapiler sekitar 10-6. Untuk meningkatakan
perolehan minyak, maka harga ini harus dinaikkan menjadi lebih besar dari 10-4.
Bila viskositas dan kecepatan konstan, maka untuk menaikkan bilangan kapiler
dilakukan dengan menurunkan tegangan antarmuka sampai ribuan kali atau lebih.
Kebanyakan minyak mempunyai tegangan antar muka 25 dyne/cm, sedang
dengan injeksi alkalin dapat mencapai 0,001 dyne/cm.
Mekanisme ini berkaitan dengan bilangan asam, gravitasi dan viscositas.
Bilangan asam adalah sejumlah miligram Kalium hidroksida (KOH) yang
diperlukan untuk menetralisasikan satu gram minyak mentah (ph menjadi 7.0).
Untuk hasil yang baik setidaknya mempunyai bilangan asam 0,5 mg KOH/gr
minyak mentah atau lebih.
B. Emulsifikasi
Pada pH, konsentrasi NaOH dan salinitas yang optimum serta konsentrasi
asam pada minyak di reservoir uang mencukupi akan menyebabkan terjadinya
emulsifikasi di formasi. Hasil penelitian laboratorium menunjukkan bahwa
dengan menginjeksikan emulsi minyak dalam air (water in oil emulsion) hasilnya
337
akan lebih baik dibanding injeksi dengan air. Peningkatan perolehan minyak yang
sama dapat terjadi jika emulsi tersebut dapat dibangkitkan di formasi.
Ada dua sistem pengaliran emulsi, yaitu emulsifikasi entrainment
(emulsifikasi dan penderetan) serta emulsifikasi entrapment (emulsifikasi dan
penjebakan). Emulsifikasi entrainment yaitu bila emulsi yang terjadi akibat reaksi
NaOH dengan minyak di reservoir, kemudian emulsi tersebut masuk ke dalam air
injeksi dan mengalir bersamanya sebagai minyak-minyak yang halus. Alkalin
mempunyai sifat dapat mencegah minyak menempel pada permukaan pasir.
Kondisi tersebut diperlukan selama penderetan kontinyu terjadi untuk
mempertahankan tegangan antar muka yang rendah saat campuran bergerak
melewati reservoir.
Emulsifikasi entrapment
C. Perubahan Kebasahan
Tenaga kapiler cenderung untuk menahan minyak pada media berpori. Hal
ini dapat dikurangi, dihilangkan atau diubah dengan mekanisme perubahan
kebasahan. Pada injeksi alkalin ada dua kemungkinan terjadinya perubahan
kebasahan, yaitu perubahan kebasahan dari water-wet menjadi oil-wet dan
sebaliknya.
338
339
rendah
karena
adanya
perbandingan
mobilitas
yang
tidak
sebagai
Kw@ Sor
w
M
.................................................................................... (3-91)
Ko @ Swi
o
Polimer dapat memperbaiki perbandingan mobilitas, sehingga dapat
meningkatkan effisiensi penyapuan dan juga effisiensi pendesakan dalam
reservoir.
340
Gambar 3.51.
Rumus Dasar Acrylamide
(Dr. Ir. Septoratno S., Ir. Dedy K., M.Sc. Enhanced Oil Recovery.1999)
Gambar 3.52.
Rumus Dasar Polymer Secara Kimiawi
(Dr. Ir. Septoratno S., Ir. Dedy K., M.Sc. Enhanced Oil Recovery.1999)
341
2.
3.
342
4.
5.
Reservoir dengan daya dorong air yang produksi air awalnya kecil atau tidak
ada sama sekali.
B. Rheologi
Larutan polimer yang terdiri atas molekul-molekul raksasa merupakan
fluida non Newtonion, sehingga kelakuan alirannya terlalu kompleks untuk
dinyatakan dalam satu parameter, yaitu viskositas. Rheologi larutan meliputi :
Aliran laminer
w kw / w
...................................................................................(3-92)
p k p / p
C. Ukuran Polimer
Ukuran polimer dapat ditentukan secara matematis atau melakukan
percobaan. Flory (1953) merumuskan untuk polimer non-ionik :
r 2 8(W)
.................................................................................... (3-93)
r 2 6 s 2 ....................................................................................... (3-94)
Keterangan:
W
= viscositas pelarut
= konsentrasi polimer
s
c 0 c s
= lim
343
2.
3.
Injeksi dengan minyak mentah reservoir sampai saturasi air sisa tercapai.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
344
Gambar 3.53.
Mekanisme Injeksi Polymer
(Dr. Ir. Septoratno S., Ir. Dedy K., M.Sc. Enhanced Oil Recovery.1999)
345
Gambar 3.54.
Diagram Sistem Pencampur Polymer Kering
(Dr. Ir. Septoratno S., Ir. Dedy K., M.Sc. Enhanced Oil Recovery.1999)
346
347
satu sumur menyebabkan perubahan aliran di semua sumur yang lain karena laju
alir total tetap konstan. Namun sistim ini tetap bekerja jika cukup monitoring
terhadap laju injeksi pada masing-masing sumur.
Injeksi polimer polycrylamide memerlukan larutan khusus dalam masalah
pengontrolan laju injeksi. Polimer-polimer tersebut rentan terhadap penurunan
shear pada saat melewati throttling valve. Cara yang umumya digunakan untuk
mengontrol rate (kecepatan) adalah penempatan tubing panjang dengan diameter
relatif kecil. Karena polimer-polimer sedikit sensitif terhadap viscous shear
daripada viscoelastic shear di dalam pipa orifice atau peralatan yang serupa,
tubing-tubing tersebut menyempurnakan sasaran (tujuan) kontrol aliran tanpa
menurunkan kualitas polymer.
Diameter tubing dihitung berdasarkan shear rate untuk laju alir yang
diinginkan, sedangkan panjang coil (tubing) dihitung berdasarkan tekanan yang
harus dihilangkan sebelum memasukkan wellhead.
Gambar 3.55.
