Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Di Dalamnya.
Makalah Ini Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Kaidah Fiqhiyah
Oleh :
1. Mufid Abdillah
(C01215006)
2. Bilqis
(C91215110)
Dosen Pengampu :
H. M. Ghufron, LC., M.HI.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, berkat rahmat, hidayah dan inayah Allah kami dapat
merampungkan makalah ini. Walaupun banyak hal yang harus ditempuh
sebelumnya, namun hasil akhirnya sudah membanggakan kami secara pribadi.
Shalawat dan salam semoga tetap tercurah limpahkan kepada Nabi Muhammad
SAW sebagai pembawa agama islam. Shalawat dan salam juga semoga
tercurahkan kepada sahabat dan kerabat yang telah membantu perjuangan
penyebaran agama islam.
Pada kesempatan ini sesuai dengan tugas yang diberikan, maka kami
membuat dan menyusun makalah yang berisikan tentang PENGERTIAN TEORI
ADH-DHORORU YUZALU, DASAR HUKUMNYA, DAN KAIDAH MINOR
DI DALAMNYA.
Dalam proses membuat dan menyusun ada kiranya terdapat kesalahan, baik
dalam teknik hal penulisan, penyampaian materi, ataupun dalam hal isi. Semuanya
tak lebih dari proses belajar bersama menuju sesuatu yang baik ke depannya.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan mungkin juga dapat diperbaiki oleh
penyaji berikutnya.
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................ii
DAFTAR ISI................................................................................................iii
BAB I Pendahuluan......................................................................................1
A. Latar Belakang.................................................................................1
B. Rumusan Masalah.............................................................................1
C. Tujuan...............................................................................................1
BAB II Pembahasan.....................................................................................2
A. Pengertian Adh-Dhororu Yuzalu.......................................................2
B. Dasar Hukum Adh-Dhororu Yuzalu..................................................3
C. Kaidah Minor Di Dalam Adh-Dhororu Yuzalu.................................7
BAB III Penutup.........................................................................................16
A. Kesimpulan.....................................................................................16
Daftar Pustaka............................................................................................18
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebagaimana diketahui bahwa syariat yang diawa oleh nabi
Muhammad SAW, adalah syariat yang bersifat tidak memberatkan dan mudah
untuk dilaksanakan, kemudian apabila ada hal-hal yang dapat dikategorikan
sebagai sesuatu yang memberatkan umat dalam menjalankannya, maka hal-hal
tersebut harus dihindari atau dihilangkan.
Sesuai dengan pokok bahasan kali ini, yaitu:
Kemudharatan Itu Harus Dihilangkan, sebagai kaidah pokok fiqih yang keempat dari lima kaidah pokok yang ada, penulis akan berusaha menyajikan
pembahasan sekitar dalil yang mendasari kaidah ini, perincian kaidah (kaidahkaidah yang berada dalam lingkup kaidah asal ini), dan beberapa contoh
masalah yang berhubungan dengannya.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Adh-Dhororu Yuzalu ?
2. Bagaimana dasar hukumnya Adh-Dhororu Yuzalu ?
3. Bagaimana kaidah minor di dalam Adh-Dhorotu Yuzalu ?
C. Tujuan
1. Untuk Mengetahui pengertian Adh-Dhororu Yuzalu.
2. Untuk Mengetahui dasar hukum Adh-Dhororu Yuzalu.
4. Untuk Mengetahui kaidah minor di dalam Adh-Dhororu Yuzalu.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Adh-Dhororu Yuzalu.
adalah
Kemudharatan harus
dihilangkan. Maksudnya ialah jika sesuatu itu dianggap sedang atau akan
bahkan memang menimbulkan kemadharatan, maka keberadaanya wajib
dihilangkan.1
Menurut etimologi, kata ( dharar) berarti kekurangan yang terdapat
pada sesuatu, batasan adalah keadaan yang membahayakan yang dialami
manusia atau masyaqqah yang parah yang tak mungkin mampu dipikul
olehnya.2 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa
kemudaratan adalah sesuatu yang tidak menguntungkan, rugi atau kerugian
secara adjectiva ia berarti merugikan dan tidak berguna. Maka kemudharatan
dapat dipahami sebagai sesuatu yang membahayakan dan tidak memiliki
kegunaan bagi manusia.
Dan, kata dharar sendiri, mempunyai tiga makna pokok, yaitu lawan dari
manfaat (dhid al-nafi), kesulitan/kesempitan (syiddah wa dhayq), dan
buruknya keadaan (su`ul haal). Sedangkan, kata dharurah, dalam kamus AlMujam Al-Wasith mempunyai arti kebutuhan (hajah), sesuatu yang tidak
dapat dihindari (laa madfaa lahaa), dan kesulitan (masyaqqah).3
Kata ( yuzaal) berasal dari kata zaala-yaziilu-zaalatan kata ini dalam
bentuk majhul dengan wazan fual yang berarti dihilangkan. Maka setiap
kemudharatan yang ada harus dihilangkan.4
Jadi konsepsi kaidah ini memberikan pengertian bahwa manusia harus
dijauhkan dari idhrar (tindak menyakiti), baik oleh dirinya maupun orang lain,
((
))
Madzhab
Maliki,
Dharar
ialah
Artinya: Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu
(kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan
bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada
orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan
janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah
tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. (Q.S al-Qashash:
77).
