Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sejak Tahun 1946 Majelis Umum PBB mengadopsi Resolusi 59 (1)
yang menyatakan bahwa Kebebasan informasi adalah hak asasi yang
fundamental dan merupakan tanda dari seluruh kebebasan yang akan
menjadi titik perhatian PBB. Oleh sebab itu hak atas informasi kemudian
menjadi salah satu hak yang diakui secara internasional, yang diatur dalam
Pasal 19 Deklarasi Universal HAM PBB. Indonesia pun sudah memberikan
pengakuan atas hak informasi sebagaimana diatur dalam konstitusi
Perubahan Kedua Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 (UUD 1945) Pasal 28F yang menyatakan bahwa: Setiap orang berhak
untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan
pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh,
memiliki dan menyimpan informasi dengan menggunakan segala jenis
saluran yang tersedia. Dengan demikian, maka hak atas informasi tidak saja
merupakan hak asasi melainkan juga hak konstitusional rakyat Indonesia.
Esensi dari pengakuan ini adalah bahwa hak atas informasi sebenarnya
merupakan hak yang melekat pada diri setiap manusia baik sebagai warga
negara maupun sebagai pribadi.
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi
Publik (UU KIP) telah disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sejak
30 April 2008 dan mulai berlaku setelah dua tahun diundangkan, tepatnya 30
April 2010. UU KIP adalah undang-undang yang memberikan jaminan
terhadap semua orang untuk memperoleh informasi publik dalam rangka
mewujudkan serta meningkatkan peran serta aktif masyarakat dalam
penyelenggaraan negara, baik pada tingkat pengawasan pelaksanaan
penyelenggaraan negara maupun pada tingkat pelibatan masyarakat dalam
proses pengambilan kebijakan publik.
Jika dilihat dari konteks hubungan antara pemerintah dan warga
negaranya, secara garis besar implikasi penerapan UU KIP tersebut melekat
pada dua pihak, yaitu penyelenggara pemerintahan dan masyarakat atau
publik. Pada pihak penyelenggara pemerintahan, ada beberapa implikasi
penerapan UU KIP, seperti kesiapan lembaga pemerintah untuk
mengklasifikasikan informasi publik menjadi informasi yang wajib disediakan
dan diumumkan secara berkala, informasi yang wajib diumumkan serta
merta, dan informasi yang wajib disediakan. Implikasi lain bagi pemerintah
adalah semua urusan tata kepemerintahan berupa kebijakan-kebijakan publik
harus diketahui oleh publik, termasuk juga isi keputusan dan alasan
pengambilan keputusan kebijakan publik serta informasi tentang kegiatan
pelaksanaan kebijakan publik tersebut beserta hasil-hasilnya harus terbuka
dan dapat diakses oleh publik. Sehingga ada konsekuensi bahwa aparatur
1

pemerintahan atau badan publik harus bersedia secara terbuka dan jujur
memberikan informasi yang dibutuhkan publik.
Terselenggaranya akses informasi dan publikasi dari pemerintah kepada
masyarakat sangat dibutuhkan, terkait proses demokrasi yang menjadi hal utama dalam
menelaah pemerintahan yang baik atau good governance. Governance dinilai baik
atau buruk, antara lain ditentukan oleh unsur transparansi, akuntabilitas, dan
keterbukaan dalam pelaksanaan tugas pemerintahan (Hidayat, 2014)
Rendahnya kualitas pelayanan publik pada era reformasi di
Pemerintahan, merupakan sorotan yang diarahkan kepada birokrasi
pemerintah dalam memberikan palayanan kepada masyarakat. Dalam
pelayanan publik, masyarakat berharap untuk mendapatkan layanan yang
berkualitas dan memuaskan. Di lain pihak pemberi layanan juga mempunyai
standar kualitas dalam memberikan layanan. Kondisi masyarakat yang
semakin kritis, birokrasi pemerintah dituntut harus dapat mengubah posisi
dan peran dalam memberikan pelayanan publik. Terjadi suatu perkembangan
yang sangat dinamis, tingkat kehidupan masyarakat yang semakin baik,
merupakan indikasi dari empowering yang dialami oleh masyarakat. Hal ini
berarti masyarakat semakin sadar akan apa yang menjadi hak dan
kewajibannya sebagai warga negara dalam hidup bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara. Masyarakat semakin berani untuk mengajukan tuntutan,
keinginan dan aspirasinya kepada pemerintah. Masyarakat semakin kritis dan
semakin berani untuk melakukan kontrol terhadap apa yang dilakukan oleh
pemerintah. Sehingga sangat penting adanya keterbukaan informasi publik
pada praktik pelayanan publik sebagai bagian dari bentuk peranan
pemerintah pusat maupun daerah.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu:
1. Untuk mengetahui bagaimana peranan pemerintah dalam
menciptakan keterbukaan informasi publik pada praktik pelayanan
publik.
2. Untuk menjalankan tugas mata kuliah komunikasi administrasi publik

