Anda di halaman 1dari 10

Inkompatibilitas Golongan Darah ABO pada

Neonatus
Kevin Giovanno
102011208/B5
MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN
KRIDA WACANA
Jalan Arjuna Utara No.6
Jakarta 11510

Pendahuluan
Ikterus adalah masalah neonatus yang umum ditemukan. Peningkatan bilirubinyang
disertai ikterus ini dapat merupakan proses fisiologis pada bayi baru lahir, namun dapat pula
menunjukkan suatu proses patologis. Ikterus dapat merupakan suatu pertanda adanya
penyakit (patologik) atau adanya gangguan fungsional (fisiologik). Dikatakan ikterus
patologik apabila di dapati ikterus dengan dasar patologik atau kadar bilirubin mencapai
suatu nilai yang disebut hiperbilirubinemia.
Hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir sebagian besar disebabkan oleh
bilirubinIndirek yang dapat memberikan efek toksik pada otak dan dapat menimbulkan
kematianatau cacat seumur hidup, oleh sebab itulah maka setiap bayi yang mengalami
ikterusharus mendapat perhatian, meskipun tidak semuanya memerlukan pemeriksaan
atau pengobatan yang khusus.
Penyebab hiperbilirubinemia pada neonatus banyak, namun penyebab yang
palingsering adalah penyakit hemolitik neonatus, antara lain karena inkompatibilitas
golongandarah (Rh, ABO), defek sel darah merah (defisiensi G6PD, sferositosis).
Pada Inkompatibilitas ABO, hiperbilirubinemia lebih menonjol dibandingkan dengan
anemia dan timbulnya pada 24 jam pertama. Reaksi hemolisis terjadi selagi zatanti dari ibu
masih terdapat dalam serum bayi.
Oleh karena itu penulis akan membahas tentang ikterus neonatorum akibat
inkompatibilitas ABO berdasarkan skenario dari diagnosis sampai kepada penatalaksanaan
penyakit tersebut secara kedokteran.
1

Pembahasan
Anamnesis
1. Keluhan utama
Keluhan utama pasien adalah adanya warna kuning di seluruh. Biasanya merupakan
2.

ikterus patologis (karena didapatkan sejak <24 jam awal setelah dilahirkan)
Keluhan tambahan
Keluhan tambahan yang dapat ditanyakan dalam anamnesis ini berupa.1,2
a. Berat lahir dan masa gestasi.
Pentingnya menanyakan berat lahir dan masa gestasi untuk mencari tahu apakah
bayi lahir cukup bulan atau tidak cukup bulan.
b. Keadaan umum bayi.
Keadaan umum bayi patut ditanyakan sebelum dibuktikan atau ditambahkan pada
pemeriksaan fisik untuk menilai keadaan bayi.
c. Riwayat inkompatibilitas darah.
Riwayat inkompatibilitas darah wajib ditanyakan karena berhubungan dengan
penegakkan diagnosis kerja dan karena prevalensi ikterus neonatorum akibat
inkompatibilitas darah cukup tinggi.
d. Penyakit ibu semasa hamil dan tes TORCH.
Penyakit ibu semasa hamil dapat menjadi faktor predisposisi penyebab ikterus
neonatorum karena membuat bayi jadi sepsis. Tes TORCH juga ditanyakan untuk
menyingkirkan kemungkinan-kemungkinan ikterus akibat infeksi kongenital.
e. Riwayat kehamilan.
Riwayat kehamilan yang perlu ditanyakan adalah berbagai permasalahan pada
saat sang ibu melahirkan. Yang dapat ditanyakan adalah apakah sang bayi susah
saat keluar, hamil langsung atau dengan operasi, apakah ada trauma lahir, apakah
ada penundaan pengikatan tali pusat, dan sebagainya.

