TRANSFUSI DARAH
Disusun oleh :
INEZ SORAYA 1102010130
IVAN NUGRAHA 1102010134
Pembimbing :
BAB I
PENDAHULUAN
Tranfusi darah merupakan salah satu bagian penting dalam pelyanan kesehatan modern.
Bila digunakan degan benar, transfusi dapat menyelamatkan jiwa pasien dan meningkatkan
derajat kesehatan. Indikasi tepat transfusi darah dan komponen darah adalah untuk mengatasi
kondisi yang menyebabkan morbiditas dan mortalitas bermakna yang tidak dapat diatasi
dengan cara lain.
Tranfusi darah adalah salah satu rangkaian proses pemindahan darah donor ke dalam
sirkulasi darah resipien sebagai upaya pengobatan. Tranfusi darah telah mulai dicoba
dilakukan sejak abad ke 15 dan hingga pertengahan abad ke 17, namun berakhir dengan
kegagalan, karena cara pemberiannya dan pada waktu itu dipakai sebagai sumber donornya
adalah darah hewan. Melalui berbagai percobaan dan pengamatan kemudian disimpulkan
bahwa manusia yang semestinya menjadi sumber darah. Namun demikian pada masa ini,
karena masih banyaknya kegagalan yang berakibat kematian, tranfusi darah sempat dilarang
dilakukan. Pada masa ini, tranfusi darah telah dikerjakan langsung dari arteri ke dalam vena
resipien.
Pemikiran dasar pada tranfusi darah adalah cairan intravaskuler dapat diganti atau
disegarkan dalam cairan pengganti yang sesuai dari luar tubuh. Pada tahun 1901, Landsteiner
menemukan golongan darah sistem ABO dan kemudian sistem antigen Rh (rhesus) ditemukan
oleh Levine dan Stetson di tahun 1939. Kedua sistem ini menjadi dasar penting bagi tranfusi
darah modern. Meskipun kemudian sistem berbagai sistem antigen lain seperti Duffy, Kell
dan lain-lain, tetapi sistem-sistem tersebut kurang berpengaruh. Tata cara tranfusi darah
semakin berkembang dengan digunakannya antikoagulan pada tahun 1914 oleh Hustin
(Belgia), Agote (Argentina), dan Lewisohn (1915). Sekitar tahun 1937 dimulailah sistem
pengorganisasian bank darah yang terus berkembang sampai kini.
Tranfusi darah memang merupakan upaya untuk menyelamatkan kehidupan dalam
banyak hal, dalam bidang pediatri misalnya dalam perawatan neonates prematur, anak dengan
keganasan, anak dengan kelainan defisiensi atau kelainan komponen darah, dan transplantasi
organ. Namun tranfusi bukanlah tanpa resiko, meskipun telah dilakukan berbagai upaya untuk
memperlancar tindakan tranfusi, namun efek samping reaksi tranfusi atau infeksi akibat
2
tranfusi tetap mungkin terjadi. Maka bila diingat dan dipahami mengenai keamanannya,
indikasinya perlu diperketat. Apabila memungkinkan, masih perlu dicari alternatif lain untuk
mengurangi pengguanaan tranfusi darah. Pemberian komponen-komponen darah yang
diperlukan saja lebih dibenarkan dibandingkan dengan pemberian darah lengkap (whole
blood). Prinsip ini lebih ditekankan lagi di bidang ilmu kesehatan anak karena bayi maupun
anak yang sedang tumbuh sebaiknya tidak diganggu sistem imunologisnya dengan pemberian
antigen-antigen yang tidak diperlukan. Prinsip dukungan tranfusi darah bagi anak dan remaja
serupa dengan orang dewasa, tetapi neonates dan bayi mempunyai berbagai aspek khusus.
Banyak hal yang harus diperhatikan dan dipersiapkan sehingga tranfusi dapat
dilaksanakan secara optiamal. Oleh karena itu, salah satu tugas besar dimasa yang akan
datang adalah meningkatkan pemahaman akan penggunaan tranfusi darah sehingga
penatalaksanaannya sesuai dengan indikasi dan keamanannya dapat ditingkatkan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
sangat
beragam,
serta
merupakan
materi
biologis
yang
bersifat
sendiri.
Umumnya
digunakan
patokan
5g/dL.