BAB II
ISI
Peranan Pemerintah Dalam Menciptakan Keterbukaan Informasi Publik
Pada Praktik Pelayanan Publik
Informasi merupakan kebutuhan pokok setiap orang bagi
pengembangan pribadi dan lingkungan sosialnya serta merupakan bagian
penting bagi ketahanan nasional. Hak memperoleh informasi merupakan hak
asasi manusia dan Keterbukaan Informasi Publik (KIP) merupakan salah satu
ciri penting negara demokratis yang menjunjung tinggi kedaulatan rakyat
untuk mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik.
Keterbukaan Informasi Publik (KIP) merupakan sarana dalam
mengoptimalkan pengawasan publik terhadap penyelenggaraan negara dan
Badan Publik lainnya dan segala sesuatu yang berakibat pada kepentingan
publik. Pengelolaan Informasi Publik merupakan salah satu upaya untuk
mengembangkan masyarakat informasi; Keterbukaan informasi publik
merupakan tanggung jawab dari semua pengelola badan publik kepada
masyarakat, baik itu badan legislatif, eksekutif, yudikatif maupun organisasi
non pemerintah yang bergerak dibidang publik.
Undang-Undang keterbukaan informasi publik mengatur pemberian
informasi kepada publik melalui dua cara, yaitu publikasi informasi proaktif
tanpa harus menunggu permintaan dari publik dan publikasi informasi jika
ada permintaan dari publik. Informasi yang wajib diumumkan secara berkala
dan informasi yang wajib diumumkan serta merta masuk dalam publikasi
informasi proaktif. Untuk kategori informasi yang harus diungkapkan secara
proaktif, ditetapkan ketentuan pemberian informasi dengan menggunakan
media yang mudah diakses dan dipahami masyarakat. Dalam implementasi
pelayanan informasi publik, faktor media dan tata cara pemberian informasi
patut diperhatikan agar akses informasi publik mencapai tujuannya.
Pelayanan publik dapat diartikan sebagai kegiatan pelayanan yang
dilakukan dalam rangka pemenuhan kebutuhan dasar sesuai dengan hakhak dasar setiap warga negara dan penduduk atas suatu barang, jasa dan
atas pelayanan administrasi yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan
yang terkait dengan kepentingan publik. Pelayanan publik merupakan
tanggung jawab pemerintah baik pusat maupun daerah. Dalam kamus besar
bahasa indonesia dijelaskan pelayanan sebagai usaha melayani kebutuhan
orang lain sedangkan melayani adalah membantu menyiapkan (mengurus)
apa yang diperlukan seseorang.
Menurut Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor
63/KEP/M.PAN/7/2003 pelayanan publik dikelompokkan berdasarkan ciri-ciri
dan sifat-sifat kegiatan dalam proses pelayanan serta produk pelayanan yang
dihasilkan. Pengelompokan pelayanan publik tersebut adalah sebagai
berikut:

