Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Diabetes melitus adalah suatu jenis penyakit yang disebabkan menurunnya
hormon insulin yang diproduksi oleh kelenjar pankreas. Penurunan hormon ini
mengakibatkan seluruh gula (glukosa) yang dikonsumsi tubuh tidak dapat
diproses secara sempurna, sehingga kadar glukosa di dalam tubuh akan
meningkat. Gula yang meliputi polisakarida, oligosakarida, disakarida, dan
monosakarida merupakan sumber tenaga yang menunjang keseluruhan aktivitas
manusia. Seluruh gula ini akan diproses menjadi tenaga oleh hormon insulin
tersebut. Karenanya, penderita diabetes melitus (diabetisi) biasanya akan
mengalami lesu, kurang tenaga, selalu merasa haus, sering buang air kecil, dan
penglihatan menjadi kabur. Gejala lain akibat adanya kadar glukosa yang terlalu
tinggi akan menjadi ateroma sebagai penyakit awal penyakit jantung koroner.
Menurut American Diabetes Association (2003) yang dikutip oleh Pusat
Lipid dan Diabetes RSUP Dr. Cipto Mangunkusumo FKUI, diabetes melitus
merupakan suatu penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang
terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya.
Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka
panjang dan kegagalan beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal, syaraf,
jantung, dan pembuluh darah.
Laporan statistik dari International Diabetes Federation (IDF) menyebutkan
bahwa sekarang sudah ada sekitar 230 juta penderita diabetes. Angka ini terus
bertambah hingga 3 persen atau sekitar 7 juta orang setiap tahunnya. Dengan
demikian, jumlah penderita diabetes diperkirakan akan mencapai 350 juta pada
tahun 2025 dan setengah dari angka tersebut berada di Asia terutama India,
Pakistan, dan Indonesia.

53

Diabetes melitus telah menjadi penyebab kematian terbesar keempat di


dunia. Setiap tahun ada 3,2 juta kematian yang disebabkan langsung oleh
diabetes. Itu berarti ada 1 orang per 10 detik atau 6 orang per menit yang
meninggal akibat penyakit yang berkaitan dengan diabetes. Penyandang DM di
Indonesia pada tahun 1995 ada 4,5 juta orang yang mengidap diabetes, nomor
tujuh terbanyak di dunia. Sekarang angka ini meningkat sampai 8,4 juta dan
diperkirakan pada tahun 2025 akan menjadi 12,4 juta orang, atau urutan kelima
terbanyak di dunia. Jumlah kasus DM yang ditemukan di Propinsi Jawa Tengah
tahun 2007 sebanyak 259.703 kasus, terdiri dari DM tipe I sebanyak 26.981 dan
DM Tipe 2 sebanyak 232.722 kasus.
Untuk itu, penyuluhan mengenai diabetes mellitus yang dilakukan dan
dibuat dalam laporan ini bertujuan untuk memberikan informasi dan wawasan
tentang diabetes melitus kepada warga usia pertengahan dan usia lanjut di
Posyandu Lansia Semangka RW 06 Bancar Kembar.
I.2. Tujuan
Tujuan dari promosi kesehatan ini adalah untuk menambah pengetahuan dan
wawasan dewasa usia pertengahan dan usia lanjut mengenai penyakit diabetes
mellitus, sehingga diharapkan kepada dewasa usia pertengahan dan usia lanjut
baik yang memiliki riwayat penyakit diabetes mellitus ataupun tidak dapat
memahami tentang penyakit ini serta bagaimana pencegahan ataupun yang perlu
dilakukan oleh para penderita diabetes mellitus sehingga dapat mencegah
terjadinya komplikasi yang berat.
I.3. Sasaran
Sasaran dari kegiatan ini adalah dewasa usia pertengahan (45-59 tahun) dan
dewasa usia lanjut (> 60 tahun) di Posyandu Lansia Semangka RW 06 Bancar
Kembar.