Diagram Sistem Manifold Distribusi Injeksi Fluida
(Dr. Ir. Septoratno S., Ir. Dedy K., M.Sc. Enhanced Oil Recovery.1999)
348
349
ke dalam reservoir untuk mengurangi tegangan antarmuka antara minyak dan air,
sehingga dapat meningkatkan perolehan minyak.
Pada konsep kedua, larutan surfactant dengan konsentrasi yang lebih tinggi
diinjeksikan ke dalam reservoir dalam jumlah yang relatif kecil (3 20% PV).
Dalam hal ini, micelles yang terbentuk bisa berupa dispersi stabil air di dalam
hidrokarbon atau hidrokarbon di dalam air.
3.3.2.3.1. Sifat-Sifat Surfactant
Surfactant adalah bahan kimia yang molekulnya selalu mencari tempat
diantara dua fluida yang tidak mau bercampur dan surfactant mengikat kedua
fluida tersebut menjadi emulsi. Surfactant yang berada di dalam slug harus dibuat
agar membentuk micelle, yaitu surfactant yang aktif dan mampu mengikat air dan
minyak pada konsentrasi tertentu. Jika konsentrasinya masih kecil, maka
campuran surfactant tersebut masih berupa monomor (belum aktif). Untuk itu
setiap slug perlu diketahui CMC-nya (Critical Micelles Cocentration) yaitu
konsentrasi tertentu, sehingga campuran surfactant yang semula monomor
berubah menjadi micelle.
Surfactant yang umum dipakai dalam proses eksploitasi EOR adalah
sodium sulfonate yang ionik bermuatan negatif. Sedangkan jenis lain jarang
dipakai. Larutan surfactant yang biasa digunakan di lapangan untuk pendesakan
minyak sisa hasil pendorongan air, terdiri dari komponen surfactant, air, minyak
dan alkohol sebagai cosurfactant. Campuran cairan surfactant ini diijeksikan ke
dalam reservoir sebagai slug kemudian didorong oleh larutan polimer untuk
memperbaiki mobilitas aliran, selanjutnya diikuti pendorongan air agar hemat
bahan polimer. Slug yang biasa digunakan dari 5 - 15 % PV (Pore Volume),
diharapkan kemampuannya menghasilkan tambahan perolehan diatas perolehan
jika digunakan secondery recovery.
350
A. Adsorbsi
Persoalan yang dijumpai pada injeksi surfactant adalah adsorbsi batuan
reservoir terhadap larutan surfactant. Adsorbsi batuan reservoir pada slug
surfactant terjadi akibat gaya tarik-menarik antara molekul-molekul surfactant
dengan batuan reservoir dan besarnya gaya ini tergantung dari besarnya afinitas
batuan reservoir terhadap surfactant. Jika adsorbsi yang terjadi kuat sekali, maka
surfactant yang ada dalam slug surfactant menjadi menipis, akibatnya kemampuan
untuk menurunkan tegangan permukaan minyak-air semakin menurun.
Mekanisme terjadinya adsorbsi adalah sebagai berikut, surfactant yang
dilarutkan dalam air yang merupakan microemulsion diinjeksikan ke dalam
reservoir. Slug surfactant akan mempengaruhi tegangan permukaan minyak-air,
sekaligus akan bersinggungan dengan permukaan butiran batuan. Pada saat terjadi
persinggungan ini molekul-molekul surfactant akan ditarik oleh molekul-molekul
batuan reservoir dan diendapkan pada permukaan batuan secara kontinyu sampai
mencapai titik jenuh. Akibatnya kualitas surfactant menurun karena terjadi
adsorbsi sehingga mengakibatkan fraksinasi, yaitu pemisahan surfactant dengan
berat ekivalen rendah didepan dibandingkan dengan berat ekivalen tinggi.
B. Konsentrasi Slug Surfactant
Konsentrasi surfactant juga berpengaruh besar terhadap terjadinya adsorbsi
batuan reservoir pada surfactant. Makin pekat konsentrasi surfactant yang
digunakan, maka akan semakin besar adsorbsi yang diakibatkannya mencapai
titik jenuh.
C. Clay
Terdapatnya clay dalam reservoir harus diperhitungkan karena clay dapat
menurunkan recovery minyak, disebabkan oleh sifat clay yang suka air (Lyophile)
menyebabkan adsorbsi yang terjadi besar sekali. Untuk reservoir dengan salinitas
rendah, peranan clay ini sangat dominan.
D. Salinitas
Salinitas air formasi berpengaruh terhadap penurunan tegangan permukaan
minyak-air oleh surfactant. Untuk konsentrasi garam-garam tertentu, NaCl akan
351
Gambar 3.56.
Diagram Sistem Perlakuan Air
(Dr. Ir. Septoratno S., Ir. Dedy K., M.Sc. Enhanced Oil Recovery.1999)
352
Gambar 3.57.
Diagram Sistem Pencampuran Slug Surfactant
(Dr. Ir. Septoratno S., Ir. Dedy K., M.Sc. Enhanced Oil Recovery.1999)
Garam sodium dan potasium dari asam lemak rantai lurus (soaps).
353
N-acyl-n-alkyltaurates.
Ester sulfosuccinate.
j.
k. Isethionates.
l.
m. Perfluorinated anion.
2.
Kation
a.
b.
c.
d.
e.
f.
Amine Oxides.
3. Nonion
a.
b.
c.
Polyoxythelenated mercaptans
d.
e.
f.
4. Amphoterik
Surfactant jenis ini mengandung dua atau lebih aspek jenis lain. Sebagai
contoh amphoterik mungkin mengandung anion group dan non polar group.
354
Surfactant jenis ini tidak pernah digunakan dalam perolehan minyak. Termasuk
dalam surfactant ini adalah jenis-jenis aminocarboxylic.
B. Kuantitas Surfactant
Kuantitas surfaktan adalah penentuan volume surfaktan yang dibutuhkan
dalam pendesakan agar residual oil yang tertinggal dapat didesak dengan cara
menurunkan tegangan permukaan. Slug surfaktan yang digunakan jangan terlalu
banyak karena tidak ekonomis dan sebaliknya jangan terlalu sedikit karena
mengakibatkan permukaan minyak tak semuanya dilalui.