3. Firman Allah SWT QS al-Baqarah: 173
Artinya: Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai,
darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama)
selain Allah. Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya)
sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas,
maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang. (Q.S al-Baqarah: 173).
Artinya: Apabila kamu mentalak isteri-isterimu, lalu mereka mendekati
akhir iddahnya, maka rujukilah mereka dengan cara yang ma'ruf, atau
ceraikanlah mereka dengan cara yang ma'ruf (pula). Janganlah kamu
rujuki mereka untuk memberi kemudharatan, karena dengan demikian
Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan-Nya
atasmu, kecuali apa yang terpaksa kamu memakannya. QS. Al-Anam: 119.
Adapun hadits Nabi yang menjadi dasar kaidah ini diantaranya :
Allah mengharamkan dari orang mukmin, darahnya, hartanya dan
kehormatannya, dan tidak menyangka kecuali dengan sangkaan yang baik.
(HR. Muslim.)
Dalam riwayat lainnya Rasulullah bersabda:
Sesungguhnya darah-darah kamu semua, harta-harta kamu semua, dan
kehormatan kamu semua adalah haram di antara kamu semua. (HR.
Muslim.)
kemudharatan.
Islam membolehkan adanya perceraian dalam keadaan yang sangat
diperlukan demi ketentraman rumah tangga yang sudah begitu kacau dan
memberikan kuasa kepada hukum untuk memfasakhkan nikah sesorang
lantaran suami sudah tidak dapat menunaikan tugas berumah tangga dengan
baik, demi untuk menghilangkan kemudharatan bagi mereka yang tersiksa.
Sebagai kaidah pokok, ada beberapa kaidah yang menginduk pada kaidah
ini, yaitu:9
1.
8
9
Dan sesunguhnya Allah telah menjelaskan kepadamu apa yang
diharamkan-Nya
atasmu
kecuali
apa
yang
terpaksa
kamu
Maka barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya)
sedangkan ia tidak menginginkannya, serta tidak melampaui batas maka
tiada dosa baginya. (QS.Al-Baqarah:173)11
Melihat ayat di atas, tidak semua keterpaksaan itu memperbolehkan
yang haram, namun keterpaksaan itu dibatasi dengan keterpaksaan yang
benar-benar tidak ada jalan lain kecuali hanya melakukan itu, dalam
kondisi ini maka yang haram dapat diperbolehkan memakainya. Misalnya
seseorang di hutan tiada menemukan makanan sama sekali kecuali babi
hutan dan bila ia tidak memakannya akan mati, maka babi hutan itu dapat
dimakan sebatas keperluannya.
Batasan kemadharatan adalah suatu hal yang mengancam
eksistensi manusia, yang terkait dengan panca tujuan yaitu: memelihara
agama, memelihara jiwa, memelihara akal, memelihara keturunan, dan
memelihara kehormatan atau harta benda. Dengan demikian Dharar itu
terkait dengan dharuriyah, bukan hajiyah dan tahsiniyah. Sedangkan hajat
(kebutuhan) terkait dengan hajiyah dan tahsiniyah.12
Contoh-contoh :
Islam
(Ilmu
Ushulul
atau
10
tempat, maka shalat jumat boleh dilaksanakan pada dua tempat. Ketika
dua tempat sudah dianggap cukup maka tidak diperbolehkan dilakukan
pada tiga tempat. Dan, jika seseorang dimintai pendapat tentang orang
yang dilamar, maka ia tidak boleh mengatakan yang sebenarnya bila sudah
cukup dengan sindiran saja.
3.
Kemudharatan tidak boleh dihilangkan dengan kemudharatan yang
sebanding
Maksud kaedah itu adalah kemudharatan tidak boleh dihilangkan
dengan cara melakukan kemudharatan lain yang sebanding keadaannya.
Misalnya, seseorang debitor tidak mau membayar utangnya padahal waktu
pembayaran sudah habis. Maka dalam hal ini tidak boleh kreditor mencuri
barang debitor sebagai pelunasan terhadap hutangnya.
Contoh lain seorang dokter tidak boleh melakukan donor darah dari
satu orang ke orang lain jika hal itu menyebabkan si pendonor menderita
sakit lebih parah dari yang menerima donor.
Contoh lain juga, Iqbal dan Subekti adalah dua orang yang sedang
kelaparan, keduanya sangat membutuhkan makanan untuk meneruskan
nafasnya. Iqbal, saking tidak tahannya menahan lapar nekat mengambil
getuk Manis kepunyaan Subekti yang kebetulan dibeli sebelumnya di
Kantin.
