Anda di halaman 1dari 49

Laporan Kasus

DEMAM BERDARAH DENGUE GRADE III (Dengue


Syok Syndrome)

Oleh:
GINA EVA MARSIANA
I1A008046

Pembimbing:
dr. Meriah Sembiring, Sp.A

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK


FK UNLAM RSUD ULIN
BANJARMASIN

Juli, 2014
BAB I
PENDAHULUAN

Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit menular berbahaya


yang dapat menyebabkan kematian. DBD disebabkan oleh virus dengue dan
ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Sejak ditemukan pertama kali
pada tahun 1968 di Surabaya dan Jakarta, jumlah kasus DBD maupun luas daerah
penyebarannya semakin bertambah seiring dengan meningkatnya mobilitas dan
kepadatan penduduk (Ditjen P2M&PL, 2004). Di kota-kota di Indonesia, penyakit
DBD merupakan masalah kesehatan masyarakat, yang sewaktu-waktu dapat
menjadi wabah 1.
Demam berdarah dengue hingga saat ini masih menjadi masalah kesehatan
yang penting di Indonesia. Sejak kurun waktu 20 sampai 25 tahun sejak awal
ditemukan kasus DBD, angka kejadian luar biasa penyakit ini diperkirakan
berulang setiap 5 tahun dengan angka kematian tertinggi pada tahun 1968 dan
angka kejadian penyakit DBD tertinggi pada tahun 1988. Berdasarkan jumlah
kasus DBD yang dilaporkan di wilayah Asia Tenggara, Indonesia termasuk
peringkat kedua setelah Thailand.2
Di Kalimantan Selatan angka kejadian kasus DBD masih cukup tinggi dari
tahun ke tahun. Data survei dari tahun 2011-Juni 2014, angka kejadian DBD
cukup tinggi yaitu pada tahun 2011, angka kejadian 400 orang penduduk dengan
mortalitas sebanyak 7 orang. Pada tahun 2012, angka kejadian 541 orang
penduduk dengan angka mortalitasnya sebanyak 4 orang. Pada tahun 2013, angka

kejadian berkisar 469 orang penduduk dengan angka mortalitas sebesar 15 orang.
Dari data yang di dapat mulai bulan Januari-Juni 2014 di dapatkan angka kejadian
DBD sebanyak 161 orang penduduk dan angka mortalitas sebesar 6 orang. Angka
kejadian dan mortalitas dari DBD ini akan terus meningkat.3
Indonesia sehat tahun 2010 difokuskan pada preventif yaitu pencegahan
penyakit, tingginya berbagai wabah penyakit menunjukan bahwa program
preventif yang diaplikasikan di masyarakat belum dilaksanakan dengan benar.
Diantaranya adalah wabah penyakit demam berdarah atau DBD. Sampai saat ini
di tiap pelosok baik kota maupun desa selalu ada kematian yang ditimbulkan oleh
penyakit tersebut.4
Penularan DBD dapat terjadi di tempat-tempat umum dan salah satu
tempat yang potensial, yaitu di sekolah. Hal ini didukung studi yang telah
dilakukan sebelumnya yang menyatakan bahwa 32,2% penularan DBD terjadi di
sekolah.1
Secara umum 2,5 sampai 3 milyar orang beresiko terserang penyakit DBD,
Aedes aegypti merupakan vektor epidemi utama, penyebaran penyakit ini,
diperkirakan terdapat 50 sampai 100 juta kasus per tahun, 500.000 kasus
menuntut perawatan di Rumah Sakit, dan 90 % menyerang anak-anak dibawah 15
tahun, rata-rata angka kematian (Case Fatality Rate/CFR ) mencapai 5 %, secara
epidemis bersifat siklis (terulang pada jangka waktu tertentu), dan belum
ditemukan vaksin pencegahnya (Depkes RI, 2000).3
Demam berdarah merupakan penyakit yang bisa dicegah, salah satu cara
pencegahanya adalah dengan kebersihan lingkungan dan diri sendiri, selain hal
tersebut apabila terjadi penyakit demam berdarah keluarga juga bisa mencegah

melalui penataksanaan pertama agar tidak terjadi kegawatan lebih lanjut. Tujuan
kesehatan dewasa ini dititikberatkan pada preventif dan promotif yaitu
pencegahan penyakit dan peningkatan kesehatan. Ibu-ibu rumah tangga salah satu
dari kelompok perantara dalam rangka upaya promotif dan preventif ini. Upaya
pencegahan diantaranya adalah dengan melakukan penyuluhan kesehatan tentang
demam berdarah.4
Berikut akan dilaporkan sebuah kasus demam berdarah dengue grade III
pada seorang anak laki-laki berumur 6 tahun yang dirawat di Ruang Anak RSUD
Banjarmasin sejak tanggal 26 Juli 2014 sampai tanggal 1 Juli 2014.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

I.

Definsi
Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit demam akut yang

disebabkan oleh infeksi virus dengue. Sedangkan manifestasi klinis dari infeksi
virus dengue dapat berupa demam dengue dan demam berdarah dengue 4,5,6.

II.

Etiologi
Demam berdarah dengue disebabkan oleh infeksi virus dengue yang

mempunyai 4 serotipe yaitu den-1, den-2, den-3, dan den-4. Virus dengue serotipe
den-3 merupakan serotipe yang dominan di Indonesia dan paling banyak
berhubungan dengan kasus berat 4.
Virus dengue berbentuk batang, yang berukuran kecil sekali yaitu sekitar
35-45 nm, bersifat termolabil, sensitif terhadap inaktivasi oleh dietileter dan
natrium dioksikolat, stabil pada suhu 70oC 7,8.

III.

Epidemiologi
Saat ini, infeksi virus dengue menyebabkan angka kesakitan dan kematian

paling banyak dibandingkan dengan infeksi arbovirus lainnya. Setiap tahun, di


seluruh dunia, dilaporkan angka kejadian infeksi dengue sekitar 20 juta kasus dan
angka kematian berkisar 24.000 jiwa. Sampai saat ini DBD telah ditemukan di
seluruh propinsi di Indonesia, dan 200 kota telah melaporkan adanya kejadian luar

biasa. Incidence rate meningkat dari 0,005 per 100,000 penduduk pada tahun 1968
menjadi berkisar antara 6-27 per 100,000 penduduk (1989-1995). Mortalitas DBD
cenderung menurun hingga 2% tahun 1999. 1,2,3,4,5
Di Kalimantan Selatan angka kejadian kasus DBD masih cukup tinggi dari
tahun ke tahun. Data survei dari tahun 2011-Juni 2014, angka kejadian DBD
cukup tinggi yaitu pada tahun 2011, angka kejadian 400 orang penduduk dengan
mortalitas sebanyak 7 orang. Pada tahun 2012, angka kejadian 541 orang
penduduk dengan angka mortalitasnya sebanyak 4 orang. Pada tahun 2013, angka
kejadian berkisar 469 orang penduduk dengan angka mortalitas sebesar 15 orang.
Dari data yang di dapat mulai bulan Januari-Juni 2014 di dapatkan angka kejadian
DBD sebanyak 161 orang penduduk dan angka mortalitas sebesar 6 orang. Angka
kejadian dan mortalitas dari DBD ini akan terus meningkat.