Hal
ini
permintaan darah
Tekanan darah, frekuensi denyut jantung dan suhu harus diperiksa sebelumnya,
d.
10
mempunyai kandungan trombosit dan faktor pembekuan labil (V, VIII). Volume darah
sesuai kantong darah yang dipakai yaitu antara lain 250 ml, 350 ml, 450 ml. Dapat
bertahan dalam suhu 42C. Darah lengkap berguna untuk meningkatkan jumlah
eritrosit dan plasma secara bersamaan. Hb meningkat 0,90,12 g/dl dan Ht meningkat
3-4 % post transfusi 450 ml darah lengkap. Tranfusi darah lengkap hanya untuk
mengatasi perdarahan akut dan masif, meningkatkan dan mempertahankan proses
11
pembekuan. Darah lengkap diberikan dengan golongan ABO dan Rh yang diketahui.
Dosis pada pediatrik rata-rata 20 ml/kg, diikuti dengan volume yang diperlukan untuk
stabilisasi.
Indikasi :
1. Penggantian volume pada pasien dengan syok hemoragi, trauma atau luka bakar
2. Pasien dengan perdarahan masif dan telah kehilangan lebih dari 25% dari volume
darah total.
Rumus kebutuhan whole blood
6 x Hb (Hb normal -Hb pasien) x BB
Ket :
-Hb normal : Hb yang diharapkan atau Hb normal
-Hb pasien : Hb pasien saat ini
Darah lengkap ada 3 macam. Yaitu :
1. Darah Segar
Yaitu darah yang baru diambil dari donor sampai 6 jam sesudah pengambilan.
Keuntungan pemakaian darah segar ialah faktor pembekuannya masih lengkap
termasuk faktor labil (V dan VIII) dan fungsi eritrosit masih relatif baik.
Kerugiannya sulit diperoleh dalam waktu yang tepat karena untuk pemeriksaan
golongan, reaksi silang dan transportasi diperlukan waktu lebih dari 4 jam dan
resiko penularan penyakit relatif banyak.
2. Darah Baru
12
Yaitu darah yang disimpan antara 6 jam sampai 6 hari sesudah diambil dari donor.
Faktor pembekuan disini sudah hampir habis, dan juga dapat terjadi peningkatan
kadar kalium, amonia, dan asam laktat.
3. Darah Simpan
Darah yang disimpan lebih dari 6 hari sampai 35 hari. Keuntungannya mudah
tersedia setiap saat, bahaya penularan lues dan sitomegalovirus hilang. Sedang
kerugiaannya ialah faktor pembekuan terutama faktor V dan VIII sudah habis.
Kemampuan transportasi oksigen oleh eritrosit menurun yang disebabkan karena
afinitas Hb terhadap oksigen yang tinggi, sehingga oksigen sukar dilepas ke
jaringan. Hal ini disebabkan oleh penurunan kadar 2,3 DPG. Kadar kalium,
amonia, dan asam laktat tinggi.
atau septik sedemikian rupa sehingga hematokrit menjadi 70-80%. Volume tergantung
kantong darah yang dipakai yaitu 150-300 ml. Suhu simpan 42C. Lama simpan darah
24 jam dengan sistem terbuka.
Packed cells merupakan komponen yang terdiri dari eritrosit yang telah
dipekatkan dengan memisahkan komponen-komponen yang lain. Packed cells banyak
dipakai dalam pengobatan anemia terutama talasemia, anemia aplastik, leukemia dan
anemia karena keganasan lainnya. Pemberian transfusi bertujuan untuk memperbaiki
oksigenasi jaringan dan alat-alat tubuh. Biasanya tercapai bila kadar Hb sudah di atas 8 g
%.
Untuk menaikkan kadar Hb sebanyak 1 gr/dl diperlukan PRC 4 ml/kgBB atau 1
unit dapat menaikkan kadar hematokrit 3-5 %. Diberikan selama 2 sampai 4 jam dengan
kecepatan 1-2 mL/menit, dengan golongan darah ABO dan Rh yang diketahui.