54

I.4. Target
Target yang ingin dicapai dari kegiatan promosi kesehatan ini meliputi :
1. Memberikan informasi kepada dewasa usia pertengahan dan usia lanjut yang
dating ke Posyandu Lansia Semangka RW 06 Bancar Kembar mengenai
penyakit diabetes mellitus, pencegahan, penanganan dan terapi, edukasi, serta
komplikasi penyakit tersebut.
2. Diharapkan informasi yang sudah diberikan kepada dewasa usia pertengahan
maupun usia lanjut yang memiliki riwayat penyakit diabetes mellitus ataupun
tidak, dapat mengaplikasikan informasi mengenai penyakit diabetes melitus
dalam kehidupan sehari-hari.
3. Dengan memahami informasi yang diberikan, diharapkan dapat membantu
Menurunkan angka penderita diabetes mellitus pada dewasa usia pertengahan
maupun dewasa usia lanjut yang tidak memiliki riwayat penyakit tersebut
serta menurunnya angka terjadinya komplikasi pada penderita diabetes
mellitus di RW 06 Bancar Kembar.
I.5. Bentuk Kegiatan
Bentuk kegiatan yang dilakukan yaitu berupa Posyandu lansia dan
penyuluhan di Posyandu Lansia Semangka RW 06 Bancar Kembar.
I.6. Pelaksanaan
1. Tempat: Posyandu Lansia Semangka RW 06 Bancar Kembar
2. Tanggal

: 28 Juni 2016

3. Waktu

: 09.00 11.30 WIB

4. Peserta

: Dewasa usia pertengahan (45-59) dan dewasa usia lanjut (>60


tahun)

5. Tema

: Pengetahuan mengenai penyakit kronis diabetes mellitus

55

I.7. Proses Kegiatan


1. Pembukaan oleh moderator
2. Penyuluh memberikan informasi secara tatap muka
3. Tanya jawab dan sharing
4. Penutupan

56

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Definisi
Diabetes melitus merupakan suatu penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau
kedua-duanya.
II.2. Etiologi
DM tipe 2 disebut juga Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus
(NIDDM) disebabkan karena kegagalan relatif sel dan resistensi insulin.
II.3. Mekanisme Pelepasan Insulin

Pelepasan insulin diregulasi oleh adanya glukosa, keberadaan asam amino


dan beberapa hormon gastrointestinal (glukagon, sekretin, gastrin, glucosedependent insulin-releasing peptide/GIP, dan cholecytokinin/CCK). Secara
molekuler prose pelepasan insulin dari sel beta pankreas diawali uptake glukosa

57

oleh sel beta pankreas yang dimediasi oleh glukosa transporter GLUT2.
Kemudian glukosa akan mengalami glikolisis dan citric acid cycle dengan
bantuan enzim glukokinase, sehingga melepaskan NADH dan FADH2 di dalam
mitokondria, yang akan mendonorkan elektronnya pada mitochondrial
electrone-transport chain.
Tahap selanjutnya akan terjadi pengeluaran proton oleh komplex I, III, dan
IV yang akan menyebabkan perubahan gradien elektrokimia pada sel beta
pankreas. Perubahan gradien yang terlalu tinggi akan memicu pemasukan
kembali proton ke dalam mitokondria melalui ATP sintetase dan uncoupling
protein 2. Jalur ATP sintetase akan menyebabkan diproduksinya ATP dengan
adanya ADP dan fosfat inorganik, sedangkan jalur uncoupling protein 2 akan
menghasikan pelepasan energi berupa panas. Peningkatan ATP dan ADP akan
menghambat ATP-sensitive K+ channel sehingga kanal akan tertutup dan terjadi
penurunan

depolarisasi

dari

membran

plasma.

Depolarisasi

membran

mengakibatkan terbukanya kanal Ca2+, sehingga terjadi transport Ca2+ dari luar
sel ke dalam sel (peningkatan kadar Ca2+ intraseluler). Pada akhirnya
konsentrasi Ca2+ intrasel yang tinggi akan memicu release insulin dari sel beta
pankreas.
Golongan obat antidiabetes peroral memiliki mekanisme kerja pada jalur
ini, yaitu dengan hambatan secara langsung pada kanal K+ sensitif ATP.

II.4. Klasifikasi
Berdasarkan American Diabetes Association (ADA, 2010):
1. DM Tipe 1.
Destruksi sel pancreas.
Defisiensi insulin absolut.
2. DM Tipe 2.
58

Defek sekresi insulin secara progresif.


