STATUS PASIEN
A. Identitas Pasien
Nama
Umur
Alamat
Agama
Pekerjaan
Status
Suku bangsa
Tanggal Masuk
Tanggal Anamnesis
Dirawat yang ke
: Ny. S
: 54 tahun
: Way Apus Kec. Bakauheni Lampung Selatan
: Islam
: Ibu Rumah Tangga
: Menikah
: Jawa
: 12 Januari 2016
: 13 Januari 2016
: 2 (kedua)
Leher
Pembesaran KGB
Pembesaran kelenjar tiroid
JVP
Trakhea
:
:
:
:
:
:
:
:
:
Toraks
2
(Cor)
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
(Pulmo)
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Abdomen
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
- Extremitas
Superior
Inferior
:
:
:
:
Status Neurologis
-
Saraf Kranialis
N.Olfactorius (N.I)
Daya penciuman hidung
: normal
N.Opticus (N.II)
Tajam penglihatan
Lapang penglihatan
Tes warna
Fundus oculi
:
:
:
:
6/60 - 6/60
normal
normal
tidak dilakukan
: normal
: normal
3
Superior
Inferior
Obliqus superior
Obliqus inferior
Refleks pupil akomodasi
Refleks pupil konvergensi
N.Trigeminus (N.V)
Sensibilitas
Ramus oftalmikus
Ramus maksilaris
Ramus mandibularis
Motorik
- M. masseter
- M. temporalis
- M. pterygoideus
Refleks
- Refleks kornea
- Refleks bersin
N.Fascialis (N.VII)
Inspeksi Wajah Sewaktu
Diam
Tertawa
Meringis
Menutup mata
Pasien disuruh untuk
Mengerutkan dahi
Menutup mata kuat-kuat
Mengembungkan pipi
:
:
:
:
:
:
normal
normal
normal
normal
normal / normal
normal / normal
: normal
: normal
: normal
: normal
: normal
: normal
: (+/+)
: Sulit dinilai
:
:
:
:
asimetris
wajah tertarik kekanan
wajah tertarik kekanan
simetris
: simetris
: simetris
: asimetris
Sensoris
- Pengecapan 2/3 depan lidah
: normal
N.Acusticus (N.VIII)
N.cochlearis
- Ketajaman pendengaran
- Tinitus
: tidak dilakukan
: tidak dilakukan
N.vestibularis
- Test vertigo
- Nistagmus
: tidak dilakukan
: (-)
Refleks muntah
Peristaltik usus
Bradikardi
Takikardi
:
:
:
:
tidak dilakukan
Normal
(-)
(-)
N.Accesorius (N.XI)
- M.Sternocleidomastodeus
- M.Trapezius
: normal
: normal
N.Hipoglossus (N.XII)
- Atropi
- Fasikulasi
- Deviasi
: (-)
: (-)
: deviasi ke kiri
:
:
:
:
:
(-)
(-/-)
(-/-)
(-/-)
(-/-)
Sistem Motorik
Superior ka/ki
Gerak
Kekuatan otot
Klonus
Atropi
Refleks fisiologis
(aktif/aktif)
5/3
(-/-)
(-/-)
Biceps (+/+)
Triceps (+/+)
Refleks patologis
Inferior ka/ki
(aktif/aktif)
5/2
(-/-)
(-/-)
Pattela (+/+)
Achiles (+/+)
Babinsky (-/-)
Chaddock (-/-)
Oppenheim (-/-)
Schaefer (-/-)
Gordon (-/-)
Gonda (-/-)
Sensibilitas
Eksteroseptif / rasa permukaan
-
Rasa nyeri
Rasa suhu panas
Rasa suhu dingin
:
:
:
Rasa raba
normal
normal
normal
normal
: normal
: normal
5
Rasa getar
Rasa nyeri dalam
: tidak dilakukan
: tidak dilakukan
: normal
Koordinasi
Tes telunjuk hidung
Tes pronasi supinasi
: normal
: normal
: Normal
: Normal
Fungsi Luhur
Fungsi bahasa
Fungsi orientasi
Fungsi memori
Fungsi emosi
:
:
:
:
baik
baik
baik
baik
:
:
:
Siriraj Score
Penurunan kesadaran
: Nyeri kepala
: Muntah
: Tekanan Diastole
: 90
Ateroma
: +
Score : (2,5 x 0) + (2 x 0) + (2 x 0) + (0,1 x 90) - (3 x 1) 12 = -6
D. Resume
Pasien datang ke Instalasi Gawat Darurat RSUD Dr. H. Abdul Moeloek pada tanggal 12
Januari 2016 dengan keluhan lengan dan tungkai sebelah kiri lemah saat digerakkan.