Gambar 2. Distribusi Virus Dengue, Infeksi dan Daerah Epidemis

Pola berjangkit infeksi virus dengue dipengaruhi oleh iklim dan


kelembaban udara. Pada suhu yang panas (28-32C) dengan kelembaban yang
tinggi, nyamuk Aedes akan tetap bertahan hidup untuk jangka waktu lama. Di
Indonesia, karena suhu udara dan kelembaban tidak sama di setiap tempat, maka
pola waktu terjadinya penyakit agak berbeda untuk setiap tempat. Di Jawa pada
umumnya infeksi virus dengue terjadi mulai awal Januari, meningkat terus
sehingga kasus terbanyak terdapat pada sekitar bulan April-Mei setiap tahun.2

Gambar 3. Infeksi Dengue di Indonesia

IV.

Penularan
Penyakit DBD ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan

Aedes

albopictus yang sebelumnya sudah menggigit orang yang terinfeksi dengue.


Kedua jenis nyamuk ini terdapat hampir di seluruh pelosok Indonesia, terutama di
tempat tempat dengan ketinggian kurang dari 1000 meter di atas permukaan air
laut. Populasi nyamuk ini akan meningkat pesat saat musim hujan, tetapi nyamuk
Aedes aegypti juga dapat hidup dan berkembang biak pada tempat penampungan
air sepanjang tahun. Satu gigitan nyamuk yang telah terinfeksi sudah mampu
untuk menimbulkan penyakit dengue pada orang yang sehat.
Setelah seseorang digigit oleh nyamuk yang terinfeksi Dengue, virus akan
mengalami masa inkubasi selama 3-14 hari (rata-rata 4-7 hari). Setelah itu, pasien
akan mengalami gejala demam akut disertai berbagai gejala dan tanda
nonspesifik.
Selama masa demam akut yang dapat berlangsung 2-10 hari, virus Dengue
dapat bersirkulasi di peredaran darah perifer. Jika nyamuk A. aegypti lain
menggigit pasien pada masa viremia ini, nyamuk tersebut akan terinfeksi dan
dapat mentransmisikan virus pada orang lain, setelah masa inkubasi ekstrinsik
selama 8-12 hari.

V.

Masa Inkubasi/Tunas
Masa tunas/inkubasi selama 3 - 15 hari sejak seseorang terserang virus

dengue. Selanjutnya penderita akan menampakkan berbagai tanda dan gejala


demam berdarah dengue 9.
Demam Berdarah Dengue adalah penyakit yang ditularkan oleh virus yang
dibawa oleh nyamuk Aedes aegypti. Virus ini menempel pada tubuh nyamuk
yang ditularkan dari mahluk vertebrata lainnya pada saat nyamuk ini menghisap

darahnya. Virus ini dapat hidup dan berkembangbiak di tubuh nyamuk dan juga
terbawa pada telur nyamuk yang mana akan hidup hingga telur-telur tersebut
menjadi nyamuk dewasa. Virus tersebut dimasukkan ke tubuh manusia oleh
gigitan nyamuk dan dalam 4 hari berkembangbiak memperbanyak dirinya
sehingga timbul siklus demam DBD 10.

VI.

Patogenesis
Menurut sejarah perkembangan patogenesis demam berdarah dengue dapat

dibagi menjadi dua teori patogenesis, yaitu: pertama, virus dengue mempunyai
sifat tertentu, dan yang ke dua, pada manusia yang terinfeksi mengalami suatu
proses imunologi yang berakibat kebocoran plasma, perdarahan, dan berbagai
manifestasi klinik. Dapat pula kemungkinan patogenesis campuran dari kedua
mekanisme tersebut 11.
Patogenesis DBD belum sepenuhnya dapat dipahami, namun terdapat dua
perubahan patofisiologis, yaitu 11,12 :
1) Meningkatnya permeabilitas kapiler yang mengakibatkan bocornya
plasma, hipovolemia, dan terjadinya syok. Pada DBD terdapat kejadian
unik yaitu terjadinya kebocoran plasma ke dalam rongga pleura dan
rongga peritoneal. Kebocoran plasma terjadi singkat (24-48 jam).
2) Hemostasis abnormal yang disebabkan oleh vaskulopati, trombositopeni,
dan koagulopati, mendahului terjadinya manifestasi perdarahan.

Infeksi virus dengue

Demam, anoreksia, muntah

hepatomegali

trombositopenia

Manifestasi perdarahan
Permeabilitas vaskular naik
Dehidrasi

Kebocoran plasma: hemokonsentrasi, hipoproteinemia, efusi pleura, dan asites.

hipovolemia

syok

Perdarahan saluran cerna

anoksia

meninggal

Gambar 1. Patogenesis Infeksi Virus Dengue.


Patogenesis terjadinya renjatan berdasarkan the secondary heterologous
infection hypothesis dapat dilihat pada gambar 2. Hipotesis ini menyatakan bahwa
DHF dapat terjadi apabila seseorang setelah terinfeksi dengue pertama kali
mendapat infeksi berulang dengan tipe virus dengue yang berlainan. Akibat

10

infeksi ke-2 oleh tipe virus dengue yang berlainan pada seorang penderita dengan
kadar antibodi anti dengue yang rendah, respon antibodi anamnestik yang akan
terjadi dalam waktu beberapa hari mengakibatkan proliferasi dan transformasi
limfosit imun dengan menghasilkan titer tinggi antibodi Ig G anti dengue 13.

Secondary Heterologous Dengue infection

Virus replication

Annamnestic antibody respon


Virus antibody complex

Complement activation

Complement

Anaphylatoxin (C3a C5a

histamin level in 24 hours u


vascular permeability

> 30% in shock cases 24 48 hours Leakage of plasma

Ht
Na+
Fluid in the serous cavities

Hypovolemia

SHOCK

Anoxia

Acidosis

Gambar 2. Patogenesis syok pada demam berdarah dengue

VII.

Manifestasi Klinis

11

Infeksi virus dengue mempunyai spektrum klinis yang luas mulai dari
asimptomatik (silent dengue infection), demam dengue (DD), demam berdarah
dengue (DBD), dan demam berdarah dengue disertai syok (sindrom syok dengue,
SSD) 4.

Manisfestasi klinis pada penyakit demam berdarah dengue yaitu 14,4 :


1. Demam tinggi yang mendadak 2-7 hari (38 C- 40 C)
2. Manifestasi pendarahan, dengan bentuk : uji tourniquet positif (terdapat 10
- 20 atau lebih petekiae dalam diameter 2,8 cm/1 inchi), purpura
pendarahan, konjungtiva, epitaksis, melena, dan sebagainya.
3. Hepatomegali (pembesaran hati).
4. Kebocoran plasma: efusi pleura, efusi perikard, atau perembesan ke
rongga peritoneal.
5. Syok, tekanan nadi menurun menjadi 20 mmHg atau kurang, tekanan
sistolik sampai 80 mmHg atau lebih rendah. Hari ke 3-5 merupakan fase
kritis (saat suhu turun), perjalanan penyakit dapat berkembang menjadi
syok
6. Trombositopeni, pada hari ke 3 - 7 ditemukan penurunan trombosit sampai
100.000 /mm.
7. Hemokonsentrasi, meningkatnya nilai hematokrit.
8. Gejala-gejala klinik lainnya yang dapat menyertai: anoreksia, lemah, mual,
muntah, sakit perut, diare kejang dan sakit kepala.
9. Pendarahan pada hidung dan gusi.

12

10. Rasa sakit pada otot dan persendian, timbul bintik-bintik merah pada kulit
akibat pecahnya pembuluh darah.

VIII. Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan untuk menegakkan
diagnosis adalah 4 :

Pemeriksaan darah perifer: Hb, leukosit dan hitung jenis, hematokrit, dan
trombosit.