Resistensi insulin
3. DM Tipe Lain.
Defek genetik funsi sel .
Defek genetik dari aksi insulin.
Penyakit eksokrin pancreas.
Karena obat atau bahan kimia
4. DM Gestasional.
Diabetes selama kehamilan.
II.5. Gejala Klinis
1. Banyak makan (polifagia)
2. Sering merasa haus (polidipsia)
3. Sering kencing (poliuria) terutama malam hari
4. Lemas
5. Berat badan menurun
6. Kesemutan pada jari tangan dan kaki
7. Gatal-gatal
8. Penglihatan kabur
9. disfungsi ereksi pada pria
10. Pruritus vulva pada wanita
11. Luka sukar sembuh
II.6. Faktor Risiko
Faktor risiko yang dapat dimodifikasi:
a.Overweight (IMT >23 kg/m2)
b. Kurang aktivitas
c.Hipertensi (TD 140/90 mmHg)
d. Dislipidemia Kolesterol HDL 35 mg/dL atau trigliserid 250 mg/dL
Tidak bisa dimodifikasi :
-

Riwayat keluarga DM

Umur

Riwayat DM gestational
59

Riwayat BBLL

Faktor risiko lain :


a.Infeksi
b. Sindroma metabolik
II.7. Patofisiologi
Pada diabetes tipe ini terdapat dua masalah utama yang berhubungan
dengan insulin, yaitu : resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin.
Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel.
Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu
rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa didalam sel. Resistensi insulin pada
diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini.
Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi
pengambilan glukosa oleh jaringan.Untuk mengatasi resistensi insulin dan
mencegah terbentuknya glukosa dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah
insulin yang disekresikan.
Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat
sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada
tingkat yang normal/sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel sel beta tidak
mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa
akan meningkat dan terjadi diabetes melitus tipe II. Meskipun terjadi gangguan
sekresi insulin yang merupakan ciri khas diabetes melitus tipe II, namun masih
terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak
dan produksi badan keton yang menyertainya. Karena itu, ketoasidosis diabetik
tidak terjadi pada diabetes tipe II.

60

Tabel : Kadar glukosa darah sewaktu dan glukosa darah puasa sebagai patokan
penyaring dapat dilihat pada table berikut ( dalam mg/dL) :

Kadar
glukosa
darah
sewakt
u
Kadar
glukosa
darah
puasa

Bukan DM

Belum pasti DM

DM

Plasma
vena

< 100

100 - 199

200

Darah
kapiler
Plasma
vena

< 90

90 - 199

200

< 100

100 125

126

Darah
kapiler

< 90

90 - 99

100

61

Cara pelaksanaan TTGO


a. 3 hari sebelum pemeriksaan tetap makan seperti kebiasaan sehari-hari,
tetap melakukan kegiatan jasmani seperti biasa
b. Berpuasa minimal 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan, minum
air putih tanpa gula tetap diperbolehkan
c. Diperiksa kadar glukosa darah puasa
d. Diberikan glukosa 75 gram (dewasa), atau 1,75 gram/kgBB (anak-anak),
dilarutkan dalam air 250 ml dan diminum dalam waktu 5 menit
e. Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2
jam setelah minum larutan glukosa selesai
f. Diperiksa kadar glukosa darah 2 jam sesudah beban glukosa
g. Selama proses pemeriksaan, subyek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak
merokok.

I.8. Penatalaksanaan
1. Edukasi
a. Perjalanan penyakit DM
b. Perlunya pengendalian dan pemantauan DM
c. Penyulit DM dan risikonya
d. Intervensi farmakologis dan non-farmakologis serta target perawatan
e. Interaksi antara asupan makanan, aktifitas fisik, dan obat hipoglikemik
oral atau insulin
f. Cara pemantauan glukosa darah dan pemahaman hasil glukosa darah
g. Mengatasi sementara keadaan gawat darurat
h. Pentingnya latihan jasmani yang teratur
62