Keluhan ini terjadi saat pasien sedang beristirahat dikamar pada pagi hari. Pasien juga
mengeluhkan kesulitan bicara karena mulut pasien tertarik kesebelah kanan. Pasien
sudah lama mengalami kelemahan pada lengan dan tungkai kiri sebelumnya, namun 1
hari SMRS merasa lemah pada lengan dan tungkai semakin memberat. Keluhan lainnya
seperti nyeri kepala, mual, muntah, dan pingsan disangkal oleh pasien. Keluhan
gangguan buang air kecil, gangguan buang air kecil, disangkal oleh pasien. Pasien telah
dirawat di ruang Bougenvile selama 1 hari, selama perawatan pasien mengaku
6
kelemahan masih dirasakan, pasien masih sulit mengangkat tangan dan kaki. Nafsu
makan baik, menelan, buang air kecil dan buang air besar tidak ada gangguan. Pasien
pernah mengalami mengalami hal yang seperti ini. Sekitar 2,5 tahun yang lalu pasien
pernah dirawat di rumah sakit karena mengalami lemah pada lengan dan tungkai kiri.
Setelah di rawat, pasien diketahui menderita darah tinggi. Pasien dirawat selama 5 hari,
selama perawatan pasien dapat menggerakkan kembali lengan dan tungkai kiri tetapi
tidak dapat normal seperti semula. Pasien mengaku ada keluarga yang mengalami hal
yang serupa yaitu suami dan ibu pasien. Riwayat darah tinggi pada suami, ibu dan kakak
pasien. Sebelum muncul keluhan, pasien belum pernah berobat sebelumnya. Setelah
pasien mengalami keluhan lemah pada lengan dan tungkai kiri sekitar 2,5 tahun yang
lalu, pasien minum obat darah tinggi tetapi tidak rutin. Pasien sering meminum kopi dan
makan goreng-gorengan. Suami pasien memiliki kebiasaan merokok selama 30 tahun,
dan belum berhenti sampai sekarang. Pasien tinggal bersama suami, anak, menantu dan 3
orang cucu. Pasien tinggal di daerah yang padat penduduk.
Pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran compos
mentis, GCS E4V5M6. Tanda vital didapatkan tekanan darah 140/90 mmHg, nadi 84
x/menit ireguler, RR 24 x/menit, suhu 37,3oC. Pada status generalis didapatkan batas
jantung normal. Kekuatan otot ekstremitas superior dekstra/sinistra 5/3, inferior 5/2.
Pemeriksaan Nervus Facialis VII wajah tampak asimetris, wajah tertarik kekanan.
Pemeriksaan Nervus Hipoglosus tampak lidah deviasi ke sinistra. Refleks patologis
Babinski (-/-), Chadock (-/-), Schaefer (-/-) dan Gonda (-/-). Rangsang meningeal Kaku
kuduk (-), Burdzinsky sign I (-), Burdzinsky sign II (-), Kernigs sign (-), Laseque sign (-)
E. Diagnosis
Diagnosis klinis
Diagnosis topik
Diagnosis etiologi : Hemiparese sinistra + parese nervus VII et causa Stroke non
hemoragik
F. Diagnosis Banding
- Stroke Hemoragik
G. Penatalaksanaan
1. Umum
- Tirah baring,
- Pantau tanda vital
7
2. Medikamentosa
- Oksigen 3L/m
-
IVFD RL XV gtt/menit
Inj. Ceftazidim 1gr/12jam
Amlodipin 1x 10 mg
Inj. Ranitidine 50mg/12jam
Inj. Citicholin 250mg/hari
3. Rehabilitasi
- Fisioterapi
I. Prognosa
-
Quo ad vitam
Quo ad functionam
Quo ad sanationam