Tindakan
Iqbal
walaupun
dalam
keadaan
yang
sangat
11
5.
Menolak mafsadah (kerusakan) itu lebih diutamakan daripada menarik
kemaslahatan (kebaikan).19
Kandungan qaidah ini menjelaskan bahwa jika terjadi perlawanan
antara kerusakan dan kemaslahatan pada suatu perbuatan, dengan kata lain
jika satu perbuatan ditinjau dari satu segi terlarang karena mengandung
kerusakan dan ditinjau dari segi yang lain mengandung kemaslahatan,
maka segi larangannya yang harus didahulukan untuk di tinggalkan. Hal
itu disebabkan karena perintah untuk melaksanakan kemaslahatan, sesuai
dengan sabda Rasulullah saw:
()
17 Ibid.
18 Abdul Wahab Khallaf, Op.cit, hal. 84
19 Rachmat Syafei, Ilmu USHUL FIQIH Untuk UIN, STAIN, PTAIS Cetakan IV.
(Bandung: CV PUSTAKA SETIA, 2010), hal. 68
12
menjalankan
ihram,
untuk
menjaga
jangan
sampai
6.
Apabila dua buah kerusakan saling berlawanan, maka haruslah
dipelihara yang lebih berat mudharatnya dengan melaksanakan yang
lebih ringan daripadanya.20
Menurut qaidah ini jika satu perbuatan mempunyai dua
kemudharatan
atau
lebih,
hendaklah
dipilih
manakah
diantara
20 Ibid, hal. 72
13
7.
Kebutuhan itu terkadang ditempatkan pada tempat darurat baik
kebutuhan itu bersifat umum atau khusus.21
Kehajatan yang mendesak, menurut qaidah ini, dapat disamakan
dengan keadaan darurat. Apalagi jika kebutuhan itu bersifat umum,
niscaya berubah menjadi darurat.
Contoh kebutuhan yang bersifat umum:
a. Orang laki-laki diperkenankan berhadapan muka dengan wanita yang
bukan
muhrimnya
dalam
pergaulan
hidup
sehari-hari
dalam
14
kamar
mandi/WC
tanpa
ditentukan
waktu
dan
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Pengertian Adh-Dhororu Yuzalu.
Adalah Kemudharatan harus dihilangkan. Maksudnya ialah jika
sesuatu itu dianggap sedang atau akan bahkan memang menimbulkan
kemadharatan, maka keberadaanya wajib dihilangkan.
2. Dasar Hukum Adh-Dhororu Yuzalu.
Terdapat dalam firman Allah SWT surat al-Araf ayat 56, surat al-Qashash
ayat 77, surat al-Baqarah ayat 173, surat a-Baqarah ayat 231, surat athThalaaq ayat 6, hadits Nabi SAW yang diriwayatkan oleh imam Ahmad
dan Ibnu Majah dari Ibnu Abbas, dan Sabda Rasulullah SAW yang
diriwayatkan oleh Imam Malik.
15
Hal-hal yang diperbolehkan karena dlorurot diukur dengan kadar
(minimal) dlorurot tersebut.
16
DAFTAR PUSTAKA
Addaylami, Abu Hurairah. 1991. Qawaid Fiqhiyah. Sapeken: Pesantren PERSIS
Abu Hurairah.
Al Quran dan terjemahan. 2005. Bandung: PT. Syamil Cipta Media.
Djuzuli. 2007. Kaidah-Kaidah Fikih, Cet.2. Jakarta: Kencana.
Kamal, Muchtar.1995. Ushul Fiqh. Yogyakarta: CV Imaji Cipta.
Kamus Al-Mujam Al-Wasith.
Khallaf, Abdul Wahab. 2000. Kaidah-Kaidah Hukum Islam (Ilmu Ushulul Fiqih).
Jakarta: PT Raja Grafindo.
Manshur, M. Yahya Chusnan. 2011. Ats-Tsamarot Al-Mardliyyah Ulasan Nadhom
Qowaid Fiqhiyyah al-Faroid al-Bahiyyah. Jombang: Pustaka Al-Muhibbin.
Mudjib, Abdul. 2008. Kaidah-kaidah Ilmu Fiqih (al-Qowaidul al-Fiqhiyyah).
Jakarta: Kalam Mulia.
Munawwir, Ahmad Warson. 1997. Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia, cet. 14.
Surabaya: Penerbit Pustaka Progressif.
Syafei, Rachmat. 2010. Ilmu USHUL FIQIH Untuk UIN, STAIN, PTAIS
Cetakan IV. Bandung: CV. Pustaka Setia.
Usman, Muchlis. 2002. Kaidah-kaidah ushuliyah dan fiqhiyyah. Jakarta: PT
RajaGrafindo persada.
17