Kebutuhan darah (ml) :
3 x Hb (Hb normal -Hb pasien) x BB
13
Ket :
-Hb normal : Hb yang diharapkan atau Hb normal
-Hb pasien : Hb pasien saat ini
Tujuan transfusi PRC adalah untuk menaikkan Hb pasien tanpa menaikkan volume
darah secara nyata. Keuntungan menggunakan PRC dibandingkan dengan darah jenuh
adalah:
1. Mengurangi kemungkinan penularan penyakit
2. Mengurangi kemungkinan reaksi imunologis
3. Volume darah yang diberikan lebih sedikit sehingga kemungkinan overload
berkurang
4. Komponen darah lainnya dapat diberikan pada pasien lain.
Indikasi: :
1.
Kehilangan darah >20% dan volume darah lebih dari 1000 ml.
2.
3.
4.
14
1. Frozen Wash Concentrated Red Blood Cells (Sel Darah Merah Pekat Beku yang
Dicuci)
Diberikan untuk penderita yang mempunyai antibodi terhadap sel darah merah
yang menetap.
2. Washed red cell
Washed red cell diperoleh dengan mencuci packed red cell 2-3 kali dengan saline,
sisa plasma terbuang habis. Berguna untuk penderita yang tak bisa diberi human
plasma. Kelemahan washed red cell yaitu bahaya infeksi sekunder yang terjadi
selama proses serta masa simpan yang pendek (4-6 jam). Washed red cell dipakai
dalam pengobatan aquired hemolytic anemia dan exchange transfusion. Untuk
penderita yang alergi terhadap protein plasma
3. Darah merah pekat miskin leukosit
Kandungan utama eritrosit, suhu simpan 42C, berguna untuk meningkatkan
jumlah eritrosit pada pasien yang sering memerlukan transfusi. Manfaat
komponen darah ini untuk mengurangi reaksi panas dan alergi.
Suspensi trombosit
15
Macam sediaan:
1.
Platelet Rich Plasma dibuat dengan cara pemisahan plasma dari darah segar.
Penyimpanan 34C sebaiknya 24 jam.
2.
16
Plasma
Plasma darah bermanfaat untuk memperbaiki volume dari sirkulasi darah
(hypovolemia, luka bakar), menggantikan protein yang terbuang seperti albumin
pada nephrotic syndrom dan cirhosis hepatis, menggantikan dan memperbaiki
jumlah faktor-faktor tertentu dari plasma seperti globulin.
Macam sediaan plasma adalah:
1. Plasma cair
Diperoleh dengan memisahkan plasma dari whole blood pada pembuatan
packed red cell.
1.
17
pembekuan), terutama faktor V dan VII. FFP biasa diberikan setelah transfusi
darah masif, setelah terapi warfarin dan koagulopati pada penyakit hepar. Setiap
unit FFP biasanya dapat menaikan masing-masing kadar faktor pembekuan
sebesar 2-3% pada orang dewasa. Sama dengan PRC, saat hendak diberikan pada
pasien perlu dihangatkan terlebih dahulu sesuai suhu tubuh.
Pemberian dilakukan secara cepat, pada pemberian FFP dalam jumlah besar
diperlukan koreksi adanya hypokalsemia, karena asam sitrat dalam FFP mengikat
kalsium. Perlu dilakukan pencocokan golongan darah ABO dan system Rh.
Efek samping berupa urtikaria, menggigil, demam, hipervolemia.
Indikasi :
- Mengganti defisiensi faktor IX (hemofilia B)
- Neutralisasi hemostasis setelah terapi warfarin bila terdapat perdarahan yang
mengancam nyawa.
- Adanya perdarahan dengan parameter koagulasi yang abnormal setelah transfusi
massif
- Pasien dengan penyakit hati dan mengalami defisiensi faktor pembekuan
Cryopresipitate
Komponen utama yang terdapat di dalamnya adalah faktor VIII, faktor
pembekuan XIII, faktor Von Willbrand, fibrinogen. Penggunaannya ialah untuk
menghentikan perdarahan karena kurangnya faktor VIII di dalam darah penderita
hemofili A.
Cara pemberian ialah dengan menyuntikkan intravena langsung, tidak
melalui tetesan infus, pemberian segera setelah komponen mencair, sebab
komponen ini tidak tahan pada suhu kamar.