Penentuan slug surfaktan ini dapat dilakukan di laboratorium atau dengan
cara lain seperti yang telah dikemukakan oleh Taylor dan dikembangkan oleh
Aris. Cara ini menunjukkan hubungan antara jarak yang ditempuh dengan
konsentrasi larutan surfaktan, yaitu :
c
2c
k 2 ............................................................................................ (3-95)
t
x
Keterangan :
C
= jarak, cm.
Core yang diinjeksi dengan surfaktan kemudian dicatat seberapa jauh jarak
yang ditempuh surfaktan, dimulai dari titik injeksi sampai injeksi mencapai 10%
dan 90% pore volume.
Solusi dari Persamaan (4-58) adalah sebagai berikut x
x1
C 0.5 1 erf
2 KT
.................................................................. (3-96)
Keterangan :
1 X X10
K 90
............................................................................ (3-97)
t 3.625
X90 dan X10 adalah jarak yang ditempuh surfaktan bertepatan dengan
injeksi surfaktan mencapai 90 dan 10 % pore volume dari titik injeksi. Untuk
aplikasi lapangan, maka volume surfaktan yang diperlukan dapat ditentukan dari :
355
Vp
356
kelarutan yang baik dalam minyak atau air dan tak terlalu terpengaruh oleh
absorbsi batuan reservoir serta tahan terhadap kontaminasi garam-garam formasi
dan pengaruh mineral-mineral clay, maka perlu ditentukan berat ekuivalennya
yang optimum.
Hasil penelitian Gale dan Sandvick, memberikan suatu recovery minyak
yang tertinggi dapat dicapai dengan surfaktan yang mempunyai berat ekuivalen
antara 375 - 475, seperti terlihat pada Gambar 3.58.
Gambar 3.58.
Hubungan Berat Ekuivalen Dengan Recovery Minyak yang Dihasilkan
(Gale W.W. and Sandvick E.I. Tertiary Surfactant Flooding: Petroleum Sulfonate Composition - Efficacy Studies. 1973)
357
Tabel III-3.
Bahan Dasar Injeksi Surfactant
(Gale W.W. and Sandvick E.I. Tertiary Surfactant Flooding: Petroleum Sulfonate Composition - Efficacy Studies. 1973)
Jenis Surfaktan
Berat Ekuivalen
first benzene
second benzene
third benzene
fourth benzene
benzene residu
first chloroform
second chloroform
third chloroform
chloroform residu
first water
second water
third water
fourth water
fifth water
sixth water
waterresidu
623
602
521
468
400
496
460
410
342
260
284
309
323
348
369
428
358
surfactant,
diperlukan sistem penanganan yang tepat, antara lain harus memakai water
treatment dan sistem pencampuran slug surfactant. Fasilitas water treatment
diperlukan untuk menghilangkan kation-kation yang merugikan seperti Ca2+,
Mg2+ dan ion besi dengan ion-ion natrium dari pelembut air (water softener).
Gravity
> 25 API
359
Viskositas
< 30 cp
Kandungan klorida
Saturasi minyak
>30% PV
Tipe fomasi
diutamakan sandstone
Ketebalan formasi
> 10 ft
Permeabilitas
> 20 md
Kedalaman
< 8000 ft
Temperatur
< 175 F
4. Batasan lain
Salinitas lebih kecil dari 20000 ppm dan kandungan ion divalen (Ca
dan Mg) lebih kecil dari 500 ppm.
Hill et ell dari Shell (1973) melakukan tiga prosedur seleksi yang berbeda :
360
2.
Marathon
Surfactant yang digunakan untuk proyek di M-1 Illionis dibuat di Robinson
Refinery dan Denver Research Centre. Beberapa variabel yang diteliti untuk
mendapatkan optimasi slug meliputi bahan baku, additive bahan kimia,
konsentrasi surfactant, pH, kation molekul sulfonat, serta tipe dan tingkat
cosurfactant. Batasan pada desain ini antara lain adalah bahwa slug dibuat di
Robinson Refinery, viscositas slug tidak lebih dari 40 cp, dan penyangga
(buffer) mobilitas menggunakan poliakrilamid dow (polymer).
Uji desain dilakukan pada kondisi reservoir. Semua uji injeksi menggunakan
sampel batuan reservoir yang diambil dari reservoir. Crude oil yang
digunakan yaitu minyak sweet Illionis diambil dari empat tempat yang
berbeda dalam satu daerah dan memiliki API 360, viscositas 5 6 cp pada
temperatur 720 F. Fluida micellar polymer diinjeksi ke dalam sumur 1/8 in
dengan laju injeksi konstan.
361
digunakan untuk
menghilangkan bermacam-macam
kation
362
kecuali cosurfactant, diukur didalam tangki pencampur yang luas dimana mereka
tercampur sampai menjadi homogen.
Filtrasi diperlukan slug yang umumnya memanas sebelum dipompa
melewati filter. Dengan memanaskan lebih dahulu mempunyai beberapa maksud,
menstabilkan slug, memperbaiki penyaringan yang menyebabkan turunnya
viskositas slug dan mengurangi kemungkinan terendapkannya parafin di dalam
sumur injeksi. Setelah filtrasi, Cosurfactant yang hampir selalu alkohol, terukur di
dalam slug. Cosurfactant menaikkan kesetabilan micellar dan secara serempak
merubah viskositas untuk memenuhi kebutuhan mobilitas di dalam reservoir. Slug
tersebut biasanya ditempatkan di dalam tangki penyimpanan preinjection sebelum
diijeksikan di dalam sumur. Sebuah pompa positive displacement digunakan
untuk mengnjeksikan slug pada laju alir seperti sebelumnya.
