TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi dan Fisiologi Sistem Pencernaan
Sistem Pencernaan merupakan saluran yang menerima makanan dari luar dan
mempersiapkannya untuk diserap oleh tubuh dengan jalan proses pencernaan (pengunyahan,
penelanan dan pencampuran) dengan enzim dan zat cair yang terbentang mulai dari mulut
(oris) sampai anus. Saluran pencernaan terdiri dari mulut, tenggorokan (faring),
kerongkongan (esofagus), lambung (gaster), usus halus, usus besar (kolon), rektum dan anus.
Sistem pencernaan juga meliputi organ-organ yang terletak diluar saluran pencernaan, yaitu
pankreas, hati dan kandung empedu (Sherwood, 2011).
makanan,
berbicara
juga
bernafas.
Rongga mulut terdiri dari pipi, bibir, gigi dan lidah. Ada 2 jenis pencernaan dalam
rongga mulut, yaitu pencernaan mekanik dan kimiawi oleh enzim-enzim.
b. Faring
Merupakan penghubung antara rongga mulut dan kerongkongan. Pada
lengkung faring terdapat tonsil yaitu kelenjar limfe yang banyak mengandung
kelenjar limfosit dan merupakan pertahanan terhadap infeksi.
c. Esofagus
Berbentuk tabung / tube berotot dekat vertebra yang dilalui sewaktu
makanan mengalir dari bagian mulut ke dalam lambung. Makanan berjalan
melalui kerongkongan dengan menggunakan proses peristaltik. Esofagus bertemu
dengan faring pada ruas ke-6 tulang belakang.
d. Gaster
Gaster terletak pada epigastrium dan terdiri dari mukosa, submukosa,
lapisan otot tebal, dan serosa. Secara anatomis, ventrikulus terbagi atas kardiak,
fundus, korpus, antrum dan pilorus. Sphincter cardia mengalirkan makanan
masuk ke dalam ventriculus dan mencegah refluks isi ventrikulus. Di bagian
pilorus ada sphincter piloricum yang ketika berelaksasi makanan masuk ke dalam
duodenum, dan ketika berkontraksi mencegah terjadinya aliran balik isi
duodenum.
Lapisan epitel mukosa lambung terdiri dari sel mukus tanpa sel goblet. Pada
bagian kardiak, kelenjar terutama adalah sel mukus. Pada bagian fundus dan
korpus kelenjar mengandung sel parietal yang mensekresi HCl dan faktor
intrinsik, dan chief cell mensekresi pepsinogen. Bagian pilorus mengandung sel G
yang mensekresi gastrin.
Mukosa lambung dilindungi oleh berbagai mekanisme dari efek erosif asam
lambung. Mukus dan HCO3 dapat menetralkan asam di daerah dekat permukaan
sel. Prostaglandin E yang dibentuk oleh mukosa lambung melindungi lambung
dan duodenum dengan merangsang peningkatan sekresi bikarbonat, mukus
lambung, aliran darah mukosa, dan kecepatan regenerasi sel mukosa.
Fungsi utamanya adalah sebagai tempat penampungan
makanan,
lemak. Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus dua belas jari (duodenum),
usus kosong (jejunum), dan usus penyerapan (ileum).
Duodenum
Terletak setelah lambung dan merupakan bagian terpendek dari usus
halus, dimulai dari bulbus duodenale dan berakhir di ligamentum Treitz.
Duodenum merupakan organ retroperitoneal, yang tidak terbungkus
seluruhnya oleh selaput peritoneum. Pada duodenum terdapat dua muara
h. Apendiks
Merupakan organ intraperitoneal. Vermiform appendix adalah tabung
dengan ujung yang buntu yang menyambung dengan sekum.
i. Rektum
Sebuah saluran setelah kolon sigmoid dan berakhir di anus. Organ ini
berfungsi sebagai tempat penyimpanan sementara feses. Biasanya rektum ini
kosong karena tinja disimpan di tempat yang lebih tinggi, yaitu pada kolon
desendens. Jika kolon desendens penuh dan tinja masuk ke dalam rektum, maka
timbul keinginan untuk defekasi.