Pemeriksaan
1. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan untuk mendiagnosis penyakit tersebut
berdasarkan anamnesis adalah inspeksi, palpasi, dan auskultasi serta TTV.
Inspeksi dilakukan dengan tujuan untuk menilai keadaan fisik bayi. Yang dapat
dilaporkan adalah keadaan umum bayi, warna serta berbagai bentuk patologis dari kulit
neonatus, melihat bentuk anatomis dari neonatus, derajat ikterik menurut Kramer serta
menilai adanya anemis pada bayi.1

Tabel 1. Bagian, Sel, dan Fungsi kelenjar

Palpasi dilakukan dengan tujuan untuk melihat jenis penumpukan bilirubin pada
neonatus apakah bilirubin direk atau indirek dengan cara melakukan penekanan pada
bagian tulang neonatus lalu dinilai warnanya. Penumpukan bilirubin indirek akan
menghasilkan warna kuning muda pada penekanan dan penumpukan bilirubin direk akan
menghasilkan warna kuning kehijau-hijauan. Namun tes ini hanya dapat dilakukan
apabila kadar penumpukan bilirubin dalam tubuh neonatus tersebut besar. Palpasi pada
hepar dan lien juga dapat dilakukan untuk melihat adanya hepatomegali dan
splenomegali.1,2
Auskultasi dilakukan dengan tujuan untuk mendengar bunyi paru, jantung dan
abdomen secara umum untuk menilai keadaan bayi.1,2
2. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang harus dilakukan adalah pemeriksaan darah lengkap,
golongan dan biakan eritrosit, kadar bilirubin total dan indirek, serologi TORCH serta
Coombs test.3
Pemeriksaan darah lengkap penting karena berdasarkan hasilnya dapat dilihat apakah
neonatus tersebut mengalami tanda-tanda adanya sepsis atau tidak. Dapat juga dilihat
keadaan Hb serta jumlah eritrosit untuk mengetahui tingkat anemis sang bayi. Analisis
eritrosit juga dilakukan terutama untuk menilai bentuk morfologis eritrosit apakah
normal atau patologis.3
Pemeriksaan bilirubin total dan indirek untuk menilai jenis penumpukan biliburin
dalam darah berdasarkan jenisnya serta kuantitasnya. Hasil pemeriksaan ini dapat
dipakai nantinya untuk menentukan terapi yang paling cocok bagi neonatus tersebut.
Serologi TORCH juga dapat dipakai untuk menyingkirkan diagnosis banding yaitu
infeksi TORCH yang dapat mengakibatkan kelainan anatomis serta kelainan fungsi
tubuh neonatus tersebut. 3
Pemeriksaan Coombs test yang dilakukan adalah yang direk dan indirek. Tes ini
dimaksudkan untuk melihat apakah terdapat antibodi pada eritrosit neonatus tersebut
yang diduga mengakibatkan terjadinya hemolisis. Diagnosis dugaan didasarkan pada
adanya inkompatibilitas ABO, uji Coombs direk positif lemah sampai sedang, dan
adanya sferosit pada pulasan darah. Hiperbilirubinemia sering merupakan satu satunya
kelainan laboratorium. Kadar Hb biasanya normal tapi dapat serendah 10 12 g/dl.
Retikulosit dapat naik 10 15%, dengan polikromasia yang luas dan kenaikan jumlah sel
darah merah berinti. Pada 10 20% bayi yang terkena, kadar bilirubin tak
terkonjugasinya dapat mencapai 20 mg/dl atau lebih jika tidak dilakukan fototerapi.3,4
3

Pemeriksaan terkait
Pemeriksaan sediaan hapus darah tepi
Bila dari pemeriksaan sediaan hapus darah tepi ditemukan adanya penghancuran
eritrosit disertai dengan adanya retikulositosis dan peningkatan bilirubin indirek dari hasil
pemeriksaan laboratorium maka ini merupakan tanda adanya hemolisis. Periksa kadar
bilirubin indirek >16mg/dl, sedangkan kadar hemoglobin darah tali pusat < 15 gr%, kadar
bilirubin dalam darah tali pusat > 5 mg% .2