1. Kelompok pelayanan administratif, yaitu pelayanan yang menghasilkan


berbagai bentuk dokumen resmi yang dibutuhkan oleh publik. Misalnya
status kewarganegaraan, sertifikat kompetensi, kepemilikan atau
penguasaan terhadap suatu barang, dan sebagainya.
2. Kelompok pelayanan barang, yaitu pelayanan yang menghasilkan
berbagai bentuk/jenis barang yang digunakan oleh publik, misalnya
jaringan telepon, penyediaan air bersih, jaringan listrik, dan sebagainya.
3. Kelompok pelayanan jasa, yaitu pelayanan yang menghasilkan berbagai
bentuk jasa yang dibutuhkan publik, misalnya pelayanan angkutan darat,
laut dan udara, pelayanan kesehatan, pelayanan perbankan, pelayanan
pendidikan, dan sebagainya.
Pelayanan publik oleh birokrasi publik (pemerintah) dimaksudkan
untuk mensejahterakan masyarakat (warga negara) dari suatu negara
kesejahteraan. Untuk memberikan pelayanan yang baik kepada publik perlu
diterangkan prinsip-prinsip pelayanan publik, yaitu kesederhanaan, kejelasan,
kepastian, keterbukaan efisiensi, keadilan, dan ketepatan waktu. Begitu
pentingnya professional pelayanan publik, pemerintah telah mengeluarkan
suatu kebijaksanaan No.81 Tahun 1993 tentang pedoman tata laksana
pelayanan umum yang perlu dijadikan pedoman oleh setiap birokrasi politik
dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat berdasarkan prinsipprinsip pelayanan. Pelayanan publik yang professional artinya pelayanan
publik yang dicirikan oleh adanya akuntabilitas dan responsibiltas dari
pemberi layanan (aparatur pemerintah).
Permasalahan umum pelayanan publik antara lain terkait dengan
penerapan prinsip-prinsip good governance yang masih lemah seperti masih
terbatasnya partisipasi masyarakat, transparasi dan akuntabilitas baik dalam
proses perencanaan, pelaksanaan atau penyelenggaraan pelayanan maupun
evaluasinya. Upaya perbaikan kualitas pelayanan publik harus dilakukan
melalui pembenahan sistem pelayanan publik secara menyeluruh dan
terintegrasi yang dituangkan dalam peraturan perundang-undangan dalam
bentuk undang-undang yang dapat diharapkan menjadi payung hukum bagi
pelaksanaan kegiatan pelayanan publik dan yang memiliki sanksi sehingga
memiliki daya paksa terhadap pemenuhan standar tertentu dalam pelayanan
publik. Paling tidak terdapat dua hal pokok dalam upaya peningkatan kualitas
pelayanan, yaitu unsur sumber daya manusia aparaturnya dan sistem
manajemen pelayanannya. Pelayanan publik dapat lebih berkualitas apabila
tugas pelayanan dapat diandalkan, responsif, meyakinkan, dan empati.
Transparansi, merupakan karakteristik yang memungkinkannya
terbangunnya kepercayaan masyarakat terhadap apa yang diartikulasikan
pemerintah dalam hal kepentingan dan kebutuhan masyarakat. Rendahnya
transparansi pemerintah berkenaan dengan perencanaan dan implementasi
kebijakan menunjukkan lemahnya itikad baik dalam mewujudkan tujuan dan
harapan masyarakat. Salah satu sorotan utama dewasa ini adalah seberapa
efektif pemerintah mampu memperjuangkan kepentingan masyarakat melalui
anggaran yang tersedia. Pada tingkat yang lebih jauh, seberapa kuat
4