C. Sistem Injeksi Fluida
Injeksi fluida ke dalam reservoir dengan melslui beberapa sumur
umumnya dilakukan dengan memakai sistem manifold. Karena biasanya
digunakan pompa positive displacement untuk menginjeksikan fluida di dalam
reservoir, laju aliran volumetris total dapat dikontrol, untuk melihat program
injeksi secara keseluruhan. Gambar 3.59 menggambarkan penginjeksian
surfactant ke dalam reservoir suatu lapangan.
Tanpa alat pengontrol aliran pada masing-masing sumur, aliran relatif
ditentukan dengan mengukur daya tahan aliran dalam aliran masing-masing sumur
injeksi. Untuk mengimbangi injeksi yang tak terkontrol, dibutuhkan beberapa
jenis kontrol aliran pada masing-masing sumur.
Jika fluida yang diinjeksikan adalah atau slug tercampur (miscible slug),
throttling valve sederhana cukup untuk mengukur aliran. Jika sejumlah sumur
mendapat fluida dari satu pompa dalam jumlah yang besar, alat-alat pengontrol
dapat menjadi tidak stabil karena seluruh sistem saling berhubungan. Perubahan
sedikit saja pada perawatan throttling pada sumur menyebabkan perubahan aliran
di sebuah sumur yang lainnya, karena laju alir total tetap konstan. Namun sistem
ini tetap dapat bekerja jika cukup memonitoring terhadap laju injeksi pada
masing-masing sumur.
363
Gambar 3.59.
Mekanisme Injeksi Surfactant
(Clark, N.J., Elements of Petroleum Reservoir. 1969)
thermal
adalah
salah
satu
metode
EOR
dengan
cara
364
Injeksi panas dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu injeksi fluida
panas (injeksi air panas dan injeksi steam) dan in-situ combustion (pembakaran di
tempat).
Sebelum membicarakan tentang injeksi thermal lebih lanjut, maka perlu
mengetahui dasar-dasar perpindahan panas dan beberapa faktor yang berpengaruh
dalam injeksi thermal.
3.3.3.1. Konsep Dasar Perpindahan Panas
Perpindahan panas dapat didefinisikan sebagai transmisi energi dari suatu
daerah ke daerah lain sebagai akibat adanya perbedaan temperatur diantara kedua
daerah tersebut.
A. Konduksi
Konduksi adalah proses perpindahan panas dimana panas mengalir dari
daerah bertemperatur tinggi ke daerah bertemperatur rendah. Di dalam satu zat
(padat, cair atau gas).
Persamaan dasar perpindahan panas secara konduksi diusulkan pertama
kali oleh J.B.J Fourier (1822). Persamaan ini menyatakan bahwa laju perpindahan
panas oleh konduksi dalam suatu zat (Qk) adalah sama dengan perkalian ketiga
besaran berikut :
Konduktivitas panas dari zat, k (BTU/jam-ft-F).
Luas penampang dalam zat (diukur tegak lurus terhadap arah aliran panas), A
(ft).
Gradien temperatur dT/dx (oF/ft), yaitu laju perubahan temperatur T dalam
arah aliran x.
Maka :
365
B. Konveksi
Konveksi adalah proses transfer energi yang disebabkan oleh aksi serentak
dari kegiatan-kegiatan konduksi, penyimpanan energi dan gerakan aduk.
Konveksi merupakan mekanisme perpindahan panas yang terpenting antara suatu
permukaan benda padat dengan cairan atau gas. Laju perpindahan panas konveksi
dapat dihitung dengan persamaan :
Qc = hc A T .................................................................................. (3-100)
Keterangan :
Qc
Hc
(dimensi dan bentuk permukaan), kecepatan aliran konveksi, sifat fisik fluida,
perbedaan temperatur.
366
dQ
= massa, lb.
dT
= densitas (lb/ft3).
= saturasi, fraksi.
C0
0.388 0.00045 T
...................................................................... (3-103)
0.016 0 0.5
Keterangan :
C0
= temperatur, oF.
Panas spesifik air yang barada dalam interval temperatur 100 500 0F,
dapat dihitung dengan persamaan :
Cw 1.0504 6.05 104 T 1.79 106 T 2 ............................................ (3-104)
367
B. Konduktivitas Panas
Konduktivitas panas dari kebanyakan batuan akan mengecil dengan
naiknya temperatur. Konduktivitas panas adalah sifat yang menunjukkan jumlah
aliran panas yang menembus satu satuan luas penampang yang tegak lurus
terhadap aliran sebagai akibat adanya satu satuan gradien temperatur dalam satuan
waktu. Persamaan dasar konduktivitas panas berdimensi satu adalah :
Qk
........................................................................................ (3-105)
dT
A
dx
Keterangan :
K
Qk
didapat
menunjukkan
bahwa
saturasi
cairan
akan
memperbesar
Ktr adalah konduktivitas panas radial dari formasi yang besarnya seperti
yang diusulkan oleh Adivarahan, Kunii, dan Smith, yaitu :
10
............................................................... (3-107)
K tf 251 exp
1
Sedangkan Ktf sesuai dengan yang diusulkan oleh Grover dan Knudsen,
yaitu :
368
1 0
w
Ktf Kto Ktw
........................................................... (3-108)
K o K
to tw
w
Keterangan :
Kte
Ktr
Ktf
Kto
Ktw
C. Difusivitas Panas
Difusivitas panas adalah perbandingan antara konduktivitas panas dengan
hasil kali antara densitas dan kapasitas panas. Dinyatakan dalam persamaan :
= Kh / (c) ...................................................................................... (3-109)
Keterangan :
Kh
ko dP
............................................................................... (3-110)
o dx
369
Keterangan :
dP/dx = gradient tekanan, psi/ft.
Vo
370
Qsurface
2 Kins l Ti To
............................................................... (3-111)
ro Kins
ln
ri ho ro
Keterangan :
Kins
= panjang pipa,ft.
Ti
To
ro
ri
ho
Qwb
2 rto to Kh
l2
Tst bl a ............................................. (3-112)
Kh rto to
2
Keterangan :
QWb = laju kehilangan panas didasar sumur, BTU/jam.
rto
371
to
Kh
f(t)
Tst
Wc 1
1 td
t
e erfc tD 2 D 1 .............................................. (3-113)
tD
Keterangan :
tD
= tak berdimensi.