1. COOMBS DIREK
Pemeriksaan Coombs direk (antiglobulin) mendeteksi antibodi-antibodi yang lain
dari grup ABO, yang bersatu dengan sel darah merah. Sel darah merah dapat diperiksa
dan jika sensitive terjadi reaksi aglutinasi. Pemeriksaan Coombs positif menunjukan
adanya antibodi pada sel-sel darah merah, tetapi pemeriksaan ini tidak mendeteksi
antibodi yang ada. Positif (+1 sampai +4) : Eritroblastosis fetalis, anemia hemolitik
(autoimun atau obat-obatan), reaksi hemolitik transfusi (darah inkompatibel), leukemia<
SLE.1
2. COOMBS INDIREK (Pemeriksaan skrining antibodi )
Pemeriksaan coombs indirek mendeteksi antibodi bebas dalam sirkulasi serum.
Pemeriksaan skrining akan memeriksa antibodi di dalam serum resipien dan donor
sebelum transfusi untuk mecegah reaksi transfusi. Ini tidak secara langsung
mengidentifikasi antibodi yang spesifik. Pemeriksaan ini dilakukan sebagai bagian dari
pemeriksaan pencocokan silang (croos-match). Positif (+1 sampai +4) : darah pencocokan
silang inkompatibel, antibody yang spesifik (transfuse sebelumnya), antibody anti-Rh,
anemia hemolitik didapat.3
3. Pemeriksaan bilirubin
Peningkatan kadar bilirubin direk menunjukkan adanya gangguan pada hati
(kerusakan sel hati) atau saluran empedu (batu atau tumor). Peningkatan kadar bilirubin
indirek sering dikaitkan dengan peningkatan destruksi eritrosit (hemolisis), seperti pada
penyakit hemolitik oleh autoimun, transfusi, atau eritroblastosis fatalis. Nilai Rujukan:

Dewasa : total : 0.1 1.2 mg/dl, direk : 0.1 0.3 mg/dl, indirek : 0.1 1.0 mg/dl

Anak : total : 0.2 0.8 mg/dl, indirek : sama dengan dewasa.

Bayi baru lahir : total : 1 12 mg/dl, indirek : sama dengan dewasa

Diagnosis & Diagnosis Banding


Adapun diagnosis pasti skenario ini adalah ikterus neonatorum et causa
inkompatibilitas ABO dengan diagnosis banding adalah ikterus neonatorum et causa
inkompatibilitas Rh, ikterus neonatorum et causa sepsis, ikterus neonatorum et causa
sferositosis.
Secara epidemiologi inkompatibilitas rhesus lebih jarang dibandingkan dengan
inkompatibilitas ABO. Diagnosis kerja didapat dari anamnesis tentang kelahiran keberapa
serta riwayat golongan darah ibu dan anak serta rhesus. Cenderung pada ikterus neonatorum
inkompatibilitas ABO menyerang anak pertama sedangkan inkompatibilitas rhesus tidak
menyerang anak pertama karena belum terbentuknya antibodi. Pada pemeriksaan fisik
ditemukan gejala klinik anemia dan ikterus yang lebih berat pada inkompatibilitas rhesus
dibandingkan pada neonatus inkompatibilitas ABO. Pada pemeriksaan penunjang ditemukan
skala anemia dan ikterus yang lebih berat pada inkompatibilitas rhesus dibandingkan dengan
inkompatibilitas ABO. Coombs test pada keduanya bisa didapatkan hasil positif.3,4

Tabel 1. Perbandingan antara Inkompatibilitas ABO dan RH5

Untuk menyingkirkan diagnosis banding ikterus neonaturom karena sepsis pada


anamnesis dapat ditanyakan keadaan umum neonatus, riwayat kelahiran, penyakit ibu semasa
kehamilan serta serologi TORCH. Keadaan umum neonatus yang dapat dilihat adalah apakah
terjadinya sepsis yang ditandai dengan bayi yang rewel, tidak mau menyusu badan demam,
dan sebagainya. Riwayat kelahiran apakah kelahiran secara antisepsis atau proses kelahiran
5