i. Pentingnya perawatan diri


2. Terapi gizi medis
a. Karbohidrat : 45-65 % total asupan energi
b. Lemak : 20 25% kebutuhan kalori
Lemak jenuh < 7% kebutuhan kalori
PUFA < 10 %, selebihnya dari MUFA
c. Protein : 15 20% total asupan energi
d. Garam : anjuran untuk masyarakat umum yaitu tidak lebih dari 3000 mg
e. Serat : 25 g/hari, diutamakan serat larut
f. Pemanis
(PUFA = Polyunsaturated fatty acid)
(MUFA = Monounsaturated fatty acid)
Kebutuhan kalori :
Tentukan BB ideal : 90 % x ( TB dalam cm - 100) x 1 kg
Faktor-faktor yang menentukan kebutuhan kalori :
a. Jenis kelamin : Kebutuhan kalori wanita sebesar 25 kal / kg BB dan untuk
pria sebesar 30 kal / kg BB
b. Umur :
40-59 tahun - ( 5 % )
60-69 tahun - ( 10 % )
70 tahun - ( 20 % )
c. Aktifitas fisik :
Istirahat + ( 10 % )
Aktifitas ringan +( 20 % )
Aktifitas sedang + ( 30 % )
Aktifitas sangat berat + ( 50 % )
d. Berat badan : kegemukan - ( 20 30 %) kurus + ( 20 30 % )
e. Latihan jasmani
Kegiatan jasmani sehari hari dan latihan jasmani secara teratur ( 3 4
kali seminggu selama 30 menit ), Jalan kaki, bersepeda santai, jogging,
dan berenang. Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur dan
status kesegaran jasmani.
II.8.1. Intervensi Farmakologi

63

1. Golongan sulfonilurea
a. Generasi 1 : tolbutamid, tolazamid, asetoheksimid dan klorpropamid
b. Generasi 2 : glibenkamid, glipizid, glimepirid, glikasid
c. Mekanisme Kerja : merangsang sekresi insulin dari granul sel sel
Langerhans pancreas. Rangsangan melalui interaksinya dengan ATPsensitive K channel

pada membran sel sel menimbulkan

depolarisasi membran membuka kanal Ca. Dengan terbukanya kanal


Ca ion Ca++ akan masuk sel merangsang granula yang berisi insulin
terjadi sekresi insulin dengan jumlah yang ekuivalen dengan peptida-C.

d. Farmakokinetik
Absorpsi melalui saluran cerna cukup efektif. Makanan dan
keadaan hiperglikemia dapat mengurangi absorpsi. Untuk mencapai

kadar optimal di plasma


Masa paruh pendek akan lebih efektif bila diminum 30 menit

sebelum makan
Dalam plasma sekitar 90%-99% terikat protein plasma terutama

albumin.
Metabolisme di hepar

64

Ekskresi melalui ginjal tidak boleh diberikan pada pasien

gangguan fungsi hati atau ginjal yang berat.


e. Efek Samping : hipoglikemia, bahkan sampai koma tentu dapat timbul.
f. Efek samping lain : reaksi alergi jarang sekali terjadi, mual, muntah,
diare, gejala hematologik antara lain leukopenia dan agranulositosis,
gejala susunan saraf pusat berupa vertigo, bingung, ataksia dan
sebagainya
g. Kontraindikasi : pada pasien gangguan hati dan ginjal
h. Interaksi obat : Obat yang dapat meningkatkan risiko hipoglikemia
sewaktu penggunaan sulfonilurea adalah insulin, alkohol, fenformin,
sulfonamide.
2. Golongan meglitinid
a. Repaglinid dan nateglinid merupakan golongan meglitinid, makanisme
kerjanya sama dengan sulfonilurea tetapi struktur kimianya sangat
berbeda. Golongan ini merangsang insulin dengan menutup kanal K +
yang ATP=independent di sel pancreas. Pada pemberian oral
absorpsinya cepat dan kadar puncaknya dicapai dalam waktu 1 jam. Masa
paruhnya 1 jam, karenanya harus diberikan beberapa kali sehari sebelum
makan. Metabolisme utamanya di hati dan metabolitnya tidak aktif.
Sekitar 10% dimetabolisme di ginjal. Pada pasien dengan gangguan
fungsi hati atau ginjal harus diberikan secara berhati hati. Efek samping
utamanya hipoglikemia dan gangguan saluran cerna. Reaksi alergi juga
pernah dilaporkan.
3. Golongan biguanid
a. Mekanisme Kerja
Tidak menyebabkan rangsangan sekresi insulin dan umumnya tidak
menyebabkan hipoglikemia. Menurunkan produksi glukosa di hepar dan
meningkatkan sensitivitas jaringan otot dan adipose terhadap insulin. Efek
ini terjadi karena adanya aktivasi kinase di sel (AMP-activated protein
kinase). Biguanid tidak merangsang ataupun menghambat perubahan
glukosa menjadi lemak. Absorpsi di usus, dalam darah tidak terikat protein
plasma, ekskresinya melalui urin dalam keadaan utuh. Masa paruhnya
sekitar 2 jam. Dosis awal 2 500 mg, umumnya dosis pemeliharaan
65

(maintenance dose) 3 500 mg, dosis maksimal 2,5 gram. Obat diminum
pada waktu makan.