j. Anus
Merupakan lubang di ujung saluran pencernaan. Sebagian anus terbentuk
dari kulit dan sebagian lainnya dari usus. Pembukaan dan penutupan anus diatur
oleh otot sphincter. Feses dibuang dari tubuh melalui proses defekasi.
k. Pankreas
Pankreas berfungsi menghasilkan enzim pencernaan (jaringan asini) serta
beberapa hormon seperti insulin (pulau langerhans). Pankreas melepaskan enzim
ke duodenum dan melepaskan hormon ke dalam darah. Enzim yang dilepaskan
oleh pankreas akan mencerna protein, karbohidrat dan lemak. Pankreas juga
melepaskan sejumlah besar sodium bikarbonat, yang berfungsi melindungi
duodenum dengan menetralkan asam lambung.
l. Hati
Hati memiliki peran penting dalam metabolisme dan beberapa fungsi tubuh
termasuk penyimpanan glikogen, sintesis protein plasma, dan penetralan obat,
juga memproduksi empedu, yang penting dalam pencernaan.
m. Kandung Empedu
Organ ini dapat menyimpan sekitar 50 ml empedu, panjangnya sekitar 7-10
cm dan berwarna hijau gelap. Organ ini dihubungkan dengan hati dan duodenum
melalui saluran empedu. Empedu memiliki 2 fungsi penting yaitu membantu
pencernaan dalam penyerapan lemak dan pembuangan limbah tertentu dari tubuh,
terutama haemoglobin (Hb) yang berasal dari penghancuran sel darah merah dan
kelebihan kolesterol.
(Sherwood, 2011; Guyton, 2007)
Epidemiologi
Perdarahan saluran cerna merupakan salah satu permasalah dalam
masih
dapat
menghambat
siklooksigenase.
Aspirin
dapat
sehingga
pada
penderita
hipertensi
dianjurkan
untuk
20 mmHg.
Frekuensi nadi ortostatik meningkat > 15/menit.
Akral dingin.
Kesadaran menurun.
Anuria atau oliguria (produksi urine < 30ml/ jam).
11
(Adi, 2010)
2.2.5
perdarahan saluran cerna bagian atas yang sering terjadi adalah diakibatkan
oleh penyakit berikut:
Esofagitis
Varises esofagus
Sindroma Mallory-Weiss
Gastritis erosif
Ulkus peptikum
Duodenitis
Neoplasma
12
13
14
16
B. Sindroma Mallory-Weiss
Tahun
1929,
Kenneth
Mallory
dan
Soma
Weiss
pertama
kali
perdarahan
melalui
mekanisme
vasokonstriksi
dan
(Louis, 2004)
19
C. Varises Esofagus
Varises esofagus adalah terjadinya protrusi vena mulai dari distal hingga
proksimal lumen esofagus akibat hipertensi portal yang merupakan salah satu
komplikasi sirosis hati. Komplikasi hipertensi portal yang paling berbahaya
adalah perdarahan varises esofagus (D Amico, 2002).
Hipertensi portal paling baik diukur dengan menggunakan pengukuran
hepatic vein pressure gradient (HVPG). Perbedaan tekanan antara sirkulasi portal
dan sistemik sebesar 10-12 mmHg memicu terbentuknya varises. Nilai normal
HVPG adalah 3-5 mmHg. Perdarahan terjadi ketika varises pada esofagus ruptur
akibat tekanan dinding telah maksimal (de Franchis, 2010).
Pemeriksaan yang menjadi gold standar varises esofagus adalah
esofagogastroduodenoskopi (EGD) yang dapat menentukan lokasi dan ukuran
varises, perdarahan akut dan berulang serta menentukan penyebab dan derajat
beratnya penyakit hati. Jika esofagogastroduodenoskopi tidak dapat dikerjakan,
maka dapat dilakukan USG Dopler, radiografi (barium swallow), manometri dan
angiografi vena porta.
Panduan Diagnosa
1) Screening EGD
untuk
diagnosis
varises
esofagus
dan
gaster
dan
Tidak ada varises
Varises kecil
20
perdarahan
pada
varises
esofagus
dengan
terapi
21
adalah
melakukan
pembedahan
pada
anastomosis
portosistemik.