Pada DBD berat/SSD : monitor hematokrit tiap 4-6 jam, trombosit, AGD,
kadar elektrolit, ureum, kreatinin, SGOT, SGPT, protein serum, PT dan
APTT.
Dikenal 5 uji serologik yang biasa dipakai untuk menentukan adanya

infeksi virus dengue, yaitu 7 :


1. Uji Hemaglutinasi Inhibisi (Haemagglutination Inhibition test = HI
test) Merupakan uji serologis yang sering dipakai dan dipergunakan
sebagai gold standart (direkomendasikan WHO) pada pemeriksaan
serologis. Uji HI ini sensitif tetapi tidak spesifik. Kenaikan titer
konvalesen 4x kelipatan dari titer serum akut, atau titer tinggi (>1280) baik
pada serum akut maupun konvalesen dianggap sebagai presumtif positif.
Antibodi HI bertahan di dalam tubuh sampai sekitar 48 tahun.
2. Uji komplemen fiksasi (CF test)

13

Jarang dipakai karena cara pemeriksaan yang agak rumit dan memerlukan
tenaga pemeriksa yang berpengalaman. Antibodi komplemen fiksasi hanya
bertahan di dalam tubuh sekitar 2-3 tahun saja.

3. Uji netralisasi (NT test)


Merupakan uji yang paling spesifik dan sensitif untuk virus dengue. Tidak
dipakai secara rutin karena rumit dan memerlukan waktu yang cukup
lama.
4. IgM Elisa (Mac.Elisa)
Merupakan uji serologi yang banyak dipakai beberapa waktu terakhir ini.
Mac Elisa adalah kepanjangan dari IgM capture Elisa. Tes ini akan
mengetahui kandungan IgM dalam serum pasien.
5. IgG Elisa
Hasil tes ini sebanding dengan hasil tes HI, hanya sedikit lebih spesifik.
Pada prinsipnya, hasil uji serologi dibaca dengan melihat kenaikan titer
antibodi fase konvalesen terhadap titer antibodi fase akut (naik 4x kelipatan atau
lebih). Hasil serologi mungkin saja negatif pada awal fase akut, dan spesimen ke
dua sebagai konfirmasi.

IX.

Diagnosis

Diagnosis DBD ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis WHO sebagai berikut 4:

14

1. Kriteria klinis

Demam tinggi mendadak, tanpa sebab jelas, berlangsung terus menerus


selama 2-7 hari.

Terdapat manifestasi perdarahan : uji torniquet positif, petekiae, ekimosis,


epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis, dan atau melena.

Hepatomegali.

Syok

2. Kriteri laboratoris

Trombositopenia (trombosit =100.000 mm3)

Hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit =20% menurut standar


umur dan jenis kelamin)

Diagnosis DBD dapat ditegakkan bila memenuhi kriteria : 2 kriteria klinis


pertama + trombositopenia dan hemokonsentrasi. Pada DBD harus dinilai derajat
penyakit, karena membutuhkan penatalaksanaan yang berbeda.2

Tabel 1. Derajat penyakit DBD


Derajat Penyakit

Kriteria
Demam disertai gejala tidak khas, dan satu-satunya

DBD derajat I
manifestasi perdarahan ialah uji torniquet positif.
Seperti derajat I, disertai perdarahan spontan di kulit atau
DBD derajat II
perdarahan lain.

15

Terdapat kegagalan sirkulasi (nadi cepat dan lembut, tekanan


DBD derajat III

nadi menurun ( < 20 mmHg) atau hipotensi, sianosis disekitar


mulut, kulit dingin dan lembab, dan anak tampak gelisah.
Syok berat (profound shock): nadi tidak dapat diraba, dan

DBD derajat IV
tekanan darah tidak dapat diukur.
Tanda bahaya yang harus diketahui pada penyakit DBD adalah tanda
perdarahan kulit (bintik merah), hidung, gusi atau berak darah warna kehitaman
dan berbau. Apabila panas yang berangsur dingin, tetapi anak tampak lesu dan
pada perabaan dirasakan ujung-ujung tangan atau kaki dingin 14.
Tanda bahaya lain yang menyertai adalah penampilan anak tampak sangat
gelisah, kesadarannya menurun, kejang dan napas sesak. Pada keadaan tersebut
penderita harus segera dibawa ke dokter, bila terlambat akan menimbulkan
komplikasi yang berbahaya seperti syok, perdarahan kepala, perdarahan hebat di
seluruh tubuh atau gangguan fungsi otot jantung 14.

X.

Diagnosa Banding

1.

Demam dengue
Pada demam dengue terdapat peningkatan suhu secara tiba-tiba, disertai
sakit kepala menyeluruh atau berpusat pada supraorbital dan retroorbital,
nyeri yang hebat pada otot terutama dirasakan bila tendon dan otot perut
ditekan serta tulang, mual, kadang muntah dan batuk ringan. Terjadi
leukopenia pada demam dengue 15.
2. Morbili
Gejala klinis dari morbili yaitu suhu naik mendadak ketika ruam muncul
dan sering mencapai suhu 40-40,5oC. Ruam biasanya sebagai makula

16

tidak jelas pada bagian atas lateral leher, di belakang telinga, sepanjang
garis pertumbuhan rambut dan pada bagian posterior pipi. Lesi sendirisendiri menjadi semakin makopapuler sebagai ruam yang menyebar
dengan cepat pada seluruh muka, leher, lengan atas dan bagian atas dada
pada sekitar 24 jam pertama 16.
3.

Chikungunya haemorrhagic fever (CHF)


Diagnosis banding yang paling penting adalah chikungunya haemorrhagik
fever yaitu demam berdarah yang disebabkan oleh virus chikungunya.
Serangan demam pada CHF lebih mendadak, masa demam lebih pendek,
tetapi suhu di atas 40 C lebih sering ditemukan. Ruam makulopapular,
injeksi konjungtiva dan rasa nyeri pada sendi lebih sering dijumpai pada
CHF 17.

4.

ITP (Idiopathic Thrombosytopenic Purpura)


Merupakan suatu keadaan perdarahan yang ditandai dengan timbulnya
petikie dan ekimosis di kulit ataupun pada selaput lendir dan ada kalanya
terjadi pada berbagai jaringan dengan penurunan jumlah trombosit karena
sebab yang tidak diketahui. Pada ITP kadang-kadang disertai demam
tetapi demam cepat menghilang dan hemokonsentrasi tidak ditemukan 18.

5.

Malaria
Malaria merupakan penyakit yang bersifat akut dan kronik, yang
disebabkan oleh protozoa genus plasmodium. Manifestasi klinik malaria
yaitu demam yang berkaitan dengan saat pecahnya skizon matang
(sporulasi), splenomegali, anemia dan ikterik 16.

17

XI.

Komplikasi DBD
Pada DD tidak terdapat komplikasi berat namun anak dapat mengeluh

lemah/lelah (fatigue) saat fase pemulihan. Komplikasi berat dapat terjadi pada
DBD yaitu ensefalopati dengue, gagal ginjal akut, atau udem paru akut 4.

XII.

Penatalaksanaan

Fase demam 4

Prinsip tatalaksana DBD fase demam sama dengan tatalaksana DD.

Antipiretik: paracetamol 10 15 mg/kg BB/kali, 3 kali/hari.

Perbanyak asupan cairan oral.

Monitor keadaan anak (tanda-tanda syok) terutama selama 2 hari saat suhu
turun. Monitor trombosit dan hematokrit secara berkala.

Penggantian volume plasma 4 :

Anak cenderung menjadi dehidrasi. Penggantian cairan sesuai status


dehidrasi pasien dilanjutkan dengan terapi cairan rumatan.

Jenis cairan adalah kristaloid : RL, 5% glukosa dalam RL, atau NaCl.