= dubia ad bonam
= dubia ad malam
= dubia ad malam
FOLLOW UP :
Selasa, 12 Januari 2016
S
TD
T
Nervus
140/100 mmHg
HR
80 kali/menit
0
37,0 C
RR
22 kali/menit
Wajah tertarik kekanan, sudut mulut kiri kebih rendah
VII
Nervus
Lidah deviasi ke kiri
XII
Extremitas
Superior kanan/kiri
Inferior kanan/kiri
Gerak
(aktif / aktif)
(aktif/ aktif)
Kekuatan otot
5/3
5/2
Atrofi
-/-
-/-
Refleks fisiologis
Biceps +/+
Triceps +/+
Patella +/+
Achilles +/+
Assessment
Planning
- Oksigen 3L/m
IVFD RL XV gtt/menit
Inj. Ceftazidim 1gr/12jam
Amlodipin 1x 10 mg
Inj. Ranitidine 50mg/12jam
Inj. Citicholin 250mg/hari
TD
T
Nervus
130/90 mmHg
HR
84 kali/menit
0
37,3 C
RR
24 kali/menit
Wajah tertarik kekanan, sudut mulut kiri lebih rendah
VII
Nervus
XII
Extremitas
Superior kanan/kiri
Inferior kanan/kiri
Gerak
(aktif / aktif)
(aktif/ aktif)
Kekuatan otot
5/3
5/2
Atrofi
-/-
-/-
Refleks fisiologis
Biceps +/+
Triceps +/+
Patella +/+
Achilles +/+
Assessment
Planning
- Oksigen 3L/m
IVFD RL XV gtt/menit
Inj. Ceftazidim 1gr/12jam
Amlodipin 1x 10 mg
Inj. Ranitidine 50mg/12jam
Inj. Citicholin 250mg/hari
9
CT scan kepala
BAB II
ANALISIS KASUS
A. Apakah diagnosis pada pasien sudah tepat?
Berdasarkan data-data yang didapatkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang dapat disimpulkan pasien menderita stroke.
Stroke adalah sindroma klinis yang berkembang cepat akibat gangguan otak fokal
maupun global dengan gejala gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih dan
dapat menyebabkan kematian tanpa ada penyebab lain yang jelas selain kelainan
vascular (WHO, 2006).
Anamnesis, yang menunjang untuk stroke adalah didapatkannya defisit neurologis
berupa hemiparese sisnitra dan parese nervus VII. Dari anamnesis pasien mengeluhkan
lengan dan tungkai kiri lemah dan sulit digerakkan. Keluhan ini sudah terjadi sejak tiga
tahun yang lalu dan keluhan memberat secara tiba-tiba saat pasien sedang beristirahat
dikamar pada pagi hari. Selain itu pasien juga memiliki keluhan mulut mencong ke
kanan, wajah tertarik kekanan.
Dari anamnesis pasien, didapatkan bahwa diagnosa lebih mengarah kepada stroke non
hemoragik. Stroke non hemoragik atau stroke iskemik ialah stroke yang disebabkan oleh
sumbatan pada pembuluh darah servikokranial atau hipoperfusi jaringan otak oleh
berbagai faktor seperti aterotrombosis, emboli, atau ketidakstabilan hemodinamik yang
menimbulkan gejala serebral fokal, terjadi mendadak, dan tidak menghilang dalam waktu
24 jam atau lebih (Goetz, 2007).
10
Stroke non hemoragik merupakan penyakit yang progresif . Keluhan yang dapat muncul
dapat ringan hingga berat. Berupa defisit neurologi fokal, kelemahan anggota tubuh ,
gangguan penglihatan, kejang hingga penurunan kesadaran (Cohen, 2000).
Selain itu, dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik dapat dilakukan penegakkan
diagnosis berdasarkan sistem skoring:algoritma gajah mada dan skor siriraj.