komitmen pemerintah dalam merealisasikan semua perencanaan yang telah


disepakati. Ketiadaan nilai transparansi seringkali ditunjukkan oleh
mandeknya semua dokumen perencanaan tanpa realisasi, atau mengalami
perubahan dipersimpangan jalan sesuai kepentingan pribadi maupun
kelompok tertentu. Akibatnya, semua perencanaan pemerintah kehilangan
koneksitas dengan kepentingan masyarakat.
Responsif, adalah karakteristik pemerintah yang mampu memberikan
tanggapan sedini mungkin terhadap setiap masalah yang dihadapi
masyarakat. Kemampuan memberikan jawaban atas setiap masalahyang
dihadapi masyarakat menunjukkan kemampuan pemerintah dalam
memahami apa yang menjadi kebutuhan utama masyarakat. Dalam
perspektif masyarakat, jangankan kehadiran, statement pemerintah sekalipun
dapat dinilai sebagai respon positif terhadap masalah yang sedang mereka
hadapi.
Tingginya dinamika masyarakat dalam menuntut pelayanan yang lebih
baik tak serta merta diimbangi oleh kemampuan birokrasi dalam
mengembangkan kecerdasan, kecakapan, dan keterampilan dalam
pengelolaan pemerintah. Setiap masyarakat yang dilayani terdiri dari
masyarakat yang mampu dan tak mampu secara fisik dan non fisik. Mereka
yang secara fisik tak mampu, tentu saja membutuhkan pedekatan untuk
dilayani secara jemput bola. Sedangkan mereka yang tak mampu secara non
fisik, diberikan insentif yang seimbang agar pelayanan tetap diberikan secara
merata. Ketidakmampuan birokrasi memahami pluralitas dalam masyarakat
seringkali menimbulkan ketidakadilan dalam pelayanan.
Kelemahan dalam pelayanan dan rendahnya partisipasi masyarakat
banyak dijumpai pada saat pemberian kewenangan ke daerah secara luas,
karena kewenangan tersebut tidak dilaksanakan secara optimal, karena
konsentrasi pejabat yang ada lebih terfokus pada melayani Bupati/Walikota
ketimbang melayani masyarakat.
Selama ini proses penyelenggaraan pelayanan publik yang
diselenggarakan oleh pemerintah masih sangat tertutup bagi partisipasi
warga negara. Warga ditempatkan sepenuhnya hanya sebagai pengguna
yang pasif dan harus menerima pelayanan publik sebagaimana adanya.
Mereka tidak memiliki hak untuk berbicara, kesulitan mengajukan complain,
apalagi ikut memutuskan mengenai pelayanan yang akan diselenggarakan,
bagaiman kualitasnya, dan bagaimana pelayanan tersebut seharusnya
dilakukan.
Agar kondisi pelayanan publik yang buruk tidak terus berlarut-larut,
diperlukan sebuah ruang informasi terbuka bagi publik untuk dapat
menyampaikan partisipasinya dan keluhan atas ketidakpuasan terhadap
pelayanan yang diterimanya. Dengan penyediaan ruang informasi terbuka ini
bisa menjadi salah satu pintu besar bagi pembuka perubahan dan perbaikan
birokrasi dalam pemberian pelayanan publik.
Sebagai fungsi pemerintah, maka pelayanan publik tidak hanya
semata bersifat profit oriented, tetapi lebih berorientasi sosial, yaitu
5