(Block, 2004)
23
Pada lansia terjadi penurunan daya regang dinding kolon sebagai akibat
perubahan struktur jaringan kolagen dinding usus.
b. Diet rendah serat
Menyebabkan penurunan massa feses menjadi lebih kecil dan keras, waktu
transit feses di kolon lebih lama sehingga absorpsi air lebih banyak dan
output yang menurun menyebabkan tekanan dalam kolon meningkat untuk
mendorong feses keluar. Hal-hal tersebut menyebabkan herniasi mukosa
kolon.
c. Konstipasi
Konstipasi menyebabkan otot-otot menjadi tegang sehingga tekanan
berlebihan menyebabkan titik-titik lemah pada usus besar menonjol dan
membentuk divertikula.
d. Gangguan jaringan ikat
Pada sindrom Marfan dan Ehlers Danlos dapat menyebabkan kelemahan
pada dinding kolon.
(Jackson, 2011)
Pada penegakkan diagnosis yang dimulai dari anamnesis, dapat ditanyakan
tentang pola dan frekuensi defekasi, konsistensi dan ada tidaknya darah pada
feses, juga mengenai gejala dan tanda yang dapat terjadi lainnya. Pada umumnya
divertikulosis tidak menimbulkan gejala. Namun gejala klinis yang dapat
dijumpai pada divertikulosis adalah nyeri perut pada fossa iliaka kiri, dapat terjadi
konstipasi atau diare, malaise, muntah, distensi abdomen bahkan terjadi tandatanda terjadinya abses dan peritonitis. Pada pemeriksaan fisik didapatkan nyeri
tekan ringan dan teraba padat pada bagian sigmoid. Tidak didapatkan demam dan
leukositosis bila tidak ada radang. Dapat juga dilakukan rectal touche untuk
mengetahui adanya nyeri tekan, penyumbatan atau darah.
25
26
27
obat steroid.
Probiotik, bakteri hidup untuk memperbaiki keseimbangan flora
29
terutama
hipokalemia,
mencerminkan
derajat
diare.
memendek
dan
struktur
haustra
adenokarsinoma kolon.
USG
Bukan merupakan modalitas utama. Pada pemeriksan USG,
didapatkan penebalan dinding usus simetris akibat edema dengan isi
lumen kolon yang terlihat berkurang. Usus menjadi kaku,
hipoperistaltik dan haustra kolon menghilang. Dengan USG Doppler
dapat
32
33
34
Tatalaksana
Penatalaksanaan hemoroid terdiri dari konservatif dan pembedahan.
Penatalaksanaan konservatif berupa koreksi konstipasi, meningkatkan
konsumsi serat, laksatif, menghindari obat-obatan yang dapat menyebabkan
kostipasi seperti kodein dan perubahan gaya hidup lainnya seperti
mengurangi mengejan saat buang air.
Sedangkan untuk tindakan pembedahan, HIST (Hemorrhoid Institute
of South Texas) menetapkan indikasi tatalaksana pembedahan, antara lain :
1. Hemoroid internal derajat II berulang.
2. Hemoroid derajat III dan IV dengan gejala.
3. Mukosa rektum menonjol keluar anus.
4. Hemoroid derajat I dan II dengan penyakit penyerta seperti fisura.
5. Kegagalan penatalaksanaan konservatif.
6. Permintaan pasien.
Terapi Pembedahan
Skleroterapi
Lokasi injeksi adalah submukosa hemoroid. Efek injeksi sklerosan
tersebut adalah edema, reaksi inflamasi dengan proliferasi fibroblast, dan
trombosis intravaskular. Reaksi ini akan menyebabkan fibrosis pada
sumukosa hemoroid.
Rubber band ligation
Ligasi jaringan hemoroid dengan rubber band menyebabkan nekrosis
iskemia, ulserasi dan scarring yang akan menghasilkan fiksasi jaringan
ikat ke dinding rektum. Komplikasi prosedur ini adalah nyeri dan
perdarahan.