Algoritma Gadjah Mada
Pada pasien:
Penurunan kesadaran (-) sakit kepala (-) refleks babinski (-) = stroke non hemoragik
Skor Stroke Siriraj
Rumus :
(2,5 x derajat kesadaran) + (2 x nyeri kepala) + (2 x muntah) + (0,1 x tekanan
diastolik) (3 x penanda ateroma) 12
Keterangan :
Derajat kesadaran
Muntah
Nyeri kepala
Ateroma
Hasil :
Skor 0
Skor > 1
Skor < 1
: Infark serebri / iskemik
Skor pasien:
(2,5 x 0) + (2 x 0) + (2 x 0) + (0,1 x 90) - (3 x 1) 12 = -6 = stroke non hemoragik
Terdapat pula faktor risiko stroke pada pasien yaitu usia tua dan hipertensi yang tidak
terkontrol. Menurut Goetz, 2007 stroke adalah penyakit yang disebabkan oleh banyak
faktor atau yang sering disebut multifaktor. Faktor risiko yang berhubungan dengan
kejadian stroke dibagi menjadi dua, yaitu faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi
(non-modifiable risk factors) dan faktor resiko yang dapat dimodifikasi (modifiable risk
factors). Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi adalah usia, jenis kelamin, ras /
suku bangsa, herediter. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi adalah hipertensi, penyakit
jantung
hiperlipidemi, gaya hidup yang kurang aktivitas, dan stenosis arteri karotis (Goetz,
2007).
Pemeriksaan fisik yang mendukung diagnosis stroke adalah ditemukannya tekanan darah
tinggi 140/100mmHg pada pemeriksaan tanda vital yang menunjukkan adanya hipertensi
pada pasien. Hipertensi merupakan salah satu faktor risiko penyebab serangan stroke non
hemoragic. Dimana menurut literature Kenaikan tekanan darah 10 mmHg saja dapat
meningkatkan
risiko
terkena
stroke
sebanyak
30%.
Hipertensi
mempercepat
arterioskleosis sehingga mudah terjadi oklusi atau emboli pada/dari pembuluh darah
besar.
Dari pemeriksaan motorik didapatkan kekuatan otot lemah pada ekstremitas superior dan
inferior sinistra. Hal ini menunjukkan adanya defisit neurologis yang mengarah ke stroke
non hemoragik. Berdasarkan teori, non hemoragik/ iskemik merupakan penyakit yang
progresif dengan berbagai macam tampilan klinis, dari yang ringan hingga berat.
Gambaran klinis stroke iskemik dapat berupa kelemahan anggota tubuh (jarang pada
kedua sisi). Hiperrefleksia
Sensomotorik
Hemiplegia kontralateral
12
dominan), Hemi-neglect
tungkai) hemihipestesia
(hemisfer non-dominan),
kontralateral.
agnosia, defisit
visuospasial, apraksia,
disfagia
Hemiplegia kontralateral
dominan), Hemi-negelect
tungkai) hemihipestesia
(hemisfer non-dominan),
kontralateral.
hemianopsia, disfagia
bawah)
Hemiparese kontralateral,
Afasia sensoris
transkortikal (hemisfer
A.Serebri anterior
Hemiplegia kontralateral
Afasia transkortikal
(hemisfer dominan),
lengan) hemiestesia
kontralateral (umumnya
dominan), perubahan
ringan)
Kuadriplegia, sensoris
Gangguan kesadaran
umumnya normal
A.Serebri posterior
Hemiplegia sementara,
Gangguan lapang
prosopagnosia, aleksia
13
atas dan hasil pemeriksaan, maka dapat disimpulkan bahwa diagnosis topic pada kasus
ini adalah hemisfer cerebri dekstra. (Marjono & Sidharta, 2010).
Pemeriksaan CT-scan pada pasien ini belum dilakukan. CT scan merupakan Gold tandar
dari penegakkan diagnosis stroke. Suatu CT scan digunakan untuk mencari perdarahan
atau massa di dalam otak, situasi yang sangat berbeda dengan stroke yang memerlukan
penanganan yang berbeda pula. CT Scan berguna untuk menentukan:
jenis patologi
lokasi lesi
ukuran lesi
menyingkirkan lesi non vaskuler
15
16
mendeteksi sampai 12-24 jam. Sekali lagi, ini bukanlah test garis depan untuk
mengevaluasi pasien stroke.
Computerized tomography dengan angiography: menggunakan zat warna yang
disuntikkan ke dalam vena di lengan, gambaran pembuluh darah di otak dapat
memberikan informasi tentang aneurisma atau arteriovenous malformation. Seperti
abnormalitas aliran darah otak lainnya dapat dievaluasi dengan peningkatan teknologi
canggih, CT angiography menggeser angiogram konvensional.