penguatan dan pemberdayaan masyarakat. Karena itu penentuan dari proses


pelayanan publik tidak bisa dilakukan dengan pendekatan bisnis, tetapi
pendekatan yang paling tepat adalah pendekatan sosial. Karena yang paling
tahu akan baiknya pelayanan yang diberikan adalah masyarakat.
Dalam menciptakan keterbukaan informasi publik pada praktik
pelayanan publik, ada beberapa aspek yang harus dipenuhi oleh pemerintah
sebagai bentuk standar layanan publik dalam implementasi UU KIP,
diantaranya:
1. Adanya SOP layanan informasi publik
2. Menyediakan dan memberikan informasi publik sesuai dengan UU KIP
dan PerKI
3. Membangun sistem informasi dan dokumentasi pengelolaan informasi
publik secara baik dan efisien
4. Tersedianya sarana dan prasarana layanan informasi publik
5. Menetapkan dan memutakhirkan secara berkala daftar informasi
publik yang dapat diakses oleh masyarakat
6. Standar biaya salinan informasi publik
7. Mengevaluasi dan mengawasi layanan informasi publik instansi
masing-masing
Untuk memperbarui penyelenggaraan pelayanan publik diperlukan
pendekatan baru yakni dengan memberdayakan potensi warga masyarakat.
Potensi warga masyarakat harus diberdayakan sehingga mereka tidak hanya
sebagai pengguna pasif, tetapi juga bisa ikut menentukan bagaimana proses
penyelenggaraan pelayanan publik tersebut seharusnya diselenggarakan.
Dengan pendekatan ini diharapkan akan mendorong perbaikan kualitas
pelayanan melalui perubahan sikap dan perilaku penyelenggara dan
sekaligus juga meningkatkan pemberdayaan masyarakat, sehingga peran
mereka dalam penyelenggaraan kegiatan pemerintahan dan pelayanan
publik dapat ditingkatkan.

BAB III
PENUTUP
Implikasi penerapan UU KIP terhadap masyarakat atau publik adalah
terbukanya akses bagi publik untuk mendapatkan informasi yang berkaitan
dengan kepentingan publik, terbukanya akses bagi publik untuk berpartisipasi
aktif dalam proses pembuatan kebijakan publik, termasuk didalamnya akses
untuk pengambilan keputusan dan mengetahui alasan pengambilan
keputusan yang berkaitan dengan kepentingan publik. Kemudian implikasi
yang dipandang sangat penting adalah daya kritis masyarakat atau publik
terhadap kinerja penyelenggaraan pemerintahan terutama pelayanan publik
semakin meningkat dan diperkirakan tingkat penilaian atau pengaduan
masyarakat atau publik terhadap kualitas layanan publik juga semakin
meningkat. Implikasi lain sejalan dengan meningkatnya daya kritis
masyarakat, adalah peningkatan pengetahuan masyarakat mengenai hakhak mereka dalam pelayanan publik yang disediakan oleh lembaga
pemerintah. Sehingga apabila suatu saat terjadi ketimpangan atau
permasalahan dalam pelayanan publik, maka akan banyak pengaduan
masyarakat berkaitan dengan kualitas pelayanan publik tersebut.
Isu pelayanan publik semakin penting untuk mendapat perhatian yang
sungguh-sungguh karena adanya realitas bahwa rakyat sering mengeluh dan
merasa tidak puas atas berbagai layanan yang diberikan oleh birokrasi
pemerintah. Rakyat tidak puas karena buruknya kinerja berbagai jenis dan
bentuk pelayanan publik. Membenahi pelayanan publik memang tidak mudah
karena begitu kompleks permasalahannya termasuk banyaknya tumpang
tindih peraturan perundang-undangan yang menyertainya, sedangkan
masyarakat sudah tidak sabar menanti adanya perbaikan pelayanan publik.
Paling tidak terdapat dua hal pokok dalam upaya peningkatan kualitas
pelayanan, yaitu unsur sumber daya manusia aparaturnya dan sistem
manajemen pelayanannya. Pelayanan publik dapat lebih berkualitas apabila
tugas pelayanan dapat diandalkan, responsif, meyakinkan, dan empati.
Relasi antara birokrasi sebagai organ pemerintah dan masyarakat
dalam kerangka pelayanan publik perlu diperbarui dengan pendekatan yang
memposisikan masyarakat tidak hanya sebagai service customer yang pasif,
lemah dan termarjinalisasi tetapi masyarakat ikut berpartisipasi serta
bertanggung jawab dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang
dikehendaki.

Anda mungkin juga menyukai