Bipolar diathermy
Energi listrik untuk mengkoagulasi jaringan hemoroid dan pembuluh
darahnya. Biasanya digunakan pada hemoroid internal derajat rendah.
Laser haemorrhoidectomy
Doppler ultrasound guided haemorrhoid artery ligation
Teknik ini dilakukan dengan menggunakan proktoskop yang dilengkapi
dengan doppler probe yang dapat melokalisasi arteri. Kemudian arteri
yang memperdarahi jaringan hemoroid tersebut diligasi menggunakan
absorbable suture. Pemotongan aliran darah ini diperkirakan akan
mengurangi ukuran hemoroid.
Cryotherapy
Teknik ini dilakukan dengan menggunakan temperatur yang sangat
rendah untuk merusak jaringan. Kerusakan ini disebabkan kristal yang
terbentuk di dalam sel, menghancurkan membran sel dan jaringan.
Stappled hemorrhoidopexy
Teknik dilakukan dengan mengeksisi jaringan hemoroid pada bagian
proksimal dentate line. Keuntungan pada stappled hemorrhoidopexy
adalah berkurangnya rasa nyeri paska operasi selain itu teknik ini juga
aman dan efektif sebagai standar hemoroidektomi.
(De Jong, 2010)
36
D. Gangguan Vaskular
I. Angioektasia / Angiodisplasia
Angiodisplasia gastrointestinal adalah anomali non variceal pada
vaskuler traktus digestifus. Dinding vaskuler akan tipis dengan sedikit atau
tanpa otot polos, hal ini menyebabkan vaskuler dilatasi dan mudah berdarah.
Angiodisplasia gastrointestinal paling banyak ditemukan pada kolon. Sampai
saat ini penyebab pasti angiodisplasia belum diketahui secara pasti, namun
penyakit ini dilaporkan terjadi dengan frekuensi lebih tinggi pada pasien
dengan penyakit utama berikut ini :
Stenosis aorta
Heyde et al merupakan orang pertama yang melaporkan adanya
hubungan antara stenosis aorta dengan angiodisplasia sehingga
munculnya kedua penyakit tersebut secara bersamaan disebut
Sindroma Heyde.
Penyakit von Willebrand
Gagal ginjal kronis
Pasien dengan GGK memiliki risiko perdarahan lebih tinggi
karena beberapa mekanisme termasuk disfungsi uremik trombosit
dan penggunaan anti-koagulan. Faktor intrinsik disfungsi trombosit
adalah penurunan level adenosine difosfat, serotonin, epinefrin,
trombin dan kolagen, sedangkan faktor ekstrinsik adalah pelepasan
toksin dan peningkatan nitrit oksida yang menghambat interaksi
trombosit-trombosit dan mempengaruhi interaksi trombositdinding pembuluh darah.
(Sami, 2014)
Sebagian besar pasien adalah asimptomatik dan lesi secara tidak
sengaja ditemukan saat pemeriksaan kolonoskopi. Menurut penelitian
Olokoba (2012), keluhan nyeri abdomen, perdarahan gastrointestinal,
konstipasi dan penurunan berat badan ditemukan pada pasien angiodisplasia
usia 85 tahun. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah pemeriksaan
laboratorium seperti pemeriksaan feses rutin untuk memeriksa adanya darah
pada feses dan untuk mengetahui adanya anemia akibat perdarahan saluran
cerna dengan pemeriksaan darah lengkap dan pemeriksaan besi serum.
Diagnosis pasti yaitu dengan melihat langsung kelainan vaskuler
dengan pemeriksaan penunjang berikut :
Endoskopi
37
angiodysplasia.
Gambaran
dan
karakteristik
38
Tatalaksana
Terapi endoskopi:
Argon Plasma Coagulation (APC)
APC terdiri dari elektrokoagulasi tanpa kontak langsung dengan mukosa
gastrointestinal. Arus listrik ditransmisikan ke dalam jaringan melalui
argon terionisasi yang kemudian menyebar ke lesi yang ditargetkan.