kurang steril. Serologi TORCH untuk menyingkirkan kemungkinan bahwa neonatus


terinfeksi TORCH sewaktu masih janin. Pada pemeriksaan fisik dapat dilihat keadaan umum
bayi, yang penting di sini adalah kondisi anatomis bayi untuk menyingkirkan kemungkinan
terinfeksi TORCH pada saan masih janin. Peningkatan/ penurunan suhu, kenaikan/penurunan
frekuensi nadi dan napas dapat dinilai untuk melihat apakah bayi sepsis atau tidak. Pada
pemeriksaan darah lengkap dapat lihat juga jumlah leukosit, CRP, serta LED. Selanjutnya
apabila diyakini neonatus tersebut akibat sepsis dapat dilakukan biakan darah untuk melihat
jenis kuman penyebab sepsis.3,4,5
Pada umumnya ikterus neonatorum et causa sferositosis jarang dijumpai di Asia
terutama di Indonesia. Epidemiologi paling banyak sferositosis adalah di Eropa Utara.
Sferositosis merupakan kelainan kongenital yang berkaitan dengan genetika. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan tanda-tanda splenomegali. Pada pemeriksaan penunjang
analisis morfologi darah ditemukan bentuk kelainan darah, yakni sferosit. Di mana terdapat
kelainan morfologi darah dan dinding sel yang menyebabkan eritrosit mudah lisis.5

Etiologi
Ikterus pada 24 jam pertama tidak pernah fisiologis dan sangat menggambarkan
terjadinya hemolisis hebat atau sepsis. Dari insiden keseluruhan penyakit hemolitik pada bayi
atau neonatus, atau yang biasa dikenal dengan istilah HDN, akibat anti Rho (D) (18% pada
ibu yang tidak diobati) telah berubah secara drastis (<0,1%), dan kematian akibat HDN
sekarang jarang terjadi. Seiring dengan penurunan ini terjadi peningkatan relatif ibu dengan
antibodi lain terhadap antigen Rhesus dan terhadap antigen dari sistem non-Rhesus. HDN
ABO adalah yang paling sering, walaupun bayi mungkin hanya mengalami penyakit yang
ringan.3,4,5
Inkompatibilitas ABO merupakan salah satu penyebab dari penyakit hemolitik pada
neonatus. Penyakit ini diakibatkan antibodi anti-A dan anti-B serta komponen lainnya dari
ibu masuk ke peredaran darah janin melewati plasenta. Biasanya, kasus ini terjadi pada janin
dengan golongan darah A atau B dari ibu yang bergolongan darah O, karena antibodi yang
ditemukan pada golongan darah O ibu adalah dari kelas IgG, sedangkan ibu dengan golongan
darah atau B juga mempunyai anti-B (pada golongan darah A) dan anti-A (pada golongan
darah B) yang sebagian besar didominasi dari kelas IgM.3,5

Epidemiologi
Inkompatibilitas ABO dapat terjadi pada kehamilan pertama dan tidak ada tes yang
mempunyai korelasi baik untuk mengetahui destruksi eritrosit janin selama kehamilan.
6

Walaupun inkompatibilitas ABO terjadi pada 20 25% kehamilan, penyakit hemolitik hanya
berkembang 10% dari bayi bayi ini.3