= waktu, hari.
Qo
7,08 k o h (Pe - Pw )
............................................................. (3-114)
re
o ln
re
372
dalam persamaan tersebut, laju produksi merupakan fungsi dari mobilitas minyak
(ko/o), di mana dengan viskositas yang kecil laju produksi akan naik.
Huff and Puff merupakan salah satu metode stimulasi termal untuk
menaikan laju produksi minyak. Kenaikan laju produksi minyak dapat dilihat
pada Gambar 3.60.
Gambar 3.60.
Peningkatan Minyak dengan Injeksi Steam Bersiklus
(Dr. Ir. Septoratno S., Ir. Dedy K., M.Sc. Enhanced Oil Recovery.1999)
Injeksi steam bersiklus berbeda dengan steam drive. Dalam proses steam
drive, seluruh batuan reservoir dipanasi secara terus-menerus, sedangkan steam
bersiklus, steam diinjeksikan melalui sumur produksi dan penginjeksian dilakukan
dalam beberapa hari atau beberapa minggu, kemudian sumur didiamkan atau
dikenal dengan periode perendaman (soak period)
373
Gambar 3.61.
Stimulasi Huff-Puff
(http://www.sunshineoilsands.com/uploads/images/ops/cyclic.jpg)
2.
374
3.
4.
375
2.
3.
4.
Kerugian :
1. Laju panas yang dibangkitkan oleh pemanas lubang sumur dibatasi oleh
temperatur maksimum di mana pemanas tersebut dapat dioperasikan
secara aman.
2. Adanya kerusakan logam pada daerah pemanasan, kerusakan tersebut
harus dicegah.
3. Temperatur yang tinggi dapat meningkatkan laju korosi pada lingkungan
dasar sumur
4. Panas yang berlebihan dapat mengakibatkan timbulnya endapan organik
atau kerak arang (coking) yang merusak produktivitas serta menghalangi
perpindahan panas dari alat pemanas ke fluida yang dipanasi.
376
Zona I :
Massa dari minyak yang terperangkap berkurang selama temperatur
bertambah.
Kehilangan panas dari daerah panas ke sekeliling formasi mengakibatkan
berkurangnya temperatur yang banyak dalam arah aliran, tetapi tidak
mempengaruhi laju kemajuan zona tersebut.
Zona II :
Minyak ditempat didesak oleh air pada temperatur yang sama.
Saturasi minyak sisa dari zone II sama dengan jika dilakukan injeksi air dingin.
Penambahan keuntungan dari injeksi air panas biasanya terjadi setelah
breakthrough air dingin pada sumur produksi dan kenaikan recovery minyak
biasanya disertai dengan tingginya WOR (water oil ratio).
Proses pendesakan panas sangat simpel dan dapat berfungsi sebagai water
flood.
2.
3.
2.
3.
Pada sand yang tipis, sejumlah panas akan hilang pada overburden dan
underburden, hal ini akan menjadi kritis apabila formasi underburden dan
overburden berupa shale.
4.
Kehilangan panas cukup besar pada rate injeksi rendah dan formasi sand yang
tipis.
377
Keterangan :
cm
co
cw
Sor
Vt
Vtr
378
= porositas, fraksi.
Pertama kali minyak akan di desak oleh air dingin sebelum front panas
sampai. Air panas akan mendingin lebih cepat dalam jari-jari yang kecil (small
fingers), sehingga panas berjalan lambat dalam reservoir.
Ulah dini dari hot water drive lebih buruk daripada cold water drive sebab
hot water kurang viscous dibandingkan dengan cold water tetapi hakekatnya
masih mendorong minyak dingin. Berangsur-angsur kemudian kehilangan panas
dari hot water channels akan menambah temperatur reservoir dengan cara
konduksi. Hal ini akan mengurangi viscositas minyak dan meningkatkan efek
water drive.
Dalam hot water channels, temperatur yang lebih tinggi akan mengurangi
oil/water viscosity ratio. Akibatnya pendeskan lebih efektif dan saturasi minyak
yang tersisa lebih rendah pada bagian yang tersapu dari lapisan minyak.
Penambahan keuntungan dari injeksi air panas biasanya terjadi setelah
breakthrough air dingin pada sumur produksi, dan kenaikkan recovery minyak
biasanya disertai dengan tingginya WOR (Water Oil Ratio).
Perencanaan dan Pelaksanaan Injeksi Air Panas
Pelaksanaan dari injeksi ini adalah setelah sejumlah air yang diperlukan
untuk injeksi, dipanaskan dalam pemanas air yang telah disediakan, sampai lebih
tinggi daripada temperatur reservoir mula-mula tetapi lebih kecil daripada
temperatur penguapan air. Kemudian dengan bantuan kompresor fluida
diinjeksikan ke dalam sumur injeksi menuju reservoir sebagai target. Setelah
sampai pada target yang diharapkan, maka panas yang terkandung dalam air panas
akan berpindah ke sebagian besar fluida reservoir itu, sehingga temperatur fluida
reservoir akan naik. Dengan naiknya temperatur fluida temperatur fluida reservoir,
maka viscositas minyak akan mengecil dan mobilitas fluida reservoir akan naik
lebih besar dari fluida pendesak. Sehingga fluida yang didesak akan lebih mudah
bergerak ke sumur produksi.
379
380
laju injeksi yang konstan didapat penyelesaian persamaan daerah terpanasi A(t)
untuk jangka waktu t adalah :
Ho Mh x 2
2x
e erfc x
A(t )
1 ............................................. (3-116)
2
4
K
he
dengan :
2 Khe
x
Mh
12
t , tidak berdimensi.
M 1 Cr Sw w Cw S0 0 C0 , BTU/ft3-0F.
erf ( x)
exp (t ) dt
erfc ( x) 1 erf ( x)
Keterangan :
A(t)
Ho
Khe
= Ti - Tres, 0F.