Kriteria rawat inap yaitu 2 :


Ada kedaruratan:

Syok

18

Muntah terus menerus

Kejang

Kesadaran turun

Muntah darah

Berak hitam

Hematokrit cenderung meningkat setelah 2 kali pemeriksaan berturut-turut

Hemokonsentrasi (Ht meningkat = 20%)

Penatalaksanaan DBD Derajat III

19

Gambar 3. Penatalaksanaan DBD derajat III

Penatalaksanaan DBD derajat III


1.

Pada DSS segera beri infus kristaloid ( Ringer laktat atau NaCl 0,9%) 1020 ml/kgBB secepatnya (diberikan dalam bolus selama 30 menit) dan
oksigen 2 lt/mnt. Untuk DSS berat (DBD derajat IV, nadi tidak teraba dan

20

tensi tidak terukur) diberikan ringer laktat 20ml/kgBB bersama koloid.


Observasi tensi dan nadi tiap 15 menit, hematokrit dan trombosit tiap 4-6
jam. Periksa elektrolit dan gula darah.
2. Apabila dalam waktu 30 menit syok belum teratasi, tetesan ringer laktat
tetap dilanjutkan15-20ml/kgBB, ditambah plasma (fresh frozen plasma)
atau koloid (HES) sebanyak 10-20ml/kgBB, maksimal 30ml/kgBB (koloid
diberikan pada jalur infus yang sama dengan kristaloid, diberikan
secepatnya). Observasi keadaan umum, tekanan darah, keadaan nadi tiap
15 menit, dan periksa hematokrit tiap 4-6 jam. Koreksi asidosis, elektrolit
dan gula darah. Pada syok berat (tekanan nadi < 10 mmHg), penggunaan
koloid (HES) sebagai cairan resusitasi inisial memberi hasil perbaikan
peningkatan tekanan nadi lebih cepat.
3. Apabila
syok
telah
teratasi

disertai

penurunan

kadar

hemoglobin/hematokrit, tekanan nadi > 20mmHg, nadi kuat, maka tetesan


cairan dikurangi menjadi 10ml/kgBB. Volume 10ml/kgBB/jam dapat tetap
dipertahankan sampai 24 jam atau sampai klinis stabildan hematokrit
menurun <40%. Selanjutnya cairan diturunkan menjdi 7ml/kgBB sampai
keadaan klinis dan hematokrit stabil kemudian secara bertahap cairan
diturunkan 5ml dan seterusnya3ml/kgBB/jam. Dianjurkan pemberian
cairan tidak melebihi 48 jam setelah syok teratasi. Observasi klinis, nadi,
tekanan darah, jumlah urin dikerjakan tiap jam (usahakan urin
>1ml/kgBB, BD urin <1,020) dan pemeriksaan hematokrit dan trombosit
tiap 4-6 jam sampai keadaan umum baik.
4. Apabila syok belum dapat teratasi, sedangkan kadar hematokrit menurun
tetapi masih >40 vol% berikan darah dalam volume kecil10ml/kgBB.
Apabila tampak perdarahan masif,berikan darah segar 20ml/kgBB dan

21

lanjutkan

cairan

kristaloid

10ml/kgBB/jam.

Pemasangan

CVP

(dipertahankan 5-8cmH2O) padasyok berat kadang-kadang diperlukan,


sedangkan pemasangan sonde lambung tidak dianjurkan.
5. Apabila syok masih belum teratasi, pasang CVP untuk mengetahui
kebutuhan cairan dan pasang kateter urin untuk mengetahui jumlah urin.
Apabila CVP normal (>10cmH2O), maka diberikan dopamin.
Jenis Cairan Resusitasi (rekomendasi WHO)(2)
Kristaloid:
1. Larutan ringer laktat (RL)
2. Larutan ringer asetat (RA)
3. Larutan garam faali (GF)
4. Dekstrosa 5% dalam larutan ringer laktat (D5/RL)
5. Dekstrosa 5% dalam larutan ringer asetat (D5/RA)
6. Dekstrosa 5% dalam 1/2 larutan garam faali (D5/1/2LGF)
(Catatan:Untuk resusitasi syok dipergunakan larutan RL atau RA tidak
boleh larutan yang mengandung dekstran)
Koloid : Dekstran 40, Plasma, Albumin

Pilihan Cairan Koloid pada Resusitasi Cairan SSD


Saat ini ada 3 golongan cairan koloid yang masing-masing mempunyai
keunggulan dan kekurangannya, yaitu golongan Dekstran, Gelatin, Hydroxy ethyl
starch (HES).2
Golongan Dekstran mempunyai sifat isotonik dan hiperonkotik, maka
pemberian dengan larutan tersebut akan menambah volume intravaskular oleh
karena akan menarik cairan ekstravaskular. Efek volume 6% Dekstran 70
dipertahankan selama 6-8 jam, sedangkan efek volume 10/o Dekstran 40
dipertahankan selama 3-5 jam. Kedua larutan tersebut dapat menggangu
mekanisme pembekuan darah dengan cara menggangu fungsi trombosit dan

22

menurunkan jumlah fibrinogen serta faktor VIII, terutama bila diberikan lebih dari
1000 ml/24 jam. Pemberian dekstran tidak boleh diberikan pada pasien dengan
KID.2
Golongan Gelatin (Hemacell dan gelafundin merupakan larutan gelatin yang
mempunyai sifat isotonik dan isoonkotik. Efek volume larutan gelatin menetap
sekitar 2-3 jam dan tidak mengganggu mekanism pembekuan darah.2
Hydroxy ethyl starch (HES) 6% HES 200/0,5; 6% HES 200/0,6; 6% HES
450/0,7 adalah larutan isotonik dan isonkotik, sedangkan 10% HES 200/0,5
adalah larutan isotonik dan hiponkotik. Efek volume 6%/10/o HES 200/0,5
menetap dalam 4-8 jam, sedangkan larutan 6% HES 200/0,6 dan 6% HES 450/0,7
menetap selama 8-12 jam. Gangguan mekanisme pembekuan tidak akan terjadi
bila diberikan kurang dari 1500cc/24 jam, dan efek ini terjadi karena pengenceran
dengan penurunan hitung trombosit sementara, perpanjangan waktu protrombin
dan waktu tromboplastin parsial, serta penurunan kekuatan bekuan.2
Ruang Rawat Khusus Untuk DBD/SSD
Untuk mendapatkan tatalaksana DBD lebih efektif, maka pasien DBD
seharusnya dirawat di ruang rawat khusus, yang dilengkapi dengan perawatan
untuk kegawatan. Ruang perawatan khusus tersebut dilengkapi dengan fasilitas
laboratorium untuk memeriksa kadar hemoglobin, hematokrit dan trombosit yang
tersedia selama 24 jam. Pencatatan merupakan hal yang penting dilakukan di
ruang perawatan DBD. Paramedis dapat didantu oleh keluarga pasien untuk
mencatatjumlah cairan baik yang diminum maupun yang diberikan secara
intravena, serta menampung urin serta mencatat jumlahnya.2

23

Setelah masa kritis terlampaui maka pasien akan masuk dalam fase
maintenance/penyembuhan, pada saat ini akan ada ancaman timbul keadaan
overload cairan. Sehingga pemberian cairan intravena harus diberikan dalam
jumlah minimal hanya untuk memenuhi kebutuhan sirkulasi intra vaskuler, sebab
apabila jumlah cairan yang diberikan berlebihan, akan menimbulkan kebocoran ke
dalam rongga pleura, abdominal, dan paru yang akan menyebabkan distres
pernafasan yang berakibat fatal. Pemberian cairan untuk maintenans ini diberikan
selama 24-48 jam 19.
Fase penyembuhan
Secara umum, sebagian besar pasien DBD akan sembuh tanpa komplikasi dalam
waktu 24-48 jam setelah syok. Indikasi pasien masuk ke dalam fase penyembuhan
adalah 19 :

Keadaan umum membaik.