Conventional angiogram: suatu angiogram adalah tes lain yang kadang-kadang
digunakan untuk melihat pembuluh darah. Suatu pipa kateter panjang dimasukkan ke
dalam arteri (biasanya di area selangkangan) dan zat warna diinjeksikan sementara foto
sinar-x secara bersamaan diambil. Meskipun angiogram memberikan gambaran anatomi
pembuluh darah yang paling detail, tetapi ini juga merupakan prosedur yang invasif dan
digunakan hanya jika benar-benar diperlukan. Misalnya, angiogram dilakukan setelah
perdarahan jika sumber perdarahan perlu diketahui dengan pasti. Prosedur ini juga
kadang-kadang dilakukan untuk evaluasi yang akurat kondisi arteri carotis ketika
pembedahan untuk membuka sumbatan pembuluh darah dipertimbangkan untuk
dilakukan.
Carotid Doppler ultrasound: adalah suatu metode non-invasif (tanpa injeksi atau
penempatan pipa) yang menggunakan gelombang suara untuk menampakkan
penyempitan dan penurunan aliran darah pada arteri carotis (arteri utama di leher yang
mensuplai darah ke otak)
Tes darah: tes darah seperti sedimentation rate dan C-reactive protein yang dilakukan
untuk mencari tanda peradangan yang dapat memberi petunjuk adanya arteri yang
mengalami peradangan. Protein darah tertentu yang dapat meningkatkan peluang
terjadinya stroke karena pengentalan darah juga diukur. Tes ini dilakukan untuk
mengidentifikasi penyebab stroke yang dapat diterapi atau untuk membantu mencegah
perlukaan lebih lanjut. Tes darah screening mencari infeksi potensial, anemia, fungsi
ginjal dan abnormalitas elektrolit mungkin juga perlu dipertimbangkan.
17
Penatalaksanaan medikamentosa yang diberikan pada pasien adalah Oksigen 3L/m, cairan
RL XV gtt/menit, Injeksi Ceftazidim 1gr/12jam, Amlodipin 1x 10 mg, Aspilet 1x 80mg,
Injeksi Ranitidine 50mg/12jam, Vit B1 B6 B12 2x1tablet, dan Injeksi Citicholin
250mg/hari. Pasien juga dilakukan fisioterapi.
Terapi umum yang diberikan pada pasien stroke non hemoragik adalah kepala dan dada
pada satu bidang; ubah posisi tidur setiap 2 jam; mobilisasi dimulai bertahap bila
hemodinamik sudah stabil. Letakkan kepala pasien pada posisi 300 Selanjutnya, bebaskan
jalan napas, beri oksigen 1-2 liter/menit sampai didapatkan hasil analisis gas darah.
Penatalaksanaan pada pasien stroke non hemoragik yang pertama adalah oksigen untuk
mencegah terjadinya hipoksia otak (PERDOSSI, 2007).
Pemantauan secara terus menerus terhadap status neurologis, nadi, tekanan darah, suhu
tubuh, dan Saturasi oksigen dianjurkan dalam 72 jam, pada pasien dengan defisit
neurologis yang nyata.Pemberian oksigen dianjurkan pada keadaan dengan saturasi
oksigen < 95% (PERDOSSI, 2011).
Untuk menghindari terjadinya trombus lebih lanjut terdapat dua kelas pengobatan yang
tersedia yaitu anti koagulan dan anti agregasi trombosit. Anti koagulan diberikan pada
pasien stroke yang mempunyai risiko untuk terjadi emboli otak seperti pasien dengan
kelainan jantung fibrilasi atrium non valvular, thrombus mural dalam ventrikel kiri, infark
miokard baru & katup jantung buatan.
dosis awal 1.000 u/jam cek APTT 6 jam kemudian sampai dicapai 1,5 2,5 kali kontrol
hari ke 3 diganti anti koagulan oral, Heparin berat molekul rendah (LWMH) dosis 2 x 0,4
cc subkutan monitor trombosit hari ke 1 & 3 (jika jumlah < 100.000 tidak diberikan),
Warfarin dengan dosis hari I = 8 mg, hari II = 6 mg, hari III penyesuaian dosis dengan
melihat INR pasien. Pasien dengan paresis berat yang berbaring lama yang berisiko terjadi
trombosis vena dalam dan emboli paru untuk prevensi diberikan heparin 2x 5.000 unit sub
cutan atau LMWH 2 x 0,3 cc selama 7 10 hari (PERDOSSI, 2011).