40
E. Neoplasma
I. Karsinoma kolorektal
Karsinoma kolorektal adalah tumbuhnya sel kanker yang ganas pada
usus besar atau rektum. Angka insiden tertinggi terdapat pada Eropa,
Amerika, Australia dan Selandia Baru. Perkiraan insiden kanker di Indonesia
adalah 100 per 100.000 penduduk. Dewasa ini kanker kolorektal telah
menjadi salah satu dari kanker yang banyak terjadi di Indonesia, data yang
dikumpulkan dari 13 pusat kanker menunjukkan bahwa kanker kolorektal
merupakan salah satu dari lima kanker yang paling sering terdapat pada pria
maupun wanita (Abdullah, 2006).
memungkinkan
perkembangan
dari
formasi
adenoma,
41
Berdasarkan
tubular
adenoma,
42
gen
dapat
menggiring
kepada
kemungkinan
pada umur yang sangat muda, dan screening harus dimulai pada
umur 20 tahun atau lebih dini 5 tahun dari umur anggota
keluarga yang pertama kali terdiagnosa kanker kolorektal yang
berhubungan HNPCC. Polip yang ada pada tipe ini lebih sedikit
dan kejadian kanker terbanyak pada sebelah kanan.
d. Diet dan gaya hidup
Diet tinggi lemak, tinggi kalori, daging dan diet rendah serat
berkemungkinan besar untuk menderita kanker kolorektal. Selain itu
perokok, peminum alkohol, orang dengan tingkat aktifitas fisik yang
rendah dan obesitas memiliki peluang kanker kolorektal yang lebih
besar.
e. Usia
(Sabiston, 1995)
44
Kedalaman Infiltrasi
Terbatas hingga dinding usus
Masuk ke lapisan muskular dan
mukosa
Prognosa Hidup
Setelah 5 Tahun
97%
80%
C
C1
C2
Metastase KGB
Beberapa KGB dekat tumor primer
Pada pituitary limf jauh
Metastase jauh
<5%
Tabel 1. Klasifikasi Dukes-Turnbull
65%
35%
Menurut TNM
45
46
a. Stadium 0
Stadium kanker insitu; pada stadium ini, sel yang abnormal masih
ditemukan pada garis batas dalam dari kolon (muskularis mukosa)
b. Stadium 1
Stadium dukes A; kanker telah menyebar pada garis batas dalam
dari kolon hingga dinding dalam dari kolon dan belum menyebar
keluar kolon.
c. Stadium 2
Stadium dukes B; kanker telah menyebar ke lapisan otot dari kolon
hingga lapisan ketiga dan lapisan lemak atau kulit tipis yang
mengelilingi kolon dan rektum. Namun belum mengenai kelenjar
limfe.
d. Stadium 3
Stadium dukes C; kanker telah menyebar ke kelenjar limfe tapi
belum menyebar ke bagian lain daripada tubuh.
e. Stadium 4
Stadium dukes D; kanker telah menyebar ke organ lain dari tubuh
seperti hati dan paru-paru.
47
Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang muncul berbeda tergantung letak lesi kanker yang
ada (Zieve, 2009).
ASPEK KLINIS
NYERI
DEFEKASI
OBSTRUKSI
DARAH FESES
FESES
DISPEPSIA
ANEMIA
MEMBURUKNYA
KOLON KANAN
KOLON KIRI
REKTUM
Kolitis
Karena penyusupan
Diare/diare berkala
Jarang
Samar
Normal/diare berkala
Sering
Hampir selalu
Hampir selalu
Obstruksi
Obstruksi
Konstipasi progresif
Hampir selalu
Samar/makroskopik
Normal
Jarang
Lambat
Lambat
Proktitis
Obstruksi
Tenesmi terus menerus
Hampir selalu
Makroskopik
Perubahan bentuk
Jarang
Lambat
Lambat
KEADAAN
UMUM
48
darah.
Mukosa
Tumor
ditembus jari, mudah berdarah atau tidak, batas atas dan jaringan
sekitarnya, jarak dari garis anorektal sampai tumor.
(Abdullah, 2006)
Pemeriksaan penunjang
Biopsi
Pengambilan jaringan untuk dilihat sitologinya. Pemeriksaan ini
sangat penting sehingga bila ada obstruksi sehingga biopsi tidak
50
Left colon
Rectum
1.