Suhu simpan -18C atau lebih rendah dengan lama simpan 1 tahun,
ditransfusikan dalam waktu 6 jam setelah dicairkan. Efek samping berupa demam,
alergi. Satu kantong (30 ml) mengadung 75-80 unit faktor VIII, 150-200 mg
fibrinogen, faktor von wilebrand, faktor XIII
18
Indikasi :
-
Hemophilia A
Perdarahan akibat gangguan faktor koagulasi
Penyakit von wilebrand
Rumus Kebutuhan Cryopresipitate :
Albumin
Dibuat dari plasma, setelah gamma globulin, AHF dan fibrinogen dipisahkan dari
19
mencegah komplikasi akut maupun kronik. SDM juga diindikasikan pada anemia
kronik yang tidak responsive terhadap obat- obatan farmakologik.
Transfusi SDM pra- bedah perlu dipertimbangkan pada pasien yang akan
menjalani pembedahan segera (darurat), bila kadar Hb < 6g/dL>Ada juga yang
menyebutkan, jika kadar Hb <10gr/dl,>3Transfusi tukar merupakan jenis transfusi
darah yang secara khusus dilakukan pada neonatus, dapat dilakukan dengan darah
lengkap
segar, dapat
pula
dengan
sel
darah
merah
pekat(SDMP)
mampat(SDMM).
Transfusi tukar ini diindikasikan terutama pada neonatus dengan ABO
incompatibility atau hiperbilirubinemia yang tidak memberikan respon adekuat
dengan terapi sinar. Indikasi yang lebih jarang adalah DIC / pengeluaran toksin
seperti pada sepsis.
Biasanya satu/ dua volume darah diganti. Faktor-faktor lain yang perlu
dipertimbangkan dalam memberikan transfusi selain kadar Hb adalah: (1)Gejala,
tanda, dan kapasitas vital dan fungsional penderita, (2)Ada atau tidaknya penyakit
kardiorespirasi atau susunan saraf pusat, (3)Penyebab dan antisipasi anemia,
(4)Ada atau tidaknya terapi alternatif lain. Pedoman untuk transfusi pada anak dan
remaja serupa dengan pada dewasa (lihat tabel 3.2) Untuk neonatus, tidak ada
indikasi transfusi eritrosit yang jelas disepakati, biasanya, pada neonatus eritrosit
diberikan untuk mempertahankan Hb, berdasarkan status klinisnya.
Pilihan produk eritrosit untuk anak dan remaja adalah suspensi standar
eritrosit yang dipisahkan dari darah lengkap dengan pemusingan dan disimpan
dalam antikoagulan/medium pengawet pada nilai hematokrit kira-kira 60%. Dosis
biasa adalah 10 15 ml/Kg, tetapi volume transfusi sangat bervariasi, tergantung
pada keadaan klinis (misalnya perdarahan terus menerus atau hemolisis). Untuk
neonatus, produk pilihan adalah konsentrat PRC (Ht 70 90%) yang diinfuskan
perlahan-lahan (2 4 jam) dengan dosis kira-kira 15 ml/KgBB.
Kebutuhan darah (ml)= BB(kg)x6x(Hb target-Hb tercatat)
Dibagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM Jakarta, dosis tranfusi
didasarkan atas makin anemis seorang resipien, maka sedikit jumlah darah yang
diberikan per et mal dalam suatu seri tranfusi darah dan makin lambat pula jumlah
20
perdarahan tambahan
Defek trombosit kumulatif dan perdarahan atau prosedur invasive
22
Plasma segar beku adalah bagian cair dari darah lengkap yang dipisahkan
kemudian dibekukan dalam waktu 8 jam setelah pengambilan darah. Hingga
sekarang, komponen ini masih diberikan untuk defisiensi berbagai factor
pembekuan. (Bila ada/ tersedia, harus diberikan factor pembekuan yang spesifik
sesuai dengan defisiensinya).
Plasma beku segar ditransfusikan untuk mengganti kekurangan protein plasma
yang secara klinis nyata, dan defisiensi faktor pembekuan II, V, VII, X dan XI.
Kebutuhan akan plasma beku segar bervariasi menurut faktor spesifik yang akan
diganti.
Komponen ini dapat diberikan pada trauma dengan perdarahan hebat atau
renjatan (syok), penyakit hati berat, imunodefisiensi tanpa ketersediaan preparat
khusus, dan pada bayi dengan enteropati disertai kehilangan protein (protein
losing enteropathy). Meskipun demikian, penggunaan komponen ini sekarang
semakin berkurang. Dan bila diperlukan, maka dosisnya 20-40 ml/ kgBB/hari.