Meningkatnya nafsu makan

Tanda vital stabil

Ht stabil dan menurun sampai 35-40%.

Diuresis cukup

Cairan intravena harus dihentikan segera apabila memasuki fase ini. Jus buah atau
larutan oralit dapat diberikan untuk memenuhi kebutuhan cairan dan elektrolit.
Kriteria memulangkan pasien 4 :

Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik

Nafsu makan membaik

Secara klinis tampak perbaikan

24

Hematokrit stabil

Tiga hari setelah syok teratasi

Trombosit > 50.000/uL

Tidak dijumpai distres pernafasan

XIII. Prognosis
Kematian oleh karena Demam Berdarah Dengue terjadi pada 40-50%
penderita dengan syok, tetapi dengan pengobatan yang adekuat dapat diturunkan
hingga kurang dari 2%. Prognosa pada pasien ini adalah dubia ad bonam. Dasar
penentuan diagnosa ini adalah karena pasien datang berobat lebih cepat sehingga
diagnosa ditegakkan dan pengobatan dapat diberikan.

XIV.

Pencegahan
Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian

vektornya, yaitu nyamuk Aedes aegypti. Pengendalian nyamuk tersebut dapat


dilakukan dengan menggunakan beberapa metode yang tepat, yaitu 20 :
1.

Lingkungan
Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain
dengan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), pengelolaan sampah padat,
modifikasi tempat perkembangbiakan nyamuk hasil samping kegiatan
manusia, dan perbaikan desain rumah. Sebagai contoh:

Menguras bak mandi/penampungan air

Mengganti/menguras vas bunga dan tempat minum burung

25

Menutup dengan rapat tempat penampungan air

Mengubur kaleng-kaleng bekas, aki bekas dan ban bekas di sekitar


rumah dan lain sebagainya.

2. Biologis
Pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikan pemakan
jentik (ikan adu/ikan cupang), dan bakteri (Bt.H-14).
3. Kimiawi
Cara pengendalian ini antara lain dengan:

Pengasapan/fogging

(dengan

menggunakan

malathion

dan

fenthion), berguna untuk mengurangi kemungkinan penularan


sampai batas waktu tertentu.

Memberikan

bubuk

abate

(temephos)

pada

tempat-tempat

penampungan air seperti, gentong air, vas bunga, kolam, dan lainlain.

Cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD adalah


dengan mengkombinasikan cara-cara di atas, yang disebut dengan
3M Plus, yaitu menutup, menguras, menimbun. Selain itu juga
melakukan beberapa plus seperti memelihara ikan pemakan jentik,
menabur larvasida, menggunakan kelambu pada waktu tidur,
memasang kasa, menyemprot dengan insektisida, menggunakan

26

repellent, memasang obat nyamuk, memeriksa jentik berkala, dan


lain-lain sesuai dengan kondisi setempat.

27

BAB III
LAPORAN KASUS
I.

IDENTITAS
1. Identitas penderita :
Nama penderita

: An. RS

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Tempat dan tanggal lahir : Banjarmasin, 13 April 2008


Umur

: 6 tahun 2 bulan

2. Identitas orang tua/wali :


Ayah

Ibu

Nama

: Tn. M

Pendidikan

: SMP

Pekerjaan

: Buruh

Alamat

: Jl. Keramat Rt. 4 Banjarmasin

Nama

: Ny. D

Pendidikan

: SMA

Pekerjaan

: Ibu Rumah Tangga

Alamat

: Jl. Keramat Rt. 4 Banjarmasin

ANAMNESIS
Kiriman dari

:-

Dengan diagnosa

:-

Aloanamnesa dengan

: Ibu Pasien

Tanggal/jam

: 30 Juni 2014

1. Keluhan utama : Demam

28

2. Riwayat penyakit sekarang :


Anak panas 5 hari sebelum masuk rumah sakit. Anak panas tinggi
mendadak, panas naik turun, panas turun tetapi tidak sampai normal.
Anak sudah diberi obat penurun panas, panas turun sebentar kemudian
naik lagi. Anak tidak menggigil, tidak mengigau, tidak kejang, tidak
batuk pilek, tidak ada mimisan, tidak ada gusi berdarah maupun bercak
berwarna hitam kecoklatan. Selama sakit nafsu makan anak menurun,
anak mau minum, BAB dan BAK tidak ada keluhan.
Anak muntah 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Muntah sebanyak
2-3 sendok makan. Muntah berisi cairan bening.
3. Riwayat penyakit dahulu :
Anak tidak pernah masuk rumah sakit sebelumnya.
4. Riwayat kehamilan dan persalinan :
Riwayat Antenatal

Ibu rajin memeriksakan kehamilan ke Puskesmas dan dikatakan


kehamilannya baik.
Riwayat Natal

Spontan/tidak spontan

: Spontan

Nilai APGAR

: Langsung menangis dan gerak aktif

Berat badan lahir

: 3100 gram

Panjang badan lahir

: 49 cm

Lingkar kepala

: Ibu lupa

Penolong

: Bidan

Tempat

: Rumah

29

Riwayat Neonatal

Anak langsung menangis dan gerak aktif, sakit kuning (-), kejang (-).
5. Riwayat perkembangan :
Tiarap

: 7 bulan

Merangkak

: 8 bulan

Duduk

: 5 bulan

Berdiri

: 10 bulan

Berjalan

: 11 bulan

Saat ini

: Anak sekarang telah tamat TK dan

meneruskan sekolah di SD. Prestasi anak baik, anak juga tidak ada
hambatan dalam aktivitas sehari-hari.
6. Riwayat imunisasi :
Nama

Dasar (Umur dalam hari/bulan)

BCG
Polio
0
2
Hepatitis B
0
DPT
2
Campak
Kesimpulan : Imunisasi lengkap

0
3
1
3

4
6
4

Ulangan
(Umur dalam bulan)
-

7. Makanan :

Dari lahir sampai umur 6 bulan, anak mendapatkan ASI.

6 Bulan sampai 1 tahun, anak minum ASI sesuai kebutuhan anak


ditambah bubur SUN sebanyak 3 kali sehari. Kadang-kadang habis
atau kadang-kadang tidak.

30

1 Tahun sampai sekarang, makan makanan keluarga berupa Nasi,


lauk, sayur dan buah.

8. Riwayat keluarga :
Ikhtisar keturunan :
Ayah

Ibu

Keterangan :
= Laki-laki
= Perempuan
= Sakit
Susunan keluarga :
No
.
1.
2.
3.
4.

Nama
Tn. M
Ny. D
An. RS
An. N

Umur

L/P

Keterangan

36 th
28 th
6 th
6 Bln

L
P
L
L

Sehat
Sehat
Sakit sekarang
Sehat

9. Riwayat sosial lingkungan :


Anak tinggal bersama bapak, ibu, dan adik, Rumah terbuat dari kayu
yang berukuran 5x10 m2 dengan sebuah kamar dan sebuah wc. Rumah

31

terdiri dari 4 jendela dan 2 pintu dengan penerangan yang cukup. MCK
menggunakan air sungai dan minum menggunakan air PDAM yang di
masak. Sampah dibuang pada tempat pembuangan sampah. Anak tinggal
bersama orang tua nya di daerah kumuh.

II.

PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan umum

: tampak sakit sedang

Kesadaran

: komposmentis

GCS

: E4V5M6

2. Pengukuran :
Tanda vital : Tensi

: 90/70 mmHg

Nadi

: 96 x/menit, kualitas reguler

Suhu

: 37,1 oC

Respirasi

: 28 x/menit

Berat badan

: 18 kg

( 80,70% standar BB/U)

Tinggi badan

: 110 cm

(95,85% standar PB-TB/U)


(90,55% standar BB/TB)

Lingkar Lengan Atas (LLA) : 19 cm


Lingkar kepala
3. Kulit :

: 52 cm

Warna

: sawo matang

Sianosis

: tidak ada

Hemangiom

: tidak ada

Turgor

: cepat kembali

Kelembaban

: cukup

Pucat

: tidak ada

32

Lain-lain
4. Kepala : Bentuk

: tidak ada
: mesosefali

UUB

: datar, sudah menutup

UUK

: datar, sudah menutup

Lain-lain

: tidak ada

Rambut : Warna

: hitam

Tebal/tipis

: tebal

Jarang/tidak (distribusi) : merata

Mata :

Alopesia

: tidak ada

Lain-lain

: tidak ada

Palpebra

: tidak edema

Alis & bulu mata : tidak mudah dicabut


Konjungtiva

: tidak anemis

Sklera

: tidak ikterik

Produksi air mata : cukup


Pupil : Diameter
Simetris

: 3 mm/3 mm
: isokor, normal

Reflek cahaya : +/+


Kornea
Telinga : Bentuk

: jernih
: simetris

Sekret

: tidak ada

Serumen

: minimal

Nyeri

: tidak ada

Hidung : Bentuk

: simetris

33

Pernafasan cuping hidung : tidak ada


Epistaksis

: tidak ada

Sekret

: tidak ada

Lain-lain

: tidak ada

Mulut : Bentuk

: normal

Bibir

: mukosa bibir basah, sianosis tidak ada

Gusi

: - tidak mudah berdarah


- pembengkakan tidak ada

Lidah :

Gigi-geligi

: lengkap

Bentuk

: normal

Pucat/tidak

: tidak pucat

Tremor/tidak

: tidak tremor

Kotor/tidak

: tidak kotor

Warna

: merah muda

Faring : Hiperemi
Edema

: tidak ada
: tidak ada

Membran/pseudomembran : tidak ada


Tonsil : Warna

: merah muda

Pembesaran

: tidak ada

Abses/tidak

: tidak ada

Membran/pseudomembran : tidak ada


5. Leher :
Vena Jugularis : Pulsasi
Tekanan

: tidak terlihat
: tidak meningkat

34

Pembesaran kelenjar leher

: tidak ada

Kaku kuduk

: tidak ada

Masa

: tidak ada

Tortikolis

: tidak ada

6. Thorak :
a. Dinding dada/paru :
Inspeksi : Bentuk

Palpasi

: simetris

Retraksi

: tidak ada

Dispnea

: tidak ada

Pernafasan

: thorakal

: Fremitus fokal : simetris

Perkusi : sonor/sonor
Auskultasi : Suara Napas Dasar : Suara napas vesikuler
Suara Napas Tambahan : Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)
b. Jantung :
Inspeksi : Iktus

: tidak terlihat

Palpasi

: tidak teraba

: Apeks
Thrill

: tidak ada

Perkusi : Batas kanan : ICS II LPS dexter - IV LPS dexter


Batas kiri

: ICS II LPS sinister - V LMK sinister

Batas atas

: ICS II LPS dexter ICS II LPS sinister

Auskultasi :
Frekuensi

: 96 x/menit

Suara dasar

: S1 dan S2 tunggal

35

Bising

: tidak ada

7. Abdomen
Inspeksi

: Bentuk

: datar

Lain-lain
Palpasi

Perkusi

: tidak ada

: Hati

: tidak teraba

Lien

: tidak teraba

Ginjal

: tidak teraba

Masa

: tidak ada

: Timpani/pekak : timpani
Asites

: tidak ada

Auskultasi

: bising usus (+) normal

8. Ekstremitas :
Umum

: akral hangat, tidak edem, tidak parese

Neurologis
Lengan

Tanda
Gerakan
Tonus
Trofi
Klonus
Refleks
Fisiologis
Refleks
patologis
Sensibilitas
Tanda
meningeal

Kanan
bebas
eufoni
eutrofi
BPR = +
TPR
Hoffman (-)
Tromner (-)
normal

9. Susunan saraf

Tungkai

Kiri
bebas
eufoni
eutrofi
BPR = +
TPR
Hoffman (-)
Tromner (-)
normal
-

Kanan
bebas
eufoni
eutrofi
BPR = +
TPR
Babinsky (-)
Chaddok (-)
normal

Kiri
bebas
eufoni
eutrofi
BPR = +
TPR
Babinsky (-)
Chaddok (-)
normal

: Nervi Craniales I XII normal

36

10. Genetalia

: Perempuan dan tidak ada kelainan

11. Anus

: Ada dan tidak ada kelainan

III.PEMERIKSAAN LABORATORIUM SEDERHANA


Pemeriksaan
Hemoglobin
Leukosit
Eritrosit
Hematrokit
Trombosit
RDW-CV

Tgl : 26-06-2014
Pukul :12.13 Wita
14,2 g/dl
2000 /ul
5,20 juta/ul
42,1 vol%
78000 /ul
14,0 %

MCV
MCH
MCHC
Gran %
Limfosit %
Gran #
Limfosit #

81,1 fl
27,3 pg
33,7 %
36,9 %
51,4 %
0,70 ribu/ul
1,1 ribu/ul

Pemeriksaan
Hemoglobin
Leukosit
Eritrosit
Hematrokit
Trombosit
RDW-CV
MCV
MCH
MCHC
Neutrofil %
Limfosit %
Neutrofil #
Limfosit #

Hasil
Tgl : 27-06-2014
Tgl : 28-06-2014
Pukul : 23.21 Wita Pukul :07.22 Wita
13,4 g/dl
12,3 g/dl
6500 /ul
8200 /ul
4,90 juta/ul
4,69 juta/ul
39 vol%
37 vol%
11000 /ul
22000 /ul
13,6 %
13 %
79,2 fl
27,3 pg
34,5 %
79,3,1 %
5,14 ribu/ul
0,62 ribu/ul

Hasil
Tgl : 30-06-2014 Nilai Normal
Pukul :22.42 Wita
12,9 g/dl
11,0 15,0 g/dl
7900 /ul
4.000 10.500/ul
4,50 6,00 juta/ul
4,93 juta/ul
39 vol%
40 50 vol%
150.000
450.000/ul
26000 /ul
13,3 %
11,5 14,7 %
79 fl
80,0 97,0 fl
26,2 pg
27,0 32,0 pg
33,2 %
32,0 38,0 %
31 %
50,0 70,0 %
55,5 %
25,0 40,0 %
2,40 ribu/ul
2500 7000/ul
4,40 ribu/ul
1250 4000/ul

37

79,3 fl
26,2 pg
33,1 %
17,6 %
79,3,1 %
1,4 ribu/ul
4,70 ribu/ul

Tgl: 29-06-2014
Pukul :10.50 Wita
14 ,4g/dl
5,39 juta/ul
43 vol%
17000 /ul
13,8 %
78,8 fl
26,7 pg
33,9 %
61,7 %
0.94 ribu/ul

PEMERIKSAAN PENUNJANG :
-

Tes Rumple Leed (26 Juni 2014)

Pemeriksaan darah rutin (Trombosit, hemoglobin, hematokrit)

IV.