Pasien diabetes mellitus yang tidak memberikan

respon dengan sulfonilurea dapat di atasi dengan metformin, atau dapat


pula diberikan sebagai terapi kombinasi dengan insulin atau sulfonilurea.
b. Efek Samping : Hampir 20% pasein dengan metformin mengalami mual,
muntah, diare serta kecap logam (metallic taste). Pada pasien dengan
ganggua ginjal atau sistem kardiovaskular, pemberian biguanid dapat
menimbulkan peningkatan kadar asam laktat dalam darah dapat
mengganggu keseimbangan elektrolit dalam cairan tubuh.
c. Indikasi : Sediaan biguanid tidak dapat menggantikan fungsi insulin
endogen dan digunakan pada terapi diabetes dewasa.
d. Kontraindikasi : Biguanid tidak boleh diberikan pada kehamilan, pasien
penyakit hepar berat, penyakit ginjal dengan uremia dan penyakit jantung
kongestif dan penyakit paru denga hipoksia kronik.
4. Golongan penghambat -glukosidase
a. Mekanisme Kerja : memperlambat absorpsi polisakarida (Starch),
dekstrin, dan disakarida di usus. Dengan menghambat kerja enzim glikosidase di brush border intestin, dapat mencegah peningkatan glukosa
plasma pada orang normal dan pasien diabetes mellitus. Karena kerjanya
tidak mempengaruhi sekresi insulin, maka tidak akan menyebabkan efek
samping hipoglikemia. Obat golongan ini diberikan pada waktu mulai
makan dan absorpsinya buruk.
b. Efek Samping : Malabsorpsi, flatulen, diare, dan abdominall bloating.
Untuk mengurangi efek samping ini sebaiknya dosis dititrasi, mulai dosis
awal 25 mg pada saat mulai makan selama 8 minggu, kemudian secara
bertahap ditingkatkan setiap 4 8 minggu sampai dosis maksimal 75 mg
setiap tepat sebelum makan. Dosis yang lebih kecil dapat diberikan
dengan makanan ringan.
5. Golongan tiazolidinedion
a. Mekanisme Kerja : Insulin merangsang pembentukan dan translokasi
GLUT ke membran sel di organ perifer. Ini terjadi karena insulin
66

merangsang Peroxisome proliferators-activated receptor (PPAR) di inti


sel dan mengaktivasi insulin-responsive genes, gen yang berperan pada
metabolisme karbohidrat dan lemak.
b. Indikasi
Pemberian glitazon digunakan untuk diabetes mellitus tipe 2 yang tidak
memberi respons dengan diet dan latihan fisik, sebagai monoterapi atau
ditambahkan pada mereka yang tidak memberi respons pada obat
hipoglikemik lain (sulfonilurea, metformin) atau insulin.
c. Efek Samping
Peningkatan berat badan, edema, menambah volume plasma dan
memperburuk gagal jantung kongestif. Edema sering terjadi pada
penggunaannya bersama insulin. Tidak dianjurkan pada gagal jantung
kelas 3 dan 4 menurut klasifikasi NYHA. Hipoglikemia pada penggunaan
monoterapi jarang terjadi.