Patogenesis
Bilirubin adalah produk penguraian heme. Sebagian besar (85 sampai 90%) terjadi
dari penguaraian hemoglobin dan sebagian kecil (10 sampai 15%) dari senyawa lain seperti
mioglobin. Sel retikuloendotel menyerap kompleks haptoglobin dengan hemoglobin yang
telah dibebaskan dari sel darah merah. Sel sel ini kemudian mengeluarkan besi dari heme
sebagai cadangan untuk sintesis berikutnya dan memutuskan cincin heme untuk
menghasilkan tetrapirol bilirubin, yang disekresikan dalam bentuk yang tidak larut dalam air
( bilirubin tak terkonjugasi, indirek ). Karena ketidaklarutan ini, bilirubin dalam plasma
terikat ke albumin untuk diangkut dalam medium air. Sewaktu zat ini beredar dalam tubuh
dan melewati lobulus hati, hepatosit melepas bilirubin dari albumin dan menyebabkan
larutnya air dengan mengikat bilirubin ke asam glukoronat.6
Dalam bentuk glukoronida terkonjugasi, bilirubin yang larut tersebut masukke sistem
empedu untuk di eksresikan. Saat masuk ke dalam usus, bilirubin diuraikan oleh bakteri
kolon menjadi urobilinogen. Urobilinogen dapat diubah menjadi sterkobilin dan dieksresikan
melalui feses. Sebagian urobilinogen direabsorbsi dari usus melalui jalur enterohepatik, dan
darah porta membawanya kembali ke hati. Urobilinogen daur ulang ini umumnya
dieksresikan ke dalam empedu untuk kembali dialirkan ke usus, tetapi sebagian dibawa oleh
sirkulasi sistemik ke ginjal, tempat zat ini dieksresikan sebagai senyawa larut air bersama
urin Pada dewasa normal, level serum bilirubin < 1 mg/dl. Ikterus akan muncul pada dewasa
bila level serum bilirubinnya > 2 mg/dl, dan pada bayi yang baru lahir akan muncul ikterus
bila kadarnya > 7 mg/dl Hiperbilirubinemia dapat disebabkan oleh pembentukan bilirubin
yang melebihi kemampuan hati normal untuk mengeksresikannya, atau disebabkan oleh
kegagalan hati (karena rusak) untuk mengeksresikan bilirubin yang diproduksi dalam jumlah
normal. Tanpa adanya kerusakan hati, obstruksi saluran ekskresi hati juga akan menyebabkan
hiperbilirubinemia. Pada semua keadaan ini, bilirubin tertimbun di dalam darah, dan jika
konsentrasinya mencapai nilai tertentu (sekitar 2 2,5 mg/dl), senyawa ini akan berdifusi ke
dalam jaringan yang kemudian menjadi kuning. Keadaan ini disebut ikterus atau jaundice.3,6
Pada inkompatibilitas ABO semua proses pengolahan bilirubin normal, tetapi terjadi
permasalahan pada eritrosit, dimana eritrosit mengalami lisis akibat perbedaan golongan
darah dengan sang ibu. Penyakit ini diakibatkan antibodi anti-A dan anti-B serta komponen
lainnya dari ibu masuk ke peredaran darah janin melewati plasenta. Biasanya, kasus ini
7

terjadi pada janin dengan golongan darah A atau B dari ibu yang bergolongan darah O, karena
pada ibu yang bergolongan darah O mempunyai antibodi dari kelas IgG, sedangkan ibu
dengan golongan darah A atau B juga mempunyai anti-B (pada golongan darah A) dan anti-A
(pada golongan darah B) yang sebagian besar didominasi dari kelas IgM. Karena mampu
menembus plasenta, antibodi IgG dapat melekat secara imunologis ke eritrosit janin. Sel sel
ini sekarang dilapisi oleh antibodi (mengalami opsonisasi) sehingga dapat disingkirkan oleh
sistem retikuloendotel janin, tempat sel sel tersebut dihancurkan. Karenanya terjadi
hemolisis ekstravaskuler.3,5
Walaupun demikian, hanya sebagian kecil tampak pengaruh hemolisis pada bayi baru
lahir. Hal ini disebabkan oleh karena isoaglutinin anti-A dan anti-B yang terdapat dalam
serum ibu sebagian besar berbentuk 19-S, yaitu gamaglobulin-M yang tidak dapat melalui
plasenta (merupakan makroglobulin) dan disebut isoaglutinin natural, hanya sebagian kecil
dari ibu yang bergolongan darah O, mempunyai antibodi 7-S, yaitu gamaglobulin-G
(isoaglutinin imun) yang tinggi.3,5

Gejala Klinis
Manifestasi primer dari penyakit hemolitik ABO adalah ikterus. Biasanya, ikterus ini
muncul pada 24 jam pertama kehidupan dan, jika tidak ditangani, menjadi cukup berat dan
menyebabkan kernikterus bahkan kematian. Akan tetapi, hanya 10% sampai 20% dari janin
dengan inkompatibilitas ABO yang mengalami ikterus. Gejala klinik lainnya disebabkan
karena adanya hemolisis darah pada neonatus, yakni pucat, kurang aktif, tidak mau menyusu,
menangis, dan sebagainya.3,4
Anemia biasanya ringan atau tidak ada, dan tidak didapat tanda tanda pucat.
Konsentrasi hemoglobin biasanya normal, tapi bisa juga rendah sebesar 8 mg/dl.
Polikromasia, retikulositosis (naik sampai 30%), dan peningkatan jumlah sel darah merah
yang berinti ini dapat dilihat. Sferositosis (naik sampai 40%) terlihat pada neonatus yang
secara klinis mengalami penyakit hemolitik ABO.5