Ti
Tres
= saturasi, fraksi.
= waktu, jam.
erf (x)
381
Ho t x 2
2x
e erfc x
Vst
1 ................................................. (3-117)
2
M x T
Pada proyek injeksi uap dalam prinsip desaturasi maupun kerja torak
diambil anggapan bahwa setelah steam breakhthrough tidak ada lagi produksi
minyak. Dalam hal ini Volek den Pryor, untuk peramalan recovery menyatakan
bahwa minyak yang diproduksikan sama dengan volume zone uap sampai saat
breakhthrough yang diekuivalenkan dengan bulk volume pattern berbentuk radial
dikalikan dengan sweep efficiencynya.
Dalam hal ini Volek den Pryor mengemukakan suatu persamaan untuk
menghitung produksi kumulatif minyak (Np), dengan anggapan bahwa
reservoirnya
homogen
dan
isotropik,
ketebalan
lapisan
merata
serta
Np
hn So Sor Vst
......................................................... (3-118)
ht Bo 5.6146
Keterangan :
Np
hn
ht
Vst
382
Dengan suplai panas yang kontinyu, temperatur air tidak berubah sampai
seluruh air diubah menjadi uap. Jumlah panas 1 (BTU/lb) yang diperlukan untuk
mengubah air dari air cairan pada temperatur ts dan tekanan Ps menjadi uap pada
temperatur dan tekanan yang sama disebut entalpi penguapan atau panas laten
penguapan. Uap pada ts dan Ps disebut uap tersaturasi. Kandungan panasnya
merupakan entalpi uap dan diberikan dalam persamaan : hs = hw + 1.
383
B. Model Willman et al
Hampir sama dengan model Marx dan Langenheim. Model ini menghitung
ukuran daerah penyapuan pada suatu waktu sejak permulaan injeksi uap. Untuk
memprediksi perolehan minyak digunakan model saturasi Buckley-Leverett.
Willman juga melakukan studi percobaan untuk memperkirakan kelakuan
lapangan pada proses injeksi panas. Kesimpulan yang didapat adalah :
Injeksi uap memiliki perolehan minyak yang lebih banyak dibandingkan
dengan injeksi air biasa.
Perolehan meningkat karena adanya penurunan viskositas dan ekspansi
panas minyak.
Injeksi digunakan khususnya untuk minyak kental karena dapat
menurunkan perbandingan viskositas minyak-air dengan tajam.
Perolehan dengan injeksi uap lebih tinggi dibandingkan dengan injeksi air
panas.
Minyak terproduksi sesaat sebelum uap breakthrough memiliki API yang
lebih rendah dibandingkan dengan OOIP karena distilasi uap.
Prosentase peningkatan dalam perolehan minyak dengan tekanan dan
temperatur uap tinggi lebih rendah
384
385
sumur (tergantung dari temperatur uap mula-mula dan laju penurunan tekanan),
uap akan mencair dan membentuk hot water bank.
Pada zona uap, minyak tergiring oleh distilasi dan pendorongan uap. Pada
hot water, perubahan sifat-sifat fisik minyak dan batuan reservoir mempengaruhi
dan menghasilkan perolehan minyak. Perubahan tersebut adalah ekspansi panas
dari minyak, penurunan viskositas dan saturasi minyak sisa dan merubah
permeabilitas relatif.
yang
ditimbulkan
memberi
efek
penurunan
viskositas,
pengembangan dan destilasi minyak dengan efek gas drive dan solvent extraction,
semua ini akan menyebabkan minyak terdesak ke sumur produksi.
Berhubung pemakaian in situ combustion memakan biaya yang relatif
besar, maka diharapkan peningkatan recovery yang lebih besar den lebih cepat.
Untuk memenuhi alasan ini keadaan reservoir (sifat batuan, sifat fluida reservoir,
ukuran reservoir dan kedalaman lapisan) sangat menentukan keberhasilan in-situ
combustion. Secara teknis, metoda ini dapat dikatakan berhasil bila pembakaran
dapat berlanjut sampai sumur produksi, dan ini dapat tercapai apabila :
Reservoir dapat menyediakan cukup bahan bakar untuk proses
pembakaran.
Pembakaran tidak padam oleh hilangnya panas dan liquid blocking.
Sedangkan kriteria kondisi reservoir yang cocok untuk metoda ini adalah :
API gravity minyak 25.
386
Gambar 3.62.
Mekanisme In-Situ Combustion
(Gomma E.E. Optimization of Steamflood Development. 1975)
387
Gambar 3.63.
Proses Forward Combustion
(http://www.oilfieldwiki.com/w/images/thumb/3/3b/S3.jpg/400px-S3.jpg)
A.
Dry Combustion
Pada dry combustion, injeksi udara kering dilakukan melalui sumur injeksi
udara ini akan bereaksi dengan bahan bakar di reservoir, dimana campuran ini
pada temperatur tertentu akan terbakar (menyala).
Daerah didepan muka pembakaran akan naik temperaturnya dan dengan
adanya udara bercampur dengan bahan bakar, perambatan pembakaran akan
terjadi. Dibagian lain, daerah dibelakang muka pembakaran, pembakaran akan
berlangsung terus hingga bahan bakar di daerah tersebut habis.
Karena pembakaran ini akan mengambil O2 dari udara injeksi, maka udara
yang sampai didepan muka pembakaran merupakan udara sisa. Hal ini merupakan
kelemahan pemakaian dry combustion pada reservoir yang mengandung bahan
bakar dalam jumlah yang besar, karena untuk mendapatkan laju pembakaran
minimum diperlukan laju injeksi udara yang besar berarti menaikkan biaya
kompresi udara, dimana biaya ini memegang peranan penting dalam menentukan
keberhasilan proyek secara ekonomis. Di lain pihak, secara teknis, kompresor juga
memiliki kemampuan terbatas.
388
B.
Wet Combustion
Pada wet combustion, udara yang diinjeksikan ke dalam reservoir, bukan
merupakan udara kering tetapi mengandung air. Kegunaan air yang diikutsertakan
pada udara injeksi adalah untuk menaikkan efisiensi panas.