RESUME
Nama

: An. RS

Jenis kelamin

: Laki-laki

Umur

: 6 tahun

Berat badan

: 18 kg

Keluhan utama : Panas


Uraian

: Anak panas 5 hari sebelum masuk rumah sakit. Panas


bersifat mendadak dan hanya turun sebentar dengan obat
penurun panas. Menggigil (-), mengigau (-), kejang (-),
mual muntah (-), batuk pilek (-), riwayat perdarahan (-).
Nafsu makan berkurang, minum (+), BAB dan BAK
normal.

Pemeriksaan Fisik :
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran

: Komposmentis

Tensi

: 90/70 mm/Hg

Denyut Nadi

: 96 kali/menit

Pernafasan

: 28 kali/menit

Suhu

: 37,1 oC

38

GCS : 4-5-6

Kulit

: Turgor cepat kembali, kelembaban cukup, petikie (+)

Kepala

: Mesosefali, UUB dan UUK sudah menutup, datar

Mata

: Konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik, produksi


air mata cukup, palpebra tidak edem

Telinga

: Simeris, sekret (-), serumen minimal

Mulut

: Sianosis (-), mukosa bibir basah

Thorak/paru

: Retraksi (-), suara nafas vesikuler, ronkhi (-/-), wheezing


(-)

V.

Jantung

: S1 dan S2 tunggal

Abdomen

: datar, hati dan limfa tidak teraba, bising usus (+) normal

Ekstremitas

: Akral hangat, edem dan parese tidak ada

Susunan saraf

: Nervi craniales I-XII dalam batas normal

Genitalia

: Perempuan, tidak ada kelainan

Anus

: Ada, tidak ada kelainan

DIAGNOSIS
1. Diagnosa banding :

DHF grade II

Demam dengue
Morbili
Chikungunya haemorrhagic fever (CHF)
Idiopathic Thrombosytopenic Purpura (ITP)
Malaria
2. Diagnosa kerja

: DHF grade II

3. Status gizi

Menurut NCHS

39

BB = 23 - 28,5 = - 1,25 (gizi normal)


U
4,4
TB = 127 132,5 = - 0,8 (normal)
U
6,5
BB = 23 25,4 = - 1,13 (normal)
TB
2,2
CDC 2000 :
23 x 100 % = 92% (normal)
25
VI.

PENATALAKSANAAN
1. IVFD RL 20-24 tetes/menit (makro)
2. Parasetamol syrup 3 x 1 1/2 cth
VII.

USULAN PEMERIKSAAN
1. Pemeriksaan darah rutin (Hb, Ht dan trombosit/12 jam)
2. Uji serologi :
-

Uji Hemaglutinasi Inhibisi

IgG Elisa

VIII. PROGNOSIS
Quo ad vitam

: Dubia ad bonam

Quo ad functionam

: Dubia ad bonam

Quo ad sanationam

: Dubia ad bonam

IX.

PENCEGAHAN

1. Sanitasi dan hygiene lingkungan


2. Memberantas sarang nyamuk

40

3. Hindari gigitan nyamuk (seperti memakai kelambu saat tidur,


menggunakan obat nyamuk)
4. Mengisolasikan pasien yang menderita demam berdarah untuk
sedikitnya 5 hari
5. Tidak bepergian ke daerah epidemik DHF
X.

FOLLOW UP

Lembar Follow up tanggal 1 4 November 2005


Tanggal
01/11/08

S
Panas (-)
Sakit perut
(+)
Petekie (+)
Makan (+)
Minum (+)
BAK (+)
BAB (+)

O
TD= 100/80 mmHg
N=68 x/mnt
RR = 30x/mnt,
T= 36oC
KU : tampak sakit
ringan
Kesadaran : kompos
mentis
GCS : 4-5-6
Kulit: pucat (-)
Kepala: tidak ada
kelainan
Mata: anemis (-),
ikterik (-),palpebra
edema (-)
Telinga: tidak ada
kelainan
Mulut: mukosa bibir
basah
Toraks: retraksi (-),
Rh (-/-),Wh(-/-)
Jantung: S1=S2
tunggal, bising (-)
Abdomen:datar,
asites (-),Bising usus
(+) normal
Ekstremitas:akral
hangat, edema tungkai
(-/-), sianosis (-)
Susunan saraf:tidak
ada kelainan
Genitalia: tidak ada
kelainan

41

A
Diagnosis kerja :
DHF Grade II

P
-IVFD
RL
20-24
tetes/menit (makro)
- Parasetamol syrup 3 x 1
1/2 cth

Anus: tidak ada


kelainan
02/11/08

Panas (-)
Sakit perut
(+)
Petekie (+)
Makan (+)
Minum (+)
BAK (+)
BAB (-)

TD= 100/70 mmHg


N=70 x/mnt
RR = 26x/mnt,
T= 36,5oC
KU : tampak sakit
ringan
Kesadaran : kompos
mentis
GCS : 4-5-6
Kulit: pucat (-)
Kepala: tidak ada
kelainan
Mata: anemis (-),
ikterik (-),palpebra
edema (-)
Telinga: tidak ada
kelainan
Mulut: mukosa bibir
basah
Toraks: retraksi (-),
Rh (-/-),Wh(-/-)
Jantung: S1=S2
tunggal, bising (-)
Abdomen:datar,
asites (-),Bising usus
(+) normal
Ekstremitas:akral
hangat, edema tungkai
(-/-), sianosis (-)
Susunan saraf:tidak
ada kelainan
Genitalia: tidak ada
kelainan
Anus: tidak ada
kelainan

Diagnosis kerja :
DHF Grade II

-IVFD
RL
20-24
tetes/menit (makro)
- Parasetamol syrup 3 x 1
1/2 cth

03/11/08

Panas (-)
Sakit perut
(+)
Petekie (+)
Makan (+)
Minum (<)
BAK (+)
BAB (-)

TD= 90/70 mmHg


N=72 x/mnt
RR = 30x/mnt,
T= 36oC
KU : tampak sakit
ringan
Kesadaran : kompos
mentis
GCS : 4-5-6

Diagnosis kerja :
DHF Grade II

-IVFD
RL
20-24
tetes/menit (makro)
- Parasetamol syrup 3 x 1
1/2 cth

42

Kulit: pucat (-)


Kepala: tidak ada
kelainan
Mata: anemis (-),
ikterik (-),palpebra
edema (-)
Telinga: tidak ada
kelainan
Mulut: mukosa bibir
basah
Toraks: retraksi (-),
Rh (-/-),Wh(-/-)
Jantung: S1=S2
tunggal, bising (-)
Abdomen:datar,
asites (-),Bising usus
(+) normal
Ekstremitas:akral
hangat, edema tungkai
(-/-), sianosis (-)
Susunan saraf:tidak
ada kelainan
Genitalia: tidak ada
kelainan
Anus: tidak ada
kelainan
04/11/08

Panas (-)
Sakit perut
(+)
Petekie (-)
Makan (+)
Minum (<)
BAK (+)
BAB (+)

TD= 110/70 mmHg


N=72 x/mnt
RR = 26x/mnt,
T= 36,5oC
KU : tampak sakit
ringan
Kesadaran : kompos
mentis
GCS : 4-5-6
Kulit: pucat (-)
Kepala: tidak ada
kelainan
Mata: anemis (-),
ikterik (-),palpebra
edema (-)
Telinga: tidak ada
kelainan
Mulut: mukosa bibir
basah
Toraks: retraksi (-),
Rh (-/-),Wh(-/-)

43

Diagnosis kerja :
DHF Grade II

-IVFD
RL
20-24
tetes/menit (makro)
- Parasetamol syrup 3 x 1
1/2 cth

Jantung: S1=S2
tunggal, bising (-)
Abdomen:datar,
asites (-),Bising usus
(+) normal
Ekstremitas:akral
hangat, edema tungkai
(-/-), sianosis (-)
Susunan saraf:tidak
ada kelainan
Genitalia: tidak ada
kelainan
Anus: tidak ada
kelainan

44

XI.