Indikasi lain transfusi plasma beku segar adalah sebagai cairan pengganti
selama
penggantian
plasma
pada
penderita
dengan
purpura
trombotik
23
24
hiperimun didapat dari donor dengan titer tinggi terhadap penyakit seperti
varisela, rubella, hepatitis B, atau rhesus. Biasanya diberikan untuk mengatasi
imunodefisiensi, pengobatan infeksi virus tertentu, atau infeksi bakteri yang tidak
dapat diatasi hanya dengan antibiotika dan lain-lain. Dosis yang digunakan adalah
1-3 ml/kgBB.
10. Transfusi darah autologus
Transfusi jenis ini menggunakan darah pasien sendiri, yang dikumpulkan
terlebih dahulu, untuk kemudian ditransfusikan lagi. Hal ini sebagai pilihan jika
pasien memiliki zat anti dan tak ada satu pun golongan darah yang cocok, juga
jika pasien berkeberatan menerima donor orang lain. Meski demikian, tetap saja
tidak lepas sama sekali dari efek samping dan reaksi transfusi seperti terjadinya
infeksi.
C. KOMPLIKASI TRANFUSI DARAH
1. Reaksi transfusi darah secara umum
Tidak semua reaksi transfusi dapat dicegah. Ada langkah-langkah tertentu yang
perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya reaksi transfusi, walaupun demikian tetap
diperlukan kewaspadaan dan kesiapan untuk mengatasi setiap reaksi transfusi yang
mungkin terjadi. Ada beberapa jenis reaksi transfusi dan gejalanya bermacam-macam
serta dapat saling tumpang tindih. Oleh karena itu, apabila terjadi reaksi transfusi,
maka langkah umum yang pertama kali dilakukan adalah menghentikan transfusi,
tetap memasang infus untuk pemberian cairan NaCl 0,9% dan segera memberitahu
dokter jaga dan bank darah.
2. Reaksi Transfusi Hemolitik Akut
Reaksi transfusi hemolitik akut (RTHA) terjadi hampir selalu karena
ketidakcocokan golongan darah ABO (antibodi jenis IgM yang beredar) dan sekitar
90%-nya terjadi karena kesalahan dalam mencatat identifikasi pasien atau unit darah
yang akan diberikan.
Gejala dan tanda yang dapat timbul pada RTHA adalah demam dengan atau
25
tanpa menggigil, mual, sakit punggung atau dada, sesak napas, urine berkurang,
hemoglobinuria, dan hipotensi. Pada keadaan yang lebih berat dapat terjadi renjatan
(shock), koagulasi intravaskuler diseminata (KID), dan/atau gagal ginjal akut yang
dapat berakibat kematian.
Untuk mengatasi hal tersebut perlu dilakukan tindakan sebagai berikut:
(a) meningkatkan perfusi ginjal,
(b) mempertahankan volume intravaskuler,
(c) mencegah timbulnya DIC.
3. Reaksi Transfusi Hemolitik Lambat
Reaksi transfusi hemolitik lambat (RTHL) biasanya disebabkan oleh adanya
antibodi yang beredar yang tidak dapat dideteksi sebelum transfusi dilakukan karena
titernya rendah. Reaksi yang lambat menunjukkan adanya selang waktu untuk
meningkatkan produksi antibodi tersebut. Hemolisis yang terjadi biasanya
ekstravaskuler.
Gejala dan tanda yang dapat timbul pada RTHL adalah demam, pucat, ikterus, dan
kadang-kadang hemoglobinuria. Biasanya tidak terjadi hal yang perlu dikuatirkan
karena hemolisis berjalan lambat dan terjadi ekstravaskuler, tetapi dapat pula terjadi
seperti pada RTHA. Apabila gejalanya ringan, biasanya tanpa pengobatan. Bila terjadi
hipotensi, renjatan, dan gagal ginjal, penatalaksanaannya sama seperti pada RTHA.
4. Reaksi Transfusi Non-Hemolitik
a. Demam
Demam merupakn lebih dari 90% gejala reaksi transfusi. Umumnya
ringan dan hilang dengan sendirinya. Dapat terjadi karena antibodi resipien
bereaksi dengan leukosit donor. Demam timbul akibat aktivasi komplemen dan
lisisnya sebagian sel dengan melepaskan pirogen endogen yang kemudian
merangsang sintesis prostaglandin dan pelepasan serotonin dalam hipotalamus.