Obat anti agregasi trombosit mempunyai banyak pilihan antara lain aspirin dosis 80
1.200 mg/hari mekanisme kerja dengan menghambat jalur siklooksigenase, dipiridamol
dikombinasi dengan aspirin 25 mg + dipiridamol SR 200 mg dua kali sehari dengan
menghambat jalur siklooksigenase, fosfodiesterase dan ambilan kembali adenosin,
cilostazol dosis 2 x 50 mg mekanisme kerja menghambat aktifitas fosfodiesterase III,
18
didapatkan infark miokard akut, gagal jantung kongestif serta gagal ginjal. Penurunan
tekanan darah maksimal adalah 20%, dan obat yang direkomendasikan: natrium
nitroprusid, penyekat reseptor alfa-beta, penyekat ACE, atau antagonis kalsium. Jika
terjadi hipotensi, yaitu tekanan sistolik =90 mm Hg, diastolik =70 mmHg, diberi NaCl
0,9% 250 mL selama 1 jam, dilanjutkan 500 mL selama 4 jam dan 500 mL selama 8 jam
atau sampai hipotensi dapat diatasi. Jika belum terkoreksi, yaitu tekanan darah sistolik
masih < 90 mmHg, dapat diberi dopamin 2-20 g/kg/menit sampai tekanan darah sistolik
= 110 mmHg (PERDOSSI, 2007).
Citicholin memiliki sifat neuroprotektif dan neurorestoratif pada sel saraf yang mengalami
iskemi. Pemberian Citicholin diharapkan mencegah kerusakan sel saraf lebih lanjut
sekaligus mengembalikan fungsi sel saraf yang mengalami iskemik. CDP-Choline bekerja
dengan memperbaiki membran sel dengan cara menambah sintesa phospatidylcholine,
menghambat terbentuknya radikal bebas dan juga menaikkan sintesis asetilkolin suatu
neurotransmiter untuk fungsi kognitif.
Study(Saver 2002) penelitian 1963 pasien stroke iskemik dan perdarahan, dosis 500
2.000 mg sehari selama 14 hari menunjukkan penurunan angka kematian dan kecacatan
yang bermakna. Therapeutic Windows 2 14 hari.
Citicolin sampai saat ini masih memberikan manfaat pada stroke akut. Penggunaan
citicolin pada stroke iskemik akut dengan dosis 2x1000 mg intravena selama 3 hari dan
dilanjutkan dengan oral 2x1000 mg selama 3 minggu dilakukan dalam penelitian ICTUS
(International Citicholin Trial in Acute Stroke, ongoing). Selain itu, pada penelitian yang
dilakukan oleh PERDOSSI secara multisenter, pemberian Plasmin oral 3x500 mg pada 66
pasien di 6 rumah sakit pendidikan di Indonesia menunjukkan efek positif pada penderita
stroke akut berupa perbaikan motorik.
Ceftazidime bertujuan untuk mencegah terjadinya infeksi nosokomial selama pasien
dirawat. Berikan antibiotika atas indikasi dan usahakan sesuai dengan tes kultur dan
sensitivitas kuman atau minimal terapi empiris sesuai dengan pola kuman (PERDOSSI,
2011).
Panduan lain mengenai pemberian antibiotic adalah:
Tanpa factor resiko untuk bakteri resiko tinggi resistensi: ampicillin/sulbactam,
cefuroxime, ceftriaxon, levoflaxacin, moxifloxacin.
20
dengan gentamisin.
Pemberian terapi antiinfeksi pascastroke disesuaikan dengan guideline terapi Hospital
Acquired Pneumonia (HAP). Setelah dimulai pemberian antibiotic, dilakukan kultur
dantes sensitifitas serta resistensi kuman penyebab.
Stroke merupakan penyebab utama kecacatan pada usia di atas 45 tahun, maka yang
paling penting pada masa ini ialah upaya membatasi sejauh mungkin kecacatan penderita,
fisik dan mental, dengan fisioterapi, terapi wicara, dan psikoterapi. Jika seorang pasien
tidak lagi menderita sakit akut setelah suatu stroke, staf perawatan kesehatan
memfokuskan pada pemaksimalan kemampuan fungsi pasien. Hal ini sering dilakukan di
rumah sakit rehabilitasi atau area khusus di rumah sakit umum. Proses rehabilitasi dapat
meliputi beberapa atau semua hal di bawah ini:
1.