Panas yang ditimbulkan pembakaran pada in situ combustion dimaksudkan
untuk menaikkan temperatur minyak agar viskositas minyak menurun. Zona
pembakaran bergerak lebih lambat dari pergerakan fluida, berarti dibelakang zona
pembakaran diharapkan tidak ada lagi minyak yang bergerak. Daerah dibelakang
zona pembakaran mempunyai temperatur yang sangat tinggi. Apabila dibiarkan,
panas akan menyebar ke lapisan atas dan lapisan bawah dari lapisan sasarannya,
berarti ini merupakan panas yang terbuang. Air yang terkandung dalam udara
injeksi akan menyerap panas dengan efek konduksi, kemudian terjadi penguapan.
Uap yang terjadi akan masuk ke dalam zona pembakaran dan lajunya lebih
besar, sehingga uap akan menembus muka pembakaran dan memasuki daerah
yang lebih dingin. Pada daerah yang lebih dingin ini akan terjadi lagi pelepasan
panas oleh uap air tersebut dan terjadi kondensasi. Jadi dapat dilihat bahwa panas
yang tertinggal pada batuan dibelakang zona pembakaran oleh air yang
terkandung pada udara injeksi dipindahkan ke zona di depan muka pembakaran.
C.
389
390
Gambar 3.64.
Proses Reverse Combustion
(Dr. Ir. Septoratno S., Ir. Dedy K., M.Sc. Enhanced Oil Recovery.1999)
Kecuali untuk minyak yang memberikan coke dalam jumlah kurang dari 1
lb/cuft dan ketebalan reservoir 10 ft atau kurang, pemanasan reservoir dengan
menggunakan injeksi uap lebih murah dibandingkan forward combustion.
2.
Untuk ketebalan, tekanan dan laju injeksi panas yang tertentu, salah satu
proses mungkin dapat lebih murah tergantung pada konsumsi bahan bakar
dan kedalaman reserevoir. Namun jika harga bahan bakar meningkat, biaya
pemanasan dengan menggunakan injeksi uap menjadi lebih besar.
3.
Endapan coke yang semakin meningkat dapat membuat injeksi uap lebih
menguntungkan.
4.
5.
Jika jarak yang harus dipanasi dalam reservoir bertambah, pemanasan dengan
menggunakan combustion lebih menguntungkan.
6.
7.
Jika laju injeksi berkurang, biaya injeksi uap menjadi relatif lebih
menguntungkan dibandingkan dengan udara.
391
2.
3.
Minyak yang kental dan berat cocok untuk in-situ combustion sebab
memberikan bahan bakar yang diperlukan. Tetapi perbandingan udara
terhadap minyak yang dibutuhkan tinggi, sementara harga jual pada
umumnya lebih rendah dibandingkan dengan minyak ringan.
4.
5.
b.
c.
392
d.
e.
f.
B.
Tahap Penyalaan
C.
393
oil akan melakukan reaksi eksoterm. Dalam kondisi temperatur reservoir (100 0F)
reaksi oksidasi crude akan berjalan lambat. Tetapi tahap sebelum penyalaan
memakan waktu yang lama, penyalaan spontan dapat terjadi, ini disebabkan sifat
crude oil untuk melakukan reaksi oksidasi, yaitu dengan naiknya temperatur
reaksi oksidasi akan bertambah cepat.
Ada beberapa jenis crude oil yang dapaat melakukan reaksi oksidasi yang
cukup cepat pada suhu 100 0F. Untuk keadaan seperti ini, dianjurkan untuk
melakukan injeksi pada tahap sebelum penyalaan menggunakan gas yang tidak
melakukan reaksi eksoterm dengan crude oil, seperti halnya udara. Setelah harga
saturasi gas ditetapkan, selanjutnya dilakukan tahap penyalaan.
B. Tahap penyalaan
Dalam tahap ini, daerah penyalaan dekat dengan sumur injeksi dan waktu
untuk mendapatkannya relatif singkat. Bila penyalaan yang terjadi jauh dari sumur
injeksi mengakibatkan terjadinya arah gerak pembakaran balik (reserve
combustion), front bergerak ke arah sumur injeksi. Saat front tiba di sumur
injeksi, temperatur akan tinggi melampaui daya tahan peralatan bawah
permukaan. Bila waktu penyalaan terlalu lama, maka akan memakan biaya
pengeluaran yang lebih besar karena waktu penyalaan dapat mencapai bermingguminggu. Untuk mendapatkan penyalaan yang diinginkan, tersedia beberapa
metode penyalaan dan ini disesuaikan dengan keadaan reservoirnya.
Strange, mengelompokkan metode penyalaan menjadi dua yaitu :
penyalaan spontan dan penyalaan buatan.
Dalam penyalaan spontan, reaksi antara oksigen dengan crude oil dan
panas hasil pembakaran (oksidasi) akan mencapai temperatur nyala dari crude oil.
Sedangkan untuk penyalaan buatan membutuhkan bantuan untuk mencapai
temperatur nyala. Penyalaan ini membutuhkan electrical meter, downhole burner,
hot fluid injection dan chemical. spontan dan penyalaan buatan.
Dalam penyalaan spontan akan terjadi nyala apabila temperatur formasi
telah mencapai temperatur nyala. Waktu yang dibutuhkan untuk mendapatkan
temperatur nyala, oleh Tadema dan Weujama diturunkan dari panas yang dilepas
394
oleh reaksi oksidasi dan absorbsi panas formasi. Persamaannya adalah sebagai
berikut :
2T
1 C1 T0 1 0
B
ti
n B
86400 So o H Ao Px
To
B ............................................... (3-120)
To
Keterangan :
ti
C1
T0
= temperatur mula-mula, K.
A0
= konstanta, K.
= eksponen tekanan.
= panas reaksi,
FX
k cal
.
kg 0C
k cal
.
kg O2
395
Permeabilitas.
Pada pendesakan skala lapangan penuh, permeabilitas yang dianjurkan
tidak kurang dari 1 darcy.