Dapat pula terjadi demam akibat peranan sitokin (IL-1b dan IL-6). Umumnya
reaksi demam tergolong ringan dan akan hilang dengan sendirinya.
b. Reaksi alergi
26
27
28
GVHD merupakan reaksi/ efek samping lain yang mungkin terjadi pada
pasien dengan imunosupresif atau pada bayi premature. Hal ini terjadi oleh
karena limfosit donor bersemai (engrafting) dalam tubuh resipien dan bereaksi
dengan antigen penjamu. Reaksi ini dapat dicegah dengan pemberian
komponen SDM yang diradiasi atau dengan leukosit rendah.
BAB III
KESIMPULAN
1. Transfusi darah adalah suatu rangkaian proses pemindahan darah donor ke dalam
sirkulasi darah resipien sebagai upaya pengobatan, pemikiran dasar pada transfusi
adalah cairan intravaskuler dapat diganti atau disegarkan dengan cairan pengganti yang
sesuai dari luar tubuh.
29
30
7. Gejala dan tanda yang dapat timbul pada RTHL adalah demam, pucat, ikterus, dan
kadang-kadang hemoglobinuria.
8. Reaksi Transfusi Non-Hemolitik
a. Demam
b. Reaksi alergi
c. Reaksi anafilaktik
9. Penularan penyakit infeksi pada tranfusi
a. Hepatitis virus
b. AIDS
c. Penyakit CMV
d. Penyakit infeksi lain yang jarang
Transfusi darah merupakan bentuk terapi yang dapat menyelamatkan jiwa. Berbagai
bentuk upaya telah dan hampir dapat dipastikan akan dilaksanakan agar transfusi menjadi
makin aman dengan resiko yang makin kecil. Meskipun demikian, transfusi darah belum
dapat menghilangkan secara mutlak resiko dan efek sampingnya. Untuk itulah indikasi
transfusi haruslah ditegakkan dengan sangat hati- hati, karena setiap transfusi yang tanpa
indikasi adalah suatu kontraindikasi. Maka untuk memutuskan apakah seorang pasien
memerlukan transfusi atau tidak, harus mempertimbangkan keadaan pasien menyeluruh.
Pada pemberian transfusi sebaiknya diberikan komponen yang diperlukan secara spesifik
untuk mengurangi resiko terjadinya reaksi transfusi. Indikasi untuk pelaksanaan transfusi
didasari oleh penilaian secara klinis dan hasil pemeriksaan laboratorium.
Menyadari hal ini, maka perlu kiranya mereka yang terlibat dalam praktek transfusi
darah mempunyai pengetahuan dan keterampilan dalam bidang ilmu kedokteran transfusi
(transfusion medicine).
31
DAFTAR PUSTAKA
1. Strauss RG, Transfusi Darah dan Komponen Darah, dalam Nelson Ilmu Kesehatan Anak
(Nelson Textbook of Pediatrics), 1996, Jakarta, EGC, volume 2, Edisi 15, halaman: 17271732
2. Latief SA, Suryadi KA, Cachlan MR. Petunjuk Praktis Anestesiologi Edisi Kedua, Jakarta :
4. Sudarmanto B, Mudrik T, AG Sumantri, Transfusi Darah dan Transplantasi dalam Buku Ajar
Hematologi- Onkologi Anak, 2005, Jakarta, Balai Penerbit IDAI, halaman: 217-225
5. Hoffbrand, A.V. Kapita selekta Hematologi; oleh A.V Hoffbrand dan J.E. Pettit; alih bahasa,
Iyan Darmawan. Ed.2.-Jakarta:EGC 1996.
6. Palang Merah Indonesia. Pelayanan Transfusi Darah, 2002
http://www.palangmerah.org/pelayanan transfusi.asp.
7. Sudoyo AW, Setiohadi B. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi Keempat. Jakarta :
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006
.8. Gary, R Strange, William R, Steven L, 2002, Pediatric Emergency Medicine, 2nd edition.
Boston: Mc Graw Hill, halaman: 527-529
9. E. Shannon cooper,1992, Clinic in Laboratory Medicine, Volume 12, Number 4, Philadelphia:
WB Saunders Company, halaman: 655-665
10. Dr. Husein Alatas. Buku Kuliah 1 Ilmu Kesehatan Anak, 1985, Jakarta, Bagian Ilmu
Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, halaman: 473-480
33