3.
4.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
Bed exercise
Latihan duduk
Latihan berdiri
Latihan mobilisasi
Latihan ADL (activity daily living)
Latihan Positioning (Penempatan)
Latihan mobilisasi
Latihan pindah dari kursi roda ke mobil
Latihan berpakaian
Latihan membaca
Latihan mengucapkan huruf A,I,U,E,O
Prognosis ad vitam pada kasus ini dubia ad bonam, karena keadaan pasien pada saat
datang yang masih dalam keadaan umum yang cukup baik. Untuk Prognosis ad
fungsionam adalah dubia ad malam dikarenakan sangat tergantung dari ketelatenan pasien
dalam menjalani fisioterapi dan mengontrol tekanan darah. Namun, semakin
bertambahnya usia jika lebih dari 45 tahun risiko kecacatan semakin bertambah. Prognosis
sanationam adalah dubia ad malam dikarenakan penyakit stroke tidak dapat sembuh
sempurna, dan adanya faktor resiko hipertensi yang butuh kesadaran dan perhatian dari
pasien untuk mengontrolnya.
23
SS < -1
Timbul mendadak
2. Menunjukkan gejala neurologis kontralateral terhadap pembuluh darah yang
tersumbat
3. Pada stroke non hemoragik lebih jarang terjadi penurunan kesadaran, sedangkan
kesadaran dapat menurun sampai koma terutama pada perdarahan otak.
Berikut ini adalah tabel perbedaan stroke non hemoragik dengan stroke hemoragik.
24
DAFTAR PUSTAKA
AHA/ASA Guideline. 2007. Guideline for the early management of adults with ischemic
stroke. 38:1655-1711.
Caplan, L.R. 2009. Stroke a clinical approach. Edisi ke 4 . Saunders Elsevier. USA. hlm:
447 69
Cohen SN. The subacute stroke patient: Preventing recurrent stroke. In Cohen SN.
Management of Ischemic Stroke. Mc Graw Hill. 2000. pp. 89-109.
Dottenkofer M, Ebner W, Hans FJ. 1999. Nosocomial Infections in A Neurosurgery Intensive
Care Unit. Acta Neuroclinic (Wien).141: 1303-1308.
Frances K. 2005. Tinjauan klinis atas pemeriksaan laboratorium. Jakarta: EGC. hlm: 89
Goetz Christopher G. 2007. Cerebrovascular diseases. In : Goetz: Textbook of Clinical
Neurology. Edisi ke 3. Saunders. Philadelphia
Hassmann, KA. Stroke, Ischemic. http://emedicine.medscape.com/article/793904-diagnosis
Diakses pada 18 Desember 2015.
Kelompok Studi Stroke PERDOSSI. 2007. Pedoman penatalaksanaan stroke. Dalam :
Guideline Stroke. Jakarta.
Kelompok Studi Stroke PERDOSSI. 2011. Guideline Stroke. Jakarta.
Laine L. Gastrointestinal Bleeding. In: Kasper DL (editor). Harrisons Principles of Internal
Medicine. 16th ed. NewYork; Mc Graw Hill; 2005: 235-237.
25
Lloyd, Jones et al. 2009. Heart Disease and Stroke Statistics. A Report From the American
Heart Association Statistics Committee and Stroke Statistics Subcommittee.
Mahar Mardjono, Priguna Sidharta. 2010. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta : PT. Dian Rakyat
P.
Misbach J, et al.1999. Stroke, Aspek Diagnostik, Patofisiologi, Manajemen. Jakarta : Balai
Penerbit FKUI
Price, A. S., Wilson M. L., 2006. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. Alih
Bahasa: dr. Brahm U. Penerbit. Jakarta: EGC. hlm: 292 9
Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Indonesia. Departemen Kesehatan Republik
Indonesia. 2007.
Sandercock, P., Gubitz, G. 2000. Prevention of ischaemic stroke. British Medical Journal:
321:14551459.
World Health Organization, 2005. WHO STEPS Stroke Manual: The WHO STEPwise
Approach to Stroke Surveillance. World Health Organization.
26