2.
3.
4.
5.
396
B. Parameter Operasi
1.
2.
3.
Sumur-sumur
sering
diatur
sedemikian
rupa
sehingga
dapat
2.
Degradasi hidrokarbon
Jenis hidrokarbon sangat dipengaruhi oleh komposisi dan ikatan kimia. Zobell
(1950) mengamati kemampuan mikroba dalam mendegradasi hidrokarbon.
397
Gambar 3.65.
Bentuk dan Susunan Sel Bakteri
(http://xplankton.blogspot.com/2010/10/sel-bakteri.html)
398
Tabel III-4.
Komposisi Kimia Sel Mikroba
(Dr. Ir. Septoratno S., Ir. Dedy K., M.Sc. Enhanced Oil Recovery.1999)
Unsur
Presentase Berat
Kering (%)
Unsur makro
O
C
H
N
P
S
Unsur mikro
Cl
K
Na
Mg
I
Fe
Trace Element
62
20
10
3
1,14
0,14
0,16
0,11
0,10
0,07
0,014
0,010
0,75
2.
3.
4.
Tidak membutuhkan banyak nutrien, dan lebih baik lagi jika dapat
berkembang pada media garam mineral yang terdapat dalam air formasi
dengan menggunakan bagian dari minyak mentah sebagai sumber karbon dan
energi.
5.
6.
399
7.
efektif, bahkan pada keadaan yang paling baik. Terdapat juga beberapa
kemungkinan kegagalan pada setiap penerapan Enhanced Oil Recovery. Frekuensi
keberhasilan mungkin lebih sedikit daripada prosedur industri yang rutin karena
teknik enhancement yang digunakan pada sumur-sumur yang berbeda hampir
selalu dijalankan pada keadaan yang berbeda pula. EOR bukanlah suatu operasi
yang rutin seperti halnya pembuatan barang-barang di pabrik. Beberapa masalah
yang mungkin terjadi adalah seperti di bawah ini :
1. Penyumbatan formasi.
2. Kondisi geologi yang tidak tepat (patahan, perubahan strategi).
3. Sifat minyak mentah yang tidak tepat.
4. Kontaminasi mikroorganisme lain yang merugikan.
5. Tidak cukup nutrisi.
6. Kegagalan sistem biologi.
2.
Cara kedua adalah dengan penginjeksian bakteri pada sumur injeksi dan
produksi pada jarak tertentu dan selang waktu tertentu.
Untuk mendapatkan bakteri yang kita inginkan sesuai dengan kondisi
400
1.
2.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Penginjeksian.
Penambahan biocide dimaksudkan untuk menghambat pertumbuhan
bakteri serta mengembalikan ke keadaan normal. Untuk itu biocide yang akan
digunakan harus stabil secara kimiawi maupun biologis, tidak terserap oleh batuan
atau terpecah dalam minyak dan dapat mengalir bersama-sama polimer.
401
Asam ini melarutkan matriks batuan sehingga dapat menaikkan porositas dan
permeabilitas batuan.
2. Produksi gas
Produksi CO2 ini pada dasarnya sama dengan CO2 flooding, hanya produksi
gas CO2 hasil fermentasi dan pengaruhnya dapat terjadi pada reservoir dengan
skala yang lebih luas.
3. Produksi pelarut
Produksi pelarut (etanol, butanol aseton dan isoproponal) oleh mikroba
bermanfaat selama proses MEOR sebab senyawa tersebut bercampur
(miscible) dengan minyak, menurunkan viscositasnya dan memperbaiki
mobilitasnya.
4. Produksi surfactant
Produksi surfactant akan menurunkan tegangan antarmuka air-minyak.
5. Penyumbatan selektif
Penelitian
laboratorium
pada
sistem
reservoir
batuan
reservoir
402
Gambar 3.66.
Mekanisme MEOR
(Donaldson, E.C. Microbial Enhanced Oil Recovery. 1982)
403
menutup zone yang memiliki permeabilitas tinggi sehingga aliran dari injeksi air
mampu menembus zone yang sulit tersebut.
Beberapa
organisme
dari
spesien
Clostrida
telah
dicoba
untuk
Tabel III-5.
Mikroorganisme yang Potensi Dalam MEOR
(Dr. Ir. Septoratno S., Ir. Dedy K., M.Sc. Enhanced Oil Recovery.1999)
Spesies
Aerobacter aerogenus
Aeromonas sp.
Acinetobacter calcoacticus
Arthrobacter sp.
Aspergillus sp
Bacillus licheniformis
Bacilus subtillis
Bacilus sp
Brevibacterium sp
Candida Tropicalis
Cellulomonas sp
Clostridium sp
Eschericia sp
Xanthomonas campestris
Reference
Chauhan 1988
Lazar, 1987
Rosemberg et al, 1983
Belsky et al, 1979
Xiu Yuan 1987
Douglas, et al 1988
Jarg et al, 1983
Findley, 1986
Xiu Yuan, 1987
Gutnik, 1984
Xiu Yuan, 1987
Bryant, 1986
Xiu Yuan, 1987
Wulf, 1984
404
405
Gambar 3.67.
Pertumbuhan Mikroba dan Produksi Gas yang Dihasilkan
(Dr. Ir. Septoratno S., Ir. Dedy K., M.Sc. Enhanced Oil Recovery.1999)
Gambar 3.68.
Variasi pH Selama Proses Fermentasi Oleh Mikroba
(Dr. Ir. Septoratno S., Ir. Dedy K., M.Sc. Enhanced Oil Recovery.1999)
406
Gambar 3.69.
Pengaruh Mikroba Terhadap Permeabilitas Relatif
(Dr. Ir. Septoratno S., Ir. Dedy K., M.Sc. Enhanced Oil Recovery.1999)
Gambar 3.70.
Pengaruh Mikroba Terhadap Harga Saturasi Minyak Sisa (Sor)
(Dr. Ir. Septoratno S., Ir. Dedy K., M.Sc. Enhanced Oil Recovery.1999)