Komplikasi
Jika ikterus ini tidak ditangani, dapat menjadi cukup berat; menyebabkan kern ikterus
sampai kematian.3,4,5

Terapi
8

Tujuan jangka pendek dalam mengobati peningkatan bilirubin pada HDN adalah
menghilangkan sumber bilirubin (yaitu sel sel darah merah yang dilapisi oleh antibodi) dan
kemudian menyingkirkan penumpukan bilirubin tidak terkonjugasi Fototerapi efektif untuk
menurunkan level bilirubin yang meningkat. Apabila peningkatan level bilirubin sangat cepat,
pengobatan diarahkan pada koreksi tingkat anemia atau hiperbilirubinemia yang
membahayakan dengan jalan melakukan transfusi tukar memakai darah yang golongannya
sama seperti golongan darah ibu Pada penyakit hemolitik ABO, fototerapi akan dimulai
apabila level bilirubin melebihi 10 mg/dl pada usia 12 jam, 12 mg/dl pada 18 jam, 14 mg/dl
pada 24 jam, atau 15 mg/dl pada lain waktu. Apabila level bilirubin mencapai 20 mg/dl, perlu
dilakukan transfusi tukar Pada inkompatibilitas ABO, darah untuk transfusi tukar sebaiknya
golongan O Rh-negatif atau Rh yang kompatibel dengan ibu dan janin, cross-matched
melawan ibu dan janin, serta mempunyai titer yang rendah terhadap antibodi anti-A atau antiB. Biasanya, digunakan sel golongan O dengan plasma golongan AB supaya tidak terdapat
antibodi anti-A atau anti-B.3,4,5

Prognosis
Ikterus neonatorum akibat inkompatibilitas ABO apabila dapat didiagnosa dengan
cepat dan mendapat penanganan yang baik akan sembuh spontan.

Preventif
Sampai saat ini belum ada tindakan preventif.

Kesimpulan
Ikterus neonatorum akibat inkompatibilitas ABO adalah salah satu penyebab tersering
terjadinya ikterus, terutama di Indonesia. Pada skenario ini diagnosis kerja dapat ditegakkan
berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan untuk konfimasi adalah pemeriksaan
penunjang. Ikterus akibat inkompatibilitas ABO disebabkan perbedaan golongan darah ibu
dan bayinya. Perbedaan ini menghasilkan suatu antibodi dari ibu yang menyerang eritrosit
dari bayi sehingga menyebabkan terjadinya hemolisis darah yang berujung sampai ikterus.
Tatalaksana yang paling utama adalah dilakukannya fototerapi sementara dan transfusi tukar
untuk penyembuhan.

Daftar Pustaka
1. Gleadle J. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Erlangga; 2007. p.

10-8, 31-5.
9

2. Swartz M, editor. Buku ajar diagnostik fisik. Jakarta: EGC; 2000.h. 128-30.
3. Abraham MR, Julien IE, Hoffman CD, Rudolph. Buku ajar pediatri Rudolph. Jakarta:
EGC; 2006.h.183-9.
4. Behrman RE, Kliegman RM, Arvin AM. Ilmu kesehatan anak Nelson. Edisi ke-15.
Jakarta: EGC; 2000.h.682.
5. Waldron PE, Cashore WJ, editors. Hemolytic diseases of the fetus and newborn.
Cambridge: Cambridge University Press; 2005.h.91-119.
6. Murray RK, Granner DK, Mayes PA, Rodwell VW. Biokimia harper. Edisi ke-22.
Jakarta: EGC; 2001.h.393-9.

10

Anda mungkin juga menyukai