2.
3.
4.
5.
6.
1.
2.
3.
4.
5.
1.
2.
3.
4.
Rectal bleeding
Blood in stool
Changes in bowel habits
A feeling of fullness or feeling of dissatisfaction
after defecation
5. The discovery of tumor rectosigmoidoscopy
Tabel 3. Kesimpulan manifestasi klinis
51
Tatalaksana
Tata laksana yang dapat diberikan ialah reseksi operasi luas dari lesi
dan drainase regional limfatik. Reseksi dari tumor primer tetap diindikasikan
walaupun telah terjadi metastase. Abdomen dibuka dan dieksplorasi adakah
metastase. Tujuan terapi karsinoma kolon ialah mengeluarkan tumor dan
suplai limfovaskular. Reseksi dari usus tergantung dari pembuluh darah yang
mengaliri bagian kanker tersebut. Organ atau jaringan penyokong seperti
omentum nyga harus direseksi en blok dengan tumor. Bila seluruh tumor
tidak dapat diangkat, maka dibutuhkan terapi paliatif. Anastomosis dilakukan
diawali dengan irigasi usus dengan normal solusio saline atau povidon idodin
yang diharapkan sel tumor dalam lumen dapat tercuci atau dihancurkan.
Apabila terdapat metastase tidak terprediksi sebelumnya saat dilakukan
laparotomi, maka tumor primer harus direseksi bila dapat dilakukan dan
aman. Selanjutkan dilakukan anaastomosis. Pada tumor yang tidak dapat
direseksi, maka dilakukan prosedur paliatif dan membutuhkan proksimal
stoma atau bypass.
Reseksi kolorektal
Reseksi kolorektal dilakukan pada kondisi bervariasi termasuk
neoplasma ( jinak dan ganas), inflamatori bowel disease dan kasus lain.
Reseksi
Secara umum, ligasi proksimal mesenterik akan mengelimnasi aliran
darah pada bagian kolon lebih besar dan membutuhkan kolektomi.
Reseksi kuratif dari karsinoma kolorektal dicapai dengan ligasi
pembuluh darah mesenterika proksimal dan pembersihan kelenjar
getah bening mesenterika secara radikal. Pada reseksi proses benign,
tidak diperlukan reseksi mesenterika dan omentum dapat tetap
dipertahankan.
Emergensi reseksi
Reseksi jenis ini digunakan dalam kasus obstruksi, perforasi dan
hemoragi. Pada keadaan ini, usus tidak ada persiapan dan kondisi
pasien tidak stabil. Pada reseksi kolon kanan atau proksimal
kosmetik,
mengurangi nyeri post operasi dan pemulihan usus yang lebih cepat.
52
distalnya.
Side to side
Dilakukan bila menyambung kontinuitas diantara 2 pembuluh darah
atau segmens usus dimana tempat terakhirnya telah ditutup.
53
ialah
bevacizumab
dan
kemoterapi
(oxiliplatin
dan
irinotecan).
(Sjamsuhidajat dan De Jong, 2005; Fingerote, 2011)
55
suatu
lesi
premaligna.
Banyak
kasus
bertangkai
dan
insidensinya
meningkat
sesuai
dengan
57
polip
seiring
dengan
dilakukannya
kolonoskopi
58
59
Laparoscopic Colectomy
Dilakukan pada kasus polip kolorektal yang tidak dapat direseksi dengan
endoskopi misalkan pada polip yang mengenai lebih dari sepertiga kolon
atau pada polip tidak bertangkai yang luas (Itah, 2009).
Reseksi kolon
Kasus polip kolon yang dikaitkan dengan poliposis familia, reseksi
sering menjadi satu-satunya pilihan penatalaksanaan. Reseksi juga
dianjurkan untuk pasien dengan kolitis ulseratif kronis yang ditemukan
terdapatnya sel-sel yang mengalami displasia atau pada polip yang terus
menerus mengalami kekambuhan setelah polipektomi. Beberapa pilihan
operasi yang dapat dilakukan adalah kolektomi total,
subtotal atau
60