67

II.8.2. Insulin
Indikasi insulin:

Penurunan berat badan yang cepat


Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
Ketoasidosis diabetik
Hiperglikemia hiperosmolar nonketotik
Hiperglikemia dengan asidosis laktat
Gagal dengan kombinasi OHO dosis hampir maksimal
Stres berat ( infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke )
Diabetes melitus gestasional yang tidak terkendali dengan TGM
Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO

68

Sediaan insulin
Prinsip:
1. Kerja cepat : (lispro dan aspart)
a.Onset of action dan duration of action sangat cepat
b. Onset of action : 5-15 menit (lispro); 10-12 menit(aspart)
c.Puncak : 1 jam
d. Duration of action : 3-5 jam
e.menyerupai sekresi insulin endogen secara fisiologis pada saat makan
f. Pemberian :SC, CSII
g. Dapat dicampur dengan NPH, lente, atau ultralente dalam satu siring
tanpa mempengaruhi absorpsi
h. Diberikan segera sebelum makan (5 menit sebelum makan)
2. Kerja pendek: (regular insulin)
a.Onset of action cepat
b. Onset of action : 30 menit (lispro)
c.Puncak : 2 dan 3 jam
d. Duration of action : 5-8 jam
e.Hexamer mula kerja dan lama kerjanya lebih lama
f. Pemberian : dapat diberikan iv (ketoasidosis, setelah operasi atau
infeksi akut)
g. Diberikan 30 menit sebelum makan
3. Kerja sedang : (lente,NPH) insulin
a.Lente insulin: Campuran 30% semilente (onset of action cepat) + 70%
ultralente insulin (onset and duration of action panjang)
b. NPH

onset of action lambat

Terdiri dari kombinasi protamin dan insulin

Setiap molekul protamin mengandung 6 molekul insulin

69

Setelah pemberian SC, enzim proteolitik jaringan mendegradasi


protamin insulin dapat diabsorpsi
4. Kerja panjang:

a. Ultra lente
b. Glargin insulin

Onset of action: 1-1,5 jam

Duration of action: 11-24 jam atau lebih

Biasanya diberikan 1 kali sehari tapi, kadang-kadang 2 kali


sehari.

Tidak dapat dicampur dengan insulin lain dalam satu siring

Pola absorpsi tergantung tempat injeksi

Sliding scale
GDS
200-250
250-300
300-350
>350-400
>400
-

RI
5U
10 U
15 U
20 U
25 U

RI
4U
8U
12 U
16 U

Tiap 6 jam cek GDS selama 24 jam insulin yang masuk dijumlah
kemudian dibagi 3

untuk hari berikutnya = 3 X y U (y = hasil pembagian diatas

Pengendalian diabetes mellitus


Baik

Sedang

Buruk

Glukosa darah
puasa(mg/dL)
Glukosa darah 2jam(mg/dL)

80-100
80-144

100-125
145-179

126
180

A1C

< 5,5

6,5-8

>8

70

Kolesterol total (mg/dL)

< 200

200-239

240

Kolesterol LDL (mg/dL)

< 100

100-129

130

Kolesterol HDL (mg/dL)

> 45

Trigliserida (mg/dL)

< 150

150 -199

200

IMT ( kg/m)

18,5-23,0

23 - 25

> 25

Tekanan darah (mmHg)

130/80

130-140/80-90

> 140/90

II.9. Penyulit Diabetes Mellitus


1. Penyulit akut
a. Ketoasidosis diabetik

Kondisi dekompensasi metabolik akibat defisiensi insulin

absolut

ataupun relatif

Faktor pencetus : infeksi, infark miokard akut, pankreatitis akut,


penggunaan obat golongan steroid, menghentikan atau mengurangi
dosis insulin

Gambaran klinis utama : gejala khas yang semakin meningkat, berupa


poliuria, berat badan menurun, kelemahan umum, mata kabur, mual,
muntah, kemudian penurunan kesadaran sampai koma. Pada
pemeriksaan jasmani didapatkan keadaan dehidrasi, hipotensi,
takikardi, dan pernapasan Kussmaul.

b. Hiperosmolar nonketotik

71

c. Hipoglikemia

Menurunnya kadar glukosa darah hingga < 60 mg/dL

Sering terjadi karena kelebihan obat, makan tidak adekuat kegiatan


jasmani yang berlebihan

Gejala hipoglikemia terdiri dari gejala adrenergik (berdebar, benyak


keringat, gemetar, rasa lapar, mata kabur)

dan

gejala

neuro-

glikopenik ( pusing, gelisah, kesadaran menurun sampai koma).

72

II.10. Komplikasi
1. Makroangiopati :
a. Pembuluh darah jantung
b. Pembuluh darah perifer
c. Pembuluh darah otak
2. Mikroangiopati :
a. Retinopati diabetik
b. Nefropati diabetik
c. Neuropati

73

Anda mungkin juga menyukai