OBSERVASI
TD
(mmHg)

Nadi
(x/menit)

RR
(x/menit)

Suhu
(oC)

31-10-2008
23.00

110/80

120

20

37,4

24.00

100/70

120

20

37,6

1-11-2005

100/80

115

22

37,9

04.00

110/70

110

21

38

06.00

100/80

115

22

37,8

12.00

110/70

110

24

37

18.00

100/80

110

26

36,6

24.00

100/70

105

26

36,5

2-11-2005

100/70

102

28

36,6

12.00

110/80

102

28

36,8

18.00

100/70

105

27

37

24.00

100/70

110

28

37

3-11-2005

90/70

110

30

37,4

12.00

100/70

115

29

37,2

18.00

100/80

115

29

36,9

24.00

100/80

114

30

36,6

02.00

06.00

06.00

45

BAB IV
DISKUSI
Pada kasus ini, secara klinis pasien menderita demam berdarah dengue
derajat II dimana diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik
pada pasien dan pemeriksaan laboratorium. Dari anamnesa didapatkan keluhan
utama anak datang ke rumah sakit setelah panas selama 5 hari. Panas mendadak
dan hanya turun sebentar dengan obat penurun panas, tetapi tidak sampai normal.
Anak muntah 3 hari sebelum masuk rumah sakit yang berisi cairan bening 12 sendok makan sekali muntah.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan petekie. Petekie merupakan salah satu
manifestasi pendarahan pada kulit. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan
trombositopenia. Dimana terjadi penurunan jumlah trombosit (trombosit
100.000/ul).
Pada perhitungan status gizi menurut NCHS didapatkan BB/U - 1,25 (gizi
normal)atau TB/U - 0,8 (normal)atau BB/TB - 1,13 (normal). Berdasarkan CDC2000 didapatkan 92% (normal).
Pada penderita ini, telah dilakukan pemberian terapi cairan IVFD RL 2024 tetes/menit (makro). Menurut gambar penatalaksanaan DBD derajat II tanpa
peningkatan hematokrit, penderita jika masih dapat minum tidak perlu dilakukan
pemberian cairan melalui intravena kecuali jika penderita terus menerus muntah
sehingga tidak mungkin diberi makanan per oral. Diberikannya cairan intravena
RL pada penderita ini karena merupakan cairan kristaloid dan sudah memasuki
hari sakit ke 5 dimana fase syok terjadi pada hari sakit ke 4 5. Medikamentosa
yang diberikan yaitu parasetamol sebagai antipiretik

46

BAB V
PENUTUP

Telah dilaporkan sebuah kasus demam berdarah dengue yang terjadi pada
seorang anak perempuan berusia 9 tahun 3 bulan dengan keluhan panas
mendadak dan hanya turun sebentar dengan obat penurun panas, tetapi tidak
sampai normal yang dirawat di ruang bangsal bagian anak RSUD Ulin
Banjarmasin. Diagnosis demam berdarah dengue derajat II ditegakkan
berdasarkan alloanamnesa yang dilakukan pada nenek pasien dan Pada
pemeriksaan fisik didapatkan petekie. Dan pada pemeriksaan laboratorium
didapatkan trombositopenia. Dimana terjadi penurunan jumlah trombosit
(trombosit 100.000/ul). Selama perawatan, anak mendapatkan terapi dan
menunjukkan perbaikan gejala. Pada hari ke 4 perawatan, anak diperbolehkan
pulang.

47

DAFTAR PUSTAKA

1. A. Hayani, Ahmad E, Yunus W & Samarang. Pengaruh pelatihan guru


UKS terhadap efektivitas pemberantasan sarang nyamuk demam berdarah
dengue di tingkat sekolah dasar, kota Palu, Provinsi Sulawesi Tengah.
Jurnal Ekologi Kesehatan Vol 5 No 1, April 2006 : 376 - 379
2. Acang N. Pemberian cairan pada demam berdarah dengue. Sub Bagian
Petri, Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK-Unad/RS Dr. M. Djamil Padang;
2008
3. Agus Sjahrurachman. Kinetika respon imun pada infeksi dengue : suatu
kajian serosurvai pada kasus infeksi dengue sekunder. Dalam: Agus
Sjarurachman, Pemeriksaan serologi pada penyakit infeksi, penyunting.
Jakarta: Bagian Mikrobiologi FKUI, 1994.h.63-73
4. Ahli medis. Demam berdarah dengue. (www.Pusat Medis.com), diakses 10
November 2008
5. Darmowandowo W. Demam Berdarah Dengue, (online) (http://www.
Pediatrik.com/ilmiah_popular/demam_berdarah.htm), diakses 11 Februari
2005).
6. de Jongh R. Dengue Fever in Indonesia. International SCS, An AEA
Company
The
Expert
Web
Site
Association.
http://www.DengueFeverIndonesia.html.1991-2002.
7. Hasan R, Alatas H. Buku Ilmiah Kesehatan Anak Jilid 2. Jakarta : Bagian
IKA FKUI, 1989 ; 607-17
8. Hendarwanto. Dengue. Dalam :Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1. Jakarta :
Balai Penerbit FKUI, 1998.
9. Judarwanto W. Deteksi dini dan tanda bahaya penyakit DBD.
(http://www.medicastore. com), diakses 8 November 2008
10. John GA. Dengue fever. Inf. Dis [serial online] 2004 April [cited 2004 Feb
5;
11 screens]. Available from:
http://www.emedicine.com/derm/dengue_fever.htm

48

11. Khomsah.
Penyakit
demam
berdarah
dengue
(www.khomsah@yahoo.com), diakses 10 November 2008

(DBD).

12. Kristina, Isminah & Leny W. Demam berdarah dengue. 2007.


(www.famfamfam.com)
13. Mansjoer A, Kuspuji T, Rakhmi S, Wahyu IW & Wiwiek S. Kapita Selekta
Kedokteran. Edisi ketiga, jilid II. Jakarta : Media Aesculapius, 1999
14. Muhlisin A. & Arum P. Penanggulangan demam berdarah dengue (DBD)
di kelurahan Singopuran Kartasura Sukoharjo. WARTA, Vol .9, No. 2,
September 2006: 123 12
15. Nelson. Ilmu Kesehatan Anak. Editor : A. Samik Wahab. Jakarta : EGC,
1999
16. Purnamawati. Demam dengue dan demam berdarah dengue. Yayasan
Orang Tua Peduli; 13 Oktober 2008
17. Setyowati ER, Aryati, Prihatini & M.Y. Probohoesodo. Evaluasi
pemeriksaan imunokromatografi untuk mendeteksi antibodi Ig M dan Ig G
demam berdarah dengue anak. Bagian/Laboratorium Patologi Klinik FK
Unair/RSU dr. Soetomo; 2006
18. Sumarmo S.P.S. Demam berdarah (dengue) pada anak. Jakarta: Penerbit
Universitas Indonesia, 1988.h.29-33.
19. Thomas Suroso et al. Pencegahan dan penanggulangan penyakit demam
dengue dan demam berdarah dengue. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, 2000.h.13-71.
20. World Health Organization. Dengue haemorrhagic fever : diagnosis,
treatment, prevention, and control. 2nd Ed. Geneva: WHO Library
Cataloguing in Publication Data, 1997.p.1-42.

49

Anda mungkin juga menyukai